Anda di halaman 1dari 56

PROPOSAL

ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH I


PADA PASIEN PPOK DI RSUD PASAR REBO
RUANG TERATAI

KELOMPOK 2

1. AYU OKTAVIANI

2. EMI FAUZIANA

3. RATNA OKTAVIA

4. AGNIA QULBIAH

5. AMELIA LUTFIANI

AKADEMI KEPERAWATAN YASPEN JAKARTA


PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN
(2021)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) merupakan penyakit yang timbul
akibat dari adanya respon inflamasi kronis yang tinggi pada saluran nafas dan paru
yang biasanya bersifat progresif dan persisten. Penyakit ini memiliki ciri berupa
terbatasnya aliran udara yang masuk dan umumnya dapat di cegah dan di rawat
(GOLD, 2015).
Penyakit paru obstruktif kronik merupakan penyakit sistemik yang
mempunyai hubungan antara keterlibatan metabolik, otot rangka dan molekuler
genetik. Keterbatasan aktivitas merupa-kan keluhan utama penderita PPOK yang
sangat mempengaruhi kualitas hidup. Disfungsi otot rangka merupakan hal utama
yang berperan dalam keterbatasan aktivitas penderita PPOK. Inflamasi sistemik,
penurunan berat badan, peningkatan risiko penyakit kardiovaskuler, osteoporosis, dan
depresi merupakan manifestasi sistemik PPOK (Oemawati, 2013).
Riset Kesehatan Dasar pada tahun 2013 mencatat sebesar 3,7 persen penduduk
Indonesia menderita PPOK dimana prevalensi lebih tinggi pada laki-laki. Hal ini
berkaitan dengan hasil penelitian sebelumnya yang menyatakan adanya keterkaitan
penderita PPOK dengan kebiasaan merokok dan keterpajanan asap rokok secara pasif
di Indonesia, yang mana semakin tinggi prevalensi merokok akan semakin tinggi
resikoresiko terjadinya PPOK (Kusumawardani et al., 2017).
The Global Initiative for Chronic Obstructive Pulmonary Disease (GOLD)
mendefinisikan PPOK sebagai penyakit gangguan saluran napas yang bersifat
progresif dan berhubungan dengan respon inflamasi oleh karena gas atau partikel
iritan tertentu. Pada tahun 2014, PPOK tidak lagi dimasukkan terminologi penyakit
bronkitis kronis dan emfisema, sehingga GOLD mendefinisikan ulang PPOK sebagai
gabungan penyakit saluran napas kecil dan destruksi parenkim yang bersifat progresif
dengan gejala yang hampir mirip seperti bronkitis kronis, emfisema, asma,
bronkiektasis, dan bronkiolitis (Soeroto dan Suryadinata, 2014).
PPOK Merujuk pada sejumlah gangguan yang mempengaruhi pergerakan
udara dari dan keluar Paru. Gangguan yang penting adalah Bronkhitis Obstruktif,
Emphysema dan Asthma Bronkiale. Di Indonesia menurut Departemen Kesehatan
2008 Angka penderita PPOK Mencapai 12 % dengan angka kematian 2 %, hal itu
menjadi suatu perhatian tersendiri dimana penyakit PPOK ( Penyakit Paru Obstruksi
Kronik ) merupakan suatu penyakit yang cukup tinggi menyerang masyarakat di
Indonesia. Oleh Karena itu peningkatan pelayanan kesehatan mengenai penyakit
tersebut perlu di tingkat baik dalam bentuk preventif,kuratif maupun rehabilitative.
Klien dengan masalah keperawatan PPOK jika tidak ditangani secara tepat dapat
menyebabkan kegawatan. Diagnosa keperawatan yang dapat muncul dalam kasus
PPOK adalah bersihan jalan napas, defisit nutrisi, dan juga ansietas. Oleh karena itu
kelompok kami tertarik untuk membahas kasus PPOK pada Tn. E di RSUD Pasar
Rebo pada tanggal 11 Januari 2021.

1.2 Rumusan Masalah

1
Berdasarkan rumusan masalah dari penulisan ini adalah “Bagaimana asuhan
keperawatan pada Tn. E dengan PPOK di RSUD Pasar Rebo?”
1.3 Tujuan Studi Kasus
1.3.1 Tujuan Umum
Memperoleh gambaran nyata bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan
PPOK di Rumah Sakit.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Mendapatkan gambaran mengenai pengkajian pada pasien dengan PPOK di
rumah sakit.
1.3.2.2 Mendapatkan gambaran mengenai diagnosa keperawatan pada pasien dengan
PPOK di rumah sakit.
1.3.2.3 Mendapatkan gambaran mengenai intervensi keperawatan pada pasien dengan
PPOK di rumah sakit.
1.3.2.4 Mendapatkan gambaran mengenai implementasi keperawatan pada pasien
dengan PPOK di rumah sakit.
1.3.2.5 Mendapatkan gambaran mengenai evaluasi pada pasien dengan PPOK di
rumah sakit.
1.4 Ruang Lingkup
1.4.1 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini mencakup bidang Ilmu Keperawatan khususnya Keperawatan Medikal
Bedah.
1.4.2 Ruang Lingkup Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian di lakukan di RSUD Pasar Rebo pada tanggal 11 Januari-13 Januari 2021.

1.5 Manfaat Studi Kasus


1.5.1 Masyarakat
Meningkatkan pengetahuan dan kemampuan masyarakat khususnya pasien dan
keluarga dalam mengatasi masalah PPOK.
1.5.2 Pengembangan Ilmu dan Teknologi Keperawatan
Menambah keluasan ilmu dan teknologi terapan bidang keperawatan baik di dalam
maupun di luar Rumah Sakit dalam mengatasi masalah PPOK
1.5.3 Penulis
Meningkatkan pengalaman dan pengetahuan dalam mengimplementasikan asuhan
keperawatan, khususnya studi kasus tentang PPOK.
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Konsep Kasus
2.1.1 Definisi
Penyakit paru obstruktif kronis atau sering disingkat PPOK adalah istilah yang
digunakan untuk sejumlah penyakit yang menyerang paru-paru untuk jangka
panjang. Penyakit ini menghalangi aliran udara dari dalam paru-paru sehingga
pengidap akan mengalami kesulitan dalam bernapas.PPOK umumnya merupakan
kombinasi dari dua penyakit pernapasan, yaitu bronkitis kronis dan emfisema
(Kemenkes, 2020).
Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) adalah penyakit umum yang dapat
dicegah dan diobati yang biasanya ditandai dengan gejala pernapasan persisten dan
keterbatasan aliran udara yang disebabkan tersumbatnya jalan napas atau adanya
kelainan alveolar. Biasanya disebabkan oleh pemaparan yang signifikan terhadap
partikel atau gas berbahaya (GOLD, 2017).
PPOK merupakan suatu penyakit kronis yang dikarenakan adanya
penyumbatan pada saluran pernapasan sehingga menyebabkan terhambatnya aliran
udara yang disebabkan karena paparan yang lama terhadap polusi maupun asap
rokok. Penyakit ini merupakan istilah lain untuk penyakit paru yang berlangsung
lama (Grace, 2011).
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa penyakit paru obstruksi
kronik (PPOK) merupakan penyakit paru yang disebabkan karena adanya obstruksi
atau penyumbatan aliran udara pada saluran pernapasan yang ditandai dengan
adanya gejala sesak napas dan dalam waktu yang lama akan semakin memburuk
yang disebut dengan eksaserbasi.
Klasifikasi penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) antara lain :
a. Asma
Asma merupakan penyakit obstruksi kronik saluran napas yang bersifat
reversibel baik secara spontan maupun dengan pengobatan (Kosasih, 2008).
Asma adalah penyakit inflamasi kronis jalan napas yang ditandai dengan
hiperresponsivitas jalan napas terhadap berbagai rangsangan (Patricia, et.al, 2011).
b. Bronkitis kronis
Bronkitis kronis merupakan suatu keadaan adanya batuk produktif lebih dari
250 ml sputum perhari selama minimal 3 bulan pertahun selama 2 tahun berturut-
turut, tanpa ada penyebab medis lain (Patricia, et.al, 2011).
c. Emfisema
Emfisema adalah suatu penyakit yang dimana terjadi kehilangan elastisitas
paru dan pembesaran abnormal dan permanen pada ruang udara yang jauh dari
bronkiolus terminal termasuk destruksi dinding alveolar dan bantalan kapiler tanpa
fibrosis yang nyata.
d. Bronkiektasis
Bronkiektasis adalah gangguan pada saluran pernapasan yang terjadi akibat
adanya pelebaran bronkus dan bronkiolus akibat kerusakan otot dan jaringan elastik
penunjang, yang disebabkan oleh atau berkaitan dengan infeksi nekrotikan kronis.
Sekali terbentuk, bronkiektasis menimbulkan kompleks gejala yang didominasi oleh
batuk dan pengeluaran sputum purulen dalam jumlah besar (Robins, et.al ,2007)
2.1.2 Etiologi
Merokok merupakan resiko utama terjadinya Penyakit Paru Obstruktif Kronik
(PPOK). Sejumlah zat iritan yang ada didalam rokok menstimulasi produksi mukus
berlebih, batuk, merusak fungsi silia, menyebabkan inflamasi, serta kerusakan
bronkiolus dan dinding alveolus. Faktor resiko lain termasuk polusi udara, perokok
pasif, riwayat infeksi saluran nafas saat anak-anak, dan keturunan. Paparan terhadap
beberapa polusi industri tempat kerja juga dapat meningkatkan resiko terjadinya
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) (Black, 2014).
a. Usia
PPOK jarang mulai menyebabkan gejala yang dikenali secara klinis
sebelum usia 40 tahun. Kasus-kasus yang termasuk perkecualian yang
jarang dari pernyataan umum ini seringkali berhubungan dengan sifat yang
terkait dengan difisiensi bawaan. Ketidakmampuan ini dapat
mengakibatkan seseorang mengalami emfisema dan PPOK pada usia
sekitar 20 tahun, yang beresiko menjadi semakin berat jika mereka
merokok (Francis, 2008)
b. Merokok
Merokok merupakan penyebab PPOK yang paling umum, dan mencakup
80% dari semua kasus PPOK yang ditemukan. Diduga bahwa sekitar 20%
orang yang merokok akan mengalami PPOK, dengan resiko perseorangan
meningkat sebanding dengan peningkatan jumlah rokok yang dihisap.
Kebiasaan buruk merokok akan menekan aktivitas sel-sel pemangsa dan
mempengaruhi mekanisme pembersihan siliaris dari saluran pernapasan,
yaitu berfungsi untuk menjaga saluran pernapasan bebas dari iritan, bakteri
dan benda asing lainnya yang terhirup. Jumlah yang dihisap oleh
seseorang diukur dengan istilah pack years, satu pack years = menghisap
20 batang rokok perhari selama satu tahun.
c. Lapangan kerja berdebu
Debu organik dan anorganik serta bahan kimia dan asap dapat menjadi
faktor resiko terjadinya PPOK.
d. Polusi udara
Udara yang buruk akan menyebabkan partikel-partikel yang dihirup masuk
kedalam saluran pernapasan, sehingga dapat menyebabkan total beban
paru-paru menjadi lebih tingi. Dimana partikel yang dihirup akan
menumpuk kedalam saluran pernapasan sehingga menyebabkan terjadinya
penyumbatan.
e. Infeksi
Riwayat infeksi pernafasan yang pernah dialami dikaitkan dengan
terjadinya pengurangan fungsi paru-paru dan meningkatkan gejala
pernapasan. Infeksi sistem pernapasan akut seperti pneumonia, brinkitis,
dan asma orang dengan kondisi ini beresiko terjadinya PPOK (Mansjoer,
2008).
f. Latar belakang genetik dan keluarga
Telah ditemukan keterkaitan keluarga yang lemah, tidak seperti pada asma
diriwayat asma sebelumnya didalam keluarga sangat dipertimbangkan
sebagai faktor yang penting (Francis, 2008).
g. Keadaan menurunnya alfa anti tripsin.
Enzim ini dapat melindungi paru-paru dari proses peradangan.
Menurunnya enzim ini menyebabkan seseorang menderita emfisema pada
saat masih muda meskipun tidak ada riwayat merokok.
2.1.3 Patofisiologi
Prinsip terjadinya penyakit paru obstruksi kronik yaitu adanya keterbatasan jalan
napas yang tidak sepernuhnya reversible. Secara progresif terjadinya penyempitan jalan
napas dan kehilangan daya elastisitas paru yang berakibat pada terjadinya penurunan FEV
(Forced Expiratory Volume, ketidakadekuatan dalam pengosongan paru dan hiperinflasi
(Decramer, 2012). Adanya proses penuaan yang menyebabkan terjadinya penurunan fungsi
paru-paru. Keadaan ini menyebabkan terjadinya penurunan elastisitas jaringan paru dan
dinding dada yang mengakibatkan terjadinya penurunan kekuatan kontraksi otot pernapasan
dan menyebabkan kesulitan dalam bernapas.
Fungsi paru menentukan jumlah kebutuhan oksigen yang masuk ke tubuh seseorang,
yaitu jumlah oksigen yang diikat oleh darah dalam paru-paru untuk digunakan oleh tubuh.
Kebutuhan oksigen sangat erat hubungannya dengan aliran darah ke paru-paru. Berkurangnya
fungsi paru-paru juga disebabkan oleh berkurangnya fungsi sitem respirasi seperti fungsi
ventilasi paru. Faktor resiko merokok dan polusi udara menyebabkan proses inflamasi
bronkus dan juga dapat menimbulkan kerusakan pada dinding bronkiolus terminalis.
Terjadinya kerusakan pada dinding bronkiolus terminalis dapat menyebabkan
obstruksi pada bronkiolus terminalis yang akan mengalami obstruksi pada fase awal
ekspirasi. Udara yang masuk ke alveoli pada saat inspirasi akan terjebak kedalam alveolus
pada saat terjadi ekspirasi sehingga akan menyebabkan terjadinya penumpukan udara ( air
trapping). Kondisi seperti ini yang dapat menyebabkan terjadinya keluhan sesak napas.
2.1.4 Manifestasi Klinis
Tanda cronic obstructive pulmonary disease (COPD) antara lain batuk, produksi
sputum berlebih (pada jenis bronkitis kronik), dispnea (sesak napas), obstruksi saluran napas
yang progresif. Menurut Li dan Huang (2012) penderita PPOK akan mengalami hipoksemia,
hipercapnea sampai dengan pada gangguan kognitif. Gejala PPOK yang berkaitan erat
dengan respirasi yaitu batuk kronik. Batuk kronik merupakan batuk hilang timbul selama 3
bulan yang tidak hilang dengan pengobatan. Sesak napas, terutama terjadi pada saat
melakukan aktivitas, seringkali pasien sudah mengalami adaptasi dengan sesak napas yang
bersifat progresif lambat sehingga sesak napas ini tidak di keluhkan.
2.1.5 Derajat PPOK
Klasifikasi derajat PPOK menurut Global Initiative for Chronic Obstruktif Lung
Disease (GOLD, 2011) antara lain :
a. Derajat 0 (berisiko)
Gejala : memiliki satu atau lebih gejala batuk kronis, produksi sputum dan
dispnea. Ada paparan terhadap faktor resiko.
Spirometri : normal
b. Derajat I (Ringan)
Gejala : batuk kronis dan ada produksi sputum tapi tidak sering. Pada derajat ini
pasien tidak menyadari bahwa dirinya menderita PPOK. Sesak napas derajat 0
sampai derajat sesak napas 1
Spirometri : FEV1/FVC < 70%, FEV1 ≥ 80%
c. Derajat II ( sedang)
Gejala : sesak napas mulai terasa pada saat beraktivitas terkadang terdapat gejala
batuk dan produksi sputum. Biasanya pada derajat ini pasien mulai memeriksakan
kesehatannya. Sesak napas derajat sesak 2 (sesak timbul pada saat aktivitas)
Spiromteri : FEV1/FVC <70%, 50% <FEV1 < 80%
d. Derajat III (berat)
Gejala : sesak napas terasa lebih berat, terdapat penurunan aktivitas, mudah lelah,
serangan eksaserbasi bertambah sering dan mulai memberikan dampat terhadap
kualaitas hidup. Sesak napas derajat 3 sampai 4. Eksaserbasi lebih sering terjadi
Spirometri : FEV1/ FVC <70% ;30% FEV <50%
e. Derajat IV ( sangat berat )
Gejala : terdapat gejala pada derajat I, II, III serta adanya tandatanda gagal napas
atau gaggak jantung kanan. Pasien mulai bergantung pada oksigen. Kualitas hidup
mulai memburuk dan dapat terjadi gagal napas kronik pada saat terjadi
eksaserbasi
sehingga dapat mengancam jiwa pasien.
Spirometri : FEV1/ FVC <70%; FEV1 < 30% atau <50%
2.1.6 Komplikasi
a. Infeksi Saluran Nafas
Biasanya muncul pada pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK). Hal
tersebut sebagai akibat terganggunya mekanisme pertahanan normal paru dan
penurunan imunitas. Oleh karena status pernafasan sudah terganggu, infeksi
biasanya akan mengakibatkan gagal nafas akut dan harus segera mendapatkan
perawatan di rumah sakit (Black, 2014).
b. Pneumothoraks Spontan
Pneumothoraks spontan dapat terjadi akibat pecahnya belb (kantong udara dalam
alveoli) pada penderita emfisema. Pecahnya belb itu dapat menyebabkan
pneumothoraks tertutup dan membutuhkan pemasangan selang dada (chest tube)
untuk membantu paru mengembang kembali (Black, 20014).
c. Dypsnea
Seperti asma, bronchitis obstruktif kronis, dan emfisema dapat memburuk pada
malam hari. Pasien sering mengeluh sesak nafas yang bahkan muncul saat tidur
(one set dyspnea) dan mengakibatkan pasien sering terbangun dan susah tidur
kembali di waktu dini hari. Selama tidur terjadi penurunan tonus otot pernafasan
sehingga menyebabkan hipoventilasi dan resistensi jalan nafas meningkat, dan
akhirnya pasien menjadi hipoksemia (Black, 2014).
d. Hipoksemia
Hipoksemia didefinisikan sebagai penurunan tingkat PO2<55 mmHg dengan nilai
saturasi O2<85%. Pada awalnya pasien akan mengalami perubahan mood,
penurunan konsentrasi, dan menjadi pelupa. Pada tahap lanjut akan timbul gejala
seperti sianosis (Permatasari, 2016).
e. Asidosis Respiratori
Asidosis respiratori timbul akibat peningkatan nilai PCO2 (hiperkapnia). Tanda
yang muncul antara lain, nyeri kepala, fatigue, letargi, dizziness, dan takipnea.
Asidosis respiratori yang tidak ditangani dengan tepat dapat mengakibatkan
dypsnea, psikosis, halusinasi, serta ketidaknormalan tingkah laku bahkan koma.
Hiperkapnia yang berlangsung lama atau kronik pada pasien Penyakit Paru
Obstruktif Kronik (PPOK) akan menyebabkan gangguan tidur, amnesia,
perubahan tingkah laku, gangguan koordinasi dan bahkan tremor (Hartono, 2013).
f. Kor Pulmonale
Kor pulmonale (yang disebut pula gagal jantung kanan) merupakan keadaan
tarhadap hipertrofi dan dilatasi ventrikel kanan, yang dapat terjadi akibat
komplikasi sekunder karena penyakit pada struktur atau fungsi paru-paru atau
system pembuluh darah. Keadaan ini bisa terjadi pada stadium akhir berbagai
gangguan kronik yang mengenai paruparu, pembuluh darah pulmoner, dinding
dada dan pusat kendali pernafasan. Kor pulmonale tidak terjadi pada gangguan
yang berasal dari penyakit jantung kongenital atau pada gangguan yang mengenai
jantung sebelah kiri (Hartono, 2013).
2.1.7 Pemeriksaan Penunjang
a. Chest X-ray : dapat menunjukkan hiperinflasi paru-paru, diafragma mendatar,
peningkatan ruang udara retrosternal, penurunan tanda vaskuler/bullae (emfisema),
peningkatan bentuk bronkovaskuler (bronchitis), dan normal ditemukan saat periode remisi
(asma) (Soemantri, 2008).
b. Uji Faal Paru Dengan Spirometri dan Bronkodilator (postbronchodilator) : berguna
untuk menegakkan diagnosis, melihat perkembangan penyakit, dan menentukan prognosis
pasien. Pemerikasaan ini penting untuk memperlihatkan secara objektif adanya obstruktif
saluran pernafasan dalam berbagai tingkat. Spirometri digunakan untuk mengukur volume
maksimal udara yang dikeluarkan setelah inspirasi maksimal atau dapat disebut forced vital
capacity (FVC).
c. TLC (Total Lung Capacity) : meningkat pada bronchitis berat dan biasanya pada
asma, menurun pada penderita emfisema (Soemantri, 2008).
d. Kapasitas Inspirasi : menurun pada penderita emfisema (Soemantri, 2008).
e. ABGs : menunjukkan proses penyakit kronis, sering kali PO2 menurun dan PCO2
normal meningkat (pada bronchitis kronis dan emfisema). Sering kali menurun pada asma
dengan pH normal atau asidosis, alkaiosis respiratori ringan sekunder akibat terjadinya
hiperventilasi (emfisema sedang dan asma) (Soemantri, 2008).
f. Bronkogram : dapat menunjukkan dilatasi dari bronkus saat inspirasi, kolaps
bronchial pada tekanan ekspirasi (emfisema), dan pembesaran kelenjar mukus (bronchitis)
(Muttaqin, 2014).
g. Pemeriksaan Darah Lengkap : dapat menggambarkan adanya peningkatan
hemoglobin (emfisema berat) dan peningkatan eosinophil (asma) (Muttaqin, 2014).
h. Kimia Darah : menganalisis keadaan alpha 1-antitypsin yang kemungkinannya
berkurang pada emfisema primer (Muttaqin, 2014).
i. Sputum Kultur : pemeriksaan pada bakteriologi gram pada sputum pasien yang
diperlukan untuk mengetahui adanya pola kuman dan untuk menentukan jenis antibiotik yang
paling tepat. Infeksi saluran pernafasan yang berulang merupakan penyebab dari ekserbasi
akut
pada penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) (Muttaqin, 2014).
j. Pemeriksaan penunjang lainnya meliputi pemeriksaan ECG (Elektro Kardio Graph)
yang difungsikan untuk mengetahui adanya komplikasi yang terjadi pada organ jantung yang
ditandai oleh kor pulmonale atau hipertensi pulmonal.
2.1.8 Penatalaksanaan

Menurut Black (2014) penatalaksanaan non medis Penyakit Paru Obstruktif Kronik

(PPOK) meliputi :

a. Membersihkan sekret bronkus

Kebersihan paru diperlukanan untuk mengurangi resiko infeksi. Cara untuk

membersihkan sekret adalah dengan mengeluarkannya, dengan cara :

1. Batuk efektif
Batuk membantu memecah sekret dalah paru-paru sehingga lender dapat

dikeluarkan atau diludahkan. Caranya pasien diposisikan duduk tegak dan

menghirup nafas dalam lalu setelah 3 kali nafas dalam, pada ekspirasi ketiga

nafas dihembuskan dan dibatukkan.

2. Fisioterapi dada

Tindakan fisioterapi dada menurut Pangastuti, HS dkk (2019) meliputi :

perkusi, vibrasi, dan postural drainase. Tujuan dari intervensi ini adalah untuk

membantu pasien bernafas dengan lebih bebas dan membantu dalam

pembersihan paru dari sekret yang menempel di saluran nafas. Tindakan ini

dilakukan bersamaan dengan tindakan lain untuk lebih mempermudah

keluarnya sekret, contoh : suction, batuk efektif, pemberian nebulizer dan

pemberian obat ekspektoran. Sebelum pasien dilakukan fisioterapi, terlebih

dahulu evalusai kondisi pasien dan tentukan letak dimana secret yang tertahan

untuk mengetahui bagian mana yang akan dilakukan fisioterapi dada.

b. Bronkodilator

Bronkidilator merupakan pengobatan yang dapat meningkatkan FEV1 dan atau

mengubah variabel spirometri. Obat ini bekerja dengan mengubah tonus otot

polos pada saluran pernafasan dan meningkatkan refleks bronkodilatasi pada

aliran ekspirasi dibandingkan dengan mengubah elastisitas paru. Bronkodilator

berkerja dengan menurunkan hiperventilasi saat istirahat dan beraktivitas, serta

akan memperbaiki toleransi tubuh terhadap aktivitas. Pada kasus Penyakit Paru

Obstruktif Kronik (PPOK) kategori berat atau sangat berat sulit untuk

memprediksi perbaikan FEV1 yang diukur saat istirahat.

c. Mendorong olahraga
Semua pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) mendapat keuntungan

dengan program olahraga, yaitu meningkatkan toleransi tubuh terhadap aktvitas,

menurunnya dypsnea dan kelelahan. Olahraga tidak memperbaiki fungsi paru,

tetapi olahraga dapat memperkuat otot pernafasan.

d. Meningkatkan kesehatan secara umum

Cara lain adalah dengan memperbaiki pola hidup pasien Penyakit Paru Obstruktif

Kronik (PPOK), yaitu dengan menghindari rokok, debu, dan bahan kimia akibat

pekerjaan, serta polusi udara. Serta didukung dengan asupan nutrisi yang adekuat.

2.2 Asuhan Keperawatan

2.2.1 Pengkajian

2.2.2 Pengkajian

Meliputi tanggal pengkajian, tanggal masuk, ruang/kelas, nomor registrasi,

diagnosa medis.

1. Identitas Klien

Meliputi nama klien, jenis kelamin, usia, status perkawinan, agama,

suku bangsa, pendidikan, bahasa yang digunakan, pekerjaan, alamat,

sumber biaya (pribadi, perusahaan, lain-lain), dan sumber informasi

(klien/keluarga)

2. Keluhan Utama

3. Riwayat Keperawatan

a. Riwayat kesehatan sekarang

b. Riwayat kesehatan masa lalu

c. Riwayat penyakit keluarga

d. Penyakit yang pernah diderita oleh anggota keluarga yang menjadi

faktor risiko
e. Riwayat psikososial dan spiritual

4. Pola Kebiasaan

a. Pola nutrisi

b. Pola eliminasi

c. Pola personal hygiene

d. Pola istirahat dan tidur

e. Pola aktivitas dan latihan

f. Kebiasaan yang mempengaruhi kesehatan

5. Pengkajian Fisik

a. Pemeriksaan fisik umum

b. Sistem penglihatan

c. Sistem pendengaran

d. Sistem wicara

e. Sistem pernafasan

f. Sistem kardiovaskuler

g. Sistem hematologi

h. Sistem saraf pusat

i. Sistem pencernaan

j. Sistem endokrin

k. Sistem urogenital

l. Sistem integument

m. Sistem musculoskeletal

6. Data Penunjang

Pemeriksaan penunjang pada penyakit paru obstruktif kronik (PPOK)

atau chronic obstructive pulmonary disease (COPD) yang bermanfaat


diantaranya adalah pemeriksaan fungsi paru dan pemeriksaan

radiologis.

Pemeriksaan Fungsi Paru

Pemeriksaan fungsi paru sangat penting dalam menegakkan diagnosis,

menentukan tingkat keparahan PPOK dan untuk mengkaji ulang

kondisi pasien PPOK. Pemeriksaan dengan spirometri pada PPOK

diutamakan untuk menentukan nilai forced expiratory volume in 1

second (FEV1) dan the forced vital capacity (FVC).

Pada PPOK ditemukan penurunan nilai FEV1 dengan penurunan rasio

FEV1/FVC. Dapat juga dilakukan uji bronkodilator. Jika Nilai rasio

FEV1/FVC post pemberian bronkodilator <0.70, ini menunjukkan

adanya keterbatasan aliran udara yang persisten. Global Initiative

Lung Disease (GOLD) melakukan klasifikasi tingkat keparahan

keterbatasan aliran udara pada PPOK. Klasifikasi ini berdasarkan

pemeriksaan spirometri setelah dilakukan pemberian bronkodilator

inhalasi kerja pendek untuk meminimalisir variabilitas. Berikut

klasifikasinya berdasarkan nilai FEV1 post-bronkodilator dengan rasio

FEV1/FVC <70%:

- GOLD 1 (Mild) : FEV1 > 80% predicted

- GOLD 2 (Moderate) : 50% < FEV1 < 80% predicted

- GOLD 3 (Severe) : 30% < FEV1 < 50% predicted

- GOLD 4 (Very Severe) : FEV1 < 30% predicted

Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan radiologi yang dapat dilakukan pada PPOK adalah foto

rontgen toraks dan CT Scan toraks.


Pada foto rontgen thoraks anteroposterior-lateral, dapat ditemukan

hiperinflasi paru, hiperlusensi, diafragma tampak datar, bayangan

jantung yang sempit, dan gambaran jantung seperti pendulum (tear

drop appearance). Pada PPOK tipe bronkitis kronis dapat ditemukan

pertambahan corak vascular paru dan kardiomegali.

Pemeriksaan CT scan toraks dapat membantu dalam mendiagnosis

berbagai tipe dari PPOK. CT Scan lebih spesifik dalam mendiagnosa

emfisema jika dibandingkan foto thoraks polos.

Pemeriksaan Echokardiografi

Pada pasien dengan PPOK lama, dapat menyebabkan timbulnya

hipertensi pulmonal dan gagal jantung kanan (cor pulmonale).

Echocardiografi dapat digunakan untuk menilai tekanan sistolik arteri

pulmonal dan fungsi sitolik ventrikel kanan.

Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium sebetulnya tidak ada yang spesifik untuk

PPOK. Apabila dilakukan pemeriksaan laboratorium, maka akan

didapatkan :

- Pemeriksaan Analisa Gas Darah (AGD) dapat digunakan untuk

memprediksi tingkat keparahan dan serangan akut dari PPOK.

Secara umum. pH < 7.3 menandakan adanya gangguan pernafasan

akut. Biasanya juga ditemukan kompensasi ginjal sehingga nilai

pH mendekati normal.

- Pemeriksaan darah lengkap dapat digunakan untuk melihat apakah

ada infeksi sekunder pada PPOK yang ditandai dengan leukositosis


- Pemeriksaan kimia darah pada pasien PPOK dapat menunjukkan

retensi natrium. Obat-obatan PPOK (agonis beta adrenergic,

teofiline) memiliki efek penurunan kadar kalium serum, sehingga

harus dilakukan monitor berkala.

- Pemeriksaan Sputum

Pada bronchitis kronis, biasanya sputum bersifat mukoid dan penuh

dengan makrofag. Pada PPOK eksaserbasi, sputum akan menjadi

purulent dan penuh dengan neutrofil. Perlu juga dilakukan

pemeriksaan kultur mikroorganisme, sehingga dapat diberikan

antibiotik yang definitif.

- Pemeriksaan Brain natriuretic peptide (BNP) dapat membantu

dalam membedakan sesak yang disebabkan oleh PPOK atau oleh

gagal jantung kongestif. Namun tetap harus memperhatikan gejala

klinis pasien.

- Pemeriksaan enzim alpha1-antitrypsin (AAT) dapat ditemukan

defisiensi AAT. Pemeriksaan ini dapat dilakukan pada pasien yang

memiliki riwayat keluarga menderita emfisema pada usia muda

7. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan PPOK seacara umum, yaitu:

a. Edukasi

Edukasi merupakan hal penting dalam pengobatan jangka panjang

pada PPOK stabil. Edukasi pada PPPOK berbeda dengan edukasi

pada asma. Karena PPOK adalah penyakit kronik yang ireversibel

dan progresif, inti dari edukasi adalah menyesuaikan keterbatasan


aktiviti dan mencegah kecepatan perburukan fungsi paru. Berbeda

dengan asma yang masih bersifat reversible, menghindar pencetus,

dan memperbaiki derajat adalah inti dari edukasi atau tujuan

pengobatan dari asma. Secara umum bahan edukasi yang harus

diberikan adalah:

- Pengetetahuan dasar tentang PPOK

- Obat-obatan, manfaat dan efek sampingnya

- Cara pencegahan perburukan penyakit

- Menghindari pencetus (berhenti merokok)

- Penyesuaian aktivitas

b. Obat-obatan

- Bronkodilator

Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis

bronkodilator dan disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat

penyakit. Pemilihan bentuk obat diutamakan inhalasi, nebulizer

tidak dianjurkan pada penggunaan jangka panjang. Pada derajat

berat diutamakan pemberian obat lepas lambat (slow relase)

atau obat berefek (longacting). Macam-macam bronkodilatot:

1) Golongan antikolinergik

Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping

sebagai bronkodilator juga mengurangi sekresi lender

(maksimal 4 kali per hari).

2) Golongan agonis beta-2

Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak,

peningkatan jumlah penggunaan dapat sebagai monitor


timbulnya eksaserbasi. Sebagai obat pemeliharaan

sebaiknya digunakan bentuk tablet yang berefek panjang.

Bentuk nebulizer dapat digunakan untuk mengatasi

eksaserbasi akut, tidak dianjurkan untuk penggunaan jangka

panjang. Bentuk injeksi subkutan atau drip untuk mengatasi

eksaserbasi berat.

3) Kombinasi antikolinergik dan agonis beta-2

Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat efek

bronkodilatasi, karena keduanya mempunyai tempat kerja

yang berbeda. Disamping itu penggunaan obat kombinasi

lebih sederhana dan mempermudah penderita.

4) Golongan xantin

Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan

pemeliharaan jangka panjang, terutama pada derajat sedang

dan berat. Bentuk tablet biasa atau puyer untuk mengatasi

sesak (pelega nafas), bentuk suntikan bolus atau drip untuk

mengatasi eksaserbasi akut. Penggunaan jangka panjang

diperlukan pemeriksaan kadar aminofilin darah.

- Antiinflamasi

Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau

injeksi ingtravena, berfungsi menekan inflamasi yang terjadi,

dipilih golongan metilprednisolon atau prednisone. Bentuk

inhalasi sebagai terapi jangka panjang diberikan bila terbukti

uji kortikosteroid positif yaitu terdapat perbaikan VEP1

pascabronkodilator meningkat >20% dan minimal 250 mg.


- Antibiotika

Hanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotika yang

digunakan adalah: Lini I, Lini II, dan Perawatan dirumah sakit.

- Antioksidan

Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualiti hidup,

digunakan N – asetilsistein. Dapat diberikan pada PPOK

dengan eksaserbasi yang sering, tidak dianjurkan sebagai

pemberian yang rutin.

- Mukolitik

Hanya diberikan teruatama pada bronchitis kronik dengan

sputum yang viscous. Mengurangi eksaserbasi pada PPOK

bronchitis kronik, tetapi tidak dianjurkan sebagai pemberian

rutin.

c. Terapi Oksigen

Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang

menyebabkan kerusakan sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen

meupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan

oksigenasi seluler dan mencegah kerusakan sel baik diotot maupun

organ-organ lainnya. Indikasi:

- Pao2 < 60 mmHg atau Sat O2 < 90 %

- Pao2 diantara 55-59 mmHg atau Sat O2 > 89 % disertai Kor

Pulmonal, perubahan P pullmonal, HT < 55 % dan tanda-tanda

gagal jantunhg kanan, sleep, apnea, penuyakit paru lain.

Macam- macam terapi oksigen:


- Pemberian oksigen jangka panjang

- Pemberian oksigen pada waktu aktiviti

- Pemberian oksigen pada waktu timbul sesak mendadak

- Pemberian oksigen secara intensif pada waktu gagal nafas

Terapi oksigen jangak panjang yang diberikan di rumah pada

keadaan stabil terutama bila tidur atau sedang aktiviti, lama

pemberian 15 jam setiap hari, pemberian oksigen dengan nasal

kanul 1-2 L/mnt. Terapi oksigen pada waktu tidur bertujuan

mencegah hipoksemia yang sering terjadi bila penderita tidur.

Terapi oksigen pada waktu aktiviti bertujuan menghilangkan sesak

nafas dan meningkatkan kemampuan aktiviti. Sebagai parameter

digunakan analisi gas darah atau pulse eksimetri. Pemberian

oksigen harus mencapai saturasi oksigen di atas 90 %. Pemilihan

alat bantu ini disesuaikan dengan tujuan terapi oksigen dan kondisi

analisis gas darah pada waktu tersebut

2.2.3 Diagnosa Keperawatan

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan hipereksresi

jalan nafas

2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas

3. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis


BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

FORMAT PENGKAJIAN
ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

A. PENGKAJIAN :

Tanggal Pengkajian : 11 Januari 2021

Tanggal Masuk : 2 Januari 2021

Ruang / Kelas : Kamar 608 Ruang Teratai

Nomor Register : 2014-552745

Diagnosa Medis : PPOK/Bronkopnomoni

1. Identitas Klien :

Nama Klien : Tn. E.P


Jenis kelamin : Laki-laki
Usia : 59 tahun
Status Perkawinan : Menikah
Agama : Islam
Suku bangsa : Jawa Betawi
Pendidikan : D1
Bahasa yang digunakan : Bahasa Indonesia
Pekerjaan :Wiraswasta
Alamat : Jl. Tanah Merdeka
II No. 52 Rt/Rw : 03/06 No tlp. 08988218719
Sumber biaya (Pribadi, Perusahaan, Lain lain):BPJS
Sumber Informasi (Klien / Keluarga) : Klien dan keluarga

2. Resume :

(Ditulis sejak klien masuk rumah sakit sampai dengan


sebelum pengkajian dilakukan meliputi : data fokus,
masalah keperawatan, tindakan keperawatan mandiri serta
kolaborasi dan evaluasi secara umum) :
Klien masuk ke RS dengan keluhan sesak nafas, nyeri
dada ketika bernafas, ada batuk, ada dahak yang sulit
dikeluarkan, dan memang memiliki riwayat penyakit
PPOK sejak tahun 2017. TD: 134/79 mmhg N:89x/menit
RR: 30x/menit S: 36,7 SpO: 92%. Klien masuk ke R.
Cempaka pada 26 Desember 2020, karena ada keluhan
sesak nafas dan batuk yang sama seperti gejala pada
pasien covid-19. Masalah keperawatan yang di angkat
adalah bersihan jalan nafas tidak efektif dan nyeri akut.
Klien diberikan IVFD NaCl 0,9% + aminopilin /8 jam,
RM: 12 liter, diposisikan semi fowler. Setelah dilakukan
tindakan klien merasa sesak berkurang RR: .26x/menit
SpO: 98%. Kemudian klien di rencanakan ronten thorax
ulang, dan swab PCR. Setelah Swab PCR keluar dengan
hasil negatif, klien di pindahkan dari ruang cempaka ke
teratai pada tanggal 2 Januari 2021.
3. Riwayat Keperawatan :

a. Riwayat kesehatan sekarang :


1) Keluhan utama : dahak sulit dikeluarkan, mual, nyeri dada, dan kehilangan nafsu
makan
2) Kronologis keluhan
a) Faktor pencetus : batuk disertai dahak muncul sejak tanggal 24 Desember
2021 klien bmengatakan faktor pencetusnya adalah kelelahan, mual muncul sejak
masuk RS
b) Timbulnya keluhan : (√ ) Mendadak, ( )
Bertahap
c) Lamanya : sejak 24 Desember
d) Upaya mengatasi :Datang ke igd pasar rebo
b. Riwayat kesehatan masa lalu :
1) Riwayat Penyakit sebelumnya (termasuk kecelakaan) : PPOK (2017), kecelakaan
motor (2015), hipertensi (2016)
2) Riwayat Alergi (Obat, Makanan, Binatang, Lingkungan) : tidak memiliki alergi pada
obat, makanan, binatang, dan lingkungan
3) Riwayat pemakaian obat : levofloaxin dan obat-obatan PPOK
c. Penyakit yang pernah diderita oleh anggota keluarga yang menjadi
factor risiko : tidak ada penyakit keturunan
d. Riwayat Psikososial dan Spiritual :
1) Adakah orang terdekat dengan klien : keluarga
2) Interaksi dalam keluarga :
a) Pola Komunikasi :baik
b) Pembuatan Keputusan : selama sakit keputusan mengenai perawatan di
buat oleh anak pertama
c) Kegiatan Kemasyarakatan :jarang mrngikuti kegiatan kemasyarakatan sejak
pandemi
3) Dampak penyakit klien terhadap keluarga :
Keluarga merasa sangat khawatir dengan kondisi klien ditambah dengan riwayat
penyakit klien dan klien sempat masuk ruang perawatan covid.

4) Masalah yang mempengaruhi klien : kondisi kesehatannya saat ini


5) Mekanisme Koping terhadap stress
: ( ) Pemecahan masalah
( ) Makan
( ) Tidur
( ) Minum obat
(√) Cari pertolongan
( ) Lain-lain (Misal : marah, diam)

6) Persepsi klien terhadap penyakitnya :


a) Hal yang sangat dipikirkan saat ini :
Kondisi kesehatan dan ingin cepat
pulang
b) Harapan setelah menjalani perawatan :
Sehat kembali dan dapat beraktifitas seperti biasa
c) Perubahan yang dirasakan setelah jatuh sakit :
Kesulitan untuk bergerak karena sesak nafas, dan pergerakan dibatasi

7) Sistem nilai kepercayaan :


a) Nilai-nilai yang bertentangan dengan kesehatan :
Tidak ada nilai yang bertentangan
b) Aktivitas Agama / Kepercayaan yang dilakukan :
Sholat dan berdoa
8) Kondisi Lingkungan Rumah :
(Lingkungan rumah yang mempengaruhi kesehatan saat ini) :
Kondisi rumah bersih
4. Pengkajian Fisik :

a. Pemeriksaan Fisik Umum : BB klien sekarang 70 kg, BB sebelum


sakit 71 kg. TB: 167 cm IMT 25. Tidak ada pembesaran kelenjar getah
bening
b. Sistem Penglihatan : posisi mata simetris, kelopak mata normal,
pergerakan mata normal, konjungtiva merah muda, kornea normal, sklera
anikterik, pupil isokor tidak ada kelainan otot mata, fungsi pengliahatan
baik, klien tidak menggunakan kacamata atau lensa, tidak ada tanda-tanda
radang, reaksi terhadap cahaya +/+
c. Sistem Pendengaran : daun telinga kanan kiri baik, tidak ada serumen
dan cairan yang keluar dari telinga, kondisi telinga tengah juga baik, tidak
ada perasaan penuh di telinga tidak ada tinitus, fungsi pendengaran baik.
d. Sistem Wicara : Sistem wicara normal tidak ada kelainan
e. Sistem Pernafasan : Jalan Napas terdapat sputum, pernafasan sesak RR:
24x/menit, menggunakan otot bantu nafas, irama teratur, jenis pernafasan
spontan, kedalaman dangkal terdapat batuk, batuk disertai dahak, terdapat
sputum, sputum berwarna kuning kental, tidak terdapat darah, palpasi dada
tidak simetris, perkusi dada terdapat ronki, tidak ada nyeri saat bernafas,
klien terpasang nasal kamul 5 liter.
f. Sistem Kardiovaskuler : Td:141/78. nadi 86x/menit, irama teratur, denyut
lemah, tidak ada distensi vena jugularis, temperatur kulit hangat, warna
kulit kemerahan, pengisian kapiler <3 detik, tidak ada edema, tidak ada
bunyi tambahan dari jantung. Terdapat nyeri dada, nyeri ketika
beraktifitas, skla nyeri 3.
g. Sistem hematologi : klien tidak pucat, tidak ada perdarahan seperti
mimisan.
h. Sistem syarat pusat : klien dalam keadaan compos mentis, tidak ada
keluhan sakit kepala, tidak ada tanda tanda peningkatan TIK, tidak ada
gangguan sistem syaraf, pemeriksaan refleks normal.
i. Sistem pencernaan : tidak ada gigi caries, tidak menggunakan gigi palsu,
lidah tampak kotor, tidak ada muntah, ada mual, tidak ada nyeri pada
abdomen bising usus 15x/menit, tidak ada diare, tidak ada konstipasi,
hepar tidak teraba, abdomen lembek.
j. Sistem endokrin : tidak ada pembesaran kelenjar getah bening, nafas tidak
berbau keton, tidak ada luka gangren.
k. Sistem Urgonital: tidak ada keluhan pada BAK
l. Sistem integumen : Kulit elastis, temperatur kulit hangat, klien tidak pucat,
tidak ada kelainan kult.
m. Sistem muskuloskeletal : klien tidak ada kesulitan dalam bergerak,
kekuatan otot normal.
Data pemahaman tentang penyakit: klien mengatakan sudah paham mengenai kondisi
penyakitnya, krena memang sudah lama di deritanya. Klien dan keluarga hanya cemas
karena situasi pandemi, klien takut jika dirinya terserang covid-19.
5. Data Penunjang:
APTT 10 Januari 2021
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
APTT Pasien (CS-1600) 41,5 detik 27,7-40,7 detik
APTT Kontrol (CS- 33,0 detik
1600)
APTT 9 Januari 2021
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
APTT Pasien (CS-1600) 41,2 detik 27,7-40,7 detik
APTT Kontrol (CS- 31,9 detik
1600)
Lab 09 Januari 2021
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
BE (B) -5,70 mmol/L -2 - +3
Saturasi 98,20% 94,00-98,00
Na 132 mmol/L 135-147
K 4,0 mmol/L 3,5-5,0
Klorida 93 mmol/L 98-108
Urinalisa
Makroskopis Warna kuning Kuning
Kejernihan Jernis Jernih
Kimia Urin
Berat jenis 1034 1015-1025
Ph 5,5 4,8-7,4
Pemeriksaan d-Dimer 8 Januari 2021
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
d-Dimer 1,28 mg/LFEU < 0,55
APTT Pasien 43,1 detik 27,7-40,7 detik
APTT Kontrol 36,1 detik
Pemeriksaan APTT 07 Januari 2021
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
APTT Pasien (CS-1600) 52,2 detik 27,7-40,7 detik
APTT Kontrol (CS- 35,6 detik
1600)
Pemeriksaan Hematologi 06 Januari 2021
Pemeriksaan Hasil
Hemoglobin 13,8
Hematokrit 40
Eritrosit 4,7
Leukosit 8,48
Trombosit 780
Basofil 1
Eosinofil 2
Netrofil batang 0
Netrofil segmen 68
Limfosit 19
Monosit 10
LIA 1611
Netrofil Limfosit Rasio 3,58
APTT Pasien (CS-1600) 45,3
APTT Kontrol (CS- 35,7
1600)
Ph 7390
CO2 33,0
O2 141,0
HCO3 20,0
HCO3 Standar 21,7
Pemeriksaan BTA Sputum 5 Januari 2021
Pemeriksaan Hasil Nilai
Rujukan
Sediaan BTA 3x (sputum)
Mikro/Bakteriologi
BTA (GenXpert)
MTB Not Detected
Rif Resistance Not Detected

Sediaan BTA (Sputum 1)


Spesimen Sputum 1 pagi
Prosedur Pewarnaan Ziehl Neelsen
Hasil (-) tidak ditemukan BTA

Rontgen Thorax 27 Desember 2020


Pemeriksaan radiografi thorax, proyeksi AP dengan hati. Jantung tidak
membesar aorta dan mediastinum superior tidak melebar thrakea di garis
tengah, kedua hilus tidak menebal, infitrat halus di perifer dan para kardial
kanan. Sinus kostotrenikus lancip tulang-tulang tidak tampak kelainan jantung.

6. Terapi Obat
IVFD: NaCl 0,9% + Aminopilin /12 jam
Forosemid IV 1x 40 mg
Levofloxacin drip 1x750 mg
Meropenem 3x1gr /IV
Nace 3x 1 ampul (stop selasa, 12 Januari 2021)
OMZ 1x1 ampul
Ambroxol 3x1 tab
Curcuma PO 3x1 tab
B-complex PO 3x1 tab
Racikan PO 3x1
Asipilet PO 1x80 mg
CPG (sore) PO 1x75 mg
Vasisarfan PO 1x80 mg
Nitrokaf PO 2x25 mg
Cevofloxacin PO 1x500 mg (selasa, 12 Januari 2021)
Cefixime PO 2x200 mg (selasa, 12 Januari 2021)
Lanso PO 1x1 g (selasa, 12 Januari 2021)
N-ace PO 3x1 gr (selasa, 12 Januari 2021)
DATA FOKUS
DATA OBJEKTIF DATA SUBJEKTIF
- Td: 141/78 - Klien mengatakan rasa sesak sudah
jauh berkurang dari pertama kali di
- Nadi: 86x/menit rawat
- RR: 24x/menit - Klien mengatakan batuk masih ada
- S: 36 tetapi terkadang

- Klien terpasang oksigen nasal kanul - Klien mengatakan batuk disertai


5 liter dengan dahak

- Klien tampak sesekali batuk - Klien mengatakan dahak masih sulit


dikeluarkan
- Klien batuk disertai dengan dahak
- Klien mengatakan dahak berwarna
- menggunakan otot bantu nafas kekuningan
- suara nafas ronki - Klien mengatakan kehilangan nafsu
makan
- APTT Pasien 10 Januari 2021 41,5
detik - Klien mengatakan merasa mual
ketika melihat makanan
- A: BB saat ini: 70 kg
- Klien mengatakan makanan hanya
BB sebelum sakit : 69 kg
dihabuskan ¾ porsi tetapi jus di
TB: 167 cm
minum sampai habis
IMT : 25
LILA: 30 cm - Klien mengeluh nyeri pada bagian
BB ideal : (100-167)-(100- dada
167)x10% = 60,3 kg
- B: Pemeriksaan lab 6 Januari 2021 - Klien mengeluh nyeri ketika banyak
bergerak
Hb: 13,8
Ht : 40% - Klien mengatakan skala nyeri 3
Limfosit : 19
Trombosit 780
- C: terjadi penurunan BB pada klien
sebanyak 1 kg, ada mual pada klien,
klien hanya menghabiskan ¾ porsi
makanan.
- D : klien tidak memiliki alergi
terhadap makanan, diit yang
diberikan NB ekstrak jus pepaya.
- P : nyeri di bagian dada
- Q: nyeri seperti ditusuk tusuk
- R : nyeri menyebar sampai bagian
belakang
- S: skala nyeri 3
- T : nyeri hilang timbul, nyeri ketika
terlalu lelah bergerak
ANALISA DATA
DATA MASALAH ETIOLOGI
Data Subjektif:
- Klien mengatakan Bersihan Jalan nafas tidak Hipereksresi jalan nafas
rasa sesak sudah jauh efektif
berkurang dari
pertama kali di rawat
- Klien mengatakan
batuk masih ada
tetapi terkadang
- Klien mengatakan
batuk disertai dengan
dahak
- Klien mengatakan
dahak masih sulit
dikeluarkan
- Klien mengatakan
dahak berwarna
kekuningan
Data Objektif:
- Td: 141/78
- Nadi: 86x/menit
- RR: 24x/menit
- S: 36
- Klien terpasang
oksigen nasal kanul
5 liter
- Klien tampak
sesekali batuk
- Klien batuk disertai
dengan dahak
- menggunakan otot
bantu nafas
- suara nafas ronki
- APTT Pasien 10
Januari 2021 41,5
detik

Data Subjektif:
- Klien mengeluh
nyeri pada bagian Nyeri akut Agen pencedera fisiologis
dada
- Klien mengeluh
nyeri ketika banyak
bergerak
- Klien mengatakan
skala nyeri 3
Data Objektif:
- P : nyeri di bagian
dada
- Q: nyeri seperti
ditusuk tusuk
- R : nyeri menyebar
sampai bagian
belakang
- S: skala nyeri 3
- T : nyeri hilang
timbul, nyeri ketika
terlalu lelah bergerak
Data Subjektif:
- Klien mengatakan
kehilangan nafsu Resiko defisit nutrisi Faktor psikologis
makan (kehilangan nafsu makan)
- Klien mengatakan
merasa mual ketika
melihat makanan
- Klien mengatakan
makanan hanya
dihabuskan ¾ porsi
tetapi jus di minum
sampai habis
Data Objektif:
- A: BB saat ini: 70 kg
BB sebelum sakit :
69 kg
TB: 167 cm
IMT : 25
LILA: 30 cm
BB ideal : (100-
167)-(100-167)x10%
= 60,3 kg
- B: Pemeriksaan lab 6
Januari 2021
Hb: 13,8
Ht : 40%
Limfosit : 19
Trombosit 780
- C: terjadi penurunan
BB pada klien
sebanyak 1 kg, ada
mual pada klien,
klien hanya
menghabiskan ¾
porsi makanan.
- D : klien tidak
memiliki alergi
terhadap makanan,
diit yang diberikan
NB ekstrak jus
pepaya.
DIAGNOSA KEEPRAWATAN

No Diagnosa Keperawatan Tanggal ditemukan


.
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan 11 januari 2021
dengan hiperekeksresi jalan nafas
2. Nyeri akut berhubungan dengan agenpencedera 11 Januari 2021
fisiologis
3. Resiko defisit nutrisi berhubungan dengan faktor 11 Januari 2021
psikologis (kehilangan nafsu makan)
RENCANA KEPERAWATAN
No Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi
1. Bersihan Jalan nafas tidak Setelah Intervensi Utama: Manajemen
efektif berhubungan dilakukan Jalan nafas
dengan hipereksresi jalan tindakan Observasi:
nafas keeprawatan - Monitor pola napas
3x24 jam (frekuensi, kedalaman
bersihan jalan nafas)
nafas meningkat
dengan kriteria - Monitor bunyi nafas
hasil: - Monitor sputum
1. Produksi
sputum Terapeutik:
menurun - Pertahankan kepatenan
jalan nafas
2. Klien
bisa - Posisikan semi fowler
batuk
efektif - Berikan minum hangat

3. Frekuensi - Lakukan fisioterapi dada,


nafas jika perlu
membaik - Berikan oksigen, jika perlu
4. Tidak Edukasi:
ada suara - Anjurkan teknik batuk
ronki efektif
Kolaborasi:
- Kolaborasi pemberian
bronkodilator
Nace 3x 1 ampul
(stop selasa, 12
Januari 2021)
Ambroxol 3x1 tab
N-ace PO 3x1 gr
(selasa, 12 Januari
2021)
Cefixime PO
2x200 mg (selasa,
12 Januari 2021)
RENCANA KEPERAWATAN
No Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi
2. Nyeri akut berhubungan Setelah Intervensi utama: manajemen
dengan agen pencedera dilakukan nyeri
fisiologis tindakan Observasi
keperawata - Identifikasi lokasi,
n selama karakteriatik, durasi, frekuensi,
3x24 jam kualitas, intensitas nyeri
diharapkan - Identifikasi skala nyeri
nyeri - Identifikasi respons nyeri
berkurang non verbal
dengan Terapetik:
kriteria - Berikan teknik
hasil: nonfarmakologis untuk
- TTV mengurangi rasa nyeri (mis.
dalam batas TENS, hipnosis, teknik
normal imajinasi, terapi pijat, kompres
- Klien hangat/dingin)
dapat - Konrol lingkungan yang
mengontrol memperberat rasa nyeri (mis.
nyeri suhu ruangan, pencahayaan,
- Klien kebisingan)
dapat Edukasi:
melaporkan - Jelaskan penyebab periode,
nyeri dan pemicu nyeri
- Jelaskan strategi
meredakan nyeri
- Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
- Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
analgetik:
Asipilet PO 1x80
mg
CPG (sore) PO
1x75 mg
Nitrokaf PO 2x25
mg
RENCANA KEPERAWATAN
No Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi
3. Resiko defisit nutrisi Setelah dilakukan Intervensi utama: manajemen
berhubungan dengan tindakan nutrisi
faktor psikologis keperawatan 2x24 Observasi:
(kehilangan nafsu makan) jam status nutrisi - Identifikasi status nutrisi
membaik dengan
kriteria hasil: - Identifikasi alergi dan
1. Porsi intoleransi makanan
makanan Terapeutik:
yang - Lakukan oral hygine
dihabiskan sebelum makan
meningkat
- Berikan makanan tinggi
2. Nafsu serat
makan
membaik Edukasi:
- Anjurkan makan degan
3. Tidak ada
posisi duduk
keluhan
mual - Anjurkan makan sedikit
tapi sering
Kolaborasi:
- Kolaborasi pemberian
suplemen makanan
OMZ 1x1 ampul
Curcuma PO 3x1
tab
B-complex PO 3x1
tab
Lanso PO 1x1 g
(selasa, 12 Januari
2021)
TINDAKAN KEPERAWATAN
Tanggal No Dx Tindakan & Hasil
11 Januari Dx1 - Memonitor pola napas (frekuensi, kedalaman nafas)
2021
- Memonitor bunyi nafas
09.00 - Memonitor sputum
- Memberiksn Nace 3x 1 ampul/ IV Ambroxol 3x1 tab
Hasil :
- Klien mengatakan batuk disertai dengan dahak
- Klien mengatakan dahak masih sulit dikeluarkan
- Klien mengatakan dahak berwarna kekuningan
- RR: 24x/menit, nafas menggunakan otot bantu
pernafasan diafragma, bunyi nafas ronki, sputum
tampak berwarna kuning kental, klien tampak
kesulitan mengeluarkan dahak
- Obat sudah masuk melalui oral dan parenteral
- Klien terpasang nasal kanul 5 liter
09.10 Dx 2 - Mengidentifikasi lokasi, karakteriatik, durasi, frekuensi,
kualitas, intensitas nyeri
- Mengidentifikasi skala nyeri
- Mengidentifikasi respons nyeri non verbal
- Mengajarkan teknik nafas dalam
- Memberikan obat Asipilet PO 1x80 mg, Nitrokaf PO
2x25 mg
Hasil :
- Klien mengeluh nyeri pada bagian dada
- Klien mengeluh nyeri ketika banyak bergerak
- Klien mengatakan skala nyeri 3
- Klien mengatakan nyeri menyebar sampai bagian
belakang punggung
- Klien mengatakan bisa menggunakan teknik nafas
dalam untuk mengurangi nyeri
- P : nyeri di bagian dada
- Q: nyeri seperti ditusuk tusuk
- R : nyeri menyebar sampai bagian belakang
- S: skala nyeri 3
- T : nyeri hilang timbul, nyeri ketika terlalu lelah
bergerak
- Klien sesekali meringis sambil memegangi dadanya
- Obat sudah masuk melalui oral dan parenteral
09.15 Dx 3 - Mengidentifikasi alergi dan intoleransi makanan
- Memberikan OMZ 1x1 ampul, Curcuma PO 3x1 tab,
B-complex PO 3x1 tab
Hasil:
- Klien mengatakan tidak memiliki alergi terhadap
makanan, klien mengatakan tidak ada pantangan
makanan dari dokter
- Obat sudah masuk melalui oral dan parenteral
EVALUASI KEPERAWATAN
No.D Tanggal Evaluasi Hasil
x
1. 11 S:
Januari - Klien mengatakan batuk disertai dengan dahak
- Klien mengatakan dahak masih sulit dikeluarkan
- Klien mengatakan dahak berwarna kekuningan
O:
- RR: 24x/menit, nafas menggunakan otot bantu pernafasan
diafragma, bunyi nafas ronki, sputum tampak berwarna kuning
kental, klien tampak kesulitan mengeluarkan dahak
- Obat sudah masuk melalui oral dan parenteral
- Klien terpasang nasal kanul 5 liter
A: Masalah belum teratasi
P : monitor pola nafas, suara nafas, sputum, ajarkan teknik batuk
efektif, lanjutkan pemberian obat, Nace/Iv stop ganti N-ace PO 3x1 gr
dan Cefixime PO 2x200 mg, turunkan oksigen secara bertahap

2. S:
- Klien mengeluh nyeri pada bagian dada
- Klien mengeluh nyeri ketika banyak bergerak
- Klien mengatakan skala nyeri 3
- Klien mengatakan nyeri menyebar sampai bagian belakang
punggung
- Klien mengatakan bisa menggunakan teknik nafas dalam untuk
mengurangi nyeri
O:
- P : nyeri di bagian dada
- Q: nyeri seperti ditusuk tusuk
- R : nyeri menyebar sampai bagian belakang
- S: skala nyeri 3
- T : nyeri hilang timbul, nyeri ketika terlalu lelah bergerak
- Klien sesekali meringis sambil memegangi dadanya
- Obat sudah masuk melalui oral dan parenteral
A: Masalah belum teratasi
P: identifikasi pqrst nyeri, lanjutkan pemberian obat
3. S:
- Klien mengatakan tidak memiliki alergi terhadap makanan,
klien mengatakan tidak ada pantangan makanan dari dokter
O:
- Obat sudah masuk melalui oral dan parenteral
A: Masalah belum teratasi
P: monitor porsi makanan, anjurkan makan sedikit tapi sering,
lanjutkan pemberian obat tambahkan Lanso PO 1x1 g
TINDAKAN KEPERAWATAN
Tanggal No Dx Tindakan & Hasil
12 Januari Dx1 - Memonitor pola napas (frekuensi, kedalaman nafas)
2021
- Memonitor bunyi nafas
09.00 - Memonitor sputum
- Memberiksn Ambroxol 3x1 tab N-ace PO 3x1 gr
- Cefixime PO 2x200 mg
Hasil :
- Klien mengatakan batuk disertai dengan dahak
- Klien mengatakan dahak masih sulit dikeluarkan
- Klien mengatakan dahak mulai sedikit dan berwarna
kuning terang tidak sekental kemarin
- RR: 24x/menit, nafas menggunakan otot bantu
pernafasan diafragma, bunyi nafas ronki, sputum
tampak berwarna kuning dan sudah tidak sekental
kemarin
- Obat sudah masuk melalui oral dan parenteral
- Klien terpasang nasal kanul 4 liter
09.10 Dx 2 - Mengidentifikasi lokasi, karakteriatik, durasi, frekuensi,
kualitas, intensitas nyeri
- Mengidentifikasi skala nyeri
- Mengidentifikasi respons nyeri non verbal
- Mengajarkan teknik nafas dalam
- Memberikan obat Asipilet PO 1x80 mg, Nitrokaf PO
2x25 mg
Hasil :
- Klien mengeluh nyeri pada bagian dada
- Klien mengatakan skala nyeri 2
- Klien mengatakan nyeri menyebar sampai bagian
belakang punggung
- Klien mengatakan bisa menggunakan teknik nafas
dalam untuk mengurangi nyeri
- TD: 130/78 N: 81x/menit RR: 24x/menit S: 36,2
- P : nyeri di bagian dada
- Q: nyeri seperti ditusuk tusuk
- R : nyeri menyebar sampai bagian belakang
- S: skala nyeri 3
- T : nyeri hilang timbul, nyeri ketika terlalu lelah
bergerak
- Klien sesekali meringis sambil memegangi dadanya
- Obat sudah masuk melalui oral dan parenteral
09.15 Dx 3 - Mengobservasi porsi makan yang dihabiskan
- Memberikan OMZ 1x1 ampul, Curcuma PO 3x1 tab,
B-complex PO 3x1 tab, lanso PO 1x1 gr
Hasil:
- Klien mengatakan masih terasa mual sehingga hanya
mengahbiskan ¾ porsi makanan
- Klien tampak menghabiskan ¾ porsi makanan, jus
tampak habis
- Obat sudah masuk melalui oral dan parenteral
18.00 Dx 1 - Mengajarkan teknik batuk efektif
Hasil:
- Klien mengatakan bisa menggunakan batuk efektif
tetapi masih kesulitan dalam mengelurkan dahak
- Klien tampak bisa menggunakan batuk efektif
- Tidak ada dahak yang keluar setelah batuk efektif
18.05 Dx2 - Memberikan obat CPG PO
Hasil :
- Obat sudah masuk melalui oral
18.00 Dx 3 - Menganjurkan makan sedikit tapi sering
Hasil :
- Klien mengatakan akan mencoba makan sedikit demi
sedikit
- Klien tampak paham tentang anjuran yang diberikan
EVALUASI KEPERAWATAN
No.D Tanggal Evaluasi Hasil
x
1. 12 S:
Januari - Klien mengatakan batuk disertai dengan dahak
- Klien mengatakan dahak masih sulit dikeluarkan
- Klien mengatakan dahak mulai sedikit dan berwarna kuning
terang tidak sekental kemarin
- Klien mengatakan bisa menggunakan batuk efektif tetapi
masih kesulitan dalam mengelurkan dahak
O:
- RR: 24x/menit, nafas menggunakan otot bantu pernafasan
diafragma, bunyi nafas ronki, sputum tampak berwarna kuning
dan sudah tidak sekental kemarin
- Obat sudah masuk melalui oral dan parenteral
- Klien terpasang nasal kanul 4 liter
- Klien tampak bisa menggunakan batuk efektif
- Tidak ada dahak yang keluar setelah batuk efektif
A: Masalah belum teratasi
P : monitor pola nafas, suara nafas, sputum, ajarkan kembali teknik
batuk efektif,anjurkan minum air hangat sebelum batuk efektif
lanjutkan pemberian obat, Nace/Iv stop ganti N-ace PO 3x1 gr dan
Cefixime PO 2x200 mg, turunkan oksigen secara bertahap, klien
rencana pulang besok pukul 15.00

2. S:
- Klien mengeluh nyeri pada bagian dada
- Klien mengatakan skala nyeri 2
- Klien mengatakan nyeri menyebar sampai bagian belakang
punggung
- Klien mengatakan bisa menggunakan teknik nafas dalam untuk
mengurangi nyeri
O:
- TD: 130/78 N: 81x/menit RR: 24x/menit S: 36,2
- P : nyeri di bagian dada
- Q: nyeri seperti ditusuk tusuk
- R : nyeri menyebar sampai bagian belakang
- S: skala nyeri 2
- T : nyeri hilang timbul, nyeri ketika terlalu lelah bergerak
- Klien sesekali meringis sambil memegangi dadanya
- Obat sudah masuk melalui oral dan parenteral
A: Masalah teratasi sebagian
P: identifikasi pqrst nyeri, lanjutkan pemberian obat, klien rencana
pulang besok pukul 15.00
3. S:
- Klien mengatakan masih terasa mual sehingga hanya
mengahbiskan ¾ porsi makanan
- Klien mengatakan akan mencoba makan sedikit demi sedikit
O:
- Obat sudah masuk melalui oral dan parenteral
- Klien tampak menghabiskan ¾ porsi makanan, jus tampak
habis
- Obat sudah masuk melalui oral dan parenteral
A: Masalah teratasi sebagian
P: monitor porsi makanan, anjurkan makan sedikit tapi sering,
lanjutkan pemberian obat tambahkan Lanso PO 1x1 g, klien rencana
pulang besok pukul 15.00
TINDAKAN KEPERAWATAN
Tanggal No Dx Tindakan & Hasil
13 Januari Dx1 - Memonitor pola napas (frekuensi, kedalaman nafas)
2021
- Memonitor bunyi nafas
09.00 - Memonitor sputum
- Memberiksn Ambroxol 3x1 tab N-ace PO 3x1 gr
- Cefixime PO 2x200 mg
Hasil :
- Klien mengatakan batuk disertai dengan dahak
- Klien mengatakan dahak mulai sedikit dan berwarna
bening sedikit kuning tidak sekental kemarin
- Klien mengatakan rencana pulang dan sudah memiliki
oksigen di rumah
- RR: 23x/menit, nafas menggunakan otot bantu
pernafasan diafragma, bunyi nafas ronki, sputum
tampak berwarna bening sedikit kuning dan sudah
tidak sekental kemarin
- Obat sudah masuk melalui oral dan parenteral
- Klien terpasang nasal kanul 3 liter
09.10 Dx 2 - Mengidentifikasi lokasi, karakteriatik, durasi, frekuensi,
kualitas, intensitas nyeri
- Mengidentifikasi skala nyeri
- Mengidentifikasi respons nyeri non verbal
- Mengajarkan teknik nafas dalam
- Memberikan obat Asipilet PO 1x80 mg, Nitrokaf PO
2x25 mg
Hasil :
- Klien mengeluh nyeri pada bagian dada
- Klien mengatakan skala nyeri 2
- Klien mengatakan nyeri menyebar sampai bagian
belakang punggung
- Klien mengatakan bisa menggunakan teknik nafas
dalam untuk mengurangi nyeri
- Td: 129/80 N: 76x/menit RR: 23x/menit S:36,4
- P : nyeri di bagian dada
- Q: nyeri seperti ditusuk tusuk
- R : nyeri menyebar sampai bagian belakang
- S: skala nyeri 2
- T : nyeri hilang timbul, nyeri ketika terlalu lelah
bergerak
- Klien sesekali meringis sambil memegangi dadanya
- Obat sudah masuk melalui oral dan parenteral
09.15 Dx 3 - Mengobservasi porsi makan yang dihabiskan
- Memberikan OMZ 1x1 ampul, Curcuma PO 3x1 tab,
B-complex PO 3x1 tab, lanso PO 1x1 gr
Hasil:
- Klien mengatakan masih terasa mual sehingga hanya
mengahbiskan ¾ porsi makanan
- Klien tampak menghabiskan ¾ porsi makanan, jus
tampak habis
- Obat sudah masuk melalui oral dan parenteral
14.00 Dx 1 - Mengajarkan kembali teknik batuk efektif dan
menyarankan minum air hangat
Hasil:
- Klien mengatakan bisa menggunakan batuk efektif
dan dahak sudah mulai ada yang keluar
- Klien tampak bisa menggunakan batuk efektif
EVALUASI KEPERAWATAN
No.D Tanggal Evaluasi Hasil
x
1. 13 S:
Januari - Klien mengatakan batuk disertai dengan dahak
- Klien mengatakan dahak mulai sedikit dan berwarna bening
sedikit kuning tidak sekental kemarin
- Klien mengatakan rencana pulang dan sudah memiliki oksigen
di rumah
- Klien mengatakan bisa menggunakan batuk efektif dan dahak
sudah mulai ada yang keluar
O:
- RR: 23x/menit, nafas menggunakan otot bantu pernafasan
diafragma, bunyi nafas ronki, sputum tampak berwarna bening
sedikit kuning dan sudah tidak sekental kemarin
- Obat sudah masuk melalui oral dan parenteral
- Klien terpasang nasal kanul 3 liter
- Klien tampak bisa menggunakan batuk efektif
A: Masalah teratasi sebagian
P : lanjutkan intervensi di rumah:
- Anjurkan minum air hangat
- Anjurkan menggunakan teknik batuk efektif di rumah
- Obat pulang
Ambroxol 3x1 tab
Curcuma PO 3x1 tab
B-complex PO 3x1 tab
Asipilet PO 1x80 mg
CPG (sore) PO 1x75 mg
Vasisarfan PO 1x80 mg
Nitrokaf PO 2x25 mg
Cevofloxacin PO 1x500 mg
Cefixime PO 2x200 mg
Lanso PO 1x1 g
N-ace PO 3x1 gr
2. S:
- Klien mengeluh nyeri pada bagian dada
- Klien mengatakan skala nyeri 2
- Klien mengatakan nyeri menyebar sampai bagian belakang
punggung
- Klien mengatakan bisa menggunakan teknik nafas dalam untuk
mengurangi nyeri
O:
- Td: 129/80 N: 76x/menit RR: 23x/menit S:36,4
- P : nyeri di bagian dada
- Q: nyeri seperti ditusuk tusuk
- R : nyeri menyebar sampai bagian belakang
- S: skala nyeri 2
- T : nyeri hilang timbul, nyeri ketika terlalu lelah bergerak
- Klien sesekali meringis sambil memegangi dadanya
- Obat sudah masuk melalui oral dan parenteral
A: Masalah teratasi sebagian
P: lanjutkan intervensi dirumah
- Obat pulang
Ambroxol 3x1 tab
Curcuma PO 3x1 tab
B-complex PO 3x1 tab
Asipilet PO 1x80 mg
CPG (sore) PO 1x75 mg
Vasisarfan PO 1x80 mg
Nitrokaf PO 2x25 mg
Cevofloxacin PO 1x500 mg
Cefixime PO 2x200 mg
Lanso PO 1x1 g
N-ace PO 3x1 gr
3. S:
- Klien mengatakan masih terasa mual sehingga hanya
mengahbiskan ¾ porsi makanan
O:
- Klien tampak menghabiskan ¾ porsi makanan, jus tampak
habis
- Obat sudah masuk melalui oral dan parenteral
A: Masalah teratasi sebagian
P: lanjutkan intervensi di rumah
- Anjurkan makan makanan tinggi serat tinggi protein
- Anjurkan makan sedikit tapi sering
- Obat pulang:
Ambroxol 3x1 tab
Curcuma PO 3x1 tab
B-complex PO 3x1 tab
Asipilet PO 1x80 mg
CPG (sore) PO 1x75 mg
Vasisarfan PO 1x80 mg
Nitrokaf PO 2x25 mg
Cevofloxacin PO 1x500 mg
Cefixime PO 2x200 mg
Lanso PO 1x1 g
N-ace PO 3x1 gr
BAB IV

PEMBAHASAN

Pada kasus Tn. E ini penyakit PPOK muncul karena kebiasaan Tn. E yaitu merokok.

Pada saat pengkajian Tn. E mengaku sebelum dinyatakan memiliki penyakit PPOK pada

tahun 2017, beliau adalah perokok aktif selama 10 tahun. Gejala yang muncul awalnya

adalah sesak nafas.

Teori menyatakan bahwa masalah utama yang muncul pada kasus PPOK adalah

bersihan jalan nafas, pola nafas tidak efektif, dan juga nyeri akut. Pada Tn. E dengan penyakit

PPOK masalah keperawatan yang muncul adalah bersihan jalan nafas tidak efektif

berhubungan dengan hipereksresi jalan nafas, nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera

fisiologis, dan resiko defisit nutrisi berhubungan dengan factor psikologis (keengganan untuk

makan).

Tindakan keperawatan yang dilakukan untuk diagnosa prioritas yaitu, bersihan jalan

nafas adalah monitor suara nafas, dpola nafas, dan sputum yang keluar. Setelah tindakan

tersebut dilakukan tindakan kolaborasi yang dilakukan adalah pemberian oksigen untuk

membantu pernafasan dan juga pemberian bronkodilator. Pemberian bronkodilator berfungsi

sebagai pengencer sputum di dalam rongga pernafasan.

Masalah keperawatan kedua yang diangkat adalah nyeri akut. Karena pada kasusu

PPOK biasanya disertai dengan nyeri ketika bernafas atau di sertai dengan penyakit

komplikasi gagal jantung atau infark miokard. Pada kasus Tn. E, klien memiliki riwayat

penyakit hipertensi sehingga klien mengeluh nyeri disekitar dada dan menjalar hingga ke

bagian punggung. Keluhan tersebut merupakan salah satu gejala gagal ginjal, sehingga

tindakan keperawatan yang dilakukan selain mengkaji nyeri adalah mengedukasi klien untuk
menggunakan teknik relaksasi nafas dalam untuk mengurangi nyeri, dan berkolaborasi

dengan dokter untuk memberikan analgetik dan juga obat obatan golongan diuretic.

Masalah keperawatan terakhir yag diangkat adalah resiko defisit nutrisi karena klien

mengalami penurunan nafsu makan, dan juga mual. Tindakan keperawatan yang dilakukan

secara mandiri adalah menganjurkan klien untuk makan sedikit tapi sering, mengidentifikasi

status nutrisi, mengidentifikasi porsi makan yang dihabiskan. Sedangkan untuk tindakan

kolaborasi yang dilakukan adalah dengan menghidangkan makanan sesuai kebutuhan gizi

klien yang berkolaborasi dengan tim ahli gizi dan juga pemberian obat obatan untuk

menambah nafsu makan yang berkolaborasi dengan dokter.


BAB V

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Penyakit paru obstruktif kronis atau sering disingkat PPOK adalah istilah yang

digunakan untuk sejumlah penyakit yang menyerang paru-paru untuk jangka panjang.

Merokok merupakan resiko utama terjadinya Penyakit Paru Obstruktif Kronik

(PPOK). Sejumlah zat iritan yang ada didalam rokok menstimulasi produksi mukus

berlebih, batuk, merusak fungsi silia, menyebabkan inflamasi, serta kerusakan

bronkiolus dan dinding alveolus.

Pada kasus Tn. E, PPOK muncul karena kebiasan merokok. Diagnosa

keperawatan yang diangkat adalah bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan

dengan hipereksresi jalan nafas, nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera

fisiologis dan resiko defisit nutrisi

3.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas, maka penulis menyampaikan saran antara lain :

1. Bagi Keluarga Klien

Dengan adanya bimbingan yang dilakukan oleh perawat dan penulis selama

proses pemberian asuhan keperawatan, diharapkan keluarga klien ikut berpartisipasi

dalam perawatan dan pengobatan dalam supaya lebih mengutamakan pencegahan

terjadinya penyakit yang sama dengan melaksanakan peraturan yang telah ditetapkan

di ruangan.

2. Bagi Institusi Pendidikan

Intitusi diharapkan bisa lebih meningkatkan pengayaan, penerapan dan

pengajaran asuhan keperawatan bagi mahasiswanya, pengabdian masyarakat dengan


penyuluhan tentang masalah pencegahan serta perawatan PPOK penambahan sarana

dan prasarana yang dapat menunjang ketrampilan mahasiswanya dalan segi

knowledge, afektif dan psikomotor serta skillstation.


DAFTAR PUSTAKA

Kemenkes. 2020. Apa itu PPOK. Diakses melalui www.p2ptm.kemkes.go.id pada 17 Januari

2021

Paramitha. 2020. BAB II. Diakses melalui repository.unimus.ac.id pada 17 Januari 2021

Riskiani. 2018. BAB II. Diaskses melalui eprints.poltekkesjogja.ac.id pada 17 Januari 2021

Scrib.id. 2017. Pathway PPOK. Diakses melalui id.scribd.com pada 16 Januari 2021

Septiadi. 2018. BAB II. Diakses melalui repository.unimus.ac.id pada 17 Januari 2021

Tim progja SDKI DPP PPNI (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan

indikator diagnostik, Jakarta : Dewan pengurus PPNI

Tim progja SIKI DPP PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan

Tindakan Keperawatan, Jakarta : Dewan pengurus PPNI

Tim progja SLKI DPP PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi dan

Kriteria Hasil Keperawatan, Jakarta : Dewan pengurus PPNI

Anda mungkin juga menyukai