Disusun oleh:
Grup : 3K3
Dosen : Sukirman
Asisten dosen : Brilyan M. R. R., SST.
Desiriana
Sifat-sifat Polyester
Sifat Fisika Polyester
- Titik leleh Polyester adalah pada suhu 250°C dan tidak menggunung pada
suhu tinggi
- Serat Polyester mempunyai sifat elastisitas yang baik sehingga dalam
keadaan apapun polyester tahan kusut
- Serat Polyester mempunyai sifat elektrostatic yang tinggi
- Serat Polyester bersifat hidrofob (menolak air)
- Serat Polyester tahan terhadap sinar
- Memiliki kekuatan mulur yang baik
Sifat Kimia Polyester :
- Polyester mempunyai ketahanan terhadap asam kuat
- Polyester mempunyai ketahanan terhadap alkali lemah pada suhu kamar, tetapi
bila suhunya di naikan hingga suhuya mencapai 100̊oC dan di biarkan cukup
lama maka kekuatannya akan menurun
- Serat Polyester sangat tahan terhadap jamur, bakteri, dan serangga.
- Tahan terhadap zat-zat oksidator
b. Golongan antrakuinon
Contoh : Disperse Red 4
c. Golongan difenilamina
Contoh : Disperse Red 60
2. Klasifikasi zat warna disperse
Karena molekulnya kecil zat warna dispersi mudah menyublim pada suhu
tinggi, maka berdasarkan pada sifat ketahanan sublimasinya dapat dikelompokan
dalam 4 (empat) golongan , yaitu :
a) Golongan A
Zat warna dispesi golongan ini mempunyai berat molekul kecil sehingga sifat
pencapannya baik karena mudah terdispersi dan mudah masuk ke dalam serat,
sedangkan ketahanan sublimasinya rendah yaitu tersublim penuh dengan suhu
100C. pada umumnya zat warna dispersi golongan ini digunakan untuk
mencelup serat rayon asetat dan poliamida, tetapi juga digunakan untuk
mencelup poliester pada suhu 100C tanpa penambahan zat pengemban.
b) Golongan B
Zat warna dispersi golongan ini memiliki sifat pencapan yang baik dengan
ketahanan sublimasi cukup, yaitu tersublim penuh suhu 190C. sangan baik
untuk pencelupan poliester, baik pencapan poliester, baik dengan cara
carrier/pengemban pada suhu didih (100C) maupun cara pencapan suhu tinggi
(130C).
c) Golongan C
Zat warna dispersi golongan ini mempunyai sifat pencapan cukup dengan
ketahanan sublimasi tinggi, yaitu tersublim penuh pada suhu 200C. bisa
digunakan untuk mencelup cara carrier, suhu tinggi ataupun cara thermosol
dengan hasil yang baik.
d) Golongan D
Zat warna dispersi golongan ini mempunyai berat molekul paling besar diantara
keempat golongan lainnnya sehingga mempunyai sifat pencapan paling jelek
karena sukar terdispersi dalam larutan dan sukar masuk kedalam serat. Akan
tetapi memiliki ketahanan sublimasi paling tinggi yaitu tersublim penuh pada
suhu 220C. zat warna ini tidak digunakan untuk pencapan dengan zat
pengemban, namun baik sangat baik untuk cara pencelupan suhu tinggi dan cara
thermosol.
3. Sifat-Sifat Umum Zat Warna Dispersi
• Sifat dasar mempunyai berat molekul yang rendah dengan inti kromofor,
diantaranya : azo, antrakuinon, dan dipenilamina
• Meleleh pada temperatur tinggi (lebih besar dari pada 150 0C), kemudian
dapat mengkristal lagi.
• Sifat dasar adalah non ionic meskipun mempunyai gugus –OH, -NH2, dan
gugus –NHR, dan sebagainya yang bertindak sebagai gugus
pemberi (donor) hydrogen untuk mengadakan ikatan dengan serat (gugus
karbonil).
• Gugus –OH, -NH2, dan gugus fungsional yang sejenis menyebabkan zat
warna dispersi sedikit larut dalam air (± 0,1miligram /L), tapi mempunyai
kejenuhan yang tinggi pada serat pada kondisi pencapan.
• Penambahan zat pendispersi ke dalam pasta cap akan menyebabkan dispersi
yang stabil dalam air.
• Secara relatif kerataan penyerapan zat warna dalam sarat adalah tinggi (10
– 50 mg/g serat).
• Tidak ada perubahan kimia yang disebabkan oleh proses pencapannya.
Persiapan pencapan
Washing off
Drying
V. RESEP
Pengental Alginate 7%
Resep Pasta Cap
ZW Dispersi : 10-50 gram
Zat pendispersi : 1-2 gram
Urea (Zat Higroskopis) : 10-20 gram
Asam sitrat : 2 gram
Pengental alginate 7% : 700 gram
Balance : x gram
1000 gram
Suhu : 190 oC, 210 oC
Waktu : 110 detik, 130 detik
Resep Pencucian
Teepol : 2 ml/L
Na2CO3 : 1 g/L
Suhu : 90oC
Waktu : 10-15 menit
Pasta Cap
- Kebutuhan pasta cap = 200 gr
30
- Zat warna dispersi = 1000 × 200 = 6 gram
20
- Pendispersi = 1000 × 200 = 0,4 gram
40
- Urea = 1000 × 200 = 8 gram
5
- Asam sitrat = 1000 × 200 = 1 gram
700
- Pengental Alginat = 1000 × 200 = 140 gram
155,4 gram
- Balance = 200 – 155,4 = 44,6 gram
*resep sama untuk setiap warna yang digunakan.
25
20
15
Score
10
0
190C, 110'' 190C, 130 210C, 130
Ketuaan Kerataan
IX. DISKUSI
Pada proses pencapan kain polyester menggunakan zat warna disperse dengan metode
pencapan alih trasnsfer/panas, yaitu pencapan yang dilakukan secara bertahap. Tahap
awal pasta zat warna dicapkan pada kertas, selanjutnya motif tersebut dipindahkan ke
kain.
Bahan digunakan untuk pencapan alih panas adalah bahan yang berafinitas dengan zat
warna, seperti nylon 6, nylon 66, poliester, asetat dan triasetat. Namun, pada pencapan
alih panas pada praktikum ini dilakukan pada serat poliester karena menghasilkan warna
yang tahan cuci dan tahan sinar.
Untuk zat warna yang digunakan pada praktikum ini yaitu zat warna dispersi, hal ini
dikarenakan pada pencapannya menggunakan serat poliester, dimana serat poliester
cocok di cap dengan zat warna dispersi. Zat warna dispersi yang digunakan pada
pencapan alih panas ini yaitu tipe B-C yang memiliki kerataan yang baik dan sublimasi
pada suhu tinggi, karena pada proses pencapannya digunakan suhu tinggi untuk dapat
mentransfer motif dan warna pada kertas ke serat poliester.
Serat polyester memiliki sifat hidrofob dan memiliki bagian kristalin yang tinggi dan
zat warna yang terbentuk adalah dalam fasa terdispersi, fasa terdispersi ini menunjukkan
bahwa zat warna tidak larut di dalam air ataupun dalam pengentalnya itu sendiri hanya
saja terdispersi menjadi bentuk monomolekuler. Zat warna dalam bentuk agregat dan
monomolekuler larut dalam jumlah yang sangat sedikit tapi akan lebih mudah masuk ke
dalam bahan, yaitu absorbsi pada pori-pori permukaan serat akan berdifusi dalam serat
dan terjadi fiksasi.
Pada praktikum kali ini dilakukan variasi suhu dan waktu pada proses pentransferan
motif ke serat, dimana dilakukakn variasi dengan suhu 190oC-110 detik, 190oC-130
detik, dan 210oC-130 detik. Hal ini dikarenakan serat polyester merupakan serat yang
sangat hidrofob sehingga zat warna disperse perlu dipaksa masuk pada pori-pori serat.
Maka pada proses ini diperlukan suhu tinggi dimana di tahap ini struktur serat polyester
mencapai suhu transisi gelasnya serat mulai bergerak dan mobilitasnya bertambah
mengakibatkan serat menjadi lebih tidak teratur yang berarti pori pori serat makin
mengembang. Titik zat warna yang sudah bisa masuk disebut suhu kritis. Maka pada
tahap ini lah zat warna disperse yang molekulnya sangat kecil menyusup masuk pada
pori-pori tersebut. Molekul-molekul zat warna yang akan saling berikatan fisika akan
membentuk molekul yang berukuran besar. Dimana semakin besar ukuran molekul zat
warna yang berdifusi pada serat maka ikatan fisika yang terjadi antara serat dengan zat
warna makin besar pula.
Proses penstransferan dilakukan pada suhu tinggi karena dengan semakin tinggi suhu
yang digunakan maka semakin besar kemungkinan serat polyester yang mengembang
sehingga zat warna yang berdifusi semakin banyak dan menyebabkan ketuaan warnanya
juga. Tetapi jika suhu yang digunakan melewati batas suhu kritis dari serat maka
diperkirakan serat akan meleleh dan kekuatannya menurun. Selain itu terjadinya
sublimasi dari zat warna disperse pun dapat terjadi jika suhu yang digunakan terlalu
tinggi.
Hasil praktikum yang dilakukan ada 3 macam variasi yaitu 190°C pada 110 detik,
190°C pada 130 detik dan 210°C pada 130 detik. Dari data praktikum didapat bahwa
hasil yang memiliki ketuaan dan kerataan paling baik yaitu ditunjukkan pada variasi
dengan suhu 210°C detik diwaktu 130 detik. Hal ini dikarenakan pada suhu tersebut serat
polyester mengembang lebih besar dan maksimal sehingga zat warna yang berdifusi pada
serat menjadi lebih baik. Ditambah waktu yang lebih lama menjadikan lebih banyak zat
warna yang dapat masuk dan berikat dengan serat.
Pada suhu 190°C pada 130 detik, digunakan waktu yang sama tetapi variasi yang
berbeda adalah suhu transfer yang menurun. Karena suhu yang lebih rendah dari
sebelumnya, maka serat polyester mencapai suhu kritisnya akan tetapi pengembangan
serat kurang dari sebelumnya, tidak semaksimal di suhu 210°C sehingga zat warna yang
berdifusi dan beirkat dengan serat tidak tertalu banyak walaupun waktu nya sama
Dan pada 190°C pada 110 detik dimana suhu nya sama tetapi waktunya yang berbeda.
Di variasi ini digunakan suhu transfer dan waktu yang terkecil. Dimana hasil ketuaan dan
kerataan nya paling kecil, serat polyester pada suhu ini tidak terlalu mengembang
sehingga hanya sedikit zat warna yang masuk dan waktu transfer yang sebentar tidak
cukup untuk memberi ketuaan dan kerataan yang baik.
Pada suhu pada 190-210°C, terutama disuhu paling tinggi kemungkinan bisa terjadi
sublimasi zat warna disperse yang tinggi menyebabkan zat warna yang berdifusi pada
serat baru sedikit, saat seratnya belum mengembang sempurna. Dan perlu diperhatikan
pula, pada suhu transfer yang tinggi dapat berkurang karena serat bisa saja melewati suhu
kritis nya mengakibatkan kekuatan serat menjadi berkurang. Namun hasil menunjukkan
adalah pada suhu tertinggi paling baik, artinya zat warna yang digunakan adalah zat
warna yang menyublim pada suhu tinggi, yaitu tipe B-C.
X. KESIMPULAN
Dari hasil praktikum dapat disimpulkan, semakin tinggi suhu dan semakin lama proses
penstransferan maka hasil akan semakin baik, dalam hal ini pada suhu 210oC selama 130
detik didapat hasil ketuaan dan kerataan yang paling baik.
DAFTAR PUSTAKA
- Suprapto, Agus., dkk. 2006. Bahan Ajar Teknologi Pencapan . Bandung : Sekolah Tinggi
Teknologi Tekstil.
- Lubis, Arifin., dkk. 1998. Teknologi Pencapan Tekstil. Bandung : Sekolah Tinggi
Teknologi Tekstil.
- Djufri, Rasjid., dkk. 1973. Teknologi Pengelantangan, Pencelupan Dan Pencapan.
Bandung : Institute Teknologi Tekstil.
- https://csiropedia.csiro.au/wp-content/uploads/2015/01/65536073.pdf
- http://www.georgeweil.com/fact_file/disperse_dyes.aspx
LAMPIRAN