Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

“Pengertian Pajak & Fungsi Pajak”

Dosen Pengampu:

Norlena, SE, MSA, AK, CA.

Oleh:

Kelompok 1

Muhammad Diky Firjatullah (1910313210012)


Diya Azwarini (1910313120019)
Safna muzpa balel (1910313320012)
Fitri Ayu Andila (1910313320047)
Revina Maulidia (1910313120028)
Nurjannah (1910313120007)
Muhammad Saiyidi (1910313110015)
Risma aprillia kurnia wati (1910313220036)
Laila marselina fasa (1710313320038)
Muhammad Hafiz Anshari (1910313210053)
Andhika Bayu Amarta (1910313210006)

PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN
2020

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa senantiasa kita ucapkan. Atas rahmat dan
karunia-Nya yang berupa iman dan kesehatan akhirnya kami dapat menyelesaikan makalah
ini. Shawalat serta salam tercurah pada Rasulullah SAW. Semoga syafaatnya mengalir pada
kita kelak.

Makalah dengan judul “ Pengertian dan Fungsi Pajak ” dibuat untuk melengkapi tugas mata
kuliah Perpajakan I . Pada isi makalah dijelaskan pengertian pajak menurut Rochmat
Soemitro dalam buku Pengantar Singkat Hukum Pajak (Eresco, Bandung, 1992) dan definisi
pajak dari beberapa sarjana yang dibuat secara kronologis . Selain itu, dibahas pula apa saja
fungsi pajak dan pendekatan pajak.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah mendukung serta membantu
penyelesaian makalah Perpajakan I . Besar harapan penulis agar makalah ini bisa menjadi
rujukan peneliti selanjutnya. Penulis juga berharap agar isi makalah ini dapat bermanfaat bagi
pembaca.

Dengan kerendahan hati, penulis memohon maaf apabila ada kesalahan penulisan. Kritik
yang terbuka dan membangun sangat penulis nantikan demi kesempurnaan makalah.
Demikian kata pengantar ini penulis sampaikan. Terima kasih atas semua pihak yang
membantu penyusunan dan membaca makalah ini.

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................... 2

DAFTAR ISI ...................................................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang ........................................................................................................ 4


2. Rumusan Masalah ................................................................................................... 4
3. Tujuan Penulisan .................................................................................................... 4

BAB II PEMBAHASAN

1. Sejarah Pemungutan Pajak ..................................................................................... 5


2. Sumber – Sumber Penerimaan Negara ................................................................... 6
3. Pengertian Pajak ..................................................................................................... 8
4. Definisi Pajak ......................................................................................................... 9
5. Ciri – Ciri yang Melekat Pada Pengertian Pajak .................................................... 10
6. Falsafah pajak ......................................................................................................... 11
7. Fungsi Pajak ........................................................................................................... 11
8. Kebijakan Fiskal ..................................................................................................... 12
9. Pendekatan Pajak .................................................................................................... 13

BAB III PENUTUP

1. Kesimpulan ............................................................................................................. 16
2. Daftar Pusaka.......................................................................................................... 17

3
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Pajak merupakan salah satu sumber pemasukan kas negara yang digunakan untuk
pembangunan dengan tujuan akhir kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Oleh karena itu,
sektor pajak memegang peranan penting dalam perkembangan kesejahteraan bangsa. Namun,
tak bisa dipungkiri bahwa sulitnya negara melakukan pemungutan pajak karena banyaknya
wajib pajak yang tidak patuh dalam membayar pajak merupakan suatu tantangan tersendiri.
Pemerintah telah memberikan kelonggaran dengan memberikan peringatan terlebih dahulu
melalui Surat Pemberitahuan Pajak (SPP). Akan tetapi, tetap saja banyak wajib pajak yang
lalai untuk membayar pajak bahkan tidak sedikit yang cenderung menghindari kewajiban
tersebut.

Hal ini mendorong pemerintah menciptakan suatu mekanisme yang dapat memberikan daya
pemaksa bagi para wajib pajak yang tidak taat hukum. Salah satu mekanisme tersebut adalah
gijzeling atau lembaga paksa badan. Keberadaan lembaga ini masih kontroversial. Beberapa
kalangan beranggapan bahwa pemberlakuan lembaga paksa badan merupakan hal yang
berlebihan. Di lain pihak, muncul pula pendapat bahwa lembaga ini diperlukan untuk
memberikan efek jera yang potensial dalam menghadapi wajib pajak yang nakal.

2. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian Pajak ?


2. Apa saja Definisi Pajak?
3. Apa Fungsi Pajak?
4. Bagaimana pendekatan pajak ?

3 Tujuan penulisan

Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari dosen pengasuh
mata kulaih perpajakan 1 dan sebagai bahan untuk lebih memahami materi mata kuliah
perpajakan sesuai dengan batasan masalah yang telah kami buat yaitu teori pengertian pajak
dan fungsi pajak

4
BAB II

PEMBAHASAN

1. SEJARAH PEMUNGUTAN PAJAK

Kapankah pemungutan pajak dilakukan kepada rakyat? Pertanyaan ini mungkin saja terlintas
dari benak sebagian rakyat, karena hingga saat ini pajak tetap dipungut oleh negara untuk
kepentingan pemerintahan dan rakyat (umum). Pajak tersebut pada mulanya merupakan suatu
upeti (pemberian secara cuma-cuma) namun sifatnya merupakan suatu kewajiban yang dapat
dipaksakan yang harus dilakukan oleh rakyat kepada raja atau penguasa.Rakyat saat itu
memberikan upetinya kepada raja atau penguasa berupa natura misalnya padi, ternak atau
hasil tanaman lainnya seperti pisang, kelapa, dan lain-lain. Pemberian yang dilakukan rakyat
saat itu digunakan untuk kepentingan raja atau penguasa setempat. Sedangkan imbalan atau
prestasi yang dikembalikan kepada rakyat tidak ada, oleh karena memang sifatnya hanya
untuk kepentingan sepihak dan seolah-olah ada tekanan secara psikologis karena kedudukan
raja yang lebih tinggi status sosialnya dibandingkan rakyat.Namun, dalam perkembangannya,
sifat upeti yang diberikan oleh rakyat tidak lagi hanya untuk kepentingan raja saja, tetapi
sudah mengarah kepada kepentingan rakyat itu sendiri. Artinya pemberian yang dilakukan
rakyat kepada raja atau penguasa digunakan untuk kepentingan umum seperti untuk menjaga
keamanan rakyat, memelihara jalan, membangun saluran air untuk pengairan sawah,
membangun sarana sosial lainnya seperti taman, serta kepentingan umum lainnya (Wirawan,
2004:1). Sedangkan menurut Rochmat Soemitro (1977:1), sejarah pemungutan pajak telah
mengalami perubahan dari masa ke masa sesuai dengan perkembangan pada masyarakat dan
negara itu sendiri, baik di bidang pemerintahan maupun sosial dan ekonomi. Pada mulanya
pajak belum merupakan satu pungutan, tetapi hanya merupakan pemberian sukarela oleh
rakyat kepada raja dalam memelihara kepentingan negara, seperti: menjaga keamanan negara,
menyediakan berbagai fasilitas umum masyarakat, membayar gaji pegawai negeri, dan
sebagainya. Bagi penduduk yang tidak melakukan penyetoran dalam bentuk natura maka ia
diwajibkan melakukanpekerjaan-pekerjaan untuk kepentingan umum untuk beberapa harI
dalam satu tahun. Orang-orang yang memiliki status sosial yang tinggi termasuk orang-orang
kaya, dapat membebaskan diri dari kewajiban melakukan pekerjaan untuk kepentingan umum

5
tadi, dengan cara membayar uang ganti rugi. Besarnya pembayaran ganti rugi ini ditetapkan
sesuai dengan jumlah uang yang diperlukan untuk membayar orang lain yang menggantikan
melakukan pekerjaan tersebut, yang seharusnya dilakukan sendiri oleh orang yang memiliki
status sosial yang tinggi atau orang kaya tadi.Setelah terbentuknya negara-negara nasional
dan terjadi pemisahan antara rumah tangga negara dan rumah tangga pribadi raja pada akhir
abad pertengahan, pajak mendapat tempat yang lebih mantap di antara berbagai pendapatan
negara. Dengan bertambah-luasnya tugas-tugas negara, maka dengan sendirinya negara
memerlukan biaya yang cukup besar (ErlySuandi, 2005:2).Selain itu dengan adanya
perkembangan di masyarakat, makasifatupeti (pemberian) yang semula dilakukan cuma-
cuma dan sifatnya memaksa tersebut, kemudian dibuat suatuaturan-aturan yang lebih baik
agar sifatnya yang memaksa tetap ada, namun unsur keadilan lebih diperhatikan. Guna
memenuhi unsur keadilan inilah maka rakyat diikut sertakan dalam pembuatan berbagai
peraturan dalam pemungutan pajak, yang nantinya akan dikembalikan juga hasilnya untuk
kepentingan rakyat itu sendiri.Adanya perkembangan masyarakat yang akhirnya membentuk
suatu negara dan dengan dilandasi unsur keadilan dalam pemungutan pajak, maka dibuatlah
suatu ketentuan berupa undang-undang yang mengatur mengenai bagaimana tata cara
pemungutan pajak, jenis-jenis pajak apa saja yang dapat dipungut, siapa saja yang harus
membayar pajak, serta berapa besarnya pajak yang harus dibayar

2. SUMBER SUMBER PENERIMAAN NEGARA


Sumber-sumber penerimaan negara dapat dikelompokkan menjadi penerimaan dari beberapa
sector sebagai berikut.

Pajak

Menurut Rochmat sumitro ,pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas
negara untuk membiayai pengeluaran rutin dari "surplus"-nya digunakan untuk public saving
yang merupakan sumber utama dalam membiayai public investment.

Kekayaanalam

Berdasarkan pasal 33 ayat 3 UUD 1945,"Bumi ,air,dan kekayaanalam yang terkandung di


dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakanuntuksebesar-besarkemakmuranrakyat".

Bea dan Cukai

6
Bea dan cukai merupakan pengutan negara yang dilakukan oleh Direktoral jenderal bea dan
cukai berdasarkan undang-undang yang berlaku.

Bea masuk diatur dalam undang-undang nomor 17 tahun 2006 tentang kepabeanan,
kepabeanan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan pengawasan atas lalu lintas
barang yang masuk atau keluar daerah pabean dan pemungutan bea masuk.

Sedangkan cukai adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-barang tertentu
yang mempunyai isi fat atau karakteristik yang ditetapkan berdasarkan undang-undang nomor
39 tahun 2007 tentang cukai.

Restribusi

Restribusi adalah pungutan yang dilakukan oleh negara sehubungan dengan penggunaanjasa-
jasa yang disediakan oleh negara.

Restribusi yang dipungut oleh pemerintah Indonesia sekarang diatur dalam undang-undang
nomor 19 tahun 1997 tentang pajak daerah dan restribusi daerah.Dalam undang-undang ini
yang dimaksud dengan restribusi adalah pungutan sebagai pembayaran atas jasa yang
disediakan oleh pemerintah daerah dengan objek sebagai berikut.

1. Jasa umum, yaitu jasa untuk kepentingan dan pemanfaatan umum.

2. Jasa usaha,yaitu jasa yang menganut prinsip komersial.

3.Perizinan tertentu, yaitu kegiatan pemda dalam rangka pembinaan, pengaturan,


pengendalian, dan pengawasan.

Iuran

Iuran adalah pungutan yang dilakukan oleh negara sehubung dengan penggunaan jasa atau
fasilitas yang disediakan oleh negara untuk sekelompok orang.

Sumbangan

Istilah sumbaangan ini mengandung pikiran bahwa biaya-biaya yang dikeluarkan untuk
prestasi pemerintah tertentu tidak boleh dikeluarkan dari kas umum karena prestasi itu tidak
ditunjukan kepada penduduk seluruhnya, melainkan hanya untuk sebagai tertentu saja. Oleh
karena itu sumbangan hanya ditunjukan kepada golongan tertentu saja. Sumbangan tidak
memiliki sifat pemaksaan, tetapi unsur suka rela.
Laba dari badan usaha milik negara Badan usaha milik negara (BUMN) adalah badan usaha
yang Sebagian besar modal berupa kekayaan negara. BUMN dapat berbentuk persero, perum

7
dan perjan. Laba yang diperoleh BUMN adalah pendapatan negara yang dimasukkan dari
anggaran pendapatan negara.

Sumber-sumber lain

Yang dimaksud dalam sumber-sumber lain misalnya pencetakan uang (deficit spending) dan
pinjaman. Pencetakan uang sering dilakukan oleh beberapa negara, indonesia pun pernah
melaksanakannya dalam rangka memenuhi kebutuhan akan investasi negara untuk
membiayai pembangunan yang tercermin dalam anggaran belanja pembangunan. Sebenarnya
pencetak anuang ini dapat dilakukan kapan saja dengan melalui cara defisit spending atau
uang muka pemerintah melalui bank sentral untuk menyediakan dana. Apabila suatu negara
mengalami deficit maka pemerintah bisa kapan saja menutup deficit tersebut dengan cara
mencetak uang. Namun cara tersebut kurang efektif yang akan membawa dampak sangat
dalam di bidang ekonomi.

3. PENGERTIAN PAJAK

Menurut Rochmat Soemitro dalam buku Pengantar Singkat Hukum Pajak (Eresco, Bandung,
1992), pajak adalah gejala masyarakat, yaitu pajak hanya ada di dalam masyarakat.
Masyarakat adalah kumpulan manusia yang pada suatu waktu berkumpul untuk tujuan
tertentu. Masyarakat terdiri atas individu yang mempunyai kehidupan sendiri dan
kepentingan sendiri, yang dapat dibedakan dari kepentingan masyarakat. Namun, individu
tidak mungkin hidup tanpa adanya masyarakat. Negara adalah masyarakat yang mempunyai
tujuan tertentu. Kelangsungan hidup negara juga kelangsungan hidup masyarakat dan
kepentingan masyarakat. Untuk kelangsungan hidup masing-masing diperlukan biaya. Biaya
hidup individu menjadi beban dari individu yang bertanggung jawab dan berasal dari
tahapnya sendiri. Biaya hidup negara adalah untuk kelangsungan hidup alat-alat negara,
administrasi negara, lembaga negara, dan seterusnya, dan harus dibiayai dari tahap negara.

Penghasilan negara berasal dari rakyatnya melalui pungutan pajak, dan/atau dari hasil
kekayaan alam yang ada di dalam negara itu (sumber daya alam), Dua sumber itu merupakan
sumber yang terpenting dan memberikan dampak kepada negara. Penghasilan itu untuk
membiayai kepentingan umum yang mencakup kesehatan rakyat, pendidikan, kesejahteraan,
dan sebagainya. Jadi, di mana adanya kepentingan masyarakat, disitu timbul pungutan pajak
sehingga pajak adalah senyawa dengan kepentingan umum.

8
4. DEFINISI PAJAK

Definisi pajak dari beberapa sarjana yang dibuat secara kronologis.

 Definisi prancis pajak adalah bantuan baik secara langsung maupun tidak yang
dipaksakan oleh kekuasaan publik dari penduduk atau dari barang, untuk menutup
belanja pemerintah.
 Definisi deutsche reichs abgaben ordnung (RAO-1919) pajak adalah bantuan uang
secara insidental atau secara periodik (dengan tidak ada kontraprestasinya) yang
dipungut badan yang bersifat umum (negara), untuk memperoleh pendapatan, dimana
terjadi suatu tatbestand (sasaran pemajakan), yang karena undang-undang telah
menimbulkan utang pajak.
 Definisi Prof. Edwin R.A. Seligman Pajak adalah kontribusi wajib dari orang dan
badan kepada pemerintah untuk membiayai suatu pengeluaran yang ditujukan dalam
rangka kepentingan umum, tanpa referensi untuk mendapatkan manfaat khusus
 Philip E. Taylor Pajak adalah Kontribusi Wajib dari orang, kepada pemerintah untuk
membayar biaya yang timbul untuk kepentingan umum, dengan sedikit referensi
untuk tunjangan khusus yang Diberikan
 Definisi Mr. Dr. N. J. Feldmann pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh
dan terutang kepada penguasa (menurut norma-norma yang ditetapkan secara umum)
tanpa adanya kontraprestasi, dan semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaran
pengeluaran umum.
 Definisi Prof. Dr. M. J. H. Smeets pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang
terutang melalui norma norma umum, dan yang dapat dipaksakan, tanpa ada kalanya
kontraprestasi yang dapat ditunjukkan dalam hal yang individual: maksudnya adalah
untuk membiayai pengeluaran pemerintah.
 Definisi Dr. Soeparman Soemohamijaya, pajak adalah iuran wajib berupa uang atau
barang yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum guna menutup
biaya produksi barang-barang dan jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum.
Dari definisi definisi tersebut, masyarakat jelas harus ada bagi timbulnya pajak. Hal
tersebut dapat dimengerti karena pajak diadakan guna memenuhi kebutuhan bersama
(masyarakat) atau kepentingan umum. Sementara itu kepentingan dan kebutuhan
pribadi masing-masing warga dipenuhi bukan dengan uang pajak. Tanpa adanya
masyarakat maka tentu tidak akan ada pajak. Oleh karena itu pajak dapat dipandang
sebagai sebuah peralihan kekayaan dari satu pihak ke pihak lain, yakni dari rakyat

9
selaku Wajib Pajak kepada pemerintah, maka dengan sendirinya tentu ada pihak yang
melakukan pemungutan atau menerima peralihan kekayaan itu, dalam hal ini
maksudnya adalah pemerintah.
 DefinisiProf.Dr. Rochmat Soemitro, SH, pajak adalah iuran rakyat kepada kas
negara berdasarkan Undang Undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat
jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang
digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

5. CIRI–CIRI YANG MELEKAT PADA PENGERTIAN PAJAK

Dari beberapa pengertian pajak, tersimpul ciri-ciri yang melekat pada pengertian pajak yaitu :

1. Pajak peralihan kekayaan dari orang/badan ke pemerintah


2. Pajak dipungut berdasarkan dengan kekuatan Undang-undang serta aturan
pelaksanaannya.
3. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontra prestasi individual
oleh pemerintah.
4. Pajak dipungut oleh Negara baik oleh Pemerintah Pusat maupun Daerah.
5. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran Pemerintah, yang bila dari pemasukkannya
masih terdapat surplus, dipergunakan untuk membiayai public investment.
6. Pajak dapat digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu dari pemerintah
7. Pajak dapat dipungut secara langsung dan tidak langsung

Penafsiran dalam Hukum Pajak

1. Penafsiran Historis : Penafsiran historis adalah penafsian atas suatu undang-undang


dengan meihat padasejarah dibuatnya suatu undang-undang. Misalnya, dokumen rapat
para pembuat UU,dokumenrapat pembahasan antara pemerintah dengan DPR, dan
dokumen surat-suratyang dibuat secara resmi, baik oleh pemerintah maupun
pemerintah dengan DPR.
2. Penafsiran Sosiologis : Penafsiran sosiologis adalah penafsiran atas suatu ketentuan
dalam undang-undangyang disesuaikan dengan perkembangan kehidupan masyarakat.
Seprti diketahuibahwa kehidupan suatu masyarakat selalu berkembang (bersifat
dinamis), sedangkanundang-undang yang bentuknya tertulis tidak bias selalu
mengikutti kehidupanmasyarakat yang selalu lebih cepat perkembangannya. Oleh

10
karena itu, perlu adanya penyesuaian antara undang-undang dengan perkembangan
kehidupan suatu masyarakat.
3. Penafsiran Sistematis: Penafsiran Sitematis adalah penafsiran atas suatu ketentuan
dalam undang – undang dengan mengaitkannya dengan ketentuan pasal–pasal lain
dari undang – undang dimaksud dalam satu undang – undang atau dengan
mengaitkannya dengan ketentuan pasal – pasal lain dari undang – undang yang
lainnya.
4. Penafsiran Otentik : Penafsiran Otentik adalah penafsiran atas suatu ketentuan dalam
undang – undang dengan melihat pada apa yang telah diijelaskan dalam undang –
undang tersebut.
5. penafsiran tata bahasa : penafsiran tata bahasa adalah penafsiran atas suatu ketentuan
dalam undang-undang yang mendasarkan pada bunyi kata-kata secara keseluruhan
dalam kalimat-kalimat yang disusun oleh pembuat undang-undang
6. penafsiran analogis : penafsiran analogis adalah penafsiran atas suatu ketentuan dalam
undang-undang dengan cara memberi kiasan pada kata-kata yang tercantum dalam
undang-undang sehingga suatu peristiwa yang sebenarnya tidak termasuk dalam suatu
ketentuan menjadi termasuk bedasarkan analog yang dibuat.
7. penafsiran a contrario : penafsiran a contrario adalah penafsiran suatu ketentuan
dalam undang-undang yang didasarkan pada perlawanan pengertian antara suatu
peristiwa yang terjadi dengan peristiwa yang sudah diatur dalam suatu ketentuan
undang-undang.

6. FALSAFAH PAJAK

Karena pemungutan pajak dapat dipaksakan dan tidak memberikan imbalan yang secara
langsung dapat ditunjuk, maka pemungutan pajak harus terlebih dahulu mendapat persetujuab
dari rakyat (melalui DPR). Hal ini sesuai dengan bunyi pasal 23 ayat (2) UUD 1945, yaitu
“segala pajak untuk kegunaan kas negara bedasarkan undang-undang”.

7. FUNGSI PAJAK

Pajak mempunyai peran yang cukup besar dalam kehidupan bangsa. Ada beberapa
fungsi pajak. Di antaranya adalah sebagai berikut :

11
a) Fungsi Anggaran (Budgetair) : Fungsi anggaran disebut sebagai fungsi utama pajak
atau fungsi fiskal (fiscal function), yaitu suatu fungsi dimana pajak dipergunakan
sebagai alat untuk memasukkan dana secara optimal ke kas negara berdasarkan
undang-undang perpajakan yang berlaku. Fungsi ini disebut fungsi utama karena
fungsi inilah yang secara historis pertama kali timbul. Di sini pajak merupakan
sumber pembiayaan negara yang terbesar.
b) Fungsi Pengatur (Regulerend) : Fungsi ini mempunyai pengertian bahwa pajak dapat
dijadikan sebagai instrumen untuk mencapai tujuan tertentu. Sebagai contoh, ketika
pemerintah berkeinginan untuk melindungi kepentingan petani dalam negeri,
pemerintah dapat menetapkan pajak tambahan, seperti pajak impor atau bea masuk,
atas kegiatan impor komoditas tertentu.
c) Fungsi Stabilitas : Pemerintah dapat menggunakan sarana perpajakan untuk stabilisasi
ekonomi. Sebagian barang-barang impor dikenakan pajak agar produksi dalam negeri
dapat bersaing. Untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan menjaga agar defisit
perdagangan tidak semakin melebar, pemerintah dapat menetapkan kebijakan
pengenaan PPnBM terhadap impor produk tertentu yang bersifat mewah. Upaya
tersebut dilakukan untuk meredam impor barang mewah yang berkontribusi terhadap
defisit neraca perdagangan
d) Fungsi Redistribusi Pendapatan : Pemerintah membutuhkan dana untuk membiayai
pembangunan infrastruktur, seperti jalan raya dan jembatan. Kebutuhan akan dana itu
dapat dipenuhi melalui pajak yang hanya dibebankan kepada mereka yang mampu
membayar pajak. Namun demikian, infrastruktur yang dibangun tadi, dapat juga
dimanfaatkan oleh mereka yang tidak mampu membayar pajak.

8. KEBIJAKAN FISKAL

Kebijakan fiskal menurut jhingan memiliki tujuan sebagai berikut :

1. Meningkatkan laju investasi.


2. Mendorong investasi yang optimal secara sosial.
3. Meningkatkan kesempatan kerja.
4. Meningkatkan stabilitas ekonomi di tengah ketidakstabilan internasional.
5. Sebagai upaya untuk menanggulangi inflasi.
6. Meningkatkan dan meningkatkan pendapatan nasional.

12
Dalam perekonomian kontemporer, komponen pendapatan pajak sebagai bagian dari
kebijakan fiskal dipandang sebagai kebijakan yang memiliki pengaruh dan pengaruh yang
sangat signifikan dalam pembangunan ekonomi, terutama karena hal-hal berikut ini:

1. Adanya pajak merupakan peranti yang penting di dalam mengekang permintaan yang
meningkat terhadap barang-barang konsumsi yang ditimbulkan oleh proses
pembangunan.
2. Perpajakan tidak hanya bertujuan untuk mendapatkan penerimaan yang lebih besar,
tetapi juga berperan sebagai berperan untuk menabung dan melakukan investasi.
3. Untuk mentransfer sumber daya manusia kepada pemerintah agar digunakan lebih
produktif.
4. Perpajakan harus memperbaiki pola investasi di perekonomian.
5. Salah satu tujuan perpajakan adalah untuk mengurangi jurang perbedaan pendapat
kaya dan miskin.
6. Perpajakan harus memobilisasikan surplus ekonomi untuk pembangunan secara
berkesinambungan.

9. PENDEKATAN PAJAK

1. Segi Ekonomi, pajak-pajak akan dinilai dalam fungsinya dan dikaji dampaknya
terhadap masyarakat, penghasilan seseorang, pola konsumsi, harga pokok,
permintaan, dan penawaran.
2. Segi Pembangunan, pajak-pajak akan dinilai dalam fungsinya dan dikaji dampaknya
terhadap pembangunan. Pajak baru bermanfaat terhadap pembangunan kalau jumlah
pajak lebih besar dari pengeluaran rutin sehingga terdapat public saving yang dapat
digunakan untuk pembangunan. Pajak tidak selalu berguna untuk pembangunan.
Pajak baru mempunyai manfaat terhadap pembangunan, apabila pajak-pajak setelah
digunakan untuk membiayai pengeluaran rutin, masih ada cukup sisa yang dapat
digunakan untuk membiayai pembangunan melalui investasi publik.
3. Segi penerapan praktis dalam pendekatan ini yang diutamakan adalah penerapannya
siapa yang dikenakan apa yang dikenakan berapa besarnya, bagaimana cara
mehitungnya, tanpa banyak menghiraukan segi hukumnya, termasuk kepastian
hukumnya.

13
4. Segi Hukum, ini menitik beratkan pada perikatan (verbintenis), hak dan kewajiban
wajib pajak, subjek pajak dalam hubungannya dengan subjek hukum. Hak penguasa
untuk mengenakan pajak. Timbulnya utang pajak, hapusnya utang pajak, penagihan
pajak dengan paksa, sanksi administratif maupun sanksi pidana, penyidikan,
pembukuan, soal keberatan, meminta banding, ordonansi kepatuhan, hingga
daluwarsa. Peraturan-peraturan yang menjadi dasar hal-hal tersebut di atas, dinilai dan
dikaji sejauh mana peraturan itu mempunyai kekuatan hukum atau memberi kepastian
hukum.

Peraturan-peraturan yang menjadi dasar hal-hal tersebut yang dapat dan dikaji sejauh mana
peraturan tersebut mempunyai kekuatan hukum atau memberi kepastian hukum. Dalam
peninjauan hukum, kita tidak memperhatikan penerapannya saja, tetapi harus menilai
peraturan atau meninjau. Kalau kita bandingkan perikatan yang berupa utang pajak dengan
perikatan dalam hukum perdata maka tampak sekali perbedaannya.

Perikatan dalam hukum pajak terjadi hanya karena undang-undang dan tidak mungkin
terjadi karena perjanjian. Perikatan dalam hukum perdata adalah ikatan yang sempurna
karena hak selalu memenuhi kewajiban. Permintaan pembeli, umpamanya hak si pembeli
langsung dengan kewajiban si penjual. Namun, hak pembeli tidak berdiri sendiri, melainkan
kewajiban pembeli (dalam diri pembeli), pembeli mempunyai kewajiban untuk membayar
barang yang mempertimbangkan hak dari penjual untuk meminta pembayaran harga barang.

Hak penjual (dalam diri penjual) .Wadah dengan kewajiban penjual untuk
menyerahkan barang yang dijual kepada pembeli. Dalam hukum pajak, penguasa benteng
dengan Wajib Pajak. Penguasa mempunyai hak untuk memungut pajak dan Wajib Pajak
kewajiban membayar pajak, tetapi terhadap itu tidak ada ketidakseimbangannya seperti
dalam hukum perdata. Kalau kita tinjau lebih jauh lagi, ada perikatan (pajak) yang timbul
karena undang-undang sendiri, dan ada pula perikatan (pajak) yang timbul karena undang-
undang dengan perbuatan manusia.

Kedua pemikiran ini memunculkan teori yang disebut:

1. Ajaran material.
2. Ajaran formal.
 Ajaran material mengatakan bahwa utang pajak (perikatan) timbul karena
undang- undang pada saat dipenuhi TATBESTAND (kejadian, keadaan, pajak
peristiwa). Jadi, menurut teori ini, TATBESTAND itu sudah dipenuhi maka

14
timbullah sendirinya pajak pajak, walaupun belum ada surat ketetapan pajak. Ini
penting karena sekarang dalam UU Penghasilan 1984, ajaran ini menemukan
penerapannya. Wajib Pajak yang mendaftar sendiri, menghitung sendiri,
membayar sendiri, dan melaporkan sendiri jumlah pajak yang terutang, tanpa
menunggu Dirjen Pajak mengeluarkan Surat Tagihan Pajak (STP) atau surat
ketetapan pajak.
 Ajaran formal menyatakan bahwa utang pajak baru timbul pada saat dikeluarkan
surat ketetapan pajak. Jadi, selama belum ada Surat Tagihan Pajak (STP) atau
surat ketetapan pajak, belum ada utang pajak walaupun TATBESTAND sudah
dipenuhi. Jadi, kalau kita melihat fungsi surat ketetapan pajak dalam materi
ajaran, maka Surat Tagihan Pajak (STP) atau surat ketetapan pajak ini tidak
ditagih pajak, dalam istilah hukum, hanya merupakan ketetapan yang deklarator
(tidak konstitutif) karena tidak ditimbulkan utang, sebab utang pajak sudah timbul
pada saat dipenuhi TATBESTAND.

Sebaliknya menurut ajaran formal, surat ketetapan pajak merupakan syarat mutlak, yang
menimbulkan utang pajak dengan perkataan lain Surat Tagihan Pajak (STP) atau surat
ketetapan pajak, dalam ajaran formal merupakan ketetapan yang konstitutif (menimbulkan
hak dan kewajiban) tanpa ada Surat Tagihan Pajak (STP) atau surat ketetapan pajak, tidak
akan ada utang pajak.

Ajaran formal ini yang dulu dianut dalam pajak pendapatan 1944, sekarang sudah
ditinggalkan tetapi masih diterapkan dalam pajak bumi dan bangunan.

15
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Dari penjelasan materi di atas kita dapat mengambil kesimpulan bahwa pajak adalah
pembayaran yang dilakukan rakyat, dan merupakan sumber dana untuk pembangunan. Selain
itu pajak berbeda dengan retribusi dan sumbangan. Dalam penetapan besaran pajak harus
sesuai dengan pancasila. Pajak sendiri memiliki fungsi sebagai Anggaran, pengatur, stabilitas
dan Redistribusi Pendapatan. Dan Kebijakan fiskal memiliki tujuan sebagai berikut:
Meningkatkan laju investasi,Mendorong investasi yang optimal secara sosial, Meningkatkan
kesempatan Kerja, Meningkatkan stabilitas ekonomi di tengah ketidakstabilan internasional,
Sebagai upaya untuk menanggulangi inflasi, Meningkatkan dan meningkatkan pendapatan
nasional. Pendekatan pajak memiliki beberapa segi yaitu : segi ekonomi, segi pembangunan,
segi penerapan praktis, dan segi hukum.

16
DAFTAR PUSTAKA

Erly Suandy. 2011. Hukum Pajak. Salemba Empat Edisi7

17

Anda mungkin juga menyukai