Anda di halaman 1dari 16

Laporan Kasus

SEORANG ANAK 2 TAHUN DENGAN KEJANG DEMAM

Disusun Oleh:
dr. NASRUL

Dokter
Pendamping: dr.
Aprizal, MARS

Dokter Penanggung Jawab


Pasien: dr. Fiona

PROGRAM INTERNSHIP DOKTER


INDONESIA RSUD CILEUNGSI
KABUPATEN BOGOR
2021
BAB I
LAPORAN KASUS
IDENTITAS

Nama : An. N
Umur : 11 bulan
Jenis Kelamin : Perempuan
No. CM : 3960xx
Agama : Islam
Nama Ayah : Tn. R
Pekerjaan Ayah : Buruh pabrik
Nama Ibu : Ny. H
Pekerjaan Ibu : ibu rumah tangga
Alamat : jonggol
Masuk RS : 06 january 2021
A. ANAMNESIS
Anamnesis diperoleh melalui aloanamnesis terhadap ibu pasien.
Keluhan Utama :
Kejang
Riwayat Penyakit Sekarang:
Os datang dengan keluhan kejang sejak 1 hari ini, kejang sudah 7 x, kejang berlangsung
selama 5 menit,kejang dengan posisi tangan dan kaki kelonjotan, seluruh badan gemetaran,
mata melihat ke atas, sehabis kejang os menangis,sebelum nya os demam sudah 2 hari,
demam pernah mencapai 39 derjat, demam terus menerus, sudah minum obat tetapi demam
muncul lagi, batuk(+) berdahak, pilek(+), Bab dan Bak normal.

Riwayat Penyakit Dahulu :


Keluhan serupa : disangkal
Riwayat opnam di rumah sakit : disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga :
Keluhan serupa : disangkal

Riwayat Kehamilan :
Pemeriksaan di : Bidan
Frekuensi : Trimester I : 1x/ 1 bulan
Trimester II : 1x/ 1 bulan
Trimester III : 1x/ 2 minggu
Keluhan selama kehamilan: muntah berlebihan
Obat-obatan yang diminum selama kehamilan : vitamin dan tablet penambah darah.
Riwayat Kelahiran
Pasien lahir di bidan dengan berat badan lahir 3000 gram dan panjang 49 cm, lahir spontan,
langsung menangis kuat, usia kehamilan 39 minggu.
Riwayat Postnatal
Rutin ke posyandu setiap bulan untuk menimbang dan ke puskesmas untuk imunisasi.
Imunisasi
Jenis I II III IV
1 - - -
BCG bulan 3 bulan 4 -
DPT 2 2 bulan bulan 4 bulan
bulan
Polio 3
- -
2 hari bulan
Campak 2 bulan -
9 -
Hepatitis
bulan
B 3
Lahir bulan
Kesimpulan : imunisasi dasar lengkap sesuai Depkes
Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan
Motorik Kasar
Mengangkat kepala : 3 bulan
Tengkurap kepala tegak : 4 bulan
Duduk sendiri : 6 bulan
Berdiri sendiri : 11 bulan
Bahasa
Bersuara “aah/ooh” : 2,5 bulan
Berkata (tidak spesifik) : 8,5 bulan
Motorik halus
Memegang benda : 3,5 bulan
Personal sosial
Tersenyum : 2 bulan
Mulai makan : 6 bulan
Tepuk tangan : 9 bulan
Kesan : pertumbuhan dan perkembangan sesuai usia
Riwayat Makan Minum Anak
1. Usia 0-6 bulan : ASI. frekuensi minum ASI tiap kali bayi menangis dan tampak
kehausan, sehari biasanya lebih dari 8 kali dan lama menyusui 10 menit, bergantian
kiri kanan.
2. Usia 6-8 bulan : bubur susu 2-3 kali sehari satu mangkok kecil, dengan diselingi
dengan ASI jika bayi lapar. Buah pisang/pepaya sekali sehari satu potong (siang
hari).
3. Usia 8-12 bulan : nasi tim 3 kali sehari satu mangkok kecil dengan sayur
hijau/wortel, lauk telur/tempe, diselingi dengan ASI jika bayi masih lapar. Buah
pepaya/pisang sehari 2 potong.
Kesan : kualitas dan kuantitas cukup
Riwayat Keluarga Berencana :
Ibu penderita tidak mengikuti program KB
B. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum: tampak sakit sedang,
Kesadaran: compos mentis.
Tanda vital :
- HR (Nadi) : 122x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
- RR (Laju Nafas) : 24x/menit
- Suhu : 39,2oC
- Status gizi : cukup
- BB : 8,8kg
- TB : 73 cm

Status Internus
- Kepala : mesocephale, rambut hitam sukar dicabut, distribusi merata, UUB belum
menutupp, LK= 45 cm(-2 SD < LK < 0 SD)
- Mata : Mata cekung (-/-), konjungtiva pucat (-/-),sklera ikterik (-/-), pupil
isokor (2mm/2mm), reflek cahaya (+/+)
- Hidung : epistaksis (-/-), discharge (-), septum deviasi (-)
nafas cuping hidung(-)
- Telinga : discharge (-/-)
- Bibir : sianosis (-),sariawan (-), kering (-)
- Tenggorokan : faring hiperemis (-), pembesaran tonsil (-)
- Leher : simetris, pembesaran kelenjar limfe (-)
- Thoraks : normochest, retraksi (-), gerakan simetris kanan kiri
- Cor : Iktus kordis tidak tampak, Iktus kordis tidak kuat angkat, Batas jantung
kesan tidak membesar, BJ I-II intensitas normal, reguler, bising (-)
- Abdomen : dinding dada setinggi dinding perut, peristaltik (+) meningkat, tympani,
nyeri tekan (-), hepar tidak teraba, lien tidak teraba, turgor kembali cepat.
- Urogenital : dalam batas normal
- Ekstremitas : Superior Inferior
Akral hangat (+/+) (+/+)
Edema (-/-) (-/-)
Sianosis (-/-) (-/-)
Ptekie (-/-) (-/-)
C. STATUS NEUROLOGIS
Motorik : Koordinasi baik, kekuatan
Sensorik : Belum dapat dinilai
Reflek Fisiologis : +/+
Reflek Patologis : -/-
Meningeal Sign : Kaku kuduk : (-)
Brudzinsky I : (-)
Brudzinsky II : (-)
Kernig sign : (-)
D. STATUS GIZI BERDASARKAN ANTROPOMETRI
BB : 8,8 kg
TB : 73 cm
Status gizi :
8,8−9,4
BB/U : : -0,6 (-2 SD < BB/U < 2 SD)
9,4−8,4
70−74,5
TB/U : : -1,95 (-2 SD < TB/U < 2SD)
74,5−72,2
Kesan : Gizi baik secara antropometri (KEMENKES RI, 2011)
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Parameter Hasil Angka Normal Satuan
Hemoglobin 13,5 12-16 Gr/dl
Jumlah Eritrosit 5,10 4,20-5,40 Juta/uL
Jumlah Lekosit 33,31 4,50-11 Ribu/uL
Eosinofil 0,6 1-4 %
Basofil 0 0-1 %
Batang 4 2-5 %
Segmen 51 36-66 %
Limfosit 34 22-40 %
Monosit 8 4-8 %
LED 1 jam 34 0-20 Mm
Hematokrit 41,1 38-47 %
MCV 86,3 80-96 Fl
MCHC 32,1 32-37 g/dl
MCH 27,1 27-31 Pg
Jumlah Trombosit 607 150-450 Ribu/uL

F. DIAGNOSA BANDING
1. Kejang Demam Kompleks
2. Infeksi Intrakranial
3. Gangguan elektrolit

G. DIAGNOSA KERJA

Kejang Demam Kompleks

H. PENATALAKSANAAN
Terapi di IGD

Infus Rl 10 tpm

Infus paracetamol 5cc/ 6 jam

Advice dr Fiona spa


- Infus Kaen 3B 500cc/hari
- Infus paracetamol 5cc/4jam
- Ondancetron 3x1 mg
- Jika kejang diazepam 3mg bolus iv
- Ambroxol syrup 3x2ml
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Kejang demam adalah bangkitan kejang setiap kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas
o
38 C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium, tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat
atau gangguan elektrolit akut, dan tidak ada riwayat kejang tanpa demam sebelumnya. 2
Menurut Consensus Statement on Febrile Seizures (1980), kejang demam adalah suatu
kejadian pada bayi dan anak, biasanya terjadi antara umur 3 bulan dan 5 tahun, berhubungan
dengan demam tetapi tidak pernah terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab tertentu. 3
Kejang demam harus dibedakan dengan epilepsi, yaitu ditandai dengan kejang berulang tanpa
demam.2 Definisi ini menyingkirkan kejang yang disebabkan penyakit saraf seperti meningitis,
ensefalitis atau ensefalopati. Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun
menaglami kejang didahului demam, pikirkan kemungkinan lain misalnya infeksi SSP atau epilepsi
yang kebetulan terjadi bersama demam. 2

B. EPIDEMIOLOGI

Prevalensi kejang demam berbeda di berbagai negara. Amerika Serikat dan Eropa
memiliki prevalensi kejang demam sebanyak 2-5%. Prevalensi kejang demam meningkat dua
kali lipat di Asia. Di Jepang kejadian kejang demam berkisar 8,3%-9,9%. Angka kematian
akibat kejang demam sekitar 0,64%-0,75%. Sebagian besar penderita sembuh sempurna, dan
sebagian berkembang menjadi epilepsi sebanyak 2-7%. Terdapat penderita yang secara
bermakna mengalami gangguan tingkah laku dan penurunan tingkat intelegensi sebanyak 4%.

C. KLASIFIKASI

Kejang demam diklasifikasikan menjadi dua :


a. Kejang Demam Sederhana ( Simple Febrile Seizure)
Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit dan umumnya akan
berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik dan atau klonik, tanpa gerakan fokal.
Kejang tidak berulang dalam 24 jam. Kejang demam sederhana merupakan 80 % diantara
seluruh kejang demam.
b. Kejang Demam Kompleks (Complex Febrile Seizure)
Kejang demam dengan salah satu ciri berikut ini :
1.) Kejang lama > 15 menit
2.) Kejang fokal atau parsial satu sisi atau kejang umum didahului kejang parsial
3.) Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.5

D. PATOFISIOLOGI
Kejang terjadi akibat pelepasan muatan listrik berlebihan di sel neuron otak akibat dari
gangguan fungsi pada neuron baik fisiologis, biokimiawi, maupun anatomi.1

Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam adalah lipoid dan
permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan
mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion Natrium (Na +) dan elektrolit
lainnya, kecuali ion Klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan
konsentrasi Na+ rendah, sedangkan diluar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena
perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan diluar sel, maka terdapat perbedaan potensial
yang disebut potensial membran sel dari sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial
membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-KATPase yang terdapat pada
permukaan sel.3,5
Patofisiologi kejang demam secara pasti belum diketahui, diperkirakan bahwa dalam
keadaan demam terjadi peningkatan reaksi kimia tubuh. Sehingga reaksi oksidasi terjadi
lebih cepat dan akibatnya oksigen lebih cepat habis. Keadaan hipoksia ini mengganggu
transport aktif sehingga Na intrasel dan K ekstrasel meningkat dan potensial membrane
cenderung turun.2
Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi pada suhu
38oC sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada
suhu 40oC atau lebih. Dari kenyataan ini dapatlah disimpulkan bahwa terulangnya kejang
demam lebih sering terjadi pada ambang kejang yang rendah sehingga dalam
penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita kejang.
Kejang demam yang berlangsung singkat biasanya tidak berbahaya dan tidak
menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15
menit) biasanya disertai gejala apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk
kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnea, asidosis laktat
disebabkan oleh metabolisme anaerobik, hipotensi arterial disertai denyut jantung yang
tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat disebkan oleh meningkatnya aktivitas otot
dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat. Rangkaian kejadian diatas
adalah faktor penyebab hingga terjadinya kerusakan neuron otak selama berlangsungnya
kejang lama.1,3

E. DIAGNOSIS

1. Anamnesis
a. Adanya kejang , jenis kejang, kesadaran, lama kejang, suhu sebelum/saat kejang, frekuensi,
interval, pasca kejang, penyebab demam diluar susunan saraf pusat.
b. Riwayat perkembangan, kejang demam dalam keluarga, epilepsi dalam keluarga.
c. Singkirkan penyebab kejang lainnya.
2. Pemeriksaan fisik : kesadaran, suhu tubuh, tanda rangsal meningeal, tanda peningkatan
tekanan intrakranial, tanda infeksi di luar SSP.6
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam, tetapi
dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam, atau keadaan
lain misalnya gastroenteritis dehidrasi disertai demam. Pemeriksaan laboratorium yang
dapat dikerjakan misalnya darah perifer, elektrolit dan gula darah. 5
b. Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan
kemungkinan meningitis. Resiko terjadinya meningitis bakterialis adalah 0,6%-6,7%.
Pada bayi kecil seringkali sulit untuk menegakkan atau menyingkirkan diagnosis
meningitis karena manifestasi klinisnya tidak jelas. Oleh karena itu pungsi lumbal
dianjurkan pada ; bayi kurng dari 12 bulan sangat dianjurkan dilakukan, bayi antara 12-
18 bulan dianjurkan, bayi > 19 bulan tidak rutin. Bila yakin bukan meningitis secara
klinis tidak perlu dilakukan pungsi lumbal. 5
c. Elektroensefalografi (EEG)
Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi berulangnya
kejang atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien kejang
demam. Oleh karenanya tidak direkomendasikan. Pemeriksaan EEG masih dapat
dilakukan pada keadaan kejang demam tidak khas misalnya kejang demam kompleks
pada anak usia lebih dari 6 tahun atau kejang demam fokal. 5
d. Pencitraan
Foto X- ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography scan (CT-scan)
atau magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan, tidak rutin dan
hanya atas indikasi seperti ; kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis),
paresis nervus VI, papil edema.5
F. DIAGNOSIS BANDING

Penyebab lain kejang yang disertai demam harus disingkirkan, khususnya meningitis atau
ensefalitis. Pungsi Lumbal teriondikasi bila ada kecurigaan klinis meningitis. Adanya sumber
infeksi seperti ototis media tidak menyingkirkan meningitis dan jika pasien telah mendapatkan
antibiotika maka perlu pertimbangan pungsi lumbal. 2
G. MANIFESTASI KLINIS

Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan kenaikan
suhu badan yang tinggi dan cepat yang disebabkan oleh infeksi diluar susunan saraf pusat,
misalnya tonsilitis, otitis media akut, bronkitis, furunkulosis dan lain-lain. Serangan kejang
biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan sifat
bangkitan dapat berbentuk tonik – klonik, tonik, klonik, fokal atau akinetik. Postur tonik
(kontraksi dan kekakuan otot menyeluruh yang biasanya berlangsung selama 10-20 detik),
gerakan klonik (kontraksi dan relaksasi otot yang kuat dan berirama, biasanya berlangsung
selama 1-2 menit), lidah atau pipinya tergigit, gigi atau rahangnya terkatup rapat,
inkontinensia (mengeluarkan air kemih atau tinja diluar kesadarannya), gangguan pernafasan,
apneu (henti nafas), dan kulitnya kebiruan.1,3,5
Kejang umumnya berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti, anak tidak memberi reaksi
apapun untuk sejenak, tetapi beberapa detik/menit kemudian anak akan terbangun dan sadar
kembali tanpa kelainan saraf. Kejang demam yang berlangsung singkat umumnya tidak
berbahaya dan tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi kejang yang berlangsung lama (> 15
menit) sangat berbahaya dan dapat menimbulkan kerusakan permanen dari otak. 4

H. TATALAKSANA
Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu pasien datang kejang
sudah berhenti. Apabila datang dalam keadaan kejang obat yang paling cepat untuk
menghentikan kejang adalah diazepam intravena adalah 0,3 -0,5 mg/kg perlahan –lahan
dengan kecepatan 1-2 mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit, dengan dosis maksimal 20 mg.
Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orang tua atau dirumah adalah diazepam rektal.
Diazepam rektal adalah 0,5-0,75 mg/kg atau diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat
badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 10 kg. Atau Diazepam
rektal dengan dosis 5 mg untuk anak dibawah usia 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak
diatas usia 3 tahun.5
Bila setelah pemberian Diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat diulang lagi
dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit. Bila setelah 2 kali
pemberian Diazepam rektal masih tetap kejang, dianjurkan ke rumah sakit. Di rumah sakit
dapat diberikan Diazepam intravena dengan dosis 0,3-0,5 mg/kg. Bila kejang tetap belum
berhenti diberikan fenitoin secara intravena dengan dosis awal 10-20 mg/kg/kali dengan
kecepatan 1 mg/kg/menit atau kurang dari 50 mg/menit. Bila kejang berhenti dosis
selanjutnya adalah 4-8 mg/kg/hari, dimulai 12 jam setelah dosis awal. Bila dengan fenitoin
kejang belum berhenti maka pasien harus dirawat di ruang rawat intensif. Bila kejang
berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis kejang demam apakah kejang
demam sederhana atau kompleks dan faktor resikonya.5

1. Pemberian obat pada saat demam


a. Antipiretik
Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi resiko terjadinya
kejang demam, namun para ahli di Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap dapat
diberikan. Dosis Paracetamol yang digunakan adalah 10-15 mg/kg/kali diberikan 4 kali
sehari dan tidak lebih dari 5 kali. Dosis Ibuprofen 5-10 mg/kg/kali, 3-4 kali sehari.
Meskipun jarang, asam asetilsalisilat dapat menyebabkan sindrom Reye terutama pada
anak kurang dari 18 bulan, sehingga penggunaan asam asetilsalisilat tidak dianjurkan. 2,3,5
b. Antikonvulsan
Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam pada saat demam menurunkan
resiko berulangnya kejang pada 30% -60% kasus, begitu pula dengan diazepam rektal
dosis 0,5 mg/kg setiap 8 jam pada suhu > 38,5 oC. Dosis tersebut cukup tinggi dan
menyebabkan ataksia, iritabel dan sedasi yang cukup berat pada 25-39% kasus.
Fenobarbital, karbamazepin dan fenitoin pada saat demam tidak berguna untuk mencegah
kejang demam.
c. Pemberian Obat Rumat
1) Indikasi Pemberian obat Rumat
Pengobatan rumat diberikan bila kejang demam menunjukkan ciri sebagai
berikut (salah satu) ;
- Kejang lama > 15 menit
- Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang, misalnya
hemiparesis, paresis Todd, cerebral palsy, retardasi mental, hidrocephalus.
- Kejang fokal
Pengobatan rumat dipertimbangkan bila ; kejang berulang dua kali atau lebih dalam
24 jam, kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan, kejang demam ≥ 4
kali per tahun.5
2) Jenis Antikonvulsan untuk Pengobatan Rumat
Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif dalam
menurunkan risiko berulangnya kejang. Berdasarkan bukti ilmiah bahwa kejang
demam tidak berbahaya dan penggunaan obat dapat menyebabkan efek samping,
maka pengobatan rumat hanya diberikan terhadap kasus selektif dan dalam jangka
pendek. Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan gangguan perilaku
dan kesulitan belajar pada 40-50% kasus. Obat pilihan saat ini adalah asam valproat.
Pada sebagian kecil kasus, terutama yang berumur kurang dari 2 tahun asam valproat
dapat menyebabkan gangguan fungsi hati. Dosis asam valproat 15-40 mg/kg/hari
dalam 2-3 dosis, dan fenobarbital 3-4 mg/kg per hari dalam 1-2 dosis. Pengobatan
rumat diberikan selama 1 tahun bebas kejang, kemudian dihentikan secara bertahap
selama 1-2 bulan.5
I. EDUKASI PADA ORANG TUA
Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua. Pada saat kejang
sebagian besar orang tua beranggapan bahwa anaknya telah meninggal. Kecemasan ini harus
dikurangi dengan cara yang diantaranya :
1. Meyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis baik
2. Memberitahukan cara penanganan kejang
3. Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali
4. Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi harus diingat adanya efek
samping obat.4,5
Beberapa hal yang harus dikerjakan bila kembali kejang
1. Tetap tenang dan tidak panik.
2. Kendorkan pakaian yang ketat terutama disekitar leher.
3. Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring. Bersihkan muntahan
atau lendir di mulut atau hidung. Walaupun kemungkinan lidah tergigit, jangan
memasukkan sesuatu ke dalam mulut.
4. Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang.
5. Tetap bersama pasien selama kejang.
6. Berikan diazepam rektal, dan jangan diberikan bila kejang telah berhenti.
7. Bawa ke dokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau lebih . 5

J. PROGNOSIS
Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan. 8
Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang sebelumnya
normal. Penelitian lain secara retrospektif melaporkan kelainan neurologis pada sebagian kecil
kasus, dan kelainan ini biasanya terjadi pada kasus dengan kejang lama atau kejang berulang
baik umum atau fokal. Kematian karena kejang demam tidak pernah dilaporkan. 5
BAB III
PEMBAHASAN

Diagnosis kejang demam kompleks pada kasus ini berdasarkan :


a. Anamnesis
- kejang (2 kali, berulang kurang dari 24 jam, lama kejang 5 menit dan 10 menit, setelah kejang
pasien menangis)
- panas yang mendadak tinggi
b. Pemeriksaan fisik
Kami dapatkan suhu 39,2oC per axiler. Tidak didapatkan reflek patologis maupun
meningeal sign.
c. Pemeriksaan Penunjang
Lekositosis 33,31
Penatalaksanaan pada pasien ini yaitu diberikan parasetamol 100 mg untuk mengatasi demam,
kemudian diberikan juga diazepam per rektal jika jika terjadi kejang. Pemberian diazepam ini
digunakan sebagai obat potong kejang, antibiotik karena adanya lekositosis, dan dexametason.
Edukasi yang diberikan kepada keluarga mengenai penyakit ini adalah bahwa kejang dapat timbul
kembali jika pasien panas. Oleh karena itu, keluarga pasien harus sedia obat penurun panas,
termometer, dan kompres hangat jika pasien panas. Dan perlu dijelaskan alasan pemberian obat
rumatan adalah untuk menurunkan resiko berulangnya kejang.
DAFTAR PUSTAKA
1. Arif Mansjoer., d.k.k,. 2000. Kejang Demam di Kapita Selekta Kedokteran. Media
Aesculapius FKUI. Jakarta.
2. Behrem RE, Kliegman RM,. 1992. Nelson Texbook of Pediatrics. WB
Sauders.Philadelpia.
3. Hardiono D. Pusponegoro, Dwi Putro Widodo dan Sofwan Ismail. 2006. Konsensus
Penatalaksanaan Kejang Demam. Badan Penerbit IDAI. Jakarta
4. Hardiono D. Pusponegoro, dkk,.2005. Kejang Demam di Standar Pelayanan Medis
Kesehatan Anak.Badan penerbit IDAI. Jakarta
5. Staf Pengajar IKA FKUI. 1985. Kejang Demam di Ilmu Kesehatan Anak 2. FKUI.
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai