Anda di halaman 1dari 24

Laporan Kasus

APENDISITIS AKUT

Oleh :

dr. Mokolensang Gabriella Olivia

Pembimbing :

dr. Christria F. Kiling

RUMAH SAKIT BUDI SETIA LANGOWAN


KOTA LANGOWAN
2020

1
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan kasus dengan judul :

“APENDISITIS AKUT”

Telah dikoreksi dan dibacakan pada tanggal 2020

Pembimbing :

dr. Christria F. Kiling

2
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN.....................................................................................................2

BAB I.........................................................................................................................................4

PENDAHULUAN.....................................................................................................................4

Latar Belakang.....................................................................................................................4

BAB II.......................................................................................................................................5

TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................................................5

A. Anatomi dan Fisiologi Apendiks..................................................................................5

B. Etiologi Apendisitis Akut..............................................................................................7

C. Patofisiologi Apendisitis Akut......................................................................................7

D. Diagnosa Apendisitis Akut...........................................................................................9

E. Diagnosis Banding.......................................................................................................14

F. Penatalaksanaan Apendisitis Akut4..........................................................................16

BAB IV ................................................................................................................................... 17

IDENTITAS PASIEN ........................................................................................................... 17

BAB V .....................................................................................................................................21

PEMBAHASAN ................................................................................................................. 21

BAB VI ............................................................................................................................. 23

KESIMPULAN ......................................................................................................................23

DATAR PUSTAKA ...............................................................................................................24

3
BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Apendisitis akut adalah suatu radang yang timbul secara mendadak pada apendik
dan merupakan salah satu kasus akut abdomen yang paling sering ditemui. Apendisitis
akut merupakan radang bakteri yang dicetuskan berbagai faktor, diantaranya adalah
hiperplasia jaringan limfe, fekalith, tumor apendiks dan cacing ascaris dapat juga
menimbulkan penyumbatan.1
 Insiden apendisitis akut lebih tinggi pada negara maju dibandingkan dengan
negara berkembang. Namun dalam tiga sampai empat dasawarsa terakhir menurun
secara bermakna, yaitu 100 kasus tiap 100.000 populasi mejadi 52 tiap 100.000 populasi.
Kejadian ini mungkin disebabkan oleh perubahan pola makan.1
Menurut data epidemiologi apendisitis akut jarang terjadi pada balita, sedangkan
meningkat pada pubertas, dan mencapai puncaknya pada saat remaja dan awal usia 20-
an, dan angka ini menurun pada usia menjelang dewasa. Insiden apendisitis memiliki
rasio yang sama antara wanita dan laki-laki pada masa prapubertas. Sedangkan pada
masa remaja dan dewasa muda rasionya menjadi 3:2.1
Apendisitis adalah kegawatdaruratan perut yang paling umum dan menyumbang
lebih dari 40 000 penerimaan rumah sakit di Inggris setiap tahun. 2 Apendisitis adalah
yang paling umum antara usia 10 dan 20 tahun, tetapi tidak ada usia yang dikecualikan.
3 seorang pria yang dominan ada, dengan pria ke wanita rasio 1,4:1; risiko seumur hidup
secara keseluruhan adalah 8,6% untuk pria dan 6,7% untuk wanita di Amerika Serikat. 3
sejak tahun 1940-an kejadian masuk rumah sakit untuk usus buntu akut telah jatuh, tetapi
alasan penurunan ini tidak jelas.2
Selama periode Oktober 2012 – September 2015 di RSUP Prof DR.R.D Kandou
Manado terdapat 650 pasien.Jumlah pasien terbanyak ialah apendisitis akut yaitu 412
pasien (63%) sedangkan apendisitis kronik sebanyak 38 pasien (6%). Dari 650 pasien,
yang mengalami komplikasi sebanyak 200 pasien yang terdiri dari 193 pasien (30%)
dengan komplikasi apendisitis perforasi dan 7 pasien (1%) dengan periapendikuler

4
infiltrat. Kelompok umur tersering yang menderita apendisitis ialah 20-29 tahun. Jumlah
pasien laki-laki lebih banyak dari pada perempuan.3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi dan Fisiologi Apendiks


Apendiks merupakan organ yang berbentuk tabung dengan panjang kira-kira 10
cm dan berpangkal pada sekum.Apendiks memiliki lumen sempit dibagian proximal
dan melebar pada bagian distal.Saat lahir, apendiks pendek dan melebar
dipersambungan dengan sekum.Selama anak-anak, pertumbuhannya biasanya berotasi
ke dalam retrocaecal tapi masih dalam intraperitoneal.
Pada apendiks terdapat 3 tanea coli yang menyatu dipersambungan caecum dan
berguna dalam menandakan tempat untuk mendeteksi apendiks. Posisi apendiks
terbanyak adalah retrocaecal (74%), pelvic (21%), patileal (5%), paracaecal (2%),
subcaecal (1,5%) dan preleal (1%). Apendiks mendapat vaskularisasi oleh arteri
apendicular yang merupakan cabang dari arteri ileocolica. Arteri apendiks termasuk end
arteri. Apendiks memiliki lebih dari 6 saluran limfe melintangi mesoapendiks menuju
ke nodus limfe ileocaeca.
Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n.vagus yang mengikuti
a.mesenterika superior dan a.apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari
n.torakalis X. Oleh karena itu, nyeri visceral pada apendisitis bermula disekitar
umbilikus.

5
Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml perhari.Lendir dicurahkan ke caecum.
Jika terjadi hambatan, maka akan terjadi apendisitis akut. GALT ( Gut Assoiated
Lymphoid Tisuue) yang terdapat pada apendiks menghasilkan Ig-A. Namun jika
apendiks diangkat, tidak ada mempengaruhi sistem imun tubuh karena jumlahnya
yang sedikit sekali.Pendarahan apendiks berasal dari a.apendikularis yang merupakan
percabangan dari Arteri ileocolica dan merupakan arteri tanpa kolateral. Jika arteri ini
tersumbat, misalnya karena thrombosis pada infeksi apendiks akan mengalami gangren.

65% dari posisi appendix terletak intraperitoneal sementara sisanya


retroperitoneal. Di sini variasi posisi appendix menentukan gejala yang akan muncul
saat terjadi peradangan.Posisi terbanyak adalah retrocaecal, namun demikian posisi
appendix dapat ditemukan dengan menelusuri ketiga taenia yang terdapat pada caecum
(dan colon), yaitu taenia colica, taenia libera, dan taenia omental.

Selama beberapa tahun, apendiks secara keliru diyakini sebagai organ vestigial
tanpa fungsi yang diketahui. Saat ini apendiks dianggap sebagai organ imunologik yang
secara aktif ikut berpartisipasi dalam sekresi imunoglobulin, khususnya imunoglobulin
A. Walau tidak ada peran yang jelas untuk apendiks dalam timbulnya penyakit manusia,
telah dilaporkan adanya asosiasi terbalik antara apendektomi dan timbulnya kolitis
ulseratif, menunjukkan fungsi protektif dari apendektomi.
Namun, asosiasi ini hanya ditemukan pada pasien yang diterapi apendektomi
untuk apendisitis sebelum usia 20. Asosiasi antara Crohn’s disease dan apendektomi
lebih kurang jelas. Walaupun penelitian terdahulu menunjukkan bahwa apendektomi

6
meningkatkan resiko timbulnya Crohn’s disease, penelitian lebih baru dengan teliti
menilai waktu apendektomi berhubungan dengan onset Crohn’s disease membuktikan
tidak adanya hubungan. Sebuah meta-analisis baru menunjukkan resiko signifikan
Crohn’s disease tidak lama setelah apendisitis. Resiko ini selanjutnya memudar,
menunjukkan adanya hubungan diagnostik (salah mengidentifikasi Crohn’s disease
sebagai apendisitis) daripada hubungan fisiologis antara apendektomi dan Crohn’s
disease. Apendiks dapat berfungsi sebagai tempat penyimpanan untuk rekolonisasi
kolon dengan bakteri sehat. Satu penelitian retrospektif membuktikan bahwa
apendektomi sebelumnya mungkin memiliki hubungan terbalik dengan infeksi
Clostridium difficile berulang. Namun, pada penelitian retrospektif lain, apendektomi
sebelumnya tidak mempengaruhi terjadinya infeksi C. difficile. Peran apendiks dalam
merekolonisasi kolon tetap dicari kejelasannya.

B. Etiologi Apendisitis Akut


Apendisitis akut disebabkan oleh proses radang bakteria yang dicetuskan oleh
beberapa faktor pencetus. Ada beberapa faktor yang mempermudah terjadinya radang
apendiks, diantaranya :
 Faktor Obstruksi
Sekitar 60% obstruksi disebabkan oleh hiperplasia jaringan lymphoid sub
mukosa, 35% karena stasis fekal, 4% karena benda asing dan sebab lainnya
1% diantaranya sumbatan oleh parasit dan cacing.
 Faktor Bakteri
Infeksi enterogen merupakan faktor patogenesis primer pada apendisitis akut.
Bakteri yang ditemukan biasanya E.coli, Bacteriodes fragililis, Splanchicus,
Lacto-bacilus, Pseudomonas, Bacteriodes splanicus.
 Kecenderungan familiar
Hal ini dihubungkan dengan terdapatnya malformasi yang herediter
dari organ apendiks yang terlalu panjang, vaskularisasi yang tidak baik dan
letaknya yang memudahkan terjadi apendisitis.
 Faktor ras dan diet
Faktor ras berhubungan dengan kebiasaan dan pola makanan
sehari-hari.

7
C. Patofisiologi Apendisitis Akut
Apendisitis akut merupakan peradangan akut pada apendiks yang disebabkan
oleh bakteria yang dicetuskan oleh beberapa faktor pencetus.Obstruksi pada lumen
menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan.Makin lama
mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai
keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan intralumen. Tekanan di dalam
sekum akan meningkat. Kombinasi tekanan tinggi di seikum dan peningkatan
flora kuman di kolon mengakibatkan sembelit, hal ini menjadi pencetus radang di
mukosa apendiks. Perkembangan dari apendisitis mukosa menjadi apendisitis komplit
yang meliputi semua lapisan dinding apendiks tentu dipengaruhi oleh berbagai faktor
pencetus setempat yang menghambat pengosongan lumenapendiks atau mengganggu
motilitas normal apendiks.
Tekanan yang meningkat tersebut akan menyebabkan apendiks
mengalamihipoksia,menghambat aliran limfe, terjadi ulserasi mukosa dan invasi
bakteri. Infeksimenyebabkan pembengkakan apendiks bertambah (edema) dan
semakin iskemikkarena terjadi trombosis pembuluh darah intramural (dinding
apendiks).Pada saat inilah terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri
epigastrium. Gangren dan perforasi khas dapat terjadi dalam 24-36 jam, tapi waktu
tersebut dapat berbeda-beda setiap pasien karena ditentukan banyak faktor.
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut
akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus
dinding. Peradangan timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga
menimbulkan nyeri didaerah kanan bawah.Keadaan ini disebut dengan apendisitis
supuratif akut. Bila kemudian arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks
yang diikuti dengan gangrene. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa.
Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi.
Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi akan
membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan jaringan
sekitarnya. Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan berulang diperut kanan
bawah.Pada suatu ketika organ ini dapat meradang akut lagi dan dinyatakan
mengalami eksaserbasi akut.

8
D. Diagnosa Apendisitis Akut
Apendisitis umumnya dimulai dengan nyeri menyebar di sekitar umbilikus yang nantinya
terlokalisasi pada kuadran kanan bawah (sensitivitas 81%, spesifisitas 53%).Walaupun nyeri
kuadran kanan bawah adalah salah satu tanda paling sensitif dari apendisitis, nyeri pada
lokasi atipikal atau nyeri minimal sering menjadi presentasi awal.Variasi lokasi anatomis dari
apendiks dapat berperan dalam membedakan perbedaan presentasi dari fase somatis
nyeri.Apendisitis juga memiliki hubungan dengan gejala gastrointestinal seperti mual
(sensitivitas 58%, spesifisitas 45%) dan anoreksia (sensitivitas 68%, spesifisitas 36%).Gejala
gastrointestinal yang timbul sebelum timbulnya nyeri menyarankan etiologi yang berbeda
seperti gastroenteritis.Banyak pasien mengeluhkan sensasi obstipasi sebelum gejala nyeri
timbul dan merasa bahwa defekasi dapat meredakan gejala nyeri abdomen.Diare dapat terjadi
berhubungan dengan perforasi, terutama pada anak-anak.
Awalnya, tanda vital dapat berubah secara minimal.Suhu tubuh dan nadi dapat normal atau
sedikit meningkat. Perubahan yang lebih besar mengindikasikan terjadinya komplikasi atau
diagnosa lain perlu dipertimbangkan. Penemuan fisik ditentukan dari ada tidaknya iritasi
peritoneum dan dipengaruhi oleh ruptur tidaknya organ saat pertama kali diperiksa.Pasien
apendisitis biasanya bergerak perlahan dan lebih memilih berbaring telentang.

9
Gambaran klinis pada apendisitis akut yaitu :
 Tanda awal nyeri di epigastrium atau regio umbilicus disertai mual dan
anorexia. Demam biasanya ringan, dengan suhu sekitar 37,5 - 38,5C. Bila
suhu lebih tinggi, mungkin sudah terjadi perforasi.
 Nyeri berpindah ke kanan bawah dan menunjukkan tanda rangsangan
peritoneum lokal di titik Mc Burney, nyeri tekan, nyeri lepas dan adanya
defans muskuler.
 Nyeri rangsangan peritoneum tak langsung nyeri kanan bawah pada tekanan
kiri (Rovsing’s Sign) nyeri kanan bawah bila tekanan di sebelah kiri
dilepaskan (Blumberg’s Sign) batuk atau mengedan

Pemeriksaan Fisik :
 Inspeksi
- Tidak ditemukan gambaran spesifik.
- Kembung sering terlihat pada komplikasi perforasi.
-Penonjolan perut kanan bawah bisa dilihat pada masaa atau abses
periapendikuler.
-Tampak perut kanan bawah tertinggal pada pernafasan
 Palpasi
- nyeri yang terbatas pada regio iliaka kanan, bisa disertai nyeri tekan lepas.
- defans muscular menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietale.
- pada apendisitis retrosekal atau retroileal diperlukan palpasi dalam untuk
menentukan adanya rasa nyeri.
 Perkusi
- pekak hati menghilang jika terjadi perforasi usus.
 Auskultasi
- biasanya normal
- peristaltik dapat hilang karena ileus paralitik pada peritonitis generalisata
akibat apendisitis perforata
 Rectal Toucher
- tonus musculus sfingter ani baik
- ampula kolaps
- nyeri tekan pada daerah jam 9 dan 12

10
- terdapat massa yang menekan rectum (jika ada abses).
 Uji Psoas
Dilakukan dengan rangsangan otot psoas lewat hiperekstensi sendi panggul
kanan atau fleksi aktif sendi panggul kanan, kemudian paha kanan ditahan. Bila
apendiks yang meradang menepel di m. poas mayor, tindakan tersebut akan
menimbulkan nyeri.

 Uji Obturator
Digunakan untuk melihat apakah apendiks yang meradang kontak dengan m.
obturator internus yang merupakan dinding panggul kecil. Gerakan fleksi dan
endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang akan menimbulkan nyeri pada
apendisitis pelvika. Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator merupakan
pemeriksaan yang lebih ditujukan untuk mengetahui letak apendiks.

11
Pemeriksaan Penunjang :
1.Laboratorium
a. Pemeriksaan darah
leukositosis pada kebanyakan kasus appendisitis akut terutama pada kasus dengan
komplikasi, Padaappendicularinfiltrat, LED akan meningkat.
b. Pemeriksaan urin
untuk melihat adanya eritrosit, leukosit dan bakteri di dalam urin. Pemeriksaan ini
sangat membantu dalam menyingkirkan diagnosis banding seperti infeksi saluran kemih atau
batu ginjal yang mempunyai gejala klinis yang hampir sama dengan apendisitis.
c. Pemeriksaan C-Reaktif Protein(CRP),
Peningkatan konsentrasi CRPdalam serum darah adalah signifikan dalam
menunjukkan keparahan dari apendisitis, maka CRP dapat digunakan sebagai alternatif untuk
mendiagnosa appendisitis akut ditambah dengan pemeriksaan rutin.

Skoring Klinis
Diagnosis klinis apendisitis akut merupakan estimasi subjektif dari kemungkian
apendisitis berdasarkan beberapa variabel yang secara individual diskriminator lemah;
namun, digunakan secara bersamaan, memiliki nilai prediksi yang tinggi. Proses ini dapat
dibuat menjadi lebih objektif dengan penggunaan sistem skoring klinis, berdasarkan variabel
yang terbukti dapat membedakan dan diberi bobot yang sesuai. Skor Alvarado merupakan
sistem penilaian yang paling tersebar luas.Khususnya berguna untuk menyingkirkan
diagnosis apendisitis dan memilah pasien untuk manajemen diagnostik lanjutan.
Alvarado Score
Characteristic Score
M = Migration of pain to the 1
RLQ
A = Anorexia 1
N = Nausea and vomiting 1
T = Tenderness in RLQ 2
R = Rebound pain 1
E = Elevated temperature 1
L = Leukocytosis 2
S = Shift of WBC to the left 1
Total 10

12
2. Radiologis
a. Foto polos abdomen
Pada apendisitis akut yang terjadi lambat dan telah terjadi komplikasi
(misalnya peritonitis) tampak :
-Free Air di sub diafragma
- psoas shadow tak tampak
- bayangan gas usus kanan bawah tak tampak
- garis retroperitoneal fat sisi kanan tubuh tak tampak
- 5% dari penderita menunjukkan fecalith radio-opak
b. USG
Bila hasil pemeriksaan fisik meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan
USG, terutama pada wanita, juga bila dicurigai adanya abses.Dengan
USG dapat dipakai untuk menyingkirkan diagnosis banding seperti
kehamilan ektopik, adnecitis dan sebagainya.
c.Barium enema
Yaitu suatu pemeriksaan X-Ray dengan memasukkan barium ke colon
melalui anus.Pemeriksaan ini dapat menunjukkan komplikasi-
komplikasi dari apendisitis pada jaringan sekitarnya dan juga untuk
menyingkirkan diagnosis banding.
d. CT-Scan
Dapat menunjukkan tanda-tanda dari apendisitis.Selain itu juga dapat
menunjukkan komplikasi dari apendisitis seperti bila terjadi abses.
e. Laparoskopi
Yaitu suatu tindakan dengan menggunakan kamera fiberoptic yang
dimasukkan dalam abdomen, appendix dapat divisualisasikan secara
langsung.Tehnik ini dilakukan di bawah pengaruh anestesi umum.

13
Bila pada saat melakukan tindakan ini didapatkan peradangan pada
appendix maka pada saat itu juga dapat langsung dilakukan
pengangkatan appendix (appendectomy).

E. Diagnosis Banding

Adapun diagnosis banding untuk apendisitis adalah:11

1. Gastroenteritis

Pada gastroenteritis, gejala mual, muntah dan diare dijumpai terlebih dahulu sebelum
timbul nyeri perut. Selain itu, gejala nyeri perut yang dialami juga lebih ringan dan tidak
berbatas tegas. Sering dijumpai adanya peningkatan peristaltik usus. Demam dan leukositosis
kurang menonjol dibandingkan apendisitis akut.

2. Demam dengue

Demam dengue dapat dimulai dengan nyeri perut yang menyerupai peritonitis. Pada
penyakit ini, didapatkan hasil tes positive untuk rumple leede, trombositopenia dan
peningkatan hematokrit.

3. Limfadenitis mesenterika

Limfadenitis mesenterika yang biasanya didahului oleh enteritis atau gastroenteritis,


ditandai oleh nyeri perut, terutama perut sebelah kanan, serta perasaan mual dan nyeri tekan
perut yang simaknya samar, terutama untuk perut sebelah kanan.

4. Kelainan ovulasi/Mittelschmerz

Folikel ovarium yang pecah pada ovulasi dapat menimbulkan nyeri pada perut kanan
bawah di tengah siklus menstruasi. Pada anamnesis, nyeri yang sama timbul lebih dahulu.
Tidak ada tanda radang dan nyeri biasa hilang dalam waktu 24 jam, tetapi mungkin dapat
mengganggu selama dua hari.

5. Infeksi panggul

Salpingitis akut kanan seringkali dikacaukan dengan apendisitis akut. Suhu tubuh
biasanya lebih tinggi daripada apendisitis dan nyeri perut bagian kanan bawah biasanya

14
disertai keputihan dan infeksi urin. Pada colok vagina, akan timbul rasa nyeri yang hemat bila
uterus terus diayunkan. Pada gadis dapat dilakukan colok dubur apabila diperlukan.

6. Kehamilan ektopik

Pada penyakit ini hampir selalu ada riwayat keterlambatan haid dengan keluhan yang
tidak menentu. Jika terjadi ruptur tuba atau abortus kehamilan di luar rahim dengan
perdarahan, akan timbul nyeri yang mendadak difus di daerah perlvis dan mungkin terjadi
syok hipovolemik. Pada pemeriksan vagina, didapatkan nyeri dan penonjolan rongga
Douglas.

7. Torsio/ruptur kista ovarium

Pada penyakit ini dapat timbul nyeri mendadak dengan intensitas yang tinggi dan
teraba massa dalam rongga pelvis pada pemeriksaan perut, colok vagina atau colok rektal.
Tidak terdapat demam. Pemeriksaan ultrasonografi dapat menentukan diagnosis ini.

8. Endometriosis eksterna

Endometrium di luar rahim akan menimbukan nyeri di tempat dimana endometriosis


tersebut berada dan dapat terjadi penumpukan darah oleh karena darah menstruasi pada
daerah tersebut mungkin tidak dapat keluar.

9. Urolitiasis pielum/ureter kanan

Dijumpai adanya riwayat kolik dari pinggang ke perut yang menjalar ke inguinal
kanan merupakan gambaran yang khas. Eritrosit pada urin sering ditemukan. Foto polos perut
atau urografi intravena dapat memastikan diagnosis penyakit ini.

10. Penyakit saluran cerna lainnya.

Penyakit lain yang perlu dipikirkan sebagai diagnosis banding dari apendisitis adalah
peradangan pada rongga abdomen, seperti pada divertikulus Merkel, perforasi tukak lambung
atau duodenum, kolesistitis akut, pankreatitis, obstruksi usus, perforasi kolon, demam tifoid
abdominalis, karsinoid dan mukokel apendiks.

15
F. Penatalaksanaan Apendisitis Akut
A. Non-medikamentosa :
Edukasi pasien dan keluarga tentang penyakit pasien dan rencana tatalaksana.
Informed consent tindakan pembedahan apendektomi.
B. Medikamentosa : Antibiotik, Analgetik

Tindakan : appendectomy cito

Bila diagnosis klinis sudah jelas, tindakan yang paling tepat dan merupakan satu-satunya
pilihan yang baik adalah apendektomi. Menurut Wibisono dan Jeo (2013), ada hal-hal yang
perlu diperhatikan:12

 Pre-operatif

Dilakukan observasi ketat, tirah baring dan puasa. Pemeriksaan abdomen dan rektal
serta pemeriksaan darah dapat diulang secara periodik. Foto abdomen dan toraks dapat
digunakan untuk mencari penyulit lain. Antibiotik intravena spektrum luas dan analgesik
dapat diberikan. Pada apendisitis perforasi perlu diberikan resusitasi cairan sebelum operasi.
Antibiotik harus segera diberikan pada pasien suspek apendisitis dan antibiotik harus segera
dihentikan setelah operasi pada pasien tanpa perforasi. Pada pasien apendisitis yang tidak
dioperasi, antibiotik harus diberikan paling sedikit 3 hari sampai gejala klinis infeksi hilang.
Pada apendisitis akut, dapat diberikan antibiotik berupa:

- Ampisilin 3 g/6 jam per IV atau


- Ceftriaxone 1 g/24 jam per IV + Metronidazole 500 mg/ 8 jam IV
- Ciprofloxavin 500 mg/12 jam IV + Metronidazole 500 mg/8 jam per IV

16
BAB IV

IDENTITAS PASIEN

 Identitas Pasien
Nama : Ny.AT
Jenis kelamin : Prempuan
Umur : 24th
Alamat : Tompaso
Agama : Kristen Protestan

 Anamnesa
Keluhan Utama :Nyeri perut kananbawah
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke UGD budi setia langowan jam 3 sore dengan keluhan nyeri perut
kanan bawah sejak kurang lebih 6 jam Sebelum Masuk Rumah Sakit (SMRS). Nyeri
dirasakan pada kanan bawah. Nyeri dirasakan terus-menerus dan tidak menjalar, nyeri
dirasakan seperti tertusuk-tusuk dan dirasakan makin lama makin memberat. Nyeri dirasakan
awalnya di daerah epigastrium lalu berpindah ke perut kanan bawah , nyeri memberat saat
perut ditekan dan pasien bergerak, sehingga pasien susah beraktivitas. Pasien mengeluh nyeri
pada perut kanan bawah semakin memberat hebat sejak tadi pagi Sebelum Masuk Rumah
Sakit. Pasien juga mengeluh tidak nafsu makan sejak 2hari yang lalu, mual, muntah (1x,isi
makanan, air dan lendir keputihan) dan perut terasa kembung. Pasien mengalami demam
sejak satu hari Sebelum Masuk Rumah Sakit, demam dirasakan terus-menerus sepanjang
hari.Pasien tidak BAB normal, BAK normal tidak nyeri. Pasien memiliki riwayat haid yang
teratur.

Riwayat Pengobatan
Pasien tidak pernah berobat ke manapun terkait dengan keluhannya saat ini

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien tidak pernah sakit seperti ini sebelumnya.
Riwayat penyakit paru, ginjal, kencing manis, darah tinggi disangkal.

17
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga yang sakit seperti pasien

Riwayat Psikososial (Pendidikan dan Sosial Ekonomi)

Pendidikan : Sekolah Menengah Atas

Pekerjaan : ibu rumah tangga

Perkawinan : sudah menikah

Kebiasaan : pasien jarang makan sayuran karena tidak suka,

Merokok(-), Alkohol (-)

 Pemeriksaan Fisik
Vital sign
Nadi : 90 x/menit, teratur, kuat
Suhu : 38,1oC
Respiratory rate : 20x/menit
Tekanan Darah : 130/80 mmHg    

Keadaan umum
Pasien tampak lemah
KU : Tampak Sakit Sedang                   
Kesadaran : Composmentis

Pemeriksaan generalis
Kepala : CA(-), mata cowong (-), pupil isokor
Leher : PKGB (-), JPV (-)
Thorax : Bentuk dada simetris (+), gerak pernapasan simetris (+)
Ekstremitas : akral hangat, edema (-), CRT<2”

Status lokalis (Abdomen)    


Inspeksi           : Bentuk simetris.

18
Auskultasi        : Bising usus (+) normal
Palpasi : Dinding perut simetris, buncit, supel , Massa (-), Nyeri tekan (+) kuadran
kanan bawah (Mc.Burney sign).
Nyeri lepas (+) Psoas sign (+). Obturator sign (+), Rovsing sign (+),
Perkusi :  Bunyi timpani

Rectal toucher
Tonus sphinter ani baik, ampula tidak prolaps, mukosa licin, nyeri tekan(+) jam 9-12,
massa(-). Pada handscoon feses(-), darah(-).

Pemeriksaan Laboratorium
DL =>
WBC 19.1 (5.0-10.0)
LYM 2.0 (0.8-4.0)
NEU 0.3 (0.1-1.5)
MONO 3.7 (2.0-7.0)

RBC 4.42 (3.50-5.20)


HGB 13.7 (11.0-16.0)
HCT 39.9 (27.0-34.0)
PLT 247 (150-450)

Diagnosis Kerja :Apendisitis Akut


Planning
1. Diagnosa :
Alvarado Score : 9
Lapor DPJP dr willy satria advice
2. Terapi :
1. Inf. RL 20 gtt/m
2. Inj. Ceftriaxon 2x1gr IV
3. Inj. Ranitidin 50mg IV
4. Inj. Ketorolac 30mg IV
5. Pro Appendiktomy
3. Monitoring : Vital sign, keluhan
4. Edukasi:Rujuk RS Adven Manado

19
Menjelaskan kepada keluarga pasien tentang penyakit, tindakan yang akan dikukan,
prognosa dan pengobatan setelah operasi,
Puasa pre operasi

Prognosis :dubia at bonam

BAB V
PEMBAHASAN

20
Diagnosis pasien ini ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis keluhan nyeri perut kanan bawah dialami penderita
sejak ± 6 jam SMRS. Pada pasien ini, nyeri pertama kali dirasakan pada daerah epigastrium
lalu nyeri dirasakan berpindah ke perut kanan bawah kemudian menetap. Awalnya nyeri di
epigastrium menggambarkan gejala akibat distensi apendiks yang menstimulasi ujung saraf
dari afferent stretch fiber. Lalu nyeri berpindah ke kuadran kanan bawah menggambarkan
peradangan yang telah menyebar ke peritoneum parietalis. Nyeri yang dialami pasien
merupakan nyeri akibat iritasi peritoneum sehingga memburuk saat bergerak atau batuk
(Dunphy sign) dan membaik saat diam. Pasien juga mengeluhkan adanya gejala
gastrointestinal berupa mual dan muntah setelah gejala nyeri muncul, hal ini sering dijumpai
pada apendisitis akibat multiplikasi bakteri yang cepat di dalam apendiks.

Demam biasanya ringan dengan suhu 37,5-38,5°C, febris yang berat jarang terjadi
kecuali jika sudah terjadi perforasi. Pengukuran suhu pada pasien ini didapatkan suhu aksial
38.1°C hal ini menggambarkan adanya infeksi yang terjadi.

Dalam bentuk tanda dan gejala fisik, apendisitis adalah suatu penyakit prototipe yang
berlanjut melalui peradangan, obstruksi dan iskemia dalam jangka waktu yang bervariasi.
Gejala awal apendisitis akut adalah nyeri atau rasa tidak enak di sekitar umbilikus. Gejala ini
umumnya berlangsung lebih dari 1 atau 2 hari. Dalam beberapa jam nyeri berpindah ke
kuadran kanan bawah dengan disertai oleh anoreksia, mual dan muntah. Dapat juga terjadi
nyeri tekan disekitar titik Mc Burney. Kemudian timbul spasme otot dan nyeri tekan lepas.
Apabila terjadi ruptur pada apendiks, tanda perforasi dapat berupa nyeri, nyeri tekan dan
spasme.1

Pemeriksaan fisik pada pasien ini didapatkan abdomen pasien terlihat cembung,
auskultasi: bising usus (+), palpasi: lemas, perkusi: timpani. Nyeri tekan titik McBurney (+),
Psoas Sign (+), Obturator Sign (+). Tanda-tanda ini mendukung diagnosa apendisitis akut.

Pemeriksaan laboratorium leukosit meningkat sedikit (11.000 sampai 16.000). Bila


sangat meningkat curiga suatu perforasi. Pada pasien ini, ditemukan leukositosis 19.100 m3.
Sistem skoring yang dipakai pada pasien ini adalah albvarado score. Interpretasi skor
Alvarado adalah sebagai berikut : 5-6 : Kemungkinan appendicitis (compatible), 7-8 :
Kemungkinan besar appendicitis (probable), 9-10 : Pasti appendicitis (very probable). Pasien

21
sebaiknya dilakukan tindakan apendektomi jika skor ≥7. Jika skor 5-6 disarankan untuk
observasi dan dilakukan evaluasi ulang tiap empat atau enam jam. Kemungkinan penyakit
lain harus dipikirkan jika skor <5.
. Pada pasien ditemukan anoreksia (1) nyeri berpindah ke perut kanan bawah (1),
anorexia (1), mual (1), nyeri tekan perut sebelah kanan bawah (2), nyeri lepas tekan (1),
peningkatan leukosit: 19.100 (1) dan demam (1).
Berdasarkan diagnosa klinis yang telah ditegakkan, maka pasien direncanakan di
Rujuk untuk dioperasi open appendectomy cito. Tindakan ini menjadi pilihan karena
apendisitis akut termasuk dalam kegawatdaruratan dalam bidang bedah. 1 Operasi cito
menjadi pilihan untuk mencegah progresi penyakit yang nantinya dapat menyebabkan
kerusakan dan komplikasi yang lebih berat. Selain itu, dengan berkembangnya apendisitis
akut dan terjadi perforasi maka peritonitis akan terjadi dan akan mempersulit penanganan
pasien serta meningkatkan mortalitas.9 Sebagai tatalaksana awal pasien dipasangkan IV line
untuk memudahkan akses memasukkan obat dan rehidrasi. Pasien diberikan cairan (NaCl
sebanyak 500 mL 22 gtt/menit), Ranitidin 50mg 2x1 Iv, analgesik (ketorolac 3 x 30 mg IV)
dan antibiotik (ceftriaxone 2 x 1 g IV. Selain itu, perlu dilakukan observasi tanda vital untuk
mengantisipasi adanya perdarahan dalam, syok, hipertermia atau gangguan pernafasan.

BAB VI

KESIMPULAN

Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan sebagai berikut :


1. Apendisitis akut merupakan salah satu penyakit dengan gejala nyeri abdomen
yang paling sering dijumpai dan merupakan salah satu bentuk
kegawatdaruratan.

22
2. Apendisitis akut merupakan peradangan akut pada apendiks yang disebabkan
oleh bakteria yang dicetuskan oleh beberapa faktor pencetus.
3. Proses penegakan diagnosa pada kasus apendicitis yaitu meliputi anamnesa,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
4. Penatalaksanaan pada kasus apendisitis akut sebenarnya lebih mengarah pada
penanganan operatif yaitu dengan appendectomy.

DAFTAR PUSTAKA

1. Tim Revisi PDT Sub Komite Farmasi dan Terapi RSU DR.Soetomo .
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Bedah RSUD Dr. Soetomo.
Surabaya.2008
2. Humes DJ, Simpson J. Acute apendisitis. Bmj. 2006 Sep 7;333(7567):530-4.

23
3. THOMAS, Gloria A.; LAHUNDUITAN, Ishak; TANGKILISAN, Adrian.
Angka kejadian apendisitis di RSUP Prof. Dr. RD Kandou Manado periode
Oktober 2012–September 2015. e-CliniC, 2016
4. Syamsuhidayat, R dan de Jong, Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Kedua.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.2004
5. Sabiston. Textbook of Surgery : The Biological Basis of Modern Surgical
Practice. Edisi 16.USA: W.B Saunders companies.2002
6. Schwartz. Principles of Surgery. Edisi Ketujuh.USA:The Mcgraw-Hill
companies.2005
7. R. Schrock MD, Theodore. Ilmu Bedah. Edisi Ketujuh. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.1995
8. Surya B. Peran C-Reactive Protein (CRP) dalam Menentukan Diagnosa
Apendisitis Akut.
9. Festiawan J, Sennang N, Samad IA. Rerata Volume Trombosit, Hitung
Leukosit Dan Trombosit Di Apendisitis Akut. INDONESIAN JOURNAL
OF CLINICAL PATHOLOGY AND MEDICAL LABORATORY. 2018
Mar 22;20(2):103-6.

24

Anda mungkin juga menyukai