Kelompok : 10
Sampah plastik banyak ditemukan di daerah pesisir dan laut di Indonesia. Sampah
plastik tersebut bisa pecah menjadi plastik yang berukuran kecil (mikroplastik). Akibat
ukurannya yang kecil, mikroplastik dapat masuk menuju ke peredaran darah hewan yang
tinggal di laut. Pada tahun 2019, Reza Cordova sebagai peneliti dari Pusat Penelitian
Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) telah melakukan riset mengenai
pengaruh mikroplastik terhadap biota laut, lingkungan, dan kesehatan manusia. Menurut
Reza Cordova, sebesar 78 juta plastik yang digunakan oleh manusia akan masuk ke laut,
padahal laut merupakan kawasan terluas di Bumi yaitu sekitar 70%. Sampah plastik yang
tidak didaur ulang akan terpecah menjadi kepingan kecil berukuran kurang dari lima
milimeter, disebut juga sebagai mikroplastik. Plastik bisa berubah menjadi mikroplastik
karena faktor dari panas, gelombang, sinar ultraviolet, dan bakteri. Bahaya dari mikroplastik
apabila jumlahnya semakin meningkat bisa berdampak pada rantai makanan makhluk hidup.
Ikan yang mengonsumsi mikroplastik dikhawatirkan dapat memberikan pengaruh kesehatan
bagi manusia. Meskipun belum ditemukan kasus mengenai mikroplastik yang ada didalam
tubuh manusia, bahaya tersebut tidak seharusnya diabaikan dan sewaktu-waktu bisa terjadi
(Kusumaningtyas, 2018).
Gambar A. Tumpukan sampah di pesisir pantai Desa Teluk, Kecamatan Labuan, Kabupaten Pandeglang
(Google Images)
Studi Kasus Permasalahan Lingkungan Akibat Sampah Plastik di Perairan Wakatobi
Sampah plastik yang memenuhi lautan dapat memberikan dampak negatif bagi biota
laut. Hal tersebut ditandai dengan penemuan paus sperma yang mati dan terdampar di
perairan Wakatobi, Sulawesi Tenggara pada tahun 2018 (Gambar B). Paus tersebut
mempunyai panjang tubuh 9,6 meter, dan pada bagian perutnya ditemukan sampah berupa
plastik seberat 5,9 kg. Menurut laporan tertulis yang disampaikan BTN Wakatobi, hasil
identifikasi isi perut paus yang dilakukan di Kampus AKKP Wakatobi sampah plastik yang
ditemukan di dalam perut paus tersebut berupa gelas plastik 750 gram (115 item), plastik
keras 140 gram (19 item), botol plastik 150 gram (4 item), kantong plastik 260 gram (25
item), serpihan kayu 740 gram (6 item), sandal jepit 270 gram (2 item), karung nilon 200
gram (1 item), tali rafia 3.260 gram (lebih dari 1000 item). Dari studi kasus tersebut
menunjukkan bahwa sampah plastik dapat menimbulkan berbagai permasalahan lingkungan
pada wilayah pesisir dan laut di Indonesia.
Gambar B. Paus sperma ditemukan dalam kondisi membusuk di Pulau Kapota, Desa Kapota Utara, Kecamatan
Wangi-wangi Selatan, Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara (Google Images)
Fathun, L. M., dan Ray, I N. A. S., 2019. Pengelolaan Sampah Plastik sebagai Ancaman Keamanan Maritim di
Indonesia di Kabupaten Pandeglang. Jurnal Keamanan Nasional Volume 5, Nomor 2, hal: 137-155.
Jambeck, J.R., Geyer, R., Wilcox, C., Siegler, T.R., Perryman, M., Andrady, A., Law, K.L. 2015. “Plastic
Waste Inputs From Land To The Ocean”, 768- 711. https://doi.org/10.1126/ science.1260352 (Diakses
17 November 2020).
Jenna, R. Jambeck. 2015. Plastic waste inputs from land into the ocean. University of Georgia.
Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2017. KKP Komitmen Tangani Dampak Sampah Plastik di Wilayah
Pesisir dan Laut. Siaran Pers, Nomor: SP23/SJ.07/II/2017.
Kusumaningtyas, S. 2018. “LIPI Akan Kaji Dampak Bahaya Mikroplastik bagi Biota Laut”, diakses dari
https://sains.kompas.com/read/2018/02/21/070900323/lipi-akan-kaji-dampak-bahaya-mikroplastik-
bagi-biotalaut?page=all pada 24 Agustus 2020 pukul 19.55 WIB.
Purwaningrum, P., 2016. Upaya Mengurangi Timbulan Sampah Plastik di Lingkungan. JTL Volume 8, Nomor
2, hal: 141-147.
Republik Indonesia. 2018. Peraturan Bupati Wakatobi Nomor 12 Tahun 2018 tentang Pengurangan Sampah
Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga. Wakatobi: Sekretariat Daerah.