Anda di halaman 1dari 13

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Masa balita merupakan masa kehidupan yang sangat penting atau

masa periode emas dimana pada masa balita anak perlu memperoleh

perhatian yang serius karena pada masa ini merupakan tumbuh kembang

pada anak, pola asuh orang tua sangat penting terutama orangtua dalam

pemberian gizi seimbang karena menjadi pondasi tumbuh kembang anak

yang optimal (Sakti, Hadju & Rohmiwati, 2013), karena gizi yang

seimbang akan menjadi penentu kualitas sumber daya manusia

kedepannya, oleh karena itu pola asuh gizi harus di perhatikan agar dapat

membentuk generasi yang baik sejak dini (Linda, 2011).

Pengasuhan yang memadai tidak hanya bermanfaat untuk daya

tahan anak, namun juga dapat meningkatkan perkembangan mental, dan

fisik anak serta yang terpenting adalah kesehatan anak. Pengasuhan juga

memberikan kebahagiaan dan kesejahteraan serta kualitas yang baik untuk

anak secara keseluruhan, namun jika sebaliknya pengasuhan kurang

optimal terutama dalam pengaturan pola makan anak dan gizi seimbang

yang diberikan kuranag terpenuhi maka dapat menjadi penyebab dan

menghantarkan anak menderita kurang gizi. Akibat dari kekurangan gizi

pada anak akan menyebabkan berbagai penyakit pada anak yang status

gizinya tidak terpenuhi pengaruh tersebut tidak lepas dari pola asuh orang

tua dalam memberikan makanan kepada anak balita (Hati Baculu, 2016)
2

Indonesia merupakan negara berkembang dan termasuk kedalam

sepuluh negara tertinggi dengan peringkat ke-empat jumlah balita stunting

di dunia setelah India sekitar 48,3 juta, Pakistan dan Nigeria sekitar 10

juta, kemudian Indonesia yaitu sekitar 8,8 juta (WHO, 2018). Di ASEAN,

Indonesia menduduki peringkat kedua persentase tertinggi stunting setelah

Laos 43,8%, yaitu sebanyak 36,4% pada tahun 2015 (WHO, 2018).

Pola Asuh Gizi kurang di Indonesia sebanyak 40,7 % pada tahun

2015, kejadian stunting di Indonesia sebanyak 35,6% balita stunting di

tahun 2010, sebanyak 37,2% balita stunting di tahun 2013, dan sebanyak

30,8% balita stunting di tahun 2018 (Kemenkes RI, 2018). Prevalensi

stunting di provinsi jawa timur tahun 2018 dengan prevalensi stunting

32,81%, kategori pendek 19,89% dan sangat pendek 12,92% (Rikesdas

Jatim, 2018). Di kabupaten pamekasantahun 2018 jumlah balita stunting

sebanyak 26,67% sedangkan pada tahun 2019 di kabupaten pamekasan

jumlah balita stunting meningkat sebanyak 27,67% (Profil Kesehatan

Kabupaten Pamekasan, 2018 dan 2019).

Berdasarkan hasil Studi pendahuluan yang dilakukan di Wilayah

Kerja UPT Puskesmas Pakong Kabupaten Pamekasan tanggal 05 Oktober

2019 di dapatkan data balita stunting tahun 2019 sebanyak 3,84% (82)

balita. Data ini menunjukkan bahwa masalah pendek dan sangat pendek

masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di kabupaten pamekasan.

Berdasarkan hasil Studi pendahuluan terhadap 10 responden yang

dilakukan di wilayah kerja UPT Puskesmas Pakong di peroleh data 30%

pola asuh gizi baik, 20% pola asuh gizi cukup dan 50% pola asuh gizi
3

kurang yang di tandai dengan ibu tidak memberikan ASI eksklusif, ibu

tidak memperhatikan protein setiap harinya dan ibu tidak memperhatikan

MP-ASI yang diberikan kepada anaknya. Hal ini menunjukkan kurangnya

pola asuh gizi pada balita.

Faktor langsung dan tidak langsung yang mempengaruhipola asuh

gizi yaitu asupan makanan dan penyakit infeksi.Sedangkan faktor tidak

langsungmencakup pendidikan orangtua, pengetahuan, jumlah anggota

keluarga, sosial ekonomi, dukungan keluarga dan sistem budaya.Zat gizi

yang sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan anak kedepannya

terutama pemenuhan asupan energi dari zat gizi makro (karbohidrat, lemak

dan protein).

Asupan gizi berhubungan erat dengan kecerdasan dan kesehatan

anak, jika pola asuh dan pemberian makanan dari ibu tidak terpenuhi untuk

anak maka anak akan kekurangan gizi dan dapat mengganggu

pertumbuhan dan dapat menyebabkan terjadinya gizi kurang bahkan anak

tumbuh pendek dan tidak sama dengan anak seusianya (Purwani &

Mariyam, 2013). Pola asuh orang tua sangat menentukan terhadap

kurangnya gizi pada anak yang akan menyebabkan stunting pada anak,

karena pengaruh dari anak yang sering menderita diare pada anak lebih

rentan menjadi anak stunting (Lestari et al, 2014). Pola asuh orang tua,

dimana orang tua harus mampu menyediakan waktu, perhatian khusus

serta perlu adanya dukungan terhadap anak balita agar anak dapat tumbuh

dengan sebaik-baiknya baik secara fisiknya maupun perkembangan mental

pada anak serta dukungan sosial, pemberian ASI dan pemberian makanan
4

pendamping (MP-ASI) harus tercukupi agar anak tidak kekurangan gizi

(Jayanti, 2014).

Dampak pola asuh gizi yaitu dampak jangka pendek dan dampak

jangka panjang. Dampak jangka pendek anak menjadi apatis, mengalami

gangguan bicara, serta gangguan perkembangan dan stunting sedangkan

dampak jangka panjang penurunan skor IQ, penurunan perkembangan

kognitif, gangguan pemusatan perhatian serta penurunan rasa percaya diri.

Kondisi gizi kurang dapat menyebabkan gangguan pada proses

pertumbuhan, gangguan terhadap perkembangan dan mengurangi

kemampuan berfikir (Almatsir, 2010).

Upaya meningkatkan pola asuh gizi untuk mencegah stunting

melalui kegiatan penyuluhan, edukasi, konseling gizi, melakukan pelatihan

petugas kesehatan tentang tatalaksana penanganan gizi buruk

danmemberikan pendidikan kesehatan tentang gizi kepada ibu dalam

upaya meningkatkan pengetahuan keluarga dengan demikian kemandirian

keluarga di harapkan mampu meningkatkan status gizi dan derajat

kesehatan keluarga sehingga dapat mencegah terjadinya stunting (Hati

Baculu, Jufri & Helmiyati, 2016).


5

1.2 Identifikasi Penyebab Masalah

Faktor Langsung :

1. Asupan makanan
2. Penyakit infeksi

Banyaknya ibu yang masih


kurang tentang pola asuh gizi
Faktor Tidak Langsung : yang tepat pada balita
sebanyak 50%
1. Pendidikan Orangtua
2. Pengetahuan
3. Jumlah Anggota Keluarga
4. Sosial Ekonomi
5. Sistem Budaya
6. Dukungan suami

Gambar 1.2 : Identifikasi Penyebab Masalah, Pengaruh konseling gizi

terhadap perilaku pencegahan stunting : pola asuh gizi pada balita usia 6-

36 bulan.

1.2.1 Faktor penyebab terjadinya Pola Asuh Gizi pada balita :

a. Faktor Langsung

1. Asupan Makanan

Asupan zat-zat gizi yang lengkap masih terus dibutuhkan

anak selama proses tumbuh kembang masih berlanjut karena

proses tumbuh kembang ini dipengaruhi oleh makanan yang

diberikan pada anak. Makanan yang diberikan harus tepat baik

jenis dan jumlahnya hingga kandungan gizinya. Zat gizi yang

dibutuhkan anak ditentukan oleh usia, jenis kelamin, aktivitas,

berat badan. Tubuh anak tetap membutuhkan semua zat gizi utama
6

yaitu karbohidrat, lemak, protein, serat, vitamin dan mineral

(Marimbi, 2010).

2. Penyakit infeksi

Konsumsi diet yang cukup tidak menjamin pertumbuhan

fisik yang normal, karena kejadian penyakit lain, seperti infeksi

akut atau kronis, dapat mempengaruhi proses yang kompleks

terhadap terjadinya atau pemeliharaan deficit pertumbuhan pada

anak (Anisa, 2012). Menurut Suiraoka et al. (2010) hubungan

penyakit infeksi dengan keadaan gizi kurang merupakan hubungan

timbale balik dan sebab akibat.Penyakit infeksi dapat

mempermudah seseorang terkena penyakit infeksi yang akibatnya

dapat menurunkan nafsu makan, adanya gangguan penyerapan

dalam saluran pencernaan atau peningkatan kebutuhan zat gizi oleh

adanya penyakit sehingga kebutuhan zat gizi tidak terpenuhi.

b. Faktor Tidak Langsung

1. Pendidikan Orang Tua

Pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor yang

penting dalam tumbuh kembang anak. Karena dengan pendidikan

yang baik, maka orang tua dapat menerima segala informasi dari

luar terutama tentang tata cara pengasuhan anak yang baik,

bagaimana menjaga kesehatan anaknya, pendidikannya, dan

sebagainya (Soetjiningsih, 2010).


7

2. Pengetahuan

Hidayat (2010) menjelaskan bahwa pengetahuan gizi yang

rendah dapat menghambat usaha perbaikan gizi yang baik pada

kelurga maupun masyarakat sadar gizi artinya tidak hanya

mengetahui gizi tetapi harus mengerti dan mau berbuat. Menurut

Suhardjo (2010) tingkat pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang

tentang kebutuhan akan zat-zat gizi berpengaruh terhadap

konsumsi pangan dan status gizi. Ibu yang cukup pengetahuan

gizinya akan memperhatikan kebutuhan gizi anaknya agar dapat

tumbuh dan berkembang secara optimal.

3. Jumlah Anggota Keluarga

Hidayah (2011) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa

balita stunting cenderung lebih banyak terdapat pada keluarga yang

memiliki jumlah anggota rumah tangga > 4 orang dibandingkan

dengan keluarga yang memiliki dengan anggota rumah tangga ≤ 4

orang.Hal tersebut dikarenakan keluarga dengan anggota rumah

tangga > 4 orang cenderung memiliki biaya pengeluaran per kapita

lebih kecil dibandingkan keluarga dengan anggota rumah tangga ≤

4 orang.Semakin kecilnya pengeluaran per kapita tersebut dapat

mengurangi kemampuan dalam penyediaan makanan bagi tiap-tiap

orang dalam keluarga tersebut, termasuk balita.

4. Sosial Ekonomi

Pendapatan keluarga yang memadai akan menunjang

tumbuh kembang anak, karena orang tua dapat menyediakan


8

semua kebutuhan anak baik primer maupun yang sekunder

(Soetjiningsih, 2010). Menurut husaini et al. (2006), apabila

pendapatan rendah, maka kebutuhan non pangan cenderung lebih

dominan dibandingkan dengan kebutuhan non pangan.Di Negara-

negara berkembang golongan miskin menggunakan bagian terbesar

dari pendapatan untuk memenuhi kebutuhan makanan, yaitu

umumnya dua per tiga hari pendapatannya. Namun sebaliknya,

apabila pendapatan semakin baik, maka pengeluaran untuk non

pangan akan semakin besar, mengingat semua kebutuhan pokok

untuk makan sudah terpenuhi (Suhardjo, 2010).

5. Sistem Budaya

Sistem budaya adalah bagian dari kebudayaan yang dalam

Bahasa Indonesia lebih lazim disebut adat istiadat. Wujud

kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, konsep-

konsep, nilai-nilai norma, peraturan dan sebagainya. Ide-ide dan

gagasan-gagasan manusia banyak yang hidup bersama dalam suatu

masyarakat, member jiwa kepada masyarakat itu. Gagasan itu tidak

lepas satu dari yang lain melainkan selalu berkaitan menjadi suatu

sistem yang disebut sistem budaya. Fungsi dari sistem budaya

adalah menata dan memantapkan tindakan-tindakan serta tingkah

laku manusia (Koentjaraningrat, 2012).

Salah satu unsur dalam sistem budaya adalah norma,

dimana norma adalah aturan atau ketentuan yang mengikat warga

kelompok di masyarakat, di pakai sebagai panduan, tatanan dan


9

pengendalian tingkah laku yang sesuai dan di terima sehingga

setiap masyarakat harus mentaatinya. Norma budaya adalah suatu

konsep yang di harapkan ada seperangkap perilaku yang

diharapkan, suatu citra kebudayaan tentang bagaimana seharusnya

seseorang bersikap (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,

2010).

6. Dukungan Suami

Memberikan pengaruh dan mengambil keputusan akhir

untuk memberi pendapat pada istri.Hal ini sudah menjadi tradisi,

yaitu segala sesuatu harus dengan persetujuan suami atau yang

berkuasa dirumah.Sehingga hal ini dapat mempengaruhi seorang

ibu untuk memberikan pola asuh gizi pada balitanya.Suami

mempunyai peran penting dalam keikutsertaan merawat anaknya.

Suami juga mempunyai hak yang sama dengan ibu dalam

pertumbuhan dan perkembangan anaknya. Dalam hal ini suami

juga harus memperhatikan gizi yang diberikan ibu untuk anaknya

apakah sudah memenuhi gizi yang dibutuhkan oleh anaknya atau

belum.

1.3 Batasan Masalah

Dalam penelitian ini hanya membatasi tentang pengaruh konseling

gizi terhadap perilaku pencegahan stunting: pola asuh gizi pada balita usia

6-36 bulandi wilayah kerja UPT Puskesmas Pakong Kabupaten

Pamekasan.
10

1.4 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan

permasalahan sebagai berikut :

a. Bagaimanakah perbedaan pola asuh gizi untuk pencegahan

stunting antara sebelum dan sesudah diberikan konseling gizi pada

balita usia 6-36 bulan di wilayah kerja UPT Puskesmas Pakong

Kabupaten Pamekasan?

b. Bagaimanakah perbedaan pola asuh gizi untuk pencegahan

stunting antara sebelum dan sesudah kepada kelompok yang tidak

diberikan konseling gizi pada balita usia 6-36 bulan di wilayah

kerja UPT Puskesmas Pakong Kabuapaten Pamekasan?

c. Bagaimanakah perbedaan pola asuh gizi antara yang diberikan dan

tidak diberikan konseling gizi pada balitausia 6-36 bulan di

wilayah kerja UPT Puskesmas Pakong Kabupaten Pamekasan ?

1.5 Tujuan Penelitian

1.5.1. Tujuan umum

Untuk mengetahui perbedaan pola asuh gizi pada balita sebelum

dan sesudah diberikan konseling gizi dalam mencegah stuntingdiwilayah

kerja UPT Puskesmas Pakong Kecamatan Pakong Kabupaten Pamekasan.

1.5.2 Tujuan khusus

1. Menganalisis perbedaan pola asuh gizi untuk pencegahan stunting

sebelum dan sesudah diberikan konseling gizi pada balita usia 6-36

bulandi wilayah kerjaUPT Puskesmas Pakong Kabupaten

Pamekasan.
11

2. Menganalisis perbedaan pola asuh gizi untuk pencegahan stunting

antara sebelum dan sesudah kepada kelompok yang tidak diberikan

konseling gizi pada balita usia 6-36 bulan di wilayah kerja UPT

Puskesmas Pakong Kabupaten Pamekasan.

3. Menganalisis perbedaan pola asuh gizi antara yang diberikan dan

tidak diberikan konseling gizipada balita usia 6-36 bulan di

wilayah kerja UPTPuskesmas Pakong Kabupaten Pamekasan.

1.6 Manfaat Penelitian

Dengan diadakannya penelitian ini di harapkan agar dapat

memberikan manfaat bagi semua pihak yang terkait antara lain :

1.6.1 Teoritis

1. Menambah pengetahuan dan pengalaman dalam bidang penelitian

ilmiah.

2. Hasil penelitian ini dapat meningkatkan wawasan dan pemahaman

tentang pola asuh gizi pada balita untuk mencegah terjadinya

stunting pada balita usia 6-36 bulan serta sebagai bahan informasi

ataupun referensi dalam melakukan penelitian selanjutnya.

1.6.2 Praktis

1. Bagi Tenaga Kesehatan

Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan informasi

tambahan kepada tenanga kesehatan tentang pencegahan stunting

melalui konseling gizi pada ibu balita sehingga dapat dipakai

sebagai bahan dalam memberikan informasi yang akurat tentang

pola asuh gizi yang tepat.


12

2. Bagi Rumah Sakit

Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan tolak ukur program

pelayanan kesehatan kepada rumah sakit khususnya kejadian

stunting pada balita usia 6-36 bulan serta sebagai acuan dan

sumber informasi untukmelakukan pencegahan terjadinya stunting

sehingga dapat menurunkan angka kesakitan, kematian bayi dan

balita akibat kurangnya status gizi pada balita.

1.7 Penelitian Terdahulu

No Judul Penulis & Variabel Desain Hasil


Penelitian Tahun penelitian penelitian
penelitian
1 Peningkatan Hariska Pecegahan Pra eksperimen Ada
pengetahuan Pratiwi, stunting dan peningkatan
sikap,dan Hartati Bahar, konseling sikap
tindakan ibu Rasmas tahun gizi sebelum dan
dalam upaya 2016 sesudah
pencegahan mengikuti
gizi buruk pada konseling
balita melalui gizi
metode
konseling gizi
di wilayah
kerja
puskesmas
wua-wua kota
kendari tahun
2016
2 Faktor-faktor Laily Fajrin, Faktor- Penelitian Diperoleh
yang tahun 2017 faktor dan deskriptif faktor
menyebabkan terjadinya penyebab
terjadinya stunting terjadinya
stunting pada stunting
balita usia 26-
59 bulan di
wilayah kerja
puskesmas
karang penang
kabupaten
sampan g
13

3 Pengaruh Syariefah Pengaruh Quasy Ada


edukasi Hidayati edukasi dan eksperimental pengaruh
terhadap Waliulu, Diki upaya edukasi
tingkat Ibrahim, M. pencegahan terhadap
pengetahuan Taufan stunting pengetahuan
dan upaya Umasugi tahun dan upaya
pencegahan 2018 pencegahan
stunting pada stunting
anak usia balita

4 Hubungan pola Husnul Status gizi Survey analitik Ada


asuh gizi Amalia, tahun balita dan dengan desain hubungan
dengan status 2016 pola asuh cross sectional antara
gizi balita di gizi dukungan
wolayah kerja ibu dalam
puskesmas praktik
lamper tengah pemberian
kota semarang makan

5 Pengaruh Suryagustina, Pendidikan Pre Adanya


pendidikan tahun 2018 kesehatan eksperimental pengaruh
kesehatan dan pendidikan
tentang pencegahan kesehatan
pencegahan stunting tentang
stunting pencegahan
terhadap stunting
pengetahuan terhadap
dan sikap ibu pengetahuan
dan sikap
ibu.

Anda mungkin juga menyukai