Anda di halaman 1dari 14

Jurnal Keperawatan Volume 12 No 3, Hal 327 - 340, September 2020 p-ISSN 2085-1049

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal e-ISSN 2549-8118

PENERAPAN SOCIAL SKILL TRAINING DENGAN MENGGUNAKAN


PENDEKATAN TEORI HILDEGARD PEPLAU TERHADAP PENURUNAN
GEJALA DAN KEMAMPUAN PASIEN ISOLASI SOSIAL
Jek Amidos Pardede2*, Achir Yani Syuhaimie Hamid2, Yossie Susanti Eka Putri2
1
Program Studi Ners, Universitas Sari Mutiara Indonesia, Jln. Kapten Muslim No.79 Medan, Indonesia 20123
2
Departemen Keperawatan Jiwa, Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia, Pondok Cina, Kecamatan
Beji, Kota Depok, Jawa Barat, Indonesia 16424
*jekpardedemi@rocketmail.com

ABSTRAK
Penerapan Terapi Social Skill Training merupakan terapi yang digunakan untuk mengatasi
masalah isolasi sosial pasien skizofrenia. Karya Ilmiah Akhir ini bertujuan memberikan
gambaran manajemen kasus spesialis keperawatan jiwa pada klien isolasi sosial melalui
pendekatan konsep teori Hildegrad Peplau di Ruang Arimbi Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki
Mahdi Bogor. Metode yang digunakan adalah analisis terhadap penerapan manajemen kasus
pasien isolasi sosial menggunakan pendekatan konsep teori Hildegard Peplau di Ruang Arimbi
Rumah Sakit dr Marzoeki Mahdi Bogor pada 32 pasien. Hasil yang ditemukan Social Skill
Training efektif dalam menurunkan gejala dan meningkatkan kemampuan pasien isolasi sosial
yang ditunjukkan melalui respon kognitif, afektif, fisiologis, perilaku dan sosial.

Kata kunci: isolasi social; social skill training; teori hildegard peplau

APPLICATION OF SOCIAL SKILL TRAINING USING HILDEGARD PEPLAU


THEORY APPROACH TO REDUCING SYMPTOMS AND THE CAPABILITY OF
SOCIAL ISOLATION PATIENTS

ABSTRACT
Application of Social Skill Training (SST) Therapy is a therapy used to overcome the problem of social
isolation in schizophrenia patients. This Final Scientific Work aims to provide an overview of mental
nursing specialist case management in social isolation clients through a model and the concept of
Hildegrad Peplau's theory approach at Arimbi room at Dr. H. Marzoeki Mahdi Hospital in Bogor.
The method used is an analysis of the application of social isolation patient case management using
the concept of Hildegard Peplau's theory at Arimbi Room of Dr. H. Marzoeki Mahdi Hospital in
Bogor on 32 patients. The results found Social Skill Training is effective in reducing symptoms and
increasing the patient's ability to social isolation which is shown through cognitive, affective,
physiological, behavioral and social responses.

Keywords: hildegard peplau theory; social isolation; social skill training

PENDAHULUAN skizofrenia diperkirakan sebesar 0,2%


Skizofrenia merupakan sekelompok meningkat menjadi 1,5% setara untuk
reaksi psikotik yang mempengaruhi pria dan wanita di semuatingkatan usia
berbagai area fungsi individu, termasuk (Barlow & Durand, 2011). Prevalensi
berfikir, berkomunikasi, menerima skizofrenia yang cukup tinggi bukan
menginterpreta- sikan realitas, merasakan hanya di dunia tetapi di Indonesia juga
dan menunjukkan emosi. Rhoads (2011, mengalami hal yang sama. Penelitian
dalam Pardede (2019) mengatakan Pardede et al, (2015) mendapatkan hasil
skizofrenia adalah penyakit kronis, parah, kelompok skizofrenia juga menempati
dan melumpuhkan, gangguan otak yang sebesar 83.3% klien di rumah sakit jiwa
ditandai dengan pikiran kacau, waham, RSJ Daerah Provinsi Sumatera Utara
halusinasi, dan perilaku aneh. Prevalensi Medan

327
Jurnal Keperawatan Volume 12 No 2, Hal 327 - 340, September 2020 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

Klien skizofrenia 72% mengalami isolasi keperawatan. Penggunaan model dan


sosial (Pardede et al, 2015). Hasil konsep teori keperawatan dalam
penelitian Bobes et al (2009) pendekatan asuhan keperawatan yang
mendapatkan hasil 45,8% klien diberikan dapat menjadi dasar penerapan
skizofrenia mengalami isolasi sosial. serta pengembangan terapi spesialis
Isolasi sosial merupakan salah satu keperawatan jiwa yang pada akhirnya
masalah keperawatan yang banyak bertujuan meningkatkan kemampuan
dialami oleh pasien gangguan jiwa berat. klien khususnya yang mengalami
Menurut Nanda (2012) isolasi sosial gangguan jiwa dalam berfikir maupun
sebagai suatu pengalaman menyendiri berperilaku.
dari seseorang dan perasaan segan
terhadap orang lain sebagai sesuatu yang Tindakan keperawatan ini menggunakan
negatif atau keadaan yang mengancam. pendekatan model dan konsep teori
Townsend (2014) juga mengatakan keperawatan dalam merawat klien
bahwa isolasi sosial merupakan keadaan dengan isolasi sosial yakni model dan
kesepian yang dialami oleh seseorang konsep teori Hildegard Peplau Model
karena orang lain dianggap menyatakan konsep dan teori keperawatan ini
sikap negatif dan mengancam bagi bertujuan untuk membantu
dirinya. Isolasi sosial adalah keadaan perkembangan kepribadian kearah
dimana seorang individu mengalami kedewasaan dalam menjalin hubungan
penurunan fungsi pikiran dan perilaku interpersonal (Peplau, 1991). Model
atau bahkan sama sekali tidak mampu konsep dan teori keperawatan ini
berinteraksi dengan orang lain membantu perawat dan klien dalam
disekitarnya (Keliat et al, 2011). berhubungan dan berinteraksi sehingga
tujuan perawat dan klien tercapai. Teori
Beberapa penelitian sudah dilakukan model keperawatan ini juga membantu
pada klien yang mengalami masalah perawat membuat kerangka fikir terhadap
keperawatan isolasi sosial, ternyata masalah yang sedang dialami klien,
dengan memberikan terapi generalis sehingga dapat diuraikan dalam rencana
keperawatan dan terapi spesialis keperawatan terkait dengan masalah
keperawatan mampu memberikan efek isolasi sosial. Penggunaan Model konsep
yang sangat baik dalam penurunan gejala dan teori keperawatan hubungan
dan peningkatan kemampuan klien interpersonal Peplau dan hubungan
dengan Social Skills Training timbal balik yang melandasi pelaksanaan
(Renidayati, Keliat, & Sabri, 2008); manajemen asuhan dan pelayanan pada
Cognitive Behavior Social Skills Training klien isolasi sosial secara eklektik.
(McQuaid, 2000; Jumaini, Keliat, &
Daulima, 2010); Cognitive Behavior METODE
Therapy (Nyumirah, Yani & Mustikasari, Karya ilmiah akhir ini merupakan
2012; Ma et al, 2019); Reminiscence metode analisis terhadap penerapan
therapy ( Franck et al, 2016) manajemen kasus pasien isolasi sosial
menggunakan pendekatan model dan
Terapi spesialis keperawatan yang sudah konsep teori Hildegard Peplau di Ruang
diberikan pada klien dengan masalah Arimbi Rumah Sakit dr Marzoeki Mahdi
isolasi sosial terbukti sangat efektif. Bogor. Pengukuran untuk mengevaluasi
Tindakan keperawatan akan lebih respon atau tanda dan gejala terhadap
berkualitas apabila diberikan dengan stresor pasien isolasi sosial dengan
penggunaan teori dan model konsep menggunakan standart assesment
keperawatan sebagai kerangka pikir bagi (evaluasi tanda dan gejala). Standart
perawat untuk melaksanakan asuhan assesment yang diberikan pada klien

328
Jurnal Keperawatan Volume 12 No 2, Hal 327 - 340, September 2020 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

isolasi sosial sudah uji expert validity psikologis, dan sosiokultural. Pada klien
oleh pakar keperawatan jiwa (Prof. Dr. yang mengalami masalah isolasi sosial
Budi Anna Keliat, SKp, M. App.Sc). yang sebanyak 32 orang akan
diidentifikasi berdasarkan tiga aspek
Stantart assesment respon atau tanda dan tersebut.
gejala ini terdiri 37 pernyataan,
pernyataan respon kognitif sebanyak 13 Berdasarkan hasil distribusi faktor
item, respon afektif sebanyak 10 item, prediposisi dapat dijelaskan bahwa pada
respon fisiologis sebanyak 3 item, respon faktor predisposisi aspek biologis
perilaku sebanyak 6 item dan respon terbanyak yaitu adanya riwayat gangguan
sosial sebanyak 5 item. Pengukuran untuk jiwa sebelumnya sebanyak 32 klien
mengevaluasi kemampuan pasien isolasi (100%). Gangguan konsep diri sebanyak
sosial dengan menggunakan standart 32 klien (100%) pada aspek psikologis.
assesment (evaluasi kemampuan dalam Sedangkan sosial kultural sebanyak 30
melaksanakan SST). Standart assesment klien (93.7%) jarang terlibat dalam
yang diberikan pada klien isolasi sosial kegiatan sosial. Faktor presipitasi
adalah Stantart assesment kemampuan merupakan stimulus internal maupun
terapi SST ini terdiri 39 pernyataan, eksternal yang mengancam individu.
pernyataan untuk sesi 1 sebanyak 8 item, Sesuai dengan model adaptasi Stuart,
sesi 2 sebanyak 10 item, sesi 3 sebanyak faktor ini dapat bersifat biologis,
3 item, sesi 4 sebanyak 6 item dan sesi 5 psikologis maupun sosialbudaya dan
sebanyak 18 item. aspek yang dikaji meliputi sifat stresor,
asal stresor, waktu dan jumlah stresor.
HASIL Fakrtor presipitasi terjadinya masalah
Pelaksanaan asuhan keperawatan isolasi sosial.
spesialis jiwa pada 32 klien yang
mengalami isolasi sosial ini dilakukan di Berdasarkan hasil faktor presipitasi
Ruang Arimbi RS Dr Marzoeki Mahdi klien diperoleh bahwa berdasarkan sifat
Bogor. Karakteristik klien stresor pada 32 klien isolasi sosial
dikelompokkan berdasarkan usia, jenis ditemukan stresor presipitasi biologis
kelamin, pekerjaan, pendidikan, status sebagian besar berupa riwayat putus
pernikahan dan tingkat kemandirian. obat sebanyak 32 klien (100%). Stresor
Secara rinci dapat dilihat pada instrument tersebut berasal dari faktor internal
karakteristik klien. Berdasarkan hasil klien yaitu merasa bosan minum obat,
distribusi karakteristik klien diperoleh obat terasa pahit, merasa sudah
bahwa klien berada dalam rentang usia sembuh, merasa tidak cocok karena jika
19-35 sebanyak 18 klien (56.2%) dan minum obat badan menjadi lemas dan
berjenis perempuan (100%). Klien mengantuk sehingga tidak dapat bekerja
memiliki latar belakang pendidikan serta rasa khawatir adanya
menengah sebanyak 12 klien (37.5%), ketergantungan akan obat sehingga klien
tidak bekerja sebanyak 29 (90.6%), dan tidak patuh terhadap program
status pernikahan sebanyak 14 klien pengobatannya. Stresor biologis yang
(43.7%) belum menikah dan tingkat dialami klien kurang dari 6 (<6) bulan.
ketergantungan mayoritas partial care Faktor presipitasi klien yang bersifat
sebanyak 24 klien (75%). Menurut Stuart psikologis semuanya bersumber dari
(2013) faktor predisposisi merupakan internal klien. Pada stresor psikologis
faktor risiko yang dipengaruhi oleh jenis sebagian besar disebabkan karena
dan jumlah sumber risiko yang dapat keinginan tidak terpenuhi pada 28 klien
menyebabkan individu mengalami stres. (87.5%), kegagalan membina hubungan
Faktor predisposisi ini meliputi biologis, dengan lawan jenis pada 12 orang klien

329
Jurnal Keperawatan Volume 12 No 2, Hal 327 - 340, September 2020 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

(37.5%), dan merasa tidak berguna pada hubungan sosial.


6 klien (18.7%). Sedangkan pada stresor Tindakan keperawatan generalis
sosio kultural masalah ekonomi dilakukan dengan bekerjasama dengan
merupakan stresor yang dialami oleh perawat ruangan dan mahasiswa D3
seluruh klien. Stresor ini dialami keperawatan, S1+Ners keperawatan di
kurang dari 6 bulan dan bersumber dari ruang Arimbi. Terapi spesialis
eksternal klien. Klien yang mengalami keperawatan merupakan terapi lanjutan
3 stresor yaitu stresor biologis, dilakukan pada 32 klien, pemberian
psikologis, dan sosiobudaya sebanyak terapi spesialis keperawatan dilakukan
19 klien (59.4%). Sedangkan klien melalui analisa masalah klien serta
yang mengalami 2 stressor yaitu kebutuhan yang harus dicapai
psikologis dan sosiokultural sebanyak berdasarkan pendekatan secara individu,
13 orang (40.6%). keluarga, maupun kelompok. Terapi
spesialis keperawatan yang dilakukan
Penilaian stresor merupakan proses pada klien dengan isolasi sosial adalah
evaluasi secara menyeluruh yang Social Skills Training (SST)
dilakukan oleh individu terhadap sumber
stres dengan tujuan untuk melihat tingkat Social Skills Training (SST) diberikan
kemaknaan dari suatu kejadian yang pada 32 klien. Terapi SST ini rata-rata
dialaminya (Stuart, 2013). Penilaian diberikan dalam 5 kali pertemuan.
stresor meliputi penentuan arti dan Keterampilan yang dilatih kepada klien
pemahaman terhadap pengaruh situasi dalam pelaksanaan SST khususnya
yang penuh dengan stress bagi individu. dengan masalah isolasi sosial yaitu
Penilaian stresor ini menggunakan melatih kemampuan berkomunikasi
instrumen tanda gejala yang meliputi atau bersosialisasi, melatih menjalin
respon kognitif, afektif, fisiologis, persahabatan, melatik bekerjasama
perilaku dan respon sosial. Secara rinci dalam kelompok, melatih menghadapi
instrumen tanda gejala klienisolasi social. situasi yang sulit, serta melatih
Berdasarkan respon klien dapat kemampuan untuk mengungkapkan
dijelaskan bahwa sebagian besar klien pendapat tentang manfaat latihan
isolasi sosial memiliki respon kognitif, keterampilan sosial. Setelah mengikuti
sulit membuat keputusan sebesar 31 Social Skills Training (SST), klien
klien (96.9%). Respon afektif klien mampu menampilkan sikap terapeutik
isolasi sosial merasa ditolak orang lain pada saat berinteraksi dengan orang
yaitu sebanyak 26 klien (81.2%). lain, mampu menjalin persahabatan dan
mempertahankan persahabatan dengan
Terapi generalis atau tindakan orang lain selain itu klien mampu
keperawatan generalis dilakukan kepada menampilkan perilaku seperti meminta
32 klien isolasi sosial, rata-rata dilakukan pertolongan pada orang lain memberi
sebanyak 3-4 kali. Tindakan keperawatan pujian serta memberikan pertolongan
untuk masalah isolasi sosial bertujuan pada orang lain. Kemampuan lain yang
agar klien mampu melakukan interaksi diperlihatkan klien setelah mengikuti
sosial dengan orang lain. Tindakan latihan keterampilan sosial adalah
keperawatan yang diberikan yaitu: adanya peningkatan kemampuan klien
membantu klien menyadari penyebab untuk bekerja sama dalam kelompok.
perilaku isolasi sosial, mendiskusikan Semua klien yang terlibat dalam
manfaat dan kerugian tidak melakukan kelompok mampu menampilkan
interaksi dan melatih klien berkenalan interaksi satu sama lain dalam bekerja
dengan orang lain secara bertahap, serta sama selain itu klien mampu
mampu melakukan interaksi dalam menampilkan perilaku penyelesaian

330
Jurnal Keperawatan Volume 12 No 2, Hal 327 - 340, September 2020 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

masalah yang dihadapi pada saat sebelum diberikan latihan SST sebesar
bekerja sama dalam tim seperti klien 2.30 dan setelah diberikan SST menjadi
tidak marah ketika mendapatkan kritik 0.23.
dari anggota tim terkait dengan kinerja
klien dalam kelompok. Pengukuran Berdasarkan nilai terhadap penilaian
dilakukan saat pengkajian atau sebelum stresor pada respon fisiologis
diberikan terapi dan setelah diberikan menunjukkan penurunan respon
terapi spesilis keperawatan SST pada fisiologis sebesar 2,07 setelah diberikan
32 pasien dapat dilihat pada tabel 1. latihan SST. Rata-rata respon pasien
dengan isolasi sosial terjadi perbedaan
Dapat dilihat tabel 1. bahwa respon pasien setelah diberikan SST dimana rata-rata
dengan isolasi sosial terjadi perbedaan respon perilaku sebelum diberikan
rata- rata setelah diberikan SST dimana latihan SST sebesar 3,57 dan setelah
rata-rata respon kognitif sebelum diberikan SST menjadi 0.73. Berdasarkan
diberikan SST sebesar 8.78 dan setelah nilai terhadap penilaian stresor pada
diberikan latihan SST menjadi 1.27. respon fisiologis menunjukkan
Berdasarkan nilai terhadap penilaian penurunan respon fisiologis sebesar 2,84
stresor pada respon kognitif setelah diberikan latihan SST. Rata-rata
menunjukkan penurunan respon kognitif respon pasien dengan isolasi sosial
pasien isolasi sosial sebesar 7.51 setelah terjadi perbedaan setelah diberikan SST
mendapatkan SST. Rata-rata respon dimana rata-rata respon sosial sebelum
pasien dengan isolasi sosial terjadi diberikan latihan SST sebesar 3,19 dan
perbedaan setelah diberikan SST dimana setelah diberikan SST menjadi 0.23.
rata-rata respon afektif sebelum diberikan Berdasarkan nilai terhadap penilaian
latihan SST sebesar 5.23 dan setelah stresor pada respon fisiologis
diberikan SST menjadi 1.08. Berdasarkan menunjukkan penurunan respon
nilai terhadap penilaian stresor pada fisiologis sebesar 2,96 setelah diberikan
respon afektif menunjukkan penurunan latihan SST.
respon afektif pasein isolasi sosial sebesar
4.15 setelah mendapatkan SST. Pengukuran dilakukan saat pengkajian
atau sebelum diberikan terapi dan
Rata-rata respon pasien dengan isolasi setelah diberikan terapi spesilis
sosial terjadi perbedaan setelah diberikan keperawatan SST pada 32 pasien.
SST dimana rata-rata respon fisiologis Dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 1.
Distribusi Evaluasi Respon terhadap Stressor Klien Isolasi sosial Sebelum dan
Sesudah Pemberian SST (n=32)
Penilaian Terhadap Stresor Mean Sebelum Mean setelah Mean selisih
Respon kognitif 8.78 1.27 7.51
Respon Afektif 5.23 1.08 4.15
Respon Fisiologis 2.30 0.23 2.07
Respon Perilaku 3.57 0.73 2.84
Respon Sosial 3.19 0.23 2.96
Komposit 23.07(%) 3.54(%) 19.53(%)

331
Jurnal Keperawatan Volume 12 No 2, Hal 327 - 340, September 2020 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

Tabel 2.
Kemampuan terapi SST Sebelum dan Sesudah diberikan Pada Pasien Isolasi Sosial
(n=32)
SST Sesi 1 Sesi 2 Sesi 3 Sesi 4 Sesi 5 Komposit
Kemampuan 8 4 3 6 18 39
Sebelum 2.27 0.42 0.69 1.46 3.88 8.46
Sesudah 6.84 3.23 2.30 4.76 14.73 32.6
Selisih 4.57( 2.81(%) 1.61(%) 3.3(%) 10.85(%) 24.14(%)
%)

Dapat dilihat tabel 2. bahwa kemampuan Berdasarkan nilai terhadap kemampuan


pasien dengan isolasi sosial terjadi klien pada sesi 4 menunjukkan
perbedaan rata-rata setelah diberikan SST peningkatan kemampuan klien isolasi
dimana rata- rata kemampuan pada sesi 1 sosial sebesar 3.3 setelah mendapatkan
sebelum diberikan latihan SST sebesar SST. Rata-rata respon klien dengan
2.27 dan setelah diberikan latihan SST isolasi sosial terjadi perbedaan setelah
meningkat menjadi 6.84. Berdasarkan diberikan SST dimana rata-rata
nilai terhadap kemampuan klien pada kemampuan pada sesi 5 sebelum
sesi 1, menunjukkan peningkatan diberikan SST sebesar 3.88 dan setelah
kemampuan pasien isolasi sosial sebesar diberikan SST meningkat menjadi 14.73.
4.57 setelah mendapatkan SST. Rata- Berdasarkan nilai terhadap kemampuan
rata respon klien dengan isolasi sosial klien pada sesi 5, menunjukkan
terjadi perbedaan setelah diberikan SST peningkatan kemampuan klien isolasi
dimana rata- rata kemampuan pada sesi 2 sosial sebesar 10.85 setelah mendapatkan
sebelum diberikan SST sebesar 0.42 dan SST.
setelah diberikan SST meningkat menjadi
3.23. PEMBAHASAN
Hasil Pengkajian klien dengan isolasi
Berdasarkan nilai terhadap kemampuan sosial diruang Arimbi terdiri dari
pasien pada sesi 2 menunjukkan karakteristik klien, faktor predisposisi,
peningkatan kemampuan klien isolasi faktor presipitasi, penilaian terhadap
sosial sebesar 2.81 setelah mendapatkan stresor dan sumber koping. Hasil
SST. Rata-rata respon klien dengan pengkajian karakteristik klien dengan
isolasi sosial terjadi perbedaan setelah masalah isolasi sosial terdiri usia, jenis
diberikan SST dimana rata-rata kelamin, pendidikan, status perkawinan,
kemampuan pada sesi 3 sebelum status pekerjaan dan tingkat kemandirian
diberikan latihan SST sebesar 0.62 dan klien. Berikut ini pembahasan tentang
setelah diberikan SST meningkat menjadi karakteristik klien dan hubungannya
2.30. Berdasarkan nilai terhadap dengan masalah isolasi sosial.
kemampuan pasien pada sesi 3
menunjukkan peningkatan kemampuan Klien dengan masalah isolasi sosial
pasien isolasi sosial sebesar 1.61 setelah diruang rawat Arimbi sebanyak 56.2 %
mendapatkan SST. Rata-rata respon berusia 19 - 35 tahun. Kondisi ini sesuai
pasien dengan isolasi sosial terjadi dengan pendapat Sadock dan Sadock
perbedaan setelah diberikan SST dimana (2007), yang menyatakan bahwa
rata-rata kemampuan pada sesi 4 gangguan jiwa ini mengenai hampir 1%
sebelum diberikan latihan SST sebesar populasi dewasa dan biasanya onsetnya
1.46 dan setelah diberikan SST pada usia remaja akhir atau awal masa
meningkat menjadi 4.76. dewasa. Stuart (2009) juga menyebutkan

332
Jurnal Keperawatan Volume 12 No 2, Hal 327 - 340, September 2020 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

bahwa resiko tinggi terjadinya gangguan dimiliki klien sehingga lebih mudah
jiwa yaitu pada usia dewasa. Hasil diatas untuk mengetahui klien mempunyai
sesuai dengan penelitian yang dilakukan pengetahuan yang baik atau tidak.
Renidayati (2008) menunjukkan usia semakin tinggi pendidikan dan
klien isolasi sosial berada dalam rentang pengetahuan seseorang akan
usia 28 - 35 tahun. berkorelasi positif dengan keterampilan
koping yang dimiliki.
Penelitian Jumaini, Keliat, & Daulima
(2010) menunjukkan hasil rata-rata usia Sesuai dengan pendapat Stuart (2013)
pasien yang mengalami isolasi sosial menyatakan bahwa aspek intelektual
adalah 33 tahun. Stuart (2013) adalah salah satu faktor penyebab
berpendapat bahwa frekuensi tertinggi terjadinya gangguan jiwa karena
usia seseorang berisiko mengalami berhubungan dengan kemampuan
gangguan jiwa yaitu pada usia 25-44 seseorang untuk menyampaikan idea
tahun. Sehingga bisa dikatakan usia atau pendapatnya, selanjutnya akan
pasien yang mengalami gangguan jiwa berpengaruh pada kemampuan klien
dengan masalah isolasi sosial dalam untuk memenuhi harapan dan keinginan
pemaparan di atas termasuk dalam yang ingin dicapai dalam kehidupannya
kategori usia dewasa (McQuaid et al, sehingga sangat mempengaruhi
2000). Jenis kelamin klien dengan isolasi terjadinya isolasi sosial. Pendidikan
sosial adalah 100% wanita karena merupakan salah satu sumber koping
ruangan yang digunakan dalam seseorang dalam menyelesaikan
pengambilan data merupakan ruang rawat masalahnya. Semakin tinggi pendidikan
wanita (Ruang Arimbi RSMM Bogor). dan pengetahuan seseorang akan
Prevalensi gangguan jiwa berat berkorelasi positif dengan keterampilan
berdasarkan jenis kelamin, ras dan koping yang dimiliki.
budaya adalah sama. Wanita dapat
mengalami gejala gangguan jiwa karena Klien isolasi sosial yang dirawat
tanggung jawab dan peran dalam sebagian besar tidak bekerja (90.6%).
keluarga. Hal ini menunjukan klien tidak
produktif yang merupakan proses
Pasien dengan masalah isolasi sosial terjadinya gangguan jiwa dari faktor
yang dirawat sebagian besar memiliki predisposisi dan presipitasi sosial
latar belakang pendidikan Sekolah budaya. Kondisi tidak memiliki
Menengah Pertama (37.5%). Klien pekerjaan pada kasus kelolaan ini
isolasi sosial yang dirawat mempunyai semakin membuat klien mengkritik diri,
pendidikan yang rendah, pendidikan merasa tidak berguna atau tidak
SD sebanyak 8 klien (25 %) dari berharga dan akhirnya individu merasa
delapan klien ada 2 klien juga yang frustasi dengan kondisinya dan merasa
belum menamatkan pendidikannya iri jika melihat kemampuan orang lain,
sehingga dalam menerapkan terapi klien merasa malu dan marah pada diri
yang akan diberikan harus memiliki sendiri, orang lain dan lingkungan.
tehnik yang dapat membantu proses Towsend (2014) juga mengatakan sosial
pemberian terapi terhadap klien. Pasien ekonomi yang rendah merupakan salah
yang mendapatkan SST, klien yang satu faktor sosial yang menyebabkan
masih mudah di arahkan dan dari segi tingginya angka gangguan jiwa
kognitif masih mampu dengan mudah termasuk skizofrenia.
mengikuti terapi. Sebelum terapi
diberikan klien juga diberikan pre test Berdasarkan status pernikahan dari 32
untuk mengetahui kemampuan yang klien isolasi sosial yang dirawat ada

333
Jurnal Keperawatan Volume 12 No 2, Hal 327 - 340, September 2020 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

43.7% klien belum menikah dan klien sudah lama tidak patuh minum
bercerai (janda) ada 31.3% yang obat, klien terkadang minum obat dan
disebabkan karena pengalaman terkadang tidak mau minum serta klien
kegagalan dalam membina hubungan sering keluyuran dan terkadang klien
dengan lawan jenis. Klien mengatakan tidak pulang kerumah sehingga klien
dirinya belum menikah disebabkan tidak m minum obat, itulah yang
trauma karena sudah berkali-kali membuat klien tidak sembuh dan
membina hubungan tetapi selalu gagal, mempunyai riwayat gangguan jiwa.
ada yang ditinggal menikah, ada yang
ditinggal karena meninggal dan ada Faktor predisposisi pada aspek psikologis
yang dipermainkan saja. Hal inilah teridentifikasi bahwa 81.2 % klien
yang membuat klien menjadi belum memiliki kepribadian introvert/ tertutup
menikah sehingga bisa dikatakan dan 100% klien mengalami riwayat
menjadi sumber stresor pada klien. kegagalan atau kehilangan sesuatu. Hal
Klien yang gagal membina hubungan ini sesuai dengan pendapat Stuart (2013)
rumah tangga juga bisa menjadi sumber bahwa faktor psikologis, yang meliputi
stres, terbukti dari beberapa klien yang konsep diri, intelektualitas, kepribadian,
mengatakan trauma dalam pernikahan moralitas, pengalaman masa lalu, koping
karena suami menikah lagi dengan dan keterampilan komunikasi secara
perempuan lain, suami yang selalu verbal mempengaruhi perilaku seseorang
bersikap kasar, ada juga suami yang dalam hubungannya dengan orang lain.
tidak pernah menafkahi keluarga dan Kepribadian seseorang dengan tipe
ada juga tidak pernah perduli dengan kepribadian introvert, menutup diri dari
rumah tangganya tetapi lebih perduli kemungkinan orang-orang yang
pada orang tuanya. memperhatikannya, sehingga tidak
memiliki orang terdekat atau orang yang
Berdasarakan hasil pengkajian pada 32 berarti dalam hidupnya.
klien isolasi sosial bahwa 100% pasien
secara biologis ditemukan memiliki Sesuai dengan pendapat Hurlock (2000)
riwayat gangguan jiwa sebelumnya dan bahwa kegagalan dalam melaksanakan
klien yang mengalami trauma atau tugas perkembangan dapat
penyakit fisik 53.1%, klien dengan mengakibatkan individu tidak percaya
riwayat herediter 18.8%, serta riwayat diri, tidak percaya pada orang lain, ragu,
menggunakan NAPZA sebesar 6.2%. takut salah, pesisimis, putus asa,
Keseluruhan klien isolasi sosial yang menghindar dari orang lain, tidak mampu
dirawat di ruang Arimbi memiliki merumuskan keinginan, dan merasa
riwayat gangguan jiwa sebelumnya tertekan. Isolasi sosial diperoleh dari dua
karena ada pengaruh putus obat. sumber, yaitu dari faktor internal (diri
sendiri) dan faktor eksternal (orang lain).
Berdasarkan pengkajian yang dilakukan Faktor yang mempengaruhi isolasi sosial
pada 32 klien, sebagian besar klien yang berasal dari diri sendiri seperti
mengatakan putus obat karena sudah kegagalan yang berulang kali, kurang
merasa bosan minum obat terus mempunyai tanggung jawab personal,
menerus setiap harinya, obat yang ketergantungan pada orang lain, dan ideal
diminum membuat kepala pusing, obat diri yang tidak realistis, sedangkan yang
terasa pahit, dan obat membuat klien berasal dari orang lain adalah penolakan
mengantuk. Wawancara dilakukan pada orang tua, harapan orang tua yang tidak
beberapa keluarga saat mengunjungi realistis.
klien di ruang Arimbi, keluarga
mengatakan klien putus obat karena

334
Jurnal Keperawatan Volume 12 No 2, Hal 327 - 340, September 2020 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

Faktor predisposisi lainnya adalah aspek dari fasilitas pelayanan kesehatan


sosial budaya, sesuai dengan pengkajian tentang manfaat dan efek obat
dilakukan pada klien di ruang Arimbi berdampak pada kekambuhan sehingga
bahwa 87.5% klien memiliki status memperburuk kondisi klien. Sehingga
ekonomi yang rendah dan 93.7% jarang disimpulkan pada dasarnya banyak klien
terlibat kegiatan sosial. Stuart (2013) tidak patuh minum obat sehingga klien
menyatakan faktor sosial kultural yang tidak sembuh.
dapat mempengaruhi munculnya
gangguan jiwa yaitu usia, jenis kelamin, Penilaian terhadap stresor yang dialami
pendidikan, penghasilan, pekerjaan. seluruh klien dengan isolasi sosial
posisi sosial, latar belakang budaya, nilai memiliki pandangan yang negatif
dan pengalaman sosial individu. Faktor terhadap stresor seperti hanya berfokus
pendidikan mempengaruhi kemampuan pada masalah, memilliki pandangan
seseorang menyelesaikan masalah yang yang negatif terhadap diri sendiri dan
dihadapi termasuk dalam hal ini merasa tidak mampu menghadapi
kemampuan dalam merespon stresor yang stressor tesebut. Sesuai dengan
dihadapi yang menyebabkan klien pendapat Stuart (2009) penilaian
mengalami masalah isolasi sosial. stressor merupakan proses evaluasi
Pendidikan juga dapat dijadikan tolak secara menyeluruh yang dilakukan oleh
ukur kemampuan seseorang berinteraksi individu terhadap sumber stress dengan
dengan orang lain secara efektif, karena tujuan untuk melihat makna dari
semakin tinggi pendidikan seseorang kejadian yang dialami. Untuk
akan lebih mudah untuk menentukan repon atau tanda dan gejela
mengintepretasikan sesuatu dan lebih klien, penulis menggunakan instrument
mudah memperoleh informasi. Faktor penilaian stressor yang terdiri dari
pendidikan juga dipengaruhi oleh sosial respon kogitif sebanyak 13 pernyataan,
ekonomi rendah karena jika tidak respon afektif sebanyak 10 pernyataan,
mempunyai biaya atau dana seseorang respon fisiologis sebanyak 3
tidak mampu untuk sekolah maupun pernyataan, respon perilaku sebanyak 6
kuliah. pernyataaan, dan respon sosial
sebanyak 5 pernyataan.
Pengkajian faktor presipitasi klien di
ruang Arimbi didapatkan hasil bahwa Hasil yang diperoleh dari klien
100% klien memiliki riwayat putus mengenai respon kognitif yang paling
obat. Alasan klien dengan riwayat putus menonjol adalah sulit mengambil
obat adalah perasaan bosan, obat terasa keputusan, sebanyak 96.9%, merasa
pahit, merasa sudah sembuh, merasa kesepian dan ditolak oleh orang lain
obat tidak cocok karena jika minum sebanyak 87.5% dan diikuti dengan
obat badan menjadi lemas dan merasa tidak berguna sebanyak 84.4%.
mengantuk sehingga tidak bisa bekerja Sesuai dengan respon kognitif yang
lagi dan adanya rasa khawatir menjadi sudah dipaparkan di atas menujukkan
ketergantungan obat. Menurut Wardani awal dari klien menarik diri karena sulit
et al, (2009) alasan klien memiliki mengambil keputusan, dalam hal ini
perilaku tidak patuh minum obat sulit mengambil keputusan dalam
dikarenakan klien dan keluarga tidak berhubungan, berinteraksi dan menjalin
merasakan manfaat minum obat dan persahabatan sehingga klien merasa
merasa tidak nyaman khususnya secara kesepian dan ada perasaan ditolak oleh
fisik dengan mengkonsumsi obat-obat orang lain sehingga pada akhirnya klien
antipsikotik serta kurangnya informasi merasa tidak mempunyai teman akrab.
kepada klien dan keluarga yang adekuat Menurut Stuart & Laraia (2005)

335
Jurnal Keperawatan Volume 12 No 2, Hal 327 - 340, September 2020 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

Respon kognitif memegang peran memiliki tujuan hidup. Klien menjadi


sentral dalam proses adaptasi, dimana kebingungan, kurangnya perhatian,
faktor kognitif mempengaruhi dampak merasa putus asa, merasa tidak berdaya,
suatu kejadian yang penuh dengan dan merasa tidak berguna. Sumber
stres, memilih koping yang akan koping merupakan strategi yang mampu
digunakan, dan reaksi emosi, fisiologi, membantu klien isolasi sosial
perilaku, dan sosial seseorang. Respon menentukan apa yang dapat dilakukan
afektif yang paling banyak dialami dalam menghadapi suatu masalah
klien adalah merasa ditolak oleh orang internal maupun eksternal. Stuart
lain sebanyak 87.5% dan diikuti dengan (2013) membagi sumber koping
merasa tidak diperdulikan oleh oran menjadi empat yaitu kemampuan
lain sebanyak 78.1%. personal, dukungan sosial, asset
material dan keyakinan positif.
Respon fisiologis yang paling banyak
dialami klien adalah merasa lelah atau Hasil pelaksanaan pengelolaan 32 klien
letih sebanyak 93.7%. Hal ini dapat isolasi sosial di ruang Arimbi bahwa
berpengaruh karena efek dari pikiran, sumber koping yang dialami oleh klien
dimana bila selalu berpikir yang negatif diperoleh 25 klien (78.1%) tidak tahu
akan mempengaruhi fisik, dalam hal ini dan tidak mampu cara mengatasi
yang terjadi pada klien adalah kelelahan isoslasi sosial demikian juga dengan
dan keletihan. Respon perilaku yang keluarganya sebanyak 93.7% tidak tahu
paling banyak yang dialami klien adalah dan ketidakmampuan merawat anggota
kurang aktivitas dan verbal sebanyak keluarga dengan isolasi sosial.
84.4%. Keseluruhan klien dapat menjangkau
puskesmas dan memiliki jamkesmas
Respon sosial yang paling banyak dan yakin akan sembuh dengan
dialami klien adalah menarik diri pelayanan kesehatan.
sebanyak 93.7%. Respon sosial
merupakan hasil perpaduan dari respon Kemampuan personal yang harus
kognitif, afektif, fisiologis dan perilaku dimiliki klien meliputi tiga aspek yaitu
yang akan mempengaruhi hubungan kognitif, afektif, dan psikomotor. Hal
atau interaksi dengan orang lain. Klien ini sesuai dengan pendapat Stuart
isolasi sosial dalam kasus ini memiliki (2009) bahwa klien harus mempunyai
pengalaman hidup yang tidak kemampuan dalam mengatasi
menyenangkan seperti kegagalan masalahnya meliputi kemampuan
membina hubungan, komunikasi mengenal atau mengidentifikasi
tertutup, jarang terlibat pada kegiatan masalah, menentukan masalah yang
sosial, penolakan, kegagalan-kegagalan akan diatasi, dan kemampuan
lain. Kenyataan yang ada pada klien ini menyelesaikan masalahnya. Menurut
sesuai dengan yang diuraikan Fortinash Stuart dan Laraia (2005), sumber
& Worret (2004) dan Townsend (2014) koping merupakan pilihan atau strategi
bahwa pada klien isolasi sosial bantuan untuk memutuskan mengenai
penilaian individu bahwa adanya apa yang dapat dilakukan dalam
perasaan kesepian dan ditolak oleh menghadapi suatu masalah. Untuk
orang lain, merasa orang lain tidak bisa menghadapi masalah yang dirasakan
mengerti dirinya, merasa tidak aman klien harus menggunakan sumber
berada dengan orang lain, merasa koping yang dimilki dari internal
hubungan tidak berarti dengan orang maupun eksternal.
lain, tidak mampu konsentrasi dan
membuat keputusan, merasa tidak

336
Jurnal Keperawatan Volume 12 No 2, Hal 327 - 340, September 2020 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

Model dan konsep teori merupakan klien. Ditahap ini perawat dan klien
sebuah sistem yang terstruktur dan melakukan kontrak awal untuk
berdasarkan pemikiran rasional dalam membangun kepercayaan dan terjadi
bertindak dan menjadi landasan untuk proses pengumpulan data. Fase
menentukan tindakan keperawatan yang orientasi dimulai diawal pertama sekali
diberikan pada klien. Aplikasi model dan perawat dan klien bertemu dimana
konsep teori yang sesuai, maka proses perawat berperan sebagai orang asing
keperawatan yang diberikan pada klien bagi klien. Perawat harus
lebih terarah dan akan diperoleh hasil menempatkan klien dengan penuh
asuhan keperawatan yang berkualitas dan perasaan dan secara sopan serta
mempunyai nilai profesionalisme. menerima keberadaan klien apa adanya
sebagai manusia yang utuh (Peplau,
Asuhan keperawatan pada klien isolasi 1991). Fase ini diharapkan klien
sosial dengan pemberian Social Skill menyadari bahwa dirinya
Training (SST) menggunakan proses membutuhkan pertolongan atau
keperawatan yang meliputi pengkajian, bantuan dari perawat terhadap masalah
penegakan diagnosa keperawatan, yang dialaminya sehingga perawat
menetapkan rencana tindakan dapat menolong dan menentukan apa
keperawatan, melakukan tindakan yang terbaik untuk mengatasi masalah
keperawatan dan melakukan evaluasi klien (Peplau, 1991). Penggunaan diri
terhadap hasil dari tindakan yang sudah secara terapeutik dan kemampuan
dilakukan. melakukan tehnik terapeutik dalam
berhubungan sehingga memiliki
Aplikasi teori interpersonal Peplau pengaruh yang besar membina
digunakan dalam melakukan asuhan hubungan saling percaya. Sehingga
keperawatan dengan tujuan dapat dapat disimpulkan kemampuan
membantu meningkatkan keterampilan melakukan tehnik terapeutik yang baik
kognitif, perilaku dan berkomunikasi dan empati merupakan cara yang dapat
pada klien isolasi sosial (Peplau, 1991), menciptakan hubungan saling percaya
didukung dengan tujuan dan harapan antara perawat dan klien.
Henderson bahwa klien harus
ditingkatkan pengetahuan, keinginan, dan Henderson mengatakan bila hubungan
kekuatannya (Fitzpatrick & Whall, 1989) tercipta dengan baik antara perawat dan
sehingga hubungan interaksi antara klien harus mempergunakan interaksi
perawat dan klien berjalan dengan baik yang baik tercapailah tujuan dan
dan asuhan keperawatan yang diberikan harapan, dimana diharapkan klien
mampu mengurangi gejala dan mempunyai pengetahuan, keinginan
meningkatkan kemampuan klien isolasi dan kekuatan sehingga terapi
sosial. keperawatan yang diberikan perawat
kepada klien tersampaikan yang pada
Model teori Peplau menggunakan 4 akhirnya klien bisa sembuh dari
fase dari hubungan perawat dan klien sakitnya. Klien yang mengalami isolasi
yaitu orientasi, identifikasi, eksploitasi sosial akan sulit berhubungan dan
dan resolusi (Aligood, 2014). Fase berinteraksi dengan orang lain sehingga
orientasi lebih difokuskan untuk dengan menggunakan teori Peplau
membantu klien menyadari dapat membantu klien untuk
ketersediaan bantuan dan rasa percaya berhubungan dengan orang lain
terhadap kemampuan perawat untuk (hubungan perawat dan klien).
berperan serta secara efektif dalam
pemberian asuhan keperawatan pada

337
Jurnal Keperawatan Volume 12 No 2, Hal 327 - 340, September 2020 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

SIMPULAN diberikan SST adalah 8.46 dan setelah


Karakteristik klien isolasi sosial di ruang diberikan SST meningkat menjadi 32.6
Arimbi Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki dan selisihnya 24.14. Hal ini menujukkan
Mahdi Bogor didapatkan mayoritas bahwa SST sangat mampu menurunkan
berusia 19-35 tahun. seluruhnya klien gejala dan meningkatkan kemampuan
berjenis kelamin wanita, tingkat pasien yang mengalami isolasi social
pendidikan rata–rata pendidikan dengan menggunakan teori Hiildegard
menengah (SMP). hampir semua tidak Peplau.
bekerja sebelum menjalani perawatan,
belum menikah dan tingkat kemandirian DAFTAR PUSTAKA
mayoritas rata-rata partial care. Faktor Alligood, M. R. (2014). Nursing
predisposisi terjadinya isolasi sosial, Theorists And Their Work. (8th ed).
seluruhnya klien pada aspek biologi yaitu St. Louis: Elsevier Mosby
riwayat gangguan jiwa dan aspek
psikologis yaitu riwayat kegagalan/tidak Barlow, D., & Durand, V. (2011).
menyenangkan sedangkan jarang terlibat Abnormal psychology: An integrative
kegiatan sosial sebanyak 30 klien. Faktor approach. Nelson Education.
presipitasi, keseluruhan klien mengalami
Franck, L., Molyneux, N. & Parkinson, L.
putus obat pada aspek biologis,
Systematic review of interventions
dilanjutkan dengan keinginan tidak
addressing social isolation and
terpenuhi pada aspek psikologis
depression in aged care clients. Qual
sebanyak 28 klien dan masalah ekonomi
Life Res 25, 1395–1407 (2016).
pada aspek ekonomi sebanyak 30 klien.
https://doi.org/10.1007/s11136-015-
Sumber koping sebagian besar klien
1197-y
tidak tahu dan tidak mampu cara
mengatasi isolasi sosial, 56.2% keluarga Fitzpatrick, J.J. & Whall, A.L. (1989).
tidak tahu dan tidak mampu cara Conceptual Models Of Nursing
merawat klien isolasi sosial, keseluruahn Analysis And Application. 2nd ed.
klien memiliki jamkesmas/BPJS dan USA : Appleton & Lange
81.2% klien memiliki keyakinan akan
sembuh dari penyakit yang dialami. Fortinash, K.M. & Worret, P.A.H. (2004).
Psychiatric Mental Health Nursing.
Social Skill Training (SST) bertujuan (3rd ed.). St. Louis: Mosby
untuk meningkatkan ketrampilan
interpersonal klien maupun menjalin Hurlock, E. B. (2000). Psikologi
persahabatan pada orang lain dengan cara Perkembangan: Suatu Pendekatan
melatih ketrampilan yang selalu Sepanjang Rentang Kehidupan.
digunakan dalam berhubungan dengan Jakarta: Erlangga.
orang lain dan lingkungan. Semua klien Jumaini, Keliat, B. A, & Daulima, N. H.
(26 klien) yang diberikan SST telah C. (2010). Pengaruh Cognitive
mampu mengikuti atau laithan untuk Behavioral Social Skills Training
bersosialisasi, bekerjasama dalam (CBSST) Terhadap Peningkatan
kelompok, menjalin persahabatan, dan Kemampuan Bersosialisasi Klien
menghadapi situasi yang sulit. Isolasi Sosial di BLU RS DR. H.
Kemampuan klien meningkat dilihat dari Marzoeki Mahdi Bogor. Tesis FIK
kemampuan sebelum dan sesudah UI. Tidak Dipublikasikan.
diberikan SST sebanyak 5 sesi.
Kemampuan klien secara komposit pada
semua sesi (5 sesi) adalah 39
kemampuan. Kemampuan klien sebelum

338
Jurnal Keperawatan Volume 12 No 2, Hal 327 - 340, September 2020 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

Keliat, et al. (2011). Keperawatan Springer Publishing Company.


Kesehatan Jiwa Komunitas : New York
CMHN (Basic Course). Jakarta.
EGC Nanda. (2012). Nursing Diagnoses :
Definitions & Classification 2012-
Ma, R., Mann, F., Wang, J., Lloyd-Evans, 2014. Philadelphia: NANDA
B., Terhune, J., Al-Shihabi, A., & International
Johnson, S. (2019). The effectiveness
of interventions for reducing Nyumirah, Hamdi, A.Y, & Mustikasai
subjective and objective social (2012). Manajemen Kasus Spesialis
isolation among people with mental Keperawatan Jiwa Pada Klien Isolasi
health problems: a systematic review. Sosial Dengan Menggunakan
Social psychiatry and psychiatric Pendekatan Model Hubungan
epidemiology, 1-38. Interpersonal Peplau Dan Model
https://doi.org/10.1007/s00127-019- Stres Adaptasi Stuart Di Rumah Sakit
01800-z Jiwa Bogor. Karya Ilmiah Akhir
Spesialis. Tidak Dipublikasikan
McQuaid, J. R., Granholm, E., McClure, F.
S., Roepke, S., Pedrelli, P., Patterson, Renidayati, Keliat. B. A, & Sabri, L.
T. L., & Jeste, D. V. (2000). (2008) Pengaruh Sosial Skill
Development of an integrated Training pd Klien dengan Isolasi
cognitive-behavioral and social skills Soisal di RS Prof Hb Saanin
training intervention for older patients Padang. Tesis tidak Dipublikasikan
with schizophrenia. The Journal of
Sadock, B.J., & Sadock, V.A. (2007).
psychotherapy practice and research,
Kaplan and Sadock’s Synopsis of
9(3), 149–156. PMCID:
Psychiatry Behavioral
PMC3330598. PMID: 10896740
Sciences/Clinical Psychiatry. (10th
Pardede JA (2019) The Effects Acceptance ed). Lippincott Williams & Wilkins
and Aommitment Therapy and Health
Stuart, G. W. (2009). Principles & Practice
Education Adherence to Symptoms,
of Psychiatric Nursing (9th ed)
Ability to Accept and Commit to
Philadelphia: Elsevier Mosby.
Treatment and Compliance in
Hallucinations Clients Mental Stuart, G. W. (2013). Principles &
Hospital of Medan, North Sumatra. J Practice of Psychiatric Nursing
Psychol Psychiatry Stud Vol: 1, Issu: (10th ed) Philadelphia: Elsevier
1 (30-35). Mosby
Pardede, J. A., Keliat, B. A., & Yulia, I. Stuart, G. W & Laraia, M. T.( 2005).
(2015). Kepatuhan dan Komitmen Principles & Practice of
Klien Skizofrenia Meningkat Setelah th
Psychiatric Nursing (8 ed).
Diberikan Acceptance And Philadelphia: Elsevier Mosby
Commitment Therapy dan Pendidikan
Kesehatan Kepatuhan Minum Obat. Townsend, M. C. (2014). Essentials of
Jurnal Keperawatan Indonesia, Psychiatric Mental Health Nursing:
18(3), 157-166. doi: Concepts of care in evidence-based
10.7454/jki.v18i3.419. practice. (6th ed). Philadelphia: F.A
Davis Company
Peplau, H.E. (1991). Interpersonal
Relations in Nursing : A Wardani, I.Y., Hamid, A.Y., &
conceptual Frame of Reference Wiarsih,W. (2009). Pengalaman
for Psychodynamic Nursing. Keluarga Menghadapi

339
Jurnal Keperawatan Volume 12 No 2, Hal 327 - 340, September 2020 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

Ketidakpatuhan Anggota
Keluarga Dengan Skizoprenia
Dalam Mengikuti Regimen
Terapeutik : Pengobatan.
Tesis.Tidak Dipublikasikan

340

Anda mungkin juga menyukai