Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH

KPK3K
Upaya Pencegahan Penyakit Akibat Kerja Golongan Biologi Infeksi pada
Pekerja Di Hutan (Penyakit Malaria)

Disusun Oleh :
1. Abdul Hair 17111024110001
2. Almarida Nur Afiffa 17111024110012
3. Annisa Anggraini 17111024110015
4. Auliya Fitri 17111024110021
5. Diah Florentina Astuti 17111024110032
6. Nur Hamidah 17111024110083

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KALIMANTAN TIMUR


FAKULTAS ILMU KESEHATAN DAN FARMASI
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
2018
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Kami panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah tentang Upaya Pencegahan Penyakit Akibat Kerja
GolonganBiologi Infeksi pada Pekerja Di Hutan (Penyakit Malaria)
Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan disusun untuk
memenuhi salah satu tugas mata kuliah KPK3K.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki makalah ini. Akhir kata kami berharap semoga
makalah tentang ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap
pembaca.

Samarinda, 30 Oktober 2018

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 2
C. Tujuan 3
BAB II PEMBAHASAN 3
A. Definisi Penyakit Akibat Kerja 3
B. Faktor-Faktor Penyebab Penyakit Akibat Kerja 3
C. Faktor Biologi Penyakit Akibat Kerja 4
D. Faktor-Faktor Penyebab Penyakit Kerja Akibat Biologi 6
E. Pengertian Malaria 6
F. Etiologi Penyakit Malaria 7
G. Siklus Hidup Plasmodium 8
H. Epidemiologi Penyakit Malaria 9
I. Minyak Serai Sebagai Anti Nyamuk 22
J. Proses Kerja Pemisahan Minyak Atsiri dari Batang Serai 23
BAB III PENUTUP 26
A. Kesimpulan 26
B. Saran 26
DAFTAR PUSTAKA 27

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut Undang-undang nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan, yang
dimaksud dengan kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental,
spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif
secara sosial dan ekonomis. Sebuah ungkapan
mengatakan ”Health is created in everyday live”, bahwa kesehatan itu dibentuk
atau dihasilkan dari kehidupan manusia sehari-hari.
Kehidupan manusia adalah berada dalam lingkungan dimana manusia hidup
sehari-hari, mulai dari lahir sampai meninggal dunia. Pada usia bayi sampai balita
hampir dikatakan manusia hidup di lingkungan keluarga atau rumah tangga saja.
Tetapi pada usia sekolah sampai mahasiswa, sebagian besar waktu manusia
dihabiskan di lingkungan keluarga dan sekolah atau kampus. Sedangkan pada usia
dewasa, lepas dari pendidikan manusia cenderung menghabiskan waktunya di
dalam keluarga dan di tempat kerja. Oleh sebab itu lingkungan kerja mempunyai
peranan yang penting juga dalam membentuk atau mempengaruhi kesehatan
seseorang. Lingkungan mempunyai risiko yang besar terhadap terjadinya penyakit
dan kecelakaan akibat kerja seperti di pertambangan, pabrik-pabrik yang
menghasilkan limbah yang berisiko mengganggu kesehatan manusia, dan
seterusnya. Mengingat pentingnya faktor lingkungan kerja sebagai faktor risiko
bagi kesehatan masyarakat, utamanya bagi pekerja, maka dari itulah perlu
dipelajari dan dipahami tentang upaya kesehatan kerja.
Lingkungan kerja adalah kondisi lingkungan tempat kerja yang meliputi
faktor fisik, kimia, biologi, ergonomi, dan psikososial yang mempengaruhi
pekerjaan dalam melaksanakan pekerjaannya.
Kesehatan lingkungan kerja adalah ilmu dan seni yang ditunjukkan untuk
mengenal, mengevaluasi dalam mengendalikan semua faktor-faktor dan stres
lingkungan di tempat kerja yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan,
kesejahteraan, kenyamanan dan efisiensi dikalangan pekerjaan dan masyarakat.

1
Tujuan utama dari kesehatan lingkungan kerja adalah melindungi pekerja dan
masyarakat sekitar suatu RS atau perusahaan dari bahaya-bahaya yang mungkin
timbul. Untuk dapat mengantisipasi dan mengetahui kemungkinan bahaya
lingkungan kerja yang diperkirakan dapat menimbulkan penyakit akibat kerja,
utamanya terhadap pekerja, ditempuh tiga langkah utama yaitu: pengenalan,
penilaian dan pengendalian dari berbagai bahaya dan resiko kerja.

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi penyakit akibat kerja?
2. Apa faktor-faktor penyebab penyakit akibat kerja?
3. Apa faktor biologi penyakit akibat kerja?
4. Faktor-faktor penyebab penyakit kerja akibat biologi?
5. Apa pengertian malaria?
6. Apa etiologi penyakit malaria?
7. Bagaimana siklus hidup plasmodium?
8. Apa epidemiologi penyakit malaria?
9. Mengapa minyak serai sebagai anti nyamuk?
10. Bagaimana proses kerja pemisahan minyak atsiri dari batang serai?

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui definisi penyakit akibat kerja.
2. Mengetahui faktor-faktor penyebab penyakit akibat kerja.
3. Mengetahui faktor biologi penyakit akibat kerja.
4. Mengetahui faktor-faktor penyebab penyakit kerja akibat biologi.
5. Mengetahui pengertian malaria.
6. Mengetahui etiologi penyakit malaria.
7. Mengetahui siklus hidup plasmodium.
8. Mengetahui epidemiologi penyakit malaria.
9. Mengetahui minyak serai sebagai anti nyamuk.
10. Mengetahui proses kerja pemisahan minyak atsiri dari batang serai.

2
3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Penyakit Akibat Kerja


Penyakit Akibat Kerja (PAK) adalah penyakit yang disebabkan oleh
pekerjaan, alat kerja, bahan, proses maupun lingkungan kerja. Dengan demikian
Penyakit Akibat Kerja merupakan penyakit yang artifisial atau man made disease.
Penyakit Akibat Kerja (PAK), menurut KEPPRES RI No. 22 Tahun 1993,
adalah penyakit yang disebabkan pekerjaan atau lingkungan kerja. Penyakit akibat
kerja terjadi sebagai pajanan faktor fisik, kimia, biologi, ataupun psikologi di
tempat kerja.
WHO membedakan empat kategori Penyakit Akibat Kerja :
1. Penyakit yang hanya disebabkan oleh pekerjaan, misalnya
Pneumoconiosis.
2. Penyakit yang salah satu penyebabnya adalah pekerjaan, misalnya
Karsinoma Bronkhogenik.
3. Penyakit dengan pekerjaan merupakan salah satu penyebab di antara
faktor-faktor penyebab lainnya, misalnya Bronkhitis khronis.
4. Penyakit dimana pekerjaan memperberat suatu kondisi yang sudah ada
sebelumnya, misalnya asma.

A. Faktor-Faktor Penyebab Penyakit Akibat Kerja


Faktor penyebab Penyakit Akibat Kerja sangat banyak, tergantung pada
bahan yang digunakan dalam proses kerja, lingkungan kerja ataupun cara kerja,
sehingga tidak mungkin disebutkan satu per satu. Pada umumnya faktor penyebab
dapat dikelompokkan dalam 5 golongan :
1. Golongan fisik : suara (bising), radiasi, suhu (panas/dingin), tekanan
yang sangat tinggi, vibrasi, penerangan lampu yang kurang baik.
2. Golongan kimiawi : bahan kimiawi yang digunakan dalam proses kerja,
maupun yang terdapat dalam lingkungan kerja, dapat berbentuk debu,
uap, gas, larutan, awan atau kabut.

4
3. Golongan biologis : bakteri, virus atau jamur
4. Golongan fisiologis : biasanya disebabkan oleh penataan tempat kerja
dan cara kerja
5. Golongan psikososial : lingkungan kerja yang mengakibatkan stress.

C. Faktor Biologi Penyakit Akibat Kerja


Penyakit ditempat kerja akibat factor biologi biasanya disebabkan oleh
makhluk hidup sehingga menyebabkan gangguan kesehatan pada pekerja yang
terpajan. Potensi bahaya yang menyebabkan reaksi alergi atau iritasi akibat bahan-
bahan biologis, seperti debu kapas, dedaunan, bulu, bunga, virus, bakteri, dan
sebagainya.
1. Bakteri
Bakteri mempunyai tiga bentuk dasar yaitu (i) bulat (kokus), (ii)
lengkung dan (iii) batang (basil). Banyak bakteri penyebab penyakit timbul
akibat kesehatan dan sanitasi yang buruk, makanan yang tidak dimasak dan
dipersiapkan dengan baik dan kontak dengan hewan atau orang yang
terinfeksi. Contoh penyakit yang diakibatkan oleh bakteri: anthrax (kulit dan
paru), tuberculosis (paru), burcelosis (sakit kepala,atralagia, enokkarditis),
lepra, tetanus, thypoid, cholera, dan sebagainya.
2. Virus
Virus mempunyai ukuran yang sangat kecil antara 16 – 300 nano meter.
Virus tidak mampu bereplikasi, untuk itu virus harus menginfeksi sel
inangnya yang khas. Contoh penyakit yang diakibatkan oleh virus: influenza,
varicella, hepatitis, HIV, dan sebagainya (HIV), menyebabkan penurunan
daya kekebalan tubuh, ditularkan melalui: Tranfusi darah yang tercemar,
Tertusuk/teriris jarum/pisau yag terkontaminasi, Hubungan sexual, Luka jalan
lahir waktu melahirkan. Pekerja berisiko (HIV), Pekerja RS, Pekerja yang
sering ganti-ganti pasangan.
3. Parasit
(i) Malaria ; gigitan nyamuk anopheles, (ii) Ansxylostomiosis, anemia
khronis, (iii) , gatal-gatal dikulit. Jamur dapat berupa sel tunggal atau koloni,

5
tetapi berbentuk lebih komplek karena berupa multi sel. Mengambil makanan
dan nutrisi dari jaringan yang mati dan hidup dari organisme atau hewan lain.
4. Hewan
 Seraangga : sengatan
 Binatang berbisa : gigitan / ular
 Binatang buas : Carnovora
5. Tumbuhan
 Debu kayu: Allergi & asma
 Debu kapas: allergi saluran nafas
6. Organisme viable dan racun biogenic.
 Organisme viable termasukdi dalamnya jamur, spora dan
mycotoxins; Racun biogenik termasuk endotoxins, aflatoxin dan
bakteri.
 Perkembangan produk bakterial dan jamur dipengaruhi oleh suhu,
kelembapan dan media dimana mereka tumbuh. Pekerja yang
beresiko: pekerja pada silo bahan pangan, pekerja pada sewage &
sludge treatment, dll.
 Contoh : Byssinosis, “grain fever”,Legionnaire’s disease.
7. Alergi Biogenik
 Termasuk didalamnya adalah: jamur, animal-derived protein, enzim.
 Bahan alergen dari pertanian berasal dari protein pada kulit binatang,
rambut dari bulu dan protein dari urine dan feaces binatang.
 Bahan-bahan alergen pada industri berasal dari proses fermentasi,
pembuatan obat, bakery, kertas, proses pengolahan kayu , juga
dijumpai di bioteknologi ( enzim, vaksin dan kultur jaringan).
 Pada orang yang sensitif, pemajanan alergen dapat menimbulkan
gejala alergi seperti rinitis, conjunctivitis atau asma. Contoh
Occupational asthma : wool, bulu, butir gandum, tepung bawang dsb.

6
C. Faktor-Faktor Penyebab Penyakit Kerja Akibat Biologi
1. Kontak dengan individu yang terinfeksi, sekresi, ekskresi, atau jaringan
tubuh manusia seperti malaria, hepatitis, AIDS, TBC, flu burung, flu
babi, demam berdarah, anthrax.
2. Akibat penularan dari binatang yang menginfeksi manusia secara
langsung atau kontak dengan sekresi, ekskresi, jaringan tubuh binatang
yang terinfeksi atau via vektor.
3. Akibat polusi udara yang mengandung mikroorganisme yang
menimbulkan penyakit seperti pekerja kantor yang memakai AC sentral.
pembersih cerobong asap pabrik, pabrik penghasil debu-debu.:
a. Inhalation fever, akibat paparan udara yang berat : metal fume fever,
polymer fume fever, organic dust fever, legionenelosis.
b. Allergi akibat polusi udara : asma kerja, pneumonitis
hipersensitivitas.
Bakteri dan virus merupakan makhluk yang sangat mudah berkembang biak
danpenyakit yang disebabkannya sangat mudah menular. Saat ini sejumlah
penyakit menula rdan mematikan telah berpindah dari hewan ke manusia dan dari
manusia ke hewan.Infeksi silang-spesies dapat berasal dari peternakan atau pasar,
dimana kondisimenciptakan pencampuran patogen. Yang memberi patogen
kesempatan untuk bertukargen dan peralatan sampai dengan membunuh inang
yang sebelumnya asing.

D. Pengertian Malaria
Definisi penyakit malaria menurut World Health Orgnization (WHO) adalah
penyakit yang disebabkan oleh parasit malaria (plasmodium) bentuk aseksual
yang masuk kedalam tubuh manusia yang ditularkan oleh nyamuk malaria
(Anopheles SPP) betina. Definisi lainnya adalah suatu jenis penyakit menular
yang disebabkan oleh agen tertentu yang infektif dengan perantara suatu vektor
dan dapat disebarkan dari satu sumber infeksi kepada host.
Penyakit malaria adalah penyakit menular yang disebabkan oleh parasit
plasmodium antara lain plasmodium malariae, plasmodium vivax, plasmodium

7
falciparum, plasmodium ovale yang hanya dapat dilihat dengan mikroskop yang
ditularkan oleh nyamuk malaia (anopheles), penyakit malaria dapat menyerang
semua orang baik laki-laki maupun perempuan, pada semua golongan umur (dari
bayi, anak-anak, sampai dewasa), apapun pekerjaannya, penyakit malaria
biasanya menyerang yang tinggal didaerah yang mempunyai banyak genangan air
yang sesuai untuk tempat perkembangbiakan nyamuk malaria seperti persawahan,
pantai, perbukitan dan pinggiran hutan (Depkes RI, 2004).
Menurut Departemen Kesehatan RI tahun 2003 malaria adalah penyakit
infeksi yang disebabkan oleh beberapa parasit plasmodium yang hidup dan
berkembang biak dalam sel darah merah manusia dan penyakit ini secara alami
ditularkan melalui gigitan nyamuk anopheles betina. Penyakit malaria adalah
salah satu penyakit yang menular, penyakit parasit yang hidap dalam sel darah
manusia yang ditularkan melelui nyamuk malaria dari penderita malaria kepada
orang lain, penyakit malaria dapat menyerang kelompok umur dan semua jenis
kelamin.
Malaria adalah penyakit menular yang disebabkan oleh parasit (protozoa) dari
genus plasmodium, yang dapat ditularkan melalui gigitan nyamuk anopheles.
Istilah malaria diambil dari dua kata dari bahasa Italia, yaitu Mal (buruk) dan Area
(udara) atau udara buruk, karena dahulu banyak terdapat didaerah rawa-rawa yang
mengeluarkan bau busuk. Penyakit ini juga mempunyai beberapa nama lain
seperti demam roma, demam rawa, demam tropik, demam pantai, demam charges,
demam kura dan paludisme (Arlan prabowo 2004: 2).

F. Etiologi Penyakit Malaria


Malaria disebabkan oleh protozoa darah yang termasuk ke dalam genus
Plasmodium. Plasmodium ini merupakan protozoa obligat intraseluler. Pada
manusia terdapat 4 spesies yaitu Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax,
Plasmodium malariae dan Plasmodium ovale. Penularan pada manusia dilakukan
oleh nyamuk betina Anopheles ataupun ditularkan langsung melalui transfusi
darah atau jarum suntik yang tercemar serta dari ibu hamil kepada janinnya.
(Harijanto P.N.2000).

8
Malaria vivax disebabkan oleh P. vivax yang juga disebut juga sebagai
malaria tertiana. P. malariae merupakan penyebab malaria malariae atau malaria
kuartana. P. ovale merupakan penyebab malaria ovale, sedangkan P. falciparum
menyebabkan malaria falsiparum atau malaria tropika. Spesies terakhir ini paling
berbahaya, Karena malaria yang ditimbulkannya dapat menjadi berat sebab dalam
waktu singkat dapat menyerang eritrosit dalam jumlah besar, sehingga
menimbulkan berbagai komplikasi di dalam organ-organ tubuh. (Harijanto
P.N.2000).

G. Siklus Hidup Plasmodium


Gambar 2.1 Siklus Hidup Plasmodium

Siklus hidup Plasmodium terdiri dari 2, yaitu siklus sporogoni (siklus seksual)
yang terjadi pada nyamuk dan siklus skizogoni (siklus aseksual) yang terdapat
pada manusia. Siklus ini dimulai dari siklus sporogoni yaitu ketika nyamuk
mengisap darah manusia yang terinfeksi malaria yang mengandung plasmodium

9
pada stadium gametosit (8). Setelah itu gametosit akan membelah menjadi
mikrogametosit (jantan) dan makrogametosit (betina) (9). Keduanya mengadakan
fertilisasi menghasilkan ookinet (10). Ookinet masuk ke lambung nyamuk
membentuk ookista (11). Ookista ini akan membentuk ribuan sprozoit yang
nantinya akan pecah (12) dan sprozoit keluar dari ookista. Sporozoit ini akan
menyebar ke seluruh tubuh nyamuk, salah satunya di kelenjar ludah nyamuk.
Dengan ini siklus sporogoni telah selesai.
Siklus skizogoni terdiri dari 2 siklus, yaitu siklus eksoeritrositik dan siklus
eritrositik. Dimulai ketika nyamuk menggigit manusia sehat. Sporozoit akan
masuk kedalam tubuh manusia melewati luka tusuk nyamuk (1). Sporozoit akan
mengikuti aliran darah menuju ke hati, sehingga menginfeksi sel hati (2) dan akan
matang menjadi skizon (3). Siklus ini disebut siklus eksoeritrositik. Pada
Plasmodium falciparum dan Plasmodium malariae hanya mempunyai satu siklus
eksoeritrositik, sedangkan Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale mempunyai
bentuk hipnozoit (fase dormant) sehingga siklus eksoeritrositik dapat berulang.
Selanjutnya, skizon akan pecah (4) mengeluarkan merozoit (5) yang akan masuk
ke aliran darahsehingga menginfeksi eritrosit dan di mulailah siklus eritrositik.
Merozoit tersebut akan berubah morfologi menjadi tropozoit belum matang lalu
matang dan membentuk skizon lagi yang pecah dan menjadi merozoit lagi (6).
Diantara bentuk tropozoit tersebut ada yang menjadi gametosit (7) dan gametosit
inilah yang nantinya akan dihisap lagi oleh nyamuk. Begitu seterusnya akan
berulang-ulang terus. Gametosit tidak menjadi penyebab terjadinya gangguan
klinik pada penderita malaria, sehingga penderita dapat menjadi sumber penularan
malaria tanpa diketahui (karier malaria).

G. Epidemiologi Penyakit Malaria


1. Distribusi dan Frekuensi Penyakit Malaria
a. Berdasarkan Orang
Diperkirakan prevalensi malaria di seluruh dunia berkisar antara
300-500 juta kasus dengan kematian antara 1 sampai 2 juta setiap tahun
dimana lebih dari 80% adalah anak-anak yang berusia kurang dari 5

10
tahun. Berdasarkan SKRT (Survei Kesehatan Rumah Tangga) tahun
2001, CSDR akibat malaria pada laki-laki 11 per 100.000 penduduk dan
wanita 8 per 100.000 penduduk.
b. Berdasarkan Tempat
Malaria ditemukan di daerah-daerah mulai 64o lintang utara (Rusia)
sampai dengan 32o lintang selatan (Argentina), dari daerah dengan
ketinggian 2.666 m (Bolivia) sampai dengan daerah yang letaknya 433 m
di bawah permukaan laut (Laut Mati). Kini malaria banyak dijumpai di
Meksiko, sebagian Karibia, Amerika Tengah dan Selatan, Afrika Sub-
Sahara, Timur Tengah, India, Asia Selatan, Asia Tenggara, Indo Cina,
dan pulau-pulau di Pasifik Selatan.
Plasmodium vivax mempunyai distribusi geografis yang paling luas
mulai dari daerah yang beriklim dingin, subtropis sampai ke daerah
tropis, kadang-kadang dijumpai di Pasifik Barat. Di Indonesia, spesies ini
tersebar di seluruh kepulauan. Plasmodium falciparum terutama
menyebabkan malaria di Afrika, Asia, dan daerah daerah tropis lainnya.
Di Indonesia, parasit ini tersebar di seluruh kepulauan. Plasmodium
malariae meluas meliputi daerah tropis maupun daerah subtropik. Di
Indonesia spesies ini dijumpai di Indonesia Bagian Timur. Plasmodium
ovale terutama terdapat di daerah tropik Afrika bagian barat, di daerah
Pasifik Barat dan di beberapa bagian lain di dunia. Di Indonesia, parasit
ini terdapat di Pulau Owi sebelah selatan Biak di Irian Jaya dan Nusa
Tenggara Timur.
c. Berdasarkan Waktu
Berdasarkan SKRT tahun 2001, CFR malaria 0,1% (30.000 kematian
dari 30 juta kasus). Tahun 2005, CFR malaria 2 % (32.000 kematian dari
1,6 juta kasus). Pada tahun yang sama CFR malaria falsiparum 1,12% (44
kematian dari 3.924 kasus).
2. Determinan Penyakit Malaria
Penyebaran penyakit malaria sangat ditentukan oleh faktor Host, Agent,
dan Environment :

11
a. Host
1) Host Intermediate (Manusia)
Keadaan manusia dapat menjadi pengandung gametosit yang
dapat meneruskan daur hidup nyamuk. Manusia ada yang rentan
yaitu yang dapat ditular malaria, tapi ada juga yang kebal dan tidak
mudah ditular malaria.
 Umur
Anak-anak lebih rentan terhadap penyakit malaria
dibandingkan orang dewasa. Anak-anak usia kurang dari 5 tahun
adalah kelompok terbanyak yang berisiko terhadap malaria.
Pertahanan tubuh terhadap malaria yang diturunkan penting
untuk melindungi anak kecil atau bayi karena sifat khusus
eritrosit yang relatif resisten terhadap masuk dan berkembang
biaknya parasit malaria.
 Ras
Berbagai bangsa atau ras mempunyai kerentanan yang
berbeda-beda (factor rasial) terhadap penyakit malaria. Individu
yang tidak mempunyai determinan golongan darah Duffy
(termasuk kebanyakan negro Afrika) mempunyai resistensi
alamiah terhadap Plasmodium vivax.
 Jenis Kelamin
Infeksi parasit plasmodium dapat menyerang semua
masyarakat dari segala golongan termasuk golongan yang paling
rentan seperti wanita hamil. Hasil penelitian Gomes (2001)
menyatakan bahwa ibu hamil yang anemia kemungkinan 8,56
kali menderita malaria falsiparum dibandingkan dengan ibu
hamil yang tidak anemia.
 Riwayat Malaria
Kekebalan residual adalah kekebalan terhadap reinfeksi
yang timbul akibat infeksi terdahulu dengan strain homolog
spesies parasit malaria. Kekebalan ini menetap hanya untuk

12
beberapa waktu.
 Cara Hidup
Cara hidup sangat berpengaruh terhadap penularan malaria,
seperti tidur tidak memakai kelambu, tidak menggunakan
repelen nyamuk pada saat melakukan aktivitas di luar rumah dan
pada saat sore hari, dan penggunaan insektisida yang tidak
teratur di dalam rumah.
 Imunitas
Masyarakat yang tinggal di daerah endemis malaria
memiliki kekebalan alami terhadap penyakit malaria. Di daerah
endemi dengan transmisi malaria yang tinggi hampir sepanjang
tahun, penduduk nya sangat kebal dan sebagian besar dalam
darahnya terdapat parasit malaria dalam jumlah kecil. Selain itu,
di daerah endemis malaria terdapat kekebalan kongenital (atau
neonatal) pada bayi yang dilahirkan oleh ibu dengan kekebalan
tinggi.
 Pekerjaan
Pekerjaan yang tidak menetap atau mobilitas yang tinggi
berisiko lebih besar terhadap penyakit malaria, seperti tugas-
tugas dinas di daerah endemis untuk jangka waktu yang lama
sampai bertahun-tahun misalnya petugas medis, petugas militer,
misionaris, pekerja tambang, dan lain-lain. Pekerjaan sebagai
buruh perkebunan yang datang dari daerah yang non endemis ke
daerah yang endemis belum mempunyai kekebalan terhadap
penyakit di daerah yang baru tersebut sehingga berisiko besar
untuk menderita malaria. Begitu pula pekerja-pekerja yang
didatangkan dari daerah lain akan berisiko menderita malaria.
 Status Gizi
Seorang penderita malaria yang mengalami gizi buruk akan
mempengaruhi kerja farmakokinetik obat anti malaria seperti
diare dan muntah menurunkan absorpsi obat. Selain itu,

13
disfungsi hati menyebabkan metabolism obat menurun. Anak
yang bergizi baik dapat mengatasi malaria berat dengan lebih
cepat dibandingkan anak bergizi buruk.
2) Host Definitive (Nyamuk Anopheles)
Nyamuk Anopheles di seluruh dunia meliputi kira-kira 2.000
spesies. Yang dapat menularkan malaria kira-kira 60 spesies. Di
Indonesia, menurut pengamatan terakhir ditemukan 80 spesies
Anopheles dan yang ditemukan sebagai vektor malaria adalah 15
spesies dengan tempat perindukan yang berbeda-beda. Hasil
penelitian Barodj dkk (1999) menemukan nyamuk Anopheles
subpictus lebih banyak ditemukan istirahat di dalam rumah (57,4%)
dibandingkan di luar rumah (43,6%).
b. Agent (Plasmodium)
Berbagai spesies dari genus plasmodium dari kelas Sporozoa
merupakan parasit malaria pada manusia. Plasmodium yang dapat
menginfeksi manusia ada empat jenis, yaitu:
1) Plasmodium vivax
Plasmodium vivax akan memberikan intensitas serangan dalam
bentuk demam setiap 3 hari sekali sehingga sering dikenal dengan
istilah malaria tertian (malaria benigna). Jenis malaria ini tersebar di
seluruh kepulauan di Indonesia dan pada umumnya di daerah
endemis mempunyai frekuensi tertinggi diantara spesies yang lain.
Eritrosit yang dihinggapi parasit P. vivax mengalami perubahan
yaitu menjadi besar, berwarna pucat dan tampak titik-titik halus
berwarna merah yang bentuk dan besarnya sama (titik Schuffner).
Masa tunas intrinsik berlangsung 12-17 hari.
2) Plasmodium malariae
Plasmodium malariae adalah penyebab malaria malariae atau
malaria kuartana karena serangan demam berulang pada tiap hari
keempat. Penyakit malaria kurtana meluas meliputi daerah tropik
maupun daerah subtropik. Frekuensi penyakit ini di beberapa daerah

14
cenderung menurun. Eritrosit yang dihinggapi Plasmodium malariae
tidak membesar atau ukuran dan bentuk eritrosit normal. Masa tunas
intrinsik berlangsung 18 hari dan kadangkadang sampai 30-40 hari.
3) Plasmodium ovale
Plasmodium ovale mempunyai waktu demam yang lebih pendek
dan biasanya bisa sembuh spontan. Masa tunas intrinsik sama seperti
Plasmodium vivax, yaitu 12-17 hari. Plasmodium vivax dapat
ditemukan di daerah tropik Afrika bagian barat, di daerah Pasifik
Barat dan beberapa lain di dunia. Di Indonesia parasit ini terdapat di
Pulau Owi sebelah selatan Biak Irian Jaya dan di Pulau Timor.
Perubahan eritrosit yang terjadi yaitu eritrosit tampak oval dengan
tepi bergerigi. Titik Schuffner menjadi lebih banyak.
4) Plasmodium falciparum
Parasit ini ditemukan di daerah tropik terutama di Afrika dan
Asia Tenggara sehingga disebut dengan penyebab malaria tropika
(malaria maligna). Di Indonesia parasit ini tersebar di seluruh
kepulauan. Spesies ini merupakan paling berbahaya karena penyakit
yang ditimbulkannya dapat menjadi berat. Pada malaria falciparum,
eritrosit yang terinfeksi tidak membesar selama stadium
perkembangan parasit. Namun, terjadi perubahan yang menyerupai
bentuk pisang.
c. Environment (Lingkungan)
1) Meliputi lingkungan fisik, antara lain :
 Suhu
Udara sangat mempengaruhi panjang pendeknya siklus
Sprogami atau masa inkubasi Ektrinsik. Masa inkubasi
Ekstrinsik adalah mulai saat masuknya gametosit ke dalam tubuh
nyamuk sampai terjadinya stadium sporogami dalam nyamuk
yaitu terbentuknya sporozoid yang kemudian masuk kedalam
kelenjar liur. Makin tinggi suhu maka makin pendek masa
inkubasi Ekstrinsik. Pengaruh suhu berbeda dari setiap species

15
pada suhu 26,7oC masa inkubasi Ekstrinsik untuk setiap species
sebagai berikut :
Parasit falciparum: 10 – 12 hari
Parasit vivax: 8 – 11 hari
Parasit malaria: 14 hari
Parasit ovale: 15 hari
Masa inkubasi Intrinsik adalah waktu mulai masuknya
Sprozoid darah sampai timbulnya gejala klinis/demam atau
sampai pecahnya sizon darah dalam tubuh penderita. Masa
inkubasi Intrinsik berbeda tiap species:
Plasmodium falciparum: 10 – 14 hari
Plasmodium vivax: 12 – 17 hari
Plasmodium malariae: 18 – 40 hari
Plasmodium ovale: 16 – 18 hari
 Kelembaban Udara
Kelembaban udara yang rendah, mempengaruhi umur
nyamuk, tingkat kelembaban 63 % misalnya merupakan angka
paling rendah untuk memungkinkan adanya penularan.
 Hujan
Terdapat hubungan langsung antara hujan dan
perkembangan larva nyamuk menjadi dewasa. Hujan diselingi
oleh panas akan memperbesar kemungkinan berkembangnya
Anopheles spp. Bila curah hujan yang normal pada sewaktu-
waktu maka permukaan air akan meningkat sehingga tidak
menguntungkan bagi malaria. Curah hujan yang tinggi akan
merubah aliran air pada sungai atau saluran air sehingga larva
dan kepompong akan terbawa oleh air (Chwaat-Bruce. L.J,
1985).

16
 Angin
Jarak terbang nyamuk dapat dipengaruhi oleh kecepatan
angin artinya jarak jangkau nyamuk dapat diperpanjang atau di
perpendek tergantung kepada arah angin.
 Sinar Matahari
Pengaruh sinar matahari terhadap pertumbuhan larva
nyamuk berbeda-beda. An.sundaicus. Lebih menyukai tempat
yang teduh dan An.barbirostris dapat hidup di tempat yang
teduh maupun tempat yang terang. An.macculatus lebih suka
hidup di tempat yang terlindung (sinar matahari tidak langsung).
 Arus Air
Masing-masing nyamuk menyukai tempat perindukan yang
aliran airnya berbeda. An.barbirostris menyukai tempat
perindukan yang airnya statis atau sedikit mengalir. An.minimus
menyukai tempat perindukan yang airnya cukup deras dan An.
Letifer di tempat air yang tergenang (Depkes RI, 2006).
2) Lingkungan Kimia
Beberapa species nyamuk dapat juga memanfaatkan oksigen
yang terlarut (Dissolved oxygen) melalui pernafasan kulit. Dari
lingkungan kimia yang baru diketahui pengaruhnya adalah kadar
garam dari tempat perindukan, seperti An.sundaicus tumbuh optimal
pada air payau yang kadar garamnya berkisar 12-18% dan tidak
dapat berkembang biak pada garam lebih dari 40%. Untuk mengatur
derajat keasaman air yang disenangi pada tempat perkembangbiakan
nyamuk perlu dilakukan pengukuran pH air, karena An.Letifer dapat
hidup ditempat yang asam atau pH rendah (Depkes RI, 2006).
3) Lingkungan Biologi
Jenis tumbuhan air yang ada seperti bakau (Mangroves),
ganggang dan berbagai jenis tumbuhan lain yang dapat
mempengaruhi kehidupan larva nyamuk, karena ia dapat
menghalangi sinar matahari yang masuk atau menghalangi dari

17
serangan mahkluk hidup lain. Beberapa jenis tanaman air merupakan
indicator bagi jenis-jenis nyamuk tertentu.
Tanaman air bukan saja menggambarkan sifat fisik, tetapi juga
menggambarkan susunan kimia dan suhu air misalnya pada lagun
banyak ditemui lumut perut ayam (Heteromorpha) dan lumut sutera
(Enteromorpha) kemungkinan di lagun tersebut ada larva An.
Sundaicus.
Adanya berbagai jenis ikan pemakan larva seperti ikan kepala
timah (Plocheilus panchax Panchax spp), Gambusi sp, Oreochromis
niloticus (nila merah), Oreochromis mossambica (mujair), akan
mempengaruhi populasi nyamuk disuatu daerah. Selain itu adanya
ternak besar seperti sapid dan kerbau dapat mengurangi jumlah
gigitan nyamuk pada manusia, apabila kandang hewan tersebut
diletakkan diluar rumah, tetapi tidak jauh dari rumah atau cattle
barrier (Rao, T.R, 1984).
4) Lingkungan Sosial Budaya
Faktor ini kadang- kadang besar sekali pengaruhnya
dibandingkan dengan factor lingkungan yang lain. Kebiasaan untuk
berada diluar rumah sampai larut malam, di mana vector lebih
bersifat eksofilik dan eksofagik akan memperbesar jumlah gigitan
nyamuk. Penggunaan kelambu, kawat kasa pada rumah dan
penggunaan zat penolak nyamuk yang intensitasnya berbeda sesuai
dengan perbedaan status sosial masyarakat akan mempengaruhi
angka kesakitan malaria (Iskandar,1985).
3. Penularan Penyakit Malaria
Ada beberapa cara penularan penyakit malaria, antara lain :
a. Penularan secara alamiah (Natural Infection)
Penularan ini terjadi melalui gigitan nyamuk Anopheles. Nyamuk ini
jumlahnya kurang lebih ada 80 jenis dan dari 80 jenis itu, hanya kurang
lebih 16 jenis yang menjadi vektor penyebar malaria di Indonesia.
Penularan secara alamiah terjadi melalui gigitan nyamuk Anopheles

18
betina yang telah terinfeksi oleh Plasmodium. Sebagian besar spesies
menggigit pada senja dan menjelang malam hari. Beberapa vektor
mempunyai waktu puncak menggigit pada tengah malam dan menjelang
fajar. Setelah nyamuk Anopheles betina mengisap darah yang
mengandung parasit pada stadium seksual (gametosit), gamet jantan dan
betina bersatu membentuk ookinet di perut nyamuk yang kemudian
menembus di dinding perut nyamuk dan membentuk kista pada lapisan
luar dimana ribuan sporozoit dibentuk. Sporozoit - sporozoit tersebut siap
untuk ditularkan. Pada saat menggigit manusia, parasit malaria yang ada
dalam tubuh nyamuk masuk ke dalam darah manusia sehingga manusia
tersebut terinfeksi lalu menjadi sakit.
b. Penularan yang tidak alamiah
1) Malaria bawaan (congenital)
Terjadi pada bayi yang baru dilahirkan karena ibunya menderita
malaria. Penularan terjadi melalui tali pusat atau plasenta.
2) Secara mekanik
Penularan terjadi melalui transfusi darah melalui jarum suntik.
Penularan melalui jarum suntik banyak terjadi pada para morfnis
yang menggunakan jarum suntik yang tidak steril.
3) Secara oral (melalui mulut)
Cara penularan ini pernah dibuktikan pada burung, ayam (P.
gallinasium), burung dara (P. relectum) dan monyet (P. knowlesi).
Pada umumnya sumber infeksi bagi malaria pada manusia adalah
manusia lain yang sakit malaria, baik dengan gejala maupun tanpa
gejala klinis (Susanna, 2005).
4. Gejala dan Tanda Penyakit Malaria
a. Gejala Umum Malaria
Gejala malaria terdiri dari beberapa serangan demam dengan interval
tertentu (disebut parokisme), diselingi oleh suatu periode yang
penderitanya bebas sama sekali dari demam disebut periode laten. Gejala
yang khas tersebut biasanya ditemukan pada penderita non imun.

19
Sebelum timbulnya demam, biasanya penderita merasa lemah, mengeluh
sakit kepala, kehilangan nafsu makan, merasa mual di ulu hati, atau
muntah semua gejala awal ini disebut gejala prodormal.
Masa tunas malaria sangat tergantung pada spesies Plasmodium yang
menginfeksi. Masa tunas paling pendek dijumpai pada malaria
falciparum, dan terpanjang pada malaria kuartana (P. malariae). Pada
malaria yang alami, yang penularannya melalui gigitan nyamuk, masa
tunas adalah 12 hari (9-14) untuk malaria falciparum, 14 hari (8-17 hari)
untuk malaria vivax, 28 hari (18-40 hari) untuk malaria kuartana dan 17
hari (16-18 hari) untuk malaria ovale. Malaria yang disebabkan oleh
beberapa strain P.vivax tertentu mempunyai masa tunas yang lebih lama
dari strain P.vivax lainnya. Selain pengaruh spesies dan strain, masa
tunas bias menjadi lebih lama karena pemakaian obat anti malaria untuk
pencegahan (kemoproflaksis).
b. Pola Demam Malaria
Demam pada malaria ditandai dengan adanya parokisme, yang
berhubungan dengan perkembangan parasit malaria dalam sel darah
merah. Puncak serangan panas terjadi berbarengan dengan lepasnya
merozit – merozit ke dalam peredaran darah (proses sporulasi). Untuk
beberapa hari pertama, pola panas tidak beraturan, baru kemudian
polanya yang klasik tampak sesuai spesiesnya. Pada malaria falciparum
pola panas yang ireguler itu mungkin berlanjut sepanjang perjalanan
penyakitnya sehingga tahapan – tahapan yang klasik tidak begitu nyata
terlihat. Suatu parokisme demam biasanya mempunyai tiga stadia yang
berurutan, terdiri dari :
1) Stadium Dingin
Stadium ini mulai dengan menggigil dan perasaan sangat dingin.
Nadi penderita cepat, tetapi lemah. Bibir dan jari – jari pucat kebiru
– biruan (sianotik). Kulitnya kering dan pucat, penderita mungkin
muntah dan pada penderita anak sering terjadi kejang. Stadium ini
berlangsung selama 15 menit – 60 menit.

20
2) Stadium Demam
Setelah menggigil/merasa dingin, pada stadium ini penderita
mengalami serangan demam. Muka penderita menjadi merah,
kulitnya kering dandirasakan sangat panas seperi terbakar, sakit
kepala bertambah keras, dan sering disertai dengan rasa mual atau
muntah - muntah. Nadi penderita menjadi kuat kembali. Biasanya
penderita merasa sangat haus dan suhu badan bisa meningkat sampai
410C. Stadium ini berlangsung selama 2–4 jam.
3) Stadium Berkeringat
Pada stadium ini penderita berkeringat banyak sekali, sampai
membasahi tempat tidur. Namun suhu badan pada fase ini turun
dengan cepat, kadang–kadang sampai di bawah normal. Biasanya
penderita tertidur nyenyak dan pada saat terjaga, ia merasa lemah,
tetapi tanpa gejala lain. Stadium ini berlangsung selama 2-4 jam.
Sesudah serangan panas pertama terlewati, terjadi interval bebas
panas selama antara 48-72 jam, lalu diikuti dengan serangan panas
berikutnya seperti yang pertama; dan demikian selanjutnya. Gejala–
gejala malaria “klasik” seperti diuraikan di atasa tidak selalu
ditemukan pada setiap penderita, dan ini tergantung pada spesies
parasit, umur, dan tingkat imunitas penderita.
c. Mekanisme Periode Panas
Periode demam pada malaria mempunyai interval tertentu,
ditentukan oleh waktu yang diperlukan oleh siklus aseksual/sizogoni
darah untuk mengahasilkan sizon yang matang, yang sangat dipengaruhi
oleh spesies Plasmodium yang menginfeksi. Demam terjadi menyusul
pecahnya sizon – sizon darah yang telah matang dengan akibat masuknya
merozoit – merozoit, toksin, pigmea dan kotoran/debris sel ke peredaran
darah.
Masuknya toksin – toksin, termasuk pigmen ke darah memicu
dihasilkannya tumor necrosis factor (TNF) oleh sel–sel makrofag yang
teraktifkan. Demam yang tinggi dan beratnya gejala klinis lainnya,

21
misalnya pada malaria falciparum yang berat, mempunyai hubungan
dengan tingginya kadar TNF dalam darah. Pada malaria oleh P. vivax dan
P. ovale sizon – sizon pecah setiap 48 jam sekali sehingga demam timbul
setiap hari ketiga, yang terhitung dari serangan demam sebelumnya
(malaria tertiana) pada malaria karena P. malariae pecahnya sizon
(sporulasi) terjadi setriap 72 jam sekali.
Oleh karena itu, serangan panas terjadi setiap hari keempat (malaria
kuartana). Pada P. falciparum kejadiannya mirip dengan infeksi oleh P.
vivax hanya interval demamnya tidak jelas, biasanya panas badan di atas
normal tiap hari, dengan puncak panas cenderung mengikuti pola malaria
tertiana (disebut malaria subtertiana atau malaria quotidian).
d. Kekambuhan (Relaps dan Rekrudesensi)
Serangan malaria yang pertama terjadi sebagai akibat infeksi parasit
malaria, disebut malaria primer (berkorelasi dengan siklus sizogoni
dalam sel darah merah). Pada infeksi oleh P.vivax/P.ovale, sesudah
serangan yang pertama berakhir atau disembuhkan, dengan adanya siklus
eksoeritrositik (EE) sekunder atau hipnozoit dalam sel hati, suatu saat
kemudian penderita bisa mendapat serangan malaria yang kedua (disebut:
malaria sekunder). Berulangnya serangan malaria yang bersumber dari
siklus EE sekunder pada malaria vivax atau ovale disebut relaps.
Umumnya relaps terjadi beberapa bulan (biasanya>24 minggu) sesudah
malaria primer, disebut long-term relapse.
Pada malaria karena P.falciparum dan P. malariae, relaps dalam
pengertian seperti diatas tidak terjadi, Karena kedua spesies ini tidak
memiliki siklus EE sekunder dalam hati. Kemungkinan berulangnya
serangan malaria pada kedua jenis malaria ini disebabakan oleh
kecenderungan parasit malaria bersisa dalam darah, yang kemudian
membelah diri bertambah banyak sampai bisa menimbulkan gejala
malaria sekunder.
Kekambuhan malaria seperti ini disebut rekrudesensi. Pada malaria
karena P.falciparum rekrudesensi terjadi dalam beberapa

22
hari atau minggu (biasanya <8 minggu) sesudah serangan malaria
primer, disebut short term relapse. Karena suatu mekanisme yang belum
begitu jelas, kekambuhan terjadi dalam rentang waktu jauh lebih lama.
Bisa terjadi beberapa tahun atau bahkan puluhan tahun sejak serangan
pertama (Sutrisna, 2004).

H. Minyak Serai Sebagai Anti Nyamuk


Serai merupakan tanaman bermarga Andropogon, dengan nama
spesies Andropogon nardus L. Serai merupakan tanaman rumput-
rumputan tegak, menahun dan mempunyai perakaran yang sangat dalam
dan kuat. Batangnya membentuk rumpun, pendek, massif dan bulat.
Penampang lintang batang berwarna merah. Daun serai merupakan daun
tunggal, lengkap dan pelepah daunnya silindris, gundul, seringkali bagian
permukaan dalam berwarna merah, ujung berlidah (ligula), helaian, lebih
dari separuh menggantung, remasan berbau aromatik. Susunan bunganya
malai atau bulir majemuk, bertangkai atau duduk, berdaun pelindung
nyata, biasanya berwarna sama umumnya putih.

(gambar Andropogon nardus L)

Tanaman serai di Indonesia banyak terdapat di Jawa, di tepi jalan atau di


persawahan dan dikenal dengan nama serai / new citronella grass. Tanaman ini
cukup mudah dijumpai. Tanaman serai Jawa, tumbuh pada berbagai tanah yang
memiliki kesuburan cukup. Tanah yang memiliki iklim lembab dengan curah

23
hujan teratur menghasilkan minyak dengan kualitas tinggi. Daerah yang beriklim
panas dengan cukup sinar matahari dan curah hujan tiap tahun merupakan syarat
utama untuk menghasilkan daun dan minyak serai yang baik.
Kandungan dari serai yang utama adalah minyak atsiri dengan komponen
sitronelal 32-45%, geraniol 12-18%, sitronelol 11-15%, geranil asetat 3-8%,
sitronelil asetat 2-4%, sitral, kavikol, eugenol, elemol, kadinol, kadinen, vanilin,
limonen, kamfen. Minyak serai mengandung 3 komponen utama yaitu sitronelal,
sitronelol dan geraniol (Wardani 2009). Hasil penyulingan dari Andropogon
nardus L dapat diperoleh minyak atsiri yang disebut Oleum citronellae, terdiri
atas geraniol dan sitronelal yang dapat digunakan untuk menghalau nyamuk
( Wardani, 2009). Abu dari daun dan tangkai serai mengandung 45 % silika yang
merupakan penyebab desikasi (keluarnya cairan tubuh secara terus menerus) pada
kulit serangga sehingga serangga akan mati kekeringan. Sitronelol dan geraniol
merupakan bahan aktif yang tidak disukai dan sangat dihindari serangga, termasuk
nyamuk sehingga penggunaan bahan-bahan ini sangat bermanfaat sebagai bahan
pengusir nyamuk.

I. Proses Kerja Pemisahan Minyak Atsiri dari Batang Serai.


Minyak atsiri pada umumnya diektraksi dengan 4 macam, yaitu
metode penyulingan, pressing, ekstraksi dengan pelarut menguap, dan
ekstraksi dengan lemak padat. Untuk minyak atsiri yang berasal dari daun,
akar, dan batang paling baik diekstraksi dengan cara penyulingan
(distillation). Metode penyulingan dapat dilakukan dengan tiga sistem
penyulingan yaitu dengan penyulingan air (water distillation), penyulingan
dengan air dan uap (water and steam distillation) dan penyulingan dengan
uap (steam distillation).
Penyulingan minyak atsiri batang serai menggunakan sistem
penyulingan uap dan air. Pemilihan sistem penyulingan ini, karena bahan
yang digunakan berupa batang, sehingga minyak atsiri yang dihasilkan
akan lebih banyak, proses penyulingan juga lebih singkat sehingga
minyak atsiri yang dihasilkan tidak rusak karena suhu yang terlalu tinggi.

24
Batang serai yang akan disuling sebaiknya dipotong-potong terlebih
dahulu. Hal ini bertujuan untuk mempermudah pelepasan minyak atsiri
setelah bahan tersebut ditembus oleh uap. Bahan yang dipotong harus
segera disuling karena bila tidak segera diproses maka minyak atsiri yang
mempunyai sifat mudah menguap, sebagian akan teruapkan sehingga hasil
total minyak atsiri yang diperoleh akan berkurang dan komposisi minyak
atsiri akan berubah sehingga akan mempengaruhi hasilnya.
Pada sistim penyulingan ini, bahan diletakkan di atas piring yang
berupa ayakan yang terletak beberapa sentimeter di atas permukaan air
dalam ketel penyuling. Air ini tidak menyinggung ayakan dan uap air hasil
pendidihan akan naik ke atas dan keluar membawa minyak. Uap air dan
minyak dilewatkan dalam pipa berbentuk spiral dan didinginkan oleh air
dikondensor dan terjadi kondensasi . Hasil kondensasi (kondensat)
ditampung dalam florentine flask. Kecepatan difusi uap melalui bahan dan
keluarnya minyak dari sel kelenjar minyak ditentukan oleh beberapa
faktor, yaitu :
1. Kepadatan bahan dalam ketel penyulingan
2. Tekanan uap
3. Berat jenis dan kadar air bahan
4. Berat molekul dari komponen kimia dalam minyak.
Berikut merupakan Gambar konstruksi alat pada proses pemisahan
minyak atsiri batang serai dengan sistem penyulingan uap dan air (water
and steam distillation).

25
Pada gambar dapat diidentifikasi bahwa pada A, terjadi proses destilasi
untuk menguapkan minyak atsiri yang masih bercampur dengan uap air
dari batang serai. Sedangkan proses ekstraksi terjadi pada C. Pada tabung
bagian C terjadi pemisahan antara komponen uap air dan minyak atsiri,
sehingga dapat diperoleh minyak atsiri batang serai murni, yang
bermanfaat sebagai obat pengusir nyamuk.

26
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Penyakit akibat kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan, alat
kerja, bahan, proses maupun lingkungan kerja. Penyebab penyakit akibat kerja
dibagi menjadi beberapa golongan, yaitu golongan fisik, kimiawi, biologis,
ergonomi dan psikososial. Dalam golongan biologi penyakit akibat kerja
disebabkan karena infeksi dari bakteri, virus, jamur dan lain-lain.
Para pekerja di hutan, seperti pengelola wilayah hutan (Regional Forester),
teknisi pemantauan kualitas lingkungan (Enviromental Quality Technician) dan
pekerja teknis kehutanan (Forest Worker) sangat berisiko terhadap penyakit akibat
kerja golongan biologis.
Contohnya penyakit malaria dan DBD (Demam Berdarah Dengue). Penyakit
tersebut disebabkan akibat infeksi virus dan parasit yang dibawa oleh nyamuk
melalui gigitannya. Apalagi Indonesia adalah negara tropis. Yang sudah pasti
hutan adalah tempat berkembang biak nyamuk.
Ada banyak hak untuk mengatasi hal tersebut. Salah satunya mengggunkan
bahan alami, yaitu minyak serai. Serai mengandung sitronelol dan geraniol
merupakan bahan aktif yang tidak disukai dan sangat dihindari serangga, termasuk
nyamuk sehingga penggunaan bahan-bahan ini sangat bermanfaat sebagai bahan
pengusir nyamuk.

B. Saran
Diharapkan dengan adanya minyak serai ini. Semoga bermanfaat bagi
pekerja di hutan agar terhindar dari gigitan nyamuk yang menyebabkan
malaria dan DBD. Sangat disarankan menggunakan bahan alami. Karena
bahan alami ini tidak memiliki efek samping.

27
DAFTAR PUSTAKA

Rusli, S. 1977. Konstruksi Unit Penyulingan Sereh Wangi, Sereh Dapur Dan
Cengkeh. Jakarta: Lembaga Penelitian Tanaman Industri.
Hamdani, S. Metoda Ekstraksi, (Online), (http://catatankimia.com/metoda-
ekstraksi/s-hamdani/, diakses 6 Mei 2012).
Sumitra, Omit dan Wijandi Soesarsono. Memproduksi Minyak Atsiri Biji Pala,
(Online),(http://minyakatsiriindonesia.wordpress.com/memproduksi-
minyak-atsiri-biji-pala/omit-sumitra-dan-soesarsono-wijandi-ed/, diakses 6
Mei 2012).
Arsin, AA. (2012). Malaria Di Indonesia Tinjauan Aspek Epidemiologi. Makassar:
Masagena Press.
Zupriwidani. (2013). Skripsi Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian
Malaria Di Desa Rantau Panjang Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli
Serdang. Medan: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
PPBB, D., & RI, K. K. BUKU SAKU MENUJU ELIMINASI MALARIA.
Silalahi, V. (2011). Karakteristik Penderita Malaria dengan Parasit Positif yang
Dirawat Inap di RSD Kolonel Abundjani Bangko Kabupaten Merangin
Provinsi Jambi Tahun 2009.
Umar Fahmi Achmadi, et al., 2010., Buletin Jendela Epidemiologi., Pusat Data
dan Surveilans Epidemiologi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Siregar, Faziah A. 2004. Epidemiologi dan Pemberantasan Demam Berdarah
Dengue (DBD) di Indonesia. http://library.usu.ac.id/download/fkm/fkm-
fazidah3.pdf
Wiradharma, Danny., 1999., Diagnosis Cepat Demam Berdarah Dengue., Bagian
Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti
Sutaryo. Perkembangan patogenesis demam berdarah dengue. Dalam:
Hadinegoro SRH, Satari HI, editor. Demam Berdarah Dengue: Naskah Lengkap.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 1999.p.32-43
Sulistomo, Astrid, dkk. 2011. Penyakit Akibat Kerja Karena Pajanan Biologis
.Jakarta: Kementrian Kesehatan RI

28

Anda mungkin juga menyukai