DISUSUN OLEH :
2021
MATERI 5 “Teori Lokasi Industri (Weber)”
Prinsip teori Weber adalah bahwa penentuan lokasi industri ditempatkan di tempat-tempat
yang resiko biaya atau biayanya paling murah atau minimal (least cost location) yaitu tempat
dimana total biaya transportasi dan tenaga kerja di mana penjumlahan keduanya minimum, tempat
dimana total biaya transportasi dan tenaga kerja yang minimum yang cenderung identik dengan
tingkat keuntungan yang maksimum. Prinsip tersebut didasarkan pada enam asumsi bersifat
prakondisi, yaitu :
1. Wilayah bersifat homogen dalam hal topografi, iklim dan penduduknya (keadaan penduduk yang
dimaksud menyangkut jumlah dan kualitas SDM).
2. Ketersediaan sumber daya bahan mentah.
3. Upah tenaga kerja.
4. Biaya pengangkutan bahan mentah ke lokasi pabrik (biaya sangat ditentukan oleh bobot bahan
mentah dan lokasi bahan mentah).
5. Persaingan antar kegiatan industri.
6. Manusia berpikir secara rasional.
Weber juga menyusun sebuah model yang dikenal dengan istilah segitiga lokasional
(locational triangle), yang didasarkan pada asumsi :
1. Bahwa daerah yang menjadi obyek penelitian adalah daerah yang terisolasi. Konsumennya terpusat
pada pusat-pusat tertentu. Semua unit perusahaan dapat memasuki pasar yang tidak terbatas dan
persaingan sempurna.
2. Semua sumber daya alam tersedia secara tidak terbatas.
3. Barang-barang lainnya seperti minyak bumi dan mineral adalah sporadik tersedia secara terbatas
pada sejumlah tempat.
4. Tenaga kerja tidak tersedia secara luas, ada yang menetap tetapi ada juga yang mobilitasnya tinggi.
Dalam menentukan lokasi industri, terdapat tiga faktor penentu, yaitu biaya transportasi, upah
tenaga kerja, dan dampak aglomerasi dan deaglomerasi. Biaya transportasi diasumsikan berbanding
lurus terhadap jarak yang ditempuh dan berat barang, sehingga titik terendah biaya transportasi
menunjukkan biaya minimum untuk angkutan bahan baku dan distribusi hasil produksi. Biaya
transportasi akan bertambah secara proporsional dengan jarak. titik terendah biaya transportasi
adalah titik yang menunjukkan biaya minimum untuk angkutan bahan baku (input) dan distribusi
hasil produksi.
Aglomerasi Industri
Aglomerasi adalah gabungan, kumpulan dua atau lebih pesat kegiatan, tempat
pengelompokan berbagai macam kegiatan dalam satu lokasi atau kawasan tertentu. Pemusatan
industri dapat terjadi pada suatu tempat terkonsentrasinya beberapa faktor yang dibutuhkan dalam
kegiatan industri. Misalnya bahan mentah, energi, tenaga kerja, pasar, kemudahan dalam perizinan,
pajak yang relatif murah, dan penanggulangan limbah merupakan pendukung aglomerasi industri.
Berdasarkan faktor-faktor tersebut, penyebab terjadinya aglomerasi industri antara lain:
a. terkonsentrasinya beberapa faktor produksi yang dibutuhkan pada suatu lokasi;
b. kesamaan lokasi usaha yang didasarkan pada salah satu faktor produksi tertentu;
c. adanya wilayah pusat pertumbuhan industri yang disesuaikan dengan tata ruang dan fungsi wilayah;
d. adanya kesamaan kebutuhan sarana, prasarana, dan bidang pelayanan industri lainnya yang lengkap;
e. adanya kerja sama dan saling membutuhkan dalam menghasilkan suatu produk.
Tujuan dibentuknya suatu kawasan industri (aglomerasi yang disengaja), antara lain untuk
mempercepat pertumbuhan industri, memberikan kemudahan bagi kegiatan industri, mendorong
kegiatan industri agar terpusat dan berlokasi di kawasan tersebut, dan menyediakan fasilitas lokasi
industri yang berwawasan lingkungan. Misalnya: beberapa kawasan industri di Indonesia, antara
lain Medan, Cilegon (Banten), Pulogadung (Jakarta), Cikarang (Bekasi), Cilacap (Jateng),
Rungkut (Surabaya), dan Makassar.
Selain kawasan industri, dikenal juga istilah kawasan berikat (Bonded zone). Kawasan
berikat (Bonded zone) merupakan suatu kawasan dengan batas tertentu di dalam wilayah pabean
yang di dalamnya diberlakukan ketentuan khusus di bidang pabean. Ketentuan tersebut antara lain
mengatur lalu lintas pabean dari luar daerah atau dari dalam pabean Indonesia lainnya tanpa
terlebih dahulu dikenakan bea cukai atau pungutan negara lainnya, sampai barang tersebut
dikeluarkan untuk tujuan impor atau ekspor. Kawasan berikat berfungsi sebagai tempat
penyimpanan, penimbunan, dan pengolahan barang yang berasal dari dalam atau luar negeri.
Contoh kawasan berikat, yaitu PT Kawasan Berikat Indonesia meliputi Tanjung Priok, Cakung,
dan Batam.