Anda di halaman 1dari 24

Nama : Erlinda Marito Pulungan

Nim :0310183123
Kelas/ Sem : Tbio 1 / V (Lima)
matkul : Ekologi Tumbuhan

ANALISIS VEGETASI

1. Pengertian Analisis Vegetasi


Vegetasi merupakan kumpulan tumbuhan-tumbuhan, biasanya terdiri dari
beberapa jenis yang hidup bersama-sama pada suatu tempat. Vegetasi, tanah dan
iklim berhubungan erat dan pada tiap tempat mempunyai keseimbangan yang
spesifik. Vegetasi di suatu tempat akan berbeda dengan vegetasi di tempat lain
karena berbeda pula factor lingkungannya. Vegetasi hutan merupakan suatu
system yang dinamis, selalu berkembang sesuai dengan keadaan habitatnya.
Analisi vegetasi adalah cara mempelajari susuna dan bentuk (struktur) vegatasi
atau masyarakat tumbuh-tumbuhan.
Vegetasi berasal dari kata vegetation artinya “segala jenis tumbuh-
tumbuhan dan kehidupannya”.Vegetasi didefinisikan sebagai kumpulan tumbuh-
tumbuhan terdiri dari beberapa jenis, seperti herba, pohon, dan perdu yang hidup
secara bersama-sama pada suatu tempat dan saling berinteraksi antara satu dengan
yang lain sehingga membentuk suatu ekosistem. Vegetasi bukan hanya asosiasi
dari individu tumbuhan akan tetapi merupakan satu kesatuan dimana individu-
individu penyusunnya saling tergantung satu sama lain yang di kenal sebagai
suatu komunitas tumbuhan. Apabila pengertian tumbuh- tumbuhan ditekankan
pada hubungan yang erat antara komponen organisme dengan faktor lingkungan,
maka hal ini disebut ekosistem.1
Vegetasi dalam artian lain merupakan kumpulan tumbuh-tumbuhan
biasanya terdiri dari beberapa jenis yang hidup bersama-sama pada suatu tempat.
Dalam mekanisme kehidupan bersama tersebut terdapat interaksi yang erat baik
1
Susanto, A, Struktur Komposisi Vegetasi Di Kawasan Cagar Alam Manggis Gadungan.
(Jurnal Agri-tek. Vol. 13 No. 2, 2012)
diantara sesama individu penyusun vegetasi itu sendiri maupun dengan organisme
lainnya sehingga merupakan suatu sistem yang hidup dan tumbuh. Peranan
vegetasi dalam suatu ekosistem yaitu sebagai berikut:
a. Sebagai perubah terbesar dari lingkungan karena mempunyai fungsi
sebagai perlindungan sehingga dapat mengurangi radiasi matahari,
mengurangi temperatur yang ekstrim. Melalui proses transpirasi
(penguapan) dapat mengalirkan air dari tanah ke udara.
b. Sebagai pengikat energi untuk seluruh ekosistem, hanya vegetasi yang
dapat memanfaatkan energi matahari secara langsung dan mengubahnya
menjadi berguna bagi organisme lain melalui proses fotosintesis.
c. Sebagai sumber hara mineral. Kehidupan memerlukan unsur-unsur yang
ada dalam tanah maupun atmosfer bumi, hewan serta manusia tidak
memiliki kemampuan untuk mengikat maupun menguraikan ion-ion
mineral dari dalam tanah. Unsur-unsur tersebut dapat tersedia bagi
organisme hidup lainnya setelah melalui proses-proses sintesis yang terjadi
didalam tubuh tanaman. Peredaran siklus karbon dan oksigen sangat
dipengaruhi oleh proses fotosintesis dan proses respirasi tanaman.2
Analisis vegetasi merupakan suatu cara mempelajari susunan atau
komposisi jenis dan bentuk atau struktur vegetasi. Analisi vegetasi adalah
penarikan unit contoh atau sampel. Dalam pengukuran dikenal dua jenis
pengukuran untuk mendapatkan informasi atau data yang diinginkan. Kedua jenis
pengukuran tersebut adalah pengukuran yang bersifat merusak (destruvtive
measures) dan pengukuran yang bersifat tidak merusak (non-destruvtive
measures). Satuan vegetasi yang dipelajari atau diselidiki berupa komunitas
tumbuhan yang merupakan asosiasi konkret dari semua spesies tumbuhan yang
menempati suatu habitat. Tujuan yang ingin dicapai dalam analisis komunitas
adalah untuk mengetahui komposisi spesies dan struktur komunitas pada suatu
wilayah yang dipelajarinya.
Menurut Soegianto (1994) dalam Indriyanto (2006) menjelaskan bahwa
hasil analisis komunitas tumbuhan disajikan secara deskripsi mengenai komposis
spesies dan struktur komunitasnya. Struktur suatu komunitas tidak hanya
2
Djamal Z, Irwan, Prinsip-Prinsip Ekologi (Ekosistem, Lingkungan, dan Pelestariannya)
(Jakarta: PT Bumi Aksara, 2012), h.75-76
dipengaruhi oleh hubungan antar spesies, tetapi juga oleh jumlah individu dari
setiap spesies organism. Hal yang demikian itu menyebabkan kelimpahan relative
suatu spesies dapat mempengaruhi fungsi suatu komunitas, distribusi individu
antarspesies dalam komunitas, bahkan dapat memberikan pengaruh pada
keseimbangan system dan akhirnya akan berpengaruh pada stabilitas komunitas.3
Analisis vegetasi adalah cara mempelajari susunan komposisi spesies dan
bentuk struktur vegetasi atau masyarakat tumbuh-tumbuhan. untuk suatu kondisi
hutan yang luas, maka kegiatan analisa vegetasi erat kaitannya dengan contoh,
artinya kita cukup menempatkan beberapa petak contoh untuk mewakili habitat
tersebut. Dalam contoh ini ada tiga hal yang perlu diperhatikan, yaitu jumlah
petak contoh, cara peletakan petak contoh dan teknik analisa vegetasi yang
digunakan (Irwanto, 2010). Pengamatan parameter vegetasi berdasarkan bentuk
hidup pohon, perdu, serta herba. Suatu ekosistem alamiah maupun binaan selalu
terdiri dari dua komponen utama yaitu komponen biotik dan abiotik. Vegetasi atau
komunitas tumbuhan merupakan salah satu komponen biotik yang menempati
habitat tertentu seperti hutan, padang ilalang, semak belukar dan lain-lain.
Struktur dan komposisi vegetasi pada suatu wilayah dipengaruhi oleh
komponen ekosistem lainnya yang saling berinteraksi, sehingga vegetasi yang
tumbuh secara alami pada wilayah tersebut sesungguhnya merupakan
pencerminan hasil interaksi berbagai faktor lingkungan dan dapat mengalami
perubahan signifikan karena pengaruh anthropogenic (Setiadi, 1984).4
Analisis vegetasi merupakan studi komunitas tumbuhan atau cara untuk
mempelajari susunan (komposisi jenis) dan struktur vegetasi (bentuk masyarakat
tumbuhan) disebuah kawasan. Analisis vegetasi dapat digunakan untuk
mempelajari susunan dan bentuk vegetasi atau masyarakat tumbuh-tumbuhan:
1) Mempelajari tegakan hutan, yaitu tingkat pohon dan permudaannya.
2) Mempelajari tegakan tumbuh-tumbuhan bawah, yang dimaksud tumbuhan
bawah adalah suatu jenis vegetasi dasar yang terdapat dibawah tegakan

3
Dr.Ir. Sosilawaty,.M.P, dkk. Komposisi Vegetasi Pada Berbagai Tutupan Lahan Di
Labolatorium Alam Hutan Pendidikan Hampangen Universitas Palangka Raya. (Jakarta:
An1mage, 2020), h. 8-9.
4
Irwanto. Analisis Vegetasi Parameter Kuantitatif. (Jakarta: UI Press, 2010)
hutan kecuali permudaan pohon hutan, padang rumput/ alang-alang dan
vegetasi semak belukar.5
Analisa vegetasi adalah cara mempelajari susunan (komponen jenis) dan
bentuk (struktur) vegetasi atau masyarakat tumbuh-tumbuhan. Hutan merupakan
komponen habitat terpenting bagi kehidupan oleh karenanya kondisi masyarakat
tumbuhan didalam hutan baik komposisi jenis tumbuhan, dominansi spesies,
kerapatan maupun keadaan penutupan tajuknya perlu diukur. Analisis vegetasi
yang dilakukan pada area luas tertentu umumnya berbentuk segi empat, bujur
sangkar, atau lingkaran serta titik-titik. Untuk menganalisis vegetasi tingkat
pohon, tiang dan sapihan, digunakan metode kuadrat antara lain lingkaran, bujur
sangkar, atau segi empat. Adapun untuk tingkat semai serta tumbuhan bawah
yang rapat digunakan petak contoh titik atau bentuk kuadrat untuk tumbuhan yang
tidak rapat. Variasi ukuran petak contoh tergantung pada homogenitas vegetasi
yang ada. Hasil analisis tumbuhan disajikan secara deskripsi mengenai komposisi
spesies dan struktur komunitasnya. Struktur suatu komunitas tidak hanya
dipengaruhi oleh hubungan antar spesies, tetapi juga oleh jumlah individu dari
setiap spesies organisme. Hal ini menyebabkan kelimpahan relatif suatu spesies
dapat mempengaruhi fungsi suatu komunitas, distribusi individu antarspesies
dalam komunitas, bahkan dapat memberikan pengaruh pada keseimbangan sistem
dan akhirnya akan berpengaruh pada stabilitas komunitas.
Komunitas tumbuhan pada dasarnya data yang didapat dari analisis
vegetasi dibagi atas dua golongan yang diperlukan yaitu data kualitatif dan data
kuantitatif. Beberapa parameter kualitatif komunitas tumbuhan antara lain:
fisiognomi, fenologi, stratifikasi, kelimpahan, penyebaran, daya hidup, dan bentuk
pertumbuhan:6
a. Fisiognomi adalah penampakan luar dari suatu komunitas tumbuhan yang
dapat dideskripsikan berdasarkan kepada penampakan spesies tumbuhan
dominan, penampakan tinggi tumbuhan, dan warna tumbuhan yang
tampak oleh mata.

5
Bakri, “Analisis Vegetasi Dan Pendugaan Cadangan Karbon Tersimpan Pada Pohon
Di Hutan Taman Wisata Alam Taman Eden Desa Sionggang Utara Kecamatan Lumban Julu
Kabupaten Toba Samosir”. (THESIS Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan,
2009)
6
Indriyanto, Ekologi Hutan (Jakarta: Penerbit PT Bumi Aksara, 2006)
b. Fenologi adalah perwujudan spesies pada setiap tingkat dalam siklus
hidupnya.35 Bentuk dari tumbuhan berubah-ubah sesuai dengan umurnya,
sehingga spesies yang sama dengan tingkat umur yang berbeda akan
membentuk struktur komunitas yang berbeda. Spesies yang berbeda pasti
memiliki fenologi yang berbeda, sehingga keanekaragaman spesies dalam
suatu komunitas akan menentukan struktur komunitas tersebut.
c. Stratifikasi adalah distribusi tumbuhan dalam ruangan vertikal. Semua
spesies tumbuhan dalam komunitas tidak sama ukurannya, serta secara
vertikal tidak menempati ruang yang sama.
d. Kelimpahan adalah parameter kualitatif yang mencerminkan distribusi
relatif spesies organisme dalam komunitas. Menurut penaksiran kualitatif,
kelimpahan dapat dikelompokkan menjadi: sangat jarang, jarang (kadang-
kadang), sering, banyak atau melimpah, dan sangat banyak (sangat
melimpah).
e. Penyebaran adalah parameter kualitatif yang menggambarkan keberadaan
spesies organisme pada ruang secara horizontal, antara lain random,
seragam, dan berkelompok.
f. Daya hidup atau vitalitas adalah tingkat keberhasilan tumbuhan untuk
hidup dan tumbuh normal, serta kemampuan untuk bereproduksi. Daya
hidup akan menentukan setiap spesies organisme untuk memelihara
kedudukannya dalam suatu komunitas.
g. Bentuk pertumbuhan adalah penggolongan tumbuhan menurut bentuk
pertumbuhannya, habitat atau menurut karakteristik lainnya. Misalnya
pohon, semak, perdu, herba, dan liana.

2. Pencuplikan Vegetasi
Empat langkah berikut harus dipertimbangkan dalam setiap pencuplikan vegetasi:
1) segmentasi vegetasi atau identifikasi seutuhan
2) pemilihan bagianbagian kecil dalam segmen-segmen yang telah
diidentifikasi,
3) keputusan mengenai ukuran dan bentuk apa yang akan digunakan, dan
4) keputusan apa yang akan direkam setelah cuplikan atau petak dibuat.
Empat langkah tersebut tidak selalu diikuti dalam urutan seperti di atas.
Langkah-langkah ini dapat berbeda dalam rincian sesuai dengan pandangan dan
konsep vegetasi peneliti, dengan karakter vegetasi itu sendiri, dengan tujuan
penelitian, dan dengan waktu yang tersedia untuk penelitian.
Pentingnya pencuplikan vegetasi adalah bahwa semua perlakuan
berikutnya terhadap data dan kesimpulan yang ditarik bergantung pada seleksi
awal dan karakteristik cuplikan. Langkah pertama, identifikasi seutuhan,
segmentasi atau pembagian penutupan vegetasi selalu subjektif. Demikian juga
apakah kita memilih metodemetode objektif untuk pemilihan cuplikan berikutnya
dalam segmen.

Pemilihan Cuplikan Secara Subjektif Atau Objektif


Tiga pendekatan dapat digunakan dalam peletakan cuplikan ke dalam
segmen vegetasi yang telah dikenal lebih dulu, yaitu:
1) Subjektif dengan bias yang sudah dipertimbangkan sebelumnya
(preconceived bias);
2) Subjektif tanpa bias yang sudah dipertimbangkan sebelumnya;
3) Objektif menurut kaidah kebetulan (chance).
Pendekatan pertama sering digunakan dalam pencuplikan vegetasi di
Eropa daratan. Ini berarti bahwa peneliti mungkin secara sadar melewatkan
penyimpangan-penyimpangan atau ketidakcocokan dalam vegetasi supaya sesuai
dengan apa yang ingin disampaikannya. Pendekatan ini telah menghasilkan
kesimpulan yang salah dan pantas untuk dikritik. Sayang sekali hanya sedikit
kritik yang telah membuat perbedaan antara dua macam pencuplikan subjektif.
Oleh karena itu, banyak ekologiwan Amerika yang menganggap
pencuplikan subjektif tidak ilmiah. Sebenarnya pencuplikan subjektif yang kedua
mempunyai keabsahan yang besar. Pada kenyataannya pendekatan ini telah
membawa kepada kemajuan cepat dalam ilmu. Pedekatan kedua ini berbeda
dengan subjektivitas yang pertama dalam aspek utama, yaitu bahwa peneliti
mendekati objek studi dengan hipotesis negatif dalam pikirannya. Ini berarti
bahwa ia menggunakan pikiran secara penuh dalam penyeutuhan (entitation),
tidak mengabaikan apa pun, dan mempertahankan program yang fleksibel selama
penelitiannya. Oleh karena itu, ia siap menerima hipotesis baru segera setelah
pengetahuan lebih lanjut menunjuk kepada perlunya modifikasi atau perubahan.
Platt (1964) menyebut pendekatan ini sebagai kesimpulan kuat (strong inference),
yang pada dasarnya diartikan bahwa dalam ilmu pengetahuan adalah bijaksana
untuk menggunakan imajinasi sepenuhnya dan membuat pembedaan bila akal
sehat dan pengalaman mengharuskannya. Gagasan yang sama disajikan oleh
Poore (1962), yaitu pengetahuan maju sangat cepat melalui proses taksiran
berturutan (successive approximation).
Pendekatan objektif memerlukan pencuplikan sesuai dengan kaidah
kebetulan. Ini berarti bahwa pencuplikan dibuat secara sistematis atau acak dan
penyisihan pilihan-pilihan lain selanjutnya dalam penempatan cuplikan setelah
seutuhan awal telah dikenal. Pendekatan ini sering kali tidak fleksibel.
Penempatan cuplikan tegakan secara objektif atau ditentukan sebelumnya
(predetermined) diperlukan bila pola vegetasi tidak dapat dibedakan atau tidak
terlihat oleh peneliti. Selanjutnya pencuplikan acak diperlukan bila ekologiwan
mau menggunakan statistik probabilitas untuk mendukung kesimpulannya.7

3. Metode Analisis Vegetasi


Dalam ilmu vegetasi telah dikembangkan berbagai metode untuk
menganalisis suatu vegetasi yang sangat membantu dalam mendekripsikan suatu
vegetasi sesuai dengan tujuannya. Dalam hal ini suatu metodologi sangat
berkembang dengan pesat seiring dengan kemajuan dalam bidang-bidang
pengetahuan lainnya, tetapi tetap harus diperhitungkan berbagai kendala yang ada.
1. Metode Destruktif (Pengukuran yang bersifat merusak)
Metode ini biasanya dilakukan untuk memahami jumlah materi organik
yang dapat dihasilkan oleh suatu komunitas tumbuhan. Variable yang dipakai bisa
diproduktivitas primer, maupun biomasa. Dengan demikian dalam pendekatan
selalu harus dilakukan penuain atau berarti melakukan perusakan terhadap
vegetasi tersebut.

7
Dieter Mueller-Dombois and Heinz Ellenberg. Ekologi Vegetasi (Tujuan dan Metode),
(Jakarta: LIPI Press Yayasan Obor Indonesia, 2016), h. 33-37
Metode ini umumnya dilakukan untuk bentuk vegetasi yang sederhana,
dengan ukuran luas pencuplikan antara satu meter persegi sampai lima meter
persegi. Penimbangan bisa didasarkan pada berat segar materi hidup atau berat
keringnya. Metode ini sangat membantu dalam menentukan kualitas suatu padang
rumput dengan usaha pencairan lahan penggembalaan dan sekaligus menentukan
kapasitas tampungnya. Pendekatan yang terbaik untuk metode ini adalah secara
floristika, yaitu didasarkan pada pengetahuan taksonomi tumbuhan.

2. Metode non Destruktif (Pengukuran yang bersifat tidak merusak)


Metode ini dapat dilakukan dengan dua cara pendekatan, yaitu
berdasarkan penelaahan organisme hidup/tumbuhan (tidak didasarkan pada
taksonominya), dan pendekatan lainnya adalah didasarkan pada penelaahan
organisme tumbuhan secara taksonomi atau pendekatan floristika.
a. Metode non-destruktif, non-floristika
Metode non-floristika telah dikembangkan oleh banyak pakar vegetasi.
Seperti Du Rietz (1931), Raunkiaer (1934), dan Dansereau (1951), yang
kemudian diekspresikan oleh Eiten (1968) dan Unesco (1973) dan serau membagi
dunia tumbuhan berdasarkan berbagai hal, yaitu bentuk hidup, ukuran, fungsi
daun, bentuk dan ukuran daun, tekstur daun, dan penutupan. Untuk setiap
karakteristiknya di bagi-bagi lagi dalam sifat yang kebih rinci, yang
pengungkapannya dinyatakan dalam bentuk simbol huruf dan gambar.
Bentuk Hidup Metode ini, klasifikasi bentuk vegetasi, biasanya
dipergunakan dalam pembuatan peta vegetasi dengan skala kecil sampai sedang,
dengan tujuan untuk menggambarkan penyebaran vegetasi berdasarkan
penutupannya, dan juga masukan bagi disiplin ilmu yang lainnya.
Untuk memahami metode non-floristika ini sebaiknya kita kaji dasar-dasar
pemikiran dari beberapa pakar tadi. Pada prinsipnya mereka berusaha
mengungkapkan vegetasi berdasarkan bentuk hidupnya, jadi pembagian dunia
tumbuhan secara taksonomi sama sekali diabaikan, mereka membuat klasifikasi
tersendiri dengan dasar-dasar tertentu.
b. Metode non destruktif floristika
Metode ini dapat menentukan kekayaan floristika atau keanekaragaman
dari berbagai bentuk vegetasi. Penelaahan dilakukan terhadap semua populasi
spesies pembantuk masyarakat tumbuhan tersebut, jadi dalam hal ini pemahaman
dari setiap jenis tumbuhan secara taksonomi adalah mutlak diperlukan. Dalam
pelaksanaanya ditunjang dengan variabel-variabel yang diperlukan untuk
menggambarkan baik struktur maupun komposisi vegetasi.

4. Langkah Kerja Analisis Vegetasi


Secara umum langkah kerja Analisis Vegetasi untuk menguraikan
komunitas tumbuhan dibagi atas 2 tahap, yaitu:
1. Analisis Karakter (Analytical Characters)
Analisis karakter terdiri atas:
a) Analisis kuantitatif, memberikan data komunitas yang berkenaan dengan
jumlah dan ukuran komunitas. Pada analisis kuantitatif ada 3 parameter
penting yang diukir dari satu komunitas:
1) Kekerapan (frekuensi), berkenaan dengan keseragaman/keteraturan
sebaran dari suatu tumpukan dalam suatu komunitas. Kekerapan
digambarkan dengan persentase kehadiran jenis tersebut dalam
petak-petak contoh (plot).

Frekuensi = Jumlah petak contoh yang ditempati suatu jenis


Jumlah semua petak yang dibuat

FR = Jumlah petak contoh yang ditempati suatu jenis X 100%


Total frekuensi seluruh jenis

2) Kerapatan (densitas), merupakan jumlah individu suatu jenis yang


terdapat dalam suatu area contoh.

Densitas = Jumlah individu suatu jenis


Luas area sampel
Densitas Relatif = Jumlah individu suatu jenis X 100%
Total densitas seluruh jenis

3) Dominansi, merupakan luas tutupan atau penguasaan suatu jenis


tumbuhan terhadap bidang dasar pada suatu komunitas. Dominansi
dapat diukur dengan:
a) Cover (kelindungan atau tutupan tajuk)
Dominansi = luas cover suatu jenis
Luas area sampel

b) Basal area, luas area dekat permukaan tanah yang dikuasai


suatu jenis tumbuhan.
Dominansi = luas basal area suatu jenis X 100%
Total dominansi seluruh jenis

2. Sintesis Karakter
Sintesis karakter dipakai untuk membedakan antara bebagai komunitas.
Namun diantara parameter itu bila dikombinasikan menampilkan corak yang lebih
berguna untuk perumpunan.

Banyak metode yang dapat digunakan untuk memperoleh informasi


kuantitatif mengenai struktur dan komposisi dari masyarakat tumbuhan. Tetapi
secara garis besarnya pengukuran dan pengambilan contoh atau analisis vegetasi
dapat dilakukan dengan dua metode yaitu: a. Metode petak contoh ( plot) atau
area (kwadrat), dan b. Metode tanpa petak contoh ( Plot-less method).8
a) Metode Petak Contoh atau Area (Kwadrat)
Pada metode petak contoh bahwa pengukuran peubah dasar dilakukan
dengan cara penaksiran berdasarkan petak contoh. Bila habitatnya berupa suatu
daerah yang luas maka diambilah seluas tertentu saja dari daerah itu yang disebut
sebagai area minimal, dan dari daerah contoh tersebut dihitung semua tumbuhan
8
Drs. I Ketut Sundra, M.Si. Metode Dan Teknik Analisis Flora Dan Fauna Darat,
(Denpasar: Universitas Udayana Denpasar, 2016)
yang diamati. Pengukuran yang dilakuikan pada petak contoh tersebut digunakan
sebagai penaksir dari keadaan semua lokasi penelitian yang dilakukan.
Ketepatan analisis berdasarkan petak contoh ini adalah didasarkan atas 3
hal pokok yaitu:
1) Populasi dalam tiap petak contoh yang diambil harus dapat dihitung
dengan tepat.
2) Luas atau satuan tiap petak contoh harus jelas dan pasti
3) Petak contoh yang diambil harus dapat mewakili seluruh area atau daerah
penelitian
Adapun ukuran petak contoh yang disarankan (Odum, 1977, Samingan
1990) adalah :
1) Vegetasi golongan rumput-rumputan, ukuran plot 1m x 1m = 1 m2
2) Vegetasi golongan semak, ukuran plot 5m x 5m = 25 m2
3) Vegetasi golongan pohon , ukuran plot 20m x 20m = 400 m2
Sedangkan ukuran plot berdasarkan kelas tumbuhan maka ditetapkan
ukuran plot sbb:
1) Kelas pohon dengan ukuran plot 20m x 20m = 400 m2
2) Kelas tiang (pole) ukuran plot 10m x 10m = 100 m2
3) Kelas pancang (sapling) ukuran plot 5m x 5m = 25 m2 dan
4) Kelas anakan (seedling) ukuran plot 2m x 2m = 100 m2 (Suin, 1999)
Sedangkan bentuk plot terdiri dari bermacam-macam bentuk, meliputi:
bentuk bulat, persegi panjang dan bentuk bujur sangkar. Dari ketiga bentuk ini
ternyata bentuk bujur sangar adalah paling peraktis, efisien dan mudah untuk
mengerjakan di lapangan.

Macam-Macam Petak Contoh (Plot)


a) Metode Petak Tunggal
Dengan metode ini sampel diambil pada suatu petak tunggal yang besar
dan di dalamnya tersebar petak-petak kecil yang akan dianalis. Dengan demikian
petak tunggal yang besar dianggap sebagai wakil dari lokasi yang akan dianalisis.
Metode ini dapat digunakan apabila keadaan vegetasi tumbuhan di daerah
penelitian relatif sama, dari segi topografi, pH tanah dan kadar air tanahnya. Tata
letak petak tunggal dan ukuran masing-masing plot seperti tersaji pada Gambar 1
dan 2.

b) Metode Petak Ganda


Pada metode ini diterapkan yaitu pengambilan sampel dilakukan dengan
membuat banyak petak contoh yang tersusun secara sistematik dan tersebar
merata. Misalnya akan dilakukan analisis vegetasi pada kawasan hutan . Untuk itu
diambil satu petak berukuran 1 km x 1 km . Pada area itu dibuat sebanyak 100
petak contoh yang berukuran 20 m x 20 m yang tersusun secara sistematik dan
tersebar merata untuk pohon. Pada masing-masing petak tersebut dapat dibuat
sub-sub plot untuk analisis tiang, pancang maupun anakan. Tata letak plot dan
detail plot ini seperti terlihat pada Gambar 3
c) Metode Jalur (Transek )
Metode ini dapat diterapkan dengan tepat untuk menganalisis vegetasi
suatu wilayah yang luas dan keadaan komunitasnya belum diketahui keadaannya,
dan pada lokasi penelitian yang bervariasi ketinggian, keadaan tanah dan
topografinya. Selain itu pula dengan menerapkan metode ini akan dapat diketahui
perubahan vegetasi pada suatu daerah karena adanya perubahan faktor tanah
,iklim dan topografi. Penentuan titik awal dapat ditetapkan tegak lurus dengan
garis dasar seperti pantai, pinggiran hutan atau terhadap kaki gunung. Dari garis
dasar tresebut dapat dibuat suatu jalur yang lebarnya 10 m sebagai jalur tempat
peletakan plot pohon, dan selanjutnya plot dapat dibuat pada jalur itu. Untuk tata
letak jalur atau transek, dapat disajikan pada Gambar 4.
d) Metode Jalur Berpetak
Metode ini merupakan modifikasi dari metode jalur dan metode petak
ganda. Bila dibandingkan dengan metode jalur atau transek, maka terlihat bahwa
pada metode garis berpetak ini ada lompatan-lompatan, dapat melompat satu
petak atau lebih dalam jalur yang dibuat. Pada metode ini juga dibuat sama seperti
pada metode jalur. Tata letak metode garis berpetak ini dapat dilihat pada Gambar
5. Dari jenis-jenis metode seperti: metode petak tunggal, petak ganda, jalur dan
garis berpetak semuanya dapat dihitung: kekerapan (frequensi), kerapatan
(densitas), dan dominansi untuk masing-masing jenis tumbuhan.
b) Metode Tanpa Petak (Plot-Less Methods).
Pada metode ini tidak dibuat petak-petak contoh. Metode ini didasarkan
pada anggapan bahwa jumlah individu tumbuhan per satuan luas dapat dihitung
rata-rata jarak antar tumbuhan tersebut. Metode tanpa plot ini dapat dibedakan
menjadi dua bentuk yaitu:
1) Metode Kwadran (Point Quarter Method)
Metode ini sama dengan metode jalur (transek), diterapkan untuk
melakukan penelitian (pengumpulan data) vegetasi yang memiliki tingkat struktur
berbeda dari zone depan sampai belakang. Karakteristik zone vegetasinya
biasanya ditandai oleh jenis tertentu yang menjadi ciri khas pada zone tersebut.
Misalnya pada hutan bakau (Mangrove) yang memiliki zonasi mulai dari zone
depan sampai belakang berturut-turut zona : Avicennia, Sonneratia, Rhizophora
dan Bruguiera/Exocaria. Demikian pula untuk vegetasi yang tumbuh pada tingkat
kemiringan secara bertingkat (0 – 500m, 500 – 1000 m, 1000-2000m dst). Pada
metode ini dibuat suatu seri titik-titik yang ditentukan di lapangan pada interval
jarak tertentu sepanjang garis lurus, atau bisa juga secara acak. Biasanya seri titik
itu dibuat dibuat berupa garis lurus searah dengan mata angin (kompas). Tititk-
titik itu merupakan suatu pusat padanya dibuat empat buah kuadran. Tumbuhan
yang akan dianalisis adalah satu pohon dari setiap kdran yang jaraknya terdekat
dengan titik pusat. Pada metode ini perlu dilakukan pengukuran terhadap pohon
terdekat dengan titik pusat. Untuk meudahkan pelaksanaan di lapangan bisa juga
dilakukan pengukuran terhadap keliling batang pohon setinggi + 135 cm atau
setinggi dada. Dari pengukuran ini akan digunakan untuk menghitung luas basal
area. Tujuan pengukuran ini untuk menentukan dominansi suatu vegetasi. Cara
pengukuran ini sepereti tersaji pada Gambar 6

2) Metode Acak Berpasangan (Random Pair Method)


Pada metode ini di daerah penelitiandibuat suatu garis lurus menurut arah
kompas. Pada sepanjang garis itu dengan interval tertentu diambil titik-titik
pengu-kuran. Pada tiap titik pengukuran dipilih tumbuhan yang terdekat.
Selanjutnya tumbuhan kedua sebagai pasangan dipilih tumbuhan yang terdekat
dengan pohon pertama yang terletak pada sector lainnya, yaitu sebelah lain dari
garis kompas yang dibuat pertama . jarak yang diukur adalah jarak antara kedua
tumbuhan tersebut. Dari hasil pengukuran tersebut dapat dihitung kerapatan,
frekuensi dan dominansinya. Metode acak berpasangan ini dapat disajikan seperti
pada Gambar 7.
A. Parameter Dalam Analisis Vegetasi
Adapun parameter dalam analisis vegetasi adalah.
1. Parameter Kuantitatif dalam Analisis Vegetasi
a) Kerapatan (Density)
Kerapatan menunjukkan jumlah individu suatu jenis tumbuhan pada tiap
petak contoh. Jumlah individu yang dinyatakan dalam persatuan ruang disebut
kerapatan (Odum 1975) yang umumya dinyatakan sebagai jumlah individu atau
biosmasa populasi persatuan areal atau volume, misal 200 pohon per Ha
b) Dominasi (Tutupan)
Tutupan menyangkut luas tanah yang ditempati oleh bagian tumbuhan di
atas tanah seperti yang tampak dari atas. Tutupan ditasir dari sejumlah contoh dan
diberi batasan sebagai perbandingan bagian (biasanya dinyatkan sebagai
persentase) tanah yang ditempati spesies yang ada.
Mengingat sifat tumpang tindih dari bagian tumbuhan, persentase seluruh
tutupan sering lebih dari 100% untuk menghindari kesalahan ini ada kalanya
dipakai tutupan nisbi yaitu besarnya tutupan suatu spesies sebagai persentase
darikeseluruhan luas semua spesies dan tanah gundul dalam suatu habitat tertentu.
Dengan cara ini maka angka keseluruhannya tidak akan melebihi 100%.
Dominansi dinyatakan dengan istilah kelindungan (coverage) atau luas
basal atau biomassa atau volume.
1) Kelindungan adalah : proyeksi vertical dari tajuk (canopy) suatu jenis pada
area yang diambil samplingnya,dinyatakan dalam persen luas secara
penaksiran. Dapat dinyatakan berdasar penaksiran dengan kelas.
2) Luas basal
Satuan ini iasa di gunakan untuk jenis jenis yang berkelompok atau
membentuk rumpun dengan batas yang jelas.
3) Biomassa
Tumbuhan dipotong diatas tanah dan dikeringkan dalam pengering
kemudian di timbang berat keringnya. Dengan mengukur tinggi masing
masing jenis kita dapat mengetahui pula hubungan tinggi dan beratnya.
Cara ini baik unuk memperbandingkan stadia pertumbuhan gulma.
4) Volume
Dihitung dengan rata rata luas basal x rata rata tinggi x jumlah suatu jenis.

c. Frekuensi (kekerapan)
Kekerapan menyangkut tingkat keseragaman terdapatnya individu suatu
spesies di dalam suatu daerah.Kekerapan diukur dengan mencatat ada atau
tidaknya suatu spesies dalam daerah contoh atau luas yang secara idealnya
tersebar secara acak di seluruh daerah yang dikaji.
Karenanya kekkerapan dikatakan sebagai persentase dari seluruh daerah
contoh atau luas yang dipakai yang di dalmnya terdapat spesies tertentu. Misalnya
suatu spesies ditemukan dlam 15 dari 30 contoh. Maka kekerapannya adalah 50
%.9
Raunkiser dalam shukla dan Chandel (1977) membagi fekuensi dalm lima
kelas berdasarkan besarnya persentase,yaitu:

• Kelas A dalam Frekuensi 01 –20 %


• Kelas B dalam frekuensi 21-40 %
• Kelas C dalm frekuensi 41-60%
• Kelas D dalam frekuensi 61-80 %
• Kelas E dalam frekuensi 81-100%

d. Indek Nilai Penting (importance value Indeks)


Merupakan jumlah nilai nisbi kedua atau ketiga parameter diatas.

9
Ewusie, J. Y. Pengantar Ekologi Tropika, (Yogyakarta: Kanisus, 1990), h. 73
2. Parameter Kualitatif dalam Analisis Komunitas Tumbuhan
1) Fisiognomi
Fisiognomi dalah penampakan luar dari suatu komunitas tumbuhan yang
dapat di deskripsikan berdasarkan penampakan spesies tumbuhan dominan,
penampakan tinggi tumbuhan, dan warna dari tumbuhan yang tampak dari mata.
2) Fenologi
Fenologi adalah perwujudan pross pada setiap fase dalam siklus hidupnya.
3) Periodisitas
Periodisitas adalah kejadian musiman dan berbagai proses dalam
kehidupan tumbuhan.
4) Stratifikasi
Distribusi tumbuhan dalam ruangan vertical. Semua spesies tetumbuhan
dalam komunitas tidak sama ukuran nya,serta secara vertical tidak menempati
ruangan yang sama.
5) Kelimpahan
Parameter kualitatif yang mencerminkan distribusi relative spesies
organisme dalam komunitas. Kelimpahan pada umumnya berhubungan dengan
densitas berdasarkan penaksiran kualitatif. Menurut penaksiran kualitatif
kelimpahan dikelompokkan menjadi 5,yaitu :
a. Sangat jarang
b. Kadang-kadang/jarang
c. Sering /tidak banyak
d. Banyak /berlimpah-limpah
e. Sangat banyak/sangat berlimpah
6) Penyebaran adalah parameter kualitatif yang menggambarkan keberadaan
spesies organism pada ruang secara horizontal. Penyebaran tersebut dapat
dikelompokkan menjadi 3 anatara lain: Random, seragam dan
berkelompok.
7) Daya hidup atau vitalitas, tingkat keberhasilan tumbuhan untuk hidup dan
tumbuh normal, serta kemampuan untuk bereproduksi
8) Bentuk pertumbuhan, penggolongan tumbuhan menurut bentuk
pertumbuhannya, habitat atau menurut karakteristik lainya.10

Hasil pengukuran lapangan dilakukan dianalisis data untuk mengetahui


kondisi kawasan yang diukur secara kuantitatif. Dibawah ini adalah beberapa
rumus yang penting diperhatikan dalam menghitung hasil analisa vegetasi, yaitu :
1. Indeks Nilai Penting (INP).
Indeks Nilai Penting (INP) ini digunakan untuk menetapkan dominasi
suatu jenis terhadap jenis lainnya atau dengan kata lain nilai penting
menggambarkan kedudukan ekologis suatu jenis dalam komunitas. Indeks Nilai
Penting dihitung berdasarkan penjumlahan nilai Kerapatan Relatif (KR),
Frekuensi Relatif (FR) dan Dominansi Relatif (DR), (Mueller-Dombois dan
ellenberg, 1974; Soerianegara dan Indrawan, 2005).
Kerapatan adalah jumlah individu suatu jenis tumbuhan dalam suatu
luasan tertentu, misalnya 100 individu/ha. Dalam mengukur kerapatan biasanya
muncul suatu masalah sehubungan dengan efek tepi (side effect) dan life form
(bentuk tumbuhan). Untuk mengukur kerapatan pohon atau bentuk vegetasi
lainnya yang mempunyai batang yang mudah dibedakan antara satu dengan
lainnya umumnya tidak menimbulkan kesukaran yang berarti. Tetapi, bagi
tumbuhan yang menjalar dengan tunas pada buku-bukunya dan berrhizoma
(berakar rimpang) akan timbul suatu kesukaran dalam penghitungan individunya.
Untuk mengatasi hal ini, maka kita harus membuat suatu kriteria tersendiri
tentang pengertian individu dari tipe tumbuhan tersebut.
Masalah lain yang harus diatasi adalah efek tepi dari kuadrat sehubungan
dengan keberadaan sebagian suatu jenis tumbuhan yang berada di tepi kuadrat,
sehingga kita harus memutuskan apakah jenis tumbuhan tersebut dianggap berada
dalam kuadrat atau di luar kuadrat. Untuk mengatasi hal ini biasanya digunakan
perjanjian bahwa bila > 50% dari bagian tumbuhan tersebut berada dalam kuadrat,
maka dianggap tumbuhan tersebut berada dalam kuadrat dan tentunya barns
dihitung pengukuran kerapatannya (Irwanto, 2010).

10
Indriyanto, Ekologi Hutan, h. 139-142
Frekwensi suatu jenis tumbuhan adalah jumlah petak contoh dimana
ditemukannya jenis tersebut dari sejumlah petak contoh yang dibuat. Biasanya
frekwensi dinyatakan dalam besaran persentase. Misalnya jenis Avicennia marina
(api-api) ditemukan dalam 50 petak contoh dari 100 petak contoh yang dibuat,
sehingga frekwensi jenis api-api tersebut adalah 50/100 x 100% = 50%. Jadi
dalam penentuan frekwensi ini tidak ada counting, tetapi hanya suatu perisalahan
mengenai keberadaan suatu jenis saja (Irwanto, 2010).
Kelindungan adalah proporsi permukaan tanah yang ditutupi oleh proyeksi
tajuk tumbuhan. Oleh karena itu, kelindungan selalu dinyatakan dalam satuan
persen. Misalnya, jenis Rhizophora apiculata (bakau) mempunyai proyeksi tajuk
seluas 10 mZ dalam suatu petak contoh seluas 100 m-, maka kelindungan jenis
bakau tersebut adalah 10/100 x 100% = 10%. Jumlah total kelindungan semua
jenis tumbuhan dalam suatu komunitas tumbuhan mungkin lebih dari 100%,
karena sering proyeksi tajuk dari satu tumbuhan dengan tumbuhan lainnya
bertumpang tindih (overlapping). Sebagai pengganti dari luasan areal tajuk,
kelindungan bisa juga mengimplikasikan proyeksi basal area pada suatu luasan
permukaan tanah.dan luasannya diukur dengan planimeter atau sistem dotgrid
dengan kertas grafik (Irwanto, 2010). Basal area ini merupakan suatu luasan areal
dekat permukaan tanah yang dikuasai oleh tumbuhan. Untuk pohon, basal area
diduga dengan mengukur diameter batang. Dalam hal ini, pengukuran diameter
umumnya dilakukan pada ketinggian 1.30 m dari permukaan tanah (diameter
setinggi data atau diameter at breast height, DBf) (Irwanto, 2010).
2. Keanekaragaman Jenis.
Keanekaragaman jenis adalah parameter yang sangat berguna untuk
membandingkan dua komunitas, terutama untuk mempelajari pengaruh gangguan
biotik, untuk mengetahui tingkatan suksesi atau kestabilan suatu komunitas.
Keanekaragaman jenis ditentukan dengan menggunakan rumus Indeks
Keanekaragaman Shannon-Wiener :

Dimana :
H’ = Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener
ni = Jumlah individu jenis ke-n
N = Total jumlah individu
a). Indeks Kekayaan Jenis dari Margallef (R1).

Dimana :
R1 = Indeks kekayaan Margallef
S = Jumlah jenis
N = Total jumlah individu
b). Indeks Kemerataan Jenis.

Dimana :
E = Indeks kemerataan jenis
H’ = Indeks keanekaragaman jenis
S = Jumlah jenis
Berdasarkan Magurran (1988) besaran R1 < 3.5 menunjukkan kekayaan
jenis yang tergolong rendah, R1 = 3.5 – 5.0 menunjukkan kekayaan jenis
tergolong sedang dan R1 tergolong tinggi jika > 5.0. Besaran H’ < 1.5
menunjukkan keanekaragaman jenis tergolong rendah, H’ = 1.5 – 3.5
menunjukkan keanekaragaman jenis tergolong sedang dan H’ > 3.5 menunjukkan
keanekaragaman tergolong tinggi. Besaran E’ < 0.3 menunjukkan kemerataan
jenis tergolong rendah, E’ = 0.3 – 0.6 kemerataan jenis tergolong sedang dan E’ >
0.6 maka kemerataaan jenis tergolong tinggi.
c). Koefisien Kesamaan Komunitas.
Untuk mengetahui kesamaan relatif dari komposisi jenis dan struktur antara dua
tegakan yang dibandingkan dapat menggunakan rumus sebagai berikut (Bray dan
Curtis, 1957 dalam Soerianegara dan Indrawan, 2005) :

Dimana :
IS = Koefisien masyarakat atau koefisien kesamaan komunitas
W = Jumlah nilai yang sama dan nilai terendah ( < ) dari jenis-jenis yang terdapat
dalam dua tegakan yang dibandingkan
a, b = Jumlah nilai kuantitatif dari semua jenis yang terdapat pada tegakan
pertama dan kedua
Nilai koefisien kesamaan komunitas berkisar antara 0-100 %. Semakin
mendekati nilai 100%, keadaan tegakan yang dibandingkan mempunyai kesamaan
yang tinggi. Dari nilai kesamaan komunitas (IS) dapat ditentukan koefisien
ketidaksamaan komunitas (ID) yang besarnya 100 – IS. Untuk menghitung IS,
dapat digunakan nilai kerapatan, biomassa, penutupan tajuk atau INP.
3. Indeks Dominasi
Indeks dominasi digunakan untuk mengetahui pemusatan dan penyebaran
jenis-jenis dominan. Jika dominasi lebih terkonsentrasi pada satu jenis, nilai
indeks dominasi akan meningkat dan sebaliknya jika beberapa jenis mendominasi
secara bersama-sama maka nilai indeks dominasi akan rendah. Untuk menentukan
nilai indeks dominasi digunakan rumus Simpson (1949) dalam Misra (1973)
sebagai berikut :

Dimana:
C : Indeks dominasi
ni : Nilai penting masing-masing jenis ke-n
N : Total nilai penting dari seluruh jenis
Daftar Pustaka

A, Susanto, 2012. Struktur Komposisi Vegetasi Di Kawasan Cagar Alam Manggis


Gadungan. (Jurnal Agri-tek. Vol. 13 No. 2
Bakri, 2009 . “Analisis Vegetasi Dan Pendugaan Cadangan Karbon Tersimpan
Pada Pohon Di Hutan Taman Wisata Alam Taman Eden Desa Sionggang
Utara Kecamatan Lumban Julu Kabupaten Toba Samosir”. THESIS
Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan
Dieter Mueller-Dombois and Heinz Ellenberg. 2016. Ekologi Vegetasi (Tujuan
dan Metode), Jakarta: LIPI Press Yayasan Obor Indonesia
Ewusie, Yanney. 1990. Ekologi Tropika. Bandung: ITB
Indriyanto. 2006. Ekologi Hutan. Jakarta: Bumi Aksara
Irwan, Djamal Z. 2012. Prinsip-Prinsip Ekologi (Ekosistem, Lingkungan, dan
Pelestariannya) Jakarta: PT Bumi Aksara
Irwanto. 2010. Analisis Vegetasi Parameter Kuantitatif. Jakarta: UI Press
Indriyanto. 2006. Ekologi Hutan. Jakarta: Penerbit PT Bumi Aksara
Sosilawaty, dkk. 2020. Komposisi Vegetasi Pada Berbagai Tutupan Lahan Di
Labolatorium Alam Hutan Pendidikan Hampangen Universitas Palangka
Raya. Jakarta: An1mage
Sundra, I Ketut. 2016. Metode Dan Teknik Analisis Flora Dan Fauna Darat.
Denpasar: Universitas Udayana Denpasar
Y.Ewusie, J. 1990. Pengantar Ekologi Tropika. Yogyakarta: Kanisus

Anda mungkin juga menyukai