B. Definisi
Apendisitis adalah peradangan dari apendiks vermivormis, dan
merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini dapat
mengenai semua umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih
sering menyerang laki-laki berusia antara 10 sampai 30 tahun (Mansjoer,
Arief,dkk, 2007).
Apendisitis adalah kondisi di mana infeksi terjadi di umbai cacing.
Dalam kasus ringan dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus
memerlukan laparotomi dengan penyingkiran umbai cacing yang
terinfeksi. Bila tidak terawat, angka kematian cukup tinggi, dikarenakan
oleh peritonitis dan shock ketika umbai cacing yang terinfeksi hancur.
(Anonim, Apendisitis, 2007).
Apendisitis merupakan inflamasi apendiks vermiformis, karena
struktur yang terpuntir, appendiks merupakan tempat ideal bagi bakteri
untuk berkumpul dan multiplikasi (Chang, 2010)
C. Etiologi
Apendisitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada factor
prediposisi yaitu:
D. Patofisiologi
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen
apendiks oleh hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur
karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma.
Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa
mengalami bendungan. Makin lama mukus tersebut makin banyak, namun
elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga
menyebabkan penekanan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat
tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema,
diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi terjadi
apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium.
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat.
Hal tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan
bakteri akan menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas dan
mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri di daerah
kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis supuratif akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding
apendiks yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan
apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan
terjadi apendisitis perforasi.
Bila semua proses di atas berjalan lambat, omentum dan usus yang
berdekatan akan bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa
lokal yang disebut infiltrat apendikularis. Peradangan apendiks tersebut
dapat menjadi abses atau menghilang. Pada anak-anak, karena omentum
lebih pendek dan apediks lebih panjang, dinding apendiks lebih tipis.
Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang
memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi
mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah (Mansjoer,
2007) .
E. Pathway
Idiopatik makan tak teratur Kerja fisik yang keras
Obstruksi lumen
Resiko kurang
Terputusnya Resiko terjadi
volume cairan
kontinuitas jaringan infeksi
Nyeri
F. Manifestasi Klinik
Apendisitis memiliki gejala kombinasi yang khas, yang terdiri dari :
1. Mual, muntah
2. Nyeri yang hebat di perut kanan bagian bawah. Nyeri bisa secara
mendadak dimulai di perut sebelah atas atau di sekitar pusar, lalu
timbul mual dan muntah. Setelah beberapa jam, rasa mual hilang dan
nyeri berpindah ke perut kanan bagian bawah. Jika dokter menekan
daerah ini, penderita merasakan nyeri tumpul dan jika penekanan ini
dilepaskan, nyeri bisa bertambah tajam. Demam bisa mencapai 37,8-
38,8° Celsius.
3. Pada bayi dan anak-anak, nyerinya bersifat menyeluruh, di semua
bagian perut.
4. Pada orang tua dan wanita hamil, nyerinya tidak terlalu berat dan di
daerah ini nyeri tumpulnya tidak terlalu terasa. Bila usus buntu pecah,
nyeri dan demam bisa menjadi berat. Infeksi yang bertambah buruk
bisa menyebabkan syok. (Anonim, Apendisitis, 2007)
G. Klasifikasi Apendisitis
Klasifikasi Apendisitis ada 2 :
1. Apendisitis akut, dibagi atas: Apendisitis akut fokalis atau segmentalis,
yaitu setelah sembuh akan timbul striktur lokal. Appendisitis purulenta
difusi, yaitu sudah bertumpuk nanah.
2. Apendisitis kronis, dibagi atas: Apendisitis kronis fokalis atau parsial,
setelah sembuh akan timbul striktur lokal. Apendisitis kronis
obliteritiva yaitu appendiks miring, biasanya ditemukan pada usia tua.
H. Komplikasi
Komplikasi terjadi akibat keterlambatan penanganan Apendisitis.
Faktor keterlambatan dapat berasal dari penderita dan tenaga medis.
Faktor penderita meliputi pengetahuan dan biaya, sedangkan tenaga medis
meliputi kesalahan diagnosa, menunda diagnosa, terlambat merujuk ke
rumah sakit, dan terlambat melakukan penanggulangan. Kondisi ini
menyebabkan peningkatan angka morbiditas dan mortalitas. Proporsi
komplikasi Apendisitis 10-32%, paling sering pada anak kecil dan orang
tua. Komplikasi 93% terjadi pada anak-anak di bawah 2 tahun dan 40-75%
pada orang tua. CFR komplikasi 2-5%, 10-15% terjadi pada anak-anak dan
orang tua.43 Anak-anak memiliki dinding appendiks yang masih tipis,
omentum lebih pendek dan belum berkembang sempurna memudahkan
terjadinya perforasi, sedangkan pada orang tua terjadi gangguan pembuluh
darah. Adapun jenis komplikasi diantaranya:
1. Abses
Abses merupakan peradangan appendiks yang berisi pus.
Teraba massa lunak di kuadran kanan bawah atau daerah pelvis.
Massa ini mula-mula berupa flegmon dan berkembang menjadi
rongga yang mengandung pus. Hal ini terjadi bila Apendisitis gangren
atau mikroperforasi ditutupi oleh omentum
2. Perforasi
Perforasi adalah pecahnya appendiks yang berisi pus sehingga
bakteri menyebar ke rongga perut. Perforasi jarang terjadi dalam 12
jam pertama sejak awal sakit, tetapi meningkat tajam sesudah 24 jam.
Perforasi dapat diketahui praoperatif pada 70% kasus dengan
gambaran klinis yang timbul lebih dari 36 jam sejak sakit, panas lebih
dari 38,50C, tampak toksik, nyeri tekan seluruh perut, dan leukositosis
terutamapolymorphonuclear (PMN). Perforasi, baik berupa perforasi
bebas maupun mikroperforasi dapat menyebabkan peritonitis.
3. Peritononitis
Peritonitis adalah peradangan peritoneum, merupakan
komplikasi berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun
kronis. Bila infeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum
menyebabkan timbulnya peritonitis umum. Aktivitas peristaltik
berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus meregang, dan hilangnya
cairan elektrolit mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi,
dan oligouria. Peritonitis disertai rasa sakit perut yang semakin hebat,
muntah, nyeri abdomen, demam, dan leukositosis.
I. Penatalaksanaan
Pada apendisitis akut, pengobatan yang paling baik adalah operasi
appendiks. Dalam waktu 48 jam harus dilakukan. Penderita di obsevarsi,
istirahat dalam posisi fowler, diberikan antibiotik dan diberikan makanan
yang tidak merangsang peristaltik, jika terjadi perforasi diberikan drain
diperut kanan bawah.
1. Tindakan pre operatif, meliputi penderita di rawat, diberikan antibiotik
dan kompres untuk menurunkan suhu penderita, pasien diminta untuk
tirah baring dan dipuasakan
2. Tindakan operatif : appendiktomi
3. Tindakan post operatif, satu hari pasca bedah klien dianjurkan untuk
duduk tegak di tempat tidur selama 2 x 30 menit, hari berikutnya
makanan lunak dan berdiri tegak di luar kamar, hari ketujuh luka
jahitan diangkat, klien pulang.
J. Pemeriksaan Penunjang
1. Hitung darah lengkap, didapatkan leukositosis, neutropilia.
2. Ultrasound, didapatkan fekalit nonkalsifikasi, apendiks
nonperforasi, abses apendiks.
3. Pemeriksaan foto abdomen, didapatkan fekalit berkalsifikasi.
K. Focus Pengkajian
1. Anamnese
1) Identitas
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, tanggal atau jam
masuk rumah sakit, nomor register, diagnosa, nama orang tua, alamat,
umur pendidikan, pekerjaan, pekerjaan orang tua, agama dan suku
bangsa.
2) Riwayat penyakit sekarang
Klien dengan post appendiktomy mempunyai keluhan utama nyeri
yang disebabkan insisi abdomen.
3) Riwayat penyakit dahulu
Meliputi penyakit apa yang pernah diderita oleh klien seperti
hipertensi, operasi abdomen yang lalu, apakah klien pernah masuk
rumah sakit, obat-abatan yang pernah digunakan apakah mempunyai
riwayat alergi dan imunisasi apa yang pernah diderita.
4) Riwayat penyakit keluarga
Adalah keluarga yang pernah menderita penyakit diabetes mellitus,
hipertensi, gangguan jiwa atau penyakit kronis lainnya uapaya yang
dilakukan dan bagaimana genogramnya.
5) Pola Fungsi Kesehatan
Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
Adakah kebiasaan merokok, penggunaan obat-obatan, alkohol dan
kebiasaan olah raga (lama frekwensinya), bagaimana status
ekonomi keluarga kebiasaan merokok dalam mempengaruhi
lamanya penyembuhan luka.
Pola Tidur dan Istirahat
Insisi pembedahan dapat menimbulkan nyeri yang sangat sehingga
dapat mengganggu kenyamanan pola tidur klien.
Pola aktifitas
Aktifitas dipengaruhioleh keadaan dan malas bergerak karena rasa
nyeri luka operasi, aktifitas biasanya terbatas karena harus bedrest
berapa waktu lamanya setelah pembedahan.
Pola hubungan dan peran
Dengan keterbatasan gerak kemungkinan penderita tidak bisa
melakukan peran baik dalam keluarganya dan dalam masyarakat,
penderita mengalami emosi yang tidak stabil.
Pola sensorik dan kognitif
Ada tidaknya gangguan sensorik nyeri, penglihatan, pearaan serta
pendengaran, kemampuan berfikir, mengingat masa lalu, orientasi
terhadap orang tua, waktu dan tempat.
Pola penanggulangan stress
Kebiasaan klien yang digunakan dalam mengatasi masalah.
Pola tata nilai dan kepercayaan
Bagaimana keyakinan klien pada agamanya dan bagaimana cara
klien mendekatkan diri dengan tuhan selama sakit.
2. Pemeriksaan Fisik
1) Status kesehatan umum
Kesadaran biasanya kompos mentis, ekspresi wajah menahan sakit
tanpa sakit ada tidaknya kelemahan.
2) Integumen
Ada tidaknya oedem, sianosis, pucat, pemerahan luka pembedahan
pada abdomen sebelah kanan bawah.
3) Kepala dan Leher
Ekspresi wajah kesakitan pada konjungtiva lihat apakah ada warna
pucat.
4) Thoraks dan Paru
Apakah bentuknya simetris, ada tidaknya sumbatan jalan nafas,
gerakan cuping hidung maupun alat Bantu nafas frekwensi pernafasan
biasanya normal (16 – 20 kali permenit). Apakah ada ronchi, whezing,
stridor.
5) Abdomen
Pada post operasi biasanya sering terjadi ada tidaknya pristaltik pada
usus ditandai dengan distensi abdomen, tidak flatus dan mual, apakah
bisa kencing spontan atau retensi urine, distensi supra pubis, periksa
apakah produksi urine cukup, keadaan urine apakah jernih, keruh atau
hematuri jika dipasang kateter periksa apakah mengalir lancar, tidak
ada pembuntuan serta terfiksasi dengan baik.
6) Ekstremitas
Apakah ada keterbatasan dalam aktivitas karena adanya nyeri yang
hebat, juga apakah ada kelumpuhan atau kekakuan.
3. Pemeriksaan Penunjang.
1) Pemeriksaan Laboratorium
Darah : Ditemukan leukosit 10.000 – 18.0000 mn.
Urine : Ditemukan sejumlah kecil leukosit dan eritrosit .
2) Pemeriksaan Radiologi
BOF, tampak distensi sekum pada appendisitis akut.
L. Focus Intervensi
1. Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan adanya
organisme infektif didalam abdomen, perforasi pada apendiks.
Kriteria hasil : meningkatnya penyembuhan luka dengan benar, bebas
tanda infeksi atau inflamasi.
Intervensi :
Pantau tanda-tanda vital dan jumlah leukosit. Perhatikan adanya
demam, menggigil, berkeringat, meningkatnya nyeri abdomen.
Beri perawatan luka dan penggantian balutan dengan menggunakan
teknik septik.
Minotor insisi dan balutan. Catat karakteristik drainase luka, adanya
eritema.
Beri antibiotik sesuai ketentuan.
M. INTERVENSI PASCABEDAH :
1. Cegah dan pantau adanya distensi abdomen
a. Puasa
b. Pertahankan tetap terbukanya tuba nasogastrik
c. Kaji ketegangan dinding abdomen (keras, lunak)
2. Cegah penyebab infeksi
a. Lakukan perawatan luka sesuai indikasi dan pembuangan balutan yang
benar.
b. Berikan isolasi universal
3. Pantau adanya tanda-tanda infeksi
a. Pantau tanda-tanda vital sesuai intruksi
b. Observasi luka untuk adanay tanda-tanda infeksi : panas, nyeri,
bengkak dan kemerahan.
c. Beri antibiotik : pantau respon anak
d. Pantau tempat pemasangan infus
4. Tingkatkan penyembuhan luka
a. Lakukan perawatan luka : jaga agar tempat tersebut tetap kering dan
bersih.
b. Letakkan anak dalam posisi semi fowler untuk memudahkan drainase
jika ada cairan.
5. Kaji nyeri dan lakukan tindakan penghilang nyeri
a. Ajarkan teknik distraksi untuk mengurangi rasa sakit.
b. Lakukan tindakan-tindakan pemberi rasa nyaman seperti masase dan
pemberian posisi yang nyaman.
6. Bantu anak dan orang tua dalam mengatasi stress emosional karena
hospitalisasi dan pembedahan.
DAFTAR PUSTAKA
KESEHA DEKIA UT
LAH TIN
DI SUSUN OLEH:
Fx Adi Kusmanto, S.Kep
N201703112
Pembimbing Klinik
Pembimbing Akademik