Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Kaum Muslim dewasa ini, menurut Muhammad al-Ghazâli, telah melakukan kesalahan
(menzalimi) terhadap agamanya dua kali. Pertama, ketika mereka tidak mampu mengaplikasikan
ajaran agamanya dengan baik dan benar, dan kedua, ketika mereka tidak sanggup menyampaikan
ajaran agamanya kepada orang “di luar” mereka.Ketika kaum Muslim melakukan kesalahan
yang pertama, ketika itulah mereka mereduksi ajaran serta menampilkannya dalam bentuk yang
dapat mengundang tuduhan “mereka” bahwa Islam berjalan berseberangan dengan fitrah,
kebebasan dan akal. Dan ketika mereka melakukan kesalahan yang kedua, ketika itu mereka
sedang membiarkan penduduk bumi di belahan barat dan timur tidak mengenal Islam.

Adalah kenyataan, masih banyak di kalangan kaum Muslim yang menyikapi dan
memperlakukan al-Qur’an sebatas kitab keramat penangkal bala. Adapun al-Qur’an sebagai
mukjizat terbesar Nabi Saw., pilar pokok ajaran Islam, pegangan utama setiap Muslim dalam
segala aspek kehidupannya, masih luput dari pemahaman sebagian kaum Muslim. Intrekasi
sebagian besar kaum Muslim dengan al-Qur’an tidak melampaui pembacaan lahiriah untuk
mendatangkan keberkahan, pengulangan kata tanpa merasakan makna yang dimuatnya, dan
masih jarang sampai kepada tahap tadabbur.

Ini berarti bahwa sebagian umat Islam belum mampu memahami kedudukan al-Qur’an
sebagai risâlah samâwiyah nan kekal abadi yang Allah peruntukkan bagi manusia dan
kemanusiaannya. Risalah al-Qur’an yang mencakup semua aspek kehidupan itu terjamin
keabadian, keutuhan, orisinalitas serta kesinambungannya. Menurut penulis, itulah arti
sebenarnya dari i’jâz (kemukjizatan) al-Qur’an, dan pengertian ideal dari statemen “Al-Qur’an
adalah mukjizat terbesar Nabi Muhammad Saw.,” yang setiap orang Islam pintar melafalkannya.

1
B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian mukjizat al-Quran ?

2. Apa saja macam-macam mukjizat ?

3. Aspek-aspek Kemu’jizatan Al-Qur’an ?

C. Tujuan Penulisan

1. Mengetahui pengrtian kemukjizatan al-Quran.

2. Mengetahui macam-macam mukjizat.

3. Mengetahui unsur-unsur mukjizat.

4. Mengetahui segi-segi kemukjizatan al-Quran.

5. Dalil tentang kemukjizatan al-quran.

2
BAB II

PEMBAHASAN
A. Pengertian Mukjizat

Menurut bahasa kata Mu’jizat berasal dari katai’jaz diambil dari kata kerja a’jaza-i’jaza
yang berarti melemahkan atau menjadikan tidak mampu. Pelakunya (yang melemahkan) dinamai
mu’jiz. Bila kemampuannya melemahkan pihak lain amat menonjol sehingga mampu
membungkam lawan, ia dinamai mu’jizat.

Menurut istilah Mukjizat adalah peristiwa luar biasa yang terjadi melalui seseorang yang
mengaku Nabi, sebagai bukti kenabiannya. Dengan redaksi yang berbeda, mukjizat didefinisikan
pula sebagai suatu yang luar biasa yang diperlihatkan Allah SWT. Melalui para Nabi dan Rasul-
Nya, sebagai bukti atas kebenaran pengakuan kenabian dan kerasulannya.

Kata I’jaz dalam bahasa Arab berarti menganggap lemah kepada orang lain. Sebagimana
Allah berfirman:

(31 :‫ي َسوْ َءةَ أَ ِخ ْي)المائدة‬ ُ ِ ‫اال ُغ َرا‬


ْ ‫ت أَ ْن أَ ُكوْ نَ ِم ْث َل هَ َذ‬
ُ ‫أَ ْع َج َز‬
ِ ‫ب فَأ َو‬
َ ‫ار‬

“…Mengapa aku tidak mampu berbuat seperti burung gagak ini, lalu aku dapat menguburkan
mayat saudaraku ini” (QS. Al Maidah (5): 31)

Maksud kumukjizatan Al-Qur’an bukan semata mata untuk melemahkan manusia atau
menyadarkan mereka atas kelemahanya untuk mendatangkan semisal Al-Qur’an akan tetapi
tujuan yang sebenarnya adalah untuk menjelaskan kebenaran Al-Qur’an dan Rasul yang
membawanya dan sekaligus menetapkan bahwa sesuatu yang dibawa oleh mereka hanya sekedar
menyampaikan risalah Allah SWT, mengkhabarkan dan menyerukan.

Unsur-unsur mukjizat, sebagaimana dijelaskan oleh Quraish Shihab, adalah:

1. Hal atau peristiwa yang luar biasa

Peristiwa-peristiwa alam, yang terlihat sehari-hari, walaupun menakjubkan, tidak


dinamai mukjizat. Hal ini karena peristiwa tersebut merupakan suatu yang biasa. Yang
dimaksud dengan “luar biasa” adalah sesuatu yang berbeda di luar jangkauan sebab
akibat yang hukum-hukumnya diketahui secara umum. Demikian pula dengan hipnotis
dan sihir, misalnya sekilas tampak ajaib atau luar biasa, karena dapat dipelajari, tidak
termasuk dalam pengertian “luar biasa” dalam definisi di atas.

3
2. Terjadi atau dipaparkan oleh seseorang yang mengaku Nabi.

Hal-hal di luar kebiasaan tidak mustahil terjadi pada diri siapapun. Apabila
keluarbiasaan tersebut bukan dari seorang yang mengaku Nabi, hal itu tidak dinamai
mukjizat. Demikian pula sesuatu yang luar biasa pada diri seseorang yang kelak bakal
menjadi Nabi ini pun tidak dinamai mukjizat, melainkan irhash. Keluarbiasaan itu terjadi
pada diri seseorang yang taat dan dicintai Allah, tetapi inipun tidak disebut mukjizat,
melainkan karamah atau kerahmatan. Bahkan,karamah ini bisa dimiliki oleh seseorang
yang durhaka kepada-Nya, yang terakhir dinamai ihanah(penghinaan) atau Istidraj
(rangsangan untuk lebih durhaka lagi).

Bertitik tolak dari kayakinan umat Islam bahwa Nabi Muhammad SAW. adalah
Nabi terakhir, maka jelaslah bahwa tidak mungkin lagi terjadi suatumukjizat
sepeninggalannya. Namun, ini bukan berarti bahwa keluarbiasaan tidak dapat terjadi
dewasa ini.

3. Mendukung tantangan terhadap mereka yang meragukan kenabian

Tentu saja ini harus bersamaan dengan pengakuannya sebagai Nabi, bukan
sebelum dan sesudahnya. Di saat ini, tantangan tersebut harus pula merupakan sesuatu
yang berjalan dengan ucapan sang Nabi. Kalau misalnya ia berkata, “batu ini dapat
bicara”, tetapi ketika batu itu berbicara, dikatakannya bahwa “Sang penantang
berbohong”, maka keluarbiasaan ini bukan mukjizat, tetapi ihanah atauistidraj

4. Tantangan tersebut tidak mampu atau gagal dilayani

Bila yang ditantang berhasil melakukan hal serupa, ini berarti bahwa pengakuan
sang penantang tidak terbukti. Perlu digarisbawahi di sini bahwa kandungan tantangan
harus benar-benar dipahami oleh yang ditantang. Untuk membuktikan kegagalan mereka,
aspek kemukjizatan tiap-tiap Nabi sesuai dengan bidang keahlian umatnya.

B. Macam-Macam Mukjizat

Menurut syahrur mukjizat dapat diklarifikasikan menjadi dua jenis, yaitu:

1. Mu’jizat Material Indrawi

Artinya Mukjizat yang tidak kekal, maksudnya mukjizat jenis ini hanya berlaku
pada Nabi selain Nabi Muhammad Saw dan juga mukjizat ini juga berlaku untuk jaman
tertentu, kapan mukjizat itu di turunkan. Oleh karena itu wajar kalau sifat mukjizat
tersebut tidak kekal. Secara umum dapat diambil contoh adalah mukjizat nabi Musa AS

4
dapat membelah lautan, mukjizat nabi Daud AS dapat melunakkan besi, mukjizat nabi Isa
AS dapat menghidupkan orang mati, mukjizat nabi Ibrahim AS tidak hangus oleh api saat
di bakar dan mukjizat-mukjizat nabi lainnya.

2. Mukjizat Immaterial

Artinya Mukjizat ini bersifat kekal dan berlaku sepanjang jaman. Mukjizat
tersebut adalah al-Quran al-Karim. Hal ini, menurut Syahrur karena Muhammad (sebagai
penerima mukjizat ini) nabi terkhir sehingga mukjizatnya harus memiliki sifat abadi dan
berlaku sampai dunia ini hancur, secara lebih gampang Syahrur membedakan mukjizat
Nabi Muhammad dengan nabi-nabi sebelumnya. Pertama, aspek rasionalitas kenabian
Muhammad yang berupa al-Quran dan al-sab’ul al-matsanimendahului pengetahuan
inderawi, yaitu dalam bentuk mutasyabih. Setiap jaman berubah, konsepsi-konsepsi al-
Quran masuk kedalam wilayah pengetahuan inderawi yang disebut sebagai takwil
langsung yaitu kesesuaian antara teks pengetahuan terhadap hal iderawi. Kedua, al-Quran
memuat hakikat wujud mutlak yang dapat di fahami secara relatif sesuai dengan latar
belakang pengetahuan. Pada masa yang di dalamya usaha pemahaman al-Quran
dilakukan. Ketiga, kemukjizatan al-Quran bukan hanaya bentuk redaksinya saja, tetapi
juga kandungannya.

C. Unsur-Unsur Mukjizat

M. Quraish Shihab dalam tulisan Rosihan menjelaskan empat unsur mukjizat yaitu:

1. Hal atau peristiwa yang luar biasa. Peristiwa-peristiwa alam atau kejadian
sehari-hari walaupun menakjubkan tidak dinamakn mukjizat. Ukuran “luar biasa”
tersebut adalah tidak bertentangan dengan hukum alam, namun akal sehat pada waktu
terjadinya peristiwa tersebut belum bisa memahaminya.

2.Terjadi atau dipaparkan oleh seorang Nabi Artinya sesuatu yang luar biasa
tersebut muncul dari atau berkenaan dengan seorang Nabi. Peristiwa besar yang muncul
dari seorang calon Nabi tidak dikatan mukjizat, apalagi dari manusia biasa seperti kita.

3.Mengandung tantangan terhadap yang meragukan kenabian. Mikjizat terkait


erat dengan tantangan dan jawaban terhadap orang-orang yang meragukan kenabian. Jadi
peristiwa yang terkait dengan Nabi, tapi tidak berkenaan dengan kenabian tidak bisa
dikatakn sebagai mukjizat.

4. Tantangan tidak mampu gagal dilayani. Mukjizat merupakan tantangan


terhadap orang-orang yang meragukan atau mengingkari kenabian dan mereka tidak
mampu melayani tantangan tersebut. Oleh karena itu, kalau tantangan tersebut mampu
dilawan atau dikalahkan, maka tantangan tersebut bukanlah bentuk mukjizat.

5
Keempat unsur tersebut menjadi Syarat bagi peristiwa tertentu sehingga peristiwa ini bisa
dinamakan mukjizat. Kalau salah satu unsur tersebut tidak ada, maka peristiwa itu tidak bisa
dikatakan sebagai mukjizat. Untuk memahami esensi keempat unsur mukjizat tersebut, kita mesti
memahami segi-segi kemukjizatan, khususnya kemukjizatan al-Quran.

D. Segi-Segi Kemukjizatan Al-Quran

Syeikh Muhammad Ali al-Shabuniy dalam tulisan Usman menyebutkan segi-segi kemukjizatan
al-Quran, yaitu:

1. Keindahan sastranya yang sama sekali berbeda dengan keindahan sastra yang dimiliki oleh
orang-orang Arab

2. Gaya bahasanya yang unik yang sama sekali berbeda dengan semua gaya bahasa yang dimiliki
oleh bangsa Arab

3 .Kefasihan bahasanya yang tidak mungkin dapat ditandingi dan dilakukan oleh semua makhluk
termasuk jenis manusia

4. Kesempurnaan syariat yang dibawanya yang mengungguli semua syariat dan aturan-aturan
lainnya

5. Menampilkan berita-berita yang bersifat eskatologis yang tidak mungkin dapat dijangkau oleh
otak manusia kecuali melalui pemberitaan wahyu al-Quran itu sendiri

6. Tidak adanya pertentangan antara konsep-konsep yang dibawakannya dengan kenyataan


kebenaran hasil penemuan dan penyelidikan ilmu pengetahuan

7. Terpenuhinya setiap janji dan ancaman yang diberitakan al-Quran

8. Ilmu pengetahuan yang dibawanya mencakup ilmu pengetahuan syariat dan ilmu pengetahaun
alam (tentang jagat raya).

9. Dapat memenuhi kebutuhan manusia

10. Dapat memberikan pengaruh yang mendalam dan besar pada hati para pengikut dan musuh-
musuhnya

11. Susunan kalimat dan gaya bahasanya terpelihara dari paradoksi dan kerancuan.

6
E. Beberapa Dalil Tentang Kemukjizatan Al-Quran

Untuk menjelaskan hal ini, kita harus memberikan pemamparan dalam bentuk poin-poin, yang
setiap poinnya dapat dijadikan sebagai dalil bagi kemukjizatan al-alquran, yaitu sebagai berikut.

1. Al-quran tersebar luas dimuka bumi ini, termasuk di jazirah Arab, khususnya di Kota
Mekkah, yang merupakan daearah yang belum mengenal peradaban dan kebudayaan metroplis
sebagaimana yang telah dihasilkan oleh berbagai masyarakat yang dianggap maju.

Hal ini merupakan satu alasan yang membuktikan bahwa al-quran bukan hasil dari
hukum alam biasa. Itu karena hukum alam sendiri menegaskan bahwa al-quran merupakan
cerminan dan sandaran bagi peradaban masyarakat, tempat kitab ini diturunkan dan sekaligus
membuat mereka menjadi masyarakat yang berbudaya.

Dengan cara ini, kita semakin mengetahui bahwa pilihan yang jatuh kepada masyarakat
dan lingkungan tertentu merupakan mukjizat pertama yang dapat mengalahkan hukum alam. Al-
quran akhirnya dapat melahirkan satu peradaban baru dan membentuk lingkungan yang
berperadaban tinggi, baik dari segi pemikiran maupun sosial kemasyarakatan.

2. Al- quran dibawa oleh rasulullah Saw dan juga disebarluaskan kepada penduduk bumi
ini oleh salah seorang penduduk Mekkah yang belum pernah mengecap pendidikan dan
pengajaran meski hanya sedikit.

Beliau merupakan sosok individu yang sama sekali tidak mampu membaca dan menulis.
Ia hidup selama empat puluh tahun ditengah tengah masyarakatnya tetapi selama kurun waktu itu
ia pernah mendapat pendidikan atau pengaruh ilmu pengetahuan dan sastra apa pun,
sebagaimana yang dinyatakan dalam al-quran:

Dan kamu tidak pernah membaca sebelumnya (al-quran) sesuatu kitab pun dan kamu
(tidak) menulis suatu kitab dengan tangan kananmu; andai kata (kamu pernah membaca dan
menulis), benar-benar ragulah orang-orang yang mengingkari (mu).

Dan juga firman-Nya yang artinya:

Katakanlah, “ jikalau Allah menghendaki, niscaya aku tidak membacakannya kepadamu.


Sesungguhnya aku telah tinggal bersamamu beberapa lamanya sebelumnya. Maka kamu tidak
memikirkannya.

Hal di atas di anggap sebagai bentuk lain dari mukjizat al-quran yang mampu
mengalahkan kekuatan hukum alam. Jika al-quran turun dan tercipta sesuai dengan hukum alam,
maka tidak akan mungkin al-quran diturunkan kepada seorang individu yang buta huruf, yang
sama sekali tidak mengenal peradaban walau peradaban masyarakatnya sendiri meski peradaban
masyarakatnyanya ketika itu masih sangat sederhana. Beliau Nabi Saw juga tidak mengetahui
ilmu bahasa dan berbgai disiplin ilmu yang berkaitan dengan bahasa tetapi mampu menghasilkan

7
sutau karya sastra yang bernilai tinggi, yang melebihi kemampuan para ahli bahasa dan sastra
manapun.

F. Beberapa Bukti Kemukjizatan Al-Qur’an

Ada beberapa fakta historis dan sejumlah nas yang dapat kita nilai sebagai bukti bahwa
al-Qur’an adalah benar-benar Kitab Mukjizat. Di antaranya:

Pertama, keyakinan kita bahwa al-Qur’an yang sekarang kita baca, yang terjaga dan
termaktub dalam lembaran-lembaran mushhaf adalah benar- benar al-Qur’an yang dibawa
Muhammad Saw., yang beliau bacakan kepada kaum sezamannya dalam rentang waktu sekitar
23 tahun. Keyakinan ini berdasar atas kenyataan bahwa al-Qur’an diterima dan disampaikan
dengan sandaran sanad yang mutawatir dari satu generasi ke generasi berikutnya, hal mana
memberi jaminan akan orisinalitas dan otentisitas al-Qur’an. Selain kemutawatiran
periwayatannya, otentisitas al-Qur’an lebih diperkuat lagi dengan kenyataan historis bahwa al-
Qur’an segera dikodifikasi dari catatan-catatan yang masih tercecer tidak lama setelah Nabi Saw.
meninggalkan generasi awal umat ini. Hafalan-hafalan para penghafal yang tidak pernah luput
dari generasi-generasi semakin memperkuat keutuhan dan kemurnian al-Qur’an yang telah
terkodifikasi dalam catatan.

Kedua, setelah kita yakin akan kemurnian al-Qur’an, dengan sendirinya kita mesti
percaya atas kebenaran warta yang dibawanya. Dalam QS. al-Baqarah/2: 23-24, Hûd/11: 13-14,
al-Isrâ`/17: 88 dan al-Thûr/52: 33-34, al-Qur’an mengabarkan bahwa ia pernah menantang orang
Arab yang terkenal dengan kesusastraannya yang tinggi untuk membuat rangkaian kata berupa
ayat atau surat yang semisal dengan al-Qur’an. Mereka tidak mampu melakukan apa yang
diminta al-Qur’an itu. Adanya tantangan al-Qur’an dan ketidakmampuan pihak yang ditantang,
dua hal yang merupakan syarat terwujudnya mukjizat, merupakan bukti bahwa al-Qur’an itu
betul-betul merupakan mukjizat. Jika mereka tidak mampu untuk menciptakan ayat atausurat
yang semisal dengan al-Qur’an, maka mereka lebih tidak akan sanggup lagi untuk mendatangkan
makna-makna, ajaran-ajaran dan dimensi-dimensi seperti yang dikandung oleh ayat-ayat al-
Qur’an, sampai kapan pun.

Ketiga, pengaruh al-Qur’an terhadap orang Arab. Pengaruhnya terhadap orang Arab
musyrikin terlihat pada pengakuan mereka akan keindahan gaya dan tata bahasa serta susunan
redaksionalnya yang sangat memikat. Kenyataan inilah yang memaksa al-Walîd bin al-Mughîrah
al-Makhzûmî untuk mengakui dan berterus terang kepada Abû Jahal bahwa al-Qur’an adalah al-
haqq (kebenaran) yang luhur dan tidak ada yang lebih tinggi darinya.

Sedang pengaruhnya terhadap orang Arab yang beriman, al-Qur’an lewat pendidikan
yang diberikan pembawanya kepada para sahabat, telah mengubah jiwa mereka yang

8
sebelumnya sarat dengan nilai-nilai buruk jahiliah menjadi jiwa-jiwa suci yang telah mencatat
revolusi mental-sosial maha dahsyat dalam sejarah.

Demikian beberapa bukti kemukjizatan al-Qur’an yang dapat dijadikan landasan historis
dan normatif ketika membahas aspek-aspek kemukjizatan al-Qur’an.

G. Beberapa Aspek Kemukjizatan Al-Qur’an

Merupakan kesepakatan para ulama bahwa al-Qur’an mempunyai mukjizat bukan hanya
dalam satu sisi tertentu saja, melainkan dalam banyak aspek: lafzhiyah(aspek kebahasaan),
ma’nawiyah dan rûhiyah. Semuanya menjadi satu kesatuan mukjizat yang manusia tidak mampu
berbuat apa pun di hadapannya.

Terdapat perbedaan dalam menentukan berapa jumlah aspek kemukjizatan al-Qur’an.


Penulis dan pemikir Muslimah Mesir, Fâthimah Ismâ’îl dalam bukunya al-Qur’ân wa al-Nazhr
al-‘Aql misalnya, lebih menekankan bahwa kemukjizatan al-Qur’an terdapat pada sisi
rasionalitasnya. Al-Qur’an, menurutnya, senantiasa menyeru manusia dengan menggunakan
bahasa akal. Contoh paling kentara adalah ketika kaum musyrik menuntut Muhammad
mendatangkan ayat-ayat (mukjizat) yang bersifat materi-indrawi, dengan tegas al-Qur’an
membalas tuntutan itu dengan jawaban rasional (QS. al-‘Ankabût/29: 50-51).

Selain itu Rasul Saw. menyeru kaumnya seraya menegaskan bahwa al-Qur’an bukanlah
tipe mukjizat yang menyepelekan akal dan budaya berpikir. Melainkan berupa ayat-ayat yang
memerlukan tadabur dan penelaahan saksama yang mendalam akan isi kandungannya.

Penulis dan pemikir Mesir lainnya, ‘Abbâs Mahmûd al-‘Aqqâd, lebih menyoroti sisi
kemukjizatan al-Qur’an pada keseluruhan ideal-moralnya. Menurutnya, kemukjizatan al-Qur’an
tertumpu pada relevansi ajaran akidah (falsafah qur’âniyah) yang dibawanya bagi kehidupan
manusia tanpa mengenal batas ruang dan waktu.

Bagi Râyid Ridhâ, selain terdapat pada keindahan uslub dan balaghahnya yang luar biasa,
dia lebih menilik kemukjizatan al-Qur’an pada pengaruh kejiwaannya terhadap bangsa Arab
umunya, dan terhadap penganutnya secara khusus. Al-Qur’an, menurutnya, telah melahirkan
perubahan besar dan revolusi dahsyat yang dilakukan oleh mereka yang mempedomaninya
dengan benar dan baik.

Mannâ’ al-Qaththân mempunyai sorotan yang sama dengan Râsyid Ridhâ, yaitu ketika ia
mengatakan bahwa al-Qur’an, bagaimana pun adalah Kitab Suci yang telah mengubah bangsa
Arab para penggembala binatang ternak menjadi pemimpin dan pemegang kendali peradaban
manusia. Kenyataan ini saja cukuplah menjadi kesaksian bagi kamukjizatan al-Qur’an.

Sedangkan menurut ‘Abdul Wahhâb Khallaf, aspek-aspek kemukjizatan al-Qur’an antara lain:

9
Pertama, keterpaduan dan keserasian antara ungkapan-ungkapan, makna-makna, hukum-
hukum dan ko nsep-konsep yang dibawa dan ditawarkannya. Al-Qur’an, dengan 6000 lebih ayat
yang dikandungnya, ketika ia mengungkapkan sesuatu yang hendak disampaikannya, baik
tentang masalah keimanan, akhlak, hukum, maupun beberapa konsep dasar tentang semesta,
kehidupan sosial dan individual, menggunakan ungkapan-ungkapan dan redaksi yang bercorak
dan beragam. Dalam keragaman ini tidak ditemukan adanya pertentangan dan kontradiksi satu
sama lainnya.

Kedua, kesesuaian ayat-ayatnya dengan penemuan-penemuan ilmiah.

Ketiga, kandungan beritanya tentang berbagai peristiwa yang hanya diketahui oleh Yang
Maha Mengetahui tentang alam gaib.

Keempat, kefasihan kata-kata yang dipilihnya, keindahan redaksi yang digunakannya


serta kekuatan pengaruh yang ditimbulkannya.

Sementara itu al-Shabûnî menandai tidak kurang dari sepuluh aspek kemukjizatan al-Qur’an,
sebagai berikut:

Susunan kata-katanya yang sangat indah dan menarik, sangat berbeda dengan susunan yang
kerap diucapkan oleh bangsa Arab. Susunan redaksional yang indah menawan, sangat berbeda
dengan uslub-uslub orang Arab umunya. Kekayaan dan kepadatan makna yang dikandungnya.
Tidak mungkin ada makhluk yang mampu mendatangkan ayat serupa ayat al-Qur’an. Muatan
ajaran tasyriknya yang lengkap dan sempurna. Sama sekali berbeda dengan hukum-hukum
buatan manusia. Berita-berita gaib yang diceritakannya yang tidak mungkin diketahui selain
lewat wahyu. Tidak adanya pertentangan dengan ilmu-ilmu kealamsemestaan. Ketepatan janji
dan ancamannya sesuai dengan apa yang diberitakannya. Ilmu dan pengetahuan yang
dikandungnya (ilmu-ilmu syariah dan kauniyah).Memenuhi segala kebutuhan manusia.
Pengaruhnya yang mendalam dalam hati para pengikutnya.

Dari sekian aspek kemukjizatan al-Qur’an tersebut di atas, ada tiga sisi yang penulis
anggap perlu dibahas secara tersendiri, yaitu al-i’jâz al-‘ilmî (kemukjizatan al-Qur’an dalam
aspek ilmu pengetahuan kealaman), al-i’jâz al-lughawî(kemukjizatan al-Qur’an dalam aspek
kebahasaan, uslub yang digunakan dan susunan serta tertib ayatnya) dan al-i’jâz al-tasyrî’î
(kemukjizatan al-Qur’an dalam aspek ajaran syariat yang dikandungnya).

1. Al-I’jâz al-‘Ilmî

Tentang hubungan al-Qur’an dengan ilmu pengetahuan, Quraish Shihab


menyatakan bahwa ada sekian kebenaran ilmiah yang dipaparkan oleh al-Qur’an, tetapi
tujuan pemaparan ayat-ayat tersebut adalah untuk menunjukkan kebesaran Tuhan dan
keesaan-Nya, serta mendorong manusia seluruhnya untuk mengadakan observasi dan

10
penelitian demi lebih menguatkan keimanan dan kepercayaan kepada-Nya. Quraish lalu
mengutip pendapat Mahmûd Syaltut yang mengatakan bahwa sesungguhnya Tuhan tidak
menurunkan al-Qur’an untuk menjadi satu kitab yang menerangkan kepada manusia
mengenai teori-teori ilmiah, problem-problem seni serta aneka warna pengetahuan.

Tentang hal ini, Quraish menyimpulkan enam hal:

Al-Qur’an adalah kitab hidayah yang memberikan petunjuk kepada manusia seluruhnya
dalam persoalan-persoalan akidah, tasyrik dan akhlak demi kebahagiaan hidup di dunia dan
akhirat. Tiada pertentangan antara al-Qur’an dan ilmu pengetahuan. Memahami hubungan al-
Qur’an dengan ilmu pengetahuan bukan dengan melihat adakah teori-teori ilmiah atau
penemuan-penemuan baru tersimpul di dalamnya, tapi dengan melihat adakah al-Qur’an atau
jiwa ayat-ayatnya menghalangi kemajuan ilmu pengetahuan atau mendorong lebih maju.
Membenarkan atau menyalahkan teori-teori ilmiah berdasarkan al-Qur’an bertentangan dengan
tujuan pokok atau sifat al-Qur’an dan bertentangan pula dengan ciri khas ilmu pengetahuan.
Sebab-sebab meluasnya penafsiran ilmiah (pembenaran teori-teori ilmiah berdasarkan al-Qur’an)
adalah akibat perasaan rendah diri dari masyarakat Islam dan akibat pertentangan antara
golongan gereja (agama) dengan ilmuan yang dikuatirkan akan terjadi pula dalam Islam,
sehingga cendekiawan Islam berusaha menampakkan hubungan antara al-Qur’an dengan ilmu
pengetahuan. Memahami ayat-ayat al-Qur’an sesuai dengan penemuan-penemuan baru adalah
ijtihad yang baik, selama paham tersebut tidak dipercayai sebagai akidah Qur’aniyah dan tidak
bertentangan dengan prinsip-prinsip atau ketentuan bahasa. Pendapat Quraish ini senada dengan
Mannâ’ al-Qaththân yang dengan tegas menyatakan bahwa orang telah melakukan kesalahan
ketika dengan menggebu mengatakan bahwa al-Qur’an mengandung segala teori ilmiah.
Keyakinan serupa ini, kata al-Qaththân, akan bertabrakan dengan kenyataan bahwa sifat teori-
teori ilmu pengetahuan senantiasa berubah sejalan dengan dinamika perubahan waktu sesuai
dengan sunnah kemajuan. Apa yang diklaim sebagai kebenaran ilmiah pada satu saat, pada saat
mendatang tidak mustahil terbukti kesalahannya. Kemukjizatan ilmiah al-Qur’an, tegas al-
Qaththân, justru terletak pada motivasinya untuk berpikir. Ia mendorong manusia untuk
memperhatikan dan mencermati alam dan gejalanya, sambil memberikan akses dan porsi yang
baik dan besar bagi akal. Al-Qur’an tidak pernah menghalang-halangi pemeluknya untuk
menambah ilmu pengetahuannya kapan dan di mana pun.

Sedangkan menurut Ahmad Baiquni, hubungan al-Qur’an dengan ilmu pengetahuan


kealaman adalah bahwa sebagai hamba Allah manusia dikaruniai akal serta pikiran untuk dapat
memilih tindakan mana yang baik dan mana yang tidak untuk kebahagiaan akhiratnya, tetapi
juga untuk bertahan hidup di dunia dan memanfaatkan lingkungannya sebagai sumber bahan
pangan dan papan, sehingga ia dapat memperoleh kebahagiaan dunia sebagai khalifah yang
bertanggung jawab. Untuk itu semua, Allah telah menurunkan al-Qur’an sebagai petunjuk bagi
seluruh manusia, secara garis besar, baik untuk ilmu keakhiratannya yang rinciannya ada di
dalam Sunnah Rasul, maupun ilmu keduniaan yang rinciannya berada di dalamal-kaun
(semesta).

11
Dengan bimbingan al-Qur’an manusia diarahkan agar mengembangkan sains untuk
mengetahui sifat dan tingkah laku alam sekitarnya pada kondisi-kondisi tertentu, dan dengan
penguasaan sains ini manusia dapat membuat kondisi yang sedemikian rupa hingga alam beraksi,
yang mengarah pada hasil yang menguntungkannya; ia menciptakan teknologi. Dengan sains dan
teknologilah manusia memanfaatkan dan melestarikan alam sekelilingnya sebagai layaknya
penguasa yang baik. Kemampuan manusia untuk mengarahkan alam lingkungannya dengan
teknologi agar alam beraksi yang menguntungkannya itu disebabkan karena Allah, Sang
Pemurah dan Penyayang telah menetapkan peraturan-peraturan-Nya yang harus diikuti dengan
taat oleh seluruh alam, dan manusia mengetahui Sunnatullah yang telah diberlakukan itu dari
nazhr pada sisi langit dan bumi yang menghasilkan sains.

2. Al-I’jâz al-Lughawî

Al-Shabûnî menandai adanya tujuh karakteristik uslub al-Qur’an:

Sentuhan serta nuansa kata-kata al-Qur’an yang indah dan menawan, seperti terlihat dalam
keindahan bunyi dan nada yang ditimbulkan serta bahasa yang elok menarik.

Membuat rela dan puas semua kalangan, baik khalayak awam maupun kalangan khusus tertentu.
Dalam arti, semua sepakat mengakui keagungannya dan merasakan keindahannya.

Memberikan kepuasan bagi akal dan emosi secara berbarengan. Ia menyentuh akal dan hati serta
memadukan kebenaran dan keindahan secara apik dan indah.

Kualitas pemaparan yang tinggi serta cara penuangan makna-makna yang kokoh.

Keseluruhan al-Qur’an bak satu jalinan yang memikat dan memesona akal serta mengundang
perhatian pandangan hati.

Kelihaiannya dalam mengolah kata dan menuangkan aneka ragam penyampaian. Artinya, ia
kerap menuangkan satu makna dengan beragam kata dan cara penuturan. Semua mempunyai
nilai keindahan yang amat tinggi.

Memadukan antara penuturan global dengan penjelasan detil.

Singkat redaksi padat arti.

Sekaitan dengan hal ini Rasyîd Ridhâ menulis:

Jika semua ajaran akidah Islam yang disampaikan al-Qur’an, seperti tentang keimanan kepada
Allah, malaikat, rasul dan seterusnya disatukan secara urut dalam tiga surat saja; jika semua
ajaran tentang ibadah disusun dan disatukan dalam beberapa surat saja; jika semua hukum, etika,
nilai-nilai keutamaan yang diajarkannya disampaikan dalam sepuluh surat saja atau lebih;

12
seandainya kaidah-kaidah dasar tentang hukum syariah, hukum-hukum perdata, politik,
ekonomi, kepemilikan, sosial dan hukum-hukum pidana lainnya diurut dan disatukan dalam
beberapa surat secara tersendiri; jika kisah-kisah yang dibawakan al-Qur’an dengan ajaran,
petuah, dan wejangan yang dikandungnya dipaparkan dalam satu atau dua surat saja secara
tersendiri layaknya buku sejarah; jika semua muatan al-Qur’an yang telah disebutkan dan yang
belum disebutkan dipisahkan secara sendiri-sendiri, pastilah al-Qur’an akan kehilangan
keistimewaan hidayah teragungnya dari ajaran tasyrik yang dibawanya, juga akan kehilangan
hikmah dari diturunkannya al-Qur’an itu sendiri, yaitu ta’abbud, juga tentulah para penghafalnya
akan kehilangan banyak ajaran, pelajaran, dan nilai-nilai ideal yang dikandungnya. Sebab,
misalnya, jika ada orang yang hafal satu atau dua surat saja, maka yang akan ia dapatkan hanya
satu ajaran saja, umpamanya tentang tentang akidah atau tentang hukum saja, sementara ajaran-
ajaran lainnya luput darinya. Selain akan kehilangan banyak mutiara kandungan al-Qur’an, juga
seandainya disusun secara sendiri-sendiri berdasarkan tema-tema tertentu, maka ia akan
kehilangan ciri paling khas dari kemukjizatan al-Qur’an itu sendiri.

3. Al-Ij’jâz al-Tasyrî’î

Kemukjizatan al-Qur’an dalam aspek ini adalah bahwa al-Qur’an datang membawamanhaj
tasyrî’ yang sempurna, yang menjamin terpenuhinya segala kebutuhan manusia seluruhnya pada
setiap zaman dan tempat. Dengan ajaran ini kondisi manusia, baik sebagai individu maupun
kelompok, menjadi mulia dan luhur, di dunia dan akhirat. Model tasyrî’ qur’ânî ini sangat
berbeda dengan semua jenis hukum, aturan dan perundangan buatan manusia.

Masmû’ Abû Thâlib menilik beberapa butir yang menjadi bukti kemukjizatan al-Qur’an dalam
aspek ini. Sebagai berikut:

Memperbaiki dan meluruskan akidah dengan jalan menunjukkan manusia akan hakikat asal
kejadian (al-mabda`) dan akhir (al-ma’âd) kehidupan serta kehidupan di antara keduanya. Butir
ini berisi ajaran tentang keimanan kepada Allah, malaikat, kitab, para rasul dan hari akhir.

Memperbaiki dan meluruskan praktik ibadah dengan jalan menunjukkan manusia akan ajaran-
ajaran dan nilai-nilai yang dapat menyucikan jiwa dan mental manusia.

Memperbaiki akhlak dengan jalan menunjukkan manusia akan nilai-nilai keutamaan dan perintah
untuk menjauhi segala bentuk kekejian dan keburukan, serta menjaga keseimbangan.

Memperbaiki dan meluruskan kehidupan dengan jalan memerintahkan manusia agar mereka
menyatukan barisan, menghapus segala benih fanatisme dan gap yang membawa kepada
perpecahan. Ini dilakukan dengan jalan mengingatkan mereka bahwa mereka berasal dari jenis
dan jiwa yang sama.

Meluruskan kehidupan politik dan tata kehidupan bernegara. Ini dilakukan dengan jalan
memancangkan keadilan mutlak, persamaan antara sesama manusia dan memelihara nilai-nilai

13
luhur keutamaan seperti keadilan, dedikasi, kasih sayang, persamaan dan kecintaan dalam segala
bentuk hukum dan interaksi sosial.

Memperbaiki dan meluruskan perilaku ekonomi dan pendayagunaan harta, dengan jalan anjuran
untuk membudayakan hidup hemat, memelihara harta dari kesia-siaan dan kepunahan.

Meluruskan aturan perang dan perdamaian, dengan jalan memberikan pengertian hakiki tentang
perang, larangan menganiaya, kewajiban menepati perjanjian dan mengutamakan perdamaian
daripada peperangan.

Memerangi sistem perbudakan dan anjuran untuk memerdekakan para budak.

Membebaskan akal budi dan nalar pikir dari segala tiran yang membelenggunya, seraya
memerangi pemaksaan, intimidasi dan absolutisme.

14
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Al-Qur’an memuat multidimensi yang kesemuanya diperuntukkan bagi kebaikan umat


manusia. Sebanyak dimensi yang dikandung al-Qur’an sebanyak itu pula mukjizat yang
dimilikinya. Itu tidak lain karena setiap dimensi yang dimilikinya, pada saat yang sama juga
merupakan dimensi-dimensi kemukjizatan al-Qur’an. Dari sini kita dapat dengan tegas
mengatakan bahwa al-Qur’an adalah seluruhnya mukjizat. Tidak ada pemilahan. Tidak ada di
antara muatan al-Qur’an yang bukan mukjizat.

Unsur mukjizat ada empat, yaitu hal yang atau peristiwa yang luar biasa, terjadi atau
dipaparkan oleh seorang nabi, mengandung tantangan terhadap yang meragukan, dan tantangan
tersebut tidak mampu di layani.

Menurut Syeikh Muhammad Ali al- Shabuniy, segi-segi kemukjizatan al-quran ada sebelas.
Beberapa dalil tentang kemukjizatan al-quran:

1. Al-quran tersebar luas dimuka bumi ini, termasuk di jazirah Arab, khususnya di Kota
Mekkah, yang merupakan daearah yang belum mengenal peradaban dan kebudayaan metroplis
sebagaimana yang telah dihasilkan oleh berbagai masyarakat yang dianggap maju.

2. Al- quran dibawa oleh rasulullah Saw dan juga disebarluaskan kepada penduduk bumi
ini oleh salah seorang penduduk Mekkah yang belum pernah mengecap pendidikan dan
pengajaran meski hanya sedikit. Sebagaimana yang dinyatakan dalam al-quran

Dan kamu tidak pernah membaca sebelumnya (al-quran) sesuatu kitab pun dan kamu (tidak)
menulis suatu kitab dengan tangan kananmu; andai kata (kamu pernah membaca dan menulis),
benar-benar ragulah orang-orang yang mengingkari (mu).

B. Saran

Demikian tugas pembuatan makalah ini meskipun jauh dari kesempurnaan, harapan kami dengan
adanya makalah ini kita dapat mengetahui tentang kemukjizatan al-quran yang sangat luar biasa
tersebut. Dan semoga dengan adanya pembuatan makalah ini kita dapat mengambil manfaatnya
khususnya bagi para pembaca sekalian.

15
DAFTAR PUSTAKA
Abû Thâlib, Masmû Ahmad, Khulashah al-Bayân fî Mabâhits min ‘Ulûm al-Qur’ân,Cairo: Dâr
al-Thibâ’ah al-Muhammadiyah, cet. I, 1994.

Al-‘Aqqâd, ‘Abbâs Mahmûd, al-Falsafah al-Qur’âniyah,Cairo: Dâr al-Hilâl, tt.

Al-Ghazâlî, Muhammad, al-Mahâwir al-Khamsah lî al-Qur’ân al-Karîm, Mansoura: Dâr al-


Wafâ`, cet. I, 1989.

Al-Qaththân, Mannâ’, Mabâhits fî ‘Ulûm al-Qur’ân,Beirut: Mansyûrât al-‘Ashr al-Hadîts, cet.


III, 1973.

Al-Shabûnî, Muhammad ‘Alî, al-Tibyân fî ‘Ulûm al-Qur’ân,Beirut: Mu`assasah Manâhil


al-‘Irfân, cet. II, 1980.

Al-Suyûthî, Jalâluddîn, al-Itqân fî ‘Ulûm al-Qur’ân,Beirut: Dâr al-Kutub al-‘Ilmiyah, cet. III,
1995.

Baiquni, Achmad, al-Qur’an dan Ilmu Pengetahuan Kealaman,Yogyakarta: PT. Dana Bhakti
Primayasa, cet. I, 1996.

Ismâ’îl, Fâthimah, al-Qur’ân wa al-Nazhr al-‘Aqlî, Virginia: International Institute of Islamic


Though, cet. I, 1993.

Khalaf, ‘Abdul Wahhâb, ‘Ilm Ushûl al-Fiqh,Cairo: Maktabah al-Da’wah al-Islâmiyah, cet. VIII,
1990.

Muhammad, Mamdûh Hasan, I’jâz al-Qur’ân lî al-Bâqilânî,Cairo: Dâr al-Amîn, cet. I, 1993.

Ridhâ, Muhammad Rasyîd, al-Wahy al-Muhammadî,Beirut: al-Maktab al-Islâmî, cet. X, 1985.

Shihab, Muhammad Quraish, Membumikan al-Qur’an,Bandung: Mizan, cet. XIII, 1996.

http://kumpulanmakalah94.blogspot.co.id/

http://firmankumai.blogspot.co.id/2014/10/makalah-ulumul-quran-tentang.html

http://makalahlaporanterbaru1.blogspot.co.id/2012/03/makalah-mukjizat-al-quran.html

http://adeeeeeeee.blogspot.co.id/p/makalah-kemukjizatan-al-quran.html

16

Anda mungkin juga menyukai