Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN

SEPSIS DI RUANG HCU


RSUD DR. HARYOTO LUMAJANG

SANTIKA RAHAYU
NIM : 1824201040

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MAJAPAHIT
MOJOKERTO
2020
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan dengan judul :

LAPORAN PENDAHULUAN
SEPSIS DI RUANG HCU
RSUD DR. HARYOTO LUMAJANG

Telah disahkan pada :


Hari : Jumat
Tanggal : 30 Oktober 2020

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

Anndy Prastya, S. Kep. Ners. M. Kep Ns. Khoirul Ulum, S. Kep.


NIK . 220250156 NIP. 197801012006041026

Mengetahui,
Kepala Ruangan

Ns. Khoirul Ulum, S. Kep.


NIP. 197801012006041026
LAPORAN PENDAHULUAN
SEPSIS

1. DEFINISI

Sepsis adalah sindrom yang dikarakteristikan oleh tanda-tanda klinis dan gejala-
gejala yang parah, yang dapat berkembang ke arah septisemia dan syok septik.

Septisemia menunujukan munculnya infeksi sistemik yang disebabkan oleh


penggadaan mikroorganisme secara cepat atau zat-zat racunnya, yang dapat
mengakibatkan perubahan psikologis yang sangat besar (Doengoer, 1993).

Sepsis adalah kumpulan gejala – gejala patofisologis seperti; demam, tachycardia


hyperventilasi dan leukositosis yang dikenal dengan Systemic Inflammatory Respone
Syndrome / SIRS, dan disebut dengan sepsis apabila ditemukan infeksi yang
terdokumentasi (B Ongard,1994).Sepsis Berat adalah sepsis disertai dengan kondisi
disfungsi organ, yang disebabkan karena inflamasi sistemik dan respon prokoagulan
terhadap infeksi. (Bernard GR, 2001)

Syok Septik didefinisikan sebagai kondisi sepsis dengan hipotensi refrakter (tekanan
darah sistolik <90 mmHg, mean arterial pressure < 65 mmHg, atau penurunan > 40
mmHg dari ambang dasar tekanan darah sistolik yang tidak responsif setelah diberikan
cairan kristaloid sebesar 20 sampai 40 mL/kg). (Nguyen BH, 2006)

2. ETIOLOGI
Sepsis biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri (meskipun sepsis dapat disebabkan
oleh virus, atau semakin sering, disebabkan oleh jamur). Umumnya, sepsis merupakan
suatu interaksi yang kompleks antara efek toksik langsung dari mikroorganisme penyebab
infeksi dan gangguan respons inflamasi normal dari host terhadap infeksi.

Tabel 1 Penyebab Umum Sepsis pada Orang Sehat


Sumber lokasi Mikroorganisme
Kulit Staphylococcus aureusdan gram positif bentuk cocci
lainnya
Saluran kemih Eschericia coli dan gram negatif bentuk batang lainnya
Saluran pernafasan Streptococcus pneumonia
Usus dan kantung empedu Enterococcus faecalis, E.coli dan gram negative
bentuk batang lainnya, Bacteroides fragilis
Organ pelvis Neissseria gonorrhea,anaerob
Sumber: Moss et.al,2012

Tabel 2 Penyebab Umum Sepsis pada Pasien yang Dirawat


Masalah klinis Mikroorganisme
Pemasanagan kateter. Escherichia coli, Klebsiella spp., Proteus spp., Serratia
spp., Pseudomonas spp
Penggunaan iv kateter Staphylococcus aureus, Staph.epidermidis,
Klebsiellaspp., Pseudomonasspp., Candida albicans
Setelah operasi:
Wound infection Staph. aureus, E. coli,anaerobes(tergantung lokasinya)
Deep infection Tergantung lokasi anatominya
Luka bakar coccus gram-positif, Pseudomonasspp.,
Candidaalbicans
Pasien immunocompromised Semua mikroorganisme diatas
Sumber: Moss et.al,2012

3. KLASIFIKASI

Kriteria untuk diagnosis sepsis dan sepsis berat pertama kali dibentuk pada tahun
1991 oleh American College of Chest Physician and Society of Critical Care Medicine
Consensus (Tabel 1).

Tabel 3 Kriteria untuk SIRS, Sepsis, Sepsis Berat, Syok septik berdasarkan
Konsensus Konfrensi ACCP/SCCM 1991.

Istilah Kriteria
SIRS 2 dari 4 kriteria:
1. Temperatur > 38°C atau < 36°C
2. Laju Nadi > 90x/ menit
3. Hiperventilasi dengan laju nafas >20 x/menit atau CO2 arterial <32
mmHg

4. Sel darah putih > 12.000 sel/uL atau < 4000 sel/ Ul
Sepsis SIRS dengan adanya infeksi (diduga atau sudah terbukti)
Sepsis berat Sepsis dengan disfungsi organ
Syok septik Sepsis dengan hipotensi walaupun sudah diberikan resusitasi yang
adekuat

Pada tahun 2001, SCCM, ACCP dan European Society of Critical Care Medicine
(ESICM) merevisi definisi sepsis dan menambahkan tingkat dari sepsis dengan akronim
PIRO (Predisposition, Infection, Response to the infectious challenge, and Organ
dysfunction). Kemudian pada tahun 2016, SCCM dan ESCIM mengeluarkan konsensus
internasional yang ketiga yang bertujuan untuk mengidentifikasi pasien dengan waktu
perawatan di ICU dan risiko kematian yang meningkat. Konsensus ini menggunakan skor
SOFA ( Sequential Organ Failure Assesment) dengan peningkatan angka sebesar 2, dan
menambahkan kriteria baru seperti adanya peningkatan kadar laktat walaupun telah
diberikan cairan resusitasi dan penggunaan vasopressor pada keadaan hipotensi.

Istilah Sepsis menurut konsensus terbaru adalah keadaan disfungsi organ yang
mengancam jiwa yang disebabkan karena disregulasi respon tubuh terhadap infeksi.
Penggunaan kriteria SIRS untuk mengidentifikasi sepsis dianggap sudah tidak membantu
lagi. Kriteria SIRS seperti perubahan dari kadar sel darah putih, temperatur, dan laju nadi
menggambarkan adanya inflamasi (respon tubuh terhadap infeksi atau hal lainnya).
Kriteria SIRS tidak menggambarkan adanya respon disregulasi yang mengancam jiwa.
Keadaan SIRS sendiri dapat ditemukan pada pasien yang dirawat inap tanpa ditemukan
adanya infeksi.

Disfungsi organ didiagnosis apabila peningkatan skor SOFA ≥ 2. Dan istilah sepsis
berat sudah tidak digunakan kembali. Implikasi dari definisi baru ini adalah pengenalan
dari respon tubuh yang berlebihan dalam patogenesis dari sepsis dan syok septik,
peningkatan skor SOFA ≥ 2 untuk identifikasi keadaan sepsis dan penggunaan quick
SOFA (qSOFA) untuk mengidentifikasi pasien sepsis di luar ICU.

Walaupun penggunaan qSOFA kurang lengkap dibandingkan penggunaan skor SOFA


di ICU, qSOFA tidak membutuhkan pemeriksaan laboratorium dan dapat dilakukan
secara cepat dan berulang. Penggunaan qSOFA diharapkan dapat membantu klinisi dalam
mengenali kondisi disfungsi organ dan dapat segera memulai atau mengeskalasi terapi.
Dan septik syok didefinisikan sebagai keadaan sepsis dimana abnormalitas sirkulasi
dan selular/ metabolik yang terjadi dapat menyebabkan kematian secara signifikan.
Kriteria klinis untuk mengidentifikasi septik syok adalah adanya sepsis dengan hipotensi
persisten yang membutuhkan vasopressor untuk menjaga mean arterial pressure (MAP) ≥
65 mmHg, dengan kadar laktat ≥ 2 mmol/L walaupun telah diberikan resusitasi cairan
yang adekuat
Tabel 4 Skor SOFA

Sistem 0 1 2 3 4
Respirasi
PaO2/FIO2, <200 (26.7) < 100 (13.3)
mmHg (kPa) ≥400 <400 <300 (40) Dengan dengan
bantuan bantuan
(53.3) (53.3) pernafasan pernafasan

Koagulasi ≥ 150 <150 <100 <50 <20


Platelet,
x103/ ul
Liver <1.2 (20) 1.2-1.9 (20- 2.0-5.9 6.0-11.9 >12.0 (204)
Bilirubin, 32) (33-101) (102-204)
mg/ dl
(umol/L)
Kardiovas- MAP MAP Dopamin < Dopamin Dopamin >15
kular 5 / 5.1-15 / / epinefrin >
≥70 <70 dobutamin Epinefrin ≤ 0,1 /
e 0,1 / norepinefrin
mmHg mmHg Norepinefri > 0,1
(ug/kg/min n ≤ 0,1 (ug/kg/min)
) (ug/kg/min)

Sistem Saraf
Pusat 15 13 - 14 10-12 6-9 <6
Glasgow
Coma Score
Ginjal
Kreatinin, 1,2-1.9 2.0-3.4 3.5-4.9 >5.0 (440)
mg/ dl <1.2 (110) (110-170) (171-299) (300-440)
(umol/L)

Walaupun penggunaan qSOFA kurang lengkap Dibandingkan penggunaan skor


SOFA di ICU, qSOFA tidak membutuhkan pemeriksaan laboratorium dan dapat
dilakukan secara cepat dan berulang. Penggunaan qSOFA diharapkan dapat membantu
klinisi dalam mengenali kondisi disfungsi organ dan dapat segera memulai atau
mengeskalasi terapi.

Tabel 5 Kriteria qSOFA

Laju Nafas ≥ 22x/mnt


Perubahan Status Mental
Tekanan Darah Sistolik ≤ 100 mmHg

4. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi dari respon sepsis biasanya ditekankan pada gejala dan tanda-tanda penyakit yang
mendasarinya dan infeksi primer. Tingkat di mana tanda dan gejala berkembang mungkin
berbeda dari pasien dan pasien lainnya, dan gejala pada setiap pasien sangat bervariasi.
a. Demam tinggi > 38,9 ̊C, sering diawali dengan menggigil kemudian suhu turun
dalam beberapa jam (jarang hipotermi).
b. Takikardia (denyut jantung cepat) lebih cepat dari 100 denyut / menit.
c. Hipotensi (sistolik < 90 mmHg)
d. Petekia, leukositosis atau leokopenia yang bergeser ke kiri, trombositopenia
e. Hiperventilasi dengan hipokapnia
f. Gejala lokal misalnya nyeri tekan didaerah abdomen, periektal
g. Syok septik harus dicurigai pada pasien dengan demam, hipotensi, trombositopenia
atau koagulasi intravaskuler yang tidak dapat diterangkan penyebabnya.

5. PATOFISIOLOGI

Sepsis sekarang dipahami sebagai keadaan yang melibatkan aktivasi awal dari respon
pro-inflamasi dan anti-inflamasi tubuh. Bersamaan dengan kondisi ini, abnormalitas
sirkular seperti penurunan volume intravaskular, vasodilatasi pembuluh darah perifer,
depresi miokardial, dan peningkatan metabolisme akan menyebabkan ketidakseimbangan
antara penghantaran oksigen sistemik dengan kebutuhan oksigen yang akan
menyebabkan hipoksia jaringan sistemik atau syok.

Presentasi pasien dengan syok dapat berupa penurunan kesadaran, takikardia,


penurunan kesadaran, anuria. Syok merupakan manifestasi awal dari keadaan patologis
yang mendasari. Tingkat kewaspadaan dan pemeriksaan klinis yang cermat dibutuhkan
untuk mengidentifikasi tanda awal syok dan memulai penanganan awal.

Patofisiologi keadaan ini dimulai dari adanya reaksi terhadap infeksi. Hal ini akan
memicu respon neurohumoral dengan adanya respon proinflamasi dan antiinflamasi,
dimulai dengan aktivasi selular monosit, makrofag dan neutrofil yang berinteraksi dengan
sel endotelial. Respon tubuh selanjutnya meliputi mobilisasi dari isi plasma sebagai hasil
dari aktivasi selular dan disrupsi endotelial. Isi Plasma ini meliputi sitokin-sitokin seperti
tumor nekrosis faktor, interleukin, caspase, protease, leukotrien, kinin, reactive oxygen
species, nitrit oksida, asam arakidonat, platelet activating factor, dan eikosanoid.9 Sitokin
proinflamasi seperti tumor nekrosis faktorα, interleukin-1β, dan interleukin-6 akan
mengaktifkan rantai koagulasi dan menghambat fibrinolisis. Sedangkan Protein C yang
teraktivasi (APC), adalah modulator penting dari rantai koagulasi dan inflamasi, akan
meningkatkan proses fibrinolisis dan menghambat proses trombosis dan inflamasi.

Aktivasi komplemen dan rantai koagulasi akan turut memperkuat proses tersebut.
Endotelium vaskular merupakan tempat interaksi yang paling dominan terjadi dan
sebagai hasilnya akan terjadi cedera mikrovaskular, trombosis, dan kebocoran kapiler.
Semua hal ini akan menyebabkan terjadinya iskemia jaringan. Gangguan endotelial ini
memegang peranan dalam terjadinya disfungsi organ dan hipoksia jaringan global.
(Keterangan lebih lanjut dapat dilihat pada gambar di bawah ini)

Gambar 1. Gambar Rantai Koagulasi dengan dimulainya respon inflamasi, trombosis, dan
fibrinolisis terhadap infeksi.

Diagram Rantai Koagulasi dengan dimulainya respon inflamasi, trombosis, dan fibrinolisis
terhadap infeksi.

Respon tubuh terhadap infeksi yaitu inflamasi dan prokoagulan merupakan hal yang saling terkait.
Agen penginfeksi dan sitokin inflamasi seperti tumor nekrosis faktor α (TNF-α) dan interleukin-1
akan mengaktifasi rantai koagulasi dengan menstimulasi pelepasan tissue factor dari monosit dan
endotelium yang akan memicu pembentukan trombin dan fibrin clot
Sitokin inflamasi dan thrombin dapat Protein C yang teraktifasi dapat
menganggu proses fibrinolisis dengan mengambil peran pada berbagai jalur pada
menstimulasi pelepasan plasminogen- respon sistemik terhadap infeksi dengan
activator inhibitor 1 (PAI-1) dari platelet dan menghasilkan efek antitrombotik melalui
endotelium. PAI-1 merupakan inhibitor poten penghambatan faktor Va dan VIIIa yang
dari tissue plasminogen activator yang akan membatasi produksi dari thrombin.
berperan untuk menghancurkan fibrin clot.

Prokoagulan thrombin juga dapat Akibatnya, proses inflamasi,


menstimulasi berbagi macam jalur prokoagulan, dan respon antifibrinolitik
inflamasi dan menekan sistem fibrinolitik yang diinduksi oleh trombin akan
endogen dengan mengaktifkan thrombin - menurun. Protein C yang teraktifasi akan
activatable fibrinolysis menghasilkan efek antiinflamasi dengan
menghambat produksi dari sitokin
proinflamasi (TNF-α, interleukin-1,
interleukin-6) oleh monosit dan
menghambat pengikatan monosit dan
neutrofil dengan selectins.

Hasil akhir dari respon tubuh terhadap infeksi adalah terjadinya kerusakan endotelial
menyeluruh, trombosis mikrovaskular, iskemia organ, disfungsi multiorgan, dan kematian

6. WEB OF CAUTION
Infeksi Bakteri gram + dan -

Respon imun ↑

Aktivasi berbagai mediator kimiawi

SEPSIS

7. TES DIAGNOSTIK
Tabel 6 Indikator Laboratorium Penderita Sepsis
Pemeriksaan Temuan Uraian
Laboratorium
Hitung leukosit Leukositosis atau leukopenia Endotoxemia menyebabkan
leukopenia
Hitung trombosit Trombositosis atau Peningkatan jumlahnya
trombositopenia diawal menunjukkan respon
fase akut; penurunan jumlah
trombosit menunjukkan DIC
Kaskade koagulasi Defisiensi protein C; Abnormalitas dapat diamati
defisiensi antitrombin; sebelum kegagalan organ
peningkatan D-dimer; dan tanpa pendarahan
pemanjangan PT dan PTT
Kreatinin Peningkatan kreatinin Indikasi gagal ginjal akut
Asam laktat As.laktat>4mmol/L(36mg/dl) Hipoksia jaringan
Enzim hati Peningkatan alkaline Gagal hepatoselular akut
phosphatase, AST, ALT, disebabkan hipoperfusi
bilirubin
Serum fosfat Hipofosfatemia Berhubungan dengan level
cytokin proinflammatory
C-reaktif protein (CRP) Meningkat Respon fase akut
Procalcitonin Meningkat Membedakan SIRS dengan
atau tanpa infeksi
Sumber:LaRosa,2010

Pemeriksaan penunjang yang digunakan foto toraks, pemeriksaan dengan prosedur


radiografi dan radioisotop lain sesuai dengan dugaan sumber infeksi primer (Opal, 2012)

8. PENATALAKSANAAN FARMAKOLOGIK DAN BEDAH

Tata laksana dari sepsis menggunakan protokol yang dikeluarkan oleh SCCM dan
ESICM yaitu“Surviving Sepsis Guidelines”. Surviving Sepsis Guidelines pertama kali
dipublikasi pada tahun 2004, dengan revisi pada bulan Januari 2017.

Komponen dasar dari penanganan sepsis dan syok septik adalah resusitasi awal,
vasopressor/ inotropik, dukungan hemodinamik, pemberian antibiotik awal, kontrol
sumber infeksi, diagnosis (kultur dan pemeriksaan radiologi), tata laksana suportif
(ventilasi, dialisis, transfusi) dan pencegahan infeksi (Mehta Y, Kochar G., 2017).

Terapi resusitasi yang digunakan adalah terap resusitasi yang fokus terhadap kondisi
pasien tersebut dengan dipandu pemeriksaan dinamis untuk mengevaluasi respon dari
terapi tersebut.

Karena infeksi menyebabkan sepsis, penanganan infeksi merupakan komponen


penting dalam penanganan sepsis. Tingkat kematian akan meningkat dengan adanya
penundaan penggunaan antimikroba. Untuk meningkatkan keefektifitas penggunaan
antibiotik, penggunaan antibiotik berspektrum luas sebaiknya disertai dengan kultur dan
identifikasi sumber penularan kuman. Dan hal ini dilakukan sesegera mungkin. Protokol
terbaru merekomendasikan bahwa penggunaan antibiotik harus diberikan maksimal
dalam waktu 1 jam. Rekomendasi ini berdasarkan berbagai penelitian yang meunjukkan
bahwa penundaan dalam penggunaan antibiotik berhubungan dengan peningkatan resiko
kematian.

Menurut Opal (2012), penatalaksanaan pada pasien sepsis dapat dibagi menjadi :

1. Nonfarmakologi Mempertahankan oksigenasi ke jaringan dengan saturasi


>70%dengan melakukan ventilasi mekanik dan drainase infeksi fokal.
2. Sepsis Akut Menjaga tekanan darah dengan memberikan resusitasi cairan IV dan
vasopressor yang bertujuan pencapaian kembali tekanan darah >65 mmHg,
menurunkan serum laktat dan mengobati sumber infeksi.

a. Hidrasi IV, kristaloid sama efektifnya dengan koloid sebagai resusitasi cairan.
b. Terapi dengan vasopresor (mis., dopamin, norepinefrin, vasopressin) bila rata-
rata tekanan darah 70 sampai 75 mm Hg tidak dapat dipertahankan oleh hidrasi
saja.Penelitian baru-baru ini membandingkan vasopresin dosis rendah dengan
norepinefrin menunjukkan bahwa vasopresin dosis rendah tidak mengurangi
angka kematian dibandingkan dengan norepinefrin antara pasien dengan syok
sepsis.
c. Memperbaiki keadaan asidosis dengan memperbaiki perfusi jaringan dilakukan
ventilasi mekanik ,bukan dengan memberikan bikarbonat.
d. Antibiotik diberikan menurut sumber infeksi yang paling sering sebagai
rekomendasi antibotik awal pasien sepsis. Sebaiknya diberikan antibiotik
spektrum luas dari bakteri gram positif dan gram negative.cakupan yang luas
bakteri gram positif dan gram negative (atau jamur jika terindikasi secara klinis).
e. Pengobatan biologi Drotrecogin alfa (Xigris), suatu bentuk rekayasa genetika
aktifasi protein C, telah disetujui untuk digunakan di pasien dengan sepsis berat
dengan multiorgan disfungsi (atau APACHE II skor >24); bila dikombinasikan
dengan terapi konvensional, dapat menurunkan angka mortalitas.

3. Sepsis kronis Terapi antibiotik berdasarkan hasil kultur dan umumnya terapi
dilanjutkan minimal selama 2 minggu.

9. KOMPLIKASI
1. Meningitis
2. Hipoglikemi
3. Asidosis
4. Gagal ginjal
5. Disfungsi miokard
6. Perdarahan intra cranial
7. Icterus
8. Gagal hati
9. Disfungsi system saraf pusat
10. Kematian
11. Sindrom distress pernapasan dewasa (ARDS)

10. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


A. PENGKAJIAN

a) Pengkajian primer selalu menggunakan pendekatan ABCDE.

Airway

1. yakinkan kepatenan jalan napas


2. berikan alat bantu napas jika perlu (guedel atau nasopharyngeal)
3. jika terjadi penurunan fungsi pernapasan segera kontak ahli anestesi dan bawa
segera mungkin ke ICU

Breathing

1) kaji jumlah pernasan lebih dari 24 kali per menit merupakan gejala yang
signifikan
2) kaji saturasi oksigen
3) periksa gas darah arteri untuk mengkaji status oksigenasi dan kemungkinan
asidosis
4) berikan 100% oksigen melalui non re-breath mask
5) auskultasi dada, untuk mengetahui adanya infeksi di dada
6) periksa foto thorak

Circulation

1. kaji denyut jantung, >100 kali per menit merupakan tanda signifikan
2. monitoring tekanan darah
3. periksa waktu pengisian kapiler
4. pasang infuse dengan menggunakan canul yang besar
5. berikan cairan koloid – gelofusin atau haemaccel
6. pasang kateter
7. lakukan pemeriksaan darah lengkap
8. siapkan untuk pemeriksaan kultur
9. catat temperature, kemungkinan pasien pyreksia atau temperature <36°C
10. Siapkan pemeriksaan urin dan sputum
11. berikan antibiotic spectrum luas sesuai kebijakan setempat.

Disability

Bingung merupakan salah satu tanda pertama pada pasien sepsis padahal
sebelumnya tidak ada masalah (sehat dan baik). Kaji tingkat kesadaran dengan
menggunakan AVPU.

Exposure

Jika sumber infeksi tidak diketahui, cari adanya cidera, luka dan tempat suntikan
dan tempat sumber infeksi lainnya.

Tanda ancaman terhadap kehidupan

Sepsis yang berat didefinisikan sebagai sepsis yang menyebabkan kegagalan


fungsi organJika sudah menyembabkan ancaman terhadap kehidupan maka pasien
harus dibawa ke ICU, adapun indikasinya sebagai berikut:

1) Penurunan fungsi ginjal


2) Penurunan fungsi jantung
3) Hypoksia
4) Asidosis
5) Gangguan pembekuan
6) Acute respiratory distress syndrome (ards) – tanda cardinal oedema pulmonal.

b) Pengkajian Sekunder

1. Aktivitas dan istirahat


a) Subyektif : Menurunnya tenaga/kelelahan dan insomnia

2. Sirkulasi
a) Subyektif : Riwayat pembedahan jantung/bypass cardiopulmonary,
fenomena embolik (darah, udara, lemak)
b) Obyektif : Tekanan darah bisa normal atau meningkat (terjadinya
hipoksemia), hipotensi terjadi pada stadium lanjut (shock)
c) Heart rate : takikardi biasa terjadi
d) Bunyi jantung : normal pada fase awal, S2 (komponen pulmonic) dapat
terjadi disritmia dapat terjadi, tetapi ECG sering menunjukkan normal
e) Kulit dan membran mukosa : mungkin pucat, dingin. Cyanosis biasa terjadi
(stadium lanjut)

3. Integritas Ego
a) Subyektif : Keprihatinan/ketakutan, perasaan dekat dengan kematian
b) Obyektif : Restlessness, agitasi, gemetar, iritabel, perubahan mental.

4. Makanan/Cairan
a) Subyektif : Kehilangan selera makan, nausea
b) Obyektif : Formasi edema/perubahan berat badan, hilang/ melemahnya bowel
sounds

5. Neurosensori
Subyektif atau Obyektif : Gejala truma kepala, kelambatan mental, disfungsi
motorik

6. Respirasi
a) Subyektif : Riwayat aspirasi, merokok/inhalasi gas, infeksi pulmolal diffuse,
kesulitan bernafas akut atau khronis, “air hunger”
b) Obyektif : Respirasi : rapid, swallow, grunting

7. Rasa Aman
Subyektif : Adanya riwayat trauma tulang/fraktur, sepsis, transfusi darah,
episode anaplastik

8. Seksualitas
Subyektif atau obyektif : Riwayat kehamilan dengan komplikasi eklampsia

B. DIAGNOSIS KEPERAWATAN
1. Resiko infeksi d.d penyakit kronis, efek prosedur invasif, malnutrisi,
peningkatan paparan organisme patogen lingkungan, ketidakadekuatan
pertahanan tubuh primer (gangguan peristaltik, kerusakan integritas kulit,
perubahan sekresi pH, statis cairan tubuh), ketidakadekuatan pertahanan tubuh
sekunder (penurunan Hb, imunosupresi, leukopenia, supresi respon inflamasi)
(D.0142)
2. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit (infeksi), peningkatan laju
metabolisme (D.0130)
3. Resiko termoregulasi tidak efektif ditandai dengan proses penyakit (infeksi)
(D.0148)

C. RENCANA INTERVENSI KEPERAWATAN


1) Diagnosa : Resiko infeksi d.d penyakit kronis, efek prosedur invasif, malnutrisi,
peningkatan paparan organisme patogen lingkungan, ketidakadekuatan pertahanan
tubuh primer (gangguan peristaltik, kerusakan integritas kulit, perubahan sekresi pH,
statis cairan tubuh), ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder (penurunan Hb,
imunosupresi, leukopenia, supresi respon inflamasi) (D.0142)

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam maka infeksi
tidak terjadi.
Kriteria hasil :

Tingkat Infeksi (L.14137)


 Kebersihan tangan meningkat
 Kebersihan badan meningkat
 Tanda-tanda infeksi (demam, kemerahan, nyeri, bengkak) menurun
 Kadar sel darah putih sedang
 Kultur urine sedang
Kontrol Resiko (L.14128)
 Kemampuan mengidentifikasi faktor resiko meningkat
 Kemampuan melakukan strategi konttol faktor resiko meningkat
 Kemampuan berpartisipasi dalam skrining resiko meningkat
 Penggunaan fasilitas kesehatan dan sistem pendukung meningkat
 Pemantauan perubahan status kesehatan meningkat

Intervensi:

Pencegahan infeksi (I.14539)


1) Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik
2) Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan pasien
3) Pertahankan teknik aseptik pada pasien beresiko tinggi
4) Jelaskan tanda dan gejala infeksi
5) Ajarkan cara mebcuci tangan dengan benar
6) Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi

2) Diagnosa : Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit (infeksi), peningkatan


laju metabolisme (D.0130)

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam maka


termoregulasi membaik

Kriteria hasil :

Termoregulasi (L.14134)

1. Menggigil menurun
2. Kulit merah menurun
3. Kejang menurun
4. Vasokonstriksi perifer menurun
5. Pucat menurun
6. Takikardi / bradikardi menurun
7. Takipnea menurun
8. Hipoksia menurun
9. Suhu tubuh membaik
10. Kadar glukosa darah membaik
11. Pengisian kapiler membaik
12. Ventilasi membaik
13. Tekanan darah membaik
Intervensi :

Manajemen hipertermia (I.15506)

Observasi

1) Identifikasi penyebab hipertermia


2) Monitor suhu tubuh
3) Monitor kadar elektrolit
4) Monitor haluaran urine
5) Monitor komplikasi akibat hipertermia

Terapeutik

6) Sediakan lingkungan yang dingin


7) Longgarkan atau lepaskan pakaian
8) Berikan cairan oral
9) Ganti linen jika mengalami hiperhidrosis
10) Lakukan pendimginan eksternal
11) Hindari pemberian antipiretik/aspirin
12) Berikan oksigen, jika perlu

Edukasi

13) Anjurkan tirah baring

Kolaborasi

14) Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravebna, jika perlu

11. DAFTAR PUSTAKA


1. Bernard GR, Vincent JL, Laterre PF, LaRosa S, Dhainaut JP, Rodriguez AL, et al.
Efficacy and safety of recombinant human activated protein c for severe sepsis. N
Eng J Med. 2001; 344 (10): 699-709.
2. Herald napitupulu.
https://www.academia.edu/8413607/I_LAPORAN_KASUS_Sepsis_Sepsis.
diakses tanggal 29 September 2020 pukul 7:00.
3. http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/39924/Chapter%20II.pdf?seq
uence=4&isAllowed=y
4. Irvan, Febyan, Suparto. 2018. Sepsis dan Tata Laksana Berdasar Guideline Terbaru.
Jurnal Anestesiologi Volume X, Nomor 1. Indonesia. Dapat diakses pada
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/janesti/article/view/20715/14064
5. Mayr FB, Yende S, Angus DC. Epidemiology of severe sepsis. Virulence. 2013; 5(1):
4-11
6. Mehta Y, Kochar G. Sepsis and septic shock. Journal of Cardiac Critical Care TSS.
2017; 1(1): 3-5.
7. Nguyen BH, Rivers EP, Abrahamian FM, Moran GJ, Abraham E, Trzeciak S, et al.
Severe sepsis and septic shock: review of the literature and emergeny department
management guidelines. Annals of Emergency Medicine. 2006; 48(1): 28-50.
8. PPNI. 2018. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator
Diagnostik. Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI.
9. PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan
Keperawatan. Edisi 1 cetakan II. Jakarta : DPP PPNI.
10. PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan. Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI.
LAPORAN PENDAHULUAN 
SEPSIS
DI RUANG HCU RSUD DR. HARYOTO LUMAJANG

A. Pengertian
Sepsis adalah sindrom yang dikarakteristikan oleh tanda-tanda klinis dan gejala-gejala 
yang parah, yang dapat berkembang ke arah septisemia dan syok septik.
Septisemia menunujukan munculnya infeksi sistemik yang disebabkan oleh penggadaa
n mikroorganisme secara cepat atau zat-zat racunnya, yang dapat mengakibatkan perubahan p
sikologis yang sangat besar (Doengoer, 1993).
Sepsis adalah kumpulan gejala – gejala patofisologis seperti; demam, tachycardia hype
rventilasi dan leukositosis yang dikenal dengan Systemic Inflammatory Respone  Syndrome / 
SIRS, dan disebut dengan sepsis apabila ditemukan infeksi yang terdokumentasi (B Ongard,1
994).

B.  Tanda dan Gejala
Tanda – tanda dan gejala yang sering ditemukan;
1. Fisik;
a) HIpertermia (>38° C)
b) Demam
c) Tachycardia (>90 x / menit)
d) Tachypnea (>20 x ? menit)
e) Hypotermia (>36° C)
f) Sakit kepala, pusing, pingsan
g) Riwayat Trauma
h) Malaise
i) Hypotensi
j) Anoreksia
k) Gelisah
l) Gangguan status mental : disoreintasi, delirium, koma
m) Suara jantung : deritmia, S3
n) Ditemukan luka : operasi, luka traumatik, post partum, ganggren
2. Laboratorium
a) Acidosis Metabolik
b) Alkalosis Respiratonik
c) PT / PTT memanjang
d) Trombositopenia
e) Leokositosis (>12.000 / mm3)
f) Hyperglikemia
g) Kultur Sensi (luka, spuntum, urine, darah) positif
h) EKG : Perubahan segmen ST, Gelombang T, distania
i) BUN, creat, elektrolit meningkat
j) Perubahan hasil tes fungsi hati

C. Patofisiologi
Terjadinya sepsis dapat melalui dua cara yaitu aktivasi lintasan humoral dan aktivasi c
ytokines. Lipopolisakarida (LPS) yang terdapat pada dinding bakteri gram negatif dan endoto
ksinnya serta komponen dinding sel bakteri gram positif dapat mengaktifkan:
 1. Sistim komplemen
 2. Membentunk kompleks LPS dan protein yang menempel pada sel monosit
 3. Faktor XII (Hageman faktor)
Sistim komplemen yang sudah diaktifkan akan merangsang netrofil untuk saling meng
ikat dan dapat menempel ke endotel vaskuler, akhirnya dilepaskan derivat asam arakhidonat, 
enzim lisosom superoksida radikal, sehingga memberikan efek vasoaktif lokal pada mikrovas
kuler yang mengakibatkan terjadi kebocoran vaskuler. Disamping itu sistim komplemen yang 
sudah aktif dapat secara langsung menimbulkan meningkatnya efek kemotaksis, superoksida r
adikal, ensim lisosom. LBP-LPS monosit kompleks dapat mengaktifkan cytokines, kemudian 
cytokines akan merangsang neutrofil atau sel endotel, sel endotel akan mengaktifkan faktor ja
ringan PARASIT-INH-1. Sehingga dapat mengakibatkan vasodilatasi pembuluh darah dan DI
C. Cytokines dapat secara langsung menimbulkan demam, perobahan-perobahan metabolik da
n perobahan hormonal.
Faktor XII (Hageman factor) akan diaktivasi oleh peptidoglikan dan asam teikot yang 
terdapat pada dinding bakteri gram positif. Faktor XII yang sudah aktif akan meningkatkan pe
makaian faktor koagulasi sehingga terjadi disseminated intravascular coagulation (DIC). Fakt
or XII yang sudah aktif akan merobah prekallikrein menjadi kalikrein, kalikrein merobah kini
nogen sehingga terjadi pelepasan hipotensive agent yang potensial bradikinin, bradikinin akan 
menyebabkan vasodiltasi pembuluh darah.
Terjadinya kebocoran kapiler, akumulasi netrofil dan perobahan-perobahan metabolik, 
perobahan hormonal, vasodilatasi, DIC akan menimbulkan sindroma sepsis. Hipotensi respir
atory  distress syndrome,  multiple  organ  failure akhirnya kematian (Japardi, 2002).

D. Klasifikasi
1. Sepsis onset dini
a) Merupakan sepsis yang berhubungan dengan komplikasi obstertik.
b) Terjadi mulai dalam uterus dan muncul pada hari-hari pertama kehidupan (20 jam pertama ke
hidupan)
c) Sering terjadi pada bayi prematur, lahir ketuban pecah dini, demam impratu maternal dan cori
comnionitis.
2. Sepsis onset lambat
a) Terjadi setelah minggu pertama sampai minggu krtiga kelahiran
b) Ditemukan pada bayi cukup bulan
c) Infeksi bersifat lambat, ringan dan cenderung bersifat local

E. Pemeriksaan Penunjang
Pengobatan terbaru syok sepsis mencakup mengidentifikasi dan mengeliminasi peny
ebab infeksi yaitu dengan cara pemeriksaan- pemeriksaan yang antara lain:
1. Kultur (luka, sputum, urin, darah) yaitu untuk mengidentifikasi organisme penyebab sepsis. 
Sensitifitas menentukan pilihan obat yang paling efektif.
2. SDP : Ht Mungkin meningkat pada status hipovolemik karena hemokonsentrasi. Leucopenia 
(penurunan SDB) terjadi sebalumnya, diikuti oleh pengulangan leukositosis (1500-30000) d4e
ngan peningkatan pita (berpindah kekiri) yang mengindikasikan produksi SDP tak matur dala
m jumlah besar.
3. Elektrolit serum: Berbagai ketidakseimbangan mungkin terjadi dan menyebabkan asidosis, p
erpindahan cairan dan perubahan fungsi ginjal.
4. Trombosit : penurunan kadar dapat terjadi karena agegrasi trombosit
5. PT/PTT : mungkin memanjang mengindikasikan koagulopati yangdiasosiasikan dengan hati/ 
sirkulasi toksin/ status syok.
6. Laktat serum : Meningkat dalam asidosis metabolik, disfungsi hati, syok
7. Glukosa Serum : hiperglikenmio yang terjadi menunjukkan glikoneogenesis dan glikonolisis 
di dalam hati sebagai respon dari puasa/ perubahan seluler dalam metabolisme
8. BUN/Kreatinin : peningkatan kadar diasosiasikan dengan dehidrasi, ketidakseimbangan atau 
kegagalan ginjal, dan disfungsi atau kegagalan hati.
9. GDA : Alkalosis respiratosi dan hipoksemia dapat terjadi sebelumnya. Dalam tahap lanjut hi
poksemia, asidosis respiratorik dan asidosis metabolik terjadi karena kegagalan mekanisme k
ompensasi
10. EKG : dapat menunjukkan segmen ST dan gelombang T dan distritmia menyerupai infark 
miokard

F. Manajemen Terapi
Manajemen terapi pasien dengan sepsi mengikut urutan sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi penyebab sepsis
2. Menghilangkan penyebab sepsis bila penyebab telah ditemukan
3. Berikan antibiotika sesegera mungkin (sesuai hasil k/s)
4. Pertahankan perfusi jaringan
5. Hindari disfungsi organ – organ tertentu seperti penurunan urine output
6. Bila terjadi shock septik, management therapinya adalah;
a. Resusitasi jantung paru
b. Perawatan supportif (pendukung)
c. Monitoring vital sign dan perfusi jaringan
d. Therapi / antimikrobial sesuai hasil k/s
e. Menghilangkan infeksi
f. Memberikan / mempertahankan perfusi jaringan
g. Pemberian cairan intravena
h. Pertahankan cairan intravena
i. Pertahanakan cardiac out put (obat vasopresor balik)
j. Kontrol sumber sepsis

PROSES ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian 
Pengkajian primer selalu menggunakan pendekatan ABCDE.
Airway
yakinkan kepatenan jalan napas
berikan alat bantu napas jika perlu (guedel atau nasopharyngeal)
jika terjadi penurunan fungsi pernapasan segera kontak ahli anestesi dan bawa segera mung
kin ke ICU
Breathing 
kaji jumlah pernasan lebih dari 24 kali per menit merupakan gejala yang signifikan
kaji saturasi oksigen
periksa gas darah arteri untuk mengkaji status oksigenasi dan kemungkinan asidosis
berikan 100% oksigen melalui non re-breath mask
auskulasi dada, untuk mengetahui adanya infeksi di dada
periksa foto thorak
Circulation
kaji denyut jantung, >100 kali per menit merupakan tanda signifikan
monitoring tekanan darah, tekanan darah <>
periksa waktu pengisian kapiler
pasang infuse dengan menggunakan canul yang besar
berikan cairan koloid – gelofusin atau haemaccel
pasang kateter
lakukan pemeriksaan darah lengkap
siapkan untuk pemeriksaan kultur
catat temperature, kemungkinan pasien pyreksia atau temperature kurang dari 36oC
siapkan pemeriksaan urin dan sputum
berikan antibiotic spectrum luas sesuai kebijakan setempat.
Disability
Bingung merupakan salah satu tanda pertama pada pasien sepsis padahal sebelumnya tidak ad
a masalah (sehat dan baik). Kaji tingkat kesadaran dengan menggunakan AVPU.
Exposure
Jika sumber infeksi tidak diketahui, cari adanya cidera, luka dan tempat suntikan dan tempat s
umber infeksi lainnya.
Tanda ancaman terhadap kehidupan
Sepsis yang berat didefinisikan sebagai sepsis yang menyebabkan kegagalan fungsi or
gan. Jika sudah menyembabkan ancaman terhadap kehidupan maka pasien harus dibawa ke I
CU, adapun indikasinya sebagai berikut:
Penurunan fungsi ginjal
Penurunan fungsi jantung
Hyposia
Asidosis
Gangguan pembekuan
Acute respiratory distress syndrome (ards) – tanda cardinal oedema pulmonal.

Pengkajian Sekunder
1. Aktivitas dan istirahat
a) Subyektif : Menurunnya tenaga/kelelahan dan insomnia
2. Sirkulasi
a) Subyektif : Riwayat pembedahan jantung/bypass cardiopulmonary, fenomena embolik (darah, u
dara, lemak)
b) Obyektif : Tekanan darah bisa normal atau meningkat (terjadinya hipoksemia), hipotensi terjadi 
pada stadium lanjut (shock)
c) Heart rate : takikardi biasa terjadi
d) Bunyi jantung : normal pada fase awal, S2 (komponen pulmonic) dapat terjadi disritmia dapat t
erjadi, tetapi ECG sering menunjukkan normal
e) Kulit dan membran mukosa : mungkin pucat, dingin. Cyanosis biasa terjadi (stadium lanjut)
3. Integritas Ego
a) Subyektif : Keprihatinan/ketakutan, perasaan dekat dengan kematian
b) Obyektif : Restlessness, agitasi, gemetar, iritabel, perubahan mental.
4. Makanan/Cairan
a) Subyektif : Kehilangan selera makan, nausea
b) Obyektif : Formasi edema/perubahan berat badan, hilang/melemahnya bowel sounds
5. Neurosensori
Subyektif atau Obyektif : Gejala truma kepala, kelambatan mental, disfungsi motorik
6. Respirasi
a) Subyektif : Riwayat aspirasi, merokok/inhalasi gas, infeksi pulmolal diffuse, kesulitan bernafas 
akut atau khronis, “air hunger”
b) Obyektif : Respirasi : rapid, swallow, grunting
7. Rasa Aman
Subyektif : Adanya riwayat trauma tulang/fraktur, sepsis, transfusi darah, episode anaplastik
8. Seksualitas
Subyektif atau obyektif : Riwayat kehamilan dengan komplikasi eklampsia

B. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan Ketidakseimbangan antara suplai dan keb
utuhan O2  edema paru. 
Tujuan & Kriteria hasil Intervensi
( NOC) (NIC)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama  Airway Management :
3 x 24 jam . pasien akan :  Ø  Buka jalan nafas 
Ø  TTV dalam rentang normal Ø  Posisikan pasien untuk memaksimalkan vent
Ø  Menunjukkan jalan napas yang paten ilasi ( fowler/semifowler)
Ø  Mendemostrasikan suara napas yang bersih, tidaØ  Auskultasi suara nafas , catat adanya suara t
k ada sianosis dan dypsneu.  ambahan
Ø    Identifikasi pasien perlunya pemasangan al
at jalan nafas buatan 
Ø  Monitor respirasi dan status O2
Ø  Monitor TTV. 

2. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan afterload dan preload. 
Tujuan & Kriteria hasil Intervensi
( NOC) (NIC)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3  Cardiac care : 
x 24 jam . pasien akan :  Ø catat adanya tanda dan gejala penurunan c
  Menunjukkan TTV dalam rentang normal  ardiac output 
  Tidak ada oedema paru dan tidak ada asites  Ø monitor balance cairan 
  Tidak ada penurunan kesadaran  Ø catat adanya distritmia jantung 
  Dapat mentoleransi aktivitas dan tidak ada kelelahaØ monitor TTV 
n.  Ø atur periode latihan dan istirahat untuk me
nghindari kelelahan 
Ø monitor status pernapasan yang menandak
an gagal jantung. 

3. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi. 
Tujuan & Kriteria hasil Intervensi
( NOC) (NIC)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama  Fever Treatment :
3 x 24 jam . pasien akan :  Ø Observasi tanda-tanda vital tiap 3  jam.
  Suhu tubuh dalam rentang normal  Ø Beri kompres hangat pada bagian lipatan tu
  Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pu buh ( Paha dan aksila ). 
sing  Ø Monitor intake dan output 
  Nadi dan respirasi dalam rentang normal  Ø Monitor warna dan suhu kulit 
Ø Berikan obat anti piretik
Temperature Regulation 
Ø Beri banyak minum ( ± 1-1,5 liter/hari) sedi
kit tapi sering 
Ø Ganti pakaian klien dengan bahan tipis men
yerap keringat.
4. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan cardiac output yang tidak me
ncukupi.
Tujuan & Kriteria hasil Intervensi
( NOC) (NIC)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan sela Management sensasi perifer: 
ma 3 x 24 jam . pasien akan :  Ø Monitor tekanan darah  dan nadi apikal setiap 
  Tekanan sisitole dan diastole dalam rentang no 4 jam 
rmal  Ø Instruksikan keluarga untuk mengobservasi kul
  Menunjukkan tingkat kesadaran yang baik  it jika ada lesi 
Ø Monitor adanya daerah tertentu yang hanya pe
ka terhadap panas atau dingin 
Ø Kolaborasi obat antihipertensi. 

5. Intoleransi aktivitas berhubungan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.
Tujuan & Kriteria hasil Intervensi
( NOC) (NIC)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan sela Activity Therapy
ma ... x 24 jam . pasien akan :  Ø Kaji hal-hal yang mampu dilakukan klien.
  Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertØ Bantu klien memenuhi kebutuhan aktivitasnya 
ai peningkatan tekanan darah nadi dan respira sesuai dengan tingkat keterbatasan klien 
si  Ø Beri penjelasan tentang hal-hal yang dapat me
  Mampu melakukan aktivitas sehari-hari secara  mbantu dan meningkatkan kekuatan fisik klie
mandiri n. 
  TTV dalam rentang normal  Ø Libatkan keluarga dalam pemenuhan ADL kli
  Status sirkulasi baik  en 
Ø Jelaskan pada keluarga dan klien tentang penti
ngnya bedrest ditempat tidur.

6. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan. 
Tujuan & Kriteria hasil Intervensi
( NOC) (NIC)
Setelah dilakukan tindakan keperawat Anxiety Reduction  
an selama 3 x 24 jam . pasien akan :  Ø Kaji tingkat kecemasan 
Ø Mampu mengidentifikasi dan mengunØ Jelaskan prosedur pengobatan perawatan. 
gkapkan gejala cemas  Ø Beri kesempatan pada keluarga untuk bertanya tentan
Ø TTV normal  g kondisi pasien. 
Ø Menunjukkan teknik untuk mengontroØ Beri penjelasan tiap prosedur/ tindakan yang akan dila
l cemas.  kukan terhadap pasien dan manfaatnya bagi pasien. 
Ø Beri dorongan spiritual.

C. Discharge Planning
1. Menjaga kebersihan lingkungan
2. Nutrisi adekuat
3. Perawatan luka bila masih ada
4. Meningkatkan sistem imun
5. Minum obat sampai sembuh
6. Kontrol ke fasilitas pelayanan kesehatan

DAFTARA PUSTAKA
Ackley, Betty. J, Ladwig, Gail. B, Nursing Diagnosis Hand Book, A Guide to Planning Care, Masby
-year Book, Inc, Missouri, 1997. 
Bongard, Frederic, S, Sue, Darryl. Y, Current Critical Care Diagnosis and Treatment, frst ed, Paramo
unt Publishing Bussiness and Group, Los Anggles, 1994.
Doenges, Marilyn. E, Rencana Asuhan Keperawatan, Pedoman untuk Perencana dan Pendokumentas
ian Perawatan Pasien, alih bahasa I Made Kariasa, EGC, Jakarta, 1993.
Japardi, Iskandar. 2002. Manifestasi Neurologik Shock Sepsis. library.usu.ac.id/download/fk/bedah-
iskandar%20japardi20.pdf. 
North American Nursing Diagnosis Assosiation, Nursing Diagnosis : Deffinition and Classification, 
The Assosiation, Philadelphia, 2009.
Sibbald, William J, Maudel, Jess, Management of Septic Shock in Adults, www.uptodate.com, 2003
Sibbald, William J, Neviere, Reny, Pathophysiology of Sepsis, www.uptodate.com, 2003
Taptich, Barbara, J, Nursing Diagnosa and Care Planning, WB. Saunders Company, Philadelphia, 19
94.
www.nicnoc@harcourt.com, Nursing Intervention Classification and Nursing Outcomes Classificati
on, 2000. 

Anda mungkin juga menyukai