Anda di halaman 1dari 27

BAB 2

Tinjauan Pustaka

2.1 Konsep Dasar Hipertensi

2.1.1 Definisi

Hipertensi adalah suatu peningkatan abnormal tekanan darah dalam


pembuluhh darah arteri secara terus menerus lebih dari suatu periode(Udjianti,
2013).Menurut World Health Organization (WHO), batas normal adalah 120-140
mmHg sistolik dan 80-90 mmHg diastolik. Jadi seseorang disebut mengidap
hipertensi jika tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥
95 mmHg, dan tekanan darah perbatasan bila tekanan darah sistolik antara 140
mmHg-160 mmHg dan tekanan darah diastolik antara 90 mmHg-95 mmHg
(Poerwati, 2008) dalam (Hamid, 2014).

Pada populasi manula, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan


sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan diastolik ≥ 90 mmHg.Hipertensi adalah
peningkatan tekanan darah yang melebihi tekanan darah normal seperti apa yang
telah disepakati oleh para ahli, yaitu ˃140/90 mmHg. Hipertensi adalah suatu
keadaan ketika seseorang mengalami peningkatan tekanan darah di atas normal yang
mengakibatkan peningkatan angka kesakitan (morbiditas) dan angka kematian
(mortalitas) (Aspiani, 2014).2.1.2 Etiologi

Beberapa faktor hipertensi yang tidak dapat dirubah :

2.1.2.1 Umur

Menurut CDC (2016), resiko terjadinya hipertensi meningkat sesuai dengan usia.
Pada usia pertengahan atau awal dari usia 45 tahun, hipertensi lebih banyak terjadi pada laki-
laki. Wanita akan berada pada tingkat yang sama untuk berisiko terserang hipertensi pada
usia >65 tahun.

2.1.2.2 Jenis Kelamin

Menurut kumar, abbas dan fausto (2005) pada dasarnya prevalensi terjadinya
hipertensi pada wanita sama dengan pria. Namun sebelum mengalami menopause, wanita
terlindungi dari penyakit kardiovaskuler karena aktivitas hormone estrogen yang berperan
dalam meningkatkan kadarhigh density lipoprotein (HDL). Kadar kolesterol HDL yang tinggi
merupakan factor pelindung dalam mencegah terjadinya proses aterosklerosis. Pada
premenopause wanita mulai kehilangan sedikit demi sedikit hormone estrogen yang selama
ini melindungi pembuluh darah dari kerusakan. Proses ini terus berlanjut dimana jumlah
hormone estrogen tersebut makin berkurang secara alami seiring dengan meningkatnya usia,
yang umumnya mulai terjadi pada wanita umur 45-55 tahun. Jika dibandingkan antara pria
dan wanita didapatkan wanita lebih banyak menderita hipertensi yaitu sebesar 58,07% dan
pria sebesar 41,98%. (pratiwi,2013)

2.1.2.3 Riwayat Keluarga

Individu dengan riwayat keluarga memiliki penyakit tidak menular lebih sering
menderita penyakit yang sama. Jika ada riwayat keluarga dekat yang memiliki factor
keturunan hipertensi, akan mempertinggi risiko terkena hipertensi pada keturunannya.
Keluarga dengan riwayat hipertensi akan meningkatkan resiko hipertensi sebesar empat kali
lipat. Data statistic membuktikan jika seseorang memiliki riwayat salah satu orang tuannya
menderita penyakit tidak menular, maka dimungkinkan sepanjang hidup keturunanya
memiliki peluang 25% terserang penyakit tersebut.Jika kedua orang tua memiliki penyakit
tidak menular maka kemungkinan mendapatkan penyakit tersebut sebesar 60%. (kartikasari,
A.N 2012)

2.1.2.4 Ras

Hipertensi pada orang yang berkulit hitam paling sedikit dua kalinya pada yang
berkulit putih.Akibat penyakit ini, umumnya lebih berat pada ras kulit hitam. Misalnya
mortalitas pasien pria kulit hitam dengan diastole 115 atau lebih 3,3 kali lebih tinggi daripada
pria berkulit putih, dan 5,6 kali bagi wanita berkulit putih. Berikut adalah beberapa factor
penyebab hipertensi yang dapat dirubah.

2.1.2.5 Kebiasaan Merokok

Octavian (2015) menyatakan bahwa zat kimia beracun, misalnya nikotin dan karbon
monoksida yang dihisap akan masuk ke dalam aliran darah dapat merusak lapisan endotel
pembuluh darah arteri dan mengakibatkan proses artereosklerosis dan tekanan darah tinggi.
Pada syudi autopsy, dibuktikan kaitan erat antara kebiasaan merokok juga meningkatkan
denyut jantung dan kebutuhan oksigen otot jntung. Seperti zat-zat kimia lain dalam asap
rokok, nikotin disera oleh pembuluh-pembuluh darah kapiler didalam paru-paru dan
diedarkan ke aliran darah hingga ke otak. Otak bereaksi terhadap nikotin denga member
sinyal pada kelenjar adrenal untuk melepas epinefrin (adrenalin). Hormone ini akan
menyempitkan pembuluh drah dan memaksa jantung untuk bekerja lebih berat karena
tekanan yang lebih tinggi. Nikotin yang terkandung dalam rokok dan asap rokok dapat
membuat pembuluh darh mengecil sehingga meningkatkan tekanan darah segera setelah
isapan pertama (rhoden and schein, 2010). Setelah merokok minimal dua batang makanan
tekanan sistolik maupun diastolic akan meningkatkan 10 mmHg. Tekanan darah akan tetap
pada ketinggian tesebut sampai 30 menit setelah berhenti mengisap rokok. Saat efek nikotin
perlahan-lahan menghilang, tekanan darah juga akan menurun dengan perlahan. Namun pada
perokokberat tekanan darah akan berada pada level tinnngi sepanjang hari. (nurwidayanti, L
2013).

2.1.2.6 Konsumsi garam

Garam dapur merupakan factor yng sangat berperan dalam


patogenesisi.Hipertensi.Garam dapur mengandung 40% natrium dan 60% klorida. Orang-
orang peka natrium akan lebih mudah mengikat natrium sehingga menimbulkan retensi
cairan dan peningkatan tekanan darah. Garam memiliki sifat menahan cairan, sehingga
mengkonsumsi garam berlebih atau makan-makanan yang diasinkan dapat menyebabkan
peningkatan tekanan darah. (kartikasari, A.N. 2012)

2.1.2.7 Konsumsi lemak jenuh

Kebiasaan mengkonsumsi lemak jenuh erat kaitannya dengan peningkatan berat


badan yang berisiko terjadinya hipertensi.Konsumsi lemak jenuh juga meningkatkan risiko
aterosklerosis yang berkaitan dengan kenaikna tekanan darah.Penggunaan minyak goreng
lebih dari satu kali pakai dapata merusak ikatan kimia pada minyak, dan hal tersebut dapat
meningkatkkan pembentukan kolesterol yang berlebihan sehingga dapat menyebabkan
aterosklerosis dan hal yang memicu terjadinya hipertensi dan penyakit jantung. (kartika, A.N
2012)

2.1.2.8 Obesitas

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, pada pnderita obesitas
atau kelebihan berat badan, beresiko lebih besar menderita hipertensi dibandingkan orang
yang kurus.Obesitas atau kegemukan merupakan factor resiko yang sering dikaitkan dengan
hipertensi.Resiko terjadi hipertensi pada individu yang semula normotensi bertambah dengan
meningkatnya berat badan.Individu dengan kelebihan brat badan 20% memiliki resiko 3-8
kali lebih tinggi dibandingkan dengan individu dengan berat badan normal. (pratiwi, V.R
2013)

2.1.2.9 Kurang aktivitas fisik

Aktivitas fisik sangat mempengaruhi stabilitas tekanan darah.Pada orang yang tidak
aktif melakukan kegiatan fisik cenderung mempunyai frekuensi denyut jantung yang lebih
tinggi.Hl tersebut mengakibatkan otot jantung bekerja lebih keras pada setiap
kontraksi.Makin keras usaha otot jantung dalam memompa darah, makin besar pula tekanan
yang dibebankan pada dinding arteri sehingga meningkatkan tahanan perifer yang
menyebabkan kenaikan tekanan darah. Kurangnya aktifitas fisik juga dapat meningkatkan
risiko kelbihan berat bada yang akan menyebabkan risiko hipertensi meningkat. (kartika, A.N
2012)

2.1.3 Manifestasi klinis

Pasien yang menderita hipertensi terkadang tidak menampakkan


gejala hingga bertahun-tahun. Gejala jika ada menunjukkan adanya kerusakan
vaskuler, dengan maifestasi yang khas sesuai sistem organ yang divaskularisasi
oleh pumbuluh darah bersangkutan. Perubahan patologis pada ginjal dapat
bermanifestasi sebagai nokturia (peningkatan urinisasi pada malam hari) dan
azetoma (peningkatan nitrogen urea darah dan kreatinin).
Pada pemeriksaan fisik, tidak dijumpai kelainan apapun selain tekanan
darah yang tinggi, tetapi dapat pula ditemukan perubahan pada retina, seperti
pendarahan, eksudat, penyempitan pumbuluh darah, dan pada kasus berat, edema
pupil (edema pada diskus optikus)

Keterlibatan pumbuluh darah otak dapat menimbulkan stroke atau


serangan iskemik transien (transient ischemik attack, TIA) yang bermanifestasi
sebagai paralisis sementara pada satu sisi (hemiplegia) atau gangguan tajam
penglihatan (Smeltzer, 2002) dalam (Aspiani, 2014).

Gejala yang ditimbulkan akibat menderita hipertensi tidak sama pada


setiap orang, bahkan terkadang timbul tanpa gejala. Secara umum gejala yang
dikeluhan oleh penderita hipertensi sebagai berikut.

a. Sakit kepala

b. Rasa pegal dan tidak nyaman pada tengkuk

c. Perasaan berputar seperti tuju keliling serasa ingin jatuh

d. Detak jantung terasa cepat

e. Telinga berdenging

Menurut (Crowin, 2000 dalam Aspiani, 2014) menyebutkan bahwa


sebagian besar gejala klinis timbul setelah mengalami hipertensi bertahun-tahun
berupa:

a. Nyeri kepala saat terjaga, terkadang disertai mual dan muntah, akibat
peningkatan tekanan darah intrakranial. Penglihatan kabur akibat kerusakan
retina akibat hipertensi

b. Ayunan langkah yang tidak mantap karena kerusakan susunan saraf pusat
c. Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerolus

d. Edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler


Gejala lain yang umumnya terjadi pada penderita hipertensi, yaitu pusing,

muka merah, sakit kepala, keluar darah dari hidung secara tiba-tiba, tengkuk
terasa pegal (Novianti

2.1.4 Klasifikasi hipertensi

Adapun klasifikasi hipertensi terbagi menjadi :

2.1.4.1 Berdasarkan penyebab

1). Hipertensi primer/hipertensi esensial

Hipertensi yang penyebabnya tidak diketahui (idiopatik), walaupun


dikaitkan dengan kombinasi factor gaya hidup seperti kurang bergerak
(inaktivitas) dan pola makan. Terjadi pada sekitar 90% penderita
hipertensi.

2). Hipertensi sekunder/hipertensi non esensial

Hipertensi yang diketahui penyebabnya.Pada sekitar 5-10% pendrita


hipertensi, penyebabnya adalah penyakit ginjal. Pada sekitar 1-2%
penyebabnya adalah kelainan hormonl atau pemakainan obat tertentu
(misalny pil KB).(depkes, 2014)

2.1.4.2 Klasifikasi hipertensi

Table 2.1 klasifikasi hipertensi menurut JNC VII (joint national


committee on the prevention, detection, evaluation and
treatment of high blood pressure,2003

Klasifikasi tekanan Tekanan darah Tekanan darah


darah systole diastole
(mmHg) (mmHg)
Normal <120 <80

Prehipertensi 120-139 80-89

Hipertensi stage I 140-159 90-99

Hipertensi stage II 160 atau >160 100 atau >100

(depkes, 2014)

2.1.5 Patofisiologi

Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pumbuluh darah


terletak dipusat vasomotor pada medula di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula
jelas saraf simpatis, yang berlanjut kebawah ke korda spinalis dan keluar dari
kolumna medula spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan
pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk implus yang bergetar ke bawa melalui
sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini neouron pre-ganglion ke
pumbuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan
konstriksi pumbuluh darah. Berbagai farktor seperti kecemasan dan ketakuran
dapat mempengaruhi respon pumbuluh darah terhadap rangsangan
vasokonstriktor. Pasien dengan hipertensi sangat sensitif terhadap norepinefrin,
meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut dapat terjadi.

Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluhh


darah sebagai respon rangsangan emosi, kelenjar adrenal juga terangsang,
mengakibatkan tambahan aktifitas vasokontriksi. Medula adrenal mensekresikan
efinefrin, yang menyebabkan vasokontriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol
dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respon vasokonstriktor pumbuluh
darah. Vasokontriksi yang mengakibatkan penurunan aliran darah keginjal,
menyebabkan pelepasan renin(Aspiani, 2014).

Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah


menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada akhirnya
merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan
retensi natrum dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan volume intravaskular.
Semua faktor tersebut cenderung mencetuskan terjadinya hipertensi(Aspiani,
2014).

Peningkatan tekanan darah biasanya tidak teratur serta terjadi peningkatan


secara terus menerus. Hipertensi biasanya dimulai sebagai penyakit yang ringan
lalu perlahan berkembang ke kondisi yang parah atau berbahaya (Williams &
Wilkins, 2011) dalam(Mulyadi, 2016).Gejala yang sering muncul pada hipertensi
salah satunya adalah nyeri kepala. Pada nyeri kepala yang diderita oleh pasien
hipertensi disebabkan karena suplai darah ke otak mengalami penurunan dan
peningkatan spasme pembuluhh darah (Setyawan & Kusuma, 2014). Perubahan
struktur dalam arteri-arteri kecil dan arteriola menyebabkan penyumbatan
pembuluhh darah. Bila pembuluhh darah menyempit maka aliran arteri akan
tergangguPrice dan Wilson, 2006 dalam (Setyawan & Kusuma, 2014). Hal
tersebut mengakibatkan spasme pada pembuluhh darah (arteri) dan penurunan O2
(oksigen) yang akan berujung pada nyeri kepala atau distensi dari struktur di
kepala atau leher Kowalak, Welsh, dan Mayer, 2012 dalam (Setyawan & Kusuma,
2014). Nyeri kepala atau sakit kepala merupakan gejala penting dari berbagai
kelainan tubuh organik maupun fugsional. (Ballenger, 2010) dalam(Mulyadi,
2016). Nyeri kepala ini sering ditandai dengan sensasi prodromal misal nausea,
pengelihatan kabur, auravisual, atau tipe sensorik halusinasi. Salah satu teori
penyebab nyeri kepala migraine ini akibat dari emosi atau ketegangan yang
berlangsung lama yang akan menimbulkan reflek vasospasme beberapa
pembuluhh arteri kepala termasuk pembuluhh arteri yang memasok ke otak.
Secara teoritis, vasospasme yang terjadi akan menimbulkan iskemik pada
sebagian otak sehingga terjadi nyeri kepala Hall, 2012 dalam(Mulyadi, 2016).

2.1.6 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan hipertensi dapat dilakukan dngan menggunakan obat-obatan ataupun


dengan caa modifikasi gaya hidup. Modifikasi gaya hidup dapat dilakukan dengan membatasi
asupan garam tidak lebih dari ¼-11/2 sendok the (6 gram/hari), menurunkan berat badan,
menghindari minuman berkafein, rokok, dan minuman beralkohol. Olahraga juga dianjurkan
bagi penderita hipertensi, dapat berupa jalan, lari jogging, bersepeda selama 20-25 menit
dengan frekuensi 3-5 kali per minggu.Penting juga untuk cukup istirahatt (6-8 jam) dan
mengendalikan stress.Untuk pemilihan serta penggunaan obat-obatan hipertensi disarankan
untuk berkonsultasi dengan dokter keluarga.

2.1.6.1 Terapi non farmakologis

Menurut depkes 2014 adapun makanan yang harus dihindari atau dibatasi oleh
penderita hipertensi adalah:

1). Makanan yang berkadar lemak jenuh tinggi (otak, ginjal, paru, minyak kelapa,
lemak hewani)

2). Makanan yang dioleh dengan menggunakan garam natrium (biscuit, crackers,
keripik dan makanan yang asin)

3). Makanan dan minuman dalam kaleng (sarden, sosis, korned, sayuran, serta buah-
buahan dalam kaleng)

4). Makanan yang diawetkan (dendeng, asinan sayur/buah, abon, ikan asin, pindang,
udang kering, telur asin, selai kacang)

5). Susu full cream, mentega, margarine, keju mayonnaise, serta sumber protein
hewani yang tinggi kolesterol seperti daging merah (sapi/kambing), kuning telur, kulit
ayam.

6). Bumbu-bumbu seperti kecap, magi, terasi, saus tomat, saus sambal, tauco serta
bumbu penyedap lain yang pada umumnya mengandung garam natrium.
7). Alkohol dan makanan yang mengandung alkohol seperti, durian, tape

Menurut muttaqin, A. (2012), beberapa penelitian menunjukkan bahwa pendekatan


non farmakologi, meliputi hal-hal dibawah ini :

1) Teknik-teknik mengurangi stress


2) Penurunan berat badan
3) Pembatasan alkohol, natrium, dan tembakau
4) Olahraga/latihan (meningkatkan lipoprotein berdensitas tinggi)
5) Relaksasi merupakan intervensi wajib yang harus dilakukan pada setiap terapi
anti hipertensi.

2.1.6.1 Terapi farmakologi

Menurut muttaqin, A (2012) obat-obat anti hipertensi dapat digunakan sebagai obat
tunggal atau dicampur dengan obat lain. Klasifikasi obat hipertensi dapat dibagi menjadi lima
kategori berikut ini :

1) Diuretic :chlorthalidone, hydromax, lasix, alactone, dyrenium diuretic bekerja melalui


berbagai mekanisme untuk mengurangi curah jantung dengan mendorong ginjal
untuk ekskresi garam dan airnya. Sebagai diuretic (tiaziid) juga dapat menurunkan
TPR (total peripheral resistance)
2) Penyekat saluran kalsium menurunkan kontraksi otot polos jantung atau arteri dengan
mengintervensi influx kalsium yang dibutuhkan untuk kontraksi. Sebagian penyekat
saluran kalsium bersifat lebih spesifik untuk saluran lambat kalsium otot polos
vaskuler. Dengan demikian, berbagai penyekat kalsium memiliki kemampuan yang
berbeda-beda dalam menurunkan kecepatan denyut jantung, volume sekuncup dan
TPR.
3) Penghambat enzim mengubah angiostensin II atau inhibitor ACE (angiotensin
converting enzyme) berfungsi untuk menurunkan angiostensin II dengan menghambat
enzim yang diperlukan untuk mengubah angiostensin I menjadi angiostensin I
menjadi angiostensi II. Kondisi ini menurunkan darah secara langsung dengan
menurunkan TPR, dan secara tidak langsung dengan menurunkan sekresi aldosteran,
yang akhirnya meningkatnya pengeluaran natrium pada urine kemudian menurunkan
volume plasma dan curah jantung. Inhibitor ACE juga menurunkan tekanan darah
dengan efek bradikinin yang memanjang, yang normalnya memecah enzim. ACE
dikontraindikasikan untuk kehamilan.
4) Antagonis (penyekat) reseptor beta (blocker), terutama penyekat selektif, bekerja pada
reseptor beta dijantung untuk menurunkan kecepatan denyut dan curah jantung.
5) Antagonis reseptor alfa (blocker) menghambat reseptor alpha di otot polosvaskuler
yang secara normal berespon terhadap rangsang saraf simpatis dengan vasokontiksi.
Hal ini akan menurunkan TPR.
6) Vasodilatasi arteriol langsung dapat digunakan untuk menurunkan TPR, misalnya
natrium, nitroprusida, nikardipin, hidralazin, nitrogliserin, dll
7) Hipertensi gestasional dan preeklamsi-eklampsi membaik setelah bayi lahir. (aspiani,
R.Y. 2014)
2.1.7 Pemeriksaan Penunjang

1) Laboratorium

a Albuminuria pada hipertensi karena kelainan parenkim ginjal

b Kreatinin Serunim dan BUN meningkat pada hipertensi karena parenkim


ginjal dengan gagal ginjal akut

c Darah perifer lengkap

d Kimia darah (kalium, natrium, kreatinin, guladarah puasa)

2) Elektrokardiogram (EKG)
a. Hipertrofi ventrikel kiri

b. Iskemia atau infark miokard

c. Peningkatan gelombang P

d. Gangguan konduksi

3) Foto Rontgen
a. Bentuk dan besar jantung Noothing dari iga pada koarktasi aorta

b. Pembendungan, lebarnya paru

c. Hipertrofi parenkim ginjal

d. Hipertropi vaskuler ginjal

2.1.8 Komplikasi

2.1.8.1 Stroke dapat terjadi akibat hemoragi akibat tekanan darah tinggi di otak, atau
akibat embolus yang terlepas dari pembuluh selain otak yang terpajan tekanan
tinggi. Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronis apabila arteri yang
memperdarahi otak mengalami hipertrofi dan penebalan, sehingga aliran darah
yang menuju ke area otak yang diperdarahi berkurang.Arteri otak yang
mengalami aterosklerosis dapat melemah sehingga meningkatkan
kemungkinan terbentuknya aneurisma.
2.1.8.2 Infark miokard dapat terjadi apabila arteri koroner yang aterosklerosis tidak
dapat menyuplay cukup oksigen ke miokardium atau apabila terbentuk
trombus yang menghambat aliran darah melewati pembulu darah. Pada
hipertensi kronis dan hipertrovi ventrikel kebutuhan oksigen miokardium
mungkin tidak dapat dipenuhi dan dapat menyebabkan terjadinya iskemia
jantung yang menyebabkan infark.(Aspiani, R.Y. 2014).

2.1.8.3 Gagal ginjal terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi pada
kapiler glomerulus ginjal. Dengan rusaknya glomerulus aliran darah ke nefron
akan terganggu dan dapat berlanjut menjadi hipoksis dan kematian. Dengan
rusaknya membran glumerulus, protein kluar melalui urine sehingga tekanan
osmotik berkurang dan menyebabkan edema, yang sering ditemui pada
hipertensi kronis. (Aspiani, R, Y, 2014).

2.1.8.4 Esefalopati (kerusakan otak) dapat terjadi terutama pada hipertensi maligna
.tekanan yang sangat tinggi pada kelainan ini menyebabkan peningkatan
tekanan kapiler dan mendorong cairan keruang interstisil di seluruh susunan
sistem syaraf pusat. Neuron disekitarnya kolaps dan terjadi koma serta
kematian. (Aspiani, R, Y, 2014).

2.1.8.5 kejang dapat terjadi pada wanita preeklampsia. Bayi yang lahir mungkin
memiliki berat badan yang kecil akibat perfusi plasentayang tidak adekuat.
Kemudian dapat mengalami hipoksia dan asidosis jika ibu mengalami kejang
selama atau sebelum proses persalianan. (Aspiani, R, Y, 2014).

Dampak masalah yang ditimbulkan sangat luas, bahkan dapat berakhir


pada kematian.Hipertensi juga dijuluki sebagai silent killer, karena dapat
mengakibatkan kematian mendadak bagi penderitanya. Kematian terjadi akibat
dampak hipertensi itu sendiri atau penyakit lain yang diawali oleh hipertensi.
Penyakit-penyakit tersebut diantrannya: kerusakan ginjal,serangan jantung,
stroke.
2.1.9 Skala Nyeri

Nyeri atau rasa takut merupakan suatu pengalaman sensorik dan emosional
yang tidak menyenangkan, biasanya berkaitan dengan adanya kerusakan
jaringan tubuh.Nyeri yang dirasakan seseorang memiliki tingkatan yakni nyeri
ringan, sedang, berat atau yang disebut skala nyeri. Skala nyeri menurut wong-
baker faces pain rating scale.

2.1.9 Gambar penilaian nyeri

Penilaian skala nyeri

1. Sangat senang karena ia tidak merasa sakit sama sekali


2. Sakit hanya sedikit
3. Sedikit lebih sakit
4. Jauh lebih sakit
5. Jauh lebih sakit banget
6. Sangat sakit luar biasa, sampai-sampai menangis

Skala nyeri 0-10 (comparative pain scale)

0: tidak ada rasa sakit merasa normal


1: nyeri hampir tak terasa (sangat ringan seperti gigitan nyamuk)
2: tidak menyenangkan, nyeri seperti cubitan ringan dikulit
3: bisa ditoleransi, nyeri sangat terasa seperti suntikan oleh dokter
4: menyedihkan, kuat, nyeri yang dalam seperti sakit gigi/sengatan lebah
5: sangat menyedihkan, kuat, dalam seperti pergelangan kaki tergelincir
6: intens, kuat dalam, nyeri, yang menusuk begitu kuat sehingga tampaknya sebagian
mempengaruhi indra
7: sangat intens, sama seperti 6 hingga menyebabkan tidak bisa berkomunikasi.
8: benar-benar mengerikan, nyeri begitu kuat sehingga tidak bisa berfikir
9: menyiksa tak tertahankan, nyeri begitu kuat, sehingga tidak bisa ditoleransi
10: Sakit tak terbayangkan, tak dapat diungkapkan nyeri begitu kuat

Tipe nyeri:

 1-3: nyeri ringan


 4-6: nyeri sedang
 7-9: nyeri berat
 10: sangat berat

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan pada Klien Hipertensi

2.2.1 Pengkajian Keperawatan

Menurut Potter dan perry 1997 dalam Haryanto, 2007 Menjelaskan bahwa
pengkajian adalah proses sistematis yang berupa pengumpulan, verifikasi dan
komunikasi data tentang klien. Berikut merupakan aspek yang perlu dikaji
pada penderita hipertensi menurut (Muttaqin, A 2009).

2.2.1.1 Identitas

Nama, umur, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, alamat, pekerjaan,

suku/bangsa, agama, status perkawinan, tanggal masuk rumah sakit (MRS),

nomor register, dan diagnosa medik.

2.2.1.2 Status kesehatan saat ini

1. Keluhan utama: Fatigue, lemah dan sulit bernafas. Temuan fisik meliputi
peningkatan frekuensi denyut jantung, destritmia, dan tekipneu.
2. Riwayat penyakit sekarang: gejala yang sering muncul yaitu sakit kepala,
kelelahan, susah nafas, mual, gelisah, penurunan penglihatan, palpitasi
(berdebar-debar), kaku kuduk, tekanan darah diatas normal.
2.2.1.3 Riwayat penyakit dahulu
1. riwayat penyakit sebelumnya: penyakit yang pernah dialami sebelumnya,
seperti riwayat penyakit gagal ginjal dan ernah mengalami sakit yang amat
berat.
2. riwayat penyakit keluarga: hipertensi pada orang yang memiliki riwayat
hipertensi dalam keluarga sekitar 15-35%. Hipertensi usia dibawah 55 tahun
terjadi 3,8 kali lebih sering.
3. riwayat pengobatan: ada beberapa obat yang harus diminum oleh penderita
penyakit hipertensi yaitu obat diuretic untuk menurunkan tekanan darah
dengan meningkatkan ekskresi natrium urin dan obat angiostensin. Obat ini
bekerja secara langsung pada dinding pembuluh darah, menyebabkan
hipertrofi medial.
2.2.1.4 pemeriksaan fisik
1. B1 (system pernafasan)
 Inspeksi: bentuk dada (pigeon chest/barrel chest, funnel chest)
Pola nafas: normal 16-20x/mnt, abnormal bradipnea <16x/mnt,
takipnea >20x/mnt.
Kesimetrisan dada
Adanya otot bantu nafas (pernafasan cuping hidung, retraksi
otot intercosta)
Sianosis
Adanya lesi, edema, pembengkakan/penonjolan, secret
Bentuk hidung simetris/tidak
 Palpasi: Adanya nyeri tekan, massa
Melakukan tractile fremitus (“66” dan “99”)
Pergerakan dinding dada
 Perkusi: thoraks normal sonor/resonan “du-dug”
Abnormal pekak lebih padat “bleg-bleg”
Hiperesonan lebih udara “deng-deng”
Timpani berongga “dang-dang”
Batas paru-paru: Atas suprakapulans (3-4 jari dari pundak)
Bawah ICS VII-VIII kiri
ICS IV-V kanan
 Auskultasi: suara nafas normal vesikuler, bronchiovesikuler,
brochial, tracheal abnormal ronkhi, rales, wheezing, pleura
frichon rub.
Gejala yang sering muncul yaitu sesak nafas saat
beraktivitas, takipnea, PND, batuk dengan atau tanpa sputum
semua fisik meliputi sianosis, penggunaan otot bantu
pernapasan, terdengar suara nafas tambahan(ronkhi, rales,
wheezing).
2. B2 (system kardiovaskuler)
 Inspeksi: distensi vena jugularis (JVP meningkat tanda gagal
jantung), sianosis, konjungtiva pucat
 Palpasi: nyeri tekan/tidak, pitting edema (edema cekung pada
saat dilakukan tekanan)
 Perkusi:
Batas atas: ICS II mid sternalis (aorta)
Batas bawah: ICS V mid sternalis (aorta)
Batas kiri: ICS V mid klavikula kiri (katup mitral)
Batas kanan: ICS IV mid sternalis kanan

BJ 1 lub karena penutupan katup mitral dan tricuspid

BJ 2 dub karena penutupan katup aorta dan pulmonal

Tekanan darah pada kasus hipertensi tekanan darah yang


dimiliki oleh penderita hipertensi systole diatsa 140 mmHg dan
tekanan diastole diatas 90 mmHg, nadi meningkat pada arteri karotis,
jugularis, pulsasi dan radialis. Denyut jantung takikardia dan disritmia.
3. B3 (system persyarafan)
Subyektif, klien tidak sadar, kadang kadang disertai kejang
 Inspeksi, pada derajat 1 dan 2 konjungtiva mengalami
perdarahan, penurunan tingkat keasadaran (composmentis,
apatis, samnolen, supor, koma) atau gelisah, GCS menurun,
pupil miosis atau midriasis, reflek fisiologis atau patologis
sering terajadi pada derajat 3 dan 4.
 Palpasi, pada derajat 1 dan 2 biasanya ada parase, anestesia.
Pada kasus hipertensi sering terjadi pusing/pening, sakit
kepala berdenyut, mati rasa atau kelumpuhan salah satu sisi
badan, pada kasus hipertensi kesadarannya adalah sadar penuh
dan juga dapat mengalami penurunan kesadaran.
4. B4 (system perkemihan)
Subyektif, kencing sedikit lain dari biasanya
 Inspeksi, pada derajat 1 dan 2 produksi urin menurun (oliguria,
sampai anuria), warna berubah pekat dan berwarna coklat tua
pada derajat 3 dan 4.
 Palpasi, pada derajat 1 dan 2 adakah nyeri tekan pada daerah
simfisis.
Pada penderita hipertensi tidk ada masalah perkemihan.Urine
normal, maupun tidak ada nyeri saat berkemih.
5. B5 (system pencernaan)
Subyektif, kelaparan, haus
 Inspeksi, pada derajat 1 dan 2 BAB konsistensi (cair, padat,
lembek), frekuensi lebih dari 3 kali dalam sehari.
 Auskultasi, pada derajat 1 dan 2 bising usus (dengan
menggunakan diafragma stetoskop), peristaltik usus meningkat
(gurgling) >5-20 detik dengan durasi 1 detik.
 Perkusi, pada derajat 1 dan 2 mendengar adanya gas, cairan
atau massa (-), hepar dan lien tidak membesar suara tymphani.
 Palpasi, pada derajat 1 dan 2 nyeri tekan (+), hepar pada klien
tidak teraba.
Pada penderita hipertensi sering mengalami mual,
muntah, perubahan berat badan.Gangguan yang mungkin
diemukan yaitu obesitasm kongestivena, distensi vena jugularis
dan edema.
6. B6 (system musculoskeletal dan integumen)

Subyektif, lemah

 Inspeksi, pada derajat 1 dan 2 kulit sekitar anus kemerahan, klien


tamoak lemah, aktifitas menurun.
 Palpasi, pada derajat 1 dan 2 hipotoni, kulit kering, elestisitas
menurun, pada derajat 3 dan 4 adanya ptekie atau bintik bintik
merah pada kulit, akral klien hangat, biasanya timbul mimisan.
(Dianindriyani, 2011).
Penderita hipertensi sering mengalami kaku kuduk pada area leher, suhu kulit
dingin, warna kulit pucat dan sianosis.Pada klien hipertensi merasa kesulitan
untuk melakukan aktivitas karena mengalami kelemahan, kesemutan.

2.2.2 Diagnosa Keperawatan


1. nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral
2. ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan mual muntah
3. intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
dan kebutuhan oksigen

2.2.3 Rencana asuhan keperawatan

1.Nyeri akut ( D.0077 )

Definisi : Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan

kerusakan jaringan actual atau fungsional, dengan onset

mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang

berlangsung kurang dari 3 bulan.

Penyebab :
1) Agen pencedera fisiologis ( mis : inflamasi, iskemia,

neoplasma).

Batasan Karakteristik :

Kriteria Mayor :

a. Subjektif : mengeluh nyeri.

b. Objektif : tampak meringis, bersikap protektif (mis :

waspada, posisi menghindar nyeri), gelisah, frekuensi

nadi meningkat, sulit tidur.

Kriteria Minor :

a. Subjektif : tidak ada


b. Objektif : tekanan darah meningkat, pola nafas berubah,

nafus makan berubah, proses berfikir terganggu, menarik

diri, berfokus pada diri sendiri, diaforesis.

Kondisi Klinis Terkait :

a) Kondisi pembedahan

b) Cedera traumatis

c) Infeksi

d) Sindrom koroner akut

e) Glaukoma
2. Perfusi perifer tidak efektif (D.0009)

Definisi : penurunan sirkulasi darah pada level kalpiler yang dapat

menggangu metabolisme tubuh.

Penyebab : peningkatan tekanan darah

Batasan Karakteristik :

Kriteria Mayor :
a. Subyektif : (tidak tersedia)
b. Objektif : pengisian kapiler >3 detik, nadi perifer menurun
atau tidak teraba, akral teraba dingin, warna kulit pucat,turgor
kulit menurun.

Kondisi klinis terkait :


1) Tromboflebitis
2) Diabetes mellitus
3) Anemia
4) Gagal jantung kongestif
5) Kelainan jantung congenital
6) Thrombosis arteri
7) Varises
8) Thrombosis vena dalam
9) Sindrom kompartemen

3. Hipervolemia (D.0022)

Definisi: peningkatan volume cairan intravaskuler, interstisiel, dan/atau

intraseluler.

a. Subyektif : ortopnea , dispnea, paroxysmal nocturnal

dyspnea (PND)

b. Objektif : Edema anasarka dan/atau edema perifer, berat

badan meningkat dalam waktu singkat, jugular

venous pressure (JVP) dan/atau Central Venous


pressure (CVP) meningkat , refleks hepatojugular

positif.

Kriteria Minor :
a. Subyektif : (tidak tersedia)
b. Objektif : Distensi vena jugularis,suara nafas
tambahan,
c. hepatomegali, kadar Hb/Ht turun, oliguria, intake

lebih banyak dari output, kongesti paru.

Batasan karakteristik :
Kondisi klinis terkait :
1) Penyakit ginjal : gagal ginjal akut/ kronis, sindrom nefrotik
2) Hipoalbuminemia
3) Gagal jantung kongesif
4) Kelainan hormone
5) Penyakit hati (mis. Sirosis, asietas, kanker hati )
6) Penyakit vena perifer (mis. Varises vena, thrombus vena,

phlebitis) Imobilitas.

2.2.4 implementasi

Pelaksanaan tindakan yang sudah direncanakan dari setiap diagnose yang muncul.

2.2.5 evaluasi

Tahap akhir dari prosese keperawatan, pada kasus hipertensi yang sudah dilakukan
tindakan harus dilakukan evaluasi dengan meninjau respon paien dan untuk mengetahui
tindakan yang telah dilakukan berhasil atau tidak
2.2.6 Pathway

Factor predisposisi: usia, jeni kelamin, Aliran darah makin


merokok, stress, kurang olahraga, Beban kerja jantung cepat keseluruh
genetic, alcohol, konsentrasi garam, meningkat tubuh sedangkan
obesitas nutrisi dalam sel
sudah mencukupi
kebutuhan
2.2 Konsep Lanjut Usia

2.2.1 Definis Lansia


Kerusakan vaskuler
hipertensi Tekanan sistemik
pembuluh darah
darah meningkat
Lanjut usia adalah kelompok manusia yang berusia 60 tahun keatas. Pada
lanjut usia akan terjadi proses menghilangnya kemampuan jaringan untuk
Perubahan struktur

memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya secara


Penyumbatan pembuluh darah
perlahan-lahan sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki
kerusakan yang terjadi. Oleh karena itu, tubuh akan menumpuk makin banyak
vasokontriksi
distorsi metabolik dan struktural Suplai
yangoksigen
disebut penyakit degeneratif yang
ke otak Resiko ketidakefektifan
menyebabkan lansia akan mengakhiri hidup dengan episode terminal (Suryono &
Gangguan sirkulasi otak menurun perfusi jaringan ke otak
dkk, 2016).

Pembuluh darah
2.2.2 Batas Umur Lanjut Usia
sistemik koroner

Menurut pendapat beberapa ahli dalam Efendi (2009), batasan-batasan


vasokontriksi Iskemia miokard
umur yang mencakup batasan umur lansia sebagai berikut:

Afterload meningkat nyeri


a. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 dalam Bab 1 pasal 1 ayat 2
fatigue
Berbunyi “Lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun
Intoleransi aktivitas

(enam puluh) tahun ke atas”.

b. Menurut World Health Organization (WHO)

Usia lanjut dibagi menjadi empat kriteria berikut: usia pertengahan


(middle age) ialah 45-59 tahun, lanjut usia (elderly) ialah 60-74 tahun, lanjut usia
tua (old) ialah 75-90 tahun , usia sangat tua (very old) ialah diatas 90 tahun.

c. Menurut Dra. Jos Masdani (Psikolog UI) terdapat 4 fase

Pertama (fase investus) ialah 25-40 tahun, kedua (fase virilities) ialah 40-
55 tahun, ketiga (fase presenium) ialah 55-65 tahun, keempat (fase senium) ialah
65 hingga tutup usia.

d. Menurut Prof. Dr. Koesoemato Setyononegoro


Masa lanjut usia (geriatric age): >65 tahun atau 70 tahun. Masa lanjut usia (getiatric
age) itu sendiri dibagi menjadi tiga batasan umur, yaitu young old (70-75), old (75-
80), dan very old (>80 tahun) (Efendi,2009 dalam Suryono dkk.,

2016).

2.2.3 Karakteristik Lansia

Menurut Budi Anna Keliat (1999) dalam (Jubaedi dkk., 2008) lansia
memiliki karakteristik sebagai berikut:

a. Berusia lebih dari 60 tahun (sesuai dengan Pasal 1 ayat (2) UU No. 13
tentang kesehatan).

b. Kebutuhan dan masalah yang bervariasi dan rentang sehat sampai sakit dari
kebutuhan biopsikososial sampai spiritual, serta dari kondisi adaptif hingga
kondisi maladaptif. (Jubaedi dkk., 2008).

Klasifikasi berikut ini adalah lima klasifikasi pada lansia

a. Pralansia (prasenilis)

Seseorang yang berusia antara 45-59 tahun.


b. Lansia
Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih
c. Lansia resiko tinggi

Seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih/ seseorang yang berusia 60


tahun atau lebih dengan masalah kesehatan (Depkes RI, 2003) dalam (Jubaedi &
dkk, 2008)

a) Lansia potensial
Lansia yang masih mampu melakukkan pekerjaan dan atau kegiatan yang dapat
menghasilkan barang atau jasa Depkes RI, 2003 dalam Jubaedi., dkk (2008)

b) Lansia tidak potensial


Lansia yang tidak berdaya mencari nafka, sehingga hidupnya bergantung pada
bantuan orang lain (Depkes RI, 20013 dalam Jubaedi dkk., 2008)
2.2.4 Permasalahan Yang Terjadi Pada Lansia

Menurut (Hardiwinoto dan Setiabudi, 2005 dalam Suryono dkk., 2016),


berbagai permasalahanyang berkaitan dengan mencapai kesejahteraan lanjut usia,
antara lain:

1. Permasalahan Umum

Adapun permasalahan umum yang terjadi pada lansia diantaranya:

a) Makin besar jumlah lansia yang berada di bawa garis kemiskinan.

b) Makin melemahnya nilai kekerabatan sehingga anggota keluarga yang berusia


lanjut kurang diperhatikan, dihargai, dan dihormati.

c) Lahirnya kelompok masyarakat industri

d) Masih rendahnya kuantitas dan kualitas tenaga profesional pelayanan lanjut


usia.

e) Belum membudaya dan melembaganya kegiatan pembinaan kesejahteraan


lansia.

2.. Permasalahan Khusus

Adapun permasalahan umum yang terjadi pada lansia diantaranya:

a) Berlangsungnya proses menua yang berakibat timbulnya masalah baik fisik,


mental, maupun sosial.

b) Berkurangnya integrasi sosial lanjut usia.

c) Rendahnya produktivitas kerja lansia.

d) Banyak lansia yang miskin, terlantar dan cacat

e) Berubahnya nilai sosial masyarakat yang mengarah pada tatanan masyarakat


individualistik.
f) Adanya dampak negatif dari proses pembangunan yang dapat mengganggu
kesehatan fisik lansia (Suryono dkk., 2016).

2.2.5 Masalah atau Resiko Tinggi yang Sering Terjadi pada Lanjut
Usia

a. Mudah Jatuh

Secara singkat faktor resiko jatuh pada lanjut usia itu dapat digolongkan dalam
dua golongan, yaitu:
1. Faktor intrinsik (faktor dari dalam tubuh) antara lain:

a) Gangguan jantung dan sirkulasi darah, misal: sinkop dan hipertensi

b) Gangguan anggota gerak misalnya kelemahan otot ektermitas bawah dan kekuatan,
athritis lutut.

c) Gangguan sistem persyarafan misalnya neuropati perifer, vertigo.

d) Gangguan penglihatan misalnya infeksi telinga.

e) Gangguan penglihata, misalnya gangguan adaptasi gelap

f) Penyakit-penyakit sistemik.

2. Faktor ekstrinsik (lingkungan), antara lain:

a) Cara ruangan yang kurang terang

b) Lantai yang licin

c) Tersandung benda-benda

d) Alas kurang keras

e) Tali sepatu

f) Kursi roda yang tidak terkunci

g) Turun tangga

3. Komplikasi yang sering terjadi akibat jatuh adalah:

a) Rusaknya jaringan lunak yang terasa sangat sakit, berupa robek atau
tertariknya jaringan otot, robeknya arteri atau vena
b) Patah tulang

c) Hematoma

d) Disabilitas/kecacatan

e) Meninggal
27

Anda mungkin juga menyukai