Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kimia analitik adalah cabang dari ilmu kimia yang mendasari pemisahan
dan metode-metode yang digunakan untuk menetapkan komposisi bahan. Kimia
analitik terbagi menjadi dua bidang yaitu analisis kualitatif dan analisis kuantitatif.
Analisis kualitatif bertujuan untuk mengidentifikasi zat-zat kimia yang terkandung
dalam suatu sampel sedangkan analisis kuantitatif bertujuan untuk mengetahui
berapa jumlah suatu zat yang terkandung dalam suatu sampel. Terdapat dua
metode analisis kuantitatif yaitu volumetrik (titrimetrik) dan gravimetrik.
Metode volumetrik (titrimetrik) dapat diklasifikasikan kedalam empat
kategori yaitu titrasi asam-basa, oksidasi-reduksi, pengendapan, dan pembentukan
kompleks. Titrasi asam-basa atau yang sering disebut titrasi asidi-alkalimetri
merupakan penetapan konsentrasi suatu zat (analit) yang dapat berupa asam/basa
dengan cara mereaksikan sejumlah volume dari titran yang telah diketahui
konsentrasinya.
Terdapat dua jenis titrasi penetralan yaitu asidimetri dan alkalimetri.
Asidimetri adalah titrasi penetralan yang melibatkan basa dan asam yang telah
diketahui konsentrasinya. Alkalimetri adalah titrasi penetralan yang melibatkan
asam dan basa yang telah diketahui konsentrasinya.
Prinsip dari titrasi penetralan adalah mereaksikan sejumlah volume dari
titran (dapat berupa asam/basa) yang telah diketahui konsentrasinya dengan
sejumlah volume dari analit (dapat berupa asam/basa) yang konsentrasinya belum
diketahui.
Pupuk ZA atau amonium sulfat merupakan pupuk kimia buatan yang
dibuat dari amonia dan asam sulfat. Pupuk ZA diperlukan untuk memenuhi
kebutuhan unsur hara Nitrogen dan Belerang untuk tanaman.
Pada praktikum ini, akan digunakan metode titrasi penetralan alkalimetri
untuk menentukan konsentrasi dari HCl dengan Na2CO3 sebagai larutan baku.
Berdasarkan standarisasi larutan HCl maka dapat digunakan untuk menentukan
kadar NH3 yang terkandung dalam pupuk ZA.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana cara membuat dan menentukan standarisasi larutan HCl?
2. Berapa kadar NH3 yang terkandung dalam pupuk ZA?

1.3 Tujuan
1. Membuat dan menentukan standarisasi larutan HCl
2. Menentukan kadar NH3 dalam pupuk ZA
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Metode Analisis Kimia


Pada dasarnya konsep analisis kimia dapat dibagi menjadi 2 bagian yaitu:
analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Analisis kualitatif yaitu metode analisis
kimia yang berhubungan dengan identifkasi suatu zat atau campuran yang tidak
diketahui. Analisis kuantitatif yaitu metode analisis kimia yang menyangkut
penentuan jumlah zat tertentu yang ada dalam suatu sampel.
Zat yang ditetapkan dalam analisis kuantitatif sering disebut sebagai analit
atau konstituen yang menyusun entah sebagian kecil atau sebagian besar sampel
yang dianalisis. Klasifikasi dari seberapa banyak konstituen dalam sampel dibagi
menjadi empat yaitu, konstituen utama (menyusun lebih dari 1% dari sampel),
konstituen minor (menyusun berkisar 0,01 sampai 1% dari sampel), dan
konstituen perunut (zat yang hadir kurang dari 0,01% dari sampel). Terdapat
klasifikasi lain dalam kimia analisis kuantitatif selain seberapa banyak zat yang
ditetapkan yaitu klasifikasi yang didasarkan pada ukuran dari sampel yang
tersedia untuk dianalisis (Day dan Underwood, 1998)
2.2 Titrasi Penetralan
Analisis dengan metode titrimetrik didasarkan paada reaksi kimia seperti:
Aa + tT → produk
Dimana a molekul analit A, bereaksi dengan t molekul pereaksi T. Pereaksi T
yang disebut titran, ditambahkan secara kontinu, biasanya dari sebuah buret,
dalam wujud larutan yang konsentrasinya diketahui. Larutan ini disebut larutan
standar, dan konsentrasinya ditentukan dengan sebuah proses yang dinamakan
standarisasi. Penambahan dari titran tetap dilakukan sampai jumlah T secara
kimiawi sama dengan yang telah ditambahkan kepada A. (Day dan Underwood,
1998)
Prinsip titrasi penetralan adalah mereaksikan sejumlah volume dari titran
(dapat berupa asam/basa) yang telah diketahui konsentrasinya denan sejumlah
volume dari analit (dapat berupa asam/basa) yang belum diketahui
konsentrasinya. Terdapat dua jenis titrasi penetralan yakni Asidimetri dan
Alkalimetri. Asidimetri adalah titrasi penetralan yang melibatkan basa dan asam
yang telah diketahui konsentrasinya. Alkalimetri adalah titrasi penetralan yang
melibatkan asam dan basa yang telah diketahui konsentrasinya.
Pada titrasi penetralan, dikenal istilah larutan baku dan larutan standar.
Larutan baku ialah larutan yang konsentrasinya secara pasti diketahui atau dibuat
dengan cara menimbang dan mengencerkannya sedangkan larutan standar adalah
larutan yang konsentrasinya diketahui melalui proses standarisasi. Standardisasi
larutan merupakan proses saat konsentrasi larutan standar sekunder ditentukan
dengan tepat dengan cara mentitrasi dengan larutan standar primer (Kenkel,
2003).
Reaksi netralisasi dapat dipakai untuk menentukan konsentrasi larutan
asam atau basa. Caranya dengan menambahkan setetes demi setetes larutan basa
kepada larutan asam. Setiap basa yang diteteskan bereaksi dengan asam, dan
penetesan dihentikan pada saat jumlah mol H+ setara dengan mol OH- .Pada saat
itu larutan  bersifat netral dan disebut titik ekivalen. Cara seperti ini disebut titrasi,
yaitu analisis dengan mengukur jumlah larutan yang diperlukan untuk bereaksi
tepat sama dengan larutan lain. Analisis ini disebut juga analisis volumetri, karena
yang diukur adalah volume larutan basa yang terpakai dengan volume tertentu
larutan asam (Syukri, S. 1999).
Persyaratan untuk reaksi yang digunakan dalam titrasi titrimetrik:
– Reaksi tersebut harus diproses sesuai persamaan kimiawi tertentu.
– Reaksi tersebut harus diproses sampai benar-benar selesai pada titik
ekivalensi.
– Harus tersedia beberapa metode untuk menentukan kapan titik
ekivalensi tercapai.
– Diharapkan reaksi tersebut berjalan cepat,sehingga titrasi dapat
diselesaikan dalam beberapa menit. (Day dan Underwood, 1998)
Berikut ini adalah kelebihan dan kekurangan dari titrasi
a) Kelebihan
Reaksinya berlansung cepat, tidak terjadi reaksi campuran
yang dapat menyebapkan terganggunya penelitian dan Reaksinya
sederhana serta dapat dinyatakan dengan persamaan reaksi
b) Kekurangan
Memerlukan waktu relatif lama untuk perhitungan atau
penentuan nilai kadar kosentrasi larutan dan tergantung pada
ketelitian masing-masing individu dan kesalahan individu dalam
membaca skala volume buret dan ketelitian dalam penimbangan
(Khopkar, 2003)
2.3 Indikator
Pada tahap titrasi, hal yang penting untuk diperhatikan adalah pemilihan
indikator. Indikator akan berubah warna saat proses titrasi dan menandakan bahwa
telah tercapainya titik akhir. Titik akhir titrasi adalah titik pada saat titrasi
diakhiri/dihentikan. Dalam titrasi biasanya diambil sejumlah alikuot tertentu yaitu
bagian dari keseluruhan larutan yang dititrasi kemudian dilakukan proses
pengenceran(Harjadi, 1990). Titik akhir diharapkan sedekat mungkin dengan titik
ekivalen. Indikator akan berubah warna pada pH tertenu. Sehingga indikator
memiliki range pH yang membuatnya berubah warna. Perubahan pH yang besar
yang terjadi dalam titrasi untuk menentukan saat kapan titik ekivalen tercapai.
Dalam titrasi asam basa tidak lepas dari penggunaan indikator. Indikator
asam-basa (disebut juga Indikator pH) adalah senyawa halokromik yang
ditambahkan dalam jumlah kecil ke dalam sampel, umumnya adalah larutan yang
akan memberikan warna sesuai dengan kondisi pH larutan tersebut. Pada
temperatur 25° Celsius, nilai pH untuk larutan netral adalah 7,0. Di bawah nilai
tersebut larutan dikatakan asam, dan di atas nilai tersebut larutan dikatakan basa.
Kebanyakan senyawa organik yang dihasilkan makhluk hidup mudah melepaskan
proton (bersifat sebagai asam Lewis), umumnya asam karboksilat dan amina,
sehingga indikator asam-basa banyak digunakan dalam bidang biologi dan kimia
analitik. Mekanisme perubahan warna oleh indikator adalah reaksi asam-basa,
pembentukan kompleks, dan reaksi redoks (Schwarzenbach, 1957)
Kesetimbangan ionisasi indikator sebagai asam organik lemah dapat
dijelaskan melalui persamaan berikut:
HIn (aq)  H+(aq) + In-(aq)
Warna A Warna B
Letak kesetimbangan bergantung pada pH lingkungan, dalam lingkungan asam,
kesetimbangan bergeser ke kiri sehingga warna larutan sama dengan warna A
sedang dalam lingkungan basa, kesetimbangan bergeser ke kanan sehingga warna
larutan samadengan warna B.
Indikator pH secara umum digunakan dalam teknik titrasi kimia analitik
dan biologi untuk menentukan reaksi kimia (Shevla, 1985). Karena pilihan
subyektif (penentuan) warna, indikator pH tidak memberi hasil pembacaan yang
presisi. Untuk mengukur pH secara presisi, suatu pH meter biasanya digunakan.
Terkadang, pencampuran beberapa indikator berbeda digunakan untuk
menghasilkan perubahan warna pada rentang nilai pH yang lebar. Indikator
komersil tersebut (misalnya indikator universal) digunakan hanya ketika
membutuhkan pengetahuan kasar mengenai pH.
Tabel berikut adalah indikator yang biasa digunakan di laboratorium.
Indikator biasanya memberi perubahan warna pada nilai pH yang tertulis pada
nilai transisi

Tabel 1. Beberapa indikator pH yang umum digunakan di laboratorium


Warna pada pH Batas transisi Batas transisi Warna pada pH
Indikator
batas bawah bawah atas batas atas
Gentian violet
Kuning 0.0 2.0 biru-violet
(Metil ungu 10B)
Malasit hijau
Kuning 0.0 2.0 Hijau
(transisi pertama)

Malasit hijau
Hijau 11.6 14.0 tak berwarna
(transisi kedua)
Timol biru (transisi
Merah 1.2 2.8 kuning
pertama)
Timol biru
kuning 8.0 9.6 Biru
(transisi kedua)
Metil kuning Merah 2.9 4.0 kuning
Bromofenol biru Kuning 3.0 4.6 Biru
Merah kongo biru-violet 3.0 5.0 merah
Metil jingga Merah 3.1 4.4 kuning
Bromokresol hijau Kuning 3.8 5.4 biru
Metil merah merah 4.4 6.2 kuning
Metil ungu ungu 4.8 5.4 hijau
Azolitmin merah 4.5 8.3 biru
Bromokresol ungu kuning 5.2 6.8 ungu
Bromotimol biru kuning 6.0 7.6 biru
Fenol merah kuning 6.4 8.0 merah
Merah netral merah 6.8 8.0 kuning
biru
Naftolftalein merah pucah 7.3 8.7
kehijauan
ungu-
Kresol merah kuning 7.2 8.8
kemerahan
tidak
Kresolftalein 8.2 9.8 ungu
berwarna
tidak ungu-merah
Fenolftalein 8.3 10.0
berwarna muda
tidak
Timolftalein 9.3 10.5 biru
berwarna
Alizarin kuning R kuning 10.2 12.0 mermerah
Indigo carmine biru 11.4 13.0 kuning
(Douglas, 2000)

Pada praktikum ini digunakan indikator metil jingga yang merupakan basa
dan berwarna kuning dalam bentuk molekulnya.

Gambar 1. Indikator metil jingga

2.4 Aplikasi Titrasi Penetralan untuk Menentukan Kadar NH3 dalam pupuk
ZA
Pupuk ZA atau Ammonium Sulfat merupakan pupuk kimia buatan yang
dibuat dari amoniak dan asam sulfat. Pupuk ZA diperlukan tanaman untuk
memenuhi kebutuhan unsur hara Nitrogen (N) dan belerang (S). Untuk
nitrogennya sebesar 21% dan sulfur sebesar 24%.
Pupuk ZA aman digunakan untuk semua jenis tanaman. Manfaat dari
pupuk ZA adalah dapat meningkatkan produksi dan kualitas panen,menambah
daya tahan tanaman terhadap gangguan hama,penyakit,dan kekeringan,serta
memperbaiki rasa dan warna hasil panen.
Pada praktikum ini, akan menentukan kadar NH3 pada pupuk ZA dengan
cara titrasi. Pupuk ZA ((NH4)2SO4) direaksikan dengan basa kuat NaOH sehingga
dihasilkan gas NH3. Gas amonia yang dihasilkan dibebaskan dengan pemanasan.
Sisa basa yang tidak bereaksi dititrasi dengan asam klorida. Sehingga untuk
menentukan kadar NH3 dengan cara menghitung jumlah NaOH yang bereaksi.
Jumlah NaOH yang bereaksi didapatkan dari mol mula-mula NaOH
dikurangi dengan mol sisa NaOH. Mol sisa dari NaOH dapat diketahui dengan
cara mentitrasi dengan HCl. Karena mol ekivalen NaOH sama dengan mol
ekivalen HCl pada saat titik ekivalen titrasi.
Rumus perhitungan dalam menentukan kadar NH3 pada pupuk ZA adalah:
 Mol = gr/BM
 BE = BM/n
 N = (mol x a)/V
 V1 x N1 = V2 x N2
 %NH3 = (gr NH3 x gr (NH4)2SO4 ) x 100%
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Alat
1. Labu ukur 100 mL 1 buah
2. Pipet tetes 5 buah
3. Erlenmeyer 100 mL 3 buah
4. Buret 1 buah
5. Gelas ukur 10 mL 1 buah
6. Statif 1 buah
7. Klem 1 buah
8. Corong 1 buah
9. Gelas kimia 100 mL 1 buah
10. Pembakar Spirtus 1 buah

3.2 Bahan
1. Na2CO3 0,5261 gram
2. Aquades secukupnya
3. Indikator metil jingga secukupnya
4. HCl secukupnya
5. Pupuk ZA 0,1 gram
6. NaOH 0,1 N 50 mL

3.3 Prosedur
Pada praktikum yang akan dilakukan terdapat dua tahap yakni (1)
Standarisasi larutan HCl dan penentuan kadar NH3 yang terkandung didalam
pupuk ZA. Langkah pertama, yaitu menimbang Na2CO3 sebanyak 0,5261 gram
kemudian dipindahkan ke dalam labu ukur 100 mL dan dilarutkan dengan air
suling dan diencerkan sampai tanda batas kemudian dikocok hingga tercampur di
dalam labu ukur.
Kemudian larutan baku Na2CO3 dipipet sebanyak 10 mL ke dalam
erlenmeyer 100 mL. Ditambahkan indikator metil jingga sebanyak 2-3 tetes.
Kemudian erlenmeyer diletakkan dibawah buret dan diberikan kertas putih
dibawahnya agar perubahan warna terlihat jelas. Kemudian kran buret dibuka
dengan menggunakan satu tangan dan erlenmeyer dipegang dengan tangan yang
lainnya dan diputar secara konstan. Titrasi dilanjutkan hingga larutan berwarna
jingga. Kemudian dicatat dan dihitung volume yang digunakan. Titrasi diulang
hingga tiga kali. Kemudian dihitung konsentrasi rata-rata HCl.
Tahap kedua yaitu menetukan kadar NH3 yang tekandung dalam pupuk
ZA. Langkah pertama adalah dengan menimbang terlebih dahulu pupuk ZA
sebanyak 0,1 gram. kemudian dimasukkan kedalam erlenmeyer dan ditambahkan
50 mL larutan NaOH 0,1 N. Kemudian larutan tersebut dididihkan hingga tidak
ada amonia yang keluar. Keberadaan gas amonia dicek dengan menggunakan
kertas lakmus merah yang telah dibasahi aquades. Kemudian setelah gas amonia
telah dipastikan tidak ada, larutan didinginkan kemudian ditambahkan beberapa
tetes indikator metil merah. Larutan yang berada didalam erlenmeyer tersebut di
titrasi dengan menggunakan HCl standar hingga terjadi perubahan warna.
Percobaan diulangi hingga tiga kali. Kemudian dihitung kadar NH3 yang
terkandung didalam pupuk ZA.
4.1 Hasil Pengamata
4.2 Analisis dan Pembahasan
Telah dilakukan percobaan titrasi penetralan dengan tujuan
menstandarisasi larutan HCl dan menentukan kadar NH3 dalam pupuk ZA.
4.2.1 Standarisasi larutan HCl
Percobaan pertama adalah melakukan standarisasi HCl dengan
menggunakan Na2CO3 sebagai baku. Langkah pertama adalah membuat
larutan baku terlebih dahulu yaitu dengan cara menimbang Na2CO3
sebanyak 0,5261 gram dengan timbangan analitik. Alasan digunakannya
Na2CO3 sebagai larutan baku adalah karena memenuhi syarat larutan baku
yaitu (1) Kemurniannya; (2) Berat ekivalen yang tinggi untuk
memeperkecil kesalahan penimbangan; (3) Larutan relatif stabil dalam
penyimpanan karena tidak mudah menyerap air dan udara. Na2CO3
dipindahkan ke dalam labu ukur berukuran 100 mL untuk diencerkan. Hal
ini dilakukan karena Na2CO3 akan digunakan pada proses titrasi dengan
larutan HCl sehingga fasa zat harus berupa larutan dan untuk memperoleh
konsentrasi Na2CO3 sebesar 0,1 N. Larutan baku Na2CO3 dipipet hingga 10
mL ke dalam erlenmeyer 100 mL. Kemudian ke dalam larutan tersebut
ditambahkan indikator metil jingga. Alasan penggunaan indikator metil
jingga adalah karena pH pada saat dicapainya titik akhir titrasi adalah
berada pada trayek pH metil jingga yaitu antara 3,1-4,4. Buret dibilas
dengan menggunakan HCl sebanyak 2 mL sampai 3 kali untuk
memastikan bahwa buret benar-benar terisi oleh HCl tanpa terkontaminasi
oleh zat lain. Pengisian HCl ke dalam buret dilakukan hingga 2-3 cm
diatas titik nol kemudian diturunkan hingga tepat pada titik nol. Hal ini
bertujuan agar pengukuran volume yang akan digunakan untuk titrasi
dapat dengan tepat diamati. Proses titrasi diteruskan hingga pada volume
HCl sama dengan 10,1 mL (+) indikator berubah warna menjadi jingga
yang menandakan bahwa titrasi harus dihentikan karena telah tercapai titik
akhir titrasi. Titrasi dilakukan sebanyak tiga kali dengan cara yang sama
dan pada titrasi kedua volume yang dibutuhkan HCl untuk mencapai titik
akhir titrasi adalah sebanyak 10,1 (+) mL dan pada titrasi kedua volume
HCl yang dibutuhkan adalah 10,4 mL (++). Dan diapatkan konsentrasi
HCl melalui perhitungan yaitu [HCl]1 = 0,099 N, [HCl]2 = 0,099 N, dan
[HCl]3 = 0,096 N. Konsentrasi rata-rata dari HCl adalah 0,098 N.
Konsentrasi HCl yang didapatkan melalui praktikum tidak sesuai dengan
teori yaitu 0,1 N. Hal ini disebabkan karena penambahan HCl terlalu
banyak sehingga warna pada indikator menjadi lebih pekat pada saat titrasi
diakhiri. Reaksi yang terjadi adalah:
Na2CO3(aq) + 2HCl(aq)  2NaCl(aq) + CO2(g) + H2O(l) (Svehla, 1985)
4.2.2 Penentuan kadar NH3 pada pupuk ZA
Percobaan kedua adalah aplikasi titrasi penetralan untuk
menentukan kadar NH3 dalam pupuk ZA. Pupuk ZA ditimbang sebanyak
0,1 gram dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer kemudian ditambahkan
larutan NaOH 0,1 N sebanyak 50 mL. Penambahan NaOH bertujuan agar
terjadi reaksi dengan pupuk ZA sehingga menghasilkan gas NH 3 yang
akan dihitung kadarnya. Karena jumlah gas NH3 yang dihasilkan adalah
sama dengan jumlah NaOH yang bereaksi. Reaksi yang terjadi adalah:
(NH4)2SO4(s) + 2NaOH(aq)  Na2SO4(aq) + 2NH3(g) + 2H2O(l)
(Svehla, 1985)
Langkah berikutnya adalah memanaskan larutan yang ada didalam
erlenmeyer hingga NH3 keluar. Hal ini bertujuan agar larutan yang dititrasi
adalah NaOH sisa hasil reaksi sehingga memudahkan dalam menghitung
kadar gas NH3 yang ada didalam pupuk. Cara untuk mengetahui apakah
tidak ada lagi NH3 yang dihasilkan adalah dengan menggunakan kertas
lakmus yang telah dibasahi dengan aquades. Tujuan dari kertas lakmus
yang dibasahi adalah agar NH3 yang keluar dapat bereaksi dengan H2O dan
menghasilkan NH4OH yang bersifat basa sehingga dapat digunakan
sebagai penanda apakah masih ada gas NH3 yang dihasilkan. Kertas
lakmus yang digunakan adalah kertas lakmus merah, dan ketika kertas
lakmus yang telah dibasahi didekatkan ke bibir erlenmeyer dan tak
mengalami perubahan warna, maka dapat dipastikan tidak ada lagi NH3
yang keluar. Tujuan dari pemanasan ini adalah untuk menghilangkan gas
NH3 agar dapat ditentukan berapa kadarnya dan untuk memepercepat
reaksi. Setelah dipastikan tidak ada NH3 yang keluar, maka larutan di
dalam erlenmeyer didinginkan. Hal ini bertujuan agar pada saat
penambahan indikator, zat organik pada indikator tidak rusak akibat suhu
yang tinggi. Larutan kemudian dibagi kedalam tiga erlenmeyer masing
masing sebanyak 10 mL. Dan ke dalam erlenmeyer ditambahkan indikator
metil jingga sebanyak 2-3 tetes. Seperti pada percobaan sebelumnya,
setelah ditambahkan indikator, lauran menjadi berwarna kuning karena
didalam erlenmeyer adalah berisi NaOH sisa hasil reaksi dengan pupuk
ZA. Kemudian dilakukan titrasi dengan cara yang sama seperti pada
percobaan pertama. Titrasi dilakukan hingga larutan berubah warna dari
kuning menjadi jingga. Dan didapatkan volume HCl yang digunakan untuk
mencapai titik akhir titrasi adalah V1 = 9,4 mL; V2 = 9,7 mL; V3 = 9,8 mL.
Reaksi yang terjadi adalah:
NaOH(aq) + HCl(aq)  NaCl(aq) + H2O(l) (Svehla, 1985)
Melalui titrasi pertama pada penentuan kadar NH3, mol ekivalen
NaOH sisa sama dengan mol ekivalen HCl yaitu 0,92 mmol. Dan dapat
ditentukan NaOH yang bereaksi sebesar 4,08 mmol. Dan melalui
perhitungan, titrasi pertama pada penentuan kadar NH3 didapatkan bahwa
kadar NH3 adalah sebesar 69,36%. Pada titrasi kedua, mol ekivalen NaOH
sisa adalah 0,95 mmol dan yang bereaksi adalah 4,05 mmol. Dan
didaptkan kadar NH3 adalah sebesar 68,85%. Pada titrasi ketiga, mol
ekivalen NaOH sisa adalah 0,96 mmol dan yang bereaksi adalah 4,04
mmol. Dan didapatkan kadar NH3 sebesar 68,68%. Sehingga kadar rata
rata NH3 adalah 68,96%.
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa,
1. Konsentrasi rata-rata larutan HCl setelah dilakukan standarisasi adalah
0,098 N
2. Kadar NH3 rata-rata pada pupuk ZA adalah 68,96%

5.2 Saran
Saran penulis dalam melakukan percobaan ini adalah:
1. Memahami semua prosedur percobaan dan reaksi-reaksi yang akan terjadi
2. Mengetahui trayek pH dan perubahan warna dari indikator yang digunakan
3. Melakukan titrasi dengan teliti yaitu pada saat meneteskan titran yang ada
pada buret agar titrasi tepat diakhiri pada saat titik akhir titrasi
DAFTAR PUSTAKA

Basset, J. 1994. Buku Ajar Vogel Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC
Day, R. A. dan A. L. Underwood. 1998. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi
Keenam. Jakarta: Erlangga
Douglas, S.A. 2000. Analytical Chemistry, an Introduction. New York: John
Wiley & Sons
Harjadi, W. 1990. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta: Gramedia
Kenkel, John. 2003. Analytical Chemistry for Technicians. Washington: Lewis
Publishers
Khopkar, S.M. 2003. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: Universitas
Indonesia
Schwarzenbach, Gerold. 1957. Complexometric Titrations. London: Methuen &
Co.
Svehla, G. 1985. Vogel Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Mikro dan
Semimikro. Jakarta: PT. Kalman Media Pusaka
Syukri, S. 1999. Kimia Dasar I. Bandung: ITB
LAMPIRAN
Jawaban Pertanyaan
1. Mengapa pada pembuatan larutan NaOH harus memakai air yang sudah
dididihkan?
2. Apa beda antara:
a. Larutan baku dan larutan standar?
b. Asidimetri dan alkalimetri?
3. Berikan alasan penggunaan indikator pada titrasi diatas!
4. 1,2 gram sampel NaOH dan Na2CO3 dilarutkan dan dititrasi dengan 0,5 N HCl
dengan indikator PP. setelah penambahan 30 mL HCl larutan menjadi tidak
berwarna. Kemudian indikator metil jingga ditambahkan dan dititrasi lagi
dengan HCl. Setelah penambahan 5mL HCl larutan menjadi berwarna. Berapa
prosentase Na2CO3 dan NaOH dalam sampel?
5. Pada pH berapa terjadi perubahan warna indikator PP?
Jawab:
1. Karena di dalam air terdapat CO2 yang jika tidak dipanaskan dapat bereaksi
dengan NaOH membentuk Na2CO3 yang dapat mengotori hasil titrasi (Day
dan Underwood, 1998)
2. a. Larutan baku adalah yang telah diketahui konsentrasinya dengan tepat
melalui perhitungan massa. Sedangkan larutan standar adalah larutan yang
telah diketahui konsentrasinya melalui standarisasi oleh larutan baku (Day dan
Underwood, 1998)
b. Asidimetri merupakan titrasi penetralan yang melibatkan basa dengan asam
yang diketahui konsentrasinya. Alkalimetri merupakan titrasi penetralan yang
melibatkan asam dengan basa yang telah diketahui konsentrasinya (Basset,
1994)
3. Pada titrasi antara HCl dengan Na2CO3 menggunakan indikator metil jingga
karena titrasi tersebut antara asam kuat dengan basa lemah yang memiliki pH
akhir <7. Metil jingga memiliki rentang pH 3,1 sampai 4,4. Pada
umumnya indikator digunakan untuk menentukan titik ekivalen atau titik akhir
titrasi tepat pada pH tertentu. (Day dan Underwood, 1998)
4. Diketahui :
Massa NaOH = Massa NaHCO3 = 1,2 gram
BM NaHCO3 = 84,008 gr/mol
N HCl = 0,5 N
V1 = 30 mL
V2 = 5 mL
Ditanya :
a) % Na2CO3 = ?
b) % NaOH = ?
Rx :
Na2CO3(s) + HCl(aq) → NaHCO3(aq) + NaCl(aq)
NaHCO3(s) + HCl(aq) → NaCl(aq) + H2O(l) + CO2(g)
Na2CO3(s) + 2HCl(aq) → 2NaCl(aq) + H2O(l) + CO2(g) (1)
NaOH(s) + HCl(aq) → NaCl(aq) + H2O(l) (2)
V HCl ditambah PP = 30 mL
V HCl untuk Na2CO3 = 2 x 5 mL = 10 mL
V HCl untuk NaOH = 30 mL – ½ (10 mL)
= 30 mL – 5 mL= 25 mL
a. Kadar Na2CO3
Mol Na2CO3 ¿ M x V 2
mmol
¿ 0,5 x 10 mL
mL
¿ 2,5 mmol
¿ 0,0025 mol

massa N a2 C O 3=mol N a2 C O 3 x BM

gram
¿ 0,0025 mol x 106
mol
¿ 0,265 gram
N a2 C O 3
kadar N a2 C O 3=massa x 100 %
massa total
¿ 22,083 %
b. Kadar NaOH
mol NaOH =M x V NaOH
mmol
¿ 0,5 x 25 mL
mL
¿ 12,5 mmol
¿ 0,025 mol

gram
Massa NaOH =0,0125 mol x 40
mol

¿ 0,5 gram
NaOH
kadar NaOH=massa x 100 %
massa total
NaOH
¿ 0,5 gram x 100 % ¿ 41,67 %
1,2 gram sampel
5. Pada rentang pH 8,0-9,6 (Day dan Underwood, 1998)
Alur Penelitian
A. Standarisasi larutan HCl
Na2CO3

1. Ditimbang dalam botol timbang sebanyak


0,5261 gr
2. Dipindahkan kedalam labu ukur 100 mL
3. Dilarutkan dengan air suling dan dencerkan
sampai tanda batas
4. Dikocok hingga tercampur dalam labu ukur

Larutan baku
NA2CO3

Larutan baku
Na2CO3

1. Dipipet 10 ml kedalam erlenmeyer 100 ml


2. Ditambahkan 3 tetes indikator metil jingga
3. Diletakkan dibawah buret
4. Diberikan kertas putih dibawahnya agar
perubahan warna terlihat jelas
5. Dibuka kran buret dengan satu tangan
6. Erlenmeyer dipegang dengan tangan yang
lainnya dan diputar secara konstan
7. Diteruskan hingga larutan berwarna jingga
8. Titrasi dihentikan
9. Dicatat dan dihitung volume yang digunakan
10. Diulang sebanyak tiga kali
11. Dihitung konsentrasi rata-rata HCl

Konsentrasi

Rata-rata HCl

Reaksi: Na2CO3(aq) + 2HCl(aq)  2NaCl(aq) + CO2(g) + H2O(l)

(Day dan Underwood, 1998)


B. Penentuan Kadar NH3 dalam pupuk ZA

Pupuk ZA

1. Ditimbang sebanyak 0,1 gr


2. Dimasukkan ke dalam erlenmeyer
3. Ditambahkan 50 ml larutan NaOH 0,1 N
4. Didihkan campuran tersebut hingga tidak ada amonia
5. Amonia dicek dengan kertas lakmus merah yang dibasahi aquades
6. Didinginkan
7. Ditambahkan beberapa tetes metil jingga
8. Dititrasi dengan HCl standar sampai terjadi perubahan warna
9. Diulangi hingga tiga kali
10. Dihitung kadar NH3 dalam pupuk ZA

Kadar NH3
dalam pupuk ZA

Reaksi:

(NH4)SO4(s) + 2NaOH(aq)  Na2SO4(aq) + 2NH3(g) + 2H2O(l)

NaOH(aq) + HCl(aq)  NaCl(aq) + H2O(l)


(Day dan Underwood, 1998)
Dokumentasi Foto

Na2CO3 ditimbang sebanya 0,5261 Pupuk ZA ditimbang sebanyak 0,1


gram gram

Buret dibilas dengan HCl sebanyak 3 Larutan Na2CO3 0,1 N setelah


kali ditambahkan indikator metil jingga

Volume HCl yang digunakan pada Volume HCl yang digunakan pada
titrasi pertama standarisasi HCl titrasi kedua standarisasi HCl
Volume HCl yang digunakan pada Hasil titrasi standarisasi larutan HCl
titrasi ketiga standarisasi HCl

Proses pemanasan untuk Kertas lakmus tetap berwarna merah


menghilangkan gas NH3 menandakan NH3 tak dihasilkan lagi

Volume HCl yang digunakan pada Volume HCl yang digunakan pada
titrasi pertama penentuan kadar NH3 titrasi kedua penentuan kadar NH3 pada
pada pupuk ZA pupuk ZA
Volume HCl yang digunakan pada Hasil titrasi penentuan kadar NH3
titrasi ketiga penentuan kadar NH3 pada dalam pupuk ZA
pupuk ZA
Perhitungan
A. Standarisasi larutan HCl dengan larutan baku Na2CO3
Gr Na2CO3 = 0,5261 gram
BM Na2CO3 = 106 gr/mol
V Na2CO3 = 100 mL = 0,1 L
0,5261 gr
Mol Na2CO3 = = 0,005 mol
106 gr /mol
BE Na2CO3 = BM/n = 106/2 = 53
n x a 0,005 mol x 2
N Na2CO3 = = = 0,1 N
v 0,1 L
 Titrasi 1
V HCl = 10,1 mL V Na2CO3 = 10 mL
↔ V1 x N1 = V2 x N2
↔ 10 mL x 0,1 N = 10,1 mL x N2
↔ N2 = 0,099 N
 Titrasi 2
V HCl = 10,1 mL V Na2CO3 = 10 mL
↔ V1 x N1 = V2 x N2
↔ 10 mL x 0,1 N = 10,1 mL x N2
↔ N2 = 0,099 N
 Titrasi 3
V HCl = 10,4 mL V Na2CO3 = 10 mL
↔ V1 x N1 = V2 x N2
↔ 10 mL x 0,1 N = 10,4 mL x N2
↔ N2 = 0,096 N
0,099 N + 0,099 N + 0,096 N
 Konsentrasi rata-rata HCl = = 0,098 N
3
B. Penentuan kadar NH3 dalam pupuk ZA
N HCl = 0,098 N
N NaOH = 0,1 N
V NaOH = 50 mL
Gr pupuk ZA = 0,1 gram
Mol NaOH = 50 mL x 0,1 N = 5 mmol
 Titrasi 1
V HCl = 9,4 mL V NaOH = 10 mL
Mek NaOH sisa = Mek HCl
= 9,4 mL x 0,098 N
= 0,92 mmol
NaOH yang bereaksi = 5 mmol - 0,92 mmol
= 4,08 mmol
Mol NH3 yang terbentuk = Mol NaOH yang bereaksi
= 4,08 mmol = 4,08 x 10-3 mol
Gr = n x BM = 4,08 x 10-3 mol x 17 gr/mol = 69,36 x 10-3 gram
gr NH 3 0,06936 gram
%NH3 = x100% = x100% = 69,36%
gr ( NH 4 ) 2 SO 4 0,1 gram
 Titrasi 2
V HCl = 9,7 mL V NaOH = 10 mL
Mek NaOH sisa = Mek HCl
= 9,7 mL x 0,098 N
= 0,95 mmol
NaOH yang bereaksi = 5 mmol - 0,95 mmol
= 4,05 mmol
Mol NH3 yang terbentuk = Mol NaOH yang bereaksi
= 4,05 mmol = 4,05 x 10-3 mol
Gr = n x BM = 4,05 x 10-3 mol x 17 gr/mol = 68,85 x 10-3 gram
gr NH 3 0,06885 gram
%NH3 = x100% = x100% = 68,85%
gr ( NH 4 ) 2 SO 4 0,1 gram
 Titrasi 3
V HCl = 9,8 mL V NaOH = 10 mL
Mek NaOH sisa = Mek HCl
= 9,8 mL x 0,098 N
= 0,96 mmol
NaOH yang bereaksi = 5 mmol - 0,96 mmol
= 4,04 mmol
Mol NH3 yang terbentuk = Mol NaOH yang bereaksi
= 4,04 mmol = 4,04 x 10-3 mol
Gr = n x BM = 4,04 x 10-3 mol x 17 gr/mol = 68,68 x 10-3 gram
gr NH 3 0,06868 gram
%NH3 = x100% = x100% = 68,68%
gr ( NH 4 ) 2 SO 4 0,1 gram
69,36 %+68,85 % +68,68 %
 Kadar NH3 rata-rata = = 68,96%
3

Anda mungkin juga menyukai