Anda di halaman 1dari 30

ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN

TENSION PNEUMOTHORAKS

Disususn oleh

Kelompok 4:

1. Ratna Ambarwati (19110018)


2. Sulasmi (19110019)
3. Tantri Nugrohowati (19110020)
4. Triyani Nuvi (19110021)
5. Ulfah Hidayah (19110022)
6. Yeni Dwi Lestari (19110023)

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA

SEOLAH TINGGI ILMU KLESEHATAN GUNA BANGSA

YOGYAKARTA

2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Pneumothoraks merupakan kegawatan paru. Pasien yang terinfeksi paru-parunya


dalam waktu yang lama dapat mengakibatkan terjadinya pneumothoraks. Beberapa
penelitian mengatakan bahwa pneumothoraks terjadi pada laki-laki dibandingkan
perempuan. Perokok memiliki kemungkinan terkena pneuthoraks spontan pertama sekitar
Sembilan kali lipat antara peremupan dan 22 kali lipat antara laki-laki dibandingkan non
perokok (Khan, 2009).

Mayoritas penderita pneumothoraks spontan tipe primer berada pada golongan


usia 21-30 tahun, sedangkan penderita pneumothorak spontan tipe sekundr banyak
terlihat pada rentang usia 31-40 tahun. Pneumothoraks jika tidak segera mendapatkan
penanganan dengan cepat maka dapat mengancam jiwa dengan cara pembuluh darah
kolaps sehingga pengisian jantung menurun yang menyebabkan tekanan darah menurun.
Selain itu pnrumothoraks juga padap menyebabkan hipoksia dan dyspnea berat dan dapat
menyebabkan kematian.

B. Tujuan
1. Tujuan umum

Tujuan umum dari penulisan makalah ini adalah mengetahui teori dari tension
pneumothoraks dan asuhan keperawatan tension pneumothoraks

2. Tujuan khusus

a. Mampu mengetahui pengertian tension pneumothoraks


b. Mampu mengetahui Etiologi tension pneumothoraks
c. Mampu mengetahui Patofisiolgi tension pneumothoraks
d. Mampu mengetahui manisfetasi tension pneumothoraks
e. Mampu mnegetahui penatalaksanaan tension pneumothoraks
f. Mampu mengetahui pemeriksaan penunjang tension pneumothoraks
g. Mampu mengetahui komplikasi dari tension pneumothoraks
h. Mampu mengetahui asuhan keperawatan dari tension pneumothoraks
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan teori
Pneumothorak adalah adanya udara dalam rongga pleura. Biasanya
pneumotorak hanya temukan unilateral, hanya pada blast-injury yang hebat dapat
ditemukan pneumotorak bilateral, (Danusantoso dalam Wijaya dan Putri, 2013).
Penumotorakhanya adanya udara dalam rongga pleura akibat robeknya pleura (Price,
2006). Pneumothorak merupakan suatu keadaan terdapatnya udara di dalam rongga
paru pleura (Muntaqqin, 2008). Dari definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa
pneumothorak adalah keadaan adanya udara dalam rongga pleura akibat robeknya
pleura.
Tension pneumothorak merupakan keadaan dimana meningkatnya pasokan
udara dalam rongga pleura yhang biasnya disebabkan karena laserasi pada paru yang
menyebabkan udara masuk kedalam paru namun tidak bisa keluar kembali. Tekanan
positif ventilasi bisa berkemungkinan menyebabkan buruknya efek satu-jalur-katup
(PTBMMKI, 2016). Peningkatan tekanan pada rongga pleura mendorong
mediastinum kearah yang berlawanan dengan hemithoraks, dan obstruksi vena
kembali ke jantung. Hal ini menyebabkan bertahannya trauma yang didapat

B. Etiologi
Adapun etiologi Tension pneumothoraks, antar lain :
a. Pneumothoraks spontan primer : pecahnya pleura blebs biasanya terjadi pada
orang-orang muda tanpa penyakit paru-paru parenchymal atau terjadi dalam
ketiadaan cedera traumatis dada atau paru-paru.
b. Pneumothoraks spontan sekunder : terjadi dalam kehadiran penyakit paru-paru,
emfisema, tetapi juga dapat terjadi dengan tuberkolosis (TB ). Cystic fibrosis,
keganasan, dan fibrosis paru.
c. Latrogenik : komplikasi prosedur medis atau operasi, seperti terapi
thoracocentesis, trakeostomi, biopsy pleura, kateter vena sentral penyisipan,
ventilasi mekanik tekanan positif, sengaja intubasi bronkus kanan mainstem
d. Traumatis : bentuk paling umum dari pneumothoraks dan hemathoraks,
disebabkan oleh trauma dada terbuka atau tertutup terkait dengan cedera tumpul
atau menembus (Matt Vera, 2012)

Penyebab lain tension pneumothoraks menurut Willy (2018), antara lain :


a. Penyakit paru-paru, seperti PPOK (penyakit paru obstruktif kronik ), infeksi
paru-paru atau cystic fibrosis.
b. Cidera pada dada, missal luka tembak atau tulang rusuk yang patah
c. Pecahnya kavitas pada paru-paru. Kavitas merupakan kantung abnormal yang
terbentuk didalam paru-paru akibat infeksi (TBC) atau tumor yang dapat pecah.
d. Menggunakan alat bantu pernafasan atau ventilator. Penggunaan ventilator dapat
menjadikan tekanan udara dalam paru-paru meningkat dan beresiko
menyebabkan robeknya kantong udara di paru-paru.
C. Klasifikasi
Terdapat beberapa jenis pneumothoraks yang dikelompokkan berdasarkan
penyebabnya. Pneumothorak dapat terjadi secara spontan dan traumatic.
1. Pneumothorak spontan terbagi menjadi dua :
a. Pneumothoraks spontan primer ; terjadi tanpa disertai penyakit paru yang
mendasarinya
b. Pneumothoraks spontan sekunder : merupakan komplikasi dari penyakit paru
yang mendahuluinya.
2. Pneumothoraks traumatik berdasarkan kejadian :
a. Pneumothoraks traumatik non introgenik
b. Pneumothoraks traumatik introgenik
3. Pneumothoraks berdasarkan fistulanya :
a. Pneumothoraks tertutup : tekanan udara di rongga pleura sedikit lebih tinggi
dibandingkan tekan pleura pada sisi hemithorak kontralateral tetapi tekanan
masih lebih rendah dari tekanan atmosfir.
b. Pneumothorak terbuka : terjadi karena luka terbuka pada dinding dada,
sehingga pada saat inspirasi udara dapat keluar melalui luka tersebut
c. Tension pneumothorak : terjadi karena mekanisme chek valve yaitu pada saat
inspirasi udara masuk ke rongga pleura, tetapi pada saat ekspirasi udara dari
rongga pleura tidak dapat keluar.
D. Patofisiologi
Meningkatnya tekanan intra pleural sehingga akan menyebabkan kemampuan
dilatasi alveoli menurun dan lama kelamaan mengakibatkan atelaktasis (layuhnya
paru-paru). Apabila luka pada dinding dada tertutup dank lien masih mampu
bertahan, udara yang berlebihan dapat diserap hingga tekanan udara didalam rongga
pleura akan kembali normal.
Karena adanya luka terbuka atau oleh pecahnya dinding paru-paru, kuman
dapat terhisap dan berkoloni didalam pleura sehingga terjadi infeksi pleuritik. Jenis
kuman penyebab radang yang terbanyak adalah F nechrophorum, chorinebacterium
Spp, dan streptococcus spp. Oleh radang akan terbentuk eksudat yang bersifat
pnukopurulent, purulent.
Pada luka tembus dada, bunyi alira udara terdengar pada area luka tembus.
Yang selanjutnya disebut “sucking chest wound” ( luka dada menghiap ). Jika tidak
ditangani makan hipoksia mengakibatkan kehilangan kesadaran dan koma.
Selanjutnya pergesera mediastinum kearah berlanan dari area cidera dapat
menyebabkan penyumbatan aliran vena kava superior dan inferior yang dapat
mengurangi cardiac preload dan menurunkan cardiac output. Jika ini tidak ditangani,
pneumothoraks makin berat dapat menyebabkan kematian dalam beberapa menit.
Beberapa pneumothorak spontan disebabkan pecahnya blebs, semacam strurktur
gelembung pada permukaan paru yang pecah menyebabkan udara masuk kedalam
cavum pleura. Robekan pada percabangan trakeobronkial menyebabkan kolaps paru
dan pergeseran mediastinum ke sisi yang tidak sakit.
Tension pneumothoraks terjadi ketika udara dalam rongga pleura memiliki
tekanan yang lebih tinggi daripada udara dalam paru sebelahnya. Udara memasuki
rongga pleura dari tempat ruptur pleura yang bekerja seperti katup satu arah. Udara
dapat memasuki rongga pleura pada saat inspirasi tetapi tidak bisa keluar lagi karena
tempat rupture tersebut akan menutup pada saat ekspirasi. Pada saat inspirasi akan
terdapat lebih banyak udara lagi yang masuk dan tekanan udara mulai lampaui
tekanan barometric. Peningkatan tekanan udara akan mendorong paru yang dalam
keadaan recoiling sehingga terjadi atelectasis kompresi.
E. Manifestasi klinik
Tanda-tanda klasik pada tension pneumothoraksa adalah deviasi pada jalur trakea
dari samping dengan ketegangan, perluasan (hyper expanded) area dada dan
perluasan bidang dada yang sedikit bergerak saat respirasi.
Tekanan vena sentral biasanya meningkat, tapi akan normal atau rendah pada
keadaan hipovolemik. Akan tetapi tanda-tanda tersebut biasanya tidak muncul dan
biasanya yang terjadi pada pasien adalah takikardi, takipnea, dan hipoksia. Tanda-
tanda ini diikuti oleh kolaps sirkulasi dengan hipotensi dan trauma lanjutan dengan
pulseless electrical activity (PEA). Suara nafas dan perkusi suara thoraks mungkin
akan sulit diidentifikasi pada bagian yang trauma (PTBMMKI, 2016).
Gejala dan tandanya sangat bervariasi, tergantung kepada jumlah udara yang
masuk ke dalam rongga pleura dan luasnya paru-paaru yhang mengalami kolaps.
1. Gejalanya bisa berupa :
a. Nyeri dada yang timbul secara tiba-tiba dan semakin nyeri jika penderita
menarik nafas dalam atau tebatuk
b. Sesak nafas
c. Dada terasa sempit
d. Mudah lelah
e. Denyut jantung cepat
f. Warna kulit menjadi kebiruan akibat kekurangan oksigen
2. Gejala-gejala tersebur mungkin timbul pada saat istirahat akan tidur. Gejala lain
yang mungkin ditemukan :
a. Hidung tampak kemerahan
b. Cemas, stress, tegang
c. Tekanan darah rendah (hipotensi)
F. Komplikasi
Tension pneumothorak dapat menyebabkan pembuluh darah kolaps, akibatnya
pengisian jantung menurun sehingga tekan darah menurun. Paru yang sehat juga
dapat terkena dampaknya. Pneumothorak dapay menyebabkan hipoksia dan dyspnea
berat. Kematian menjadi akhir dari pneumothorak jika tidak ditangani dengan cepat.
Gambaran ancaman terhadapa kehidupan pada pasiem ekstrim yaitu pertimbangan
tension pneumothorak, nafas pendek, hipotensi, takikardi, trakea berubah.
Tension pneumothorak terjadi pada 3-5% pasien pneumothorak dan dapat
mengakibatkan kegagalan respirasi, piopneumothorak, hidropneumothoraks, henti
jantung dna paru bahkan kematian.
G. Penatalaksanaan
1. Pemeriksaan diagnostik
a. Pemerikassan fisik dengan bantuan stetoskop menunjukkan adanya penurunan
suara.
b. Gas darah arteri untuk mengkaji PaO2 dan PaCO2.
c. Pemeriksaan EKG
d. Sinar X dada, menyatakan akumulasi udara / cairan pada area pleural, dapat
menunjukkan penyimpangan struktur mediastinal (jantung).
e. Torasentesis : menyatakan darah / cairan serosanguinosa
f. Pemeriksaan darah vena untuk pemeriksaan darah lengkap dan elektrolit. Hb :
mungkin menurun, menunjukkan kehilangan darah
g. Pengkajian tingkat kesadaran dengan menggunakan pendekatan AVPU.
h. Pulse Oximeter : pertahankan saturasi >92%.
2. Penatalaksanaan medis
a. Chest wound/sucking chest wound
Lujka tembus perlu segera ditutup dengan pembalut darurat atau balutan tekan
dibuat kedap udara dengan petroleum jelly atau plastik bersih. Pembalut
plastik yang steril merupakan alat yang baik, namun plastik pembalut kotak
rokok (selofan) dapat juga digunakan. Pita selofan dibentuk segitiga salah satu
ujungnya dibiarkan terbuka untuk memungkinkan udara yang terhisap dapat
dikeluarkan. Hal ini untuk mencegah terjadinya tension pneumothoraks. Celah
kecil dibiarkan terbuka sebagai katup agar udara dapat keluar dan paru-paru
akan mengembang.
b. Blast injury or tention
Jika udaara masuk kerongga pleura disebabkan oleh robekan jaringan paru,
perlu penanganan segera. Sebuah tusukan jarum halus dapat dilakukan untuk
mengurangi tekanan agar paru dapat mengembang kembali.
c. Penatalaksanaan WSD (Water Sealed Drainage)
d. Perawatan pre-hospital
Beberapa paramedis mampu melakukan needle thoracosentesis untuk
mengurangi tekanan intrapleura. Jika dikehendaki intubasi dapat segera
dilakukan jika keadaan pasien makin memburuk. Perawatan medis lebih lanjut
dan evaluasi sangat dianjurkan segera dilakukan. termasuk dukungan ventilasi
mekanik. Pendekatan melalui torakotomi anterior, torakotomi poskerolateral
dan skernotomi mediana, selanjutnya dilakukan diseksi bleb, bulektonomi,
subtotal pleurektomi. Parietalis dan aberasi pleura melalui Video Assisted
Thoracoscopic (VATS)
H. Pemeriksaan penunjang
Adapun pemeriksaan penunjang pada tension pneumothoraks antara lain :
1. Foto thoraks PA :
a. Pleural line/garis pleura (+)
b. Hiperlusens
c. Jantung dan mediastinum terdorong kearah paru sehat
d. Diafragma terdorong ke bawah
2. Analisa Gas Darah
3. Pemeriksaan Computed Tomografi (CT-Scan)
4. Pemeriksaan endoskopi (torakostomi), pemeriksaan endoskopi ini di bagi menjadi
4 derajat, yaitu :
a. DERAJAT I
b. DERAJAT II
c. DERAJAT III
d. DERAJAT IV
BAB 3

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A.Pengkajian

1. Pengkajian umum
Klien tampak sakit berat, ditandai dengan wajah pucat, sesak nafas
2. Pengkajian Kesadaran
Untuk menentukan tingkat kesadaran pasien dapat digunakan perhitungan GCS. Untuk
pasien dengan tension pneumothoraks, biasanya kesadaran menurun.

Riwayat penyakit :

Keluhan utama : sesak nafas, bernafas terasa berat dan susah untuk melakukan pernafasan

Riwayat penyakit sekarang : pasien mengalami kecelakaan lalu lintas dan mengeluh Pasien
mengeluh sesak nafas yang semakin bertambah berat, nyeri pada area dada, dan mengatakan
dada sebelah kanan terbentur aspal. Pasien tampak sesak hebat, kulit pucat dan sianosis, sisi
dada yang terkena tertinggal pada saat pernapasan, vena jugularis leher melebar, dan hasil
auskultasi pada thoraks yang terkena tidak terdengar bunyi napas dan pada saat perkusi
terdengar hipersonor. Dokter berencana melakukan pemeriksaan radiologi foto thoraks, dan
hasilnya paru-paru dextra mengalami kolaps. Sesaat setelah prosedur tersebut, pasien
bertambah sesak dan mengalami penurunan kesadaran E3V4M4.

Riwayat penyakit dahulu : Klien tidak mempunyai riwayat penyakit dahulu yang berkaitan
dengan sesak nafas atau penyakit paru – paru

Riwayat penyakit keluarga : Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyajit yang sama
dengan klien saat ini.

B. Triage
Mengancam jiwa akan mati tanpa tindakan dan evaluasi segera. Harus didahulukan langsung
ditangani. Area resusitasi. Waktu tungu 0 menit. Maka dapat digolongkan P1 (Emergency).

C. Primary Survey

1. Airway

a. Assesment

1) Perhatikan patensi airway

2) Dengar suara napas

3) Perhatikan adanya retraksi otot pernafasan dan gerakan dinding dada

b. Management

1) Inspeksi orofaring secara cepat dan menyeluruh, lakukan chin-lift dan jaw
thrust, hilangkan benda yang menghalangi jalan nafas

2) Re- posisikepala, pasang collar-neck

3) Lakukan criocothyroidotomy atau traheostomi atau intubasi (oral / nasal)

2. Breathing

a. Assesment

1) Periksa frekuensi nafas

2) Perhatikan gerakan respirasi

3) Palpasi thoraks

4) Auskultasi dan dengarkan bunyi nafas

b. Management
1) Lakukan bantuan ventilasi bila perlu

2) Lakukan tindakan bedah emergency untuk atasi tension pneumotoraks

3. Circulation

a. Assesment

1) Periksa frekuensi denyut jantung dan denyut nadi

2) Periksa tekanan darah

3) Pemeriksaan pulse oxymetriperiksa vena leher dan warna (adanya


sianosis)

b. Management

1) Resusitasi cairan dengan memasang 2 iv lines

2) Toraktomi emergency bila diperlukan

3) Operasi eksplorasi vascular emergency

4) Pemasangan WSD

Pada tension pneumothoraks penderita sering sesak nafs berat dan keadaan ini dapat
mengancam jiwa apabila tidak cepat dilakukan tindakan perbaikan. Tekanan intrapleuratinggi,
bisa terjadi kolaps paru dan ada penekanan pada mediastinum dan jantung. Himpitan pada
jantung menyebabkan kontraksi terganggu dan venous retrun juga terganggu. Jadi selain
menyebabjan gangguan pada pernafasan, juga menimbulkan gangguan pada sirkulasi darah
(hemodinamik).

Penamganan segera terhadap kondisi yang mengancam kehidupan meliputi


dekompresi pada hemitoraks yang sakit dengan menggunakan needle thoracostomy (uk 14 –
16 G) ditusukkan pada ruang interkostal kedua sejajar dengan midclavicular line. Selanjutnya
dapat dipasang tube thoracostomy diiringi dengan control nyeri dan pulmonary toilet
(pemasangan selang dada) diantara anterior dan mid – axillaris. Penanganan diit tinggi kalori
tinggi protein 2300 kkal + ekstra putih telur 3x2 butir / hari.

D. Secondary Survey

Pengkajian sekunder dilakukan dengan menggunakan metode SAMPLE yaitu :

S : Sigh and symptom

Tanda dan gejala terjadinya tension pneumotoraks, yaitu ada jejas pada thoraks,
nyeri pada tempat trauma, bertambah saat inspirasi. Pembengkakan local dan krepitasi
pada saat palpitasi, pasien menahan dadanya dan bernafas pendek, dispneu, hemoptisis,
batuk dan emfiema subkutan, penurunan tekanan darah.

A : Allergies

Riwayat alergi yang diderita klien atau keluarga klien baik alergi obat atau
makan minum

M : Medications

Pengobatan yang diberikan pada klien sebaiknya yang sesuai dengan keadaan
klien dan tidak menimbulkan reaksi alergi. Pemberian obat dilakukan sesuai dengan
riwayat pengobatan klien

P : Previous medical

Riwayat pembedahan sebelumnya

L : Last meal

Waktu terakhir pasien makan dan minum

E : Events
Pengkajian sekunder dapat dilakukan dengan cara pemeriksaan fisik :

 B1 (Breathing)

Inspeksi : peningkatan usaha frekuensi pernafasan, serta penggunaan


otot bantu pernafasan. Gerakan pernafasan ekspansi dada yang
asimetris (pergerakan dada tertinggal pada sisi yang sakit), iga melebar,
rongga dada asimertis. Pengkajian batuk yang produktif dengan sputum
purulen. Trakhea dan jantung terdorong ke sisi yang sehat

Palpasi : Taktil Fremitus menurunpada sisi yang sakit. Disamping itu


pada palpasi ditemukan pergerakan dinding dada yang tertinggal pada
dada yang sakit. Pada sisi yang sakit ruang antar iga bisa normal atau
melebar

Perkusi : suara ketok pada sisi yang saki, hipersonor sampai timpani
dan tidak bergetar. Batas jantung terdorong ke arah thoraks yng sehat,
apabila tekanan intrapleura tinggi

Auskultasi : Suara nafas menurun sampai menghilang pada sisi yang


sakit

 B2 (Blood)

Perawat memonitor pneumotoraks pada status kaddiovaskuler yang


meliputi keadaan hemodinamik seperti nadi, tekanan darah, dan
pengisian kapiler dara. Takhikardia, frekuensi tak teratur irama jantung
gallop, nadi apical berpindah oleh adanya penyimpangan mediastinal.

 B3 (Brain)

Pada inspeksi, tingakt kesadaran perlu dikaji. Selain itu, diperlukan juga
pemeriksaan gcs. Apakah cm, somnolen atau koma.
 B 4 (Bladder)

Pengukuran vol output urine berhubungan dengan intake cairan. Oleh


karena itu, perawat perlu memonitir adanya oliguria. Oliguria
merupakan tanda awal dari syok

 B5 (Bowel)

Akibat sesak nafas, klien mengalami mual dan mintah, penurunan nafsu
makan, dan penurunan berat badan.

 B 6 (Bone)

Pada trauma dirusuk dada, sering kali didapatkan adanya kerusakan otot
dan jaringan lunak, sehingga meningkatkan resiko infeksi. Klien sering
dijumpai mengalami gangguan dalam memenuhi kebutuhan aktifitas
seharim – hari disebabkan adanya sesak nafas, kelemahan dan
keliytihan fidsik secara umum

 Aktivitas/ istirahat

Dispnea dengan aktifitas ataupun istirahat

 Psikososial

Ketakutan, gelisah

 Nyeri/ kenyamanan

Perilaku distraksi, mengerurkan wajah. Nyeri dada unilateral meningkat


karena batuk, timbul tiba tiba gejala sementara batuk, atau regangan,
tajam atau nyeri menusuk yang diperberat oleh nafas dalam.

 Keamanan
Adanya trauma dada, radiasi / kemoterapi intuk keganansan.

E. Diagnosa keperawatan

Adapun diagnose keperawatan pada tension pneumotoraks antara lain :

1. Pola pernafasan tidak efektif b.d penurunan ekspansi paru (akumulasi udara atau cairan),
Ditandai oleh : nyeri, ansietas, ditandai dengan dispneu, takipneu, perubahan kedalamam
pernafasan, penggunaan otot asksesoris, pelebaran nasal, gamgguan pengembangan
dada, sianosis, GDA tak normal

2. Resiko tinggi trauma penghentian nafas b.d kurang pendidikan keamanan / pencegahan,
ditandai dengan dispnea, takipnea, perubahan kedalamam pernafasan, hilangnya suara
nafas, pasien tidak kooperatuif.

3. Kurang pengetahuan mengenai kondisi aturan pengobatan b.d kurang menerima


informasi ditandai dengan kurang memerima informasi, mengekspersiakn masalah,
meminta informasi, berulangnya masalah

F. Intervensi keperawatan

1. Pola nafas tidak efektif

a. Pemantauan respirasi (i.01014)

Observasi

1) Monitor frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya napas

2) Monitor pola napas (seperti bradipnea, takipnea, hiperventilasi,


Kussmaul,Cheyne-Stokes, Biot, ataksik0

3) Monitor kemampuan batuk efektif

4) Monitor adanya produksi sputum


5) Monitor adanya sumbatan jalan napas

6) Palpasi kesimetrisan ekspansi paru

7) Auskultasi bunyi napas

8) Monitor saturasi oksigen

9) Monitor nilai AGD

10) Monitor hasil x-ray toraks

Terapeutik

1) Atur interval waktu pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien

2) Dokumentasikan hasil pemantauan

Edukasi

1) Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan

2) Informasikan hasil pemantauan, jika perlu

b. Menejemen jalan napas (i. 01011)

Observasi

1) Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)

2) Monitor bunyi napas tambahan (mis. Gurgling, mengi, weezing, ronkhi


kering)

3) Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)


Terapeutik

1) Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt dan chin-lift (jaw-


thrust jika curiga trauma cervical)

2) Posisikan semi-Fowler atau Fowler

3) Berikan minum hangat

4) Lakukan fisioterapi dada, jika perlu

5) Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik

6) Lakukan hiperoksigenasi sebelum

7) Penghisapan endotrakeal

8) Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsepMcGill

9) Berikan oksigen, jika perlu

Edukasi

1). Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak kontraindikasi.

2). Ajarkan teknik batuk efektif

Kolaborasi

1). Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika perlu.

2. Resiko tinggi trauma penghentian nafas b.d kurang pendidikan keamanan / pencegahan

a. Anjurkan pasien untuk menghindari berbaring atau menarik selang.

b. Kaji tujuan/ fungsi unit drainase dada dengan pasien


c. Identifikasi perubahan atau situasi yang harus dilaporkan pada perawat.

d. Observasi tanda distres pernafasan bila kateter toraks lepas atau tercabut.

3. Kurang pengetahuan mengenai kondisi aturan pengobatan b.d kurang menerima informasi

a. Kaji patologi masalah individu

b. Identifikasi kemungkinan terjadi komplikasi jangka panjang.

c. Kaji ulang praktik kesehatan yang baik contoh nutrisi baik, istirahat dan
latihan

d. Kaji ulang tanda / gejala yang memerlukan evaluasi medik cepat, contoh
nyeri dada tiba-tiba, dispnea, distres pernapasan lanjut.

BAB IV
ASUHAN KEPERAWATAN TENSION PNEUMOTHORAK

Kasus:
Seorang pasien laki-laki usia 45 tahun di bawa ke IGD karena mengalami kecelakaan lalu
lintas. Pasien mengeluh sesak nafas yang semakin bertambah berat, nyeri pada area dada,
dan mengatakan dada sebelah kanan terbentur aspal. Hasil pemeriksaan fisik: TD 90/60
mmHg, P 40 x/menit, S 36 C, N 60 x/menit. Pasien tampak sesak hebat, kulit pucat dan
sianosis, sisi dada yang terkena tertinggal pada saat pernapasan, vena jugularis leher
melebar, dan hasil auskultasi pada thoraks yang terkena tidak terdengar bunyi napas dan
pada saat perkusi terdengar hipersonor. Dokter berencana melakukan pemeriksaan
radiologi foto thoraks, dan hasilnya paru-paru dextra mengalami kolaps. Sesaat setelah
prosedur tersebut, pasien bertambah sesak dan mengalami penurunan kesadaran E3V4M4.

A. PENGKAJIAN
Tanggal masuk : 11 Januari 2021
Tanggal pengkajian : 11 Januari 2021
Ruang : Bed 4 IGD RS JIH
Diagnosa Medis : Tension Pneumothorak

1. Identitas pasien
a. Nama : Tn. S
b. Umur : 45 tahun
c. Jenis kelamin : Laki-laki
d. Agama : Islam
e. Suku / bangsa : Jawa / Indonesia
f. Pendidikan : S1
g. Pekerjaan : Karyawan swasta
h. Alamat : Jl. KHA Dahlan No 73/75 RT 45 RW 8
2. Riwayat sakit dan kesehatan
a. Keluhan utama :
Pasien mengeluh sesak nafas yang semakin bertambah berat, nyeri pada area
dada dan mengatakan dada sebelah kanan terbentur aspal
b. Riwayat penyakir sekarang :
Pasien di bawa ke IGD karena mengalami kecelakaan lalu lintas. Pasien mengeluh
sesak nafas yang semakin bertambah berat, nyeri pada area dada, dan
mengatakan dada sebelah kanan terbentur aspal. Pasien tampak sesak hebat,
kulit pucat dan sianosis, sisi dada yang terkena tertinggal pada saat pernapasan,
vena jugularis leher dan melebar
c. Riwayat penyakit dahulu :
Menurut keluarga pasien tidak ada riwayat penyakit
d. Riwayat alergi :
Tidak mempunyai alergi obat maupun makanan
e. Riwyat kesehatan keluarga :
Riwayat kesehatan keluarga tidak ada

f. Susunan keluarga ( genogram 3 generasi)

Silsilah keluarga

Ket :

= Klien
= Perempuan

= Laki - laki
= Tinggal Serumah
= garis perkawinan
= garis keturunan

= meninggal

g. Pemeriksaan fisik
1) Mata : konjungtiva anemis, sklera pucat, pupil isokor, palpebral normal
tidak ada edema, lensa bening dan tidak keruh
2) Leher : vena jogularis melebar
3) Mulut : mukosa mulut lembab
4) Abdomen : distensi abdomen di bagian bawah
5) Kulit : turgor kulit cukup
3. Pola fungsi kesehatan
a. Pola nutrisi
1) Makan : makan makanan yang lembek
2) Minum : tidak ada masalah
b. Pola eliminasi
1) Buang air besar ( BAB) sebelum sakit :
- Frekuensi : 1 hari sekali
- Konsistensi : lembek
- Bau : khas bau feses
- Warna : kuning feses
- Kesulitan bab : tidak ada
Bab selama sakit belum terkaji karena pasien baru masuk IGD
Masalah keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
2) Buang air kecil sebelum sakit
- Frekuensi : 6-7 kali sehari
- Pancaran : kuat
- Bau : khas urine
- Warna : kuning
- Kesulitan bak : tidak ada
Bak selama sakit : masuk UGD di pasang kateter keluar urine 500 CC
warna kuning jernih

Masalah keperawatan : tidak ada

c. Pola aktivitas / istirahat


Menurut keluarga sebelum sakit tidak ada masalah untuk tidurnya

d. Pola konsep diri


Pola konsep diri belum bisa dikaji

e. Pola nilai kepercayaan


1) Larangan agama : tidak ada
2) Keterangan lainnya : beragama islam

Masalah keperawatan : tidak ada masalah keperawatan

f. Pola kognitif perceptual


1) Bicara : pasien bicara ngracau karena belum sadar
2) Kemampuan membaca : memakai kacamata
3) Tingkat ansietas : cemas karena kesakitan
4) Perubahan sensori : tidak ada

Masalah keperawatan : tidak ada masalah keperawatan

g. Pola koping
1) Pola koping : pasien dalam kondisi belum sadar
2) System pendukung : keluarga selalu memberikan dukungan positif
kepada pasien

Masalah keperawatan : tidak ada masalah keperawatan

h. Pola peran dan hubungan


1) Pekerjaan : karyawan swasta
2) Hubungan dengan orang lain : baik
3) Kualitas bekerja : pasien bekerja sebagai karyawan swasta
4) System pendukung : pendukung dari keluarga istri, anak dan
orang tua

Masalah keperawatan : tidak ada masalah keperawatan

i. Pola seksual reproduksi


1) Status perkawinan : menikah
2) Pola seksual reproduksi : mempunyai istri 1, anak perempuan 2, laki-laki 1

Masalah keperawatan : tidak ada masalah keperawatan

4. Pemeriksaan fisik
a. Tingkat kesadaran : compos mentis, GCS E3V4M4 = 11
b. Tanda-tanda vital dan respon nyeri
1) Tekanan darah : 90/60 mmHg
2) Nadi : 60 x/ menit
3) Suhu : 36 C
4) RR : 40 x/menit

Nyeri : mengeluh nyeri pada daerah dada dan terbentur aspal

Masalah keperawatan : nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis

c. Kepala
1) Inspeksi : kulit, rambut, muka : kulit kepala sedikit kotor
2) Palpasi : tidak ada benjolan
d. System sensori persepsi
1) Mata : konjungtiva anemis, sklera anemis, pupil isokor, palpebral normal
tidak ada edema, lensa bening dan tidak keruh
2) Hidung : simetris, cuping hidung tidak ada
3) Gigi : ada caries gigi, banyak yang sudah copot giginya
4) Leher : simetris, tidak ada kaku kuduk
5) Telinga : simetris, tidak ada luka, bersih

Masalah keperawatan : tidak ada masalah keperawatan

e. System respirasi
1) Inpeksi : bentuk simetris, tidak ada luka
2) Palpasi : focal fremitus teraba tidak sama
3) Perkusi : hopersonor
4) Auskultasi : hasil auskultasi pada thoraks yang terkena tidak terdengar bunyi
napas, pasien tampak sesak nafas hebat
Masalah keperawatan : pola nafas tidak efektif
f. System kardiovaskuler
1) Inspeksi : ictus cordis tidak nampak
2) Palpasi : ictus cordis tidak teraba
3) Perkusi : pekak, tidak ada pembesaran
4) Auskultasi : bunyi jantung teratur
5) Cappilary refil : <2 detik

Masalah keperawatan : tidak ada masalah keperawatan

g. System persyarafan
1) GCS = 11, E3V4M4
2) System sensori : respon bila di panggil
3) System motoric : ada kelemahan pada ekstrimitas atas dan bawah kekuatan
otot 2/2
4) Reflek : normal, tidak ada keluhan

Masalah keperawatan : tidak ada masalah keperawatan

h. System gastrointestinal
1) Inspeksi :
- Bentuk : tidak ada luka
- Ascites : ada, tampak besar
- Bendungan pembuluh darah : tidak ada
2) Auskultasi : peristaltik usus : 10 x/ menit
3) Palpasi :
- Nyeri : tidak ada nyeri
- Massa : tidak teraba adanya benjolan atau massa
4) Perkusi : timpani
5) Rectum : tidak ada luka, normal

Masalah keperawatan : tidak ada masalah keperawatan

i. System musculoskeletal
1) ROM : tidak ada masalah
2) Keseimbangan : tidak ada masalah keseimbangan
3) Kekuatan otot :
- Ekstremitas superior dextra :2
- Ekstremitas superior sinistra :4
- Ekstremitas inferior dextra :2
- Ekstremitas inferior sinistra :4

Masalah keperawatan : tidak ada masalah keperawatan

j. System integument
1) Inspeksi : warna kulit normal
2) Palpasi : tidak ada nyeri tekan
3) Pitting oedem : tidak ada nyeri tekan
4) Akral : hangat

Masalah keperawatan : tidak ada masalah keperawatan

k. System reproduksi
1) Pria : pasien laki-laki, tidak ada masalah
2) Wanita :-

Masalah keperawatan : tidak ada masalah keperawatan

l. Pemeriksaan penunjang :
1) Laboratorium : belum ada pemeriksaan
2) Radiologi :
Foto thorak : paru-paru dextra mengalami kolaps.

Analisa Data

Data Masalah Penyebab


Ds : Pola nafas tidak efektif Penurunan ekspansi
paru
 Pasien mengeluh
sesak nafas yang
semakin bertambah
berat
Do :

 Pasien tampak
sesak hebat
 kulit pucat dan
sianosis
 sisi dada yang
terkena tertinggal
pada saat
pernapasan,
 vena jugularis
leher melebar,
 hasil auskultasi
pada thoraks yang
terkena tidak
terdengar bunyi
napas dan pada
saat perkusi
terdengar
hipersonor.
 melakukan
pemeriksaan
radiologi foto
thoraks, dan
hasilnya paru-
paru dextra
mengalami
kolaps.
 P: 40x/menit
Ds: Nyeri akut Agen injuri fisiologis

 Pasien mengeluh
dada terasa nyeri
dan tadi terbentur
aspal
Do :

Diagnosa keperawatan
1. Pola nafas tidak efektif b.d Penurunan ekspansi paru
2. Nyeri b.d Agen injuri fisiologis

Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Tujuan intervensi


1. Pola nafas tidak efektif b.d Inspirasi dan/atau ekspirasi yang (I 01011)
Penurunan ekspansi paru memberikan ventilasi adekuat
1. Monitor pola
Ditandai : membaik dengan kriteria hasil
napas (frekuensi,
Ds : (L 01004) :
kledalaman,
 Pasien mengeluh 1. Penggunaan otot bantu usaha napas)
sesak nafas yang napas menurun 2. Memonitor bunyi
semakin bertambah 2. Frekuensi nafas membaik napas tambahan
berat 3. Kedalaman napas 3. Posisikan semi
Do : membaik fowler/fowler
4. Beri minuman
 Pasien tampak sesak
hangat
hebat
5. Beri oksigen jika
 kulit pucat dan
perlu
sianosis
6. Anjurkan asupan
 sisi dada yang
cairan
terkena tertinggal
2000ml/hari, jika
pada saat
tidak
pernapasan,
kontraindikasi
 vena jugularis leher
7. Kolaborasi
melebar,
pemberian
 hasil auskultasi pada
bronkodilator,
thoraks yang terkena
ekspektoran, jika
tidak terdengar
perlu
bunyi napas dan
pada saat perkusi
terdengar
hipersonor.
 melakukan
pemeriksaan
radiologi foto
thoraks, dan hasilnya
paru-paru dextra
mengalami kolaps.
 P: 40x/menit
2. Nyeri b.d Agen injuri Pengalaman sensori atau (I 08238)
fisiologis emosional aktual/fungsional,
1. Identifikasi
Ditandai : dengan onset mendadak atau
lokasi,
lambat dan berintensitas ringan
Ds: hingga berat dan konstan karakteristik,
menurun dengan kriteria hasil (L durasi, frekuensi,
 Pasien mengeluh
08066) : kualitas,
dada terasa nyeri dan
intensitas nyeri
tadi terbentur aspal 1. Keluhan nyeri menurun
2. Identifikasi skala
Do : 2. Kemampuan
nyeri
menuntaskan aktivitas
3. Identifikasi nyeri
meningkat
non verbal
3. Frekuensi nadi membaik
4. Identifikasi faktor
4. TTV dalam batas normal
yang
memperberat dan
memperingan
nyeri
5. Berikan teknik
nonfarmakologis
untuk
mengurangi rasa
nyeri
6. Fasilitasi nyeri
dan istirahat
7. Jelaskan
penyebab,
periode dan
pemicu nyeri
8. Kolaborasi
pemebrian
analgetik, jika
perlu

Anda mungkin juga menyukai