Anda di halaman 1dari 62

ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK

PADA PASIEN NY. S DENGAN DIAGNOSA INKONTENESIA


Dosen : Anna Mariance Taeteti, S. Kep., Ns., M. Kep.

Disusun Oleh :

ENRY FATTU (1490119011R)

PROGRAM PROFESI NERS


STIKES NUSANTARA

1
KUPANG
2020

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Inkontinensia urine adalah ketidakmampuan menahan air kencing. Gangguan
ini lebih sering terjadi pada wanita yang pernah melahirkan daripada yang belum
pernah melahirkan (nulipara). Diduga disebabkan oleh perubahan otot dan fasia
di dasar panggul. Kebanyakan penderita inkontinensia telah menderita desensus
dinding depan vagina disertai sisto-uretrokel. Tetapi kadang-kadang dijumpai
penderita dengan prolapsus total uterus dan vagina dengan kontinensia urine
yang baik.

Dalam proses berkemih secara normal, seluruh komponen sistem saluran


kemih bawah yaitu detrusor, leher buli-buli dan sfingter uretra eksterna berfungsi
secara terkordinasi dalam proses pengosongan maupun pengisian urin dalam
buli-buli. Secara fisiologis dalam setiap proses miksi diharapkan empat syarat
berkemih yang normal terpenuhi, yaitu kapasitas buli-buli yang adekuat,
pengosongan buli-buli yang sempurna, proses pengosongan berlangsung di
bawah kontrol yang baik serta setiap pengisian dan pengosongan buli-buli tidak
berakibat buruk terhadap saluran kemih bagian atas dan ginjal. Bila salah satu
atau beberapa aspek tersebut mengalami kelainan, maka dapat timbul gangguan
miksi yang disebut inkontinensia urin

Angka kejadian bervariasi, karena banyak yang tidak dilaporkan dan diobati. Di
Amerika Serikat, diperkirakan sekitar 10-12 juta orang dewasa mengalami
gangguan ini. Gangguan ini bisa mengenai wanita segala usia. Prevalensi dan
berat gangguan meningkat dengan bertambahnnya umur dan paritas. Pada usia 15

2
tahun atau lebih didapatkan kejadian 10%, sedang pada usia 35-65 tahun
mencapai 12%. Prevalansi meningkat sampai 16% pada wanita usia lebih dari 65
tahun. Pada nulipara didapatkan kejadian 5%, pada wanita dengan anak satu
mencapai 10% dan meningkat sampai 20% pada wanita dengan 5 anak.

Pada wanita umumnya inkontinensia merupakan inkontinensia stres, artinya


keluarnya urine semata-mata karena batuk, bersin dan segala gerakan lain dan
jarang ditemukan adanya inkontinensia desakan, dimana didapatkan keinginan
miksi mendadak. Keinginan ini demikian mendesaknya sehingga sebelum
mencapai kamar kecil penderita telah membasahkan celananya. Jenis
inkontinensia ini dikenal karena gangguan neuropatik pada kandung kemih.
Sistitis yang sering kambuh, juga kelainan anatomik yang dianggap sebagai
penyebab inkontinensia stres, dapat menyebabkan inkontinensia desakan. Sering
didapati inkontinensia stres dan desakan secara bersamaan.

1.2 Tujuan Penulisan


1.2.1 TujuanUmum
Setelah proses pembelajaran diharapkan mahasiswa semester 6 dapat
mengerti dan memahami konsep teori dan asuhan keperawatan Gerontik pada
Lansia dengan Inkontenesia dengan menggunakan pendekatan proses
keperawatan.
1.2.2 Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui definisi dari Inkontenesia
b. Untuk mengetahui etiologi dari Inkontenesia
c. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari Inkontenesia
d. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostic dari Inkontenesia
e. Untuk mengetahui penatalaksanaan untuk Inkontenesia
f. Untuk mengetahui patofisiologi/ WOC Inkontenesia
g. Untuk mengetahui komplikasi Inkontenesia

3
h. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada lansia dengan
Inkontenesia
1.3 Manfaat
Penulisan makalah ini sangat diharapkan bermanfaat bagi seluruh pembaca dan
penulis untuk mengetahui dan menambah wawasan tentang Konsep Teori dan
Asuhan Keperawatan, terutama Asuhan Keperawatan pada klien dengan
Inkontenesia

BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Definisi

Inkontinensia urine merupakan eliminasi urine dari kandung kemih


yang tidak terkendali atau terjadi diluar keinginan (Brunner and Suddarth,
2002).Inkontinensia urine didefinisikan sebagai keluarnya urine yang tidak
terkendali pada waktu yang tidak dikehendaki tanpa memperhatikan frekuensi
dan jumlahnya,yang mengakibatkan masalah sosial dan higienis penderitanya
(FKUI, 2006). Inkontinensia Urine (IU) atau yang lebih dikenal dengan beser
sebagai bahasa awam merupakan salah satu keluhan utama pada penderita
lanjut usia. Inkontinensia urine adalah pengeluaran urin tanpa disadari dalam
jumlah dan frekuensi yang cukup sehingga mengakibatkan masalah gangguan
kesehatan dan sosial. Variasi dari inkontinensia urin meliputi keluar hanya
beberapa tetes urin saja, sampai benar-benar banyak, bahkan terkadang juga
disertai inkontinensia alvi (disertai pengeluaran feses) (brunner, 2011).

4
Inkontinensia urin (IU) oleh International Continence Society (ICS)
didefinisikan sebagai keluarnya urine yang tidak dapat dikendalikan atau
dikontrol, secara objektif dapat diperlihatkan dan merupakan suatu masalah
sosial atau higienis. Hal ini memberikan perasaan tidak nyaman yang
menimbulkan dampak terhadap Oikehidupan sosial, psikologi, aktivitas
seksual dan pekerjaan. Juga menurunkan hubungan interaksi sosial dan
interpersonal. Inkontinensia urine dapat bersifat akut atau persisten.
Inkontinensia urine yang bersifat akut dapat diobati bila penyakit atau
masalah yang mendasarinya diatasi seperti infeksi saluran kemih, gangguan
kesadaran, vaginitis atrofik, rangsangan obat–obatan dan masalah psikologik.

Diperkirakan prevalensi inkontinensia urine berkisar antara 15 – 30%


usia lanjut di masyarakat dan 20-30% pasien geriatri yang dirawat di rumah
sakit mengalami inkontinensia urine, dan kemungkinan bertambah berat
inkontinensia urinnya 25-30% saat berumur 65-74 tahun. Masalah
inkontinensia urine ini angka kejadiannya meningkat dua kali lebih tinggi
pada wanita dibandingkan pria. Perubahan-perubahan akibat proses menua
mempengaruhi saluran kemih bagian bawah. Perubahan tersebut merupakan
predisposisi bagi lansia untuk mengalami inkontinensia, tetapi tidak
menyebabkan inkontinensia. Jadi inkontinensia bukan bagian normal proses
menua.

5
2.2 Anatomi Fisiologi Paru

Sistem urinaria adalah suatu system tempat terjadinya proses penyaringan darah
sehingga darah bebas dari zat-zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh dan
menyerap zat-zat yang masih dipergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang tidak
dipergunakan oleh tubuh larut dalam air dan dikeluarkan berupa urine (air
kemih).
1. Ginjal
Ginjal suatu kelenjar yang terletak di bagian belakang kavum abdominalis
dibelakang peritonium pada kedua sisi vertebra lumbalis III, melekat
langsung pada dinding belakang abdomen. Bentuk ginjal seperti biji kacang,
jumlahnya ada dua buah kiri dan kanan, ginjal kiri lebih besar dari ginjal
kanan dan pada umumnya ginjal laki-laki lebih panjang dari ginjal wanita.
Setiap ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang disebut kapsula renalis yang
terdiri dari jaringan fibrus berwarna ungu tua. Lapisan luar terdapat lapisan
korteks (substansia kortekalis), dan lapisan sebelah dalam bagian medulla
(substansia medularis) berbentuk kerucut yang disebut renal pyramid.
Puncak kerucut tadi menghadap kaliks yang terdiri dari lubang-lubang kecil
disebut papilla renalis. Masing-masing pyramid saling dilapisi oleh kolumna
renalis, jumlah renalis 15-16 buah.

6
Garis-garis yang terlihat pada pyramid disebut tubulus nefron yang
merupakan bagian terkecil dari ginjal yang terdiri dari glomerolus, tubulus
proksimal (tubulus kontorti satu), ansa Henie, tubulus distal (tubuli kontorti
dua) dan tubulus urinarius (papilla vateri). Pada setiap ginjal diperkirakan
ada 1.000.000nefron, selama 24 jam dapat menyaring darah 170 liter. Arteri
renalis membawa darah murni dari aorta ke ginjal, lubang-lubang yang
terdapat pada pyramid renal masing-masing membentuk simpul dan kapiler
satu badan malfigi yang disebut glomerolus. Pembutuh aferen yang
bercabang mebentuk kapiler menjadi vena renalis yang membawa darah
dari ginjal ke vena kava inferior.
Fungsi ginjal adalah sebagai berikut :
a. Mengatur volume air (cairan) dalam tubuh. Kelebihan air dalam tubuh
akan diekskresikan oleh ginjal sebagai urine (kemih) yang encer dalam
jumlah besar, kekurangan air (kelebihan keringat) menyebabkan urine
yang diekskresikan berkurang dan konsentrasinya lebih pekat sehingga
susunan dan volume cairan tubuh dapat dipertahankan relative normal.
b. Mengatur keseimbangan osmotic dan mempertahankan keseimbangan
ion yang optimal dalam plasma (keseimbangan elektrolit). Bila terjadi
pemasukan/pengeluaran yang abnormal ion-ion akibat pemasukan
garam yang berlebihan/penyakit perdarahan (diare, muntah) ginjal akan
meningkatkan ekskresi ion-ion yang penting (misalNa, K, Cl, Ca dan
Fosfat).
c. Mengatur keseimbangan asam basa cairan tubuh bergantung pada apa
yang dimakan, campuran makanan menghasilkan urine yang bersifat
agak asam, pH kurang dari 6 ini disebabkan hasil akhir metabolisme
protein. Apabila banyak makan sayur-sayuran, urine akan bersifat basa.
pH urine bervariasi antara 4,8-8,2. Ginjal menyekresi urine sesuai
dengan perubahan pH darah.

7
d. Ekskresi sisa hasil metabolisme (ureum, asam urat, kreatinin) zat-zat
toksik, obat-obatan, hasil metabolisme hemoglobin dan bahan kimia
asing (peptisida).
e. Fungsi hormonal dan metabolisme. Ginjal menyekresi hormon renin
yang mempunyai perananpenting mengatur tekanan darah (system renin
angiotensin aldesteron) membentuk eritropoiesis mempunyai peranan
penting untuk memproses pembentukan sel darah merah (eritropoiesis).
Disamping itu ginjal juga membentuk hormon dihidroksi kolekalsiferol
(vitamin D aktif) yang diperlukan untuk absorbsi ion kalsium di usus.

Proses pembentukan urin


Glomerolus berfungsi sebagai ultrafiltrasi pada simpai Bowman, berfungsi
untuk menampung hasil filtrasi dari glomerolus. Pada tubulus ginjal akan
terjadi penyerapan kembali zat-zat yang sudah disaring pada glomerolus,
sisa cairan akan diteruskan ke piala ginjal terus berlanjut ke ureter. Urine
berasal dari darah yang dibawa arteri renalis masuk ke dalam ginjal, darah
ini terdiri dari bagian yang padat yaitu sel darah dan bagian plasma darah.
Ada tiga tahap pembentukan urine :
a. Proses filtrasi
Terjadi di glomerolus, proses ini terjadi karena permukaan aferen lebih
besar dari permukaan eferen maka terjadi penyerapan darah. Sedangkan
sebagian yang tersaring adalah bagian cairan darah kecuali protein.
Cairan yang tersaring ditampung oleh sampai Bowman yang terjadi dari
glukosa, air, natrium, klorida, sulfat, bikarbonat, dll yang diteruskan ke
tubulus ginjal.
b. Proses reabsopsi
Pada proses ini terjadi penyerapan kembali sebagian besar glukosa,
natrium, klorida, fosfat, dan ion bikarbonat. Prosesnya terjadi secara
pasif yang dikenal dengan obligator reabsorpsi terjadi pada tubulus atas.
Sedangkan pada tubulus ginjal bagian bawah terjadi kembali

8
penyerapan natrium dan ion bikarbonat. Bila diperlukan akan diserap
kembali ke dalam tubulus bagian bawah. Penyerapannya terjadi secara
aktif dikenal dengan reabsopsi fakultatif dan sisanya dialirkan pada
papilla renalis.
c. Proses sekresi
Sisanya penyerapan urine kembali yang terjadi pada tubulus dan
diteruskan ke piala ginjal selanjutnya diteruskan ke ureter masuk ke
vesika urinaria.

2. Ureter
Terdiri dari 2 saluran pipa, masing-masing bersambung dari ginjal ke
kandung kemih (vesika urinaria), panjangnya kurang lebih 25-30cm, dengan
penampang kurang lebih 0,5cm. Ureter sebagian terletak dalam rongga
abdomen dan sebagian terletak dalam rongga pelvis. Lapisan dinding ureter
terdiri dari:
a. Dinding luar jaringan ikat (jaringan fibrosa).
b. Lapisan tengah lapisan otot polos.
c. Lapisan sebelah dalam lapisan mukosa.

Lapisan dinding ureter menimbulkan gerakan-gerakan peristaltic tiap 5


menit sekali yang akan mendorong air kemih masuk ke dalam kandung
kemih (vesika urinaria). Gerakan peristaltic mendorong urine melalui ureter
yang diekskresikan oleh ginjal dan disemprotkan dalam bentuk pancaran,
melalui osteum uretralis masuk ke dalam kandung kemih. Ureter berjalan
hampir vertikal ke bawah sepanjang fasia muskulus psoas dan dilapisi oleh
peritoneum. Penyempitan ureter terjadi pada tempat ureter meninggalkan
pelvis renalis, pembuluh darah, saraf, dan pembuluh limfe berasal dari
pembuluh sekitarnya mempunyai saraf sensorik.

9
Pars abdominalis ureter dalam kavum abdomen ureter terletak di belakang
peritonium sebelah media anterior psoas mayor dan ditutupi oleh fasia
subserosa. Vasa spermatika/ovarika interna menyilang ureter secara oblique,
selanjutnya ureter akan mencapai kavum pelvis dan menyilang arteri iliaka
ekterna. Ureter kanan terletak pada pars desendens duodenum. Sewaktu
turun ke bawah terdapat di kanan bawah dan disilang oleh kolon dekstra dan
vosa iliaka iliokolika, dekat apertum pelvis akan dilewati oleh bagian bawah
mesenterium dan bagian akhir ilium. Ureter kiri disilang oleh vasa koplika
sisintra dekat aperture pelvis superior dan berjalan di belakang kolon
sigmoid dan mesenterium. Pars pelvis ureter berjalan pada bagian dinding
lateral dari kavum pelvis sepanjang tepi anterior dari insisura iskhiadika
mayor dan tertutup oleh peritoneum. Ureter dapat ditemukan di depan arteri
hipogastrika bagian dalam nervus obturatoris arteri vasialia anterior dan
arteri hemoroidalis media. Pada bagian bawah insisura iskhiadika mayor,
ureter agak miring ke bagian medial untuk mencapai sudut lateral dari vesika
urinaria.

Ureter pada pria terdapat di dalam visura seminalis atas dan disilang oleh
duktus deferens dan dikelilingi oleh pleksus vesikalis. Selanjutnya ureter
berjalan obloque sepanjang 2 cm di dalam dinding vesika urinaria pada sudut
lateral dari trigonum vesika. Sewaktu menembus vesika urinaria, dinding
atas dan dinding bawah ureter akan tertutup dan pada waktu vesika urinaria
penuh akan membentuk katup (valvula) dan mencegah pengembalian dari
vesika urinaria. Ureter pada wanita terdapat di belakang fossa ovarika dan
berjalan kebagian medial dan kedepan bagian lateralis serviks uteri bagian
atas, vagina untuk mencapai fundus vesika urinaria. Dalam perjalanannya,
ureter didampingi oleh arteri uterine sepanjang 2,5 cm dan selanjutnya arteri
ini menyilang ureter dan menuju ke atas di antara lapisan ligamentum.
Ureter mempunyai 2 cm dari sisi serviks uteri. Ada tiga tempat yang penting
dari ureter yang mudah terjadi penyumbatan yaitu sambungan ureter pelvis

10
diameter 2 mm, penyilangan vosa iliaka diameter 4 mm dan pada saat masuk
ke vesika urinaria yang berdiameter 1-5 mm.

3. Vesika Urinaria (kandung kemih)


Vesika urinaria (kandung kemih) dapat mengembang dan mengempis seperti
balon karet, terletak di belakang simfisis pubis di dalam rongga panggul.
Bentuk kandung kemih seperti kerucut yang dikelilingi oleh otot yang kuat,
berhubungan dengan ligamentum vesika umbilicus medius. Bagian vesika
urinaria terdiri dari :
a. Fundus yaitu bagian yang menghadap kearah belakang dan bawah,
bagian ini terpisah dari rectum oleh spatium rectovesikale yang terisi
oleh jaringan ikat duktus deferen, vesika seminalis, dan prostat.
b. Korpus yaitu bagian antara verteks dan fundus.
c. Verteks bagian yang memancung kearah muka dan berhubungan dengan
ligamentum vesika umbilikalis.

Dinding kandung kemih terdiri dari lapisan sebelah luar (peritonium), tunika
muskularis (lapisan otot), tunika submukosa, dan lapisa mukosa (lapisan
bagian dalam). Pembuluh limfe vesika urinaria mengalirkan cairan limfe ke
dalam nodi limfatik iliaka interna dan eksterna.

4. Uretra
a. Uretra Pria
Pada laki-laki ureta berjalan berkelok-kelok melalui tengah-tengah
prostat kemudian menembus lapisan fibrosa yang menembus tulang
pubis kebagian penis panjangnya kurang lebih 20 cm. Lapisan uretra
laki-laki terdiri dari lapisan mukosa (lapisan paling dalam) dan lapisan

11
submukosa. Uretra pria mulai dari orifisium uretra interna di dalam
vesika urinaria sampai orifisium uretra ekterna. Pada penis panjangnya
17,5-20 cm yang terdiri dari bagian-bagian berikut :
1) Uretra prostatia
Uretra prostatika merupakan saluran terlebar, panjangnya 3 cm,
berjalan hamper vertikulum melalui glandula prostat, mulai dari
basis sampai ke apeks dan lebih dekat ke permukaan anterior.
Bentuk salurannya seperti kumparan yang bagian tengahnya lebih
luas dan makin ke bawah makin dangkal kemudian bergabung
dengan pars membran. Potongan transversal saluran ini menghadap
kedepan. Pada dinding posterior terdapat Krista uretralis yang
berbentuk kulit yang dibentuk oleh penonjolan membran mukosa
dan jaringan di bawahnya dengan panjang 15-17 cm dan tinggi 3
cm. Pada kiri dan kanan krista uretralis terdapat sinus prostatikus
yang ditembus oleh orifisium duktus prostatikus dari lobus lateralis
glandula prostat dan duktus dari lobus medial glandula prostat
bermuara di belakang Krista uretralis.

Bagian depan dari krista uretralis terdapat tonjolan yang disebut


kolikus seminalis. Pada orifisium utrikulus, prostatikus berbentuk
kantong sepanjang 6 cm yang berjalan ke atas dan ke belakang di
dalam substansia prostate di belakang lobus medial. Dindingnya
terdiri dari jaringan ikat, lapisan muskularis dan membran mukosa.
Beberapa glandula kecil terbuka ke permukaan dalam.
2) Uretra membranosa
Uretra pars membranasea ini merupakan saluran yang paling
pendek dan paling dangkal, berjalan mengarah ke bawah dan
kedepan di antara apeks glandula prostat dan bulbus uretra. Pars
membranasea menembus diafragma urogenitalis, panjangnya kira-
kira 2,5cm, di bawah belakang simfisis pubis diliputi oleh jaringan

12
sfingter uretra membranasea, di depan saluran ini terdapat vena
dorsalis penis yang mencapai pelvis diantara ligamentum
transversal pelvis dan ligamentum equarta pubis.
3) Uretra kavernosa
Uretra pars kavernosus merupakan saluran terpanjang dari uretra
dan terdapat di dalam korpus kavernosus uretra, panjangnya kira-
kira 15 cm, mulai dari pars membranasea sampai ke orifisium dari
difragma urogenitalis. Pars kavernosus rata berjalan ke depan dan
ke atas menuju bagian depan simfisis pubis. Pada keadaan penis
berkontraksi, pars kavernosus akan membelok ke bawah dan ke
depan. Pars kavernosus ini dangkal sesuai dengan korpus penis 6
mm dan berdilatasi ke belakang. Bagian depan berdilatasi di dalam
gland penis yang akan membentuk fossa navikularis uretra.

Orifisium uretra eksterna merupakan bagian erector yang paling


berkontraksi berupa sebuah celah vertikal di tutupi oleh kedua sisi
bibir kecil dan panjangnya 6 mm. Glandula uretralis yang akan
bermuara ke dalam uretra dibagi dalam dua bagian, yaitu glandula
dan lacuna. Glandula terdapat di bawah tunika mukosa di dalam
korpus kavernosus uretra (glandula pars uretralis). Lacuna bagian
dalam epithelium. Lacuna yang lebih besar di permukaan atas
disebut lacuna magma orifisium dan lacuna ini menyebar ke depan
sehingga dengan mudah menghalangi ujung kateter yang dilalui
sepanjang saluran.
b. Uretra Wanita
Uretra pada wanita, terletak di belakang simfisis pubis berjalan miring
sedikit kearah atas, panjangnya kurang lebih 3-4 cm. Lapisan uretra
wanita terdiri dari tunika muskularis (sebelah luar), lapisan spongiosa
merupakan pleksusu dari vena-vena, dan lapisan mukosa (lapisan
sebelah dalam). Muara uretra pada wanita terletak di sebelah atas vagina

13
(antara klitoris dan vagina) dan urtra di sini hanya sebagai saluran
ekskresi. Apabila tidak berdilatsi diameternya hanya 6 cm. uretra ini
menembus fasia diafragma urogenitalis dan orifisium eksterna langsung
di depan permukaan vagina, 2,5 cm di belakang gland klitoris. Glandula
uretra bermuara ke uretra, yang terbesar diantaranya adalah glandula
pars uretralis (skene) yang bermuara ke dalam orifisium uretra yang
hanya berfungsi sebagai saluran ekskresi.

Diafragma urogenitalis dan orifisium eksterna langsung di depan


permukaan vagina dan 2,5 cm di belakang gland klitoris. Uretra wanita
jauh lebih pendek daripada uretra pria dan terdiri lapisan otot polos yang
diperkuat oleh sfingter otot rangka pada muaranya penonjolan berupa
kelenjar dan jarongan ikat fibrosa longgar yang ditandai dengan banyak
sinus venosa mirip jaringan kavernosus.

2.3 ETIOLOGI

Inkontinensia urine khususnya pada lansia dapat merupakan sebuah gejala


dari penyakit lain. Terlebih bila gejala tersebut disertai dengan polyuria,
nokturia, peningkatan tekanan abdomen atau gangguan system saraf pusat.
Beberapa kondisi yang dapat menjadi penyebabnya ialah sebagai berikut :

1. Gagal jantung
2. Penyakit ginjal kronik
3. Diabetes
4. Penyakit paru obstruktif kronik
5. General cognitive impairment
6. Gangguan tidur, misalnya sleep apnea
7. Penyakit neurologis, misalnya stroke dan sclerosis multiple

14
8. Obesitas

2.4 Patofisiologi

Inkontinensia urine dapat terjadi dengan berbagai manifestasi, antara lain fungsi
sfingter yang terganggu menyebabkan kandung kemih bocor bila batuk atau
bersin. Bisa juga disebabkan oleh kelainan di sekeliling daerah saluran kencing.
Fungsi otak besar yang terganggu dan mengakibatkan kontraksi kandung kemih.
Terjadi hambatan pengeluaran urine dengan pelebaran kandung kemih, urine
banyak dalam kandung kemih sampai kapasitas berlebihan. Inkontinensia urine
dapat timbul akibat hiperrefleksia detrusor pada lesi suprapons dan suprasakral.
Ini sering dihubungkan dengan frekuensi dan bila jaras sensorik masih utuh, akan
timbul sensasi urgensi. Lesi LMN dihubungkan dengan kelemahan sfingter yang
dapat bermanifestasi sebagai stress inkontinens dan ketidakmampuan dari
kontraksi detrusor yang mengakibatkan retensi kronik dengan overflow Ada
beberapa pembagian inkontinensia urin, tetapi pada umumnya dikelompokkan
menjadi 4:
1. Urinary stress incontinence
Stress urinary incontinence terjadi apabila urin secara tidak terkontrol keluar
akibat peningkatan tekanan di dalam perut. Dalam hal ini, tekanan di dalam
kandung kencing menjadi lebih besar daripada tekanan pada urethra.
Gejalanya antara lain kencing sewaktu batuk, mengejan, tertawa, bersin,
berlari, atau hal lain yang meningkatkan tekanan pada rongga perut.
Pengobatan dapat dilakukan secara tanpa operasi (misalnya dengan kegel
exercises, dan beberapa jenis obat-obatan), maupun secara operasi (cara
yang lebih sering dipakai).

2. Urge incontinence

15
Urge incontinence timbul pada keadaan otot detrusor yang tidak stabil,
dimana otot ini bereaksi secara berlebihan. Gejalanya antara lain perasaan
ingin kencing yang mendadak, kencing berulang kali, kencing malam hari,
dan inkontinensia. Pengobatannya dilakukan dengan pemberian obat-obatan
dan beberapa latihan.

3. Total incontinence
Total incontinence, dimana kencing mengalir ke luar sepanjang waktu dan
pada segala posisi tubuh, biasanya disebabkan oleh adanya fistula (saluran
abnormal yang menghubungkan suatu organ dalam tubuh ke organ lain atau
ke luar tubuh), misalnya fistula vesikovaginalis (terbentuk saluran antara
kandung kencing dengan vagina) dan/atau fistula urethrovaginalis (saluran
antara urethra dengan vagina). Bila ini dijumpai,dapat ditangani dengan
tindakan operasi.

4. Overflow incontinence
Overflow incontinence adalah urin yang mengalir keluar akibat isinya yang
sudah terlalu banyak di dalam kandung kencing akibat otot detrusor yang
lemah. Biasanya hal ini dijumpai pada gangguan saraf akibat penyakit
diabetes, cedera pada sumsum tulang belakang, atau saluran kencing yang
tersumbat. Gejalanya berupa rasa tidak puas setelah kencing (merasa urin
masih tersisa di dalam kandung kencing), urin yang keluar sedikit dan
pancarannya lemah. Pengobatannya diarahkan pada sumber penyebabnya.

16
A. Pathway Inkontinensia Urine
Perubahan Neurologik Perubahan struktur kandung
Diabetes, cedera sumsum
Adanya fistulakemih (degenerative) tl. Belakang, saluran
kencing tersumbat
Perubahan
Vistula vesiko otot urinari
vaginalis
atau vistulaGangguan kontrol berkemih
uretrovaginalis Gangguan saraf

Defisiensi tahanan urethra


Inkontinensia Urinarius TotalBedrest
Inkontinensia Urin

Inkontinensia Stress
Status kesehatan berubah Immobilitas
Inkontinensia Urgensi Inkontinensia Total
Inkontinensia Overflow
Tekanankandungkemih>t
ansietas Otot detrusor tidak stabil ekananurethra

Reaksi otot berlebihan Tekanan pada rongga


Isolasi Sosial Risiko Infeksi Defisit Perawatan Diri
perut

Kencing mendadak Kencing dimalam hari Kencing berulang kali


Kandung kemih bocor

Otot detrusor lemah


batuk bersin tertawa mengedan
Inkontinensia Urinarius Dorongan
Gangguan Pola Tidur

Rembesan urin
Urindikandungkemih

Kapasitasurindikandung Mengenai area


kemihberlebih
genitalia

Resiko kerusakan
integritas kulit

17
2.5 Tanda dan Gejala (Manifestasi Klinis)

Gejala yang terjadi pada inkontinensia urine antara lain :


1. Sering Berkemih
Merupakan gejala urinasi yang terjadi lebih sering dari normal bila di
bandingkan dengan pola yang lazim di miliki seseorang atau lebih sering
dari normal yang umumnya di terima, yaitu setiap 3-6 jam sekali.
2. Frekuensi
Berkemih amat sering, dengan jumlah lebih dari 8 kali dalam waktu 24 jam.
3. Nokturia
Malam hari sering bangun lebih dari satu kali untuk berkemih.
4. Urgensi
Keinginan yang kuat dan tiba-tiba untuk berkemih walaupun penderita
belum lama sudah berkemih dan kandung kemih belum terisi penuh seperti
keadaan normal.
5. Urge Inkontinensia
Dorongan yang kuat sekali unuk berkemih dan tidak dapat ditahan sehingga
kadang–kadang sebelum sampai ke toilet urine telah keluar lebih dulu.

Orang dengan inkontinensia urine mengalami kontraksi yang tak teratur pada
kandung kemih selama fase pengisian dalam siklus miksi. Urge inkontinensia
merupakan gejala akhir pada inkontinensia urine. Jumlah urine yang keluar pada
inkontinensia urine biasanya lebih banyak daripada kapasitas kandung kemih
yang menyebabkan kandung kemih berkontraksi untuk mengeluarkan urine.
Pasien dengan inkontinensia urine pada mulanya kontraksi otot detrusor sejalan
dengan kuatnya keinginan untuk berkemih, akan tetapi pada beberapa pasien
mereka menyadari kontraksi detrusor ini secara volunter berusaha membantu
sfingter untuk menahan urine keluar serta menghambat kontraksi otot detrusor,
sehingga keluhan yang menonjol hanya urgensi dan frekuensi yaitu lebih kurang
80 %. Nokturia hampir ditemukan 70 % pada kasus inkontinensia urine dan

18
simptom nokturia sangat erat hubungannya dengan nokturnal enuresis. Keluhan
urge inkontinensia ditemukan hanya pada sepertiga kasus inkontinensia urine.

2.6 Pemeriksaan Penunjang

1. Tes diagnostik pada inkontinensia urine


a. Kultur urin : untuk menyingkirkan infeksi.
b. IVU : untuk menilai saluran bagian atas dan obstruksi atau fistula.
c. Urodinamik:
1) Uroflowmetri : mengukur kecepatan aliran.
2) Sistrometri : menggambarkan kontraksi detrusor.
3) Sistometri video: menunjukkan kebocoran urin saat mengejan pada
pasien dengan inkontinensia stres.
4) Flowmetri tekanan udara : mengukur tekanan uretra dan kandung
kemih saat istirahatdan selama berkemih.

2. Pemeriksaan Penunjang
a. Urinalisis
Digunakan untuk melihat apakah ada bakteri, darah dan glukosa dalam
urine.
b. Uroflowmeter
Digunakan untuk mengevaluasi pola berkemih dan menunjukkan
obstruksi pintu bawah kandung kemih dengan mengukur laju aliran
ketika pasien berkemih.
c. Cysometry
Digunakan untuk mengkaji fungsi neuromuskular kandung kemih
dengan mengukur efisiensi refleks otot destrusor, tekanan dan kapasitas
intravesikal, dan reaksi kandung kemih terhadap rangsangan panas.
d. Urografi Ekskretorik

19
Urografi ekskretorik bawah kandung kemih dengan mengukur laju
aliran ketika pasien berkemih. Disebut juga pielografi intravena,
digunakan untuk mengevaluasi struktur dan fungsi ginjal, ureter dan
kandung kemih.
e. Kateterisasi Residu Pascakemih
Digunakan untuk menentukan luasnya pengosongan kandung kemih dan
jumlah urine yang tersisa dalam kandung kemih setelah pasien
berkemih.

3. Laboratorium
Elektrolit, ureum, creatinin, glukosa, dan kalsium serum dikaji untuk
menentukan fungsi ginjal dan kondisi yang menyebabkan poliuria. Menurut
National Women’s Health Report, diagnosis dan terapi inkontinensia urine
dapat ditegakkan oleh sejumlah pemberi pelayanan kesehatan, termasuk
dokter pada pelayanan primer, perawat, geriatris, gerontologis, urologis,
ginekologis, pedriatris, neurologis, fisioterapis, perawat kontinensia, dan
psikolog. Pemberi pelayanan primer dapat mendiagnosis inkontinensia urine
dengan pemeriksaan riwayat medis yang lengkap dan menggunakan tabel
penilaian gejala.

Tes yang biasanya dilakukan adalah urinealisa (tes urine untuk menetukan
apakah gejalanya disebabkan oleh inkontinensia urine, atau masalah lain,
seperti infeksi saluran kemih atau batu kandung kemih). Bila urinealisa
normal, seorang pemberi pelayanan primer dapat menentukan untuk
mengobati pasien atau merujuknya untuk pemeriksaan gejala lebih lanjut.
Pada beberapa pasien, pemeriksaan fisik yang terfokus pada saluran kemih
bagian bawah, termasuk penilaian neurologis pada tungkai dan perineum,
juga diperlukan. Sebagai tambahan, pasien dapat diminta untuk mengisi
buku harian kandung kemih (catan tertulis intake cairan, jumlah dan
seringnya buang air kecil, dan sensasi urgensi) selama beberapa hari untuk

20
mendapatkan data mengenai gejala. Bila setelah langkah tadi diagnosis
definitif masih belum dapat ditegakkan, pasien dapat dirujuk ke spesialis
untuk penilaian urodinamis. Tes ini akan memberikan data mengenai
tekanan/volume dan hubungan tekanan/aliran di dalam kandung kemih.
Pengukuran tekanan detrusor selama sistometri digunakan untuk
mengkonfirmasi diagnosis overaktifitas detrusor.

2.7 Penatalaksanaan Medis

1. Latihan otot-otot dasar panggul, latihan penyesuaian berkemih, obat-obatan


untuk merelaksasi kandung kemih dan estrogen, tindakan pembedahan
memperkuat muara kandung kemih.
a. Inkontinen Stres
1) Latihan otot-otot dasar panggul.
2) Latihan penyesuaian berkemih.
3) Obat-obatan untuk merelaksasi kandung kemih dan estrogen.
4) Tindakan pembedahan memperkuat muara kandung kemih.
b. Inkontinensia Urgensi
1) Latihan mengenal sensasi berkemih dan penyesuaianya.
2) Obat-obatan untuk merelaksasi kandung kemih dan estrogen.
3) Tindakan pembedahan untuk mengambil sumbatan dan lain-lain
keadaan patologik yang menyebabkan iritasi pada saluran kemih
bagian bawah.
c. Inkontensia Overflow
1) Kateterisasi, bila mungkin secara intermiten, dan kalau tidak
mungkin secara menetap.
2) Tindakan pembedahan untuk mengangkat penyebab sumbatan.
d. Inkontinensia Tipe Fungsional
1) Penyesuaian sikap berkemih antara lain dengan jadwal dan
kebiasaan berkemih.

21
2) Pakaikan dalam dan kain penyerap khusus lainnya.
3) Penyesuaian/modifikasi lingkungan tempat berkemih.
4) Kalau perlu digaunakan obat-obatan yang merelaksasi kandung
kemih.

2. Penatalaksanaan Nonfarmakologis
Pada umumnya terapi inkontinensia urine adalah dengan cara operasi. Akan
tetapi pada kasus ringan ataupun sedang, bisa dicoba dengan terapi
konservatif. Latihan otot dasar panggul adalah terapi non operatif yang
paling populer, selain itu juga dipakai obat-obatan, stimulasi dan pemakaian
alat mekanis.
a. Latihan Otot Dasar Pinggul (Pelvic Floor Exercises)
Kontinensia dipengaruhi oleh aktifitas otot lurik uretra dan dasar pelvis.
Fisioterapi meningkatkan efektifitas otot ini. Otot dasar panggul
membantu penutupan uretra pada keadaan yang membutuhkan
ketahanan uretra misalnya pada waktu batuk. Juga dapat mengangkat
sambungan urethrovesikal ke dalam daerah yang ditransmisi tekanan
abdomen dan berkontraksi secara reflek dengan peningkatan tekanan
intraabdominal, perubahan posisi dan pengisian kandug kemih. Pada
inkompeten sfingter uretra, terdapat hilangnya transmisi tekanan
abdominal pada uretra proksimal. Fisioterapi membantu meningkatkan
tonus dan kekuatan otot lurik uretra dan periuretra. Pada kandung kemih
neurogrik, latihan kandung kemih (bladder training) telah menunjukan
hasil yang efektif. Latihan kandung kemih adalah upaya melatih
kandung kemih dengan cara konservatif, sehingga secara fungsional
kandung kemih tersebut kembali normal dari keadaannya yang
abnormal.
b. Bladder Training
Melakukan latihan menahan kemih (memperpanjang interval waktu
berkemih) dengan teknik relaksasi dan distraksi sehingga frekwensi

22
berkemih 6-7 x/hari. Lansia diharapkan dapat menahan keinginan untuk
berkemih bila belum waktunya. Lansia dianjurkan untuk berkemih pada
interval waktu tertentu, mula-mula setiap jam, selanjutnya diperpanjang
secara bertahap sampai lansia ingin berkemih setiap 2-3 jam.
Membiasakan berkemih pada waktu-waktu yang telah ditentukan sesuai
dengan kebiasaan lansia. Promted voiding dilakukan dengan cara
mengajari lansia mengenal kondisi berkemih mereka serta dapat
memberitahukan petugas atau pengasuhnya bila ingin berkemih. Teknik
ini dilakukan pada lansia dengan gangguan fungsi kognitif (berpikir).

3. Penatalaksanaan Farmakologik
a. Alfa Adrenergik Agonis
Otot leher vesika dan uretra proksimal megandung alfa adrenoseptor
yang menghasilkan kontraksi otot polos dan peningkatan tekanan
penutupan uretra obat aktif agonis alfa-reseptor bisa menghasilkan tipe
stmulasi ini dengan efek samping relatif ringan.
b. Efedrin
Efek langsung merangsang alfa sebaik beta-adrenoseptor dan juga
melepaskan noradrenalin dari saraf terminal obat ini juga dilaporkan
efektif pada inkotinensia stres. Efek samping meningkatkan tekanan
darah, kecemasan dan insomnia oleh karena stimulasi SSP.

c. Phenylpropanololamine
PPA (Phenylpropanololamine) efek stimulasi perifer sebanding dengan
efedrin, akan tetapi dengan efek CNS yang terkecil. PPA adalah
komponen utama obat influensa dalam kombinasi dengan antihistamin
dan anti hikholinergik. Dosis 50 mg dua kali sehari. Efek samping
minimal. Didapatkan 59 % penderita inkontinensia stress mengalami
perbaikan.

23
d. Estrogen
Penggunaannya masih kontroversi. Beberapa penelitian menunjukkan
efek meningkatkan transmisi tekanan intra abdominal pada uretra
dengan estrogen dosis tinggi oral dan intravaginal. Estrogen biasanya
diberikan setelah tindakan bedah pada inkontinensia dengan tujuan
untuk memperbaiki vaskularisasi dan penyembuhan jaringan urogential,
walaupun belum ada data yang akurat.

4. Stimulasi Elektrik
Metode ini paling sedikit diterima dalam terapi walaupun sudah rutin
digunakan selama 2 dekade. Prinsip stimulasi elektrik adalah menghasilkan
kontraksi otot lurik uretra dan parauretra dengan memakai implant/non-
implant (anal atau vaginal) elektrode untuk meningkatkan tekanan uretra.
Aplikasi stimulasi dengan kekuatan rendah selama beberapa jam per hari
selama beberapa bulan. Terdapat 64 % perbaikan penderita dengan cara
implant, tapi metode ini tidak populer karena sering terjadi efek mekanis dan
morbilitas karena infeksi. Sedang stimulasi non-implant terdiri dari generator
mini yang digerakkan dengan baterai dan dapat dibawa dalam pakaian
penderita dan dihubungkan dengan elektrode anal/vaginal. Bentuk elektrode
vaginal : ring, hodge pessary, silindris.

5. Alat Mekanis  (Mechanical Devices)


a. Tampon
Tampon dapat membantu pada inkontinensia stres terutama bila
kebocoran hanya terjadi intermitten misal pada waktu latihan.
Penggunaan terus menerus dapat menyebabkan vagina kering/luka.

b. Edward Spring

24
Dipasang intravagina. Terdapat 70 % perbaikan pada penderita dengan
inkontinensia stress dengan pengobatan 5 bulan. Kerugian terjadi
ulserasi vagina.
c. Bonnas’s Device
Terbuat dari bahan lateks yang dapat ditiup. Bila ditiup dapat
mengangkat sambungan urethrovesikal dan urethra proksimal.

6. Penatalaksanaan Pembedahan
Tindakan operatif sangat membutuhkan informed consent yang cermat dan
baik pada penderita dan keluarganya karena angka kegagalan maupun
rekurensi tindakan ini tetap ada. Terapi ini dapat dipertimbangkan pada
inkontinensia tipe stress dan urgensi, bila terapi non farmakologis dan
farmakologis tidak berhasil. Inkontinensia tipe overflow umumnya
memerlukan tindakan pembedahan untuk menghilangkan retensi urin. Terapi
ini dilakukan terhadap tumor, batu, divertikulum, hiperplasia prostat, dan
prolaps pelvic (pada wanita).

Penatalaksanaan stres inkontinensia urine secara operatif dapat dilakukan


dengan beberapa cara meliputi :
a. Kolporafi anterior.
b. Uretropeksi retropubik.
c. Prosedur jarum.
d. Prosedur sling pubovaginal.
e. Periuretral bulking agent.
f. Tension vaginal tape (TVT).

7. Modalitas lain
Sambil melakukan terapi dan mengobati masalah medik yang menyebabkan
inkontinensia urine, dapat pula digunakan beberapa alat bantu bagi lansia

25
yang mengalami inkontinensia urine, diantaranya adalah pampers, kateter,
dan alat bantu toilet seperti urinal, komod dan bedpan.
a. Pampers
Dapat digunakan pada kondisi akut maupun pada kondisi dimana
pengobatan sudah tidak berhasil mengatasi inkontinensia urine. Namun
pemasangan pampers juga dapat menimbulkan masalah seperti luka
lecet bila jumlah air seni melebihi daya tampung pampers sehingga air
seni keluar dan akibatnya kulit menjadi lembab, selain itu dapat
menyebabkan kemerahan pada kulit, gatal, dan alergi.
b. Kateter
Kateter menetap tidak dianjurkan untuk digunakan secara rutin karena
dapat menyebabkan infeksi saluran kemih, dan juga terjadi
pembentukan batu. Selain kateter menetap, terdapat kateter sementara
yang merupakan alat yang secara rutin digunakan untuk mengosongkan
kandung kemih. Teknik ini digunakan pada pasien yang tidak dapat
mengosongkan kandung kemih. Namun teknik ini juga beresiko
menimbulkan infeksi pada saluran kemih.

2.8 Komplikasi

Penderita dengan penyakit inkontinensia urine biasanya dapat menyebabkan


antara lain :
1. Infeksi saluran kemih.
2. Ulkus pada kulit.
3. Problem tidur.
4. Depresi dan kondisi medis lainnya..

26
BAB 3

ASUHAN KEPERAWATAN

FORMAT PENGKAJIAN LANSIA


ADAPTASI TEORI MODEL CAROL A MILLER
STIKES ICME JOMBANG

Nama wisma : Tanggal Pengkajian : 01 – 03 –


2020

1. IDENTITASK :
LIEN
Nama : -
Umur :
Agama :
Alamat asal :
Tanggal datang :
2 DATA :
. KELUARGA
Nama :
Hubungan :
Pekerjaan :
Alamat :

27
3 STATUS KESEHATAN SEKARANG :
.

4. AGE RELATED CHANGES(PERUBAHAN TERKAIT PROSES MENUA) :

FUNGSI FISIOLOGIS

1. Kondisi Umum
Ya Tidak
Kelelahan : Ya
Perubahan BB : Ya
Perubahan nafsu : Ya
makan
Masalah tidur : Ya
Kemampuan ADL : Tidak
KETERANGAN : Pasien sering merasa kelelahan, BB turun 2kg, nafsu
makan berkurang hanya 2x dalam sehari, sulit tidur
karena terkadang Inkontenesia kambuh saat malam,
dan hanya melakukan aktifitas biasa yang ringan tidak
bisa berat

2. Integumen
Ya Tidak
Lesi / luka : Tidak
Pruritus : Tidak
Perubahan : Ya
pigmen
Memar : Tidak
Pola : Tidak
penyembuhan lesi
KETERANGAN : Tidak ada luka yang dialami pasien
..........................................................................................................

28
3. Hematopoetic
Ya Tidak
Perdarahan abnormal : Tidak
Pembengkakan kel. : Tidak
Limfe
Anemia : Tidak
KETERANGAN : Tidak ada masalah ...............................

4 Kepala
.
Ya Tidak
Sakit kepala : Ya
Pusing : Ya
Gatal pada kulit : Tidak
kepala
KETERANGAN : Terkadang sakit kepala dan pusing ketika aktifitas hanya berbaring

5 Mata
.
Ya Tidak
Perubahan : Ya
penglihatan
Pakai kacamata : Ya
Kekeringan mata : Tidak
Nyeri : Tidak
Gatal : Tidak
Photobobia : Tidak
Diplopia : Tidak
Riwayat infeksi : Tidak

29
KETERANGAN :

6.

Telinga

Ya

Tidak

Penurunan pendengaran

Ya

Discharge

Tidak

Tinitus

30
:

Tidak

Vertigo

Tidak

Alat bantu dengar

Tidak

Riwayat infeksi

Tidak

Kebiasaan membersihkan telinga

Ya

31
Dampak pada ADL

..........................................................................................

KETERANGAN

Tidak terlalu jelas jika lawan bicara berbicara lirih

..........................................................................................

7.

Hidung sinus

Ya

Tidak

Rhinorrhea

32
:

Tidak

Discharge

Tidak

Epistaksis

Tidak

Obstruksi

Tidak

Snoring

33
:

Tidak

Alergi

Tidak

Riwayat infeksi

Tidak

KETERANGAN

Tidak ada masalah pada pasien

...................................................................................................................

34
8.

Mulut, tenggorokan

Ya

Tidak

Nyeri telan

Tidak

Kesulitan menelan

35
Tidak

Lesi

Tidak

Perdarahan gusi

Tidak

Caries

Tidak

Perubahan rasa

36
:

Iya

Gigi palsu

Iya

Riwayat Infeksi

Tidak

Pola sikat gigi

2x dalam sehari ..........................................................................

KETERANGAN

37
:

Pasien memakai gigi palsu bagian atas

........................................................................................................

9 Leher
.
Ya Tidak
Kekakuan : Ya
Nyeri tekan : Tidak
Massa : Tidak
KETERANGA : Terkadang merasa seperti tengengen
...............................................................................................................
N
..........

10 Pernafasan
.
Ya Tidak
Batuk : Ya
Nafas pendek : Ya
Hemoptisis : Tidak
Wheezing : Ya
Inkontenesia : Ya
KETERANGA : Batuk tidak bisa keluar sputum, terdapat wheezing, dan memiliki
Inkontenesia
N
...........................................................................................................
........

11. Kardiovaskuler
Ya Tidak
Chest pain : Ya
Palpitasi : Ya
Dipsnoe : Ya

38
Paroximal nocturnal : Tidak
Orthopnea : Ya
Murmur : Tidak
Edema : Tidak
KETERANGAN : RR 25x/mnt

12 Gastrointestinal
.
Ya Tidak
Disphagia : Tidak
Nausea / : Tidak
vomiting
Hemateemesis : Tidak
Perubahan nafsu : Ya
makan
Massa : Tidak
Jaundice : Tidak
Perubahan pola : Ya
BAB
Melena : Tidak
Hemorrhoid : Tidak
Pola BAB : 2x dalam sehari .........................................................
KETERANGA : Makan hanya 2x dalam sehari dan BAB 2hari sekali
.........................................................................................................
N
..

13 Perkemihan
.
Ya Tidak
Dysuria : Tidak

39
Frekuensi : .......................................................................................................
Hesitancy : Tidak
Urgency : Ya
Hematuria : Tidak
Poliuria : Tidak
Oliguria : Tidak
Nocturia : Tidak
Inkontinensia : Ya
Nyeri berkemih : Tidak
Pola BAK : 4-5x dalam sehari .............................................................
KETERANGA : Terkadang mengompol namun tidak sering
.........................................................................................................
N
..

14 Reproduksi (laki -
. laki)
Ya Tidak
Lesi :
Disharge :
Testiculer pain :
Testiculer massa :
Perubahan gairah :
sex
Impotensi :

Reproduksi
(perempuan)
Lesi : Tidak
Discharge : Tidak

40
Postcoital bleeding : Tidak
Nyeri pelvis : Tidak
Prolap : Tidak
Riwayat menstruasi : Normal 5-7 hari ..................................................
Aktifitas seksual :
Pap smear :
KETERANGAN : ..........................................................................................................
..........................................................................................................

15 Muskuloskeletal
.
Ya Tidak
Nyeri Sendi : Ya
Bengkak : Tidak
Kaku sendi : Ya
Deformitas : Tidak
Spasme : Ya
Kram : Ya
Kelemahan otot : Ya
Masalah gaya berjalan : Ya
Nyeri punggung : Tidak
Pola latihan : ............................................................................................
Dampak ADL : .................................................................................................
KETERANGAN : Pasien malas untuk jalan lama karena sering kram dan nyer
sendi terutama tidak kuat untuk jalan lama

41
16 Persyarafan
.
Ya Tidak
Headache : Ya
Seizures : Tidak
Syncope : Tidak
Tic/tremor : Tidak
Paralysis : Tidak
Paresis : Tidak
Masalah memori : Ya
KETERANGAN : Terkadang lupa terhadap apa yang telah dialami
..........................................................................................................

5 POTENSI PERTUMBUHAN PSIKOSOSIAL DAN SPIRITUAL :


.
Psikososial YA Tidak
Cemas : Ya
Depresi : Tidak
Ketakutan : Ya
Insomnia : Ya
Kesulitan dalam mengambil : Ya
keputusan
Kesulitan konsentrasi : Ya
Mekanisme koping :
Persepsi tentang kematian : Pasien percaya bahwa semua orang akan mati
sehingga pasien pasrah terhadap penyakit yang diderita
Dampak pada
ADL :.....................................................................................................................
....

Spiritual
 Aktivitas ibadah : Pasien suka mengaji

 Hambatan : Tidak bisa berjalan menuju masjid

42
KETERANGAN :.................................................................................................
....

6. LINGKUNGAN :

 Kamar : Bersih tidak kotor dan


rapi.........................................................................

 Kamarmandi : Bersih ..................................................................

 Dalamrumah.wisma :
Bersih ..............................................................................

 Luarrumah:
Bersih .....................................................................................

7. NEGATIVE FUNCTIONAL CONSEQUENCES

1. Kemampuan ADL
Tingkat kemandirian dalam kehidupan sehari-hari (Indeks Barthel)
No Kriteria Dengan Mandiri Skor
Bantuan Yang
Didapat

1 Makan 5 10 5

2 Berpindah dari kursi roda ke tempat tidur, atau 5-10 15 10


sebaliknya

3 Personal toilet (cuci muka, menyisir rambut, gosok 0 5 5

43
gigi)

4 Keluar masuk toilet (mencuci pakaian, menyeka 5 10 5


tubuh, menyiram)

5 Mandi 0 5 0

6 Berjalan di permukaan datar (jika tidak bisa, dengan 0 5 0


kursi roda )

7 Naik turun tangga 5 10 5

8 Mengenakan pakaian 5 10 5

9 Kontrol bowel (BAB) 5 10 5

10 Kontrol Bladder (BAK) 5 10 5

2. Aspek Kognitif dengan MMSE (Mini Mental Status Exam)

No Aspek Nilai Nilai Kriteria


Kognitif maksimal Klien
1 Orientasi 5 2 Menyebutkan dengan benar :
Tahun : 2020.........................
Hari :kamis...........................................
Musim : panas........................
Bulan : april..................................
Tanggal : 31
2 Orientasi 5 3 Dimanasekarangkitaberada ?
Negara: Indonesia………………
Panti : ………………………………..
Propinsi: Jawa Timur………………..
Wisma : ……………………………..

44
Kabupaten/kota :
Surabaya……………………
3 Registrasi 3 3 Sebutkan 3 nama obyek (misal : kursi, meja,
kertas), kemudian ditanyakan kepada klien,
menjawab :
1) Kursi 2). Meja 3). Kertas
4 Perhatiandankalkulas 5 1 Meminta klien berhitung mulai dari 100
i kemudian kurangi 7 sampai 5 tingkat.
Jawaban :
1). 93 2). 86 3). 79 4). 72 5).
65
5 Mengingat 3 0 Minta klien untuk mengulangi ketiga obyek
pada poin ke- 2 (tiap poin nilai 1)
6 Bahasa 9 2 Menanyakan pada klien tentang benda
(sambil menunjukan benda tersebut).
1). ...................................
2). ...................................
3). Minta klien untuk mengulangi kata berikut
:
“ tidak ada, dan, jika, atau tetapi )
Klien menjawab :

Minta klien untuk mengikuti perintah berikut


yang terdiri 3 langkah.
4). Ambil kertas ditangan anda
5). Lipat dua
6). Taruh dilantai.
Perintahkan pada klien untuk hal berikut (bila
aktifitas sesuai perintah nilai satu poin.
7). “Tutup mata anda”
8). Perintahkan kepada klien untuk menulis
kalimat dan
9). Menyalin gambar 2 segi lima yang saling
bertumpuk

Total nilai 30 11
Interpretasihasil :
24 – 30 : tidakadagangguankognitif
18 – 23 : gangguankognitifsedang
0 - 17 : gangguankognitifberat

45
Kesimpulan : Gangguan Kognitif Berat……………..

3. Tes Keseimbangan
Time Up Go Test

No Tanggal Pemeriksaan Hasil TUG (detik)


1 17 detik
01 – 03 – 2020
2 20 detik
15 – 03 – 2020
3 23 detik
31 – 03 – 2020
Rata-rata Waktu TUG 20

Interpretasi hasil Resiko Tinggi Jatuh

Interpretasi hasil:
Apabila hasil pemeriksaan TUG menunjukan hasil berikut:
>13,5 detik Resiko tinggi jatuh
>24 detik Diperkirakan jatuh dalam kurun waktu
6 bulan
>30 detik Diperkirakan membutuhkan bantuan
dalam mobilisasi dan melakukan ADL
(Bohannon: 2006; Shumway-Cook,Brauer & Woolacott: 2000; Kristensen,
Foss & Kehlet: 2007: Podsiadlo & Richardson:1991)

4. Kecemasan, GDS
Pengkajian Depresi
Jawaban
No Pertanyaan
Ya Tdk Hasil
1. Anda puas dengan kehidupan anda saat ini 0 1 1
2. Anda merasa bosan dengan berbagai aktifitas dan kesenangan 1 0 1
3. Anda merasa bahwa hidup anda hampa / kosong 1 0 0
4. Anda sering merasa bosan 1 0 1
5. Anda memiliki motivasi yang baik sepanjang waktu 0 1 1
8. Anda takut ada sesuatu yang buruk terjadi pada anda 1 0 1
7. Anda lebih merasa bahagia di sepanjang waktu 0 1 1
8. Anda sering merasakan butuh bantuan 1 0 1
9. Anda lebih senang tinggal dirumah daripada keluar melakukan 1 0 0
sesuatu hal
10 Anda merasa memiliki banyak masalah dengan ingatan anda 1 0 1

46
.
11 Anda menemukan bahwa hidup ini sangat luar biasa 0 1 1
.
12 Anda tidak tertarik dengan jalan hidup anda 1 0 1
.
13 Anda merasa diri anda sangat energik / bersemangat 0 1 1
.
14 Anda merasa tidak punya harapan 1 0 1
.
15 Anda berfikir bahwa orang lain lebih baik dari diri anda 1 0 1
.
Jumlah 13
(Geriatric Depressoion Scale (Short Form) dari Yesafage (1983) dalam
Gerontological Nursing, 2006)
Interpretasi :
Jika Diperoleh skore 5 atau lebih, maka diindikasikan depresi

5. Status Nutrisi

Pengkajian determinan nutrisi pada lansia:

No Indikators score Pemeriksaan


1. Menderita sakit atau kondisi yang mengakibatkan perubahan 2 1
jumlah dan jenis makanan yang dikonsumsi
2. Makan kurang dari 2 kali dalam sehari 3 2
3. Makan sedikit buah, sayur atau olahan susu 2 1
4. Mempunyai tiga atau lebih kebiasaan minum minuman 2 0
beralkohol setiap harinya
5. Mempunyai masalah dengan mulut atau giginya sehingga tidak 2 1
dapat makan makanan yang keras

47
6. Tidak selalu mempunyai cukup uang untuk membeli makanan 4 3
7. Lebih sering makan sendirian 1 1
8. Mempunyai keharusan menjalankan terapi minum obat 3 kali 1 1
atau lebih setiap harinya
9. Mengalami penurunan berat badan 5 Kg dalam enam bulan 2 1
terakhir
10. Tidak selalu mempunyai kemampuan fisik yang cukup untuk 2 0
belanja, memasak atau makan sendiri
Total score 11
(American Dietetic Association and National Council on the Aging, dalam
Introductory Gerontological Nursing, 2001)

*centang pada kolom pemeriksaan jika ditemukan indikastor pada lansia

Interpretasi:

0 – 2 : Good

3 – 5 : Moderate nutritional risk

6≥ : High nutritional risk

6. Hasil pemeriksaan Diagnostik

No Jenis pemeriksaan Tanggal Hasil


Diagnostik Pemeriksaan

48
7. Fungsi sosial lansia

APGAR KELUARGA DENGAN LANSIA

Alat Skrining yang dapat digunakan untuk mengkaji fungsi sosial lansia

NO URAIAN FUNGSI SKOR


1. Saya puas bahwa saya dapat kembali pada keluarga (teman- ADAPTATION 1
teman) saya untuk membantu pada waktu sesuatu
menyusahkan saya
2. Saya puas dengan cara keluarga (teman-teman)saya PARTNERSHI 1
membicarakan sesuatu dengan saya dan mengungkapkan P
masalah dengan saya
3. Saya puas dengan cara keluarga (teman-teman) saya GROWTH 1
menerima dan mendukung keinginan saya untuk melakukan
aktivitas / arah baru
4. Saya puas dengan cara keluarga (teman-teman) saya AFFECTION 2
mengekspresikan afek dan berespon terhadap emosi-emosi
saya seperti marah, sedih/mencintai
5. Saya puas dengan cara teman-teman saya dan saya RESOLVE 0
meneyediakan waktu bersama-sama
Kategori Skor: TOTAL 5
Pertanyaan-pertanyaan yang dijawab:
1). Selalu : skore 22). Kadang-kadang : 1
3). Hampir tidak pernah : skore 0
Intepretasi:
< 3 = Disfungsi berat
4 - 6 = Disfungsi sedang
> 6 = Fungsi baik

49
ANALISA DATA

No Data Etiologi Masalah


.

50
1. DS : Kegagalan mekanisme Kekurangan volume
- Klien mengatakan regulasi cairan
mengurangi
minum.
- Klien mengatakan
sering merasa
haus.
DO :
- Membran mukosa
kering.
- Turgor kulit
kering.
- TTV :
- TD : 160/90
mmHg.
- N : 90x/menit.
- RR : 19x/menit.
- S : 37°C.
- BB 71kg
- Frekuensi minum
4-5 gelas dalam
sehari.

51
2. DS : Gangguan fungsi kognisi Inkontinensia
- Klien mengatakan urinarius fungsional
kencing sebanyak
lebih dari 10 kali
dalam sehari.
- Klien mengatakan
bahwa dirinya
tidak bisa menahan
kencing untuk
sampai ke toilet.
DO :
- Klien sering
mengompol.

52
3. DS : Gangguan turgor kulit Kerusakan integritas
- Klien mengatakan kulit
perih di daerah
perinealnya.
DO :
- Tampak
kemerahan di area
perineal.
- Turgor kulit
kering.

A. Diagnosa Keperawatan
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kegagalan mekanisme
regulasi.
2. Inkontinensia urinarius fungsional berhubungan dengan gangguan fungsi
kognitif.
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan irigasi kontras oleh urine.

53
B. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan Intervensi
. keperawatan
1. Kekurangan Setelah dilakukan asuhan Jaga intake/asupan yang
volume keperawatan selama 1x24 akurat dan catat output.
cairan jam klien mampu
berhubungan menunjukan hidrasi yang Monitor status hidrasi
dengan adekuat, dengan kriteria : (misalnya : membran
kegagalan 1. Keseimbangan mukosa lembab,denyut
mekanisme intake dan output nadi adekuat, dan tekanan
regulasi dalam 24 jam. darah ortostatik.
2. Turgor kulit elastis.
3. Kelembapan Monitor tanda tanda vital

membran mukosa. pasien.

4. TTV stabil.
Monitor makanan/cairan
yang dikonsumsi dan
hitung asupan kalori
harian.
Distribusikan asupan
cairan salama 24 jam.

2. Inkontinensia Setelah dilakukan asuhan Jaga privasi klien saat


urinarius keperawatan selama 1x24 berkemih.
fungsional jam klien mampu
Modifikasi pakaian dan
berhubungan mengontrol pola
lingkungan untuk
dengan berkemih, dengan kriteria
mempermudah akses ke
gangguan :
toilet.

54
fungsi 1. Klien dapat Batasi intake cairan 2-3
kognitif. merespon saat jam sebelum tidur.
kandung kemih
penuh dengan tepat
Instruksikan klien untuk
waktu.
minum minimal 1500 cc
air per hari.

3. Kerusakan Setelah dilakukan asuhan Bantu pasien


integritas keperawatan selama 1x24 membersihkan perineum.
kulit jam klien mampu
berhubungan menunjukan perbaikan Jaga agar area perineum
dengan keadaan turgor dan tetap kering.
irigasi mempertahankan
kontras oleh keutuhan kulit, dengan Bersihkan area perineum
urine. kriteria : secara teratur.
1. Kulit perianal tetap
Berikan posisi yang
utuh.
nyaman.
2. Urin jernih dengan
sedimen minimal. Berikan lotion
perlindungan yang tepat
(misalnya : zink oksida,
petrolatum).

55
C. Implementasi dan Evaluasi
No.
Tanggal Implementasi Evaluasi
Dx
1. 1. Menjaga intake/asupan S :
yang akurat dan catat - Klien mengatakan
output. mengurangi minum.
- Respon : Klien - Klien mengatakan
mengatakan masih sering sering merasa haus.
merasakan haus karena
intake dibatasi. O:
2. Memonitor status hidrasi - Membran mukosa
(misalnya : membran kering.
mukosa lembab,denyut - Turgor kulit kering.
nadi adekuat, dan tekanan - TTV :
darah ortostatik. - TD : 160/90
- Respon : mmHg
- Membran mukosa - N : 90x/menit.
tampak kering. - RR : 19x/menit.
- Turgor kulit tidak - S : 37°C.
elastis. - BB 71kg
3. Memonitor tanda tanda - Frekuensi minum 4-5
vital pasien. gelas dalam sehari.
- Respon :
- TD : 160/90 mmHg. A:
- N : 90x/menit. Masalah belum teratasi.
- RR : 19x/menit.
- S : 37°C. P:
4. Berkolaborasi dengan Intervensi dilanjutkan :
keluarga untuk mengawasi - Menjaga
asupan cairan pasien. intake/asupan yang

56
- Respon : Keluarga akurat dan catat
mengatakan pasien output.
sering mengeluh haus. - Memonitor status
hidrasi (misalnya :
membran mukosa
lembab,denyut nadi
adekuat, dan tekanan
darah ortostatik.
- Memonitor tanda
tanda vital pasien.
- Berkolaborasi dengan
keluarga untuk
mengawasi asupan
cairan pasien.
2. 1. Menjaga privasi klien saat S :
berkemih. - Klien mengatakan
- Respon : Pasien tampak frekuensi pipis masih
lebih nyaman saat 10x dalam sehari.
sedang berkemih dan - Klien mengatakan
tidak merasa bahwa dirinya masih
malu/terganggu dengan belum bisa menahan
orang di sekitar. pipis untuk sampai ke
2. Memodifikasi pakaian dan toilet.
lingkungan untuk
mempermudah akses ke O :
toilet. - Tampak masih
- Respon : Klien sudah mengompol.
terlihat lebih mudah saat
akan berkemih. A:
Masalah belum teratasi.

57
3. Membatasi intake cairan P :
2-3 jam sebelum tidur. Intervensi dilanjutkan :
- Respon : Klien masih - Memodifikasi
terlihat mengompol pakaian dan
tetapi dalam jumlah yang lingkungan untuk
sedikit/jarang. mempermudah akses
4. Menginstruksikan klien ke toilet.
untuk minum minimal - Membatasi intake
1500 cc air per hari. cairan 2-3 jam
- Respon : Klien sebelum tidur.
mengatakan/tampak
tidak mengalami
dehidrasi karena output
berlebih.
3. 1. Membantu pasien S :
membersihkan perineum. - Klien mengatakan
- Respon : Pasien terlihat perih pada area
lebih nyaman jika perinealnya.
perenieumnya bersih.
2. Menjaga agar area O :
perineum tetap kering. - Terdapat lecet di area
- Respon : Pasien tampak perineal.
sangat memperhatikan
perenieumnya agar tidak A :
lembab/basah. Masalah belum teratasi.
3. Membersihkan area
perineum secara teratur. P:
- Respon : Pasien tampak Intervensi dilanjutkan:
sering mengeluh perih - Menjaga agar area
saat sedang dibersihkan. perineum tetap

58
4. Memberikan posisi yang kering.
nyaman. - Membersihkan
- Respon : Pasien masih area perineum
tampak kurang nyaman secara teratur
dan sering - Memberikan posisi
berganti/berpindah yang nyaman.
posisi.
5. Memberikan lotion
perlindungan yang tepat
(misalnya : zink oksida,
petrolatum).
- Respon : Pasien tampak
tidak khawatir lagi
dengan keadaan
pereniumnya setelah
diberikan lotion.

59
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Inkontinensia urine adalah ketidak mampuan menahan air kencing. Inkontinensia
urin merupakan salah satu manifestasi penyakit yang sering ditemukan pada
pasien geriatri. Diperkirakan prevalensi inkontinensia urin berkisar antara 15–
30% usia lanjut di masyarakat dan 20-30% pasien geriatri yang dirawat di rumah
sakit mengalami inkontinensia urin, dan kemungkinan bertambah berat
inkontinensia urinnya 25-30% saat berumur 65-74 tahun. Inkontinensia urine
bisa disebabkan oleh karena komplikasi dari penyakit infeksi saluran kemih,
kehilangan kontrol spinkter atau terjadinya perubahan tekanan abdomen secara
tiba-tiba. inkontinensia urine dapat terjadi pada pasien dari berbagai usia,
kehilangan kontrol urinari merupakan masalah bagi lanjut usia.

B. Saran
Kami selaku mahasiswa berharap dengan pembuatan paper dalam bentuk
makalah ini, dapat memberikan manfaat dalam proses belaja mengajar. Dan tetap
mengharapkan bimbingan lebih dalam lagi dari para Dosen pembimbing
mengenai penyakit “Inkontenensia Urin”.

60
DAFTAR PUSTAKA
Wirautami,adisty.” Laporan pendahuluan Inkontinensia”. Jumat,25 september
2015.http://adistywirautami.blogspot.co.id/2015/09/laporan-pendahuluan-
inkontinensia.html

Nurhasanah,Dewi.” INKONTINENSIA URIN”.8 januari


2014.http://dewinrhasanah.blogspot.co.id/2014/01/inkontinensia-urin.html

Hidayah,Nur. ” Inkontinensia Urine”. 16 september


2012.http://askephidayah.blogspot.co.id/2012/09/inkontinensia-urine.html

https://id.scribd.com/doc/198771799/Penatalaksanaan-Dan-Pencegahan-
Inkontinensia-Urine

Setianingsih, Nur oktif.” ASUHAN KEPERAWATAN INKONTINENSIA


URIN”. 4 september 2015.
http://materiilmuankeperawatan.blogspot.co.id/2015/09/asuhan-keperawatan-
inkotenensia-urin.html

61
62

Anda mungkin juga menyukai