Anda di halaman 1dari 44

Visi

Pada tahun 2028 menghasilkan perawat vokasi yang unggul dalam penerapan
keterampilan keperawatan lansia berbasis IPTEK Keperawatan.

MAKALAH
“ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN
HIPERTERMI DAN HIPOTERMI”

PROGRAM STUDI : Program D-III Keperawatan


MATA KULIAH : Keperawatan Medikal Bedah II
BEBAN STUDI : 3 SKS
KELAS : 2 Reguler B
PEMBIMBING : Dra. Ns Wartonah, S.Kep., M.M.

Disusun oleh kelompok 10 :


1. Yaasiqa Dwi Atmaja (P3.73.20.1.19.077)
2. Yosevphina Loka (P3.73.20.1.19.078)
3. Yuni Eka Ramadhani (P3.73.20.1.19.079)

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN JAKARTA III
TAHUN AJARAN 2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis sampaikan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
rahmat dan hidayah-NYA, sehingga makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan
Pada Pasien dengan Hipertermi dan Hipotermi” ini dapat terselesaikan tepat pada
waktunya.

Dalam penyusunan makalah ini tentunya tidak lepas dari bantuan dan bimbingan
dari berbagai pihak sehingga makalah ini dapat terselesaikan, untuk itu pada kesempatan
ini penulis mengucapka terima kasih kepada:

1. Tuhan Yang Maha Esa.


2. Ibu Dra. Ns Wartonah, S.Kep., M.M. selaku dosen pembimbing dan pengajar
mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah 2 di Jurusan Keperawatan Poltekkes
Kemenkes Jakarta 3
3. Kedua orang tua yang selalu memberi dukungan, baik moral maupun materil.
4. Teman-teman seperjuangan di Jurusan Keperawatan Poltekkes Jakarta 3 yang
selalu memberikan bantuan dan dukungan.

Harapan penulis semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan dapat
dijadikan. Dalam penyusuan makalah ini penulis menyadari masih terdapat banyak
kekurangan, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang
membangun dari pembaca.

Bekasi, Februari 2021

Tim Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................i

DAFTAR ISI......................................................................................................................ii

BAB I : PENDAHULUAN.................................................................................................1

1.1............................................................................................................................... Latar
belakang...............................................................................................................1
1.2............................................................................................................................... Rumusan
masalah.................................................................................................................2
1.3............................................................................................................................... Tujuan
makalah................................................................................................................2
1.4............................................................................................................................... Metode
penulisan..............................................................................................................2
1.5............................................................................................................................... Sistematika
penulisan..............................................................................................................3

BAB II : PEMBAHASAN..................................................................................................4

2.1 Definisi Thermoregulasi.......................................................................................4


2.2 Patofisiologi Gangguan Thermoregulasi..............................................................4
2.3 Sistem Pengaturan Suhu Tubuh...........................................................................6
2.4 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Suhu Tubuh..............................................7
2.5 Mekanisme Pengeluaran Panas............................................................................10
2.6 Macam-Macam Gangguan Termoregulasi...........................................................11
2.7 Penatalaksanaan Gangguan Termogulasi ............................................................12
2.8 Konsep Penyakit Hipertermi................................................................................13
2.9 Konsep Penyakit Hipotermi.................................................................................23
BAB III : Tinjauan Asuhan Keperawatan.............................................................28
3.1 Proses Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Termoregulasi : Hipertermi ...28
3.2 Proses Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Termoregulasi : Hipotermi.....34
BAB IV : PENUTUP................................................................................................39
4.1 Kesimpulan..........................................................................................................39
4.2 Saran.....................................................................................................................39
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................40

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kebutuhan dasar manusia merupakan hal yang penting dalam mempertahankan
kehidupan dan kesehatan. Hierarki kebutuhan manusia menurut Maslow adalah sebuah
teori yang dapat digunakan perawat untuk memahami hubungan antara kebutuhan dasar
manusia pada saat memberikan perawatan. Hierarki kebutuhan manusia mengatur
kebutuhan dasar dalam lima tingkatan prioritas. Tingkatan yang paling dasar atau yang
pertama meliputi kebutuhan fisiologis seperti oksigenasi, nutrisi, cairan, eliminasi,
temperatur, tempat tinggal dan seks.
Salah satu kebutuhan fisiologis yang harus dipertahankan oleh individu adalah
kebutuhan termoregulasi.), tubuh manusia dapat berfungsi secara normal hanya dalam
rentang temperatur yang terbatas atau sempit yaitu 370 C (98,60 F) ± 10 C. Temperatur
tubuh di luar rentang ini dapat menimbulkan kerusakan dan efek yang permanen seperti
kerusakan otak atau bahkan kematian. Secara sementara tubuh dapat mengatur temperatur
melalui mekanisme tertentu. Terpajan pada panas yang berkepanjangan dapat
meningkatkan aktivitas metabolik tubuh dan meningkatkan kebutuhan oksigen jaringan.
Pemajanan pada panas dan dingin yang lama dan berlebihan juga mempunyai efek
fisiologis yang khusus adalah peningkatan suhu tubuh (hipertermi) dan penurunan suhu
tubuh (hipotermi).
Hipertermia merupakan keadaan suhu tubuh seseorang yang meningkat diatas rentang
normalnya atau lebih dari 38,5˚C. Hipertermia terjadi karena pelepasan pirogen dari
dalam leukosit yang sebelumnya telah terangsang oleh pirogen eksogen yang dapat
berasal dari mikroorganisme atau merupakan suatu hasil reaksi imunologik yang tidak
berdasarkan suatu infeksi.
Hipotermia merupakan kondisi saat temperatur tubuh menurun drastis di bawah suhu
normal yang dibutuhkan oleh metabolisme dan fungsi tubuh, yaitu di bawah 35 derajat
Celsius. Kondisi ini harus mendapatkan penanganan segera, karena dapat menyebabkan
gangguan pada sistem saraf dan fungsi organ lain dalam tubuh. Selain itu, kondisi ini juga
iv
dapat berujung pada kegagalan sistem pernapasan, sistem sirkulasi (jantung), dan
kematian.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalahnya adalah:
1. Apakah definisi dari Thermoregulasi?
2. Bagaimanakah Patofisiologi Gangguan Thermoregulasi?
3. Bagaimanakan Sistem Pengaturan Suhu Tubuh?
4. Apa sajakah Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Suhu Tubuh?
5. Bagaimanakan Proses Mekanisme Pengeluaran Panas?
6. Apa sajakah Macam-Macam Gangguan Termoregulasi?
7. Bagaimanakah Penatalaksanaan Gangguan Termogulasi?
8. Bagaimanakah Konsep Penyakit Hipertermi?
9. Bagaimanakah Konsep Penyakit Hipotermi?

1.3 Tujuan Masalah


Tujuan penulisan makalah ini adalah:
1. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahai tentang Definisi Thermoregulasi;
2. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahai tentang Patofisiologi Gangguan
Thermoregulasi;
3. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahai tentang Pengaturan Suhu Tubuh;
4. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahai tentang Faktor – Faktor yang
Mempengaruhi Suhu Tubuh;
5. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahai tentang Mekanisme Pengeluaran Panas;
6. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahai tentang Macam-Macam Gangguan
Termoregulasi;
7. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahai tentang Penatalaksanaan Gangguan
Termogulasi;
8. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahai tentang Konsep Penyakit Hipertermi;
9. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahai tentang Konsep Penyakit Hipotermi.

1.4 Metode Penulisan

v
Dalam penulisan makalah penulis memilih studi ke perpustakaan online dengan
mencari buku elektronik yang menyangkut tentang kasus Asuhan Keperawatan Pada
Pasien Dengan Hipertermi Dan Hipotermi serta mencari data mengenai kasus tersebut
dari media komunikasi elektronik yakni internet. Kemudian kami mengolah data
dengan cara memilih data yang sesuai dan mendekati kebenaran.
1.5 Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan ini adalah sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Terdiri dari latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penulisan,
Metode Pemecahan Masalah, dan Sistematika Penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Terdiri dari Konsep dasar Thermoregulasi, Konsep Penyakit Hipertermi dan Konsep
Penyakit Hipotermi
BAB III TINJAUAN ASUHAN KEPERAWATAN
Tersiri dari Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Thermoregulasi : Hipertermi dan
Hipotermi.
BAB IV PENUTUP
Terdiri dari Kesimpulan dan Saran.

vi
BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar Suhu Tubuh (Termoregulasi)


a. Definisi Termoregulasi

Termogulasi adalah suatu pengatur fisiologis tubuh manusia mengenai keseimbangan


produksi panas dan kehilangan panas sehingga suhu tubuh dapat dipertahankan secara
konstan. Keseimbangan suhu tubuh diregulasi oleh mekanisme fisiologis dan perilaku.
Agar suhu tubuh tetap konstan dan berada dalam batasan normal, hubungan antara
produksi panas dan pengeluaran panas harus dipertahankan. Hubungan regulasi melalui
mekanisme kontrol suhu untuk meningkatkan regulasi suhu. Hipotalamus yang terletak
antara hemisfer serebral, mengontrol suhu tubuh sebagaimana kerja termostat dalam
rumah. Hipotalamus merasakan perubahan ringan pada suhu tubuh. Hipotalamus anterior
mengontrol pengeluaran panas, dan hipotalamus posterior mengontrol produksi panas.

Suhu adalah pernyataan tentang perbandingan (derajat) panas suatu zat. Dapat pula
dikatakan sebagai ukuran panas/dinginnya suatu benda. Temperatur adalah suatu subtansi
panas atau dingin. Sementara dalam bidang termodinamika suhu adalah suatu ukuran
kecenderungan bentuk atau sistem untuk melepaskan tenaga secara spontan. Suhu inti
(core temperature), yaitu suhu yang terdapat pada jaringan dalam, seperti kranial, toraks,
rongga abdomen, dan rongga pelvis. Suhu ini biasanya dipertahankan relative konstan
sekitar 37°C 1 °F kecuali seseorang yang mengalami demam. Suhu normal rata – rata
secara umum adalah 98,0 – 98,6 °F atau 0,6 °F lebih tinggi bila diukur per rektal.

b. Patofisiologi Gangguan Thermoregulasi

Sinyal suhu yang dibawa oleh reseptor pada kulit akan diteruskan kedalam otak
melalui traktus (jaras) spinotalamikus (mekanismenya hampir sama dengan sensasi
nyeri). Ketika sinyal suhu sampai tingkat medulla spinalis, sinyal akan menjalar dalam
kratus lissauer beberapa segmen diatas atau dibawah,selanjutnya akan berakhir terutama

vii
pada lamina I,II, dan III radiks dorsalis. Setelah mengalami percabangan melalui satu atau
lebih neuron dalam medulla spinalis, sinyal suhu selanjutnya akan dijalarkan ke serabut
termal asenden yang menyilang ke traktus sensorik anterolateral sisi berlawanan,dan akan
berakhir di tingkat retikular batang dan kompleks ventrobasal talamus. Beberapa sinyal
suhu tubuh pada kompleks ventrobasal akan diteruskan ke korteks somatosensorik.

Tempat pengukuran suhu inti yang paling efektif yaitu rektum, membran timpani,
esofagus, arteri pulmonal, kandung kemih, rektal. Suhu permukaan (surface
temperature).yaitu suhu tubuh yang terdapat pada kulit, jaringan subcutan, dan lemak.
Suhu ini biasanya dapat berfluktuasi sebesar 40-20°C. Suhu tubuh adalah perbedaan
antara jumblah panas yang dihasilkan tubuh dengan jumlah panas yang hilang ke
lingkungan luar. Panas yang dihasilkan-panas yang hilang = suhu tubuh.

Mekanisme kontrol suhu pada manusia menjaga suhu inti ( suhu jaringan dalam )
tetap konstan pada kondisi lingkungan dan aktivitas fisik yang ekstrem. Namun, suhu
permukaan berubah suatu aliran darah ke kuliat dan jumlah panas yang hilang ke
lingkungan luar. karena perubahan tersebut, suhu normal pada manusia berkisar dari 36 –
38°C (98,8 – 100,4°F). Pada rentang ini jaringan dan sel tubuh akan berfungsi secara
optimal. (poter & perry).

Suhu normal ini dipertahankan dengan imbangan yang tepat antara panas yang
dihasilkan dengan panas yang hilang dan hal ini dikendalikan oleh pusat pengaturan
panas didalam hipotalamus. Suhu tubuh diatur oleh hipotalamus yang terletak diantara
dua hemisfer otak. Fungsi hipotalamus adalah seperti termostat. Suhu yang nyaman
merupakan merupakan „set-point‟ untuk operasi sistem pemanas. Penurunan suhu
lingkungan akan mengaktifkan pemanas tersebut. Hipotalamus mendeteksi perubahan
kecil pada suhu tubuh. Hipotalamus anterior mengatur kehilangan panas, sedangkan
hipotalamus posterior mengatur produksi panas. Jika sel saraf di hipotalamus anterior
menjadi panas diluar batas titik pengaturan (set point), maka implus dikirimkan
kehilangan panas adalah keringat, vasodilatasi (pelebaran) pembuluh darah, dan
hambatan produksi panas. Tubuh akan mendistribusikan darah ke pembuluh darah
permukaan untuk menghilangkan panas.

Pusat pengatur panas dalam tubuh adalah hipotalamus, hipotalamus ini dikenal
sebagai termostat yang berada di bawah otak. Terdapat dua hipotalamus, yaitu
hipotalamus anterior yang berfungsi mengatur pembuangan panas dan hipotalamus

viii
posterior yang berfungsi mengatur upaya penyimpanan panas. Saraf- saraf yang terdapat
pada bagian preoptik hipotalamus anterior dan hipotalamus posterior memperoleh dua
sinyal yaitu :

 Berasal dari saraf perifer yang menghatarkan sinyal dari reseptor panas/dingin.
 Berasal dari suhu darah yang mempengaruhi bagian hipotalamus itu sendiri.

Termostat hipotalamus memiliki semacam titik kontrol yang disesuaikan untuk


mempertahankan suhu tubuh. Jika suhu tubuh turun sampai dibawah atau naik sampai di
titik ini, maka pusat akan memulai implus untuk menahan panas atau meningktakan
pengeluaran panas.

c. Pengaturan Suhu Tubuh

Sistem pengatur suhu tubuh terdiri atas tiga bagian yaitu: reseptor yang terdapat
pada kulit dan bagian tubuh yang lainnya, integrator didalam hipotalamus, dan efektor
sistem yang mengatur produksi panas dengan kehilangan panas. Reseptor sensori paling
banyak terdapat pada kulit. Kulit mempunyai lebih banyak reseptor untuk dingin dan
hangat dibanding reseptor yang terdapat pada organ tubuh lain seperti lidah, saluran
pernapasan, maupun organ visera lainnya. Bila kulit menjadi dingin melebihi suhu tubuh,
maka ada tiga proses yang dilakukan untuk meningkatkan suhu tubuh. Ketiga proses
tersebut yaitu mengigil untuk meningkatkan produksi panas, berkeringat untuk
menghalangi kehilangan panas, dan vasokontraksi untuk menurunkan kehilangan panas.

Selain reseptor suhu tubuh yang dimiliki kulit, terdapat reseptor suhu lain yaitu
reseptor pada inti tubuh yang merespon terhadap suhu pada organ tubuh bagian dalam,
seperti : visera abdominal, spinal cord, dan lain-lain. Thermoreseptor di hipotalamus lebih
sensitif terhadap suhu inti ini. Hipotalamus integrator sebagai pusat pengaturan suhu inti
berada di preoptik area hipotalamus. Bila sensitif reseptor panas di hipotalamus dirasang
efektor sistem mengirim sinyal yang memprakasai pengeluaran keringat dan vasodilatasi
perifer. Hal tersebut dimaksudkan untuk menurunkan suhu, seperti menurunkan produksi
panas dan meningkatkan kehilangan panas. Sinyal dari sensitif reseptor dingin di
hipotalamus memprakarsai efektor untuk vasokontriksi, menggigil, serta melepaskan
epineprin yang meningkatkan produksi panas. Hal tersebut dimaksudkan untuk
meningkatkan produksi panas dan menurunkan kehilangan panas. Bila system ini
dirangsang, maka seseorang secara sadar membuat penilaian yang cocok, misalnya

ix
menambah baju sebagai respon terhadap dingin, atau mendekati kipas angin bila
kepanasan.

d. Faktor – faktor yang mempengaruhi suhu tubuh


1. Usia
Pada bayi dan balita belum terjadi kematangan mekanisme pengaturan suhu
tubuh sehingga dapat terjadi perubahan suhu tubuh yang drastis terhadap
lingkungan. Pastikan mereka mengenakan pakaian yang cukup dan hindari
pajanan terhadap suhu lingkungan. Seorang bayi baru lahir dapat kehilangan 30%
panas tubuh melalui kepala sehingga ia harus menggunakan tutup kepala untuk
mencegah kehilangan panas. suhu tubuh bayi baru lahir antara 35,5–37,5°C.
Regulasi tubuh baru mencapai kestabilan saat pubertas. Suhu normal akan terus
menurun saat seseorang semakin tua. Para dewasa tua memiliki kisaran suhu
tubuh yang lebih rendah dibandingkan dewasa muda. Suhu oral senilai 35°C pada
lingkungan dingin cukup umum ditemukan pada dewasa tua. Namun rata - rata
suhu tubuh dari dewasa tua adalah 36°C. Mereka lebih sensitif terhadap suhu yang
ekstrem karena perburukan mekanisme pengaturan, terutama pengaturan
vasomotor (vasokontriksi dan vasodilatasi) yang buruk, berkurangya aktivitas
kelenjar keringat dan metabolisme yang menurun.
2. Olahraga
Aktivitas otot membutuhkan lebih banyak darah serta peningkatan pemecahan
karbohidrat dan lemak. Berbagai bentuk olahraga meningkatkan metabolisme dan
dapat meningkatkan produksi panas sehingga terjadi peningkatan suhu tubuh.
Olahraga berat yang lama seperti lari jarak jauh dapat meningkatkan suhu tubuh
sampai 41 °C.
3. Kadar hormon
Umumnya wanita mengalami fluktuasi suhu tubuh yang lebih besar. Hal
tersebut dikarenakan adanya variasi hormonal saat siklus menstruasi. Kadar
progesteron naik dan turun sesuai siklus menstruasi. Saat progesteron rendah,
suhu tubuh berada dibawah suhu dasar yaitu sekitar1/10nya. Suhu ini bertahan
sampai terjadi ovulasi, kadar progesteron yang memasuki sirkulasi akan
meningkat dan menaikan suhu tubuh kesuhu dasar atau kesuhu yang lebih tinggi.
Variasi suhu ini dapat membantu mendeteksi masa subur seorang wanita.
Perubahan suhu tubuh juga terjadi pada wanita saat menopause. Mereka biasanya

x
mengalami periode panas tubuh yang intens dan prespirasi selama 30 detik sampai
5 menit. Pada periode ini terjadi peningkatan disebut hot flashes.Hal ini
diakibatkan ketidakstabilan pengaturan vasomotor.
4. Irama sirkadian
Suhu tubuh yang normal berubah 0,5 sampai 1°C selama periode 24 jam. Suhu
terendah berada diantara pukul 1 sampai 4 pagi (gambar 32-2). Pada siang hari
suhu tubuh meningkat dan mencapai maksimum pada pukul 6 sore, lalu menurun
kembali sampai pagi hari. Pola suhu ini tidak mengalami perubahan pada individu
yang bekerja di malam hari dan tidur di siang hari. Dibutuhkan 1 sampai 3 minggu
untuk terjadinya pembalikan siklus. Secara umum, irima suhu sirkardian tidak
berubah seiring usia.
5. Stres
Stres fisik maupun emosional meningkatkan suhu tubuh melalui stimulasi
hormonal dan saraf. Perubahan fisologis ini meningkatkan metebolisme, yang
akan meningkatkan produksi panas. Pasien yang gelisah akan memiliki suhu
normal yang lebih tinggi.
6. Lingkungan
Lingkungan mempengaruhi suhu tubuh. Tanpa mekanisme kompensasi yang
tepat, suhu tubuh manusia berubah mengikuti suhu lingkungan. Suhu lingkungan
lebih berpengaruh terhadap anak-anak dan dewasa tua karena mekanisme regulasi
suhu mereka yang kurnag efisien.
7. Penyakit
Penyakit yang dapat menyebabkan terjadinya kenaikan suhu tubuh diantaranya
adalah:
a) Demam berdarah dengue
Adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan
manifestasi klinis demam,nyeri otot dan nyeri sendi yang disertai leukopenia,
raum, limfadenopi plsma yang ditandai dengan hemokonsentrasi (peningkatan
hematokrit) atau penumpukan cairan dirongga tubuh. Sindrom renjatan dengue
(dengue shock syndrome) adal demam berdarah dengue yang ditandai oleh
klasifikasi derajat penyakit infeksi virus dengue
b) Demam tifoid
Merupakan suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang
disebabkan oleh salmonella typhi. Penyakit ini ditandai oleh panas
xi
berkepanjangan, ditopang dengan bakterimia tanpa keterlibatan struktur
endothelia atau endokardial dan invasi bakteri sekaligus multiplikasi kedalam
sel fagosit monocular dari hati, limpa, kelenjar limfe dan peyer’s patch dan
dapat menular pada orang lain melalui makan atau yang terkontaminasi.
c) Febris /demam
Demam adalah meningkatnya temperatur suhu tubuh secara abnormal.
Tipe demam demam yang sering dijumpai antara lain :

 Demam septik
Suhu badan berangsur naik ketingkat yang tinggi sekali pada malam
hari dan turun kembali ketingkat diatas normal pada pagi hari. Sering
disertai keluhan menggigil dan berkeringat. Bila demam yang tinggi
tersebut turun ketingkat yang normal dinamakan juga demam hektik.
 Demam remiten
Suhu badan dapat turun setiap hari tetapi tidak pernah mencapai suhu
badan normal, penyebab suhu yang mungkin tercatat dapat mencapai dua
derajat dan tidak sebesar perbedaan suhu yang dicatat demam septik.
 Demam intermiten
Suhu badan turun ketingkat yang normal selama beberapa jam dalam
satu hari. Bila demam seperti ini terjadi dalam dua hari sekali disebut
tersiana dan bila terjadi dua hari terbebas demam dintara dua serangan
demam disebut kuartana.
 Demam kontinyu
Variasi suhu sepanjang hari tidak berbeda lebih dari satu derajat. Pada
tingkat demam yang terus menerus tinggi sekali disebut hiperpireksia.
 Demam siklik
Terjadi kenaikan suhu badan selama beberapa hari yang diikuti oleh
beberapa periode bebas demam untuk beberapa hari yang kemudian diikuti
oleh kenaikan suhu seperti semula.
Suatu tipe demam kadang-kadang dikaitkan dengan suatu penyakit tertentu
misalnya tipe demam intermiten yang dikaitkan dengan malaria. Seorang
pasien dengan demam mungkin dapat dihubungkan segera dengan suatu sebab

xii
yang jelas. Dalam praktek 90% dari para pasien dengan demam yang baru saja
dialami, pada dasarnya merupakan suatu penyakit yang self-limiting seperti
influensa atau penyakit virus sejenis lainnya.
d) Malaria
Malaria adalah penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh
plasmodium yang menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya
bentuk aseksual di dalam darah (Sudoyo aru, dkk 2009). Penyebab dari
malaria adalah protozoa dari genus plasmodium, yang selain menginfeksi
manusia juga menginfeksi binatang seperti golongan burung, reptile dan
mamalia. Plasmodium terdiri dari 4 spesies :
 Plasmodium falciparum menyebabkan malaria tropika (maliganan malaria)
 Plasmodium vivax menyebabkan malaria tertian (bening malaria)
 Plasmodium malariae
 Plasmodium ovale

e. Mekanisme pengeluaran panas


Pengeluaran dan produksi panas terjadi secara simultan. Stuktur kulit dan paparan
terhadap lingkungan secsra konstan, pengeluaran panas secara normal melalui :
a) Radiasi
Transfer panas dari permukaan suatu objek ke permukaan objek lainnya tanpa
kontak lansung diantara keduanya.panas pada 85 % area luas permukaan tubuh
diradiasikan kelingkungan.
Vasokontriksi perifer meningkatkan aliran darah dari oragan dalam ke kulit
untuk meningkatkan kehilangan panas. vasokontriksi perifer meminimalisasi
kehilangan panas. Radiasi akan meningkat saat perbedaan suhu antara dua objek
semakin besar. Sebaliknya jika lingkungan lebih panas dibandingkan kulit, tubuh
akan menyerap panas melalui radiasi. Contohnya : melepaskan pakaian dan
selimut.
b) Konduksi
Transfer panas dari dan melalui kontak langsung antara dua objek. Beda padat,
cair, dan gas mengkonduksi panas melalui kontak. Saat kulit yang hangat
menyentuh objek yang lebih dingin, panas akan hilang. Konduksi hanya berperan

xiii
untuk sejumlah kecil kehilangan panas. Contohnya : memberikan kompres es dan
memandikan pasien dengan kain dingin.
c) Konveksi
Transfer panas melalui melalui gerakan udara. Panas konduksi keudara
terlebih dahulu sebelum dibaawa aliran konveksi, kehilngan panas melalui
konveksi sekitar 15%. Contohnya: kipas angin. Kehilangan panas konvektif
meningkat jika kulit yang lembab terpapar dengan udara yang bergerak.
d) Evaporasi
Transfer energi panas sat cairan berubah menjadi gas. Tubuh kehilangan panas
secara kontinu melalui evaporasi. Sekitar 600 – 900 cc air tiap harinya menguap
dari kulit dan paru – paru sehingga terjadi kehilangan air dan panas. tubuh
menambah evaporasi melalui perspirasi ( berkeringat). Saat suhu tubuh meningka,
hipotalamus anterior menberikan sinyal kepada kelenjar keringat untuk
melepaskan keringat melalui saluran kecil pada permukaan kulit. Keringat akan
mengalami evaporsi, sehingga terjadi kehilangan panas.
e) Diaforesis
Perspirasi yang tampak dan umumnya terjadi pada dahi dan dada bagian atas.
Evaporsi yang berlebihan akan menyebabkan sisik pada kulit dan rasa gatal serta
pengeringan nares dan faring. Suhu tubuh yang menurun akan menghambat
sekresi kelenjar keringat. Kelainan kongenital berupa ketiadaan kelenjar keringat
dapat menyebabkan seseorang tidak dapat bertahan pada suhu hangat karena tidak
mampu mendinginkan tubuhnya.

f. Macam-macam gangguan termoregulasi


1) Demam
Demam merupakan mekanisme pertahanan yang sangat penting. Peningkatan
system imun tubuh. Demam juga merupakan bentuk pertarungan akibat infeksi
karena virus menstimulasi interferon (substansi yang bersifat melawan virus ).
Pola demam berbeda bergantung pada pirogen. Peningkatan dan penurunan
jumlah pirogen berakibat puncak demam dan turun dalam waktu yang berbeda.
Pirogen, seperti bakteri atau virus meningkatkan suhu tubuh. Pirogen bertindak
sebagai antigen yang memicu respons sistem imun.
2) Kelelahan akibat panas

xiv
Kelelahan akibat panas karena terjadi bila diaferosis yang banyak
mengakibatkan kehilangan cairan dan eletrolit secara berlebihan. Disebabkan oleh
lingkungan yang terpajan panas. tanda dan gejala kurang volume cairan adalah hal
umum selama kelelahan akibat panas. tindakan pertama yaitu memindahkan
pasien kelingkungan yang lebih dingin serta memperbaiki keseimbangan cairan
dan elektrolit.
3) Hipertermi
Peningkatan suhu tubuh yang berhubungan dengan ketidakmampuan tubuh
menghilangkan panas ataupun mengurangi produksi panas tersebut disebut
hipertermi. Hipertermi terjadi karena adanya beban yang berlebihan pada
mekanisme pengaturan suhu tubuh. Setiap penyakit atau trauma pada hipotalamus
dapat mempengaruhi mekanisme panas. Hipertermi malginan adalah kondisi
bawaan yang tidak dapat mengontrol produksi panas, yang terjadi ketika orang
yang rentang mengunakan obat-obatan anastetik tertentu.
4) Heatstroke
Panas akan menekan fungsi hipotalamus. Pajanan yang lama terhadap
matahari atau lingkungan panas akan membebani mekanisme kehilangan, panas
pada tubuh kondisi ini mengakibatkan heatstroke yaitu kegawatan berbahaya
dengan mortalitas yang tinggi. Pasien yang berisiko adalah anak-anak, lansia,
pederita penyakit kardiovaskular, hipotiroid, diabetes atau alkoholisme. Resiko ini
juga terdapat pada individu yang mengkonsumsi obat-obatan yang dapat
mengurangi kemampuan tubuh untuk membuang panas serta pasien yang
berolahraga atau bekerja keras (atlet, pekerja bangunan, dan petani). Tanda dan
gejala heatstroke adalah rasa bingung, haus yang sangat, mual, kram otot,
gangguan penglihatan dan bahkan inkontinensia. Tanda yang paling penting
adalah kulit yang panas dan kering.
5) Hipotermi
Pengeluaran panas yang hilang saat paparan lama terhadap lingkungan dingin
akan melebihi kemampuan tubuh untuk menghasilkan panas, sehingga terjadi
hipotermi. Hipotermi dikelompokan oleh pengukuran suhu inti.

g. Penatalaksanaan Gangguan Termogulasi


Pada dasarnya menurunkan demam dapat dilakukan secara fisik, obatobatan maupun
kombinasi keduanya.

xv
a. Secara fisik
 Anak demam ditempatkan dalam ruangan bersuhu normal
 Pakaian anak diusahakan tidak tebal
 Memberikan minuman yang banyak karena kebutuhan air meningkat
 Memberikan kompres
b. Obat-obatan
Pemberian obat antipiretik merupakan pilihan pertama dalam
menurunkan demam. Obat-obat anti inflamasi, analgetik dan antipiretik terdiri
dari golongan yang bermacam-macam dan sering berbeda dalam susunan
kimianya tetapi mempunyai kesamaan dalam efek pengobatannya. Tujuannya
menurunkan set point hipotalamus melalui pencegahan pembentukan
prostaglandin dengan jalan menghambat enzim cyclooxygenase.
Asetaminofen merupakan derivate para-aminofenol yang bekerja menekan
pembentukan prostaglandin yang disintesis dalam susunan saraf pusat. Dosis
terapeutik antara 10-15 mg/kgBB/kali tiap 4 jam maksimal 5 kali sehari. Dosis
maksimal 90 mg/kgBB/hari. Turunan asam propionat seperti ibuprofen juga
analgetik dan antiinflamasi. Dosis terapeutik yaitu 5-10 mg/kgBB/kali tiap 6
sampai 8 jam. Metamizole (antalgin) bekerja menekan pembentukkan
prostaglandin. Mempunyai efek antipiretik, analgetik dan antiinflamasi. Dosis
terapeutik 10mg/kgBB/kali tiap 6-8 jam dan tidak dianjurkan untuk anak
kurang dari 6 bulan. Pemberiannya secara per oral, intramuskular atau
intravena. Asam mefenamat suatu obat golongan fenamat. Khasiat
analgetiknya lebih kuat dibandingkan sebagai antipiretik. Dosis pemberiannya
20 mg/kgBB/hari dibagi 3 dosis. Pemberiannya secara per oral dan tidak boleh
diberikan anak usia kurang dari 6 bulan.

B. Tinjauan Konsep Penyakit


a. Konsep Dasar Hipertermi
a) Definisi Hipertermi
Hipertermia adalah keadaan meningkatnya suhu tubuh di atas rentang
normal tubuh. (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016). Menurut Wilkinson (2006)
hipertermia merupakan keadaan suhu tubuh seseorang yang meningkat diatas
rentang normalnya. Hipertermia terjadi karena pelepasan pirogen dari dalam
leukosit yang sebelumnya telah terangsang oleh pirogen eksogen yang dapat
xvi
berasal dari mikroorganisme atau merupakan suatu hasil reaksi imunologik yang
tidak berdasarkan suatu infeksi (Noer, 2004).
Menurut Potter & Perry (2010) hipertermia adalah peningkatan suhu tubuh
yang berhubungan dengan ketidakmampuan tubuh untuk menghilangkan panas
ataupun mengurangi produksi panas. Suhu rektal > 38oC (100,4 F). Suhu inti
(rektal) lebih dapat diandalkan daripada metode lain pada anak < 1 tahun
(Lalani,2011). Menurut Dorland (2006) hipertermia/febris/demam adalah
peningkatan suhu tubuh diatas normal. Hal ini dapat diakibatkan oleh stress
fisiologik seperti ovulasi, sekresi hormon thyroid berlebihan, olah raga berat,
sampai lesi sistem syaraf pusat atau infeksi oleh mikroorganisme atau ada
penjamu proses noninfeksi seperti radang atau pelepasan bahan-bahan tertentu
seperti leukemia.Demam diasosiasikan sebagai bahan dari respon fase akut,
gejala dari suatu penyakit dan perjalanan patologis dari suatu penyakit yang
mengakibatkan kenaikan set-point pusat pengaturan suhu tubuh
(Sugarman,2005).
Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa hipertermia
adalah keadaan dimana suhu tubuh meningkat diatas rentang normal dan tubuh
tidak mampu untuk menghilangkan panas atau mengurangi produksi panas.
Rentang normal suhu tubuh anak berkisar antara 36,5 – 37,5 °C.
b) Patofiisologi Hipertermia
Castillo, et al (1998) melaporkan bahwa hipertermia, 58% disebabkan oleh
infeksi, 42% disebabkan oleh nekrosis jaringan atau oleh perubahan
mekanisme termoregulasi yang terjadi jika lesi mengenai daerah anterior
hipotalamus. Terjadinya demam disebabkan oleh pelepasan zat pirogen dari
dalam lekosit yang sebelumnya telah terangsang baik oleh zat pirogen eksogen
yang dapat berasal dari mikroorganisme atau merupakan suatu hasil reaksi
imunologik yang tidak berdasarkan suatu infeksi (Benneth, et al 1996;
Gelfand, et al, 1998).

xvii
c) Penyebab Hipertermia
Menurut Nelson (2000) hipertermia disebabkan oleh mekanisme pengatur
panas hipotalamus yang disebabkan oleh meningkatnya produksi panas endogen
(olah raga berat, hipertermia maligna, sindrom neuroleptik maligna,
hipertiroidisme), pengurangan kehilangan panas (memakai selimut berlapis-
lapis, atau terpajan lama pada lingkungan bersuhu tinggi (sengatan panas). Ada
juga yang menyebutkan bahwa hipertermia atau demam pada anak terjadi
karena transfusi, imunisasi, dehidrasi , dan juga karena adanya pengaruh obat.
Menurut Sari Pediatri (2008) tiga penyebab terbanyak demam pada anak
yaitu penyakit infeksi (60%-70%), penyakit kolagen-vaskular, dan keganasan.
Walaupun infeksi virus sangat jarang menjadi penyebab demam
berkepanjangan, tetapi 20% penyebab adalah infeksi virus. Sebagian besar
penyebab demam pada anak terjadi akibat perubahan titik pengaturan
hipotalamus yang disebabkan adanya pirogen seperti bakteri atau virus yang
dapat meningkatkan suhu tubuh. Terkadang demam juga disebabkan oleh
adanya bentuk hipersensitivitas terhadap obat (Potter & Perry, 2010).
Dari beberapa penyebab hipertermia diatas, dapat disimpulkan bahwa
hipertermia disebabkan karena adanya faktor endogen, pengurangan kehilangan
panas, akibat terpajan lama lingkungan bersuhu tinggi (sengatan panas), ada
juga yang menyebutkan bahwa hipertermia atau demam pada anak terjadi
karena reaksi transfusi, imunisasi, dehidrasi, adanya penyakit, adanya pirogen
seperti bakteri atau virus dan juga karena adanya pengaruh obat.
xviii
d) Tanda dan Gejala
Adapun gejala dan tanda mayor, dan gejala dan tanda minor, yaitu :
a. Gejala dan Tanda Mayor
 Suhu tubuh di atas nilai normal Suhu tubuh di atas nilai normal yaitu
> 37,80 C (100 o F) per oral atau 38,80 C (101 o F) per rektal.
b. Gejala dan Tanda Minor
1. Kulit merah
Kulit merah dan terdapat bintik-bintik merah (ptikie).
2. Kejang
Kejang merupakan suatu kondisi di mana otot-otot tubuh berkontraksi
secara tidak terkendali akibat dari adanya peningkatan temperatur
yang tinggi.
3. Takikardia
Takikardia adalah suatu kondisi yang menggambarkan di mana
denyut jantung yang lebih cepat dari pada denyut jantung normal.
4. Takipnea
Takipnea adalah suatu kondisi yang mengambarkan di mana
pernapasan yang cepat dan dangkal.
5. Kulit terasa hangat
Kulit dapat terasa hangat terjadi karena adanya vasodilatasi pembuluh
darah sehingga kulit menjadi hangat.
e) Manifestasi Klinis
 Kelelahan karena panas
 Tidak khas dan terdiri dari rasa pusing
 Terasa kehausan dan mulut kering
 Kedinginan
 Lemas
 Anoreksia, mual dan muntah
 Nadi cepat dan pernafasan tidak teratur
 Kelemahan
 Sensasi panas
 Sakit kepala dan sesak napas

xix
f) Faktor yang Berhubungan
Menurut NANDA (2012) faktor yang berhubungan atau penyebab meliputi :
1. Anestesia
Setiap tanda-tanda vital di evaluasi dalam kaitannya dengan efek
samping anestesi dan tanda-tanda ancaman syok, pernapasan yang
memburuk, atau nyeri karena anestesi ini dapat menyebabkan
peningkatan suhu, kekakuan otot, hipermetabolisme, destruksi sel otot
(Wong, 2008).
2. Penurunan perspirasi
Penguapan yang tidak dapat keluar akan mengganggu sirkulasi dalam
tubuh sehingga menyebabkan hipertermi yang diakibatkan oleh kenaikan
set point hipotalamus.
3. Dehidrasi
Tubuh kehilangan panas secara kontinu melalui evaporasi. Sekitar 600
– 900 cc air tiap harinya menguap dari kulit dan paru-paru sehingga
terjadi kehilangan air dan panas. Kehilangan panas air ini yang
menyebabkan dehidrasi pada hipertermia.
4. Pemajanan lingkungan yang panas
Panas pada 85 % area luas permukaan tubuh diradiasikan ke
lingkungan. Vasokontriksi perifer meminimalisasi kehilangan panas. Jika
lingkungan lebih panas dibandingkan kulit, tubuh akan menyerap panas
melalui radiasi.
5. Penyakit
Penyakit atau trauma pada hipotalamus atau sumsum tulang belakang
akan mengubah kontrol suhu menjadi berat.
6. Pemakaian
Pakaian yang tidak sesuai dengan suhu lingkungan Pakaian yang tidak
tebal akan memaksimalkan kehilangan panas.
7. Peningkatan laju metabolisme
Panas yang dihasilkan tubuh adalah hasil sampingan metabolisme,
yaitu reaksi kimia dalam seluruh sel tubuh. Aktivitas yang membutuhkan
reaksi kimia tambahan akan meningkatkan laju metabolik, yang juga akan

xx
menambah produksi panas. Sehingga peningkatan laju metabolisme
sangat berpengaruh terhadap hipertermia.
8. Medikasi
Demam juga disebabkan oleh adanya bentuk hipersensitivitas terhadap
obat.
9. Trauma
Penyakit atau trauma pada hipotalamus atau sumsum tulang belakang
(yang meneruskan pesan hipotalamus) akan mengubah kontrol suhu
menjadi berat.
10. Aktivitas berlebihan
Gerakan volunter seperti aktivitas otot pada olahraga membutuhkan
energi tambahan. Laju metabolik meningkat saat aktivitas berlebih dan
hal ini menyebabkan peningkatan produksi panas hingga 50 kali lipat.
g) Jenis-jenis hipertermi

1. Heat stress

Kondisi ini dapat terjadi ketika proses pengaturan suhu tubuh mulai
terganggu, umumnya terjadi saat keringat tidak bisa keluar akibat pakaian
terlalu ketat atau karena bekerja di tempat yang panas dan lembap. Gejala yang
bisa timbul di antaranya, pusing, lemas, haus, mual, dan sakit kepala.

2. Heat fatigue

Kondisi ini bisa terjadi ketika seseorang terlalu lama berada di tempat yang
panas, sehingga muncul lemas, haus, rasa tidak nyaman, kehilangan
konsentrasi, bahkan kehilangan koordinasi.

3. Heat syncope

Kondisi ini terjadi ketika seseorang terlalu memaksakan diri tetap berada di
lingkungan yang panas, sehingga memicu kurangnya aliran darah ke otak.
Akibatnya akan muncul gejala, seperti pusing, berkunang-kunang, dan pingsan.

4. Heat cramps

Kondisi ini terjadi ketika penderita sedang berolahraga dengan intensitas


yang berat atau bekerja di tempat yang panas. Gejalanya berupa kejang otot
yang disertai rasa nyeri atau kram di otot betis, paha, bahu, lengan dan perut.

xxi
5. Heat edema

Kondisi ini ditandai dengan pembengkakan pada tangan, kaki, dan tumit
akibat penumpukan cairan. Heat edema terjadi akibat terlalu lama duduk atau
berdiri di tempat yang panas yang selanjutnya memicu ketidakseimbangan
elektrolit.

6. Heat rash

Kondisi ini ditandai dengan munculnya ruam pada kulit akibat berada di
tempat yang panas dan lembab pada waktu yang lama.

7. Heat exhaustion

Kondisi ini terjadi ketika tubuh tidak bisa menyeimbangkan suhu tubuh
akibat kehilangan air dan garam dalam jumlah besar yang keluar dalam bentuk
keringat berlebih.

Gejalanya berupa sakit kepala, pusing, mual, lemas, kehausan, peningkatan


suhu tubuh, keringat berlebih, produksi urine berkurang, detak jantung
meningkat, sulit menggerakan anggota tubuh. Heat exhaustion yang tidak
segera ditangani dapat berkembang menjadi heat stroke.
8. Heat stroke

Heat stroke merupakan hipertemia yang paling parah. Kondisi ini harus


ditangani segera karena bisa menyebabkan kecacatan atau bahkan
kematian. Heat stroke dapat ditandai dengan gejala berikut ini:

 Suhu tubuh yang meningkat dengan cepat, sampai di atas 40oC


 Kulit terasa panas, kering, atau muncul keringat berlebih
 Kejang
 Penurunan kesadaran yang ditandai dengan kebingungan dan bicara tidak
jelas

h) Fase Terjadinya Hipertermi


1. Fase I : fase awal
 Peningkatan denyut jantung
 Peningkatan laju dan kedalaman pernapasan

xxii
 Mengigil akibat tegangan dan kontraksi obat
 Kulit pucat dan dingin kerana vasokontriksi
 Merasakan sensasi dingin
 Dasar kuku mengalami sianosis karena vasokontriksi
 Rambut kulit berdiri
 Pengeluaran keringat berlebih
 Peningkatan suhu tubuh

2. Fase II : proses demam


 Proses mengigil lenyap
 Kulit terasa hangat atau panas
 Merasa tidak panas atau dingin
 Peningkatan nadi dan laju pernapasan
 Peningkatan rasa haus
 Dehidrasi ringan sampai berat
 Mengantuk, dilirium atau kejang akibat iritasi sel saraf
 Lesi mulut herpetic
 Kehilangan nafsu makan
 Kelemahan, keletihan dan nyeri ringan pada otot akibat katabolisme
protein
3. Fase III : pemulihan
 Kulit tampak merah dan hangat
 Berkeringat
 Mengigil ringan
 Kemudian mengalami dehidrasi

i) Faktor risiko hipertermia

Ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko seseorang mengalami


hipertermia, di antaranya:

 Bekerja di luar rumah dengan paparan sinar matahari atau panas yang
berlebihan dan dalam jangka waktu yang lama

xxiii
 Mengalami dehidrasi akibat kurangnya cairan yang masuk, diare, atau
penggunaan obat seperti diuretik
 Mengalami gangguan pengeluaran keringat, baik akibat kelainan kulit
atau kelenjar keringat
 Masih bayi atau orang yang sudah lanjut usia
 Menderita penyakit tertentu, seperti tirotoksikosis

j) Pencegahan Hipertermia

Langkah terbaik untuk mencegah hipertermia adalah menghindari paparan


sinar matahari atau cuaca panas dalam jangka waktu cukup lama. Jika Anda
harus bekerja atau beraktivitas di tempat yang panas, berikut adalah langkah
pencegahan hipertermia yang bisa Anda lakukan:

 Jangan menggunakan pakaian tebal, namun gunakan pakaian yang tipis


namun mampu melindungi area tubuh ketika berada di luar ruangan.
 Gunakan topi dan tabir surya yang dapat melindungi kulit dari sengatan
sinar matahari.
 Konsumsi air dalam jumlah yang banyak, setidaknya 2–4 gelas air setiap
jam.
 Hindari minuman mengandung kafein dan alkohol saat beraktivitas di
tempat yang panas karena mengakibatkan cairan tubuh makin berkurang.

k) Penatalaksanaan
Perawat sangat berperan penting untuk mengatasi hipertermia.Tindakan
mengatasi atau menurunkan suhu ini mencakup intervensi farmakologi dan
nonfarmakologi. Untuk terapi farmakologi obat antipiretik yang digunakan untuk
mengatasi demam antara lain asetaminofen, aspirin, dan obat-obat anti-inflamasi
nonsteroid (NSAID). Asetaminofen merupakan obat pilihan, aspirin tidak
diberikan pada anak-anak karena terdapat hubungan antara penggunaan aspirin
pada anak-anak dengan virus influenza atau cacar air dan sindroma Reye.
Koloborasi penggunaan ibuprofen disetujui untuk menurunkan demam pada
anak yang berusia minimal 6 bulan. Dosis dihitung berdasarkan suhu awal, 5
mg/kg BB untuk suhu kurang dari 39,1⁰C atau 10 mg/kg BB untuk suhu lebih

xxiv
dari39⁰C. Durasi penurunan demam umumnya 6 – 8 jam.Dosis dapat diberikan
setiap 4 jam tetapi tidak lebih dari 5 kali dalam 24 jam. Suhu tubuh secara normal
menurun pada malam hari, 3 – 4 dosis dalam 24 jam biasanya cukup untuk
mengendalikan demam. Suhu diukur kembali 30 menit setelah antipiretik
diberikan untuk mengkaji efeknya (Wong, 2008).
Strategi nonfarmakologis terdiri dari mempertahankan intake cairan yang
adekuat untuk mencegah dehidrasi.Intake cairan pada anak yang mengalami
demam ditingkatkan sedikitnya 30 – 50 ml cairan per jam (misalnya air putih, jus
buah, dan cairan tanpa kafein lainnya). Intervensi lainnya adalah memakai pakaian
yang berwarna cerah, melepas jaket atau tidak menggunakan baju yang tebal, dan
mengatur suhu ruangan yang sesuai (25,6⁰C).Dalam mengatasi hipertermia juga
bisa dengan melakukan kompres (Setiawati,2009). Kompres seluruh badan dengan
air hangat dapat memfasilitasi pengeluaran panas, serta dibutuhkan untuk
meningkatkan keefektifan pemberian antipiretik. Namun selama ini kompres
dingin atau es menjadi kebiasaan para ibu saat anaknya demam. Selain itu,
kompres alkohol juga dikenal sebagai bahan untuk mengompres. Namun kompres
menggunakan es sudah tidak dianjurkan karena pada kenyataan demam tidak
turun bahkan naik dan dapat menyebabkan anak menangis, menggigil, dan
kebiruan. Metode kompres yang lebih baik adalah kompres tepid sponge
(Kolcaba,2007).
Kompres tepid sponge merupakan kombinasi teknik blok dengan seka.
Teknik ini menggunakan kompres blok tidak hanya disatu tempat saja, melainkan
langsung dibeberapa tempat yang memiliki pembuluh darah besar. Selain itu
masih ada perlakuan tambahan yaitu dengan memberikan seka dibeberapa area
tubuh sehingga perlakuan yang diterapkan terhadap klien ini akan semakin
komplek dan rumit dibandingkan dengan teknik yang lain. Namun dengan
kompres blok langsung diberbagai tempat ini akan memfasilitasi penyampaian
sinyal ke hipotalamus lebih gencar. Selain itu pemberian seka akan mempercepat
pelebaran pembuluh darah perifer akan memfasilitasi perpindahan panas dari
tubuh kelingkungan sekitar yang akan semakin mempercepat penurunan suhu
tubuh (Reiga, 2010).

xxv
l) Pathway Hipertermi

b. Konsep Dasar Hipotermi


a) Definisi Hipotermi
Hipotermia adalah suatu kondisi suhu tubuh yang berada di bawah
rentang normal tubuh. (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016b). Menurut
Saifuddin dalam((Dwienda, Maita, Saputri, & Yulviana, 2014)) Hipotermia
adalah suatu kondisi turunnya suhu sampai di bawah 300 C, sedangkan
Hipotermia pada bayi baru Lahir merupakan kondisi bayi dengan suhu
dibawah 36,50C, terbagi ke dalam tiga jenis hipotermi, yaitu Hipotermi ringan
atau Cold Stress dengan rentangan suhu antara 36-36,50C, selanjutnya

xxvi
hipotermi sedang, yaitu suhu bayi antara 32-36,50C dan terakhir yaitu
hipotermi berat dengan suhu <32oC. Sistem pengaturan suhu tubuh pada bayi,
baik yang normal sekalipun belum berfungsi secara optimal, sehingga bayi
yang baru lahir akan mudah kehilangan suhu tubuh terutama pada masa 6-12
jam setelah kelahiran. Kondisi lingkungan dingin, bayi tanpa selimut dan yang
paling sering adalah subkutan yang tipis mampu mempercepat proses
penurunan suhu tersebut. Bayi yang mengalami hipotermi akan mengalami
penurunan kekuatan menghisap ASI, wajahnya akan pucat, kulitnya akan
mengeras dan memerah dan bahkan akan mengalami kesulitan bernapas,
sehingga bayi baru lahir harus tetap di jaga kehangatannya. (Dwienda et al.,
2014).
Suhu normal pada bayi yang baru lahir berkisar 36,50 C- 37,50 C(suhu
ketiak). Awalnya bayi akan mengalami penurunan suhu di bawah rentang
nomal atau secara mudah dapat dikenal ketika kaki dan tangan bayi teraba
dingin, atau jika seluruh tubuh bayi sudah teraba dingin berarti bayi sudah
mengalami hipotermi sedang yaitu dengan rentang suhu 320 C - 360C. Selain
hipotermi sedang ada juga hipotermi kuat yaitu bila suhu bayi sampai di
bawah 320 C dan akan berakibat sampai kematian jika berlanjut karena
pembuluh darah bayi akan menyempit dan terjadi peningkatan kebutuhan
oksigen sehingga akan berlanjut menjadi hipoksemia dan kematian.(Anik,
2013).

b) Penyebab Hipotermia
Menurut (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016b) penyebab hipotermia yaitu:
 Kerusakan Hipotalamus
 Berat Badan Ekstrem
 Kekurangan lemak subkutan
 Terpapar suhu lingkungan rendah
 Malnutrisi f. Pemakaian pakaian tipis
 Penurunan laju metabolisme
 Transfer panas ( mis. Konduksi, konveksi, evavorasi, radiasi)
 Efek agen farmakologis

c) Manifestasi Klinis

xxvii
Menurut (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016) gejala dan tanda hipotermia yaitu:
a. Mayor
 Kulit teraba dingin
 Menggigil
 Suhu tubuh di bawah nilai normal (Normal 36,50C-37,50C)
b. Minor
 Akrosianosis
 Bradikardi ( Normal 120-160 x/menit)
 Dasar kuku sianotik
 Hipoglikemia
 Hipoksia
 Pengisian kapiler > 3 detik
 Konsumsi oksigen meningkat
 Ventilasi menurun
 Piloereksi
 Takikardi
 Vasokontriksi perifer
 Kutis memorata ( pada neonatus)

d) Klasifikasi Hipotermia
1. Hipotermia Sedang
Merupakan hipotermi akibat bayi terpapar suhu lingkungan yang rendah,
waktu timbulnya hipotermi sedang adalah kurang dari 2 hari dengan
ditandai suhu 320C-360C, bayi mengalami gangguan pernapasan, denyut
jantung kurang dari 100x/menit, malas minum dan mengalami letargi
selain itu kulit bayi akan berwarna tidak merata atau disebut cutis
marmorata, kemampuan menghisap yang dimiliki bayi lemah serta kaki
akan teraba dingin.
2. Hipotermi Berat
Hipotermi ini terjadi karena bayi terpapar suhu lingkungan yang rendah
cukup lama akan timbul selama kurang dari 2 hari dengan tanda suhu
tubuh bayi mencapai 320C atau kurang, tanda lain seperti hipotermi
sedang, kulit bayi teraba keras, napas bayi tampak pelan dan dalam , bibir

xxviii
dan kuku bayi akan berwarna kebiruan, pernapasan bayi melambat, pola
pernapasan tidak teratur dan bunyi jantung melambat.
3. Hipotermi dengan Suhu tidak stabil
Merupakan gejala yang timbul tanpa terpapar dengan suhu dingin atau
panas yang berlebihan dengan gejala suhu bisa berada pada rentang 36-
390C meskipun dengan suhu ruangan yang stabil (Dwienda et al., 2014).

e) Komplikasi Hipotermi
Hipotermia memberikan berbagai akibat pada seluruh sistem dalam
tubuh seperti diantaranya peningkatan kebutuhan akan oksigen, meningkatnya
produksi asam laktat, kondisi apneu, terjadinya penurunan kemampuan
pembekuan darah dan kondisi yang paling sering adalah hipoglikemia. Pada
bayi yang lahir dengan prematur, kondisi dingin dapat menyebabkan
terjadinya penurunan sekresi dan sintesis surfaktan, bahkan membiarkan bayi
dingin dapat meningkatkan mortalitas dan morbiditas (Anik, 2013).

f) Penanganan Bayi Hipotermi


a. Bayi yang telah mengalami hipotermi memiliki risiko besar untuk terjadi
kematian, sehingga ketika terjadi hipotermi maka tindakan yang harus
dilakukan pertama adalah hangatkan bayi dengan penyinaran atau
inkubator.
b. Selanjutnya cara yang mudah dan bisa dilakukan oleh setiap orang yaitu
dengan metode kanguru, yaitu metode dengan memanfaatkan panas tubuh
dari ibu. Bayi ditelungkupkan di dada ibu sehingga terjadi kontak langsung
dengan kulit ibu. Untuk menjaga kehangatan maka bayi dan ibu harus
berada dalam satu pakaian atau bahkan selimut, sehingga suhu bayi tetap
hangat di dekapan ibu.
c. Apabila setelah dilakukan tindakan tersebut, bayi tetap masih dingin, maka
selimuti bayi dan ibu dengan pakaian atau selimut yang telah disetrika
terlebih dahulu, dilakukan secara berulang sampai suhu tubuh bayi
kembali hangat.
d. Bayi yang mengalami hipotermi biasanya akan mengalami hipoglikemia,
sehingga ibu harus memberikan bayinya ASI sedikit-sedikit tetapi sering.

xxix
Bila bayi tidak mau menghisap atau reflek hisapnya lemah, maka
diberikan infus glukosa 10% sebanyak 60-80 ml/kg per hari(Anik, 2013).

xxx
BAB III

TINJAUAN ASUHAN KEPERAWATAN

A. Proses Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Termoregulasi : Hipertermi


dan Termoregulasi Tidak Efektif.
1. Pengkajian
Pengkajian keperawatan adalah tahap awal dari proses keperawatan dan
merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai
sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien
(Budiono, 2015). Kegiatan pengkajian yang dilakukan oleh seorang perawat dalam
pengumpulan data dasar, yaitu mengkaji identitas atau biodata klien. Pengumpulan
data merupakan suatu kegiatan untuk menghimpun informasi tentang status kesehatan
klien. Status kesehatan klien yang normal maupun yang senjang hendaknya dapat
dikumpulkan. Hal ini dimasuksudkan untuk mengidentifikasi pola fungsi kesehatan
klien, baik yang efektif optimal maupun yang bermasalah.
Teknik pengumpulan data yang dapat dilakukan ada 3, yaitu :
a. Anamnesis yaitu suatu proses tanya jawab atau komunikasi untuk mengajak
klien dan keluarga bertukar pikiran dan perasaan, mencakup ketrampilan secara
verbal dan nonverbal, empati dan rasa kepedulian yang tinggi.
b. Observasi yaitu pengamatan perilaku dan keadaan klien untuk memperoleh data
tentang masalah kesehatan dan keperawatan klien.
c. Pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan menggunakan metode atau teknik PE
(Physical Examination) yang terdiri atas :
 Inspeksi, yaitu suatu teknik yang dapat dilakukan dengan proses observasi
yang dilaksanakan secara sistematik.
 Palpasi, yaitu suatu teknik yang dapat dilakukan dengan menggunakan
indra peraba.
 Perkusi adalah pemeriksaan yang dapat dilakukan dengan mengetuk,
dengan tujuan untuk membandingkan kiri-kanan pada setiap daerah
permukaan tubuh dengan menghasilkan suara.
 Auskultasi merupakan pemeriksaan yang dapat dilakukan dengan
mendengar suara yang dihasilkan oleh tubuh dengan menggunakan
stetoskop.

xxxi
2. Diagnosa keperawatan
Selanjutnya, pengertian lain menyebutkan bahwa diagnosa keperawatan
merupakan penilaian klinis tenteng respons individu, keluarga, ataupun potensial
sebagai dasar pemilihan intervensi keperawatan untuk mencapai hasil tempat perawat
bertanggung jawab.
Tujuan penggunaan diagnosa keperawatan adalah sebagai berikut:
Memberikan bahasa yang umum. Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang jelas
mengenai status kesehatan/masalah aktual atau resiko dalam rangka mengidentifikasi
dan menentukan intervensi keperawatan untuk mengurangi, menghilangkan atau
mencegah masalah kesehatan klien (Carpenito dalam Tarwoto, 2010).
a. Bagi perawat sehingga dapat terbentuk jalinan informasi dalam persamaan
persepsi.
b. Meningkatkan identifikasi tujuan yang tepat sehingga pemilihan intervensi
lebih akurat dan menjadi pedoman dalam melakukan evaluasi.
c. Menciptakan standar paratik keperawatan.
d. Memberikan dasar peningkatan kualitas pelayanan keperawatan.
Berdasarkan patofisilogis penyakit dan manifestasi klinik yang muncul maka dignosa
keperawatan yang sering muncul pada pasien kejang demam adalah :

1) Hipertermi
Definisi : Suhu tubuh meningkat diatas rentang normal tubuh.
a) Penyebab :
 Dehidrasi
 Terpapar lingkungan panas
 Proses penyakit (mis. Infeksi, Kanker)
 Ketidaksesuaian pakaian suhu lingkungan
 Peningkatan laju metabolisme
 Respon trauma
 Aktivitas berlebihan
 Penggunaan inkubator
b) Tanda dan gejala mayor hipertermi
a. Subjektif (tidak tersedia)

xxxii
b. Objektif : Suhu tubuh diatas nilai normal
c) Tanda dan gejala minor hipertermi
a. Subjektif (tidak tersedia)
b. Objektif
 Kulit merah
 Kejang
 Takikardi
 Takipneu
 Kulit terasa hangat

2) Termoregulasi tidak efektif


Definisi : Mempertahankan suhu tubuh dalam batas normal
a) Penyebab :
a. Stumulasi pusat termoregulasi hipotalamus
b. Fluktuasi suhu lingkungan
c. Proses penyakit
d. Proses penuaan
e. Dehidrasi
f. Ketidaksesuaian pakaian suhu lingkungan
g. Peningkatan kebutuhan oksigen
h. Perubahan laju metabolisme
i. Suhu lingkungan ekstrem
j. Ketidakadekuatan suplai lemak subkutan
k. Berat badan ekstrem
l. Efek agen farmakologis
b) Tanda dan gejala mayor termoregulasi tidak efektif
a. Objektif (tidak tersedia)
b. Subjektif
 Kulit dingin
 Menggigil
 Suhu tubuh fluktuatif
c) Tanda dan gejala minor termogulasi tidak efektif
a. Objektif (Tidak tersedia)

xxxiii
b. Subjektif
 Piloereksi
 Pengisian kapiler >3 detik
 Tekanan darah meningkat
 Pucat
 Frekuensi napas meningkat
 Takikardi
 Kejang
 Kulit kemerahan

3. Rencana Keperawatan
Perencanaan adalah pengembangan strategi desain untuk mencegah,
mengurangi, dan mengatasi masalah-masalah yang telah diidentifikasi dalam
diagnosis keperawatan. Desain perencanaan menggambarkan sejauh mana seorang
tenaga kesehatan mampu menetapakan cara menyelesaikan masalah dengan efektif
dan efisien. Pada tahap perencanaan, ada empat hal yang harus diperhatikan :
a. Menentukan prioritas masalah.
b. Menentukan tujuan.
c. Menentukan kriteria hasil.
d. Merumuskan intervensi dan aktivitas perawatan

Tabel 2.1 Rencana tindakan keperawatan dengan hipertermi pada anak kejang demam
menurut buku Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI)

Diagnosa Intervensi Utama Intervensi Pendukung

xxxiv
Hipertermia Manajemen hipertermia a. Edukasi analgesia terkontrol
Setelah dilakukan Definisi : mengidentifikasi dan b. Edukasi dehidrasi
tindakan keperawatan mengelola peningkatan suhu tubuh c. Edukasi pengukuran suhu
diharapkan hipertermi akibat disfungsi termoregulasi tubuh
dapat teratasi dengan Observasi d. Edukasi program pengobatan
kriteria hasil : a. Identifikasi penyebab e. Edukasi terapi cairan
a. Suhu tubuh dalam hipertermia (mis. Dehidrasi, f. Edukasi termoregulasi
rentang normal terpapar lingkungan, panas) g. Kompres dingin / panas
b. Nadi dan RR dalam b. Monitor suhu tubuh h. Manajemen cairan
rentang normal c. Monitor kadar elektrolit i. Manajemen kejang
c. Tidak ada perubahan d. Monitor keluaran urin j. Pemantauan cairan
warna kulit dan tidak e. Monitor komplikasi akibat k. Pemberian obat
ada pusing hipertermia l. Pemberian obat intravena
Terapeutik m. Pemberian obat oral
1. Sediakan lingkungan yang n. Pencegahan hipertermi
dingin keganasan
2. Longgarkan atau lepaskan o. Perawatan sirculasi Promosi
pakaian teknik kulit ke kulit
3. Basahi dan kipasi permukaan
tubuh
4. Berikan cairan oral
5. Ganti linen setiap hari atau
lebih sering mengalami
hiperhidrosis (keringat
berlebih)
6. Lakukan pendinginan
eksternal (mis. Selimut
hipotermia atau kompres
dingin pada dahi, leher, dada,
abdomen, aksila).
7. Berikan oksigen jika perlu
Edukasi
a. Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian cairan
dan elektrolit intravena, jika
perlu.

xxxv
Termogulasi tidak efektif Regulasi Temperatur a. Edukasi aktivitas / istirahat
Setelah dilakukan Definisi : mempertahankan suhu b. Edukasi berat badan efektif
tindakan keperawatan tubuh dalam batas normal c. Edukasi dehidrasi
diharapkan termogulasi Observasi d. Edukasi pengukuran suhu
tidak efektif dapat teratasi a. Monitor suhu anak sampai tubuh 5. Edukasi terapi cairan
dengan kriteria hasil : stabil (36,5- 37,5oC) e. Edukasi termoregulasi
a. Keseimbangan antara b. Monitor suhu tubuh anak tiap f. Kompres dingin
produksi panas, panas 2 jam g. Kompres panas
yang diterima, dan c. Monitor tekanan darah, h. Manajemen cairan
kehilangan panas frekuensi pernapasan dan nadi i. Manajemen demam
b. Seimbang antara d. Monitor warna dan suhu kulit j. Manajemen hipertermi
produksi panas, panas e. Monitor dan catat tanda k. Manajemen hipotermi
yang diterima, dan hipotermi dan hipertermi l. Manajemen lingkungan
kehilangan panas m. Pemantauan cairan
selama 28 hari n. Pemantauan tanda vital
pertama kehidupan c. o. Pencegahan hipertermi
Temperatur stabil maligna
c. Tidak ada kejang p. Perawatan bayi
q. Promosi teknik kulit ke kulit

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan tindakan yang sudah direncanakan dalam rencana
perawatan. Tindakan keperawatan mencakup tindakan mandiri (independen) dan
tindakan kolaborasi. Tindakan mandiri (independen) adalah aktivitas perawat yang
didasarkan pada kesimpulan atau keputusan sendiri dan bukann merupakan petunjuk
atau perintah dari petugas kesehatan lain. Tindakan kolaborasi adalah tindakan yang
didasarkan hasil keputusan bersama, seperti dokter dan petugas kesehatan lain.
Perencanaan yang dapat diimplementasikan tergantung pada aktivitas berikut ini:
a. Kesinambungan pengumpulan data.
b. Penentuan prioritas.
c. Bentuk intervensi keperawatan.
d. Dokumentasi asuhan keperawatan.
e. Pemberian catatan perawatan secara verbal.
f. Mempertahankan rencana pengobatan.

xxxvi
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan keadaan
pasien (hasil yang diamati) dengan tujuan dan kriteria hasil yang perawat buat pada
tahap perencanaan. Evaluasi perkembangan kesehatan pasien dapat dilihat dari
hasilnya. Tujuannya adalah untuk mengetahui sejauh mana tujuan perawatan dapat
dicapai dan memberikan umpan balik terhadap asuhan keperawatan yang diberikan.
Langkah-langkah evaluasi adalah sebagai berikut :
a. Daftar tujuan-tujuan pasien.
b. Lakukan pengkajian apakah pasien dapat melakukan sesuatu.
c. Bangdingkan antara tujuan dengan kemampuan pasien.
d. Diskusikan dengan pasien, apakah tujuan dapat tercapai atau tidak

B. Proses Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Termoregulasi : Hipotermi


( Bayi Prematuritas Dengan Hipotermi )
1. Pengkajian
Dalam pengkajian bayi baru lahir maka pengkajian yang dilakukan yaitu
dengan menggali data dari data subyektif dan obyektif yang membantu perawat
dalam menentukan permasalahn yang dialami bayi dan mampu menentukan
tindakan yang akan diberikan kepada bayi dan keluarga(Anik, 2013).
a. Biodata
Pada pengkajian ini berisi data tentang identitas bayi, identitas orang
tua, keluhan utama seperti PB< 45cm, LD < 30cm, LK < 33 cm, Hipotermi,
kemudian riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit keluarga, riwayat
penyakit dahulu
b. Masalah yang berkaitan dengan ibu
Penyakit seperti hipertensi, toksemia, plasenta previa, abrupsio
plasenta, inkompeten servikal, kehamilan kembar, malnutrisi dan diabetes
mellitus. Status sosial ekonomi yang rendah, dan tiadanya perawatan sebelum
kelahiran (prenatal care). Riwayat kelahiran prematur atau pernah aborsi,
penggunaan obat-obatan, alkohol, rokok dan kafein. Riwayat ibu: umur di
bawah 16 tahun atau di atas 35 tahun dan latar belakang pendidikan rendah,
tiadanya perawatan sebelum kelahiran dan rendahnya gizi, konsultasi genetik

xxxvii
yang pernah dilakukan, kelahiran prematur sebelumnya dan jarak kehamilan
yang berdekatan.
c. Bayi pada saat kelahiran
Umur kehamilan biasanya antara 24 sampai 37 minggu, rendahnya berat
badan pada saat kelahiran, SGA, atau terlalu besar dibandingkan umur
kehamilan, berat biasanya kurang dari 2500 gram, kurus, lapisan lemak
subkutan sedikit atau tidak ada, kepala relative lebih besar dibandingkan
badan, kelainan fisik yang mungkin terlihat.

1) Kardiovaskular
Denyut jantung rata-rata 120 sampai 160 per menit pada bagian
apekal dengan ritme yang teratur pada saat kelahiran, kebisingan jantung
terdengar pada setengah bagian interkostal, yang menunjukkan aliran
darah dari kanan ke kiri karena hipertensi atau atelektasis paru.
2) Gastrointestinal
Penonjolan abdomen: pengeluaran mekonium biasanya terjadi dalam
waktu 12 jam, reflek menelan dan menghisap yang lemah, ada atau tidak
ada anus, ketidak normalan congenital lain yang mungkin terjadi.
3) Integumen
Kulit yang berwarna merah muda atau merah, kekuning-kuningan,
sianosis, atau campuran bermacam warna, sedikit vernik kaseosa dengan
rambut lanugo disekujur tubuh, kurus, kulit tampak transparan, halus dan
mengilap, edema yang menyeluruh atau di bagian tertentu yang terjadi
pada saat kelahiran, kuku pendek belum melewati ujung jari, rambut
jarang atau mungkin tidak ada sama sekali, petekie atau ekimosis.
4) Muskuloskeletal
Tulang kartilago telinga belum tumbuh dengan sempurna, lembut dan
lunak, tulang tengkorak dan tulang rusuk lunak, gerakan lemah dan tidak
aktif atau latergik.
5) Neurologis
Reflek dan gerakan pada tes neurologist tampak tidak resisten, gerak
refleks hanya berkembang sebagian, menelan, mengisap, dan batuk
sangat lemah atau tidak efektif, tidak ada atau menurunnya tanda
neurologist, mata mungkin tertutup atau mengatup apabila umur
xxxviii
kehamilan belum mencapai 25 sampai 26 minggu, suhu tubuh tidak
stabil, biasanya hipotermia, gemetar, kejang dan mata berputar, biasanya
bersifat sementara, tetapi mungkin juga ini mengindikasikan adanya
kelainan neurologist.
6) Paru
Jumlah pernapasan rata-rata antara 40-60 per menit diselingi dengan
periode apnea, pernapasan yang tidak terarur, dengan faring nasal (nasal
melebar), dengkuran, retraksi (interkostal, suprasternal, substernal),
terdengar suara gemerisik.
7) Ginjal
Berkemih terjadi setelah 8 jam kelahiran, ketidakmampuan untuk
melarutkan ekskresi di dalam urine.
8) Reproduksi
Bayi perempuan, klitoris yang menonjol dengan labium mayora yang
belum berkembang, bayi laki-laki skrotum yang belum berkembang
sempurna dengan ruga yang kecil, testis tidak turun ke dalam skrotum.
9) Temuan sikap Tangis yang lemah, tidak aktif, dan tremor

2. Diagnosis Keperawatan
Keperawatan Hipotermia berhubungan dengan kekurangan lemak subkutan
ditandai dengan kulit teraba dingin,menggigil, suhu tubuh dibawah nilai normal,
akrosianosis, bradikardi, dasar kuku sianotik, hipoglikemia, hipoksia, pengisian
kapiler > 3 detik, konsumsi oksigen meningkat, vensilasi menurun, piloereksi,
takikardia, vasokontriksi perifer, kutis memorata. (Tim Pokja SDKI DPP PPNI,
2016)

3. Rencana Keperawatan
Rencana keperawatan pada hipotermia
a. NOC : Thermoregulation (Sue Moorhead dkk, 2016)
Kriteria Hasil :
 Suhu tubuh dalam rentang normal
 Nadi dan RR dalam rentang normal

xxxix
b. Intervensi (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018): Manajemen Hipotermia
Observasi
 Monitor suhu pasien menggunakan alat pengukuran dan rute yang paling
tepat.
 Mengidentifikasi penyebab Hipotermia(misalnya terpapar suhu
lingkungan yang rendah, pakaian tipis, kerusakan hipotalamus,
penurunan laju metabolisme, kekurangan lemak subkutan )
 Monitor tanda dan gejala akibat hipotermia

Terapeutik
 Sediakan lingkungan yang hangat ( misalnya atur suhu ruangan,
inkubator).
 Ganti pakaian atau linen yang basah
 Lakukan penghangatan pasif ( misalnya memberi selimut, penutup
kepala, pakaian tebal)
 Lakukan penghangatan aktif ( misalnya infus cairan hangat, oksigen
hangta, lavase peritoneal dengan cairan hangat )
Edukasi
 Anjurkan makan/minum hangat

c. Intervensi : Perawatan Kanguru


Observasi
Monitor faktor orang tua yang mempengaruhi keterlibatannya dalam
perawatan
Terapeutik
 Pastikan status fisiologi bayi terpenuhi dalam perawatan
 Sediakan lingkungan yang tenang, nyaman dan hangat
 Berikan kursi pada orang tua jika diperlukan
 Posisikan bayi telungkup tegak lurus di dada orang tua
 Miringkan kepala bayi ke salah satu sisi kanan atau kiri dengan kepala
sedikit tengadah
 Hindari mendorong kepala fleksi dan hiperkstensi

xl
 Biarkan bayi telanjang hanya menggunakan popok, kaus kaki dan juga
topi
 Posisikan panggul dan lengan bayi dalam posisi fleksi
 Posisikan bayi diamankan dengan kain panjang atau pengikat lainnya
 Buat ujung pengikat tepat berada di bawah kuping bayi

Edukasi

 Jelaskan tujuan dan prosedur perawatan kanguru


 Jelaskan keuntungan kontak kulit ke kulit orang tua dan bayi
 Anjurkan orang tua menggunakan pakaian nyaman, bagian depan
terbuka

4. Implementasi Keperawatan
Pelaksanaan atau implementasi merupakan bagian aktif dalam asuhan
keperawatan yang dilakukan oleh perawat sesuai dengan rencana tindakan untuk
memuhi kebutuhan dasar manusia. Tindakan keperawatan meliputi, tindakan
keperawatan, observasi keperawatan, pendidikan kesehatan/keperawatan, tindakan
medis yang dilakukan oleh perawat atau tugas limpahan (Suprajitno, 2004).

5. Evaluasi
Evaluasi sebagai sesuatu yang direncanakan dan perbandingan yang sistematik
pada status kesehatan klien. Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan
klien mencapai tujuan. Hal ini bisa dilaksanakan dengan melaksanakan hubungan
dengan klien berdasarkan respon klien terhadap tindakan keperawatan yang
diberikan, sehingga perawat dapat mengambil keputusan :
 Mengakhiri rencana tindakan keperawatan (klien telah mencapai tujuan yang
ditetapkan).
 Memodifikasi rencana tindakan keperawatan (klien mengalami kesulitan
untuk mencapai tujuan).
 Meneruskan rencana tindakan keperawatan (klien memerlukan waktu yang
cukup

xli
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan

Termogulasi adalah suatu pengatur fisiologis tubuh manusia mengenai


keseimbangan produksi panas dan kehilangan panas sehingga suhu tubuh dapat
dipertahankan secara konstan. Sistem pengatur suhu tubuh terdiri atas tiga bagian yaitu:
reseptor yang terdapat pada kulit dan bagian tubuh yang lainnya, integrator didalam
hipotalamus, dan efektor sistem yang mengatur produksi panas dengan kehilangan panas.
Macam-macam gangguan termoreluasi yaitu : demam, kelelahan akibat panas, heatstroke,
hipotermi dan hipertermi.

Hipertermia adalah keadaan dimana suhu tubuh meningkat diatas rentang normal
(36,5-37˚C) dan tubuh tidak mampu untuk menghilangkan panas atau mengurangi
produksi panas. Tindakan mengatasi atau menurunkan suhu ini mencakup intervensi
farmakologi (antipiretik, obat-obat anti-inflamasi nonsteroid (NSAID, ibu profen). dan
nonfarmakologi (mempertahankan intake cairan yang adekuat, kompres tepid sponge).

Hipotermia adalah suatu kondisi suhu tubuh yang berada di bawah rentang normal
tubuh. Klasifikasi hipotermia adalah hipotermia sedang, hipotermia berat dan hipotermi
dengan Suhu tidak stabil. Pada bayi baru lahir penatalaksaan jika bayi hipotermi adalah
dengan metode kangguru.

4.2 Saran

Dalam sistem penulisan makalah ini, kami sebagai penulis mengakui bahwa makalah
yang kami kerjakan masih belum sempurna. Oleh karena itu, kami sebagai penulis

xlii
membutuhkan bimbingan, saran dan kritik dari pembimbing dan pembaca untuk
menyempurnakan makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA

Black, M Jyce dkk.2014. Keperawatan Medikal Bedah; Manajemen Klinia untuk Hasil

yang Diharapkan. Singapore : ELSEVIER

Herdman, T.H. & Kamitsuru, S. (Eds). (2014). NANDA international Nursing Diagnoses:

Definitions & classification, 2015-2017. Oxford : Wiley Blackwell

Purwanto, Hadi. 2016. Keperawatan Medikal Bedah II. Jakarta: Kemenkes RI.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2018), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI),

Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI),

Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI),

Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Hipertermi (diakses tanggal 08 Februari 2021)

https://www.alodokter.com/hipertermia

Hipotermi (diakses tanggal 08 Februari 2021)

https://www.halodoc.com/kesehatan/hipotermia

Hipertermi (diakses tanggal 08 Februari 2021)

http://repository.poltekkesdenpasar.ac.id/2271/3/BAB%20II.pdf

xliii
Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Termoregulasi Hipertermi (diakses tanggal 08
Februari 2021)

https://www.academia.edu/31786786/BAB_II_PENGELOLAAN_KASUS_2_
1_Konsep_Dasar_Asuhan_Keperawatan_dengan_Gangguan_Termoregulasi_
Hipertermi_2_1_1_Definisi_Hipertermi

xliv

Anda mungkin juga menyukai