Anda di halaman 1dari 30

TUTORIAL

ILEUS OBSTRUKTIF

Dosen Pembimbing :

dr. Winoto Hardjolukito,Sp.B

Disusun Oleh :
Sanda Subrata H. (2015730117)
Endatika R. Widyaningtias (2015730038)
Kisi Anandita (2015730073)
Lutfiroh Hayati (2015730079)

KEPANITERAN KLINIK ILMU BEDAH

RUMAH SAKIT ISLAM JAKARTA CEMPAKA PUTIH

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

PERIODE 28 DESEMBER 2020 – 21 FEBRUARI 2021


KATA PENGANTAR
 

AssalamualaikumWr. Wb.

Alhamdulillah, Segala puji bagi Allah SWT yang maha kuasa dan maha
penyayang. Shalawat dan salaam kepada Rasulullah Muhammad SAW yang membawa kita
dari waktu yang paling gelap ke dalam cahaya .

Penulis juga ingin menyampaikan rasa terima kasih yang mendalam dan tulus bagi
mereka yang telah membimbing dalam menyelesaikan Laporan Tutorial yang berjudul “Ileus
Obstruktif” untuk memenuhi kriteria untuk menyelesaikan Program Profesi Medis di Internal
Medicine Department of Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih, Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Jakarta. 

Penulis berharap laporan ini bermanfaat dan menambah dimensi pengetahuan bagi
penulis itu sendiri, mahasiswa profesi kedokteran, dan siapa pun yang tidak pernah berhenti
belajar.

Penulis mengakui dalam proses pembuatan laporan ini, ada banyak kesalahan dan jauh
dari sempurna, karena kesempurnaan hanya milik Allah SWT. Semua kritik dan saran
diperlukan agar penulis menjadi lebih baik dari diri kita sendiri dalam perjalanan ini untuk
menjadi pembelajar seumur hidup.

WassalamualaikumWr. Wb

Jakarta, 2 Januari 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI

Contents
KATA PENGANTAR................................................................................................................2

DAFTAR ISI..............................................................................................................................3

BAB I..........................................................................................................................................4

PENDAHULUAN......................................................................................................................4

BAB III.......................................................................................................................................5

TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................................................5

I. Reumatoid Artritis...........................................................................................................5

A. Definisi.....................................................................................................................5

B. Epidemiologi............................................................................................................5

C. Etiologi.....................................................................................................................6

D. Faktor Risiko............................................................................................................7

E. Patogenesis...................................................................................................................8

F. Manifestasi Klinis......................................................................................................10

G. Diagnosis.......................................................................................................................12

H. Penatalaksanaan.............................................................................................................15

a. Terapi Non Faramokologi..........................................................................................15

b. Terapi Farmakologi....................................................................................................16

I. Prognosis.......................................................................................................................18

3
BAB I

PENDAHULUAN
Hambatan pasase usus dapat disebabkan oleh obstruksi lumen usus atau oleh
gangguan peristaltik. Obstruksi usus disebut juga obstruksi mekanik. Obstruksi mekanik
dapat disebabkan karena adanya lesi pada bagian dinding usus, di luar usus maupun di
dalam lumen usus. Obstruksi usus dapat akut atau kronik, parsial atau total. Obstruksi
usus kronik biasanya mengenai kolon sebagai akibat adanya karsinoma. Sebagian besar
obstruksi justru mengenai usus halus : Ileus obstruktif merupakan kegawatan dalam
bedah abdominalis yang sering dijumpai dan merupakan 60% - 70% dari seluruh kasus
akut abdomen. Obstruksi total usus halus merupakan kegawatan yang memerlukan
diagnosa dini dan tindakan bedah darurat.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Markogiannakis et al, ditemukan


60% penderita yang mengalami ileus obstruktif rata – rata berumur sekitar 16 – 98
tahun dengan perbandingan jenis kelamin perempuan lebih banyak daripada laki – laki.

Terapi ileus obstruktif biasanya melibatkan intervensi bedah. Penentuan waktu


kritis tergantung atas jenis dan lama proses ileus obstruktif. Operasi dilakukan secepat
yang layak dilakukan dengan memperhatikan keadaan keseluruhan pasien.

4
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

I. Ileus Obstruksi

A. Anatomi dan Fisiologi


Usus halus memiliki memanjang dari pylorus sampai caecum. Dari susunan
tersebut, panjang terpanjang adalah ileum yaitu 150-160 cm, kemudian jejunum 100-
110 cm, dan duodenum 20 cm. Jejunum dan duodenum dibatasi oleh sudut
duodenojejunum, ditandai oleh adanya ligamentum Treitz. Batas antara ileum dan
jejunum tidak jelas, namun jejunum didefinisikan sebagai 2/5 bagian dari usus halus

dan ileum menyusun 3/5 sisanya.

Gambar 1. Bagian anterior usus halus dan usus besar.

Jejunum memiliki keliling lingkaran lebih panjang serta dinding lebih tebal
dibandingkan dengan ileum. Karakteristik lain dari jejunum adalah vasa recta yang
lebih panjang dan vaskularisasi tidak terlalu bercabang-cabang. Pada ileum, vasa recta
lebih pendek dan vaskular bercabang-cabang.

5
Gambar 2. Perbedaan jejunum dan ileum.

Mukosa usus halus terdiri dari lipatan mukosa yang disebut plika sirkularis.
Plika sirkularis membantu untuk membedakan usus halus dengan usus besar pada
radiografi. Pada permukaan mukosa usus halus juga dapat ditemukan folikel-folikel
limfoid yang disebut dengan plak Peyeri.

Usus halus diperdarahi oleh arteri dari cabang arteri celiaca dan mesenterika
superior. Duodenum diperdarahi oleh cabang arteria celiaca dan mesenterika superior,
sedangkan duodenum distal, jejunum, dan ileum berasal dari arteri mesenterika
superior. Drainase vena dari perdarahan tersebut menuju ke vena mesenterika

superior.

Gambar 3. Neovascular usus halus

Terdapat katup yang memisahkan ileum dengan kolon yang disebut dengan
katup ileocecal. Caecum, bagian proksimal usus besar, berbentuk seperti kantung
dengan diameter 7,5 cm dan panjang 10 cm. Caecum dapat terdistensi namun dilatasi
akut hingga mencapai diameter lebih dari 12 cm dapat menyebabkan nekrosis dan
perforasi dinding usus. Kolon asendens memiliki panjang 15 cm, lalu dilanjutkan oleh

6
kolon transversum dengan panjang 45 cm. Pada kolon transversum terdapat omantum
majus yang menggantung pada bagian superior kolon. Omentum ini berguna untuk
mencegah perlengketan luka dari dinding abdomen dengan usus setelah operasi.
Kolon desendens memiliki panjang 25 cm dan memiliki diameter lebih kecil dari
kolon asendens.

Usus besar diperdarahi oleh arteri ileocolic, yaitu memperdarahi caecum dan
apendiks. Arteri kolik kanan, cabang dari arteri mesenterika superior, memperdarahi
kolon asendes sampai fleksura hepatik dan membentuk kolateral dengan arteri
marginal. Cabang kiri dari arteri kolik media akan memperdarahi kolon transversum
dan bergabung dengan arteri kolik kiri. Arteri kolik kiri merupakan cabang dari arteri
mesenterika inferior. Cabang lain dari arteri mesenterika inferior adalah arteri sigmoid
dan arteri rektal superior, yang memperdarahi kolon sigmoid dan rektal berturut-turut.

Gambar 4. Arteri usus besar.

Drainase vena kolon asendens dan transversum proksimal adalah melalui vena
mesenterika superior. Vena ini akan bergabung dengan vena splenikum menjadi vena
portal. Drainase pembuluh darah pada bagian distal dari kolon transversum, kolon
desendens, sigmoid, dan rektum dilakukan oleh vena mesenterika inferior, yang
kemudian menuju vena splenikum.

Pada usus halus, terjadi proses pencernaan dan absorpsi nutrisi, terutama
karbohidrat, protein, dan lemak, air, elektrolit, dan mineral. Proses pencernaan

7
dimulai dari gaster dengan penghancuran materi padat menjadi partikel berukuran
setidaknya 1 mm. Makanan kemudian dibawa ke duodenum dan dicerna oleh enzim
pankreas, empedu, serta enzim lainnya.

Proses absorpsi sudah dimulai pada tahap ini melalui dinding usus halus.
Gambar 5 menunjukkan absorpsi nutrien di usus halus.

Gambar 5. Absorpsi nutrien di usus halus.

Makanan dapat berpindah di sepanjang usus karena adanya motilitas usus oleh
kontraksi otot-otot polos di sepanjang usus. Kontraksi tersebut menyebabkan makanan
dapat berpindah dengan kecepatan 1-2 cm/detik. Pola motilitas usus ini bervariasi
tergantung dari keadaan usus, yaitu dalam keadaan terisi atau puasa. Potensial
motilitas dimulai dari duodenum yang kemudian memicu kontraksi di sepanjang usus
halus untuk mobilisasi makanan. Pada keadaan puasa, usus dibersihkan oleh kontraksi
silial yang bergerak dengan arah menuju rektum setiap 75-90 menit. Kontraksi ini
diatur oleh sistem neural dan humoral. Sistem neural diatur oleh nervus vagal, saraf
simpatetik, dan parasimpatetik. Hormonal yang berperan terhadap pergerakan usus
halus adalah motilin.

Usus besar memiliki fungsi untuk menyerap kembali cairan, elektrolit, dan
energi yang masih terdapat dari sisa cerna usus halus. Usus besar menyerap cairan dari

8
sisa makanan yang dicerna di usus halus. Usus besar menyerap sekitar 10x lipat dari
jumlah cairan yang ada dan sisanya akan dibuang bersama dengan feses. Usus besar
juga menyerap kembali elektrolit terutama natrium. Usus juga memiliki motilitas yang
berfungsi untuk menggerakkan feses ke rektum.

Di usus besar, terdapat flora normal dalam jumlah banyak, yaitu sekitar 400
spesies dengan jumlah 1011 sampai 1012 sel per gram. Jumlah tersebut terdapat pada
50% massa feses. Bakteri tersebut mencerna protein yang terdapat di dalam usus dan
karbohidrat kompleks. Flora normal tersebut juga menjadi barrier fungsiongal dan
membantu menjaga integritas epitel serta berperan sebagai salah satu imunitas di usus
besar. Escherichia, Klebsiella, Proteus, Lactobacillus, dan enterokokus merupakan
jenis bakteri terbanyak sebagai flora normal usus besar.

B. Definisi
Obstruksi usus terjadi ketika pergerakan atau pasase isi usus tidak dapat terjadi
karena alasan apapun. Obstruksi ini dapat terjadi di usus halus, usus besar, karena
gangguan metabolisme, gangguan elektrolit, atau gangguan saraf berkaitan usus halus
dan usus besar. Obstruksi saluran pencernaan dibagi menjadi ileus obstruktif dan ileus
paralitik. Ileus obstruktif terjadi ketika adanya materi obstruktif yang menyumbat
usus, baik dari luar usus maupun dari dalam usus. Ileus paralitik, atau disebut juga
sebagai ileus fungsional atau pseudo-obstruksi, terjadi karena motilitas yang tidak
efektif dari usus tanpa adanya materi obstruktif yang mengganggu pasase isi usus.

Ileus obstruktif didefinisikan sebagai adanya blokade fisik pada lumen usus.
Pada ileus obstruktif parsial, terjadi penyempitan lumen usus namun pasase isi usus
masih terjadi. Sedangkan pada ileus obstruktif komplit, lumen usus menutup
sempurna sehingga tidak ada lagi isi usus yang dapat lewat.

Berdasarkan tipe obstruksinya, dibedakan menjadi simple, closed-loop, dan


strangulasi. Biasanya hal tersebut terjadi pada ileus obstruktif komplit. Simple berarti
obstruksi yang terjadi tidak disertai kegagalan vaskular dan usus dapat didekompresi
sebagai penanganannya. Pada obstruksi closed-loop, kedua ujung bagian segmen usus
yang terlibat mengalami obstruksi sehingga menyebabkan akumulasi sekresi usus dan
cairan dari segmen tersebut. Hal ini kemudian menyebabkan peningkatan tekanan
intraluminal dari segmen tersebut. Obstruksi closed-loop biasanya terjadi karena

9
adanya puntiran dari usus. Contoh obstruksi closed-loop adalah pada volvulus.
Obstruksi strangulasi terjadi ketika vaskular tidak lagi adekuat memperdarahi segmen
usus yang terlibat sehingga terjadi nekrosis transmural fokal atau segmental.

Jika belum terjadi nekrosis dan fungsi usus dapat kembali ke semula,
strangulasi yang terjadi disebut reversible. Jika sudah terjadi iskemik lalu kemudian
nekrosis transmural meskipun strangulasi sudah dilepaskan, disebut sebagai
irreversible.

C. Epidemiologi
Obstruksi mekanik usus halus merupakan kelainan dari usus halus yang paling
sering dioperasi. Walaupun penyebab dari mondisi obstruksi itu luas, namun letak
obstruksi bisa di bagi berdasarkan anatomi dinding intestinalnya :

1. Intraluminal (e.g., foreign bodies, gallstones, or meconium)

2. Intramural (e.g., tumors, Crohn's disease–associated inflammatory strictures)

3. Extrinsic (e.g., adhesions, hernias, or carcinomatosis)

Adhesi Intra-abdomen yang menjadi penyebab operasi abdomen mencapai 75


% dari semua kasus obstruksi usus halus. Lebih dari 300.000 pasien dioperasi setiap
tahunnya di US karena adanya obstruksi usu halus. Etiologi obstruksi usus halus yang
lebih jarang terjadi diantaranya ; hernia, keganasan, dan Crohn’s disease. Obstruksi
usus halus yang berhubungna dengan kanker biasanya disebabkan karena kompressi
eksternal atau invasi pada keganasan lanjut yang muncul pada organ diluar usus halus.

D. Etiologi

10
E. Klasifikasi
Klasifikasi Obstruksi Usus

Ada tiga jenis dasar obstruksi mekanik (2) sederhana, (2) strangulasi dan (3)
jenis gelung tertutup. Walaupun ia mempunyai banyak sifat yang sama, namun ma
sing-masingnya berbeda.

OBSTRUKSI SEDERHANA

Dalam obstruksi mekanik sederharu, masalahnya sekunder terhadap distensi


uzus dengan cairan dan gas. Walaupun dipikirkan sebelumnya bahwa suatu toksin
yang dibuat di dalam usus yang tersumbat menyebabkan gangguan dasar, namun
dalam tahun 19 12 Hartwell dan Hoguet memperlihatkan secara percobaan masalah
primemya kehilangan cairan dan elektrolit intralumen. Seperti diuraikan sebelumnya
usus halus merupakan tempat utama bagi penyerapan cairan dan ion. Sekitar 8 sampai
10 liter cairan per hari, yang mencakup cairan yang ditelan, saliva, getah lambung,
sekresi pancreas dan empedu serta sekresi usus halus, diserap melalui mukosa usus
halus. Cairan dalam aliran dua arah tetap melintasi permukaan mukosa. Sehingga
gerakan bersih air merupakan jurnlah penyerapan dari lumen dan sekresi ke dalam
lumen. Percobaan hewan memperlihatkan penunrnan penyerapan cairan dari lumen di
atas tempat obstruksi, tetapi tidak distal terhadapnya. Hal ini timbul cepat setelah
mulainya obstruksi (dalam beberapa jam), sementara sekresi tetap normal pada
mulanya. Tetapi sekresi cairan ke dalam lumen meningkat d,alam 24 sampai 48 jam
berikutnya untuk menghasilkan perolehan bersih cairan dan ion ke dalam uzus.

11
Peningkatan serupa dalam sekresi lumen telah terbukti pada manusia. Di samping
aliran masuk cairan ini, edema dinding uzus dengan ekzudasi cairan ke dalam cavitas
peritonealis timbul dengan kehilangan cairan lebih lanjut.

Gas yang ada di dalam usus halus mengandung 70 persen nitrogen, sekitar 10
persen oksigen dan karbon dioksida serta dalam jumlah lebih kecil metana dan
hidrogen. Nitrogen menunjukkan udara yang ditelan, sedangkan karbon dioksida
dibentuk di dalam lumen. Gas intralumen diserap menurut perbedaan konsentrasi
diferensialnya di dalam plasma, udara dan lumen. Sehingga karbon dioksida berdifusi
cepat keluar dari lumen usus, sedangkan nitrogen tetap tinggal. Persiapan percobaan
telah memperlihatkan bahwa udara dalam jumlah besar ada di dalam usus setelah
obstruksi mekanik sederhana, tetapi hanya sepertiga puluh (1/30) dari jumlah itu ada
di dalam jumlah uzus halus yang sama pada obstruksi gelung tertutup tanpa
kemungkinan memasukkan udara yang ditelan. Juga dalam hewan dengan obstruksi
uzus bersama fistula esophagus yang telah dipasang sebelumnya, sedikit gas yang
terlihat di dalam segmen usus yang terobstruksi. Bukti ini telah membawa peneliti
untuk berkesimpulan bahwa udara yang ditelan bertanggung jawab bagi sebagian
besar gas di dalam usus yang terdistensi. Penurunan jumlah udara yang ditelan
mengikuti pemasangan pisa isap nasogaster.

Segera setelah timbulnya obstruksi mekanik, distensi timbul tepat proksimal


dan menyebabkan muntah refleks. Setelah ia mereda, peristalsis melawan obstruksi
timbul dalam usaha mendorong isi usus melewatinya. Peristalsis demikian
menyebabkan nyeri episodik kram dengan masa relatif tanpa nyeri di antara episode.
Gelombang peristaltik lebih sering, yang timbul setiap 3 sampai 5 menit di dalam
jejunum dan setiap l0 menit di dalam ileum. Ia mungkin berhubungan dengan
perbedaan frekuensi relatif dalam BER di dalam bagian usus halus ini. Aktivitas
peristaltik mendorong udara dan cairan melalui gelung usus, yang menyebalkan
gambaran auskultasi khas terdengar dalam obstruksi mekanik. Dengan berlanjuthyu
obstruksi, -maka aktivitas peristaltik menjadi lebih jarang dan akhirnya tak ada. Ia
berhubungan dengan refleks intestino-intestinalis inhibisi yang mengikuti, bila usus
proksimal terdistensi dengan cairan dari udara. Distensi demikian dan refleks inhibisi
yang dimulainya, membentuk lingkaran setan yang berlanjut sampai keseluruhan uzus
proksimal obstruksi terlibat. Karena usus menjadi terdistensi, maka diikuti stasis isi
usus; rangkaian ini menyebabkan pembiakan bakteri yang cepat dan pertumbuhan

12
berlebihan. Pada obstruksi sederhana, ada sedikit efek merusak karena sawar mukosa
yang melawan bakteri demikian dan toksinnya tetap utuh.

Jika obstruksi kontinu dan tak diterapi, maka kemudian timbul muntah dan
mulainya tergantung atas tingkat obstruksi. Obstruksi dalam usus lebih proksimal
rnenyebabkan muntah lebih dini dengan distensi usus relatif sedikit. Di samping
kehilangan aii, natrium, klorida dan kalium, kehilangan asam lambung dengan
konsentrasi ion hidrogennya yang tinggi menyebabkan alkalosis metabolik. Dalam
usus halus lebih distal atau dalam obstruksi colon, muntah bisa muncul lambat (ika
ada). Bila ia timbul, biasanya kehilangan isotonik dengan plasma. Dalam ringkasan,
gejala sisa obstruksi usus mekanik sederhana muncul dari kehilangan cairan ekstrasel.
Ia menyebabkan penurunan volume intravaskular, hemokonsentrasi dan oliguria atau
anuria. Jika terapi tidak diberikan dalam perjalanan klinik, maka dapat timbul
azotemia, penurunan curahjantung, hipotensi dan syok.

OBSTRTUKSI STRANGULATA

Obstruksi strangulata suatu obstruksi mekanik dengan sirkulasi terancam pada


usus yang terlibat. Obstruksi demikian mencakup volvulus, pita lekat. hernia dan
distensi. Di samping cairan dan gas yang mendistensi lumen dalam obstruksi
sederhana, dengan strangulasi ada juga gerakan darah dan plasma ke dalam lumen dan
dinding usus. Plasma bisa juga dieksudasi dari sisi serosa dinding uzus ke dalam
cavitas peritonealis. Mukosa usus yang normalnya bertindak sebagai sawar bagi
penyerapan bakteri dan produk toksiknya, merupakan bagian dinding usus paling
sensitif terhadap perubahan dalam aliran darah. Dengan strangulasi me manjang,
timbul iskemi dan sawar rusak. Bakteri (bersama dengan endotoksin dan eksotoksin)
bisa masuk melalui dinding usus ke dalam cavitas peritonealis. Pada penelitian hewan,
mekanisme ini telah diperlihatkan sentral bagi gejala sisa klinik yang parah yang
terlihat dalam obstruksi strangulata. Di samping itu kehilangan darah dan plasma
maupun air ke dalam lumen usus cepat menimbulkan syok. Jika ke;adian ini tidak
dinilai dini, maka ia dapat cepat menyebabkan kematian pasien.

OBSTRUKSI GELUNG TERTUTUP

13
Obstruksi gelung tertutup timbul, bila jalan manrk dan jalan keluar zuatu
gelung usus tersumbat. Jenis obstruksi ini menyimpan lebih banyak bahaya di
bandingkan kebanyakan obstruksi, karena ia berlanjut ke strangulasi dengan cepat
serta sebelum terbukti tanda klinik dan gejala obstruksi. Penyebab obstruksi gelung
tertutup mencakup pila lekat melintasi suatu gelung usus, volvulus atau distensi
sederhana. Pada keadaan terakhir ini, sekresi ke dalam gelung tertutup dapat
menyebabkan peningkatan cepat tekanan intralumen, yang menyebabkan obstruksi
aliran keluar vena. Ancaman vaskular demikian menyebabkan progresivitas cepat
gejala sisa yang diuraikan bagi obstruksi strangulata.

OBSTRUKSI COLON

Obstruksi colon biasanya kurang akut (kecuali bagi volvulus) dibandingkan


obstruksi usus halus. Karena colon .terutama bukan organ pensekresi cairan dan hanya
menerima sekitar 500 ml. cairan tiap hari melalui valva ileocaecalis, maka tidak
timbul penumpukan cairan yang cepat. Sehingga dehidrasi cepat bukan zuatu bagian
sindroma yang berhubungan dengan obstruksi colon. Bahaya paling mendesak dalam
obstruksi itu karena distensi. Jika valva ileocaecalis inkompeten maka colon
terdistensi dapat didekompresi ke dalam usus halus. Tetapi jika valva ini kompeten,
maka colon terobstruksi membentuk gelung tertutup dan distensi kontinu
menyebabkan ruptura pada tempat berdiameter terlebar, biasanya caecum. Ia
didasarkan atas huhtm Laplace, yang mendefinisikan tegangan di dalam dinding organ
tubular pada tekanan tertentu apa pun berhubungan langsung dengan diameter tabung
itu. Sehingga karena diameter terlebar colon di dalam caecum, maka ia area yang
biasanya pecah pertama.

F. Patogenesis
Patofisiologi Ileus Obstruksi

Pada awal perjalanan obstruksi, motilitas usus dan aktivitas kontraktil


meningkat dalam upaya mendorong isi luminal melewati titik obstruksi. Peningkatan
gerakan peristaltik yang terjadi pada awal perjalanan obstruksi usus terjadi di atas dan
di bawah titik obstruksi, sehingga menyebabkan ditemukannya diare yang mungkin
menyertai obstruksi usus halus parsial atau bahkan lengkap pada periode awal.

14
Kemudian selama obstruksi, usus menjadi lelah dan melebar, dengan kontraksi
menjadi lebih jarang dan kurang intens.

Saat usus membesar, air dan elektrolit terakumulasi di intraluminus dan di


dinding usus itu sendiri. Kehilangan cairan ruang ketiga yang masif ini menyebabkan
dehidrasi dan hipovolemia. Efek metabolik dari kehilangan cairan tergantung pada
tempat dan durasi obstruksi. Dengan obstruksi proksimal, dehidrasi dapat disertai
dengan hipokloremia, hipokalemia, dan alkalosis metabolik yang berhubungan dengan
peningkatan muntah. Obstruksi distal pada usus halus dapat menyebabkan cairan usus
dalam jumlah besar masuk ke dalam usus; namun, kelainan pada kadar elektrolit
serum biasanya tidak terlalu dramatis. Oliguria, azotemia, dan hemokonsentrasi dapat
menyertai dehidrasi. Hipotensi dan syok bisa terjadi. Konsekuensi lain dari obstruksi
usus termasuk peningkatan tekanan intraabdomen, penurunan aliran balik vena, dan
peninggian diafragma, mengganggu ventilasi. Faktor-faktor ini dapat memperkuat
efek hipovolemia lebih lanjut.

Ketika tekanan intraluminal meningkat di usus, penurunan aliran darah


mukosa dapat terjadi. Perubahan ini terutama terlihat pada pasien dengan obstruksi
loop tertutup, di mana tekanan intraluminal yang lebih besar tercapai. Obstruksi loop
tertutup, yang umumnya disebabkan oleh bengkokan usus, dapat berkembang menjadi
oklusi arteri dan iskemia jika tidak ditangani dan berpotensi menyebabkan perforasi
usus dan peritonitis.

Dengan tidak adanya obstruksi usus, jejunum dan ileum proksimal hampir
steril. Dengan obstruksi, bagaimanapun, flora usus halus berubah secara dramatis,
baik pada jenis organisme (paling umum Escherichia coli, Streptococcus faecalis, dan
Klebsiella spp.) Dan jumlahnya, dengan organisme mencapai konsentrasi 109-1010 /
mL. Penelitian telah menunjukkan peningkatan jumlah bakteri asli yang berpindah ke
kelenjar getah bening mesenterika dan bahkan organ sistemik. Namun, pentingnya
translokasi bakteri ini secara keseluruhan dalam perjalanan klinis belum sepenuhnya
ditentukan.

Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang menyeluruh sangat penting untuk


menegakkan diagnosis dan pengobatan pasien dengan obstruksi usus. Pada
kebanyakan pasien, riwayat yang cermat dan pemeriksaan fisik dilengkapi dengan
foto polos abdomen diperlukan untuk menegakkan diagnosis dan menyusun rencana

15
pengobatan. Studi radiografi yang lebih canggih mungkin diperlukan pada pasien
tertentu yang diagnosis dan penyebabnya tidak pasti. Namun, pemindaian tomografi
(CT) perut seharusnya tidak menjadi titik awal dalam pemeriksaan pasien dengan
obstruksi usus.

G. Gejala dan Tanda Obstruksi Usus


Gejala utama obstruksi usus meliputi nyeri kolik perut, mual, muntah, perut
kembung, dan gagal buang air besar dan feses (obstipasi). Gejala-gejala ini mungkin
berbeda dengan lokasi dan durasi obstruksi. Nyeri perut kram yang khas yang
berhubungan dengan obstruksi usus terjadi pada paroksismus dengan interval 4
sampai 5 menit dan lebih jarang terjadi dengan obstruksi distal. Mual dan muntah
lebih sering terjadi dengan obstruksi yang lebih tinggi dan mungkin satu-satunya
gejala pada pasien dengan saluran keluar lambung atau obstruksi usus tinggi.
Obstruksi yang terletak di distal dikaitkan dengan lebih sedikit emesis; Gejala awal
dan paling menonjol adalah kram perut. Distensi abdomen terjadi saat obstruksi
berlangsung dan usus bagian proksimal menjadi semakin melebar. Obstipasi adalah
perkembangan selanjutnya. Harus ditegaskan kembali bahwa pasien, terutama pada
tahap awal obstruksi usus, mungkin berhubungan dengan riwayat diare sekunder
akibat peningkatan peristaltik. Oleh karena itu, hal penting yang perlu diingat adalah
bahwa obstruksi usus lengkap tidak dapat dikesampingkan berdasarkan riwayat buang
air besar. Karakter muntah juga penting untuk didapatkan dalam anamnesis. Saat
obstruksi menjadi lebih lengkap dengan pertumbuhan bakteri yang berlebihan,
muntahan menjadi lebih fekulen, menandakan obstruksi usus yang terlambat dan
mapan.

Pasien dengan obstruksi usus mungkin datang dengan takikardia dan hipotensi,
yang menunjukkan adanya dehidrasi berat. Demam menunjukkan kemungkinan
tercekik. Pemeriksaan perut menunjukkan perut buncit, dengan jumlah distensi agak
tergantung pada tingkat obstruksi. Bekas luka bedah sebelumnya harus diperhatikan.
Pada awal perjalanan obstruksi usus, gelombang peristaltik dapat diamati, terutama
pada pasien kurus, dan auskultasi abdomen dapat menunjukkan bising usus yang
hiperaktif dengan desiran yang terdengar terkait dengan gerak peristaltik yang kuat
(borborygmi). Di akhir perjalanan obstruktif, suara usus minimal atau tidak ada yang
dicatat. Nyeri perut ringan mungkin ada, dengan atau tanpa massa yang teraba;

16
namun, nyeri lokal, rebound, dan pelindung menunjukkan peritonitis dan
kemungkinan strangulasi. Pemeriksaan yang cermat harus dilakukan untuk
menyingkirkan hernia yang ditahan di selangkangan, segitiga femoralis, dan foramen
obturator. Pemeriksaan rektal harus dilakukan untuk menilai massa intraluminal dan
untuk memeriksa tinja untuk darah samar, yang mungkin merupakan indikasi
keganasan, intususepsi, atau infark.

H. Diagnosis
Diagnosis ileus obstruktif tidak sulit; salah satu yang hampir selalu harus
ditegakkan atas dasar klinik dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik, kepercayaan atas
pemeriksaan radiologi dan pemeriksaan laboraorium harus dilihat sebagai konfirmasi
dan bukan menunda mulainya terapi yang segera. Diagnosa ileus obstruktif diperoleh
dari :

1. Anamnesis
Pada anamnesis ileus obstruktif usus halus biasanya sering dapat ditemukan
penyebabnya, misalnya berupa adhesi dalam perut karena pernah dioperasi
sebelumnya atau terdapat hernia (Sjamsuhudajat & Jong, 2004). Pada ileus obstruktif
usus halus kolik dirasakan di sekitar umbilkus, sedangkan pada ileus obstruktif usus
besar kolik dirasakan di sekitar suprapubik. Muntah pada ileus obstruktif usus halus
berwarna kehijaun dan pada ileus obstruktif usus besar onset muntah lama.

2. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
Dapat ditemukan tanda-tanda generalisata dehidrasi, yang mencakup kehilangan
turgor kulit maupun mulut dan lidah kering. Pada abdomen harus dilihat adanya
distensi, parut abdomen, hernia dan massa abdomen. Inspeksi pada penderita yang
kurus/sedang juga dapat ditemukan “darm contour” (gambaran kontur usus)
maupun “darm steifung” (gambaran gerakan usus), biasanya nampak jelas pada
saat penderita mendapat serangan kolik yang disertai mual dan muntah dan juga
pada ileus obstruksi yang berat. Penderita tampak gelisah dan menggeliat sewaktu
serangan kolik.

17
b. Palpasi dan perkusi
Pada palpasi didapatkan distensi abdomen dan perkusi Hipertympani yang
menandakan adanya obstruksi. Palpasi bertujuan mencari adanya tanda iritasi
peritoneum apapun atau nyeri tekan, yang mencakup ‘defance muscular’
involunter atau rebound dan pembengkakan atau massa yang abnormal.

c. Auskultasi
Pada ileus obstruktif pada auskultasi terdengar kehadiran episodik gemerincing
logam bernada tinggi dan gelora (rush’) diantara masa tenang. Tetapi setelah
beberapa hari dalam perjalanan penyakit dan usus di atas telah berdilatasi, maka
aktivitas peristaltik (sehingga juga bising usus) bisa tidak ada atau menurun parah.
Tidak adanya nyeri usus bisa juga ditemukan dalam ileus paralitikus atau ileus
obstruktif strangulata.

Bagian akhir yang diharuskan dari pemeriksaan adalah pemeriksaan rectum


dan pelvis. Pada pemeriksaan colok dubur akan didapatkan tonus sfingter ani biasanya
cukup namun ampula recti sering ditemukan kolaps terutama apabila telah terjadi
perforasi akibat obstruksi. Mukosa rectum dapat ditemukan licin dan apabila
penyebab obstruksi merupakan massa atau tumor pada bagian anorectum maka akan
teraba benjolan yang harus kita nilai ukuran, jumlah, permukaan, konsistensi, serta
jaraknya dari anus dan perkiraan diameter lumen yang dapat dilewati oleh jari. Nyeri
tekan dapat ditemukan pada lokal maupun general misalnya pada keadaan peritonitis.
Kita juga menilai ada tidaknya feses di dalam kubah rektum. Pada ileus obstruktif
usus feses tidak teraba pada colok dubur dan tidak dapat ditemukan pada sarung
tangan. Pada sarung tangan dapat ditemukan darah apabila penyebab ileus obstruktif
adalah lesi intrinsik di dalam usus (Sjamsuhidajat & Jong, 2005).

Diagnosis harus terfokus pada membedakan antara obtruksi mekanik dengan


ileus; menentukan etiologi dari obstruksi; membedakan antara obstruksi parsial atau
komplit dan membedakan obstruksi sederhana dengan strangulasi. Hal penting yang
harus diketahui saat anamnesis adalah riwayat operasi abdomen (curiga akan adanya
adhesi) dan adanya kelainan abdomen lainnya (karsinoma intraabdomen atau
sindroma iritasi usus) yang dapat membantu kita menentukan etiologi terjadinya
obstruksi. Pemeriksaan yang teliti untuk hernia harus dilakukan. Feses juga harus

18
diperiksa untuk melihat adanya darah atau tidak, kehadiran darah menuntun kita ke
arah strangulasi.

3. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium pada pasien yang diduga mengalami obstruksi
intestinal terutama ialah darah lengkap dan elektrolit, Blood Urea Nitrogen, kreatinin
dan serum amylase. Obstruksi intestinal yang sederhana tidak akan menyebabkan
perubahan pada hasil laboratorium jadi pemeriksaan ini tak akan banyak membantu
untuk diagnosis obsruksi intestinal yang sederhana. Pemeriksaan elektrolit dan tes
fungsi ginjal dapat mendeteksi adanya hipokalemia, hipokhloremia dan azotemia pada
50% pasien.

4. Pemeriksaan Radiologi
a. Foto polos abdomen (foto posisi supine, posisi tegak abdomen atau posisi
dekubitus) dan posisi tegak thoraks
Temuan spesifik untuk obstruksi usus halus ialah dilatasi usus halus
( diameter > 3 cm ), adanya air-fluid level pada posisi foto abdomen tegak, dan
kurangnya gambaran udara di kolon. Sensitifitas foto abdomen untuk mendeteksi
adanya obstruksi usus halus mencapai 70-80% namun spesifisitasnya rendah. Pada
foto abdomen dapat ditemukan beberapa gambaran, antara lain:

1) Distensi usus bagian proksimal obstruksi


2) Kolaps pada usus bagian distal obstruksi
3) Posisi tegak atau dekubitus: Air-fluid levels
4) Posisi supine dapat ditemukan :
a) distensi usus
b) step-ladder sign
5) String of pearls sign, gambaran beberapa kantung gas kecil yang berderet
6) Coffee-bean sign, gambaran gelung usus yang distensi dan terisi udara dan
gelung usus yang berbentuk U yang dibedakan dari dinding usus yang oedem.
7) Pseudotumor Sign, gelung usus terisi oleh cairan.(Moses, 2008)
Ileus paralitik dan obstruksi kolon dapat memberikan gambaran serupa
dengan obstruksi usus halus. Temuan negatif palsu dapat ditemukan pada
pemeriksaan radiologis ketika letak obstruksi berada di proksimal usus halus dan
ketika lumen usus dipenuhi oleh cairan saja dengan tidak ada udara. Dengan

19
demikian menghalangi tampaknya air-fluid level atau distensi usus. Keadaan
selanjutnya berhubungan dengan obstruksi gelung tertutup. Meskipun terdapat
kekurangan tersebut, foto abdomen tetap merupakan pemeriksaan yang penting
pada pasien dengan obstruksi usus halus karena kegunaannya yang luas namun
memakan biaya yang sedikit.

Dilatasi usus Step ledder sign

Herring bone appearance Coffee bean appearance

b. Enteroclysis
Enteroclysis berfungsi untuk mendeteksi adanya obstruksi dan juga untuk
membedakan obstruksi parsial dan total. Cara ini berguna jika pada foto polos
abdomen memperlihatkan gambaran normal namun dengan klinis menunjukkan
adanya obstruksi atau jika penemuan foto polos abdomen tidak spesifik. Pada

20
pemeriksaan ini juga dapat membedakan adhesi oleh karena metastase, tumor
rekuren dan kerusakan akibat radiasi. Enteroclysis memberikan nilai prediksi
negative yang tinggi dan dapat dilakukan dengan dua kontras. Barium merupakan
kontras yang sering digunakan. Barium sangat berguna dan aman untuk
mendiagnosa obstruksi dimana tidak terjadi iskemia usus maupun perforasi.
Namun, penggunaan barium berhubungan dengan terjadinya peritonitis dan
penggunaannya harus dihindari bila dicurigai terjadi perforasi.

c. CT-Scan
CT-Scan berfungsi untuk menentukan diagnosa dini atau obstruksi
strangulate dan menyingkirkan penyebab akut abdomen lain terutama jika klinis
dan temuan radiologis lain tidak jelas. CT-scan juga dapat membedakan penyebab
obstruksi intestinal, seperti adhesi, hernia karena penyebab ekstrinsik dari
neoplasma dan penyakit Chron karena penyebab intrinsik. Obstruksi ditandai
dengan diametes usus halus sekitar 2,5 cm pada bagian proksimal menjadi bagian
yang kolaps dengan diameter sekitar 1 cm. Tingkat sensitifitas CT scan sekitar 80-
90% sedangkan tingkat spesifisitasnya sekitar 70-905 untuk mendeteksi adanya
obstruksi intestinal.

d. CT enterography (CT enteroclysis)


Pemeriksaan ini menggantikan enteroclysis pada penggunaan klinis.
Pemeriksaan ini merupakan pilihan pada ileus obstruksi intermiten atau pada
pasien dengan riwayat komplikasi pembedahan (seperti tumor, operasi besar).
Pada pemeriksaan ini memperlihatkan seluruh penebalan dinding usus dan dapat
dilakukan evaluasi pada mesenterium dan lemak perinerfon. Pemeriksaan ini
menggunakan teknologi CT-scan dan disertai dengan penggunaan kontras dalam
jumlah besar. CT enteroclysis lebih akurat disbanding dengan pemeriksaan CT
biasa dalam menentukan penyebab obstruksi (89% vs 50%), dan juga lokasi
obstruksi (100% vs 94%).

e. MRI

Keakuratan MRI hampir sama dengan CT-scan dalam mendeteksi adanya


obstruksi. MRI juga efektif untuk menentukan lokasi dan etiologi dari obstruksi.
Namun, MRI memiliki keterbatasan antara lain kurang terjangkau dalam hal
transport pasien dan kurang dapat menggambarkan massa dan inflamasi.

21
I. Penatalaksanaan
Tatalaksana

a. Tatalaksana Non-Operatif
Manajemen obstruksi usus nonoperatif harus dipertimbangkan hanya pada
pasien dengan obstruksi usus tanpa komplikasi tanpa adanya peritonitis, leukositosis
progresif, atau gangguan perfusi dinding usus pada pencitraan. Jika diindikasikan,
pendekatan ini dilaporkan berhasil pada 62-85% pasien. Tingkat keberhasilan
kemungkinan dipengaruhi oleh pemilihan pasien, jenis obstruksi usus (lengkap versus
parsial), etiologi (misalnya, adhesi, hernia, atau neoplasma), dan ambang batas ahli
bedah untuk konversi ke manajemen operasi. Pasien yang berhasil ditangani secara
nonoperatif membutuhkan perawatan di rumah sakit yang lebih rendah dan
menghindari morbiditas atau pemulihan yang diperlukan oleh operasi. Beberapa
penelitian telah membandingkan hasil jangka panjang pasien dengan obstruksi usus
halus yang diobati secara nonoperatif versus operatif. Meskipun tingkat kekambuhan

22
mungkin lebih besar dengan manajemen nonoperatif, penulis menunjukkan bahwa
sekitar setengah dari pasien yang ditangani secara nonoperatif tidak pernah mengalami
obstruksi usus halus berulang.

Kontraindikasi absolut untuk penatalaksanaan nonoperatif termasuk dugaan


iskemia, obstruksi usus besar, obstruksi closed loop, hernia inkarserat atau strangulata,
dan perforasi. Dalam upaya untuk menentukan pasien dengan obstruksi usus halus
tanpa komplikasi yang dapat berhasil diobati nonoperatif, Chen dan rekan
menggunakan agen kontras yang larut dalam air (Urografin) yang diberikan secara
oral untuk mempelajari 116 pasien dengan obstruksi usus halus. Adanya bahan
kontras dalam lumen kolon dalam 8 jam setelah pemberian oral memiliki akurasi 93%
untuk memprediksi pasien mana yang akan mendapat manfaat dari terapi nonoperatif.
Dalam penelitian mereka, hanya 19% pasien dengan waktu transit usus halus lebih
dari 8 jam mengalami resolusi obstruksi dengan pengobatan nonoperatif. Salah satu
kriteria konversi ke pengobatan operatif adalah kegagalan kontras mencapai usus
besar dalam waktu 8 jam. Oleh karena itu, 81% tingkat kegagalan pada pasien yang
kontrasnya tidak pernah mencapai usus besar dalam waktu 8 jam setelah pemberian
mungkin tinggi secara artifisial berdasarkan desain penelitian. Kontraindikasi relatif
terhadap manajemen nonoperatif adalah obstruksi komplit, yaitu usus halus melebar
tanpa udara di usus bagian distal.

Penatalaksanaan awal pasien dengan obstruksi usus halus harus berfokus pada
resusitasi cairan agresif dan dekompresi nasogastrik pada lambung untuk mencegah
akumulasi lebih lanjut dari cairan dan udara usus; Selain itu, dekompresi nasogastrik
menurunkan potensi aspirasi dan Meredakan gejala muntah. Terapi ini harus
dilakukan pada semua pasien, baik yang dirawat secara operatif atau menjalani uji
coba manajemen nonoperatif. Darah harus dianalisis untuk konsentrasi elektrolit
serum, digolongkan dan diskrining untuk kemungkinan transfusi, dan bila perlu, gas
darah arteri harus dianalisis juga.

Terapi konservatif dalam bentuk dekompresi NG dan resusitasi cairan


sekarang umumnya direkomendasikan dalam penanganan awal obstruksi usus
noniskemik. Penatalaksanaan nonoperatif telah didokumentasikan berhasil pada 65%
sampai 81% pasien dengan obstruksi usus halus parsial. Dari mereka yang berhasil
diobati secara nonoperatif, hanya 5% sampai 15% telah dilaporkan memiliki gejala

23
yang tidak membaik secara substansial dalam waktu 48 jam setelah dimulainya terapi.
Oleh karena itu, kebanyakan pasien dengan obstruksi kecil parsial yang gejalanya
tidak membaik dalam waktu 48 jam setelah dimulainya terapi nonoperatif harus
dipertimbangkan untuk menjalani operasi.

Pasien dengan obstruksi usus biasanya mengalami dehidrasi dan kekurangan


natrium, klorida, dan kalium, memerlukan penggantian intravena (IV) cepat dengan
larutan garam isotonik seperti larutan Ringer laktat. Output urin harus dipantau
dengan pemasangan kateter Foley. Secara khusus, pada pasien yang mengalami
muntah berkepanjangan, kalium dan klorida harus diukur untuk mendiagnosis
hipokalemia, alkalosis hipokloremik dan diganti dengan tepat. Meskipun penggantian
kalium merupakan komponen penting dari terapi, pengisian elektrolit ini harus
dimulai hanya setelah fungsi ginjal dipastikan dengan output urin yang baik.
Resusitasi volume, penggantian elektrolit, dan pembentukan urin yang adekuat sangat
penting sebelum terapi operatif dilakukan. Pengukuran kadar elektrolit serial serta
hematokrit dan jumlah sel darah putih dilakukan untuk menilai kecukupan pemberian
cairan. Karena kebutuhan cairan yang besar, beberapa pasien, terutama pasien yang
lebih tua, mungkin memerlukan penilaian vena sentral dan, dalam kasus tertentu,
pemasangan kateter Swan-Ganz. Antibiotik spektrum luas diberikan sebagai
profilaksis oleh beberapa ahli bedah berdasarkan temuan yang dilaporkan dari
translokasi bakteri yang terjadi bahkan dalam obstruksi mekanik sederhana; Namun,
tidak ada bukti substansial yang mendukung penggunaan terapi antimikroba pada
pasien yang tidak diduga mengalami pertumbuhan bakteri berlebihan di usus halus.
Antibiotik diberikan sebelum operasi jika pasien membutuhkan pembedahan.

Selain resusitasi cairan IV, tambahan penting lainnya untuk perawatan suportif
pasien dengan obstruksi usus adalah suction nasogastrik. Pengisapan dengan selang
nasogastrik mengosongkan lambung, mengurangi bahaya aspirasi paru dari muntah
dan meminimalkan distensi usus lebih lanjut dari udara yang tertelan sebelum operasi.
Dekompresi nasogastrik pada pasien dengan obstruksi usus halus masih dianggap
standar perawatan.

Kebanyakan ahli bedah percaya bahwa dekompresi nasogastrik penting untuk


mencegah distensi usus lebih lanjut dari udara yang tertelan dan untuk membatasi
transit isi lambung. Selain itu, dekompresi nasogastrik juga membantu mencegah

24
aspirasi selama muntah dan saat induksi anestesi umum. Secara gejalanya, dekompresi
lambung membantu meredakan perut kembung dan dapat meningkatkan ventilasi pada
pasien dengan gangguan pernapasan.

b. Tatalaksana Operatif
Intervensi operasi segera wajib dilakukan pada pasien yang mengalami tanda
dan gejala yang menunjukkan obstruksi strangulata. Parameter ini termasuk demam,
takikardia, leukositosis, nyeri tekan lokal, nyeri perut terus menerus, dan peritonitis.
Kehadiran tiga dari tanda-tanda ini memiliki nilai prediksi 82% untuk obstruksi
strangulasi. Demikian pula, kehadiran salah satu dari empat tanda di atas memiliki
nilai prediksi mendekati 100% untuk obstruksi strangulata. Pada pasien yang
mengembangkan udara bebas, tanda-tanda obstruksi loop tertutup pada radiografi
abdomen, atau peritonitis kasar memerlukan eksplorasi operasi yang segera. Jika CT
menunjukkan bukti iskemia, seperti pneumatosis intestinalis, penebalan dinding usus,
gas vena portal, asites umum, atau tidak adanya peningkatan dinding usus, intervensi
operasi harus dipertimbangkan dengan kuat.Beberapa ahli bedah menganjurkan
intervensi operasi pada setiap pasien yang gagal menunjukkan perbaikan dalam waktu
48 jam setelah memulai terapi.

Prosedur operasi yang dilakukan untuk obstruksi usus halus bervariasi sesuai
dengan etiologi obstruksi. Misalnya, adhesi dilisis, tumor direseksi, dan hernia
dikurangi dan diperbaiki. Terlepas dari etiologi, usus yang terkena harus diperiksa,
dan usus yang tidak dapat hidup harus direseksi. Kriteria yang menunjukkan viabilitas
adalah warna normal, peristaltik, dan pulsasi arteri marginal. Biasanya, inspeksi visual
saja sudah cukup untuk menilai usus. Dalam beberapa kasus, probe Doppler dapat
digunakan untuk memeriksa aliran pulsatil ke usus, dan perfusi arteri dapat
diverifikasi dengan memvisualisasikan pewarna fluorescein yang diberikan secara
intravena di dinding usus di bawah penerangan ultraviolet. Secara umum, jika pasien
stabil secara hemodinamik, usus yang pendek dengan viabilitas yang dipertanyakan
harus direseksi, dan anastomosis primer dari sisa usus harus dilakukan. Namun, jika
viabilitas sebagian besar usus dipertanyakan, upaya bersama untuk memelihara
jaringan usus harus dilakukan. Dalam situasi seperti itu, usus dengan kelangsungan
hidup yang tidak pasti harus dibiarkan utuh dan pasien dieksplorasi kembali dalam 24

25
sampai 48 jam dalam operasi "pemeriksaan kedua". Pada saat itu, reseksi definitif
usus nonviable selesai.

Pasien dengan obstruksi usus sekunder akibat adhesi dapat diobati dengan lisis
adhesi. Perhatian yang baik harus digunakan dalam penanganan usus untuk
mengurangi trauma serosal dan untuk menghindari diseksi yang tidak perlu dan
enterotomi yang tidak disengaja.

Hernia strangulata dapat ditangani dengan reduksi manual segmen usus yang
mengalami hernia dan penutupan defek. Perawatan pasien dengan obstruksi dan
riwayat tumor ganas bisa sangat menantang. Pada pasien dengan metastasis luas,
penatalaksanaan nonoperatif, jika berhasil, biasanya merupakan jalan terbaik; namun,
hanya sebagian kecil kasus obstruksi lengkap yang berhasil ditangani secara
nonoperatif. Dalam kasus ini, bypass usus dari lesi yang menghalangi, dengan cara
apapun, mungkin menawarkan pilihan terbaik daripada operasi yang panjang dan
rumit yang mungkin memerlukan reseksi usus.

Obstruksi sekunder akibat penyakit Crohn akan sering sembuh dengan


manajemen konservatif jika obstruksi akut. Jika penyempitan fibrotik kronis adalah
penyebab obstruksi, reseksi usus atau striktureplasti mungkin diperlukan. Pasien
dengan abses intraabdomen dapat muncul dengan cara yang tidak dapat dibedakan
dari pasien dengan obstruksi usus mekanis. CT sangat berguna dalam mendiagnosis
penyebab obstruksi pada pasien ini; drainase perkutan pada abses mungkin cukup
untuk meredakan obstruksi, tetapi laparotomi dan pencucian perut mungkin
diperlukan untuk abses yang besar. Drainase laparoskopi juga merupakan pilihan
dalam kasus-kasus yang tidak dapat menerima drainase perkutan dengan panduan
gambar untuk pasien yang tidak mentolerir laparotomi.

Radiasi enteropati, sebagai komplikasi terapi radiasi untuk neoplasma maligna


panggul, dapat menyebabkan obstruksi usus. Sebagian besar kasus dapat diobati
nonoperatif dengan dekompresi dan kemungkinan kortikosteroid, terutama selama
keadaan akut. Dalam keadaan kronis, manajemen nonoperatif jarang efektif; akan
membutuhkan laparotomi, dengan kemungkinan reseksi usus yang diradiasi atau
bypass daerah yang terkena.

26
Pada saat eksplorasi, terkadang sulit untuk mengevaluasi viabilitas usus
setelah pelepasan strangulasi. Jika viabilitas usus dipertanyakan, segmen usus harus
dilepaskan seluruhnya dan ditempatkan dalam spons hangat yang dibasahi garam
selama 15 sampai 20 menit dan kemudian diperiksa kembali. Jika warna normal telah
kembali dan peristaltik terlihat jelas, aman untuk mempertahankan usus. Angiografi
infra merah intraoperatif untuk menentukan keberadaan usus iskemik telah
menunjukkan hasil yang menjanjikan, tetapi teknik ini saat ini tidak digunakan secara
klinis secara luas. Pendekatan lain untuk menilai viabilitas usus adalah apa yang
disebut laparotomi tampilan kedua 18 sampai 24 jam setelah prosedur awal.
Keputusan ini harus dibuat pada saat pengoperasian awal. Laparotomi tampilan kedua
diindikasikan dengan jelas untuk pasien yang kondisinya memburuk setelah operasi
awal.

J. Prognosis
Meskipun hasil studi individu bervariasi, antara 4 dan 34% pasien akan
mengalami obstruksi usus halus berulang terlepas dari modalitas penatalaksanaan.
Obstruksi berulang lebih sering terjadi pada pasien dengan adhesi multiple, rawat inap
sebelumnya untuk obstruksi usus halus, dan operasi panggul, kolon, dan rektal
sebelumnya. Angka kematian yang terkait dengan pembedahan untuk obstruksi akibat
hernia strangulata lebih tinggi, menyoroti perlunya intervensi segera pada kelompok
ini. Prognosis jangka panjang berhubungan dengan etiologi obstruksi. Angka
kematian perioperatif yang terkait dengan operasi untuk obstruksi usus halus
nonstrangulata kurang dari 5%, dengan sebagian besar kematian terjadi pada pasien
usia lanjut dengan komorbiditas yang signifikan.

I. Komplikasi

 Abses intra abdominal

 Sepsis

 Pneumonia aspirasi

 Short bowel syndrome

 Radang paru-paru

27
 Perforasi usus

 Kegagalan pernafasan

 Kebocoran anastomotik

 Gagal ginjal

 Kematian

28
BAB III

KESIMPULAN
Ileus obstruktif adalah kerusakan atau hilangnya pasase isi usus yang disebabkan oleh
sumbatanmekanik. Rintangan pada jalan isi usus akan menyebabkan isi usus terhalang dan
tertimbun di bagian proksimal dari sumbatan, sehingga pada daerah proksimal tersebut akan
terjadi distensiatau dilatasi usus.Adhesi, hernia, dan tumor mencakup 90% etiologi kasus
obstruksi mekanik usus halus. Adhesidan hernia jarang menyebabkan obstruksi pada colon.
Penyebab tersering obstruksi pada colonadalah kanker, diverticulitis, dan volvulus.

Adhesi dapat timbul karena operasi yang sebelumnya, atau peritonitis setempat atau
umum. Pitaadhesi timbul diantara lipatan usus dan luka dan situs operasi. Adhesi ini dapat
meyebabkanobstruksi usus halus dengan menyebabkan angulasi akut dan kinking, seringnya
adhesi ini timbul beberapa tahun setelah operasi. Hal ini dikarenakan teknik operasi yang
salah atau terlalu banyak trauma pada usus sewaktu operasi sehingga usus rusak dan
terbentuk jaringan parut yang dapatmengalami penyempitan.Bahkan teknik pembedahan yang
baik pun tidak dapat selalu mencegah pembentukan adhesi.

Jadi, sebagai metode tambahan, banyak ahli bedah telah menggunakan adhesion
barriers sebagai pencegahan terjadinya adhesi pada bedah abdomen dan pelvis.

29
DAFTAR PUSTAKA
1. 1. Harris JW, Evers BM. Small intestine. Dalam: Townsend CM, Beauchamp RD,
Evers BM, Mattox KL, penyunting. Sabiston Textbook of Surgery. Edisi kedua
puluh. Philadelphia: Elsevier; 2017.

2. 2. Tavakkoli A, Ashley SW, Zinner MJ. Small intestine. Dalam: Brunicardi FC,
Andersen DK, Billiar TR, Dunn DL, Hunter JG, Matthews JB, dkk, penyunting.
Schwartz’s Principles of Surgery. Edisi kesebelas. New York: McGraw-Hill;
2019.

3. 3. Sclabas GM, Sarosi GA, Khan S, Saar MG, Behrns KE. Small bowel
obstruction. Dalam: Zinner MJ, Ashley SW, penyunting. Maingot’s Abdominal
Operations. Edisi kedua belas. New YorkL McGraw-Hill; 2013.

4. Bickle IC, Kelly B. 2002. Abdominal X Rays Made Easy: Normal Radiographs.
studentBMJ April 2002;10:102-3
5. Moore Keith L., Dalley Arthur F., Agur Anne M.R.. 2014. Clinically Oriented
Anatomy. 7th ed. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins. p 239-253

6. Eroschenko, V. P. 2003. Atlas Histologi di Fiore dengan Korelasi Fungsional (9


ed.). (D. Anggraini, T. M. Sikumbang, Eds., & J. Tambayong, Trans.) Jakarta:
EGC
7. Evers, B. M. 2004. Small Intestine. In T. c. al, Sabiston Textbook Of Surgery (17
ed., pp. 1339-1340). Philadelphia: Elseviers Saunders
8. Sjamsuhidajat. R, Jong WD. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2, Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC
9. Snell, Richard S. 2004. Clinical Anatomy for Medical Students, Fifth edition, New
York
10. Thompson, J. S. 2005. Intestinal Obstruction, Ileus, and Pseudoobstruction. In R.
H. Bell, L. F. Rikkers, & M. W. Mulholland (Eds.), Digestive Tract Surgery (Vol.
2, p. 1119). Philadelphia: Lippincott-Raven Publisher
11. Yates K. 2004. Bowel obstruction. In: Cameron P, Jelinek G, Kelly AM, Murray
L, Brown AFT, Heyworth T, editors. Textbook of adult emergency medicine. 2nd
ed. New York: Churchill Livingstone. p.306-9

30

Anda mungkin juga menyukai