Anda di halaman 1dari 36

PERKULIAHAN 3

SENIN, 18 MARET 2019

ANALISIS DATA SPASIAL


SADEWA PURBA SEJATI

PROGRAM STUDI GEOGRAFI


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS AMIKOM

sumber: https://nvcogct.org/content/maps-0
PERKULIAHAN 3
1. Analisis Data Spasial dalam Kajian
Kebencanaan Secara Umum
2. Analisis Data Spasial dalam Kajian Bencana
Banjir
3. Analisis Data Spasial dalam Kajian Bencana
Tanah Longsor
ANALISIS DATA SPASIAL DALAM
KAJIAN KEBENCANAAN
• Bencana merupakan istilah yang pertama kali harus dipahami jika kita
akan mengkaji feomena kebencanaan dalam sudut pandang
Geografi.
• Guru besar bidang kebencanaan, Sudibyakto (2011) mendefinisikan
bencana sebagai suatu peristiwa atau rangkaian kejadian yang
mengakibatkan korban penderitaan manusia, kerugian harta benda,
kerusakan lingkungan, sarana dan prasara serta dapat menimbulkan
gangguan terhadap tata kehidupan dan penghidupan masyarakat.
LALU, APA KETERKAITAN ANALISIS
DATA SPASIAL DALAM KAJIAN
KEBENCANAAN???

• Melalui pendekatan keruangannya,


analisis data spasial yang
diterapkan dalam disiplin ilmu
geografi tentu sangat relevan jika
dikaitkan dengan kajian
kebencanaan.
• Bukan pada tataran menghentikan
kejadian bencananya, melainkan
dalam konteks mitigasi bencana.
• DRR (disaster risk reduction) merupakan
sebuah konsep yang dilakukan untuk
meminimalkan atau bahkan
menghilangkan dampak merugikan yang
disebabkan oleh bencana.
LALU, APA KETERKAITAN ANALISIS
DATA SPASIAL DALAM KAJIAN
KEBENCANAAN???

• Informasi mengenai kerawanan bencana pada


suatu wilayah dapat dijadiakan sebagai bagian
dalam mitigasi bencana.
• Melalui kajian tersebut masyarakat dapat
mengetahui apakah suatu wilayah rawan
terhadap suatu bencana tertentu, sehingga
upaya- upaya apa saja yang dapat
dipersiapkan dan dilakukan sebelum dan
setelah kejadian bencana dapat disusun.

Analisis data spasial sebagai bagian dalam sistem


informasi geografi mampu menyediakan
informasi mengenai tingkat kerawanan suatu
wilayah terhadap suatu bencana.
• Lalu,seperti apa tekniknya?
• Apa saja data- data spasial yang
dibutuhkan?
• Teori apa saja yang mendasari?
• Dan seperti apakah output dari
informasi spasial yang dihasilkan?
PENERAPAN ANALISIS DATA
SPASIAL DALAM KAJIAN BENCANA
BANJIR
• Agar pemahaman lebih mudah diterima, pertama tama definisi
tentang banjir harus dipaparkan terlebih dahulu.
• Menurut Purnama dalam Jafrianto (2017) banjir adalah peristiwa
terjadinya genangan pada daerah datar di sekitar sungai akibat
sungai tidak mampu lagi menampung air.
• Banjir dijelaskan sebagai suatu peristiwa yang terjadi ketika
volume air pada suatu penampung air seperti sungai dan danau
melebihi kapasistasnya, sehingga air meluap di sekeliling wadah
tersebut.
• Rosyidi (2013) mengungkapkan bahwa banjir telah lama terjadi di
Indoensia. Bahkan banjir di Jakarta telah terjadi sejak tahun 1621
yang disebabkan oleh melupanya air dari Sungai Ciliwung, Sungai
Cisadane, dan Sungai Angke.
• Tak hanya di Jakarta, banjir juga terjadi di beberapa wilayah di
Indonesia.
• Dampak yang ditimbulkan banjir pun tidak bisa dianggap remeh.
Terjadi 2011

2/3 Wilayah Terendam Air

Lebih dari 500 jiwa

1000 industri terganggu


• Pada tahun 2013 BBC juga melaporkan bahwa sebanyak 5700 orang di
pegunungan Himalaya dinyatakan hilang dan kemungkinan meninggal
setelah terjadi banjir besar disertai tanah longsor pada sekitar 4000 desa
di area pegunungan tersebut.
• Di Indoensia sendiri, selain di Jakarta, kejadian banjir besar juga pernah
terjadi di Langkat (Sumatera Utara) dengan korban jiwa mencapai 200
orang.
• Kejadian banjir bandang di Wasior (Papua).

Faktor Faktor alam misalnya curah hujan,


Non topografi (kemiringan lereng,
Alam ketinggian tempat), dan
geomorfologi.

BANJIR Faktor non alam (manusia) diantaranya


adalah perubahan penggunaan lahan dan
perilaku lain yang tidak mempedulikan
lingkungan seperti membuang sampah di
sungai, membuat pemukiman di dalam
Faktor badan alur sungai, budidaya karamba,
Alam dan lain sebagainya.
• Sebagai salah satu upaya dalam mitigasi bencana banjir,
analisis data spasial dapat digunakan untuk membuat
informasi spasial berupa peta rawan banjir.
• Jika diakitkan dengan sistem informasi geografis, maka
teknik analisis data spasial untuk membuat peta rawan
banjir adalah overlay atau tumpang susun.
• Kita ingat kembali bahwa tumpangsusun atau overlay
adalah sebuat teknik penghasil informasi spasial yang
dilakukan dengan cara menumpangsusunkan beberapa
peta tematik.
• Kita ingat pula bahwa overlay dapat dilakukan dengan
pemberian skor maupun tanpa pemberian skor, untuk
menghasilkan informasi spasial peta rawan
banjir maka overlay dilakukan dengan disertai
pemberian skor.
• Pertanyaan, peta tematik apa
sajakah yang harus dipersiapkan
untuk menghasilkan informasi
spasial rawan banjir?
• Untuk menentukan peta- peta tersebut kita kembali harus
memahami konsep dasar atau definisi mengenai banjir.
• Pemahaman mengenai konsep dasar kemudian
dikembangkan untuk mengetahui faktor- faktor yang dapat
menyebabkan banjir.
• Dari faktor- faktor tersebutlah peta- peta tematik dapat
dibuat sebagai sumber data untuk melakukan overlay.

Peta
Definisi Faktor
Tematik
Contoh: Analisis Tingkat
Kerawanan Banjir di Kelurahan
Wonoboyo Menggunakan Sistem
Informasi Geografis.
• Diagram alir penelitian tersebut menunjukkan bahwa
peneliti mengunakan tiga faktor alam untuk membuat peta
kerawanan banjir, yaitu curah hujan, ketinggian tempat,
dan aliran sungai.
• Masing- masing faktor dalam kemudian diwujudkan dalam
bentuk peta tematik.
• Setiap faktor penyebab banjir dalam suatu wilayah tentu
memiliki variasi keruangan yang menyebabkan persebarannya
berbeda.
Kemudian pertanyaannya adalah
kenapa terdapat perbedaan
skor?Kenapa ada kelas yang memiliki
skor 5 dan kenapa ada yg hanya 1?

• Pertanyaan tersebut dapa dijawab dengan logika ilmiah.


• Kita ambil parameter curah hujan. Jika dikaitkan dengan kejadian
banjir, jika dikaitkan dengan kejadian banjir curah hujan yang paling
tinggilah yang paling berpotensi menyebabkan banjir atau luapan
sungai, sehingga diberikan skor 5, sebalikanya curah hujan
terendah diberikan skor 1 karena relatif tidak berpotensi
menyebabkan kejadian banjir.
• Demikian pula dengan ketinggian tempat. Kenapa justru daerah
dengen ketinggian tempat yang rendah diberikan skor tinggi?
Lagi- lagi logika ilmiah harus kita gunakan.
• Misalnya melalui pemahaman bahwa luapan air sungai tentu akan
mudah menggenangi tempat- tempat di sekitar sungai yang
ketinggiannya rendah, sehingga dalam kasus penelitian ini
ketinggian tempat 0- 20 meter diberikan skor tertinggi karena pada
ketinggian tersebut relatif akan mudah tergenangi oleh luapan air
sungai jika dibandingakn dengan tempat yang memiliki ketinggian
lebih dari 300 meter.
• Masing masing skor dalam skor dalam kelas tersebut kemudian
dikalikan dengan bobotnya dan hasil kali tersebut dijumlahkan
seiring dengan berlangsungnya proses overlay.
• Hasil akhir dari penghitungan kemudian diklasifikasikan menjadi
tiga kelas, yaitu tidak rawan, rawan, dan sangat rawan.
• Contoh penelitian yang mengenai kerwanan banjir pernah dilakukan oleh
Darmawan (2017) dengan judul Analisis Tingkat Kerawanan Banjir di
Kabupaten Sampang Menggunakan Metode Overlay dengan Scoring
Berbasis Sistem Informasi Geografis.
• Dalam penelitian ini, faktor yang digunakan untuk menentukan banjir adalah
faktor alami dan kombinasi faktor penutupan lahan, yaitu kemiringan
lereng, ketinggian tempat, jenis tanah, penutupan lahan, curah
hujan, dan kerapatan sungai.
PENERAPAN ANALISIS DATA
SPASIAL DALAM KAJIAN BENCANA
TANAH LONGSOR
• Seperti halnya banjir, tanah longsor merupakan bencana alam
yang kerap kali memakan korban jiwa maupun kerusakan lainnya.
• Melalui analisis data spasial, informasi berupa kawasan rawan
longsor dapat dibuat.
• Informasi tersebut sekali lagi berguna untuk melakukan mitigasi
bencana, sehingga langkah- langkah apa saja yang harus
dilakukan baik sebelum dan setelah kejadian bencana alam
tersebut dapat ditentukan.
Barus dalam Rahmad (2018) mengemukakan bahwa
tanah longsor merupakan gerakan tanah yang berkaitan
langsung dengan sifat fisik alami seperti struktur
geologi, bahan induk, tanah, pola drainase, lereng,
bentuklahan, hujan, maupun sifat- sifat non alami
yang berupa bangunan dan infrastruktur.
• Suripin mengungkapkan bahwa tanah longsor merupakan suatubentuk
erosi dimana pengangkutan atau gerakan masa tanah terjadi pada
suatu saat dalam volume yang sangat besar.
• Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 22/ PRT/M/ 2007
menjelaskan bahwa tanah longsor adalah suatu proses perpindahan
massa tanah atau batuan dengan arah miring dari arah semula
sehingga terpisah dari massa yang mantap karena pengaruh gravitasi
dengan jenis gerakan berbentuk rotasi dan translasi (Arsjad, 2012).
• Analisis data spasial untuk menentukan kawasan rawan
longsor dapat dilakukan dengan teknik overlay.
• Seperti halya dalam penentuan kawasan rawan banjir,
maka diperlukan beberapa peta tematik untuk
menghasilkan informasi akhir.
• Peta- peta tematik yang diperlukan tentunya
dikembangkan dari pemahaman mengenai penyebab
longsor.
• Berdasarkan definisi yang telah dikemukakan, lonsgor
dapat terjadi karena beberapa faktor, diantaranya adalah
topografi, curah hujan, geologi, jarak suatu
wilayah dari patahan aktif, dan vegetasi.
• Sartohadi (2008) menyatakan bahwa kejadian longsor di
Indonesia terjadi pada wilayah dengan topografi yang
curam dan disertai dengan curah hujan 2000 mm/tahun.

Anda mungkin juga menyukai