Anda di halaman 1dari 23

PEMBERDAYAAN KAWASAN KONSERVASI MANGROVE

BEKANTAN SEBAGAI EKOWISATA DALAM MENINGKATKAN


PEMBANGUNAN DAERAH DI KOTA TARAKAN

Disusun Oleh:
Fikram Amal Tomagola
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah


SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini untuk memenuhi persyaratan LK-2
Cabang Bangkalan, dengan judul “Pemberdayaan Kawasan Konservasi
Mangrove Bekantan Sebagai Ekowisata dalam Meningkatkan
Pembangunan daerah di Kota Tarakan”.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak
terlepas dari bantuan banyak pihak yang dengan tulus memberikan do’a,
saran dan kritik sehingga karya ilmiah ini dapat terselesaikan.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari
sempurna dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang
kami miliki. Oleh karena itu, kami mengharapkan segala bentuk saran
serta masukan bahkan kritik yang membangun dari berbagai pihak.
Akhirnya kami berharap agar karya ilmiah ini dapat memberikan
manfaat bagi perkembangan dunia pendidikan.

Jakarta, 10 Januari 2021

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………………2
DAFTAR ISI...................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................4
A. Latar Belakang.....................................................................................4
B. Rumusan Masalah ...............................................................................7
C. Tujuan Penulisan .................................................................................7
BAB II PEMBAHASAN................................................................................8
A. Pengertian Kawasan Konservasi Mangrove Bekantan di Kota
Tarakan

..............................................................................................................8

B. Bekantan ..............................................................................................10
C. Urgensi Konsep Pembangunan Daerah Berbasis Ekowisata Dalam
Rencana Pembangunan Pemerintah
.....................................................16
BAB III PENUTUP.........................................................................................18
A. Kesimpulan...........................................................................................18
B. Saran.....................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………….19

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pemerintah merupakan manifestasi dari kehendak rakyat,
karena itu harus memperhatikan kepentingan rakyat dan
melaksanakan fungsi rakyat melalui proses dan mekanisme
pemerintahannya. Peranan pemerintah meliputi pelayanan publik dan
membuat aturan-aturan yang mengatur tatanan kehidupan
masyarakat yang majemuk sehingga tidak terjadi gesekan gesekan
yang mengakibatkan terjadinya konflik sehingga pembangunan yang
diharapkan pemerintah dapat terwujud dimana pembangunan
dimulai dari desa.
Dalam 9 (sembilan) agenda pembangunan nasional
sebagaimana tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 Pemerintahan Presiden
Jokowi Dodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Dimana kehadiran
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan
Transmigrasi mempunyai mandat untuk menjalankan salah satu dari
sembilan agenda pembangunan nasional yaitu “Membangun
Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan
desa dalam kerangka negara” salah agenda besarnya adalah
mengawal implementasi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014
tentang desa secara sistematis, konsisten dan berkelanjutan dengan
fasilitasi, supervisi dan pendampingan. Pendampingan desa bukan
hanya sekedar menjalankan amanat UU Desa, tetapi juga modalitas
penting untuk mengawal perubahan desa untuk mewujudkan desa
yang mandiri dan inovatif dengan mengendepankan peningkatan
partisipasi masyarakat desa.
Pembangunan menurut pengertian umum merupakan suatu
upaya terencana pemerintah untuk merubah wilayah dan masyarakat
menuju keadaan yang lebih baik secara terus menerus sehingga

4
mampu mewujudkan kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh.
Pelaksanaan pembangunan yang diharapkan harus memberdayakan
masyarakat setempat sehingga masyarakat merasa memiliki akan
pembangunan yang telah terlaksana. Tanpa adanya rasa memiliki
dari pembangunan tersebut maka tidak akan mungkin pembangunan
yang telah dilaksanakan akan berfungsi dan terpelihara dengan baik.
Pembangunan yang berorientasi pada pemenuhan kebutuhan
masyarakat dengan sasaran penduduk yang ada didesa memerlukan
peran dari organisasi pemerintah dalam hal ini Dinas Pemberdayaan
Masyarakat dan Desa sebagai Organisasi Perangkat Daerah yang
diberikan tugas dan fungsi melakukan pembinaan dan
pemberdayaan masyarakat desa melalui pelayanan yang innovatif
sesuai dengan kearifan lokal.
Salah satu kota yang memiliki kearifan lokal yang mulai langka
yaitu Kota Tarakan. Kota Tarakan merupakan salah satu kota yang
dikelilingi dengan laut dan berbatasan langsung dengan laut ambalat
yang dimiliki oleh Malaysia. Kota Tarakan yang meliputi Pulau
Tarakan dan Pulau Sedau dengan luas total 657,33 km2 terdiri
dari luas daratan 250,80 km2 (38%) danluas lautan 406,53 km2
(61,8%). Secara geografis Kota Tarakan terletak pada 3019’-3020’
LU dan 117034’-117038’ BT. Adapun secara administrasi
pemerintahan Kota Tarakan terbagi menjadi empat wilayah
2
kecamatan yaitu Kecamatan Tarakan Utara seluas 109,36 km
2
(43,60%), Kecamatan Tarakan Tengah seluas 55,54 km (22,45%),
2
Kecamatan Tarakan Timur 58,01 km (23,13%),dan Kecamatan
2
Tarakan Barat seluas 27,89 km (11,12%).
Kawasan hutan di Kota Tarakan ditetapkan berdasarkan
pemanfaatannya, secara ekologis dan biologis terbagi ke dalam
hutan lindung dan hutan konservasi dengan tujuan khusus
sebagai hutan kota dan hutan mangrove. Peranan hutan
mangrovedalam kehidupan ditunjukkan oleh fungsi mangrove

5
terkait aspek sosioekologis, sosioekonomis,dan sosiokultural.
Fungsi ekologis hutan mangrove yang paling menonjol
adalahsebagai pelindung garis pantai dan kehidupan
dibelakangnya dari gempuran tsunami dan angin, mencegah
terjadinya salinasi pada wilayah-wilayah dibelakangnya, dan
sebagai habitat bagi biota perairan. Secara ekonomis, pemanfaatan
hutan mangrove berasal dari hasil kayunya sebagai kayu
bangunan, kayu bakar dan bahan kertas ser-ta hasil hutan bukan
kayu, selainjuga difungsikan sebagai kawasan wisata alam pantai.
Secara sosial, hutan mangrove jugaberfungsi melestarikan
keterkaitan hubungan sosial dengan masyarakat lokal, sebagai
tempat mencari ikan, kepiting, udang, dan juga bahan obat-obatan.
Pengelolaan hutan mangrove yang berkelanjutan
dirasakan sangat penting oleh Pemerintah KotaTarakan, sehingga
pada tahun 2001 ditetapkan Kawasan Konservasi Mangrove
Bekantan (KKMB) seluas sembilan hektar dengan tujuan untuk
melindungi ekosistem mangrove termasuk di dalamnya satwa
endemik Kalimantan yaitu bekantan. Penetapan KKMB diikuti
dengan pembangunan fasilitas pada tahun 2003 berupa jembatan,
menara pengamatan, gazebo, perpustakaan, dan karantina untuk
pemeriksaan satwa. Pada tahun 2006, KKMB diperluas menjadi 22
ha atas kesepakatan dan dukungan Pemerintah Kota Tarakan dan
DPRD Kota Tarakan. Selain itu, World Wildlife Fund (WWF) sebagai
mitra, memberikan dukungan serta berperan aktif dalam penelitian
dan kelestarian mangrove di Kota Tarakan, tertuang bentuk Nota
Kesepahaman (MoU) antara Pemerintah Kota Tarakan, WWF, dan
PT Minanusa Aurora untuk merehabilitasi kawasan ini. Selanjutnya,
pada tahun 2007 kawasan ini direhabilitasi de-ngan penanaman
tumbuhan mangrove melalui kemitraan bersama antara PT
Minanusa Aurora dan Nichirei Fresh Ltd, Ganko Food Industries,
Provident Indonesia Energy, PT Medco, dan PT PLN.
Kawasan Konservasi Mangrove Bekantan yang ditujukan

6
untuk melestarikan ekosistem mangrove dan satwaliar dalam
perkembangannya diarahkan sebagai daerah tujuan ekowisata
alternatif. Ekowisata memberikan kesempatan bagi para
wisatawan untuk menikmati keindahan alam dan budayalokal
sertamempelajari tentang pentingnya berbagai ragam mahluk
hidup yang ada di dalamnya. Selain itu, kegiatan ekowisata juga
dapat meningkatkan pendapatan untuk pelestarian alam serta
menghasilkan keuntungan ekonomi bagi kehidupan masyarakat di
sekitarnya.
Sebagai salah satu daerah tujuan ekowisata alternatif di
Kota Tarakan, maka KKMB memerlukan penelitian yang bertujuan
untuk mengetahui kesesuaian ekosistem mangrove sebagai obyek
wisata alam yang didukung oleh potensi kawasan, meliputi
keanekaragaman jenis tumbuhan mangrove dan satwa liar dan
kualitas lingkungan, sertapersepsi pengunjung terhadap
keberadaan lokasi tersebut sebagai salah satu icon Kota Tarakan.
Berdasarkan hal tersebut, maka dalam makalah ini akan didalami
lebih lanjut pembahasan mengenai “Pemberdayaan Kawasan
Konservasi Mangrove Bekantan Sebagai Ekowisata Dalam
Meningkatkan Pembangunan Daerah di Kota Tarakan”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalahnya
yaitu sebagai berikut:
1. Apakah yang dimaksud dengan Kawasan Konservasi Mangrove
Bekantan di Kota Tarakan?
2. Apakah yang dimaksud dengan Bekantan?
3. Bagaimana urgensi konsep pembangunan daerah berbasis
ekowisata dalam rencana pembangunan pemerintah?

C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan

7
dalam makalah ini yaitu sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan Kawasan Konservasi
Mangrove Bekantan di Kota Tarakan.
2. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan Bekantan.
3. Untuk mengetahui urgensi konsep pembangunan daerah
berbasis ekowisata dalam rencana pembangunan pemerintah.

8
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Kawasan Konservasi Mangrove Bekantan di Kota


Tarakan

Kawasan Konservasi Mangrove Bekantan ditetapkan pada


tahun 2001 dengan luas 9 Ha dengan tujuan untuk melindungi
ekosistem mangrove termasuk di dalamnya satwa endemik
Kalimantan yaitu Bekantan. Pada Tahun 2003 pengelola KKMB
membangun fasilitas berupa jembatan, menara pengamatan, gazebo,
perpustakaan, dan karantina untuk pemeriksaan kesehatan satwa.
Kemudian, pada tahun 2006 KKMB diperluas menjadi 22 Ha atas
kesepakatan dan dukungan pemerintah Kota Tarakan dan DPRD
Kota Tarakan. Selain pemerintah, pihak swasta dan LSM juga turut
membantu KKMB dalam bentuk restorasi dan penelitian seperti WWF,
PT Minanusa Aurora, Nichiel Fresh Ltd, Ganko Food Industries,
Provident Indonesia Energy, PT Medco, Dan PT PLN. Untuk
mengetahui letak Kota Tarakan dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Peta Kota Tarakan

Pengembangan KKMB Kota Tarakan ditujukan untuk

9
melestarikan ekosistem mangrove dan satwa liar dalam
perkembangan nya diarahkan sebagai daerah tujuan ekowisata
alternatif, karena hal tersebut dapat memberikan kesempatan bagi
para wisatawan untuk menikmati keindahan alam dan budidaya lokal
serta, mempelajari tentang pentingnya berbagai ragam makhluk
hidup di hutan yang berada di tengah kawasan perkotaan dan mudah
diakses. Hingga saat ini, KKMB Kota Tarakan salah satu ikon Kota
Tarakan. Ikon tersebut dapat dilihat pada Gambar 2 dan 3.

Gambar 2. Kawasan Konservasi Mangrove Bekantan (KKMB) di Kota


Tarakan

Gambar 3. Tampak Depan Kawasan Konservasi Mangrove Bekantan


(KKMB) di Kota Tarakan

10
Kawasan hutan mangrove selain menjadi obyek wisata juga
mempunyai fungsi lain yaitu sebagai paru-paru Kota Tarakan serta
menjadi benteng yang melindungi kota dari abrasi air laut. Di hutan
mangrove ini juga menjadi habitat alami pohon-pohon bakau dan
fauna-fauna khas Tarakan. Pohon-pohon yang berada di Hutan
Mangrove ini rata-rata sudah berumur puluhan bahkan ratusan tahun.
Hutan Mangrove ini juga dijadikan sebagai laboratorium hidup yang
dimanfaatkan oleh peneliti-peneliti baik dari dalam maupun luar
negeri. Hasil penelitan tersebut sangat bermanfaat bagi ilmu
pengetahuan dan juga terdapat hewan-hewan khas yang tinggal
didalam hutan.
Hutan Mangrove tersebut sebagian terletak di tengah kota yang
disebut Kawasan Wisata Konservasi Mangrove dan Bekantan
(KKMB)1. Kawasan konservasi ini berlokasi di Jalan Gajah Mada dan
sebagian KKMB terletak di pinggir pantai letaknya yang berada di
jantung kota membuat kawasan wisata ini mudah untuk di temukan.
Dari kompleks THM Simpang Tiga yang merupakan pusat keramain
Kota Tarakan dengan menggunakan kendaraan umum seperti angkot,
hanya memakan waktu sekitar 5 menit, dan akses untuk ke
mangrove bisa juga dengan berjalan kaki, letak kawasan hutan
mangrove berbatasan langsung dengan komplek Pasar Gusher yang
merupakan sentra perekonomian masyarakat Tarakan dan dan
kawasan industri cold storage serta pelabuhan Tengkayu II. Namun
KKMB yang berada di pinggir pantai ini tidak bisa dimasuki secara
langsung karena pantainya berlumpur dan berair sehingga, pengelola
KKMB membuat semacam jembatan kayu sepanjang 2.400 meter
yang meliuk-liuk melintasi hutan Mangrove ini. Pengunjung yang
datang ke KKMB dapat berjalan di atas jembatan kayu selebar 1
meter untuk mengintari areal seluas 22 hektar.

1
Badan Koordinasi Tata Ruang Nasional. 1999. Profil Kawasan Andalan
Indonesia:Kawasan Timur Indonesia

11
B. Bekantan
1. Nama dan Taksonominya
Bekantan merupakan salah satu hewan yang di lindungi.
Monyet ini beda dengan monyet-monyet lain dapat dilihat pada
Gambar 4, yang paling unik dari monyet ini yaitu hidungnya yang
panjang. Karena hidungnya yang panjang tersebut monyet ini
dijuluki sebagai "Monyet Belanda". Walaupun memiliki tubuh
besar bekantan tetap lincah berayun-ayun dari satu dahan ke
dahan lain, menjadi hiburan tersendiri bagi pengunjung.

Gambar 4. Bekantan

Bekantan dibagi menjadi dua subspesies, yaitu N. larvatus


larvatus Wurmb 1784 dan N. larvatus orientalis Chasen 1940,
2
namun nama kedua secara umum tidak diakui oleh para ahli .
Nama ilmiah lain (sinonim) yang pernah diberikan bagi satwa ini
adalah Cercopithecus larvatus van Wurmb 1781, Simia
capistratus Kerr 1792, Cercopithecus nasica Lacépéde 1799,

2
Barndon-Jones,D., A.A. Eudey, T. Geissmann, C.P. Groves, D.J. Melnick. J.C. Morales, M.
Shekelle & C.B. Stewart. 2004. Asian Primate Classification. Zoo Biology 23:533-544.

12
dan Nasalis recurvus Vigors & Horsfield 1828 (Groves, 2001).
Bekantan tersebar luas di seluruh Borneo yang didiami oleh
berbagai etnis dengan bahasa yang berbeda-beda. Hal ini
menyebabkan banyak sebutan untuk monyet berekor panjang
ini. Nama daerah tersebut diantaranya adalah kahau
(Kalimantan), bakara (Bakumpai), bekagen, bekareng, bengkara,
bengkada (Dayak Ngaju, Kutai, Pasir, Tidung), paikah (Dayak
Manyan), pika, raseng (Dayak Laut), dan batangan (Pontianak)3.
Bahasa inggris yang digunakan untuk menyebut satwa ini di
dasarkan pada ciri khusus pada hidung jantan yang besar dan
panjang, yaitu proboscis monkey yang berarti monyet berbelalai.
Beberapa bahasa asing yang digunakan adalah nasique
(French), nasenaffe (German), dan mono narigudo (Spanish)4.
Pengelompokan ordo primata, dikenal istilah monyet
dunia lama (old world monkey) dan monyet dunia baru (new
world monkey). Penyebutan kedua kelompok primata tersebut
mengacu pada lokasi penyebarannya secara umum. Kelompok
pertama menyebar di Asia dan Afrika, sedangkan kelompok
kedua di Amerika. Bekantan adalah bagian dari monyet dunia
lama dari famili Cercopitecinae dan subfamili Colobinae. Marga
bekantan adalah Nasalis yang berasal dari k hidung. Posisi
bekantan dalam klasifikasi ordo primata dan diantara jenis
primata yang ada di Indonesia tersaji pada Gambar 5. Marga
Nasalis hanya terdiri dari satu jenis yaitu Nasalis larvatus van
Wurmb 1781, namun beberapa ahli menyatakan bahwa
simakobu (Simias concolor) adalah anggota dari marga Nasalis.
Hal itu didasarkan beberapa laporan yang menyatakan bahwa N.
larvatus mempunyai kedekatan dengan S. concolor,

3
Atmoko, T. 2008. Bekantan Kuala Samboja. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Konservasi dan Rehabilitasi. Bogor.
4
Hutchins, M., D.G. Kleiman, V. Geist & M.C. McDade, editors. 2003.Grzimek’s Animal Life
Encyclopedia. 2nd edition. Volumes 12-16. Mammals I V, Farmington Hills, MI: Gale
Group.

13
5
berdasarkan kemiripan dan analisis morfologi dan didukung
dengan analisis DNA mitokondria (Whittaker, 2006). Perbedaan
tingkat genetik antara Simias dan Nasalis berdasarkan analisis
DNA hanya 6% sehingga tidak memenuhi syarat untuk menjadi
marga tersendiri.
Oleh karena itu beberapa ahli mengusulkan
menggabungkan simakobu ke dalam marga Nasalis atau
menjadi sub-marganya. Namun kedekatan kedua jenis tersebut
masih sulit untuk dapat dijelaskan secara zoogeografinya.
Bekantan menyebar di Pulau Kalimantan, sedangkan simakobu
hanya dijumpai di Kepulauan Mentawai. Padahal dalam sejarah
geografinya, selama zaman Pleistosen akhir Kepulauan
Mentawai tidak pernah menyatu dengan Pulau Sumatera,
walaupun Pulau Sumatera dan Kalimantan pernah menyatu
pada sekitar 17 ribu tahun yang lalu.

Gambar 5. Posisi Bekantan dalam Taksonomi Ordo Primata

2. Morfologi
Bekantan adalah jenis dengan ukuran terbesar di antara

5
Nowak, R.M. 1999. Primaes of The World. The Johns Hopkins University Press.
Baltimore ad London.

14
subfamily Colobinae dan termasuk sexually dimorphic yaitu
memiliki perbedaan yang jelas antara jantan dan betina dapat
dilihat pada Gambar 6. Perbedaan tersebut baik dalam segi
ukuran maupun bentuk morfologinya. Ukuran tubuh, bentuk
hidung dan ukuran gigi taring bekantan jantan secara signifikan
lebih besar dari 7 betina. Panjang badan-kepala bekantan jantan
adalah 66,0-76,2 cm dengan bobot 16,0 22,5 kg sedangkan
betina memiliki panjang 53,3-60,9 cm dengan bobot 7,0-11,0 kg
dan panjang ekor 55,9- 76,2 cm. Ekornya yang panjang, sekitar
setengah dari panjang kepala dan badan berfungsi untuk
menjaga keseimbangan bekantan saat bergerak atau saat diam
beristirahat di atas cabang pohon.

Gambar 6. (a) Bekantan Jantan Dewasa (b)Bekantan Betina


Dewasa

Bekantan juga memiliki morfologi khusus pada hidungnya,


seperti jenis leaf-monkeys lainnya di Asia (marga Pygathrix,
Rhinopithecus dan Simias), sehingga kelompok ini disebut juga
odd-nosed leaf-monkeys. Morfologi hidung yang khas pada
bekantan yaitu pada jantan dewasa memiliki hidung yang
panjang, menonjol dan menggantung melewati mulut,
sedangkan pada betina lebih mancung dan kurang berkembang.
Fungsi bentuk hidung pada jantan ini belum diketahui dengan

15
pasti. Jika merujuk pada primata lainnya seperti cheek pad
pada orangutan, warna perak pada punggung gorilla atau warna
pipi pada madrill, maka bentuk hidung bekantan adalah tanda
dominansi pada kelompoknya. Bloom (1999) mengibaratkan
hidung pada bekantan jantan dewasa sebagai (a) (b) Foto: Tri
Atmoko 8 terompet yang berfungsi untuk mengeraskan
suaranya saat mengeluarkan suara6. Suara keras yang
dihasilkan oleh bekantan frekuensinya sangat tinggi, yaitu
antara 1,4 6,8 kHz. Suara ini keluar saat melakukan agresi atau
digunakan sebagai alarm calls pada saat terjadi bahaya yang
mengancam dalam kelompoknya.
Warna rambut didominansi warna merah bata dengan kaki
dan tangan warna abu-abu muda, dahi merah kecoklatan gelap,
tengkuk dan pundak berbeda dengan bagian pipi dan leher,
sedangkan wajahnya tak berambut berwarna coklat kemerah-
merahan. Bekantan yang masih bayi memiliki wajah berwarna
biru gelap, kemudian pada umur tiga bulan memudar menjadi
abu-abu dan berangsur-angsur berwarna seperti bekantan
dewasa.
Di antara jari-jari kaki bekantan terdapat selaput yang
berguna pada saat berenang atau mungkin untuk berjalan pada
tanah berlumpur di areal mangrove. Bekantan juga memiliki
bantalan duduk (ischial callosities) yang keras. Bantalan duduk
adalah adaptasi bekantan untuk duduk dalam waktu lama
terutama untuk mempertahankan postur tubuhnya saat tidur
dengan posisi duduk di cabang pohon. Susunan gigi bekantan
sama seperti pada umumnya monyet dunia baru, kera dan

6
Atmoko, T., A. Ma’ruf, I. Syahbani & M..T. Rengku. 2007. Kondisi habitat dan penyebaran
bekantan (Nasalis larvatus wumb) di Delta Mahakam, Kalimantan Timur. Dalam: K.
Sidiyasa, M. Omon, D. Setiabudi. (editor). Pemanfaatan HHBK dan Konservasi
Biodiversitas menuju Hutan Lestari. Balikpapan, 31 Jan 2007. Bogor: Pusat Litbang Hutan
dan Konservasi Alam. Pp: 35-42.

16
7
manusia yaitu terdiri dari incisors, canines, premolar, dan molar .
Berdasarkan ciri organ genitalnya, bekantan jantan
memiliki kelamin berwarna merah dengan scrotum berwarna
hitam. Pada betina terjadi sexual swelling berwarna merah
muda (Murai, 2006). Sexual swelling adalah pembengkakan
pada sekitar organ genital betina selama terjadi estrus dimana
pembengkakan maksimal terjadi pada saat terjadi ovulasi
(Napier & Napier, 1985).

3. Distribusi dan Habitat


Habitat alami bekantan hanya dijumpai di Borneo yang
secara langsung dilalui oleh garis khatulistiwa. 9 Habitat
bekantan meliputi tiga negara yaitu Malaysia, Brunai Darusalam,
dan Indonesia. Penyebaran di Kalimantan (Indonesia) meliputi
Kalimantan Utara, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan,
Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Barat. Habitat bekantan
bervariasi, mulai daerah hutan pasang surut sampai dataran
tinggi, meliputi hutan mangrove, rawa gambut, hutan tepi
sungai rawa gambut air tawar8, dan hutan rawa galam
(Soendjoto et al., 2006). Dilaporkan juga bahwa bekantan dapat
hidup di hutan Dipterocarpaceae, hutan kerangas9, hutan karet
10
dan hutan bukit kapur (karst) . Selain itu bekantan juga
dijumpai hidup jauh di daratan yang berjarak 250-300 km dari
laut, seperti di Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan.

7
Napier, J. R. & P.H. Napier. 1967. A Handbook of Living Primates. Academic Press,
London-New York.
8
Matsuda, I. 2008. Feeding and ranging behaviors of proboscis monkey Nasalis larvatus
in Sabah, Malaysia [Dissertation]. Hokkaido: Graduate School of Environmental Earth
Science, Hokkaido University
9
Salter, R.E., N.A. Mackenzie, N. Nightingale, K.M. Aken & P.K. Chai. 1985. Habitat use,
ranging behaviour, and food habits of the proboscis monkey, Nasalis larvatus (van
Wurmb), in Sarawak. Primates 26(4):436-451
10
Soendjoto, M.A. 2004. A new record on habitat of the proboscis monkey (Nasalis
larvatus) and its problem in South Kalimantan Indonesia. Tigerpaper 31(2):17-18

17
C. Urgensi Konsep Pembangunan Daerah Berbasis Ekowisata Dalam
Rencana Pembangunan Pemerintah
Urgensi suatu ekowisata dapat dilihat dari fungsinya yang
mempunyai peran penting bagi kehidupan manusia. Fungsi
ekowisata yakni mempersatukan masyarakat, memenuhi kebutuhan
masyarakat dan mendorong perubahan di dalam masyarakat.
Perubahan yang terjadi di dalam masyarakat salah satunya melalui
proses pembangunan. Persoalan ekowisata merupakan bagian
penting dalam proses pembangunan. Ekowisata terkait dengan
perekonomian dan pariwisata daerah yang menentukan keberhasilan
pembangunan di Indonesia. Apabila perekonomian dan pariwisata
yang cenderung destriktif dan koruptif tentunya tujuan pembangunan
akan sulit terlaksana, begitu pula sebaliknua. Di sisi lain,
pembangunan multisektor lainnya pun juga membutuhkan peranan
ekosistem dan pariwisata untuk mendukung suksesnya program-
program yang akan dijalankan. Seringkali timbul permasalahan,
ketidakberhasilan sasaran program yang dijaankan di daerah
disebabkan oleh kurangnya dukungan dari faktor budaya masyarakat
tentunya.
Misalnya yang terjadi pada krisis ekonomi tahun 1998
mengajarkan kepada kita bahwa pembangunan Indonesia yang
bertumpu pada aspek pertumbuhan ekonomi saja ternyata keliru.
Kejayaan ekonomi Indonesia mengalami kehancuran terkena krisis
akibat lemahnya pondasi yang menyangga perekonomian Indonesia.
Model pembangunan ala Pemerintah Orde Baru yang berlihat kuat di
luar tetapi rapuh di dalam memberikan pelajaran berharganya bagi
pengambil kebijakan ke depan agar tidak mengabaikan perhatiannya
terhadap persan serta pembangunan sektor lainnya, khususnya
peran serta ekosistem dan pariwisata.
Ekosistem mangrove yang ada di Indonesia khususnya Kota
Tarakan perlu ditingkatkan dan dijaga karena ekosistem tersebut
berfungsi sebagai penjagaan terhadap pengkikisan air laut serta

18
menahan gelombang agar tidak langsung berimbas ke pemukiman
warga. Sedangkan pariwisata berkaitan dengan keseluruhan sistem
gagasan, tidakan, dan hasil karya masyarakat yang tinggal mendiami
wilayah tersebut guna menarik perhatian wisatawan agar terus dapat
memperkenalkan potensi daerah. Disini ditemukan banyak potensi
pariwisata yang dapat dikembangkan dalam proses pembangunan
ke depan terutama peningkatan kesejahteraan masyarakat lahir dan
batin.

19
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Kawasan Konservasi Mangrove Bekantan ditetapkan pada tahun
2001 dengan luas 9 Ha dengan tujuan untuk melindungi ekosistem
mangrove termasuk di dalamnya satwa endemik Kalimantan yaitu
Bekantan.
2. Bekantan merupakan salah satu hewan yang di lindungi. Monyet ini
beda dengan monyet-monyet lain, yang paling unik dari monyet ini
yaitu hidungnya yang panjang. Karena hidungnya yang panjang
tersebut monyet ini dijuluki sebagai "Monyet Belanda". Walaupun
memiliki tubuh besar bekantan tetap lincah berayun-ayun dari satu
dahan ke dahan lain, menjadi hiburan tersendiri bagi pengunjung.
3. Urgensi pembangunan berbasis ekowisata adalah untuk
menciptakan masyarakat harmonis yang berdaya menghadapi
perkembangan zaman tanpa harus kehilangan nilai-nilai luhur
warisa nenek moyangnya.
B. Saran
Adapun saran yang dapat diberikan penulis yaitu:
1. Pendekatan pembangunan berbasis ekowisata konservasi
mangrove sangat strategis untuk diterapkan di wilayah daerah
pesisir.
2. Diharapkan pembangunan berbasis ekowisata konservasi
mangrove yang telah dilakukan di Kota Tarakan dapat ditiru oleh
daerah lainnya.

20
DAFTAR PUSTAKA

Barndon-Jones,D., A.A. Eudey, T. Geissmann, C.P. Groves, D.J. Melnick.


J.C. Morales, M. Shekelle & C.B. Stewart. 2004. Asian Primate
Classification. Zoo Biology 23:533-544.

Atmoko, T. 2008. Bekantan Kuala Samboja. Pusat Penelitian dan


Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi. Bogor.

Hutchins, M., D.G. Kleiman, V. Geist & M.C. McDade, editors.


2003.Grzimek’s Animal Life Encyclopedia. 2nd edition. Volumes 12-16.
Mammals I V, Farmington Hills, MI: Gale Group.

Nowak, R.M. 1999. Primaes of The World. The Johns Hopkins University
Press. Baltimore ad London.

Atmoko, T., A. Ma’ruf, I. Syahbani & M..T. Rengku. 2007. Kondisi habitat
dan penyebaran bekantan (Nasalis larvatus wumb) di Delta Mahakam,
Kalimantan Timur. Dalam: K. Sidiyasa, M. Omon, D. Setiabudi. (editor).
Pemanfaatan HHBK dan Konservasi Biodiversitas menuju Hutan Lestari.
Balikpapan, 31 Jan 2007. Bogor: Pusat Litbang Hutan dan Konservasi
Alam.

Napier, J. R. & P.H. Napier. 1967. A Handbook of Living Primates.


Academic Press, London-New York.

Matsuda, I. 2008. Feeding and ranging behaviors of proboscis monkey


Nasalis larvatus in Sabah, Malaysia [Dissertation]. Hokkaido: Graduate
School of Environmental Earth Science, Hokkaido University

21
Salter, R.E., N.A. Mackenzie, N. Nightingale, K.M. Aken & P.K. Chai. 1985.
Habitat use, ranging behaviour, and food habits of the proboscis monkey,
Nasalis larvatus (van Wurmb), in Sarawak. Primates 26(4):436-451

Soendjoto, M.A. 2004. A new record on habitat of the proboscis monkey


(Nasalis larvatus) and its problem in South Kalimantan Indonesia.
Tigerpaper 31(2):17-18

22
23

Anda mungkin juga menyukai