Anda di halaman 1dari 6

NOTA - DINAS

_____________________________________________

Nomor : LK/ /PI0000/08/2010

Kepada Yth. : Bapak Direktur Aircraft Integration


Dari : Kepala Satuan Pengawasan Intern
Perihal : LHA atas Penerapan Peraturan Perpajakan pada Transaksi Perusahaan
Sifat : Rahasia
Lampiran : 1(satu) berkas
_____________________________________________________________

Dengan hormat,
Dengan ini kami sampaikan Laporan Hasil Audit atas Penerapan Peraturan Perpajakan
pada transaksi perusahaan, sebagai berikut :
I. PENDAHULUAN
A. Dasar Audit
Surat Tugas Audit No. STA/15/821.01/PI0000/07/2010 tanggal 15 Juli 2010,
perihal Audit atas Penerapan Peraturan Perpajakan pada Transaksi Perusahaan.
B. Sasaran Audit
a. Pengamanan aset perusahaan.
b. Kepatuhan terhadap ketentuan dan peraturan yang berlaku.
C. Ruang Lingkup Audit
Audit dilakukan secara sampling terhadap transaksi penjualan barang dengan
fokus Material delivery (MD) yang sudah dibuatkan Proforma Invoice (PI)
namun belum diterbitkan Commercial Invoice (CI) dengan nilai diatas Rp100
juta.

II. GAMBARAN UMUM


Definisi Material Delivery (MD) sesuai Manual Akuntansi adalah dokumen
penyerahan material, part, komponen atau produk lainnya yang diserahkan dari
gudang perusahaan kepada pelanggan.
Berikut beberapa peraturan dan ketentuan perpajakan yang terkait dengan
penjualan Barang Kena Pajak (BKP :
A. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2009
(UU PPN & PPnBM)
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak atas konsumsi barang dan
jasa di Daerah Pabean yang dikenakan secara bertingkat di setiap jalur produksi
dan distribusi.

LHA-IMPL.PAJAK Page 1
Dasar Pengenaan Pajak (DPP) adalah jumlah Harga Jual, Penggantian, Nilai
Impor, atau Nilai Lain yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan
yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang.
Pasal 4 ayat 1, PPN dikenakan diantaranya atas :
a.Penyerahan BKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha;
f. Ekspor BKP Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak;
Pasal 16 D, PPN dikenakan atas penyerahan Barang Kena Pajak berupa aktiva
yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan oleh Pengusaha Kena
Pajak, kecuali atas penyerahan aktiva yang Pajak Masukannya tidak dapat
dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (8) huruf b dan huruf c.
Pasal 11 ayat 1, diantaranya menyatakan bahwa terutangnya pajak terjadi
pada saat :
a. Penyerahan BKP;
d. Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean;
f. Ekspor BKP Berwujud;
g. Ekspor BKP Tidak Berwujud
Pasal 11 ayat 2, Dalam hal pembayaran diterima sebelum penyerahan BKP
atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak atau dalam hal pembayaran
dilakukan sebelum dimulainya pemanfaatan BKP Tidak Berwujud atau Jasa
Kena Pajak dari luar Daerah Pabean, saat terutangnya pajak adalah pada saat
pembayaran.
Pasal 13 ayat 1, point a. yang menyebutkan bahwa Pengusaha Kena Pajak
wajib membuat faktur Pajak untuk setiap penyerahan BKP sebagaimana
dimaksud dalam pasal 4 ayat (1) huruf a atau huruf f dan/atau Pasal 16 D
Pasal 13 ayat 1a, menjelaskan bahwa faktur pajak sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) harus dibuat diantaranya pada :
c. Saat penyerahan BKP dan/atau penyerahan jasa kena pajak;
d. Saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi
sebelum penyerahan BKP dan/atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak

B. UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 SEBAGAIMANA TELAH


DIUBAH TERAKHIR DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN
2007 MENGENAI KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN.
Pasal 13 ayat 1, Dalam jangka waktu 5 (lima tahun) setelah saat terutangnya
pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak,
Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
(SKPKB)dalam hal-hal diantaranya sebagai berikut:
a. apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang
terutang tidak atau kurang dibayar;
b. apabila Surat Pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) dan setelah ditegur secara
tertulis tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam
surat teguran;
c. apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain mengenai
Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah ternyata

LHA-IMPL.PAJAK Page 2
tidak seharusnya dikompensasikan selisih lebih pajak atau tidak seharusnya
dikenakan tarif 0% (nol persen);
d. apabila kewajiban sebagaimana dimaksud dalam pasal 28 atau pasal 29
tidak dipenuhi sehingg tidak dapat diketahui besarnya pejak yang terutang;
e. apabila kepada Wajib Pajak diterbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau
dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak secara jabatan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 2 ayat (4a).
Pasal 13 ayat 2, Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKPKB
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan e ditambah dengan sanksi
administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan paling lama 24
(dua puluh empat) bulan, dihitung sejak saat terutangnya pajak atau
berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sampai dengan
diterbitkannya SKPKB.
Pasal 13 ayat 3, yang menyebutkan diantaranya jumlah pajak dalam SKPKB
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,c, dan huruf d ditambah dengan
sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar:
c. 100% (seratus persen) dari Pajak Pertambahan Nilai
Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang tidak atau
kurang dibayar.

C. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor : 370/


KMK.03/2003, tentang Pelaksanaan PPN yang dibebaskan atas Impor
dan/atau penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu dan/atau
Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu
Ref. Pasal 1 ayat (1) yang dimaksud dengan Barang Kena Pajak Tertentu,
diantaranya a. , b. dan f. adalah sebagai berikut :
a. Senjata, amunisi, alat angkut : darat, air,bawah
air,udara, kendaraan lapis baja, patrol, angkutan khusus, serta suku
cadangnya;
b. Komponen atau bahan yang belum dibuat di dalam
negeri yang digunakan untuk pembuatan senjata dan amunisi untuk
keperluan Dephan atau TNI atau POLRI;
f. Pesawat udara dan suku cadang serta peralatan untuk
perbaikan dan pemeliharaan sarana dan prasarana;
Ref. Pasal 2 ayat (2) atas penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1.1.a kepada Dephan atau TNI atau POLRI
dibebaskan dari pengenaan PPN.
Ref. Pasal 2 ayat (3) Dephan atau TNI atau POLRI yang melakukan impor
atau menerima penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) , wajib mempunyai Surat Keterangan
Bebas PPN yang diterbitkan oleh Dirjen Pajak.

D. Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. KEP-233/PJ/2003, tentang


Tata Cara Pemberian dan Penatausahaan Pembebasan PPN atas

LHA-IMPL.PAJAK Page 3
Impor dan atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu dan atau
Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu, antara lain mengatur :
Pasal 1 ayat (1) Departemen Pertahanan atau TNI atau POLRI atau orang
atau Badan yang diwajibkan mempunyai SKB PPN atas impor dan atau
Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu sebagaimana dimaksud dalam
Keputusan Menteri Keuangan No.370/KMK.03/2003, wajib mempunyai SKB PPN
sebelum Penyerahan barang Kena Pajak Tertentu tersebut dilakukan.

E. Lampiran I, Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. KEP-233/PJ/2003


Bagian I. point 3.
SKB PPN tidak dapat diberikan apabila permohonan SKB PPN diajukan setelah
impor atau setelah penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu.
Bagian I. point 5.
Keputusan atas permohonan SKB PPN harus sudah diberikan oleh Kepala KPP
paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah permohonan diterima secara lengkap.

III. HASIL AUDIT


A. Beberapa kondisi yang ditemukan berdasarkan dokumen pendukung
yang diperoleh atas Penjualan 2 (dua) unit ENGINE TPE 331-10R-
512C antara PT DI - Direktorat Aircraft Integration dengan PT Multi
Wira Mandiri (PT MWM), sebagai berikut :
1. Barang sesuai PO telah dikirimkan dalam 1(satu) tahap dengan dokumen
Material Delivery (MD) No. AI-MD-1001-00012, tanggal 18 Januari 2010.
2. CI atas penjualan 2 (dua) unit ENGINE TPE 331-10R-512C tersebut dibuat
secara manual, sebagai berikut :
a. AI-CI-0912-0001A, tanggal 1 Desember 2009 senilai USD320,394.48
b. AI-CI-0912-0001B, tanggal 15 Desember 2009 senilai USD595,018.32

3. Atas ke-2 CI tersebut, PT DI telah menerima pembayaran sesuai dengan


Nota Kredit Bank BNI total senilai USD915.412.80, sebagai berikut :
a. Tanggal 9 Desember 2009 senilai USD320,394.48
b. Tanggal 28 Januari 2010 senilai USD595,018.32

4. Atas penjualan 2 (dua) unit ENGINE TPE 331-10R-512C, kami belum


memperoleh bukti-bukti terkait PPN. Dimana sesuai dengan peraturan
perpajakan sebagaimana diuraikan di atas, PT DI seharusnya memungut
PPN sebesar 10% senilai USD91,541.28 dari total nilai PO USD915.412,80

5. Pembayaran total senilai USD915.412.80 tersebut dicatat dalam Neraca


sebagai Uang Muka Penjualan (P61).

B. Hal – hal yang tidak disepakati sesuai Purchase Order :

LHA-IMPL.PAJAK Page 4
1. PT MWM tidak melaksanakan kewajibannya yaitu membayar PPN sesuai
Order Acknowledgement (OA) No. OA/141/CI4000/11/2009, tanggal
20 November 2009, yang menyebutkan bahwa nilai PO belum termasuk
pajak.
2. Dalam dokumen CI (manual) bagian penagihan tidak mencantumkan
kewajiban PT MWM atas PPN sebesar 10%.

C. Potensi Resiko terhadap PT DI


1. Perusahaan tidak membuat faktur pajak dan tidak melaporkan PPN keluaran
tepat waktu sehingga berpotensi kerugian sebesar :
 PPN Terutang:
10% x USD915.412,80 = USD91.541,28
 Bunga (pasal 13 ayat 2 KUP) sebesar 2% per
bulan dari PPN terutang yaitu:
2% x 12 bulan x USD91.541,28 = USD21.969,91
2. Bunga (pasal 14 ayat 4 KUP) sebesar 2% dari
DPP: = USD18.308,26
2% x USD915.412,80
 Sanksi admininstrasi (pasal 13 ayat 3 huruf c
KUP) sebesar 100% dari PPN terutang:
100% x 91.541,28 = USD91.541,28
Total yang harus dibayar oleh PT DI = USD223.360,73
Catatan: perhitungan kewajiban pajak diatas dengan asumsi PT DI tidak melakukan
pembetulan atas SPT Masa s/d audit pajak dilakukan (keluar SKPKB) pada Desember 2010.

2. Dengan dibuatnya CI secara manual menyebabkan penyajian informasi


piutang usaha dan uang muka penjualan dalam Laporan Keuangan tidak
akurat. Sampai dengan laporan ini dikeluarkan, posisi Uang Muka Penjualan
PT MWM masih tercatat senilai USD915.412,80. Hal ini terkesan PT DI masih
mempunyai kewajiban kepada PT MWM atas barang (engine) yang belum
diserahkan.

D. Saran dan Rekomendasi


1. Untuk transaksi penjualan barang/jasa kena pajak yang sesuai dengan
ketentuan perpajakan dibebaskan dari PPN maka pihak customer harus
menyerahkan dokumen SKB PPN sebelum barang/jasa kena pajak
diserahkan.
2. Direktorat Aircraft Integration cq. Manager Dukungan Usaha agar segera
menindaklanjuti kewajiban PT MWM terkait PPN, mengingat pembayaran
dan penyerahan ke 2 (dua) unit engine tersebut sudah dilakukan + 8 bulan
yang lalu.
3. CI yang dibuat secara manual sedapat mungkin dihindarkan sehingga
memudahkan pengendalian serta prestasi Direktorat Aircraft Integration
berupa penjualan barang dan atau jasa tidak terlambat dibukukan.

LHA-IMPL.PAJAK Page 5
4. Direktorat Aircraft Integration agar segera membuat CI secara sistem
sehingga Uang Muka Penjualan dari PT MWM yang saat masih tercatat
sebagai hutang di neraca senilai USD915.412.80 dapat segera diselesaikan.

Demikian Laporan Hasil Audit ini kami sampaikan. Atas perhatiannya kami ucapkan terima
kasih.

Bandung, Agustus 2010


Satuan Pengawasan Intern,
Kepala,

SUKATWIKANTO

Tembusan Yth :
 Bapak Direktur Utama (sebagai laporan).

LHA-IMPL.PAJAK Page 6

Anda mungkin juga menyukai