Anda di halaman 1dari 24

BAGIAN ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN Referat

FAKULTAS KEDOKTERAN Juli 2020

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

TATALAKSANA HERPES ZOOSTER

DISUSUN OLEH:

Muhammad Syarifullah A

111 2019 2094

PEMBIMBING:

Dr. dr. Sri Vitayani, Sp.KK.,FINSDV,FAADV

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

MAKASSAR

2020

i
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa:


Nama : Muhammad Syarifullah A
NIM : 111 2019 2155
Judul Refarat : Tatalaksana Herpes Zooster
Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada Bagian Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia.

Makassar, Juli 2020


Mengetahui,
Supervisor Pembimbing

Dr. dr. Sri Vitayani, Sp.KK.,FINSDV,FAADV

ii
KATA PENGANTAR

Assalamu‘Alaikum Warahmatullahi Wa Barakatuh


Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikanpenulisan Referat dengan judul
“Tatalaksana Herpes Zooster” sebagai salah satu syarat menyelesaikan tugas
kepaniteraan klinik bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin di Fakultas
Kedokteran Universitas Muslim Indonesia.
Keberhasilan penyusunan referat ini adalah berkat bimbingan, kerja sama,
serta bantuan moril dan materil dari berbagai pihak yang telah diterima penulis
sehingga segala rintangan yang dihadapi dan penyusunan referat ini dapat
terselesaikan dengan baik.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan memberikan
penghargaan yang setinggi-tingginya secara tulus dan ikhlas kepada yang
terhormat Dr. dr. Sri Vitayani, Sp.KK.,FINSDV,FAADVselaku pembimbing
selama berada di bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.
Sebagai manusia biasa penulis menyadari sepenuhnya akan keterbatasan
baik dalam penguasaan ilmu, sehingga referat ini masih jauh dari kesempurnaan.
Untuk saran dan kritik yang sifatnya membangun dari berbagai pihak sangat
diharapkan demi penyempurnaan referat ini. Akhirnya penulis berharap referat ini
memberikan manfaat bagi pembaca.
Aamiin.
Wassalamu’alaikum wr.wb.

Makassar, Juli 2020

Penulis

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Herpeszoster (HZ) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh reaktivasi

virus varisela zoster (VVZ) yang laten berdiam terutama dalam sel neuronal dan

kadang – kadang di dalam sel satelit ganglion radiks dorsalis dan ganglion

sensorik saraf kranial, menyebar ke dermatom atau jaringan saraf yang sesuai

dengan segmen yang dipersarafinya.1

Selama fase reaktivasi, dapat terajdi infeksi VVZ di dalam sel

mononuklear darah tepi yang biasanya subklinis. Penyebab reaktivasi tidak

sepenuhnya dimengerti tetapi diperkirakan terjadi pada kondisi gangguan imunitas

selular.1

Faktor – faktor yang berpotensi menyebabkan reaktivasi adalah pajanan

VVZ sebelumnya (cacar air, vaksinasi), usia lebih dari 50 tahun, keadaan

imunokompromais, obat – obatan imunosupresif, HIV/AIDS, transplantasi

sumsum tulang atau organ, keganasan, terapi steroid jangka panjang, stres

psikologis, trauma dan tindakan pembedahan.2

Kejadian HZ meningkat secara dramatis seiring dengan bertambahnya

usia. Kira – kira 30% populasi (1 dari 3 orang) akan mengalami HZ selama masa

hidupnya, bahkan pada usia 85 tahun, 50% (1 dari 2 orang) akan mengala,I HZ.

Insiden HZ pada anak – anak 0.74 per 1000 orang per tahun. Insiden ini

meningkat menjadi 2,5 per 1000 orang di usia 20 – 50 tahun, 7 per 100 orang di

1
usia lebih dari 60 tahun per tahun dan mencapai 10 per 1000 orang per tahun di

usia 80 tahun.3

Pemeriksaan laboratorium diperlukan bila terdapat gambaran klinis yang

dilakukan adalahTes Tzanck (adanya perubahan sitologi sel epitel dimana terlihat

multi nucleated giantsel) dan Identifikasi antigen/asam nukleat VVZ

denganmetodePCR4

Diagnosis penyakit herpes zoster sangat jelas, karena gambaran klinisnya

memiliki karakteristik tersendiri, seperti :

 Masa tunas 7-12 hari, lesi baru tetap timbul selama 1-4 hari dan

kadangkadang selama ±1 minggu.5

 Gejala prodromal berupa nyeri dan parestesi di dermatom yang terkait

biasanya mendahului erupsi kulit dan bervariasi mulai dari rasa gatal,

parestesi, panas, pedih, nyeri tekan, hiperestesi, hingga rasa ditusuk-

tusuk.5,6

 Kelainan diawali dengan lesi makulopapular eritematosa yang dalam 12-

48 jam menjadi vesikel berkelompok dengan dasar kulit eritematosa dan

edema. Vesikel berisi cairan jernih, kemudian menjadi keruh, dapat

menjadi pustul dan krusta dalam 7-10 hari. Krusta biasanya bertahan

hingga 2-3 minggu.5,6,7

 Lokasi unilateral dan bersifat dermatomal sesuai tempat persarafan.5,7

Perlu memberi informasi dan edukasi kepada pasien tentang penyakit HZ

dan komplikasinya sehingga dapat berobat ke dokter sedini mungkin. Melihat

berbagai permasalahan tersebut di atas, diperlukan diagnosis yang cepat dan

2
pengobatan yang efektif, aman, dan tepat waktu, untuk menghilangkan nyeri pada

fase akut dan mencegah komplikasi yang dapat terjadi.2

Upaya pencegahan lebih baik dilakukan untuk menurunkan angka kejadian

zoster, menurunkan insidensi NPH, serta menurunkan beban penyakit. Saat ini

upaya pencegahan dapat dilakukan dengan lebih efektif melalui vaksinasi herpes

zoster.1

3
BAB II

LAPORAN KASUS

2. 1. IDENTITAS PASIEN

Nama : An. X

JenisKelamin : Laki - Laki

Umur : 10tahun

Alamat :-

Pekerjaan :-

Suku :-

Agama :-

Status : BelumMenikah

2. 2. ANAMNESIS

a) Keluhan Utama : Bintil – bintilberair di daerahperutdanpunggung.

b) Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasienmengeluhbintil-bintilberair di

daerahperutdanpunggungsebelahkanan yang timbulsejak 3 harilalu.

Awalnyapasienmengeluhnyeri di daerahperutdanpunggungsebelahkanan.

Selanjutnya, duaharikemudiantimbulbintil-

bintilmerahberairdanberkelompok di

perutkananmenjalarkepunggungsebelahkanan.

Pasienbelumpernahberobatkedokteruntukkeluhanini.

Sekitarsatuminggusebelumnya, pasienmengeluhbatukdanpilek yang

4
disertaidemam,

namunkeluhaninimembaiksetelahminumobatbatukdanpenurunpanas..

Riwayat Penyakit Dahulu :

Pasien ini pernah mengalami varisela pada usia 5 tahun. Alergi makanan

(-), alergi obat-obatan (-).

c) Riwayat Penyakit Keluarga :

Tidakadakeluarga yang memilikikeluhansepertipasien

d) Riwayat Pengobatan:

Pasien belum pernah mengobati keluhannya. Pasien sedang

mengkonsumsi obat untuk menghilangkan batuk dan demam.

2. 3. PEMERIKSAAN FISIK

a) Status Generalis :

- tanda-tanda vital dalambatas normal

b) Status Dermatologis

Regio : lumbar dekstra anterior dan posterior

Distribusi : lokalisata

Effloresensi :vesikelmultipelbergerombol di

atasdasarmakulaeritematosaberisicairanjernih

Lokasi : vesikelmultipelbergerombolberisicairanjernih di

atasdasarkulit yang eritema yang terdapat di

regiotorakolumbal anterior dan posterior (T10 dan L2)

5
Gambar2.3Pasien

2. 4. DIAGNOSIS

Herpes zoster

2. 5. DIAGNOSIS BANDING

- Herpes Simplek

- Dermatitis Kontak

2. 6. PLANNING

- Diagnosis

 TesTzankmemperlihatkanadanyaselraksasaberintibanyak

- Terapi

 Medikamentosa:

asiklovir tablet 4x225 mg selama 7 hari

parasetamol tab 3x375mg

bedaksalisilditaburpadalepuh yang belumpecah

6
- Edukasi

 Memberikan penjelasan tentang penyakit yang diderita pasien

 Memberikan penjelasan tentang faktor pencetus penyakit yang

diderita pasien

 Menggunakan obat secara teratur dan sesuai aturan

 Follow up pasien satu minggu setelah terapi yaitu pada hari ke-14

2. 7. PROGNOSIS

Dubia ad bonam

7
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Talaksana Herpes Zoster

Prinsip dasar pengobatan herpes zoster adalah menghilangkan nyeri

secepat mungkin dengan cara membatasi replikasi virus, sehingga mengurangi

kerusakan saraf lebih lanjut.8

Sistemik

1. Obat Antivirus

Antivirus diberikan tanpa melihat waktu timbulnya lesi pada:8

 usia >50thn

 dengan risiko terjadinyaNPH

 HZO/sindromRamsayHunt/HZservikal/HZsakral

 imunokompromais, diseminata/ generalisata, dengan komplikasi

 anak-anak, usia <50 tahun dan perempuan hamil diberikan terapi antiviral

bila disertai: risiko terjadinya NPH, HZO/sindrom Ramsay Hunt,

imunokompromais, diseminata/generalisata, dengankomplikasi.

Pilihan antivirus :

 Asiklovir oral 5x800 mg/hari selama 7-10 hari.8,9

 Dosis asiklovir anak< 12 tahun 30 mg/kgBB/hari selama 7 hari, anak

12 tahun 60 mg/kgBB/hari selama 7 hari.8

 Valasiklovir 3x1000 mg/hari selama 7 hari10,11

 Famsiklovir 3x250 mg/hari selama 7 hari10,12

8
Catatan khusus:

 Pemberian antivirus masih dapat diberikan setelah 72 jam

 bila masih timbul lesi baru/ terdapat vesikel berumur < 3 hari.

 Bila lesi luas atau ada keterlibatan organ dalam, atau pada

imunokompromais diberikan asiklovir intravena 10 mg/kgBB/hari 3 kali

sehari selama 5-10 hari. Asiklovir dilarutkan dalam 100 cc NaCl 0.9% dan

diberikan dalam waktu 1 jam.13,14,15

 Obat pilihan untuk ibu hamil ialah asiklovir berdasarkan pertimbangan

risiko dan manfaat.13

Obat-obat yang aktif terhadap virus herpes umumnya merupakan antimetabolit

yang mengalami bioaktivasi melalui enzim kinase sel hospes atau virus untuk

membentuk. senyawa yang dap;:it menghambat DNA polimerase virus.16

a. Asiklovir : Asiklovir dimetabolisme oleh enzim kinase virus menjadi

senyawa intermediat. Senyawa intermediat asiklovir (dan obat-obat seperti

idoksuridin, sitarabin, vidarabin dan zidovudin) dimetabolisme lebih lanjut

oleh enzim kinase sel hospes menjadi analog nukleotida, yang bekerja

menghambat replikasi virus.16

9
Efek Samping asiklovir pada umumnya dapat ditoleransi dengan baik.

Asiklovir topikal dalam pembawa polietilen glikol dapat menyebabkan

iritasi mukosa dan rasa terbakar yang sifatnya sementara jika dipakai pada

Iuka genitalia. Asiklovir oral, · walaupun jarang, dapat menyebabkan

mual, diare, ruam atau sakit kepala; dan sangat jarang dapat menyebabkan

insufisiensi renal dan neurotoksisitas.16

b. Valasiklovir: valasiklovir merupakan ester L-valil dari asiklovir dan hanya

terdapat dalam formulasi oral. Setelah ditelan, valasiklovir dengan cepat

diubah menjadi asiklovir melalui enzim valasiklovir hidrolase di saluran

cerna dan di hati.Mekanisme kerja dan resistensi sama dengan asiklovir.

Indikasi valasiklovir terbukti efektif dalam terapi infeksi yang disebabkan

oleh virus herpes simpleks.Efek samping sama dengan asiklovir,pernah

·terdapat laporan valasiklovir menyebabkan mikroangiopati trombotik

pada pasien imunosupresi yang menerima beberapa macam obat.16

10
c. Famsiklovir : Mekanlsme kerja famsiklovir merupakan prodrug

pensiklovir. Famsiklovir diubah melalui proses hidrolisis pada dua gugus

asetilnya dan oksidasi pada posisi 6-, kemudian bekerja seperti pada

pensiklovir. Efek samping umumnya dapat ditoleransi dengan baik, namun

dapat juga menyebabkan sakit kepala, diare dan rnual. Urtikaria, ruam

sering terjadi pada pasien ·usia lanjut. Pernah juga terdapat laporan

halusinasi dan confusions/ state (kebingungan).16

2. Analgetik

Pasien dengan nyeri akut ringan menunjukkan respons baikterhadap

OAINS (asetosal, piroksikam, ibuprofen, diklofenak), atau analgetik non opioid

(parasetamol, tramadol, asam mefenamat). Kadang-kadang dibutuhkan opioid

(kodein, morfin atau oksikodon) untuk pasien dengan nyeri kronik hebat. Pernah

dicoba pemakaian kombinasi parasetamol parasetamol 3x500 mg/hari dengan

kodein 30-60 mg. OAINS bekerja dengan menghambat kerja dari enzim

siklooksigenase. Enzim ini berperan penting dalam jalur metabolisme asam

arakhidonat, yaitu bekerja untuk mengkatalis perubahan asam arakhidonat

menjadi prostaglandin dan tromboksan 7,17,18

3. Antidepresan dan antikonvulsan

Pada pasien dengan kemungkinan terjadinya neuralgia pasca herpes zoster

selain diberi asiklovir pada fase akut, dapat diberikan: Antidepresan trisiklik

(amitriptilin dosis awal 10 mg/hari ditingkatkan 20 mg setiap 7 hari hingga 150

11
mg. Pemberian hingga 3 bulan, diberikan setiap malam sebelum tidur. aman dan

lebih toleransi. Mekanisme obat golongan trisklik ini bekerja adalah dengan

mennghambat ambilan dari norephinefrin dan 5-HT, menghambat adrenergik,

kolinergik, dan reseptor histaminergik Antidepresan trisiklik (TCA) merupakan

antidepresan yang mekanisme kerjanya menghambat pengambilan kembali amin

biogenik seperti norepinerin (NE), Serotonin ( 5 – HT) dan dopamin didalam otak,

karena menghambat ambilan kembali neurotransmitter yang tidak

selektif,sehingga menyebabkan efek samping yang besar. Antidperesan trisiklik

efektif dalam mengobati depresi tetapi tidak lagi digunakan sebagai obat lini

pertama. 7,19

 Gabapentin 300 mg/hari 4-6 minggu7,20

 Pregabalin 2x75 mg/hari 2-4 minggu7,20

Topikal

1. Analgetik topikal

a. Kompres

Kompres terbuka dengan solusio Burowi dan solusio Calamin (CaladrylD)

dapat digunakan pada lesi akut untuk mengurangi nyeri dan pruritus. Kompres

dengan Solusio Burowi (alumunium asetat 5%) dilakukan 4-6 kali/hari selama 30-

60 menit. Kompres dingin atau cold pack juga sering digunakan.21

b. Obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS)

Berbagai OAINS topikal seperti bubuk aspirin dalam kloroform atau etil

eter, krim indometasin dan diklofenak banyak dipakai. Balakrishnan S dkk

12
melaporkan asam asetil salisilat topikal dalam pelembab lebih efektif

dibandingkan aspirin oral dalam memperbaiki nyeri akut. Aspirin dalam etil eter

atau kloroform dilaporkan aman dan bermanfaat menghilangkan nyeri untuk

beberapa jam. Krim indometasin sama efektifnya dengan aspirin, dan aplikasinya

lebih nyaman. Penggunaannya pada area luas dapat menyebabkan gangguan

gastrointestinal akibat absorpsi per kutan. Penelitian lain melaporkan bahwa krim

indometasin dan diklofenak tidak lebih baik dari plasebo.21

2. Anestetik lokal

Pemberian anestetik lokal pada berbagai lokasi sepanjang jaras saraf yang

terlibat dalam herpes zoster telah banyak dilakukan untuk menghilangkan nyeri.

Pendekatan seperti infiltrasi lokal subkutan, blok saraf perifer, ruang paravertebral

atau epidural, dan blok simpatis untuk nyeri yang berkepanjangan sering

digunakan. Akan tetapi, dalam studi prospektif dengan kontrol berskala besar,

efikasi blok saraf terhadap pencegahan NPH belum terbukti dan berpotensi

menimbulkan risiko.22,23

3. Kortikosteroid

Krim/losio yang mengandung kortikosteroid tidak digunakan pada lesiakut

herpes zoster dan juga tidak dapat mengurangi risiko terjadinya NPH.

Kortikosteroid digunakan sangat luas dalam pengobatan berbagai penyakit alergi

oleh karena sifat anti inflamasinya yang kuat. Sebagian besar mekanisme kerja

kortikosteroid diperantarai oleh reseptor intraselular yang disebut reseptor

glukokortikoid. Pada tingkat molekular, kortikosteroid secara pasif masuk ke

dalam sel target dan berikatan cepat dengan reseptor steroid di sitoplasma

13
intraselular. Setelah kompleks reseptor steroid teraktivasi, kompleks ini melewati

membran inti dan berikatan langsung dengan deoxiribonucleic acid (DNA) yang

dikenal dengan glucocorticoid response elements (GRE). GRE berfungsi sebagai

transkripsi gen dengan menstimulasi atau menghambat produksi messenger

ribonucleic acid (mRNA), sehingga terjadi perubahan kecepatan sintesis protein

yang ditranslasikan oleh mRNA dan menimbulkan respons terhadap

kortikosteroid (kortikosteroid bekerja dengan memengaruhi kecepatan sintesis

protein).24,25

14
3.2 Edukasi

Adapun edukasi yang dapat diberikan seperti :23

1. Memulai pengobatan sesegera mungkin

2. Istirahat hingga stadium krustasi

3. Tidak menggaruk lesi

4. Tidak ada pantangan makanan

5. Tetap mandi

6. Mengurangi kecemasan dan ketidakpahaman pasien

3.3 Prognosis

Lesi kulit biasanya menyembuh dalam 2-4 minggu tetapi penyembuhan

sempurna membutuhkan waktu >4 minggu. Pasien usia lanjut dan

imunokompromais membutuhkan waktu yang lebih lama untuk resolusi. Dalam

studi kohort retrospektif, pasien herpes zoster yang dirawat di rumah sakit

memiliki mortalitas 3% dengan berbagai penyebab. Tingkat rekurensi herpes

zoster dalam 8 tahun sebesar 6,2%.24

3.4 Pencegahan

1. Dengan cara pemakaian asiklovir jangk panjang dengan dosis supresi

Misalnya asiklovir sering diberikan sebagai obat pencegahan pada

penderita leukemia yang akan melakukantransplantasi sumsum tulang

dengan dosis 5 x 200 mg/hari dimulai 7 hari sebelum transplantasi

sampai 15 hari sesudah transplantasi24

15
2. Pemberian vaksinasi dengan vaksin VZV hidup yang dilemahkan

(Zostavax®) sering diberikan pada orang lanjut usia untuk mencegah

terjadinya penyakit meringankan beban penyakit serta menurunkan

terjadinya komplikasi NPH.24

16
BAB IV

KESIMPULAN

3.1 Penutup

Herpeszoster (HZ) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh reaktivasi

virus varisela zoster (VVZ) yang laten berdiam terutama dalam sel neuronal dan

kadang – kadang di dalam sel satelit ganglion radiks dorsalis dan ganglion

sensorik saraf kranial, menyebar ke dermatom atau jaringan saraf yang sesuai

dengan segmen yang dipersarafinya.

Selama fase reaktivasi, dapat terajdi infeksi VVZ di dalam sel

mononuklear darah tepi yang biasanya subklinis. Lesi kulit biasanya menyembuh

dalam 2-4 minggu tetapi penyembuhan sempurna membutuhkan waktu >4

minggu. Pasien usia lanjut dan imunokompromais membutuhkan waktu yang

lebih lama untuk resolusi.

Upaya pencegahan lebih baik dilakukan untuk menurunkan angka kejadian

zoster, menurunkan insidensi NPH, serta menurunkan beban penyakit. Saat ini

upaya pencegahan dapat dilakukan dengan lebih efektif melalui vaksinasi herpes

zoster.

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Pusponegoro, E., Nilasari, H., Lumintang, H., Niode, N. J., Daili, S. F., &

Djauzi, S. (2014). Buku panduan herpes zoster. Jakarta: Badan Penerbit

FKUI. Hal 1-3

2. ArvinAM.Immuneresponsestovaricella-zostervirus.Infect Dis Clin North

Am.1996;;10:529–570.

3. Arvin AM. Varicella-zoster virus. In: Knipe DM, Howley PM, eds. Virology.

4th ed. Philadelphia, Pa: Lippincott Williams & Wilkins;;2001:2731–2767.

4. StrausSE,OxmanMN.Varicellaandherpeszoster.In:Freedberg IM, Eisen AZ,

Wolff K, et al, eds. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 5th ed.

New York, NY: McGraw-Hill;; 1999:2427–2450.

5. Wolff K, Goldsmith LA, Freedberg IM, Kazt SI, Gilchrest BA, Paller AS,

Leffell DJ, editor. Dalam: Fitzpatrick’s Dematology in general medicine.

Edisi ke-7. New York: Mc Graw-Hill, 2012;2383

6. Maibach HI & Grouhi F. Evidence Based Dermatology. Edisi ke-2. USA:

People’s Meical Publishing House; 2011.h.337-345

7. Pusponegoro EHD, Nilasari H, Lumintang H, Niode NJ, Daili SF, et al. Buku

Panduan Herpes Zoster di Indonesia. Jakarta: Badan Penerbit FKUI. 2014.

8. L.Joseph Wheat, Alison G. Freifeld, Martin B. Kleiman, et al. Clinical

Practice Guideline for The Management of Patients with Histoplasmosis:

2007 Update by The Infectious Diseases Society of America.Clin Infect Dis.

2007;45(7):807-825

18
9. Wood MJ, Kay R, Dworkin RH, et al. Oral acyclovir therapy accelerates pain

resolution in patients with herpes zoster: a meta-analysis of placebo-

controlled trials. Clin Infect Dis. 1996;22(2):341-347

10. Ono F, Yasumoto S, Furumura M, Hamada T, Ishii N, Gyotoku T, et al.

Comparisons between famciclovir and valacyclovir for acute pain in adult

japanese immunocompetent patients with herpes zoster. Journal of

Dermatology. 2012;39:1-7

11. Shafran SD, Tyring SK, Ashton R, et al. Once, twice, or three times daily

famciclovir compared with aciclovir for the oral treatment of herpes zoster in

immunocompetent adults: a randomized, multicenter, double-blind clinical

trial. J Clin Virol. 2004;29:248-53.

12. Lin WR, Lin HH, Lee SSJ, et al. Comparative study of the efficacy and safety

of valaciclovir versus acyclovir in the treatment of herpes zoster. J Microbiol

Immunol Infect. 2001; 34:138-42.

13. Dworkin RH, Johnson RW, Breuer J, et al. Recommendations for the

management of herpes zoster. Clin Infect Dis. 2007;44(suppl 1):S1-S26

14. Balfour H, Bean B, Laskin OL, Ambinder RF, Meyers JD, Wade JC, et al.

Acyclovir halts progression of herpes zoster in immunocompromised

patients. NEJM. 1983;308(24):1448-53.

15. Wutzler P, De Clercq E, Wutke K, Farber I. Oral Brivudin vs. Intravenous

Acyclovir in the Treatment of Herpes Zoster in Immunocompromised

Patients: A Randomized Double-blind trial. Journal of Medical Virology.

1995;46:252

19
16. Gunawan, S. G., Setiabudy, R., & Nafrialdi, E. (2012). Farmakologi dan

Terapi edisi 5. Jakarta: Departemen farmakologi dan terapeutik FKUI. : 641-

644

17. Fashner J, Bell AL. Herpes Zoster and Postherpetic Neuralgia: Prevention

and Management. American Family Physician. 2011;83(12):1432-7.

18. Zahra AP, Carolia N. Obat Anti-inflamasi Non-steroid (OAINS):

Gastroprotektif vs Kardiotoksik. Majority. FK UNILA. 2017 Vol 6(3) p:153-

158

19. Bowsher D. The Effects of Pre-Emptive Treatment of Post Herpetic

Neuralgia with Amitriptyline: A Randomized, Double-Blind, Placebo-

Controlled Trial. Journal of Pain and Symptom Management.

1997;13(6):327-31.

20. Finnerup NB, Otto M, McQuay HJ, Jensen TS, Sindrup SH. Algorithm for

neuropathic pain treatment: An evidence based proposal. Pain. 2005;118:289-

305

21. Schmader KE, Dworkin RH. Natrural History and Treatment of Herpes

Zoster. The Journal of Pain. 2008;9(1): S3-9

22. Cunningham AL, Breuer J, Dwyer DE, et al. The Prevention and

Management of Herpes Zoster. MJA. February 2008;188(3): 171-6

23. Schmader KE, Dworkin RH. Natrural History and Treatment of Herpes

Zoster. The Journal of Pain. 2008;9(1): S3-9

20
24. Cohen KR, Salbu RL, Frank J, Israel Igor. Presentation and Management of

Herpes Zoster (Shingles) in the Geriatric Population. P&T. 2013; 38(04): p

217-27

25. Chrousos GP. Adrenocorticosteroids and adrenocortical antagonists. Dalam:

Katzung BG, Masters SB, Trevor AJ, penyunting. Basic and clinical

pharmacology. Edisi ke-12. New York: McGraw-Hill Lange; 2012.h.697-

713.

21

Anda mungkin juga menyukai