Anda di halaman 1dari 5

Lembar Tugas Mahasiswa

Nama : Rachvika Cindy Gayatri Mata Kuliah : Oseanografi

NPM : 1706975564 Dosen Pengampu : Tjiong Giok Pin S.Si., M.Si.

Kelompok : 10

Judul Makalah Kelompok 10: Permasalahan Lingkungan Karena Sampah Plastik Di


Pesisir dan Laut Indonesia (Perairan Wakatobi)

Permasalahan Lingkungan Akibat Sampah Plastik di Pesisir dan Laut Indonesia

Pengelolaan sampah di Indonesia menjadi salah satu permasalahan lingkungan yang


belum diatasi dengan baik. Kegiatan dalam mengurangi sampah di masyarakat maupun di
tingkat industri masih berkisar 5%, sehingga sampah tersebut disimpan ke Tempat
Pemrosesan Akhir (TPA) sementara itu lahan TPA masih terbatas. Sampah yang cukup
dominan di TPA selain sampah organik (70%) juga terdapat sampah non organik, yaitu
sampah plastik sekitar 14% (Purwaningrum, 2016). Berdasarkan data dari Kementrian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan bahwa Indonesia di tahun 2019 akan mendapatkan sekitar
68 juta ton sampah, dan sampah jenis plastik sebesar 9,52 juta ton, dan hasil penelitian oleh
Jeena Jambeck (2015) menyatakan Negara Indonesia berada di posisi ranking 2 di dunia yang
mengalahkan Negara China sebagai penghasil sampah plastik ke laut yang mencapai sebesar
187,2 juta ton.

Sampah plastik banyak ditemukan di daerah pesisir dan laut di Indonesia. Sampah
plastik tersebut bisa pecah menjadi plastik yang berukuran kecil (mikroplastik). Akibat
ukurannya yang kecil, mikroplastik dapat masuk menuju ke peredaran darah hewan yang
tinggal di laut. Pada tahun 2019, Reza Cordova sebagai peneliti dari Pusat Penelitian
Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) telah melakukan riset mengenai
pengaruh mikroplastik terhadap biota laut, lingkungan, dan kesehatan manusia. Menurut
Reza Cordova, sebesar 78 juta plastik yang digunakan oleh manusia akan masuk ke laut,
padahal laut merupakan kawasan terluas di Bumi yaitu sekitar 70%. Sampah plastik yang
tidak didaur ulang akan terpecah menjadi kepingan kecil berukuran kurang dari lima
milimeter, disebut juga sebagai mikroplastik. Plastik bisa berubah menjadi mikroplastik
karena faktor dari panas, gelombang, sinar ultraviolet, dan bakteri. Bahaya dari mikroplastik
apabila jumlahnya semakin meningkat bisa berdampak pada rantai makanan makhluk hidup.
Ikan yang mengonsumsi mikroplastik dikhawatirkan dapat memberikan pengaruh kesehatan
bagi manusia. Meskipun belum ditemukan kasus mengenai mikroplastik yang ada didalam
tubuh manusia, bahaya tersebut tidak seharusnya diabaikan dan sewaktu-waktu bisa terjadi
(Kusumaningtyas, 2018).

Contoh kasus permasalahan lingkungan di Indonesia terhadap sampah plastik di


wilayah pesisir berada di Kabupaten Pandeglang, dan di perairan Wakatobi, Sulawesi
Tenggara. Kabupaten Pandeglang berbatasan langsung dengan beberapa laut sehingga
cenderung berpotensi untuk menjadi sumber suplai sampah di lautan. Menurut Balitbang
Kabupaten Pandeglang yang tercantum dalam RPJMD tahun 2016- 2021 bahwa isu dalam
pengelolaan sampah plastik belum menjadi arahan kebijakan bagi pemerintah daerah. Fakta
di lapangan setelah kejadian tsunami tahun 2018 di Kabupaten Pandeglang, karena kurang
tanggapnya tata kelola mengakibatkan sampah plastik merambah ke darat yang tertransport
oleh air (Gambar A). Tercatat ada sekitar 4 ton sampah yang terbawa oleh air ke darat.
Selain itu, tidak hanya dari masalah kebijakan daerah akan tetapi juga diakibatkan kebiasaan
masyarakat sudah terbiasa dengan budaya yang berlaku selama ini. Pengelolaan sampah yang
belum optimal dapat memberikan dampak buruk bagi aspek sosial, ekonomi dan lingkungan
masyarakat pesisir (Fathun & Ray, 2019).

Gambar A. Tumpukan sampah di pesisir pantai Desa Teluk, Kecamatan Labuan, Kabupaten Pandeglang
(Google Images)
Studi Kasus Permasalahan Lingkungan Akibat Sampah Plastik di Perairan Wakatobi

Sampah plastik yang memenuhi lautan dapat memberikan dampak negatif bagi biota
laut. Hal tersebut ditandai dengan penemuan paus sperma yang mati dan terdampar di
perairan Wakatobi, Sulawesi Tenggara pada tahun 2018 (Gambar B). Paus tersebut
mempunyai panjang tubuh 9,6 meter, dan pada bagian perutnya ditemukan sampah berupa
plastik seberat 5,9 kg. Menurut laporan tertulis yang disampaikan BTN Wakatobi, hasil
identifikasi isi perut paus yang dilakukan di Kampus AKKP Wakatobi sampah plastik yang
ditemukan di dalam perut paus tersebut berupa gelas plastik 750 gram (115 item), plastik
keras 140 gram (19 item), botol plastik 150 gram (4 item), kantong plastik 260 gram (25
item), serpihan kayu 740 gram (6 item), sandal jepit 270 gram (2 item), karung nilon 200
gram (1 item), tali rafia 3.260 gram (lebih dari 1000 item). Dari studi kasus tersebut
menunjukkan bahwa sampah plastik dapat menimbulkan berbagai permasalahan lingkungan
pada wilayah pesisir dan laut di Indonesia.

Gambar B. Paus sperma ditemukan dalam kondisi membusuk di Pulau Kapota, Desa Kapota Utara, Kecamatan
Wangi-wangi Selatan, Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara (Google Images)

Solusi dan Peran Pemerintah Mengenai Permasalahan Sampah Plastik di Wakatobi

Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), 80%


sampah yang dibuang ke laut berasal dari daratan dan 90% merupakan sampah plastik.
Jumlah sampah plastik di lautan Indonesia telah mencapai 187,2 juta ton per tahun (Jambeck
et al, 2015). Salah satu bukti bahwa sampah plastik banyak ditemukan di perairan Indonesia,
yaitu adanya penemuan sampah jenis plastik pada perut paus sperma (Physeter
macrocephalus) tanggal 19 November 2018 di Pulau Wakatobi, Sulawesi Tenggara. Hal
tersebut menandakan bahwa sampah plastik sudah mengganggu keberlangsungan hidup biota
laut. Dalam mengatasi kejadian tersebut agar tidak terulang lagi, maka diperlukan solusi yang
tepat dan melibatkan pemerintah, serta masyarakat di Pulau Wakatobi.

Peran pemerintah dan masyarakat setempat sangat dibutuhkan untuk menanggulangi


permasalahan sampah plastik di Pulau Wakatobi, Sulawesi Tenggara. Upaya pemerintah
dalam mengatasi permasalahan tersebut diantaranya Bupati Wakatobi mengeluarkan
Peraturan Bupati Wakatobi Nomor 12 Tahun 2018, yang berisikan larangan penggunaan
wadah plastik diseluruh sektor pemerintahan. Wadah makanan dan minuman diganti dengan
tempat yang bisa digunakan kembali, sehingga diharapkan mampu menekan volume sampah
di wilayah tersebut. Pemerintah juga mengirimkan petugas kebersihan untuk menjaga daerah
pesisir pantai agar tetap bersih, dan sampah yang diambil akan ditempatkan ke Tempat
Pembuangan Akhir (TPA) yang nantinya diolah menjadi kompos, serta didaur ulang
contohnya membuat kerajinan. Akan tetapi upaya mengirimkan petugas kebersihan ke pesisir
pantai masih kurang efektif, hal ini disebabkan tidak semua sampah bisa diatasi dengan
sepenuhnya. Oleh karena itu, pemerintah juga bekerjasama dengan masyarakat setempat
dengan melakukan penyuluhan peduli lingkungan. Penyuluhan tersebut diselenggarakan
melalui dinas pendidikan dan didampingi oleh Lembaga Sosial Masyarakat (LSM), dan
ditetapkan sebagai mata pelajaran. Kegiatan penyuluhan ini sudah dilakukan di Sekolah
Dasar Negeri Kulati, dan didukung oleh Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN).
Daftar Pustaka
DELGOSEA. 2011. “Pemeliharaan Kejernihan Air Laut Melalui Pengelolaan Sampah Kota Yang Baik di
Kabupaten Wakatobi”, diakses dari www.DElGOSEA.eu pada 17 Desember 2020 pukul 19.33 WIB.

Fathun, L. M., dan Ray, I N. A. S., 2019. Pengelolaan Sampah Plastik sebagai Ancaman Keamanan Maritim di
Indonesia di Kabupaten Pandeglang. Jurnal Keamanan Nasional Volume 5, Nomor 2, hal: 137-155.

Jambeck, J.R., Geyer, R., Wilcox, C., Siegler, T.R., Perryman, M., Andrady, A., Law, K.L. 2015. “Plastic
Waste Inputs From Land To The Ocean”, 768- 711. https://doi.org/10.1126/ science.1260352 (Diakses
17 November 2020).

Jenna, R. Jambeck. 2015. Plastic waste inputs from land into the ocean. University of Georgia.

Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2017. KKP Komitmen Tangani Dampak Sampah Plastik di Wilayah
Pesisir dan Laut. Siaran Pers, Nomor: SP23/SJ.07/II/2017.

Kusumaningtyas, S. 2018. “LIPI Akan Kaji Dampak Bahaya Mikroplastik bagi Biota Laut”, diakses dari
https://sains.kompas.com/read/2018/02/21/070900323/lipi-akan-kaji-dampak-bahaya-mikroplastik-
bagi-biotalaut?page=all pada 24 Agustus 2020 pukul 19.55 WIB.

Purwaningrum, P., 2016. Upaya Mengurangi Timbulan Sampah Plastik di Lingkungan. JTL Volume 8, Nomor
2, hal: 141-147.

Republik Indonesia. 2018. Peraturan Bupati Wakatobi Nomor 12 Tahun 2018 tentang Pengurangan Sampah
Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga. Wakatobi: Sekretariat Daerah.

Anda mungkin juga menyukai