Anda di halaman 1dari 13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hipertensi
2.1.1 Pengertian
Tekananan darah adalah penyakit yang dapat menyerang siapa saja, baik
muda maupun tua. Hipertensi juga sering disebut sebagai silent killer
karena termasuk penyakit yang mematikan. Bahkan, Hipertensi tidak
dapat secara langsung membunuh penderitanya, melainkan hipertensi
memicu terjadinya penyakit lain yang tergolong kelas berat dan
mematikan serta dapat meningkatkan resiko serangan jantung, gagal
jantung, stroke dan gagal ginjal.

Hipertensi juga merupakan salah satu penyakit degeneratif, umumnya


tekanan darah bertambah secara perlahan dengan sering bertambahnya
umur. Hipertensi atau yang dikenal dengan nama penyakit darah tinggi
adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan darah di atas
ambang batas normal yaitu 120/80 mmHg. Batas tekanan darah yang
dianggap normal adalah kurang dari 130/85 mmHg. Bila tekanan darah
sudah lebih dari 140/90 mmHg dinyatakan hipertensi (Zulhaida Lubis,
2018)

2.1.2 Klasifikasi
Tekanan darah adalah gaya (dorongan) darah ke dinding arterial saat
darah dipompa keluar untuk dapat mengalirkan darah dari jantung ke
seluruh darah. Ada tiga pengolonggan tekanan darah yaitu hipotensi,
tekanan darah normal dan hipertensi. Hipertensi adalah gangguan yang
terjadi akibat peningkatan tekanan darah sistolik dan diastolik di atas
140/90 mmHg (Dini Afriani Khasanah, 2018)

Tabel 2.1.2 Klasifikasi Hipertensi Berdasarkan Kemenkes RI

Klasifikasi Tekanan Sistolik Tekanan Diastolik


(mmHg) (mmHg)

Normal < 120 < 80


Pre Hipertensi 120-139 80-89
Hipertensi Stadium I 140-159 90-99
Hipertensi Stadium II >60 > 100
2.1.3 Etiologi
Hipertensi berdasarkan penyebabnya dibagi dalam dua golongan yaitu
hipertensi primer dan hipertensi sekunder (Tamrin, 2018)
1) Hipertensi Primer
Hipertensi utama atau hipertensi Primer adalah suatu kondisi jauh
lebih sering dan meliputi 95% dari hipertensi. Hipertensi utama
disebabkan oleh berbagai faktor yaitu beberapa faktor yang efek-efek
kombisainya menyebabkan Hipertensi.

2) Hipertensi Sekunder
Hipertensi sekunder yang meliputi 5% dari hipertensi disebabkan
oleh suatu kelainan spesifik ada salah satu organ atau sistem tubuh.
Hipertensi sekunder merupakan persisten akibat kelainan dasar kedua
selain Hipertensi Primer atau esensial. Hipertensi ini diketahui
penyebabnya dan sekitar 5% dari semua kasus Hipertensi. Hipertensi
sekunder memiliki pathogenis yang spesifik. Hipertensi sekunder
dapat terjadi pada invidu dengan usia sangat muda tanpa disertai
riwayat. Hipertensi dalam keluarga. Individu dengan hipertensi
pertama kali pada usia diatas 50 tahun.

2.1.4 Patofisiologi
Tekanan darah adalah tekanan yang diberikan oleh darah pada dinding
pembuluh darah. Pengaturan tekanan darah adalah proses yang kompleks
menyangkut pengendalian ginjal terhadap natrium dan retensi air, serta
pengendalian sistem saraf terhadap tonus pembuluh darah. Ada dua
faktor utama yang mengatur tekanan darah, yaitu darah yang mengalir
dan tahanan pembuluh darah perifer.Darah yang mengalir ditentukan
oleh volume darah yang dipompakan oleh ventrikel kiri setiap kontraksi
dan kecepatan denyut jantung. Tahanan vaskular perifer berkaitan
dengan besarnya lumen pembuluh darah perifer. Makin sempit pembuluh
darah, makin tinggi tahanan terhadap aliran darah; makin besar
dilatasinya makin kurang tahanan terhadap aliran darah. Jadi, makin
menyempit pembuluh darah, makin meningkat tekanan darah. Dilatasi
dan konstriksi pembuluh-pembuluh darah dikendalikan Oleh sistem saraf
simpatis dan sistem renin-angiotensin.

Apabila sistem saraf simpatis dirangsang, katekolamin, seperti epinefrin


dan norepinefrin akan dikeluarkan. Kedua zat kimia ini menyebabkan
konstriksi pembuluh darah, meningkatnya curah jantung, dan kekuatan
kontraksi ventrikel. Sama halhya pada sistem renin-angiotensin, yang
apabila distimulasi juga menyebabkan vasokonstriksi pada pembuluh-
pembuluh darah.Hipertensi sering disebut the silent killer karena
gangguan ini pada tahap awal adalah asimtomatis, tetapi dapat
mengakibatkan kerusakan yang permanen pada organ-organ tubuh vital.
Vasokontriksi pembuluh-pembuluh darah yang berlangsung lama dapat
mengakibatkan kerusakan permanen pada ginjal dengan timbulnya
kegagalan ginjal. Selain ginjal, otak dan jantung dapat pula mengalami
kerusakan yang permanen. Pada hipertensi tahap lanjut, pasien dapat
mengalami sakit kepala terutama ketika bangun pagi, penglihatan kabur,
epistaksis, dan depresi (Fathur Rizal, 2019)

2.1.5 Manifestasi Klinis


Sebagaian besar gejala klinis yang timbul pada hipertensi yaitu :
a. Nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang diserati mual dan muntah.
b. Penglihatan kabur
c. Ayunan langkah yang tidak mantap
d. Nokturia/kencing terus menerus pada malam hari.
e. Edema dependen dan pembengkakan.

2.1.6 Komplikasi
Bahwa Tekanan Darah Tinggi apabila tidak diobati maka dalam jangka
akan menyebabkan kerusakan arteri didalam tubuh sampai organ yang
mendapat suplai darah dan arteri tersebut. Komplikasi hipertensi dapat
terjadi pada organ-organ sebagai berikut :
a. Jantuk
b. Diabetes mellitus
c. Ginjal

2.1.7 Penatalaksaan
Penatalaksaan hipertensi dibagi menjadi dua, yaitu penatalaksaan
nonfarmakologi dan penatalaksaan farmakologi yaitu :

A. Terapi Non-Farmakologi
Penalataksanaan hipertesni dengan nonfarmakologi terdiri menjadi
macam modifikasi gaya hidup untuk menurunkan tekana darah, yaitu:

1) Memeriksa tensi secara teratur


Sebaiknya pemeriksaan tekanan darah di lakukan setiap hari dan
bahwa morning hypertension atau tekanan darah yang lebih tinggi
dipagi hari menunjukkan risiko terhadap stroke yang tinggi. Untuk
itu perlu memeriksa tekanan darah 2x sehari (bagi penderita
hipertensi).
2) Kurangi asupan natrium (sodium)
Tujuan diet rendah garam untuk membantu menghilangkan retesi
(penahanan) air dalam jaringan tubuh sehingga dapat menurunka
tekanan darah. Walaupun rendah garam yang penting dalam
melakukan diet ini adalah komposiis makanan harus tetap
mengandung cukup zat gizi, baik kalori, protein, mineral, maupun
vitamin yang seimbang.

3) Batasi komsumsi alkohol


Mengkomsusi alkohol dapat meningkatkan tekanan darah. Untuk
pria yang menderita hipertensi, sekarang diperkirakan bahwa
hipertensi yang berhubungan dengan alkohol merupakan salah satu
penyebab sekunder paling banyak dari hipertensi. Kira-kira
sebanyak 5-12% dari kasus, mengurangi minuman alkohol dapat
menurunkan hipertensi

4) Makanan lemak dan kolesterol


Diet ini beertujuan untuk menurunkan kadar kolestrol darah dan
menurunkan bagi penderita yang kegemuk. Mengurangi berat
badan, ada hubungan yang jelas antara obesitas dan hipertensi.
Obesitas menyebabkan aktivitas system saraf simpatik dan
berbagai hormone yang dapat mengubah tekanan darah Penurunan
berat badan sekitar 4.5 kg dapat menurunkan tekanan darah
sistolik sampai 3 mmHg.

5) Olahraga
Untuk menurunkan tekanan darah tinggi perlu melakukan olahraga
minimal 30 menit dalam 2 sampai 3 kali dalam 1 minggu.
Olahraga ringan yang dapat dilakukan untuk menurunkan tekanan
darah tinggi seperti renang, berjalan cepat, jogging, bersepeda, dan
senam. Saat ini ada program pengelolan penyakit kronis
(Ploranis), dalam kegiatan ploranis terdapat senam ploranis yang
dilaksanakn 1 minggu sekali.

B. Terapi Farmakologi
Berdasarkan cara kerja otot hipertensi dibagi menjadi beberapa
golongan, yaitu : golongan diuretic, ACE Inhibator, Angiotensin II,
betabloker dan kalsium.
2.1.8 Hasil Peneliti

1. Hasil Peneliti Febby Haendra Dwi Anggara, Faktor-Faktor Yang


Berhubungan Dengan Tekanan Darah Di Puskesmas Telaga Murni,
Cikarang Barat Tahun 2012.). Jenis kelamin pada penelitian ini tidak
berhubungan secara statistik dengan tekanan darah (p > 0,05). Sedangkan
umur, pendidikan, pekerjaan, IMT, kebiasaan merokok, konsumsi alkohol,
kebiasaan olahraga, asupan natrium, asupan kalium berhubungan secara
statistik dengan tekanan darah (p < 0,05).

2. Hasil Peneliti AGNESIA NUARIMA KARTIKASARI, FAKTOR RISIKO


HIPERTENSI PADA DI DESA KABONGAN KIDUL, KABUPATEN
REMBANG 2012. Faktor-faktor yang terbukti sebagai faktor risiko
hipertensi adalah usia, riwayat keluarga, merokok, dan obesitas.
Sedangkan faktor-faktor yang tidak terbukti sebagai faktor risiko
hipertensi adalah jenis kelamin, konsumsi natrium, konsumsi lemak dan
aktivitas.

3. Hasil Peniliti BUDI ARTIYANINGRUM, FAKTOR-FAKTOR YANG


BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI TIDAK
TERKENDALI PADA PENDERITA YANG MELAKUKAN
PEMERIKSAAN RUTIN DI PUSKESMAS KEDUNGMUNDU KOTA
SEMARANG TAHUN 2014. Hasil penelitian didapatkan faktor yang
berhubungan dengan kejadian hipertensi tidak terkendali yaitu umur status
pasangan, konsumsi garam, konsumsi kopi. Faktor yang tidak
berhubungan yaitu obesitas, konsumsi alkohol, merokok dan
aktivitas.Saran bagi masyarakat yaitu melakukan modifikasi gaya hidup
dan menghindari faktor risiko hipertensi tidak terkendali.

4. Hasil Peneliti Febby Haendra Dwi Anggara, FAKTOR-FAKTOR


YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI PADA
PEKERJA SEKTOR INFORMAL DI PASAR BERINGHARJO KOTA
YOGYAKARTA 2013. Jenis kelamin pada penelitian ini tidak berhubungan
secara statistik dengan tekanan darah (p > 0,05). Sedangkan umur,
pendidikan, pekerjaan, IMT, kebiasaan merokok, konsumsi alkohol,
kebiasaan olahraga, asupan natrium, asupan kalium berhubungan secara
statistik dengan tekanan darah (p < 0,05).
5. Hasil Peneliti LINA DWI, FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN
DENGAN TINGKAT HIPERTENSI DI WILAYAH KERJAPUSKESMAS
DEMAK I 2016. Hasil dari uji Chi-square penelitian ini, variabel yang
berhubungan dengan tingkat hipertensi adalah umur (p=0,026), riwayat
keluarga (p=0,003), dan aktivitas fisik(p=0,013). Sedangkan variabel yang
tidak berhubungan adalah asupan garam (p=0,678), dan obesitas
(p=0,272).

6. Hasil Peneliti Paskha Rina, FAKTOR – FAKTOR YANG


BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI PADA
PENDERITA RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM SARI MUTIARA
MEDAN TAHUN 2014 Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan
antara hipertensi dengan faktor keturunan dengan p :0,000, adanya
hubungan dengan pola makan dengan p : 0,001, adanya hubungan dengan
faktor merokokdengan p : 0,000, dan adanya hubungan dengan factor
alkohol denganp : 0,000, tidak ada hubungan antara aktifitas fisik p: 0,263
dan tidak ada hubungan dengan berat badan p : 0,644. Kesimpulan hasil
penelitian Faktor – Faktor yang berhubungan dengan kejadian hiperensi
adalah Faktor genetic, Faktor pola makan, Faktor merokok dan Faktor
alcohol. Saran yang dapat disampaikan berkaitan dengan tindakan
pencegahan diharapkan agar pelayanan kesehatan memberikan
penyuluhan kesehatan untuk mencegah hipertensi.

7. Hasil Peneliti Bellytra, FAKTOR RISIKO KEJADIAN HIPERTENSI


PADA PASIEN DI RUANGAN PENYAKIT DALAM RSUD Dr. M.
HAULUSSY AMBON 2016. Riwayat keluarga merupakan faktor yang
paling berhubungan dengan p = 0,003, tetapi bukan merupakan faktor
risiko kejadian hipertensi karena nilai OR < 1. Disarankan kepada
responden yang berisiko agar dan menjalani pola hidup yang sehat, seperti
menghentikan kebiasaan merokok dan mengkonsumsi alkohol, menjaga
berat badan ideal, lakukan aktivitas fisik secara teratur serta menghindari
stress.

8. Hasil Peneliti Riariamah, FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB


TERJADINYA HIPERTENSI PADA LANSIA DI UPT PSTW KHUSNUL
KHOTIMAH 2019..Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor penyebab
terjadinya hipertensi di UPT PSTW Khusnul Khotimah Pekanbaru yaitu
faktor usia mayoritas berumur 60-74 (60,5%), faktor jenis kelamin
mayoritas perempuan (62,8%), faktor pendidikan mayoritas tidak sekolah
SD-SMP (53,5%), faktor olahraga mayoritastidak teratur (55,8%) dan
faktor pola makan mayoritas berisiko (60,5%).

9. Hasil Peneliti Erwin, FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN


DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI PRIMER PADA MASYARAKAT DI
WILAYAH KERJAPUSKESMAS RUMBAI PESISIR 2014. Penelitian ini
terdiri dari 9 variabel dan berdasarkan hasil statistik uji chi-square dapat
disimpulkan bahwa ada lima variabel yang menunjukkan korelasi
signifikan, yaitu herediter (p value = 0,000); kebiasaan merokok (nilai p =
0,006); aktivitas / latihan (nilai p = 0,000); asupan garam (nilai p = 0,001);
stres (nilai p = 0,000). Sementara itu, ada 4 variabel yang tidak
menunjukkan korelasi signifikan, yaitu umur (p value = 0,211); jenis
kelamin (nilai p = 0,436); konsumsi alkohol (nilai p = 0,050); indeks
massa tubuh (nilai p = 0,167).

10. Hasil Peneliti Dina, FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN


DENGAN HIPERTENSI DI WILAYAH PERKOTAAN DAN PEDESAAN
INDONESIA TAHUN 2013. Aktivitas fisik < 600 MET/minggu [PORkota
1,051 (1,025-1,078)] [PORdesa 1,184 (1,152-1,217)], pernah merokok
[PORkota 2,133 (2,06-2,31)] [PORdesa 2,024 (1,95-2,10)], konsumsi
makanan asin ≥ 1 kali/hari [P ORkota 0,970 (0,950-0,991)] [PORdesa
1,028 (1,008-1,048)] dan konsumsi buah < 2 porsi/hari [PORkota 0,821
(0,771-0,847)] [PORdesa 0,883 (0,808-0,965)] adalah faktor-faktor yang
berhubungan dengan hipertensi di wilayah perkotaan maupun pedesaan
Indonesia..Hampir tidak ada perbedaan antara faktor-faktor yang
berhubungan dengan hipertensi di perkotaan dengan di pedesaan. Oleh
karena itu, pencegahan dan pengendalian hipertensi sangat penting
dilakukan untuk menurunkan prevalensi dan risiko hipertensi di wilayah
perkotaan dan pedesaan Indonesia

2.1.9 Faktor Resiko


Seseorang yang menderita hipertensi akan memiliki penderitaan yang
lebih berat lagi jika semakin banyak faktor risiko yang menyertai.
Hampir 90% penderita hipertensi tidak diketahui penyebab dengan pasti.
Para ahli membagi dua kelompok faktor risiko pemicu timbulnya
hipertensi yaitu faktor risiko yang tidak dapat dikontrol dan faktor risiko
yang dapat dikontrol.

2.1.9.1 Faktor yang tidak dapat dikontrol


1) Jenis kelamin
Wanita penderita hipertensi diakui lebih banyak dari pada laki-
laki. Tetapi wanita lebih tahan dari pada laki-laki tanpa
kerusakan jantung dan pembuluh darah. Pria lebih banyak
mengalami kemungkinan menderita hipertensi dari pada
wanita. Pada pria hipertensi lebih banyak disebabkan oleh
pekerjaan, seperti perasaan kurang nyaman terhadap pekerjaan.
Sampai usia 55 tahun pria beresiko lebih tinggi terkena
hipertensi dibandingkan wanita (Arista Novian, 2013)

2) Umur
Faktor usia sangat berpengaruh terhadap hipertensi karena
dengan bertambahnya usia maka risiko hipertensi menjadi
lebih tinggi. Insiden hipertensi yang makin meningkat dengan
bertambahnya usia, disebabkan oleh perubahan alamiah dalam
tubuh yang mempengaruhi jantung, pembuluh darah dan
hormon. Hipertensi pada usia kurang dari 35 tahun akan
menaikkan insiden penyakit arteri koroner dan kematian
prematur (Kartikasari, 2012)

3) Status pasangan
Status pasangan didefinisikan sebagai keadaan responden
berdasarkan ada dan tidaknya pendamping hidup (suami/istri)
dalam kehidupan sehari-hari.Status pasangan memiliki
hubungan 69,2% dengan kejadian hipertensi tidak terkendali.
Status pasangan yaitu ada (pasangan menikah, belum menikah,
duda, janda (Artiyaningrum, 2015)

4) Pendidikan
Pendidikan ini dikaitkan dengan pengetahuan, akan
berpengaruh terhadap pemilihan bahan makanan dan
pemenuhan kebutuhan gizi. Salah satu contoh, prinsip yang
dimiliki seseorang dengan pendidikan rendah biasanya
adalah yang penting mengenyangkan, sehingga porsi bahan
makanan sumber karbohidrat lebih banyak dibandingkan
dengan kelompok bahan makanan lain. Kelompok orang
dengan pendidikan tinggi memiliki kecenderungan memilih
bahan makanan sumber protein dan akan berusaha
menyeimbangkan dengan kebutuhan gizi lain (Devi catur,
2015)

2.1.9.2 Faktor yang dapat dikontrol


1) Obesitas
Saat asupan natrium berlebih, tubuh sebenarnya dapat
membuangnya melalui air seni. Tetapi proses ini bias
terhambat, karena kurang minum air putih, berat badan
berlebihan, kurang gerak atau ada keturunan hipertensi maupun
diabetes mellitus. Berat badan yang berlebih akan membuat
aktifitas fisik menjadi berkurang. Akibatnya jantung bekerja
lebih keras untuk memompa darah. Obesitas dapat ditentukan
dari hasil indeks massa tubuh (IMT) (Roy Abdul, 2018)

2) Aktivitas fisik
Didefinisikan sebagai segala pergerakan tubuh yang dilakukan
oleh muskuloskeletal yang membutuhkan pengeluaran energi.
Istilah “aktifias fisik” berbeda dengan “olah raga”. Olah raga
adalah subkategori dari aktifitas fisik yang direncanakan,
terstruktur, berulang dan bertujuan untuk meningkatkan atau
menjaga salah satu atau lebih komponen kebugaran fisik.
Aktifitas fisik meliputi olah raga serta kegiatan lainnya yang
melibatkan gerakan tubuh dan dilakukan sebagai bagian dari
bermain, bekerja, berkendaraan aktif, mengerjakan tugas-tugas
rumah (Trisna, 2015).

3) Komsumsi Kopi
Kopi dan soft drink seperti cola merupakan minuman yang
mengandung kafein. Komsumsi minuman berkafein seperti
kopi, bias digunakan untuk menambah kosentrasi. Seseorang
yang pantang untuk mengkomsumsi kopi memiliki hipertensi
yang lebih rendah dari pada yang mengkomsumsi kopi sedikit
atau >0-3 cangkir sehari memiliki resiko hipertensi yang lebih
rendah (Sari Estiningsih, 2012)

4) Merokok
Merokok merupakan kegiatan yang mudah dijumpai dimana
saja. Merokok seakan telah menjadi bagian dari kehidupan
sehari-hari. Tidak hanya orang tua, remaja bahkan anak-anak
ada yang merokok,baik laki-laki ataupun
perempuan.Masyarakat sering menyajikan rokok sebagai
pendamping makanan dan minuma nserta bagian dari upacara
adat, memberirokoksebagai imbalan juga sudah umum ditemui
(Lina Dwi, 2016)

5) Komsumsi Garam
Konsumsi garam memiliki efek langsung terhadap tekanan
darah. Telah ditunjukkan bahwa peningkatan tekanan darah
ketika semakin tua, yang terjadi pada semua masyarakat kota,
merupakan akibat dari banyaknya garam yang di
makan.Masyarakat yang mengkonsumsi garamyang tinggi
dalam pola makannya juga adalah masyarakat dengan tekanan
darah yang meningkat seiring bertambahnya usia. Sebaliknya,
masyarakat yang konsumsi garamnya rendah menunjukkan
hanya mengalami peningkatan tekanan darah yang sedikit,
seiring dengan bertambahnya usia (Siti Widyaningrum, 2012)

2.2 Ploranis
2.2.1 Pengertian
PROLANIS adalah suatu sistem pelayanan kesehatan dan pendekatan
proaktif yang dilaksanakan secara terintegrasi yang melibatkan Peserta,
Fasilitas Kesehatan dan BPJS Kesehatan dalam rangka pemeliharaan
kesehatan bagi peserta BPJS Kesehatan yang menderita penyakit kronis
untuk mencapai kualitas hidup yang optimal dengan biaya pelayanan
kesehatan yang efektif dan efisien (bpjs kesehatan, 2014)

2.2.2 Tujuan
Tujuan diadakan Ploranis adalah mendrorong peserta penyadang
penyakit kronis mencapai kualitas hidup optimal dengan indicator 75%
peserta terdaftar yang berkunjung ke faskes tingkat pertama memiliki
hasil “baik” pada pemeriksaan spesifik terhadap penyakit Hipertensi dan
DM tipe 2 sesuai panduan klinis terkait sehingga dapat mencegah
timbulnya komplikasi penyakit (bpjs kesehatan, 2014).

2.2.3 Bentuk Pelaksanaan


Aktivitas dalam ploranis meliputi aktivitas konsultasi medis / edukasi,
home visit, reminder, aktivitas klub dan pemantaun status kesehatan.

2.2.4 Aktivitas Ploranis


1. Konsultasi medis peserta Ploranis
Jadwal konsul disepakati bersama antara peserta dan faskes pengelola.

2. Edukasi kelompok peserta Ploranis


Edukasi klub Risti (Klub Ploranis) adalah kegiataan untuk
meningkatkan pengetahuan kesehatan dalam upaya memulihkan
penyakit dan mencegah timbulnya kembali penyakit swerta
meningkatkan status kesehatan Ploranis.

3. Home Visit
Home Visit adalah kegiatan pelayanan kunjungan ke rumah peserta
Ploranis untuk pemberian informasi / edukasi ksesehatan diri dan
lingkungan bagi peserta Ploranis dan keluarga.

4. Aktivitas Klub Ploranis.


Beberapa kegiatan klub Ploranis diantaranya senam Ploranis,
Pendidikan kesehatan, pemeriksaan dan pemantaun tekanan darah, dan
diskusi antara petugas ksesehatan dengan peserta klub Ploranis. Senam
Ploranis dilaksanakan setiap 4 kali dalam 1 bulan. Senam Ploranis
sendiri meliputi senam hipertensi dan senam diabetes mellitus.

5. Reminder melalui SMS Gateway


Reminder adalah kegiatan untuk memotivasi peserta untuk melakukan
kunjungan rutin kepada Faskes Pengelola melalui pengingatan jadwal
konsultasi ke Faskes Pengelola tersebut

Arista Novian. (2013). KEPATUHAN DIIT PASIEN HIPERTENSI ( Studi Pada Pasien Rawat
Jalan di Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang Tahun 2013 ) Arista Novian.
https://doi.org/10.1533/9780857099891.335

Artiyaningrum. (2015). Pemeriksaan Rutin Di Puskesmas Kedungmundu Kota Semarang Tahun


2014.

bpjs kesehatan. (2014). Ploranis Program Pengelolaan Penyakit Kronik.

Devi catur. (2015). komsumsi makanan obesitas sentral kejadian hipertensi di puskemas patrang
kabupaten jember.

Dini Afriani Khasanah. (2018). Efektivitas Progressive Muscle Relaxation Therapy Terhadap
Penurunan Tekanan Darah Sistolik pada Wanita Lanjut Usia dengan Hipertensi Primer,
(2013), 162–169.

Fathur Rizal. (2019). PENGARUH GETUK HERBAL MAHKOTA DEWA TERHADAP


PENURUNAN TEKANAN DARAH PADA LANSIA DENGAN HIPERTENSI DI UPT PSTW
BLITAR (DI BLITAR DAN TULUNGAGUNG) PENELITIAN QUASY-.

Kartikasari, N. A. (2012). Faktor Risiko Hipertensi pada Masyarakat di Desa Kabongan Kidul,
Kabupaten Rembang. Media Medika Muda.

Lina Dwi. (2016). Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Tingkat Hipertensi di Wilayah Kerja
Puskesmas Demak. Skripsi, 1–67.

Roy Abdul. (2018). PENGARUH DIIT RENDAH GARAM TERHADAP TEKANAN DARAH
PADA PENDERITA HIPERTENSI USIA LANSIA.

Sari Estiningsih. (2012). Hubungan Indeks Massa Tubuh Dan Faktor Lain Dengan Kejadian
Hipertensi Pada Kelompok Usia 18-44 Tahun Di Kelurahan Sukamaju Depok Tahun 2012.
Karya Ilmiah, 127(3), 287–301. Retrieved from http://lontar.ui.ac.id/file?
file=digital/20315131-S-Hayyu+Sari+Estiningsih.pdf

Siti Widyaningrum. (2012). HUBUNGAN ANTARA KONSUMSI MAKANAN DENGAN


KEJADIAN HIPERTENSI PADA LANSIA (Studi di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia
Jember) SKRIPSINo Title.

Tamrin, S. K. (2018). ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN AROMATHERAPY


MAWAR KOMBINASI TERAPI MUSIK KLASIK TERHADAP PENURUNAN
TEKANAN DARAH DI INSTALASI GAWAT DARURAT RSUD ABDUL WAHAB
SJAHRANIE SAMARINDA TAHUN 2018. S.KepANALISIS PRAKTIK KLINIK
KEPERAWATAN AROMATHERAPY MAWAR KOMBINASI TERAPI MUSIK KLASIK
TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH DI INSTALASI GAWAT DARURAT RSUD
ABDUL WAHAB SJAHRANIE SAMARINDA TAHUN 2018, Analisis P.

Trisna. (2015). Gambaran Karakteristik Anak Obesitas di Kelas 4-6 SD di SDN III Cirendeu.
Fakultas Kedokteran Dan IImu Kesehatan. IImu Keperewatan. Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah. Jakarta, 1–42. Retrieved from
http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/handle/123456789/29009

Zulhaida Lubis. (2018). Pengaruh Pengetahuan, Sikap Dan Dukungan Keluarga Terhadap Diet
Hipertensi Di Desa Hulu Kecamatan Pancur Batu Tahun 2016. Jurnal Kesehatan, 11(1), 9–
17. https://doi.org/10.24252/kesehatan.v11i1.5107

Anda mungkin juga menyukai