Nim :0310183123
Kelas/ Sem : Tbio 1 / V (Lima)
matkul : Ekologi Tumbuhan
ANALISIS VEGETASI
3
Dr.Ir. Sosilawaty,.M.P, dkk. Komposisi Vegetasi Pada Berbagai Tutupan Lahan Di
Labolatorium Alam Hutan Pendidikan Hampangen Universitas Palangka Raya. (Jakarta:
An1mage, 2020), h. 8-9.
4
Irwanto. Analisis Vegetasi Parameter Kuantitatif. (Jakarta: UI Press, 2010)
hutan kecuali permudaan pohon hutan, padang rumput/ alang-alang dan
vegetasi semak belukar.5
Analisa vegetasi adalah cara mempelajari susunan (komponen jenis) dan
bentuk (struktur) vegetasi atau masyarakat tumbuh-tumbuhan. Hutan merupakan
komponen habitat terpenting bagi kehidupan oleh karenanya kondisi masyarakat
tumbuhan didalam hutan baik komposisi jenis tumbuhan, dominansi spesies,
kerapatan maupun keadaan penutupan tajuknya perlu diukur. Analisis vegetasi
yang dilakukan pada area luas tertentu umumnya berbentuk segi empat, bujur
sangkar, atau lingkaran serta titik-titik. Untuk menganalisis vegetasi tingkat
pohon, tiang dan sapihan, digunakan metode kuadrat antara lain lingkaran, bujur
sangkar, atau segi empat. Adapun untuk tingkat semai serta tumbuhan bawah
yang rapat digunakan petak contoh titik atau bentuk kuadrat untuk tumbuhan yang
tidak rapat. Variasi ukuran petak contoh tergantung pada homogenitas vegetasi
yang ada. Hasil analisis tumbuhan disajikan secara deskripsi mengenai komposisi
spesies dan struktur komunitasnya. Struktur suatu komunitas tidak hanya
dipengaruhi oleh hubungan antar spesies, tetapi juga oleh jumlah individu dari
setiap spesies organisme. Hal ini menyebabkan kelimpahan relatif suatu spesies
dapat mempengaruhi fungsi suatu komunitas, distribusi individu antarspesies
dalam komunitas, bahkan dapat memberikan pengaruh pada keseimbangan sistem
dan akhirnya akan berpengaruh pada stabilitas komunitas.
Komunitas tumbuhan pada dasarnya data yang didapat dari analisis
vegetasi dibagi atas dua golongan yang diperlukan yaitu data kualitatif dan data
kuantitatif. Beberapa parameter kualitatif komunitas tumbuhan antara lain:
fisiognomi, fenologi, stratifikasi, kelimpahan, penyebaran, daya hidup, dan bentuk
pertumbuhan:6
a. Fisiognomi adalah penampakan luar dari suatu komunitas tumbuhan yang
dapat dideskripsikan berdasarkan kepada penampakan spesies tumbuhan
dominan, penampakan tinggi tumbuhan, dan warna tumbuhan yang
tampak oleh mata.
5
Bakri, “Analisis Vegetasi Dan Pendugaan Cadangan Karbon Tersimpan Pada Pohon
Di Hutan Taman Wisata Alam Taman Eden Desa Sionggang Utara Kecamatan Lumban Julu
Kabupaten Toba Samosir”. (THESIS Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan,
2009)
6
Indriyanto, Ekologi Hutan (Jakarta: Penerbit PT Bumi Aksara, 2006)
b. Fenologi adalah perwujudan spesies pada setiap tingkat dalam siklus
hidupnya.35 Bentuk dari tumbuhan berubah-ubah sesuai dengan umurnya,
sehingga spesies yang sama dengan tingkat umur yang berbeda akan
membentuk struktur komunitas yang berbeda. Spesies yang berbeda pasti
memiliki fenologi yang berbeda, sehingga keanekaragaman spesies dalam
suatu komunitas akan menentukan struktur komunitas tersebut.
c. Stratifikasi adalah distribusi tumbuhan dalam ruangan vertikal. Semua
spesies tumbuhan dalam komunitas tidak sama ukurannya, serta secara
vertikal tidak menempati ruang yang sama.
d. Kelimpahan adalah parameter kualitatif yang mencerminkan distribusi
relatif spesies organisme dalam komunitas. Menurut penaksiran kualitatif,
kelimpahan dapat dikelompokkan menjadi: sangat jarang, jarang (kadang-
kadang), sering, banyak atau melimpah, dan sangat banyak (sangat
melimpah).
e. Penyebaran adalah parameter kualitatif yang menggambarkan keberadaan
spesies organisme pada ruang secara horizontal, antara lain random,
seragam, dan berkelompok.
f. Daya hidup atau vitalitas adalah tingkat keberhasilan tumbuhan untuk
hidup dan tumbuh normal, serta kemampuan untuk bereproduksi. Daya
hidup akan menentukan setiap spesies organisme untuk memelihara
kedudukannya dalam suatu komunitas.
g. Bentuk pertumbuhan adalah penggolongan tumbuhan menurut bentuk
pertumbuhannya, habitat atau menurut karakteristik lainnya. Misalnya
pohon, semak, perdu, herba, dan liana.
2. Pencuplikan Vegetasi
Empat langkah berikut harus dipertimbangkan dalam setiap pencuplikan vegetasi:
1) segmentasi vegetasi atau identifikasi seutuhan
2) pemilihan bagianbagian kecil dalam segmen-segmen yang telah
diidentifikasi,
3) keputusan mengenai ukuran dan bentuk apa yang akan digunakan, dan
4) keputusan apa yang akan direkam setelah cuplikan atau petak dibuat.
Empat langkah tersebut tidak selalu diikuti dalam urutan seperti di atas.
Langkah-langkah ini dapat berbeda dalam rincian sesuai dengan pandangan dan
konsep vegetasi peneliti, dengan karakter vegetasi itu sendiri, dengan tujuan
penelitian, dan dengan waktu yang tersedia untuk penelitian.
Pentingnya pencuplikan vegetasi adalah bahwa semua perlakuan
berikutnya terhadap data dan kesimpulan yang ditarik bergantung pada seleksi
awal dan karakteristik cuplikan. Langkah pertama, identifikasi seutuhan,
segmentasi atau pembagian penutupan vegetasi selalu subjektif. Demikian juga
apakah kita memilih metodemetode objektif untuk pemilihan cuplikan berikutnya
dalam segmen.
7
Dieter Mueller-Dombois and Heinz Ellenberg. Ekologi Vegetasi (Tujuan dan Metode),
(Jakarta: LIPI Press Yayasan Obor Indonesia, 2016), h. 33-37
Metode ini umumnya dilakukan untuk bentuk vegetasi yang sederhana,
dengan ukuran luas pencuplikan antara satu meter persegi sampai lima meter
persegi. Penimbangan bisa didasarkan pada berat segar materi hidup atau berat
keringnya. Metode ini sangat membantu dalam menentukan kualitas suatu padang
rumput dengan usaha pencairan lahan penggembalaan dan sekaligus menentukan
kapasitas tampungnya. Pendekatan yang terbaik untuk metode ini adalah secara
floristika, yaitu didasarkan pada pengetahuan taksonomi tumbuhan.
2. Sintesis Karakter
Sintesis karakter dipakai untuk membedakan antara bebagai komunitas.
Namun diantara parameter itu bila dikombinasikan menampilkan corak yang lebih
berguna untuk perumpunan.
c. Frekuensi (kekerapan)
Kekerapan menyangkut tingkat keseragaman terdapatnya individu suatu
spesies di dalam suatu daerah.Kekerapan diukur dengan mencatat ada atau
tidaknya suatu spesies dalam daerah contoh atau luas yang secara idealnya
tersebar secara acak di seluruh daerah yang dikaji.
Karenanya kekkerapan dikatakan sebagai persentase dari seluruh daerah
contoh atau luas yang dipakai yang di dalmnya terdapat spesies tertentu. Misalnya
suatu spesies ditemukan dlam 15 dari 30 contoh. Maka kekerapannya adalah 50
%.9
Raunkiser dalam shukla dan Chandel (1977) membagi fekuensi dalm lima
kelas berdasarkan besarnya persentase,yaitu:
9
Ewusie, J. Y. Pengantar Ekologi Tropika, (Yogyakarta: Kanisus, 1990), h. 73
2. Parameter Kualitatif dalam Analisis Komunitas Tumbuhan
1) Fisiognomi
Fisiognomi dalah penampakan luar dari suatu komunitas tumbuhan yang
dapat di deskripsikan berdasarkan penampakan spesies tumbuhan dominan,
penampakan tinggi tumbuhan, dan warna dari tumbuhan yang tampak dari mata.
2) Fenologi
Fenologi adalah perwujudan pross pada setiap fase dalam siklus hidupnya.
3) Periodisitas
Periodisitas adalah kejadian musiman dan berbagai proses dalam
kehidupan tumbuhan.
4) Stratifikasi
Distribusi tumbuhan dalam ruangan vertical. Semua spesies tetumbuhan
dalam komunitas tidak sama ukuran nya,serta secara vertical tidak menempati
ruangan yang sama.
5) Kelimpahan
Parameter kualitatif yang mencerminkan distribusi relative spesies
organisme dalam komunitas. Kelimpahan pada umumnya berhubungan dengan
densitas berdasarkan penaksiran kualitatif. Menurut penaksiran kualitatif
kelimpahan dikelompokkan menjadi 5,yaitu :
a. Sangat jarang
b. Kadang-kadang/jarang
c. Sering /tidak banyak
d. Banyak /berlimpah-limpah
e. Sangat banyak/sangat berlimpah
6) Penyebaran adalah parameter kualitatif yang menggambarkan keberadaan
spesies organism pada ruang secara horizontal. Penyebaran tersebut dapat
dikelompokkan menjadi 3 anatara lain: Random, seragam dan
berkelompok.
7) Daya hidup atau vitalitas, tingkat keberhasilan tumbuhan untuk hidup dan
tumbuh normal, serta kemampuan untuk bereproduksi
8) Bentuk pertumbuhan, penggolongan tumbuhan menurut bentuk
pertumbuhannya, habitat atau menurut karakteristik lainya.10
10
Indriyanto, Ekologi Hutan, h. 139-142
Frekwensi suatu jenis tumbuhan adalah jumlah petak contoh dimana
ditemukannya jenis tersebut dari sejumlah petak contoh yang dibuat. Biasanya
frekwensi dinyatakan dalam besaran persentase. Misalnya jenis Avicennia marina
(api-api) ditemukan dalam 50 petak contoh dari 100 petak contoh yang dibuat,
sehingga frekwensi jenis api-api tersebut adalah 50/100 x 100% = 50%. Jadi
dalam penentuan frekwensi ini tidak ada counting, tetapi hanya suatu perisalahan
mengenai keberadaan suatu jenis saja (Irwanto, 2010).
Kelindungan adalah proporsi permukaan tanah yang ditutupi oleh proyeksi
tajuk tumbuhan. Oleh karena itu, kelindungan selalu dinyatakan dalam satuan
persen. Misalnya, jenis Rhizophora apiculata (bakau) mempunyai proyeksi tajuk
seluas 10 mZ dalam suatu petak contoh seluas 100 m-, maka kelindungan jenis
bakau tersebut adalah 10/100 x 100% = 10%. Jumlah total kelindungan semua
jenis tumbuhan dalam suatu komunitas tumbuhan mungkin lebih dari 100%,
karena sering proyeksi tajuk dari satu tumbuhan dengan tumbuhan lainnya
bertumpang tindih (overlapping). Sebagai pengganti dari luasan areal tajuk,
kelindungan bisa juga mengimplikasikan proyeksi basal area pada suatu luasan
permukaan tanah.dan luasannya diukur dengan planimeter atau sistem dotgrid
dengan kertas grafik (Irwanto, 2010). Basal area ini merupakan suatu luasan areal
dekat permukaan tanah yang dikuasai oleh tumbuhan. Untuk pohon, basal area
diduga dengan mengukur diameter batang. Dalam hal ini, pengukuran diameter
umumnya dilakukan pada ketinggian 1.30 m dari permukaan tanah (diameter
setinggi data atau diameter at breast height, DBf) (Irwanto, 2010).
2. Keanekaragaman Jenis.
Keanekaragaman jenis adalah parameter yang sangat berguna untuk
membandingkan dua komunitas, terutama untuk mempelajari pengaruh gangguan
biotik, untuk mengetahui tingkatan suksesi atau kestabilan suatu komunitas.
Keanekaragaman jenis ditentukan dengan menggunakan rumus Indeks
Keanekaragaman Shannon-Wiener :
Dimana :
H’ = Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener
ni = Jumlah individu jenis ke-n
N = Total jumlah individu
a). Indeks Kekayaan Jenis dari Margallef (R1).
Dimana :
R1 = Indeks kekayaan Margallef
S = Jumlah jenis
N = Total jumlah individu
b). Indeks Kemerataan Jenis.
Dimana :
E = Indeks kemerataan jenis
H’ = Indeks keanekaragaman jenis
S = Jumlah jenis
Berdasarkan Magurran (1988) besaran R1 < 3.5 menunjukkan kekayaan
jenis yang tergolong rendah, R1 = 3.5 – 5.0 menunjukkan kekayaan jenis
tergolong sedang dan R1 tergolong tinggi jika > 5.0. Besaran H’ < 1.5
menunjukkan keanekaragaman jenis tergolong rendah, H’ = 1.5 – 3.5
menunjukkan keanekaragaman jenis tergolong sedang dan H’ > 3.5 menunjukkan
keanekaragaman tergolong tinggi. Besaran E’ < 0.3 menunjukkan kemerataan
jenis tergolong rendah, E’ = 0.3 – 0.6 kemerataan jenis tergolong sedang dan E’ >
0.6 maka kemerataaan jenis tergolong tinggi.
c). Koefisien Kesamaan Komunitas.
Untuk mengetahui kesamaan relatif dari komposisi jenis dan struktur antara dua
tegakan yang dibandingkan dapat menggunakan rumus sebagai berikut (Bray dan
Curtis, 1957 dalam Soerianegara dan Indrawan, 2005) :
Dimana :
IS = Koefisien masyarakat atau koefisien kesamaan komunitas
W = Jumlah nilai yang sama dan nilai terendah ( < ) dari jenis-jenis yang terdapat
dalam dua tegakan yang dibandingkan
a, b = Jumlah nilai kuantitatif dari semua jenis yang terdapat pada tegakan
pertama dan kedua
Nilai koefisien kesamaan komunitas berkisar antara 0-100 %. Semakin
mendekati nilai 100%, keadaan tegakan yang dibandingkan mempunyai kesamaan
yang tinggi. Dari nilai kesamaan komunitas (IS) dapat ditentukan koefisien
ketidaksamaan komunitas (ID) yang besarnya 100 – IS. Untuk menghitung IS,
dapat digunakan nilai kerapatan, biomassa, penutupan tajuk atau INP.
3. Indeks Dominasi
Indeks dominasi digunakan untuk mengetahui pemusatan dan penyebaran
jenis-jenis dominan. Jika dominasi lebih terkonsentrasi pada satu jenis, nilai
indeks dominasi akan meningkat dan sebaliknya jika beberapa jenis mendominasi
secara bersama-sama maka nilai indeks dominasi akan rendah. Untuk menentukan
nilai indeks dominasi digunakan rumus Simpson (1949) dalam Misra (1973)
sebagai berikut :
Dimana:
C : Indeks dominasi
ni : Nilai penting masing-masing jenis ke-n
N : Total nilai penting dari seluruh jenis
Daftar Pustaka