Anda di halaman 1dari 23

DISUSUN OLEH:

NAMA: RIKA AYU MAHARANI


NIM: 514 20 011 057
KELAS: F
PENGOBATAN DAN DRP’S PADA PASIEN GANGGUAN LAMBUNG
(DYSPEPSIA, GASTRITIS, PEPTIC ULTER)

Pengertian Lambung Metode Penelitian

Gangguan Pada Lambung Hasil Dan Pembahasan

Penyebab Penyakit Lambung Distribusi Pasien Gangguan Lambung


Berdasarkan Pola Pengobatan
Gejala Dan Tingkat Keparahan Sakit Maag Distribusi Pasien Gangguan Lambung
Berdasarkan DRP’s
Gejala Dan Tanda-Tanda Sakit Maag
Distribusi Pasien Gangguan Lambung
Berdasarkan Ketetapan Dosis
Lambung adalah satu diantara organ pencernaan yang
bentuknya seperti kantong dan terletak pada perut kiri
rongga perut diatas diafragma. Nama lainnya yaitu
ventrikulus yang disebut juga gaster.

Lambung mempunyai fungsi utama sebagai penyimpan dan


pengolah makanan sementara. Dalam lambung pH kurang lebih 2
derajat, sehingga mempunyai sifat sangat asam. Pada kedua ujung
lambung terdapat 2 buah penyempitan yang mempunyai fungsi
agar makanan yang sedang diolah dalam lambung tidak turun atau
naik ke organ lainnya pada saat proses pengolahan berlangsung.

Dibagian lambung terdapat kelenjar yang menghasilkan getah


lambung, dimana ukuran lambung pada tiap orang berbeda-beda,
namun umumnya bisa menmpung 1,5 liter makanan.
GANGGUAN PADA LAMBUNG

Dyspepsia adalah sekumpulan gejala nyeri,


perasaan tidak enak pada perut bagian atas yang
menetap, atau berulang disertai dengan gejala
lainnya seperti rasa penuh saat makan, cepat
kenyang, kembung, bersendawa, nafsu makan
menurun, mual muntah, dan dada terasa panas yang
berlangsung.

Gastritis merupakan penyakit pada lambung yang terjadi


akibat peradangan dinding lambung. Pada dinding
lambung atau lapisan mukosa lambung ini terdapat
kelenjar yang menghasilkan asam lambung dan enzim
pencernaan yang bernama pepsin. Untuk melindungi
lapisan mukosa lambung dari kerusakan yang diakibatkan
asam lambung, dinding lambung dilapisi oleh lendir
(mukus) yang tebal. Apabila mukus tersebut rusak,
dinding lambung rentan mengalami peradangan.
Peptic Ulcer Disease adalah lubang atau peradangan
terbuka yang muncul saat lapisan dalam perut (ulkus
gastrik) atau bagian atas usus kecil (ulkus duodenal)
rusak akibat cairan asam pencernaan
• Pola makan yang kurang baik misalnya makan tidak teratur atau banyak
mengonsumsi makanan yang berlemak dan pedas
Maag merupakan gejala • Terlalu sering konsumsi minuman berkafein.
penyakit akibat faktor • Kebiasaan konsumsi minuman beralkohol.
yang merusak • Kebiasaan merokok
Dyspepsia • Berat badan berlebih atau obesitas.
pertahanan mukus
lambung lebih besar dari • Efek samping obat-obatan seperti antibiotik, kortikosteroid, dan obat golongan
pada faktor yang NSAID.
melindungi pertahanan
• Infeksi bakteri: salah satu penyebab gastritis yang paling sering terjadi. bakteri
mukus lambung. yang dapat menyebabkan infeksi Helicobacter pylori.
• Pertambahan usia: seiring bertambahnya usia lapisan mukosa lambung akan
mengalami penipisan dan melamah.
• Konsumsi minuman beralkohol: dapat mengikis lapisan mukosa lambung.
Gastritis • Terlalu sering mengonsumsi pereda nyeri: menghambat proses regenerasi lapisan
mukosa lambung yang berujung cedera dan pelemahan dinding lambung (aspirin,
ibuprofen, naproxen).
• Autoimun:gastritis autoimun terjadi pada saat sistem imun menyerang dinding
lambung, sehingga menyebabkan peradangan.
Helicobacter pylori sebagai penyebab utama ulkus peptik. Bakteri ini dapat
bertahan pada lingkungan yang sangat asam dan menghindari deteksi sistem
kekebalan tubuh dengan menggangu faktor imun tertentu. Saat dipicu oleh faktor
tertentu, bakteri ini dapat menghasilkan beberapa racun yang dapat memicu
Peptic peradangan dan merusak lapisan dalam lambung dan usus.
Peradangan pada lapisan dalam lambung dan usus juga dapat disebabkan oleh
konsumsi obat jangka panjang , terutama obat pereda nyeri seperti ibuprofen dan
sosium naproxen. Risiko muncul ulkus peptik juga meningkat.
Gejala Dan Tingkat Keparahan Sakit Maag Dilalui 4 Tahap

Maag Ringan
Maag Sedang
Maag ringan merupakan maag yang
Maag sedang yakni maag yang sering terjadi
sudah umum terjadi ditengah masyarakat
dan dirasakan yang terkadang menimbulkan
masih termasuk tahap ringan yang mana
rasa nyeri, sakit, mual dan ingin muntah.
sudah banyak mendera siapa saja. Namun
Namun gejala tersebut lebih muncul ketika
jika dilakukan pemeriksaan kemudian
perut dalam keadaan kosong belum terisi
asam lambung akan mulai terlihat
makanan.
dibagian dinding.

Maag Kronis
Maag yang sudah lama berlangsung dan
terlambatnya penanganan dalam mencegah dan Kanker Lambung
mengobati maag itu sendiri yang
Kanker lambung dapat terjadi karena akibat
mengembangkan gejala dari sakit maag tersebut
semakin meningkat. Hal ini disebabkan karena mikroorganisme yang merugikan, yaitu
produksi asam lambung yang semakin Helycobacter Pylori
meningkat dan peradangan pada lambung yang
semakin parah.
Metode penelitian yang digunakan ialah non
eksperimental dengan jenis penelitian kualitatif . Kriteria inklusi pada penelitian ini yaitu pasien dengan
Pengumpulan data dilakukan secara prospektif diagnosa mengalami dyspepsia, gastritis, peptic ulcer
dari bulan september hingga desember 2017 disease dengan atau tanpa komplikasi menjalani rawat
dengan menganalisa data rekam medik pasien dan inap atau rawat jalan di RSUD Abdul Wahab Sjahranie
melakukan wawancara. Sampel ditentukan Samarinda periode september-desember 2017 dan
menggunakan metode incidental sampling sesuai berusia minimal 17 tahun. Data yang diperoleh dianalisis
dengan kriteria inklusi. Jumlah sampel pada secara deskriptif diolah menjadi bentuk persentase,
disajikan dalam bentuk tabel.
penelitian ini sebanyak 52 pasien..
Hasil Dan Pembahasan

.
Tabel 1. Distribusi karakteristik pasien gangguan lambung berdasarkan usia

Kategori Usia Rentang Usia Jumlah (Orang) Persentase (%)


(tahun)
Remaja Akhir 17-25 4 7,7
Dewasa Awal 26-35 4 7,7
Dewasa Akhir 36-45 9 17,3
Lansia Awal 46-55 19 36,5
Lansia Akhir 56-70 16 30,6

Total 52 100

Tabel 2 Distribusi Karakteristik Pasien Gangguan Lambung Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Jumlah (Orang) Persentase (%)

Laki-Laki 23 44,2
Perempuan 29 55,7
Total 52 100
Tabel 3 Distribusi Karakteristik Pasien Gangguan Lambung Berdasrkan Pendidikan
Riwayat Pendidikan Jumlah (Orang) Persentase (%)
SD 21 40,4
SMP 11 21,2
SMA 15 28,8
Sarjana 5 9.8
Total 52 100

Tabel 4 Distribusi Karakteristik Pasien Gangguan Lambung Berdasarkan Pekerjaan


Pekerjaan Jumlah (Orang) Persentase (%)
Tidak Bekerja 2 3,8
Wiraswasta 19 21,236,5
Wirausaha 5 9,6
Petani 8 15,5
PNS 7 13,5
IRT 10 19,2
Pelajar 1 2
Total 52 100
Tabel 5 Distribusi Karakteristik Pasien Gangguan Lambung Berdasarkan Konsumsi Obat NSAID
Konsumsi Obat NSAID Jumlah (Orang) Persentase (%)
Mengonsumsi 31 59,6
Tidak Mengonsumsi 21 40,4
Total 52 100

Tabel 6 Distribusi Karakteristik Pasien Gangguan Lambung Berdasarkan Merokok


Merokok Jumlah (Orang) Persentase (%)
Merokok 15 65,2
Tidak Merokok 8 34,8
Total 23 100

Tabel 7 Distribusi Karakteristik Pasien Gangguan Lambung Berdasarkan Pola Makan


Pola Makan Jumlah (Orang) Persentase (%)
Konsumsi Makanan Pedas 43 82,7
Makanan Tidak Teratur 34 17,3
Konsumsi Kopi 28 53,8
Tabel 3
Berdasarkan tabel 3, tingkat pendidikan
Tabel 2 sekolah dasar (SD) memiliki angka kejadian
gangguan lambung paling tinggi yaitu sebesar
Berdasarkan tabel 2 perempuan memiliki 40,4%. Hal ini dikarenakan tingkat pendidikan
angka kejadian gangguan lambung paling seseorang mempengerahui pengetahuan
Tabel 1 tinggi yaitu 55,7%. Hal ini dikarenakan wanita seseorang dalam suatu penyakit. Pendidikan
lebih emosional dan lebih mudah mengalami berfungsi sebagai alat bantu untuk
stres dibanding pria secara psikologis. Wanita memberikan dan mengajarkan berbagai
Berdasarkan tabel 1 rentang usia 46-55 tahun cenderung memikirkan suatu hal secara pengetahuan khususnya tentang penyakit
memiliki angka kejadian gangguan lambung mendalam dapat menyebabkan wanita mudah tertentu. Tingkat pendidikan mempengaruhi
paling tinggi yaitu dengan presentase sebesar mengalami stres. Secara biologis, wanita lebih seseorang dalam menerima informasi baik itu
36,5%. Menurut Ariefiany (2014) hal itu dapat mudah mengalami stres dikarenakan terjadi informasi tentang kesehatan, penyakit,
terjadi dikarenakan tingkat usia seseorang perubahan sistem hormonal di dalam tubuh. pengobatan dan lain sebagainya. Seseorang
mempengaruhi penurunan fungsi dari satu Saat seseorang mengalami stres, akan terjadi dengan tingkat pendidikan lebih baik akan
organ. Pada usia tua memiliki resiko lebih rangsangan yang akan dibawa menuju lebih mudah menerima informasi dibanding
tinggi mengalami gangguan lambung hepotalamus di otak sehingga melepaskan dengan orang dengan tingkat pendidikan yang
dibanding dengan usia muda. Hal ini corticortropin releasing factor (CRF). CRF kurang, dengan demikian, semakin tinggi
menunjukkan bahwa seiring dengan menstimulasi pelepasan adenocorticotropin tingkat pendidikan seseorang, maka tingkat
bertambahnya usia seseorang, mukosa hormon (ACTH) sehingga merangsang pengetahuan dalam hal pemahaman mengenai
lambung cenderung menjadi tipis dan produksi kelenjar adrenalin untuk menghasilkan suatu penyakit akan lebih mudah.
mukus (cairan pelindung lambung) berkurang beberpa hormon salah satunya adalah hormon
sehingga lebih mudah mengalami iritasi pada kortisol. Produksi hormon kortisol akan
mukosa lambung. meningkat saat stres. Pada lambung , pengaruh
produksi hormon kortisol yang tinggi dapat
meningkatkan produksi asam lambung.
Tabel 4
Berdasarkan tabel 4, pekerjaan sebagai wiraswasta memiliki angka
kejadian gangguan lambung paling tinggi yaitu sebesar 36,5%.
Pekerjaan merupakan salah satu faktor yang dapat memicu
kemungkinan terjadinya resiko gangguan lambung. Dikarenakan Tabel 5
tuntutan pekerjaan dan kesibukan yang membuat seseorang
Berdasrkan tabel 5, pasien yang mengonsumsi obat NSAID
memiliki pola dan frekuensi makan yang tidak teratur sehingga
memiliki angka kejadian gangguan lambung paling tinggi yaitu
dapat menyebabkan terjadinya gangguan lambung. Selain itu
sebesar 59,6%. Hal ini dikarenakan obat golongan NSAID dapat
tuntutan dan tekanan yang di alami dalam pekerjaan dapat
menghambat enzim siklooksigenase 1 yang mengubah asam
membuat seseorang mengalami stres yang dapat memicu
arakhidonat menjadi prostaglandin yang bersifat protektor terhadap
terjadinya gangguan lambung.
mukosa lambung.
Obat NSAID nonselektif terdiri dari aspirin, indometasin,
piroxicam, ibuprofen, naproxen, dan asam mefenamat. NSAID
Tabel 6 COX-2 prefential yaitu meloxicam dan diklofenak. NSAID selektif
COX-2 yaitu celecoxib. Sehingga obat NSAID yang aman untuk
Berdasarkan tabel 6, pasien yang merokok memiliki angka pasien gangguan lambung adalah celecoxib karena selektif COX-2
kejadian gangguan lambung paling tinggi yaitu sebesar 65,2%. yaitu hanya menghambat enzim siklooksigenase 2 sehingga tidak
Merokok dapat mengakibatkan kerusakan pada lambung menghasilkan prostaglandin yang bersifat sebagai mediator nyeri
dikarenakan sekresi asam lambung yang berlebih. Sekresi asam dan inflamasi
lambung yang berlebih diakibatkan oleh zat yang terkandung
dalam asap rokok seperti nikotin dan asam asam nikotinat yang
dapat menurunkan rangsangan pada pusat makan di sistem saraf
pusat sehingga membuat seseorang menjadi tidak lapar. Jika tidak
ada makanan yang dicerna oleh lambung, maka asam lambung
akan mencerna lapisan lambung dan mengakibatkan iritasi pada
lambung.
Tabel 7
Berdasarkan tabel 7, mengonsumsi makanan pedas secara berlebihan akan
merangsang sistem pencernaan, terutama lambung dan usus untuk berkontraksi dan
menimbulkan rasa panas dan nyeri pada lambung disertai rasa mual dan muntah. Jika
mengonsumsi makanan pedas lebih dari satu kali dalam seminggu selama 6 bulan
akan mengakibatkan iritasi pada lambung dan menyebabkan gangguan lambung.
Cabai mengandung capcaisin yang bersifat iritan bagi lambung. Capcasin memiliki
reseptor TRPV-1 yang menyebabkan rasa panas pada lambung dan meningkatkan
produksi asam lambung. Jika terus mengonsumsi cabai atau makanan pedas akan
menyebabkan iritasi dan kerusakan pada lambung.
Mengonsumsi kopi secara terus menerus dapat menyebabkan gangguan lambung
dikarenakan kafein yang terkandung pada kopi akan meningkatkan sekresi gastrin
yang merangsang produksi asam lambung. Kafein mengandung senyawa asam
diantaranya caffeic acid dan chlorogenic acid yang memicu terjadinya gangguan
lambung.
Penelitian ini menunjukkan pola pengobatan yang paling Farmakologi Penghambat Pompa
banyak digunakan oleh pasien gangguan lambung adalah pola Proton
pengobatan 2 yaitu kombinasi obat golongan PPI dengan
sukralfat sebesar 57,7%. Menurut Song (2015) obat golongan
Golongan penghambat pompa proton
Proton Pump Inhibitor efektif menurunkan kejadian penyakit merupakan obat penghambat asam yang
Peptic Ulcer Disease karena dapat menghambat asam lambung paling efektif. Obat golongan ini dengan
dengan menghambat langsung kerja enzim K+H+ ATPase yang cepat memegang peranan penting dalam
akan memecah K+ H+ ATP menghasilkan energi yang terapi penyakit asam peptik. Omeprazole
digunakan untuk mengeluarkan asam lambung (HCL) dari adalah campuran rasemat isomer R- dan
kanakuli sel pariental ke dalam lumen lambung. Proron Pump
Inhibitor merupakan penghambat sekresi asam lambung lebih
S-. Esomeprazole adalah S-isomer dari
kuat dibanding obat golongan H2-Blocker omeprazole, secara teori memiliki
keunggulan berupa waktu paruh yang
lebih panjang

Farmakodinamik Penghambat
Proton Pump Inhibitor (PPI) adalah golongan obat yang
bekerja langsung pada sel-sel lambung untuk menurunkan Pompa Proton
produksi asam. Ada lima jenis obat yang termasuk dalam
golongan ini, yaitu omeprazole, lansoprazole, rebeprazol, Penghambat pompa proton dapat
pantoprazol, dan esomeprazole. Merupakan first line terapi menghambat asam baik di saat puasa
untuk pasien dengan diagnosis gangguan gastrointestinal. maupun tidak karena menyekat jalur final
Mekanisme kerja obat ini adalah dengan mengontrol sekresi asam yaitu pompa proton. Pada
sekresi asam lambung dengan menghambat pompa proton
dosis standar , obat ini menghambat 90-
yang mentransfer ion H+ keluar dari sel pariental lambung.
Dosis harian untuk omeprazole adalah 20-40 mg per hari. 98% sekresi asam.
Penghambat pompa proton harus diberikan satu jam sebelum
makan agar kadar puncaknya dalam serum bertepatan
dengan aktivitas maksimal sekresi pompa proton. Bila
diberikan dalam keadaan lambung kosong, biovailabilitas
obat mencapai 30% hingga 90%. Sedangkan bila diberikan
Penghambat pompa proton merupakan Prodrug yang membutuhkan saat makan biovailabilitasnya dapat turun sebesar 50%.
lingkungan asam untuk menjadi bentuk aktifnya. Sediaan oralnya Pemberian bersama dengan obat penghambat asam lain dapat
diformulasikan dalam bentuk tablet atau kapsul salut enterik. Setelah mengurangi efektivitasnya.
melalui lambung dan masuk ke dalam lumen usus halus yang bersifat
alkali, salut enterik akan larut dan kemudian Prodrug diabsorbsi
kedalam sirkulasi sistemik. Prodrug lalu berdifusi ke dalam sel
parietal lambung dan terakumulasi di kanalikuli. Di kanalikuli ini,
prekursor obat mengalami konversi menjadi kation sulfonamide penghambat pompa proton memiliki waktu paruh yang singkat, namun
tiofilik yang akan bereaksi dengan H+/ K+ ATPase dan durasi hambatannya terhadap asam dapat bertahan hingga 24 jam
karena terjadi inaktivasi pompa secara irreversibel. Sintesis
menginaktifkannya secara irreversibel.
pembentukan molekul pompa H+ / K+ ATPase yang beru memerlukan
waktu paling sedikit 18 jam. Oleh sebab itu, obat ini cukup diberikan
satu kali sehari. Karena tidak semua pompa diinaktifkan pada dosis
pertama terapi, maka dibutuhkan 3-5 hari terapi untuk mencapai
Tabel Profil Farmakokinetik Penghambat Pompa Proton hambatan asam maksimal. Frekuensi pemberian yang lebih sering,
misalnya dua kali sehari, pada beberapa hari pertama terapi akan
Dosis Biasa
mempercepat pencapaian hambatan asam maksimal.
Obat pK Biovailabilitas t (Jam) T(Jam)
(%) Untuk Ulkus
Peptik Atau
GERD
Penghambat pompa proton cepat diabsorpsi,
Omeprazole 4 40-65 0,5-1,5 1-3,5 20-40 mg qd memiliki ikatan protein tinggi, dan
mengalami metamobolisme oleh enzym
Esomeprazole 4 >80 1,2-1,5 1,6 20-40 mg qd
CYP2C19 dan CYP3A4. setiap jenis
Lansoprazole 4 >80 1,5 1,7 30 mg qd penghambat pompa proton memiliki
kapasitas metabolisme oleh enzim tersebut
Pantoprazole 3,9 77 1,0-1,9 2,5-4,0 40 mg qd yang berbeda. Penurunan dosis tidak
diperlukan pada penderita insufisiensi ginjal
Rabeprazole 5 52 1,0-2,0 2,0-5,0 20 mg qd atau penderita penyakit hati derajat ringan
hingga sedang.
Farmakodinamik
Sukralfat memiliki berbagai macam efek yang
menguntungkan, tetapi mekanisme kerjanya masih
belum jelas. Sukrosa sulfat yang bermuatan negatif
Sukralfat adalah garam alumunium dari sukrosa sulfat. Di dalam suasana dipercaya berikatan dengan protein yang bermuatan
asam (perut kosong), obat ini membentuk pasta kental yang secara positif di dasar ulkus atau erosi hingga membentuk
efektif terikat pada ulkus (berupa kompleks yang stabil antara molekul sawar fisik yang membatasi kerusakan kaustik lebih
lanjut dan merangsang sekresi prostaglandin dan
obat dengan protein pada permukaan ulkus yang tahan terhadap
bikarbonat mukosa.
hidrolisis oleh pepsin) dan berfungsi sebagai sawar yang melindungi
ulkus terhadap difusi asam, pepsin dan garam empedu (proteksi lokal).
Sukralfat mempunyai efek sito protektif pada mukosa lambung melalui
mekanisme terpisah yakni melalui pembentukan PG endogen, efek
langsung yang meningkatkan sekresi mukos. Efek sitoprotektif ini tidak Farmakokinetik
memerlukan suasana asam
Absorbsi: setelah pemberian oral, sukralfat
diabsorbsi dalam jumlah kecil dari saluran cerna.
Biovailabilitas Oral (lokal): komponen disakarida
5%, aluminium < 0,02%
Distribusi: distribusi ke dalam jaringan dan cairan
tubuh setelah absorpsi sistemik belum ditentukan.
Studi pada hewan, volume distribusi kurang lebih
20% dari berat badan
Ekskresi: sukralfat bereaksi dengan asam klorida
dalam saluran cerna, membentuk sukrosa sulfat
yang tidak dimetabolisme. Sejumlah kecil sukralfat
(3-5%) diabsorpsi sebagai sukrosa sulfat, diekskresi
dalam bentuk tidak berubah melalui urin dalam
waktu 48 jam.
Terapi yang digunakan untuk mengeradikasi bekteri Helicobacter pylori haruslah efektif, dapat ditoleransi dengan baik, regimen terapi dapat
meningkatkan kepatuhan pasien dalam menggunakan obat dan cost-effective. Penggunaan antibacteri secara tunggal tidak akan mensukseskan tujuan
eradikasi tetapi bahkan dapat mempercepat kecepatan resistensi dari antibakteri itu sendiri. Regimen obat untuk eradikasi bakteri H.pylori yang
direkomendasikan dua antibakteri dengan satu agen antisekretori (tripel regimen ) atau bismuth subsalisilat dengan dua antibacteri (berbeda jenis
dengan tripel regimen) dan satu agen antisekretori (quadripel regimen) sehingga dapat meningkatkan kecepatahn eradikasi dan menurunkan resiko
resistensi antibacteri. Tata laksana awal yang paling sering digunakan yaitu tripel theraphy yang terdiri dari PPI, amoksisilin dan klaritromisin yang
diberikan 2 kali sehari selama 7-14 hari

Tabel 8 Distribusi Pola Pengobatan Pasien Gangguan Lambung


Pola Gol Obat A Gol Obat B Jumlah %

Pola 1 PPI atau H2 Bloker 19 36,5


Pola 2 PPI Sukralfat 30 57,7
Pola 3 Antibiotik Pola 2 3 5,8

Tabel 9 Distribusi Pasien Gangguan Lambung Berdasrkan Interaksi Obat


Interaksi Obat Obat A Obat B Jumlah Kejadian %

Moderate Sukralfat Lansoprazole 24 85,6%


Minor Amoksisilin Klaritomisin 1 3,6%
Minor Klaritomisin Omeprazole 1 3,6%
Minor Ranitidine Paracetamol 1 3,6%
Minor Vitamin B12 Lansoprazole 1 3,6%
28 100 %
Tabel 10 Distribusi Pasien Gangguan Lambung
Profil DRP Jumlah (Orang) Persentase %
Dosis Yang Kurang Tepat 15 28,8
Dosis Tepat 37 71,2
52 100

Dari hasil penelitian menunjukkan interaksi obat berdasarkan tingkat keparahan moderate sebesar 80,6% dengan jumlah
kejadian sebanyak 25 kasus. Interaksi minor sebesar 12,8% dengan jumlah kejadian sebanyak 4 kasus.
Menurut drug interactions checker interaksi antara obat sukralfat dengan lansoprazole termasuk interaksi obat dengan
tingkat keparahan moderate. Oleh karena itu lansoprazole harus diberikan 1 jam sebelum atau sesudah pemberian sukralfat.
Sebuah interaksi termasuk ke dalam keparahan moderate jika satu dari bahaya potensial mungkin terjadi pada pasien, beberapa
tipe intervensi atau monitor sering diperlukan. Efek interaksi moderate mungkin menyebabkan perubahan status klinis pasien,
perawatan tambahan, perawatan di rumah sakit dan atau perpanjangan lama tinggal di rumah sakit.
pada penelitian ini ditemukan interaksi obat potensial dengan tingkat keparahan moderate antara lansoprazole dengan
sukralfat. Setelah dianalisis, obat diberikan rute pemberian yang berbeda. Pemberian obat pada rute yang berbeda ini tidak
memungkinkan untuk terjadinya interaksi. Sehingga dapat dikatakan bahwa tindakan yang diberikan pada pasien sesuai untuk
mencegah terjadinya interaksi obat potensial tersebut. Pada pasien lainnya lansoprazole dengan sukralfat diberikan 1 jam sebelum
makan dan lansoprazole diberikan 1 jam setelah makan. Dengan pemberian waktu yang berbeda maka tidak memungkinkan untuk
terjadi interaksi.
Interaksi obat minor umumnya tidak menimbulkan bahaya atau
memerlukan perubahan terapi. Interaksi dengan tingkat keparahan
minor adalah interaksi yang mungkin terjadi tetapi
dipertimbangkan signifikan potensial berbahaya terhadap pasien
jika terjadi kelainan. Interaksi obat minor biasanya tidak
menimbulkan bahaya atau memerlukan perubahan terapi.

Menurut drug interactions checker yang termasuk interaksi obat dengan


tingkat keparahan minor pada penelitian ini yaitu interaksi antara
antibiotik klaritomisin dengan amoxsisillin, paracetamol dengan
ranitidine, omeprazole dengan klaritomisin dan interaksi antara vitamin
B12 dengan lansoprazole. Klaritomisin dapat menurunkan efek dari
amoxsisillin jika diberikan secara bersamaan. Pemberian klaritomisin 500
mg 2 kali sehari selama 7 hari menyebabkan kenaikan 2 kali lipat dalam
AUC omeprazole. Lansoprazole dapat menurunkan kadar vitamin B12
dengan cara menghambatb penyerapan pada saluran GI.

Ranitidine dapat menghambat enzim glucoronyltransferase sehingga


paracetamol tidak bisa di metabolism di hati. Disarankan agar pemberian obat-
obat yang berinteraksi sebaiknya diberikan pada waktu yang berbeda untuk
meningkatkan atau mencegah penurunan efektivitas terapi. Namun potensi
interaksi obat minor yang terjadi tidak bermakna secara klinis.
Pada DRP’s ketetapan dosis ditemukan pemberian obat dengan dosis yang
kurang tepat sebanyak 28,8%. Pada pasien 015, 033, 043, 046 diberikan obat
lansoprazole untuk pasien peptic ulcer disease dan gastric ulcer diberikan 1 kali
sehari sebanyak 30 mg selama 8 minggu. Secara farmakokinetik lansoprazole
memiliki indeks terapi luas. Semakin lebar indeks terapi berarti jarak antara dosis
terapi dengan dosis toksik semakin lebar. Sehingga peningkatan dosis yang sedikit
tidak menyebabkan efek toksik dari penggunaan obat tersebut.
Pada pasien 007, 011, 018, 021, 034, 048 diberikan obat omeprazole dengan
dosis 2 kali sehari 20 mg. menurut Aberg (2009), dosis omeprazole untuk pasien
peptic ulcer disease dan gastric ulcer diberikan 1 kali sehari sebanyak 40 mg
selama 4-8 minggu. Secara farmakokinetik, omeprazole memiliki waktu paruh
eliminasi 30-60 menit didalam plasma darah. Sehingga dengan penambahan
regimen dosis akan menjaga obat tetap stabil didalam plasma darah. Selain itu
omeprazole memiliki indeks terapi luas. Semakin lebar indeks terapi berarti jarak
antara dosis terapi dengan dosis toksik semakin lebar, sehingga penambahan
regimen dosis tidak menyebabkan efek toksik dari penggunaan obat tersebut.
Pada pasien 019, 023, 040, 042, 045 diberikan obat sukralfat dengan dosis 2
kali sehari dan 1 kali sehari 500 mg. menurut Aberg (2009), dosis sukralfat untuk
pasien gangguan lambung 4 kali sehari 1 gram. Pemberian dosis kurang
mengakibatkan obat bekerja tidak maksimal dalam memberikan efek.
Kesimpulan

karakteristik pasien gangguan lambung


berdasarkan usia paling banyak ditunjukkan
pada rentang usia 46-55 tahun sebanyak
36,5%. Berdasarkan jenis kelamin
didominasi oleh wanita sebanyak 55,7%,
Profil DRP’s yang ditemukan pada penelitian ini yaitu interaksi obat
Pendidikan terakhir yaitu SD sebanyak
40,4%, Pekerjaan yaitu wiraswasta 36,5%, dengan tingkat keparahan moderate sebanyak 80,6% dan tingkat
merokok 65,2%, konsumsi NSAID keparahan minor sebanyak 12,8%. DRP’s kategori ada indikasi tidak
sebanyak 59,6%, pola makan pasien dengan mendapatkan terapi sebanyak 23% dan mendapatkan terapi tanpa indikasi
kategori konsumsi makan pedas sebanyak sebanyak 5,7%. Dan DRP’s berdasarkan dosis kurang tepat sebesar 28,8%.
82,7%, tidak makan teratur sebanyak 17,3%
dan konsumsi kopi sebanyak 53,8%

Pola pengobatan pasien yang


paling banyak digunakan yaitu
pola pengobatan 2 sebesar 57,7%

Anda mungkin juga menyukai