Anda di halaman 1dari 4

I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Canine distemper virus (CDV) sampai saat ini masih menjadi penyakit

mematikan anjing di dunia nomer dua setelah rabies. CDV pada anjing disebabkan

oleh virus patogen RNA ber-amplop dengan untaian tunggal dari family

paramyxoviridae (Carvalho et al., 2014). Di indonesia penyakit ini terutama timbul

pada musim peralihan dari musim panas kemusim hujan atau sebaliknya dan biasanya

terjadi sepanjang tahun. Sedang di negara-negara yang mempunyai empat musim,

kasus distemper meningkat terutama pada bulan-bulan musim semi. CDV memiliki

tingkat morbiditas dan mortalitas yang tinggi pada populasi anjing yang tidak

divaksinasi. Morbiditas dapat mencapai 25 %-75%, sedangkan mortalitas dapat

mencapai 50%-90%. Tidak ada perbedaan yang nyata tingkat risiko kejadian penyakit

CDV pada anjing jantan ataupun betina (Gurning dkk., 2019).

CDV menyerang anjing semua umur, namun anjing umur muda (<12 bulan)

memiliki resiko terinfeksi CDV lebih tinggi. Hal ini terjadi karena pada umur ini

terjadi penurunan antibodi maternal, tingkat stress yang tinggi karena masa

pertumbuhan, dan serangan penyakit lain yang menurunkan kondisi tubuh. Faktor

lain yang berperan pada infeksi CDV adalah keadaan gizi, keletihan, lingkungan yang

buruk serta kurangnya pengetahuan owner anjing. Risiko infeksi lebih tinggi juga

terjadi pada anjing yang tidak diimunisasi dengan vaksin distemper atau divaksin

tidak lengkap dan tidak teratur (Gurning dkk., 2019).

1
Penyakit CDV pada anjing merupakan penyakit yang bersifat multisistemik

karena menyerang sistem respirasi, digesti, kutaneus, dan juga saraf. Infeksi CDV

dapat terjadi secara akut, subakut dan kronis (Lempp et al., 2014). Manifestasi klinis

awal yang ditunjukkan oleh infeksi distemper anjing adalah anoreksia, demam,

letargi, kehilangan berat badan, dehidrasi, eksudasi berlebih dari cavum nasal dan

mata, batuk-batuk, kesulitan bernafas, dan gastroenteritis (Sellon, 2005). Gejala saraf

disebabkan oleh aktivitas virus yang telah sampai pada sistem saraf pusat. Anjing

yang dapat bertahan dari gejala awal CDV sering sekali menunjukkan gejala saraf

seperti kejang-kejang, tremor, paralisis, perubahan tingkah laku, chorea, serta gerakan

mengunyah. Sering sekali prognosis hampir selalu buruk jika melibatkan gejala saraf.

Tidak jarang anjing yang terinfeksi berakhir dengan kematian atau berhasil bertahan

namun masih menyisakan gejala saraf, dan sangat sedikit kemungkinan anjing

berhasil selamat 100% dari infeksi CDV (Suartha et al., 2008). Lebih lanjut lagi

Buragohain et al. (2017) melaporkan bahwa infeksi CDV persistenpada CNS ataupun

sumsum tulang belakang, sangat sulit untuk dipulihkan dan cenderung semakin

memperburuk kondisi anjing yang terinfeksi.

Sampai saat ini penyakit distemper pada anjing masih merupakan problem

bagi para dokter hewan, walaupun usaha-usaha pengobatan dan pencegahan penyakit

ini telah dilakukan. Sebagai usaha pencegahan penularan distemper ini dititik

beratkan kepada vaksinasi yang teratur terhadap anjing terutama anjing muda. Sampai

waktu sekarang ini, pengobatan yang dilakukan adalah dengan pemberian obat-

obatan yang hanya berdasarkan simptomatik saja. Dewasa ini para ahli mulai

2
mencoba melakukan pendekatan berbeda terhadap terapi CDV. Para ahli banyak yang

melaporkan agen antivirus CDV serta mengembangkan imunoterapi pada kasus

CDV. Karena alasan ini membuat kami tertarik untuk membuat perbandingan

efektifitas terapi CDV berdasarkan tingkat kesembuhan, gejala klinik yang tersisa,

serta biaya pada terapi pada study pustaka kami.

Salah satu agen antivirus yang dapat digunakan dalam terapi CDV adalah

nanopartikel perak (AgNP). AgNP merupakan partikel logam perak yang memiliki

ukuran kurang dari 100 nm (Nugrahayu et al., 2015). Selain terbukti aktif dalam

penanganan terapi CDV, AgNP juga terbukti aktif terhadap beberapa jenis virus

termasuk virus imunodefisiensi manusia, hepatitis B, herpes simplek dan virus ber-

amplop lainnya. Kemampuan AgNP sebagai anti virus disebabkan karena dapat

mengganggu virus berreplikasi dalam sel target (Bogdanchikova et al., 2016).

Sintesis AgNP dari ekstrak tumbuhan (green synthesis) bersifat ramah lingkungan

karena mampu mengurangi penggunaan bahan kimia berbahaya. oleh sebab itu

potensi pengembangan AgNP sebagai agen antivirus sangat terbuka luas (Nugrahayu

et al., 2015).

Pemanfaatan antibodi untuk pencegahan (imunoprofilaksis) dan terapi

(imunoterapi) penyakit infeksius telah dilakukan sejak jaman dahulu. Efektivitas

antibodi untuk terapi tidak tergantikan oleh bahan kimia apapun karena antibodi

memiliki spesifisitas yang sangat tinggi dalam mengenali patogen dan tidak bersifat

toksik. Tingkat efektivitas imunoterapi sangat dipengaruhi oleh waktu, dosis terapi,

kecepatan dan ketepatan menentukan mikroorganisme penyebab penyakit (serotipe).

3
Imunoterapi akan efektif jika diaplikasikan pada awal infeksi. Terapi antibody diawal

infeksi akan menghambat replikasi virus dengan cara netralisasi, opsonisasi dan

presipitasi. Selanjutnya kompleks antibodi virus ini memicu mekanisme efektor yang

berfungsi untuk mencegah penyebaran pathogen (Suartini et al., 2014). Liu et al,

(2016) melaporkan Imunoterapi Ig G yang diperoleh dari babi yang di induksi CDV

dapat melawan CDV pada anak anjing dengan tingkat kesembuhan 75%. Pada terapi

CDV dengan Ig G juga disampaikan memiliki efek samping yang minim, oleh sebab

itu potensi Ig G dari babi berpotensi untuk terapi CDV.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang menjadi pokok bahasan dalam penelitian pustaka ini

adalah bagaimana perbandingan terapi canine distemper dengan menggunakan

nanopartikel perak (AgNP) dan Imunoterapi Ig G berdasarkan tingkat kesembuhan,

gejala klinis yang tersisa serta biaya terapi?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukannya penelitian pustaka ini adalah untuk membandingkan

terapi canine distemper menggunakan agen antivirus AgNP dan imunoterapi

munggunakan Ig G yang telah dikaji dalam penelitian para ahli.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian pustaka ini diharapkan dapat memberi tambahan informasi ilmiah

tentang terapi canine distemper.

Anda mungkin juga menyukai