Anda di halaman 1dari 16

ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA LANSIA

DENGAN DEMENSIA

Disusun Oleh :
MIFTA RAHMAH
18101050019

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATA ALIFAH PADANG


PROGSUS S1 KEPERAWATAN
2020
LAPORAN PENDAHULUAN DEMENSIA

A. PENGERTIAN
Demensia merupakan sindrom yang ditandai oleh berbagai gangguan fungsi
kognitif tanpa gangguan kesadaran. Gangguan fungsi kognitif antara lain pada
intelegensi, belajar dan daya ingat, bahasa, pemecahan masalah, orientasi,
persepsi, perhatian dan konsentrasi, penyesuaian, dan kemampuan bersosialisasi.
(Arif Mansjoer, 1999)
Demensia adalah gangguan fungsi intelektual tanpa gangguan fungsi vegetatif
atau keadaan yang terjadi. Memori, pengetahuan umum, pikiran abstrak,
penilaian, dan interpretasi atas komunikasi tertulis dan lisan dapat terganggu.
(Elizabeth J. Corwin, 2009)
Demensia adalah penurunan fungsi intelektual yang menyebabkan hilangnya
independensi sosial. (William F. Ganong, 2010)
Jadi, Demensia adalah penurunan kemampuan mental yang biasanya
berkembang secara perlahan, dimana terjadi gangguan ingatan, fikiran, penilaian
dan kemampuan untuk memusatkan perhatian, dan bisa terjadi kemunduran
kepribadian.
B.     ETIOLOGI
Penyebab utama dari penyakit demensia adalah penyakit alzheimer, yang
penyebabnya sendiri belum diketahui secara pasti, namun diduga penyakit
Alzheimer disebabkan karena adanya kelainan faktor genetik atau adanya
kelainan gen tertentu.
Penyebab lainnya dari Demensia yaitu, serangan stroke yang berturut-turut.
Stroke tunggal yang ukurannya kecil dan menyebabkan kelemahan yang ringan
atau kelemahan yang timbul secara perlahan. Stroke kecil ini secara bertahap
menyebabkan kerusakan jaringan otak, daerah otak yang mengalami kerusakan
akibat tersumbatnya aliran darah yang disebut dengan infark. Demensia yang
disebabkan oleh stroke kecil disebut demensia multi-infark. Sebagian
penderitanya memiliki tekanan darah tinggi atau kencing manis, yang keduanya
menyebabkan kerusakan pembuluh darah di otak.
Penyebab demensia menurut Nugroho (2008) dapat digolongkan menjadi 3
golongan besar :
a. Sindroma demensia dengan penyakit yang etiologi dasarnya tidak dikenal
kelainan yaitu : terdapat pada tingkat subseluler atau secara biokimiawi pada
sistem enzim, atau pada metabolisme
b. Sindroma demensia dengan etiologi yang dikenal tetapi belum dapat diobati,
penyebab utama dalam golongan ini diantaranya :
1. Penyakit degenerasi spino-serebelar.
2. Subakut leuko-ensefalitis sklerotik van Bogaert
3. Khorea Huntington
c. Sindoma demensia dengan etiologi penyakit yang dapat diobati, dalam
golongan ini diantaranya
1. Penyakit cerebro kardiofaskuler
2. penyakit- penyakit metabolik
3. Gangguan nutrisi
4. Akibat intoksikasi menahun

C.    MANIFESTASI KLINIS


Tanda dan Gejala dari Penyakit Demensia antara lain :
1. Rusaknya seluruh jajaran fungsi kognitif.
2. Awalnya gangguan daya ingat jangka pendek.
3. Gangguan kepribadian dan perilaku (mood swings).
4. Defisit neurologi dan fokal.
5. Mudah tersinggung, bermusuhan, agitasi dan kejang.
6. Gangguan psikotik : halusinasi, ilusi, waham, dan paranoid.
7. Keterbatasan dalam ADL (Activities of Daily Living)
8. Kesulitan mengatur penggunaan keuangan.
9. Tidak bisa pulang kerumah bila bepergian.
10. Lupa meletakkan barang penting.
11. Sulit mandi, makan, berpakaian dan toileting.
12. Mudah terjatuh dan keseimbangan buruk.
13. Gangguan orientasi waktu dan tempat, misalnya: lupa hari, minggu, bulan,
tahun, tempat penderita demensia berada
D.    KLASIFIKASI DEMENSIA
1.      Menurut Kerusakan Struktur Otak
a. Tipe Alzheimer
Demensia ini ditandai dengan gejala :
1. Penurunan fungsi kognitif dengan onset bertahap dan progresif,
2. Daya ingat terganggu, ditemukan adanya : afasia, apraksia, agnosia,
gangguan fungsi eksekutif,
3. Tidak mampu mempelajari / mengingat informasi baru,
4. Perubahan kepribadian (depresi, obsesitive, kecurigaan),
5. Kehilangan inisiatif.
b. Demensia Vascular
Demensia tipe vascular disebabkan oleh gangguan sirkulasi darah di otak
dan setiap penyebab atau faktor resiko stroke dapat berakibat terjadinya
demensia. Depresi bisa disebabkan karena lesi tertentu di otak akibat
gangguan sirkulasi darah otak, sehingga depresi dapat diduga sebagai
demensia vaskular
Tanda-tanda neurologis fokal seperti :
1. Peningkatan reflek tendon dalam
2. Kelainan gaya berjalan
3. Kelemahan anggota gerak
2. Menurut Umur:
a. Demensia senilis ( usia >65tahun)
b. Demensia prasenilis (usia <65tahun)
3. Menurut perjalanan penyakit :
a. Reversibel (mengalami perbaikan)
b. Ireversibel (Normal pressure hydrocephalus, subdural hematoma, vit.B,
Defisiensi, Hipotiroidisma, intoxikasi Pb)
Pada demensia tipe ini terdapat pembesaran vertrikel dengan meningkatnya
cairan serebrospinalis, hal ini menyebabkan adanya :
1. Gangguan gaya jalan (tidak stabil, menyeret).
2. Inkontinensia urin.
3. Demensia.
4. Menurut sifat klinis
a. Demensia proprius
b. Pseudo-demensia
C. PATOFISIOLOGI
Hal yang menarik dari gejala penderita demensia (usia >65 tahun) adalah
adanya perubahan kepribadian dan tingkah laku sehingga mempengaruhi aktivitas
sehari-hari. Lansia penderita demensia tidak memperlihatkan gejala yang
menonjol pada tahap awal, mereka sebagaimana Lansia pada umumnya
mengalami proses penuaan dan degeneratif. Kejanggalan awal dirasakan oleh
penderita itu sendiri, mereka sulit untuk mengingat dan sering lupa jika
meletakkan suatu barang. Mereka sering kali menutup-nutupi hal tersebut dan
meyakinkan bahwa itu adalah hal yang biasa pada usia mereka. Kejanggalan
berikutnya mulai dirasakan oleh orang-orang terdekat yang tinggal bersama
mereka, mereka merasa khawatir terhadap penurunan daya ingat yang semakin
menjadi, namun sekali lagi keluarga merasa bahwa mungkin lansia kelelahan dan
perlu lebih banyak istirahat. Mereka belum mencurigai adanya sebuah masalah
besar di balik penurunan daya ingat yang dialami oleh orang tua mereka.
Gejala demensia berikutnya yang muncul biasanya berupa depresi pada
Lansia, mereka menjaga jarak dengan lingkungan dan lebih sensitif. Kondisi
seperti ini dapat saja diikuti oleh munculnya penyakit lain dan biasanya akan
memperparah kondisi Lansia. Pada saat ini mungkin saja lansia menjadi sangat
ketakutan bahkan sampai berhalusinasi. Disinilah keluarga membawa Lansia
penderita demensia ke rumah sakit dimana demensia bukanlah menjadi hal utama
fokus pemeriksaan. Seringkali demensia luput dari pemeriksaan dan tidak terkaji
oleh tim kesehatan. Tidak semua tenaga kesehatan memiliki kemampuan untuk
dapat mengkaji ddan mengenali gejala demensia.
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang : (Asosiasi Alzheimer Indonesia,2003)
1. Pemeriksaan laboratorium rutin
Pemeriksaan laboratorium hanya dilakukan begitu diagnosis klinis
demensia ditegakkan untuk membantu pencarian etiologi demensia
khususnya pada demensia reversible, walaupun 50% penyandang demensia
adalah demensia Alzheimer dengan hasil laboratorium normal, pemeriksaan
laboratorium rutin sebaiknya dilakukan. Pemeriksaan laboratorium yang rutin
dikerjakan antara lain: pemeriksaan darah lengkap, urinalisis, elektrolit
serum, kalsium darah, ureum, fungsi hati, hormone tiroid, kadar asam folat
2. Imaging
Computed Tomography (CT) scan dan MRI (Magnetic Resonance
Imaging) telah menjadi pemeriksaan rutin dalam pemeriksaan demensia
walaupun hasilnya masih dipertanyakan.
3. Pemeriksaan EEG
Electroencephalogram  (EEG) tidak memberikan gambaran spesifik dan
pada sebagian besar EEG adalah normal. Pada Alzheimer stadium lanjut
dapat memberi gambaran perlambatan difus dan kompleks periodik.
4. Pemeriksaan cairan otak
Pungsi lumbal diindikasikan bila klinis dijumpai awitan demensia akut,
penyandang dengan imunosupresan, dijumpai rangsangan meningen dan
panas, demensia presentasi atipikal, hidrosefalus normotensif, tes sifilis (+),
penyengatan meningeal pada CT scan.
5. Pemeriksaan genetika
Apolipoprotein E (APOE) adalah suatu protein pengangkut lipid
polimorfik yang memiliki 3 allel yaitu epsilon 2, epsilon 3, dan epsilon 4.
setiap allel mengkode bentuk APOE yang berbeda. Meningkatnya frekuensi
epsilon 4 diantara penyandang demensia Alzheimer tipe awitan lambat atau
tipe sporadik menyebabkan pemakaian genotif APOE epsilon 4 sebagai
penanda semakin meningkat.
6. Sebagai suatu esesmen awal pemeriksaan Status Mental Mini (MMSE) adalah
test yang paling banyak dipakai. (Asosiasi Alzheimer Indonesia,2003
;Boustani,2003 ;Houx,2002 ;Kliegel dkk,2004) tetapi sensitif untuk
mendeteksi gangguan memori ringan. (Tang-Wei,2003)
Pemeriksaan status mental MMSE Folstein adalah test yang paling sering
dipakai saat ini, penilaian dengan nilai maksimal 30 cukup baik dalam
mendeteksi gangguan kognisi, menetapkan data dasar dan memantau
penurunan kognisi dalam kurun waktu tertentu. Nilai di bawah 27 dianggap
abnormal dan mengindikasikan gangguan kognisi yang signifikan pada
penderita berpendidikan tinggi.(Asosiasi Alzheimer Indonesia,2003).
E. PENATALAKSANAAN
1.      Farmakoterapi
Sebagian besar kasus demensia tidak dapat disembuhkan. Untuk mengobati
demensia alzheimer digunakan obat - obatan antikoliesterase seperti
Donepezil, Rivastigmine , Galantamine , Memantine
Dementia vaskuler membutuhkan obat -obatan anti platelet seperti Aspirin ,
Ticlopidine , Clopidogrel untuk melancarkan aliran darah ke otak sehingga
memperbaiki gangguan kognitif.
Demensia karena stroke yang berturut-turut tidak dapat diobati, tetapi
perkembangannya bisa diperlambat atau bahkan dihentikan dengan mengobati
tekanan darah tinggi atau kencing manis yang berhubungan dengan stroke.
Jika hilangnya ingatan disebabakan oleh depresi, diberikan obat anti-depresi
seperti Sertraline dan Citalopram.
F. PENCEGAHAN DAN PERAWATAN DEMENSIA
Hal yang dapat kita lakukan untuk menurunkan resiko terjadinya demensia
diantaranya adalah menjaga ketajaman daya ingat dan senantiasa mengoptimalkan
fungsi otak, seperti :
1. Mencegah masuknya zat-zat yang dapat merusak sel-sel otak seperti
alkohol dan zat adiktif yang berlebihan.
2. Membaca buku yang merangsang otak untuk berpikir hendaknya
dilakukan setiap hari.
3. Melakukan kegiatan yang dapat membuat mental kita sehat dan aktif :
4. Mengurangi stress dalam pekerjaan dan berusaha untuk tetap relaks
dalam kehidupan sehari-hari dapat membuat otak kita tetap sehat.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN DEMENSIA
a. Pengkajian
Indentitas klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku bangsa/latar
belakang kebudayaan, status sipil, pendidikan, pekerjaan dan alamat.
b. Keluhan utama
Keluhan utama atau sebab utama yang menyebabkan klien datang berobat.
Gejala utamanya adalah kesadaran menurun.
c. Pemeriksaan fisik
Kesadaran yang menurun dan sesudahnya terdapat amnesia. Tekanan darah
menurun, takikardia, febris, BB menurun karena nafsu makan yang
menurun dan tidak mau makan.
d. Spiritual
Keyakinan klien terhadap agaman dan keyakinan masih kuat tetapi tidak
atau kurang mampu dalam melaksanakan ibadahnya sesuai dengan agama
dan kepercayaannya.
e. Status mental
Penampilan klien tidak rapi dan tidak mampu untuk merawat dirinya
sendiri, pembicaraan keras, cepat dan koheren, aktivitas motorik dan
perubahan motorik dapat dimanifestasikan adanya peningkatan kegiatan
motorik, gelisah, impulsif.
f. Alam perasaan
Klien tampak ketakuan dan putus asa
g. Afek dan emosi
Perubahan afek terjadi karena klien berusaha membuat jarak dengan
perasaan tertentu, jika langsung mengalami perasaan tersebut dapat
menimbulkan ansietas. Keadaan ini menimbulkan perubahan afek yang
digunakan klien untuk melindungi dirinya, karena afek yang telah berubah
klien mengingkari dampak emosional yang menyakitkan dari lingkungan
eksternal. Respon emosional klien mungkin biasa dan tidak sesuai karena
datang dari kerangka pikir yang telah berubah. Perubahan afek adalah
tumpul, datar, tidak sesuai dan berlebihan.
h. Persepsi
Persepsi melibatkan proses berpikir dan pemahaman emosional terhadap
suatu objek. Perubahan persepsi dapat terjadi padaa satu atau lebih panca
indera yaitu pendengaran, penglihatan, perabaan, penciuman dan
pengecapan. Perubahan persepsi dapat ringan, sedang, dan berat atau
berkepanjangan. Perubahan persepsi yang paling sering ditemukan adalah
halusinasi
i. Proses berpikir
Klien yang terganggu pikirannya suka berperilaku kohern, tindakannya
cenderung berdasarkan penilaian pribadi klien terhadap realitas yang tidak
sesuai dengan penilaian umum. Penilaian realitas secara pribadi oleh klien
merupakan penilaian subjektif yang dikaitkan dengan orang, benda atau
kejadian yang tidak logis. Penilaian autistik, klien tidak menelaah ulang
kebenaran realitas. Pemikiran autistik dasar perubahan proses pikir yang
dapat dimanifestasikan dengan pemikiran primitif, hilangnya asosiasi,
pemikiran magis, delusi.
j. Tingkat kesadaran
Kesadaran umum klien bingung, disorientasi waktu, tempat dan orang
1. Memori : gangguan daya ingat sudah lama terjadi
2. Tingkat konsentrasi : klien tidak mampu berkonsentrasi
3. Kemampuan penilaian : gangguan dalam penilaian atau keputusan
k. Kebutuhan sehari – hari
1. Tidur : klien susah tidur karena cemas, gelisah. Kadang – kadang
terbangun tengah malam dan susah untuk tidur kembali. Tidur yang
terganggu di tengah malam sehingga klien tidak merasakan segar
dipagi hari.
2. Selera makan : klien tidak mempunyai selera makan atau makan hanya
sedikit, karena merasa putus asa dan tidak berharga, aktivitas terbatas
sehingga dapat terjadi penurunan berat badan.
3. Eliminasi : klien terganggu pada proses buang air kecil, kadang –
kadang lebih sering daripada biasanya, karena susah tidur dan stres.
Dapat juga terjadi konstipasi karena pola makan yang terganggu.
l. Mekanisme koping
Klien mengurangi kontak mata, memakai kata – kata yang cepat dan keras
dan menutup diri

Diagnosa Keperawatan Demensia


1. Sindrom stress relokasi berhubungan dengan perubahan dalam aktivitas
kehidupan sehari-hari ditandai dengan kebingungan, keprihatinan, gelisah, tampak
cemas, mudah tersinggung, tingkah laku defensive, kekacauan mental, tingkah laku
curiga, dan tingkah laku agresif.
2. Perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan fisiologis (degenerasi
neuron ireversibel) ditandai dengan hilang ingatan atau memori, hilang konsentrsi,
tidak mampu menginterpretasikan stimulasi dan menilai realitas dengan akurat.
3. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan persepsi, transmisi
atau integrasi sensori (penyakit neurologis, tidak mampu berkomunikasi, gangguan
tidur, nyeri) ditandai dengan cemas, apatis, gelisah, halusinasi.
4. Perubahan pola tidur  berhubungan dengan perubahan lingkungan ditandai
dengan keluhan verbal tentang kesulitan tidur, terus-menerus terjaga, tidak mampu
menentukan kebutuhan/ waktu tidur.
5. Resiko terhadap cedera berhubungan dengan kesulitan keseimbangan,
kelemahan, otot tidak terkoordinasi, aktivitas kejang.
INTERVENSI KEPERAWATAN
No
Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Rasional
Dx
1 Setelah diberikan tindakan
a.    Jalin hubungan saling
a)    Untuk membangan kepercayaan dan
keperawatan diharapkanmendukung dengan klien. rasa nyaman.
klien dapat beradaptasi
b.    Orientasikan pada
dengan perubahan aktivitaslingkungan dan rutinitas baru.    Menurunkan kecemasan dan perasaan
sehari- hari dan lingkungan
c.    Kaji tingkat stressorterganggu.
dengan KH : (penyesuaian diri,
a.    mengidentifikasi perubahan perkembangan, peran
c)     Untuk menentukan persepsi klien
b.     mampu beradaptasi padakeluarga, akibat perubahantentang kejadian dan tingkat serangan.
perubahan lingkungan danstatus kesehatan)
aktivitas kehidupan sehari-
d.   Tentukan jadwal aktivitas 
hari yang wajar  dan masukkan
c.    cemas dan takut berkurang dalam kegiatan rutin.     Konsistensi mengurangi kebingungan
d.   membuat pernyataan yang dan meningkatkan rasa kebersamaan.
positif tentang lingkungan
e.    Berikan penjelasan dan
yang baru. informasi yang
e)    Menurunkan ketegangan,
menyenangkan mengenaimempertahankan rasa saling percaya,
kegiatan/ peristiwa. dan orientasi.
2 Setelah diberikan tindakan
a.    Kembangkan lingkungan
a.    Mengurangi kecemasan dan
keperawatan diharapkanyang mendukung danemosional.
klien mampu mengenalihubungan klien-perawat yang
perubahan dalam berpikirterapeutik.
dengan KH: b.    Pertahankan lingkungan yang
    Mampu memperlihatkanmenyenangkan dan tenang.
kemampuan kognitif untuk
c.    Tatap wajah ketika berbicara    Kebisingan merupakan sensori
menjalani konsekuensidengan klien. berlebihan yang meningkatkan
kejadian yang menegangkan gangguan neuron.
terhadap emosi dan pikiran
d.   Panggil klien dengan
tentang diri. namanya.       Menimbulkan perhatian, terutama
b.     Mampu mengembangkan pada klien dengan gangguan
strategi untuk mengatasi perceptual.
No
Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Rasional
Dx
anggapan diri yang negative.     Nama adalah bentuk identitas diri dan
    Mampu mengenali tingkah
e.    Gunakan suara yang agakmenimbulkan pengenalan terhadap
laku dan faktor penyebab. rendah dan berbicara denganrealita dan klien.
perlahan pada klien.
    Meningkatkan pemahaman. Ucapan
tinggi dan keras menimbulkan stress
yg mencetuskan konfrontasi dan
respon marah.
3 Setelah diberikan tindakan
a.    Kembangkan lingkungan
a.    Meningkatkan kenyamanan dan
keperawatan diharapkanyang suportif dan hubunganmenurunkan kecemasan pada klien.
perubahan persepsi sensoriperawat-klien yang
klien dapat berkurang atauterapeutik.
terkontrol dengan KH: b.    Bantu klien untuk memahami    Meningkatkan koping dan
    Mengalami penurunanhalusinasi. menurunkan halusinasi.
halusinasi.
b.     Mengembangkan strategi
c.    Kaji derajat sensori atau
c.    Keterlibatan otak memperlihatkan
psikososial untukgangguan persepsi danmasalah yang bersifat asimetris
mengurangi stress. bagaiman hal tersebutmenyebabkan klien kehilangan
    Mendemonstrasikan responsmempengaruhi klienkemampuan pada salah satu sisi
yang sesuai stimulasi. termasuk penurunantubuh.
penglihatan atau
pendengaran.
d.   Ajarkan strategi untuk    Untuk menurunkan kebutuhan akan
mengurangi stress. halusinasi.

e.    Ajak piknik sederhana, jalan-


e.    Piknik menunjukkan realita dan
jalan keliling rumah sakit.memberikan stimulasi sensori yang
Pantau aktivitas. menurunkan perasaan curiga dan
halusinasi yang disebabkan perasaan
terkekang.
4 Setelah dilakukan tindakan    Jangan menganjurkan klien    Irama sirkadian (irama tidur-bangun)
No
Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Rasional
Dx
keperawatan diharapkantidur siang apabila berakibatyang tersinkronisasi disebabkan oleh
tidak terjadi gangguan polaefek negative terhadap tidurtidur siang yang singkat.
tidur pada klien denganpada malam hari.
KH : b.     Evaluasi efek obat klien    Deragement psikis terjadi bila
a.    Memahami faktor penyebab(steroid, diuretik) yangterdapat panggunaan kortikosteroid,
gangguan pola tidur. mengganggu tidur. termasuk perubahan mood, insomnia.
b.    Mampu menentukan
penyebab tidur inadekuat.
c.    Melaporkan dapat    Tentukan kebiasaan  dan    Mengubah pola yang sudah terbiasa
beristirahat yang cukup. rutinitas waktu tidur malamdari asupan makan klien pada malam
d.   Mampu menciptakan poladengan kebiasaanhari terbukti mengganggu tidur.
tidur yang adekuat. klien(memberi susu hangat).
d.    Memberikan lingkungan
yang nyaman untuk    Hambatan kortikal pada formasi
meningkatkan reticular akan berkurang selama tidur,
tidur(mematikan lampu,meningkatkan respon otomatik,
ventilasi ruang adekuat, suhukarenanya respon kardiovakular
yang sesuai, menghindariterhadap suara meningkat selama
kebisingan). tidur.
    Buat jadwal tidur secara
teratur. Katakan pada klien
bahwa saat ini adalah waktu
untuk tidur.     Penguatan bahwa saatnya tidur dan
mempertahankan kesetabilan
lingkungan.
5 Setelah dilakukan tindakan
a.    Kaji derajat gangguan
a.    Mengidentifikasi risiko di lingkungan
keperawatan diharapkankemampuan, tingkah lakudan mempertinggi kesadaran perawat
Risiko cedera tidak terjadiimpulsive dan penurunanakan bahaya. Klien dengan tingkah
dengan KH : persepsi visual. Bantulaku impulsi berisiko trauma karena
a.    Meningkatkan tingkatkeluarga mengidentifikasikurang mampu mengendalikan
No
Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Rasional
Dx
aktivitas. risiko terjadinya bahaya yangperilaku. Penurunan persepsi visual
b.     Dapat beradaptasi denganmungkin timbul. berisiko terjatuh.
lingkungan untuk
mengurangi risiko trauma/
cedera.
c.    Tidak mengalami cedera. b.    Hilangkan sumber bahaya    Klien dengan gangguan kognitif,
lingkungan. gangguan persepsi adalah awal terjadi
trauma akibat tidak bertanggung
jawab terhadap kebutuhan keamanan
dasar.

    Mempertahankan keamanan dengan


c.    Alihkan perhatian saatmenghindari konfrontasi yang
perilaku teragitasi/meningkatkan  risiko terjadinya
berbahaya, memenjat pagartrauma.
tempat tidur.

d.   Klien yang tidak dapat melaporkan


d.   Kaji efek samping obat, tandatanda/gejala obat dapat menimbulkan
keracunan (tandakadar toksisitas pada lansia. Ukuran
ekstrapiramidal, hipotensidosis/ penggantian obat diperlukan
ortostatik, gangguanuntuk mengurangi gangguan.
penglihatan, gangguan
e.    Membahayakan klien, meningkatkan
gastrointestinal). agitasi dan timbul risiko fraktur pada
e.    Hindari penggunaan restrainklien lansia (berhubungan dengan
terus-menerus. Berikanpenurunan kalsium tulang).
kesempatan keluarga tinggal
bersama klien selama periode
agitasi akut.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah .Vol 1 & 2. EGC :
Jakarta.
Doenges, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan
dan Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3 alih bahasa I Made Kariasa, Ni
Made Sumarwati. EGC : Jakarta.
Elizabeth.J.Corwin. 2009. Buku Saku :  Patofisiologi. Ed.3. EGC : Jakarta.
Kushariyadi.2010. Askep pada Klien Lanjut Usia. Salemba medika : Jakarta
Nugroho, Wahjudi. 1999. Keperawatan Gerontik Edisi 2 Buku Kedokteran. EGC :
Jakarta.
Silvia.A.Price & Wilson, Patofisiologi. Ed.8. Jakarta. EGC.2006
Stanley,Mickey. 2002. Buku Ajar Keperawatan Gerontik.Edisi2. EGC; Jakarta.
Sumber : http://stikeskabmalang.wordpress.com/2009/10/03/demensia-pada-lansia-3/

Anda mungkin juga menyukai