(Good) LP Sepsis Hcu
(Good) LP Sepsis Hcu
SANTIKA RAHAYU
NIM : 1824201040
LAPORAN PENDAHULUAN
SEPSIS DI RUANG HCU
RSUD DR. HARYOTO LUMAJANG
Mengetahui,
Kepala Ruangan
1. DEFINISI
Sepsis adalah sindrom yang dikarakteristikan oleh tanda-tanda klinis dan gejala-
gejala yang parah, yang dapat berkembang ke arah septisemia dan syok septik.
Syok Septik didefinisikan sebagai kondisi sepsis dengan hipotensi refrakter (tekanan
darah sistolik <90 mmHg, mean arterial pressure < 65 mmHg, atau penurunan > 40
mmHg dari ambang dasar tekanan darah sistolik yang tidak responsif setelah diberikan
cairan kristaloid sebesar 20 sampai 40 mL/kg). (Nguyen BH, 2006)
2. ETIOLOGI
Sepsis biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri (meskipun sepsis dapat disebabkan
oleh virus, atau semakin sering, disebabkan oleh jamur). Umumnya, sepsis merupakan
suatu interaksi yang kompleks antara efek toksik langsung dari mikroorganisme penyebab
infeksi dan gangguan respons inflamasi normal dari host terhadap infeksi.
3. KLASIFIKASI
Kriteria untuk diagnosis sepsis dan sepsis berat pertama kali dibentuk pada tahun
1991 oleh American College of Chest Physician and Society of Critical Care Medicine
Consensus (Tabel 1).
Tabel 3 Kriteria untuk SIRS, Sepsis, Sepsis Berat, Syok septik berdasarkan
Konsensus Konfrensi ACCP/SCCM 1991.
Istilah Kriteria
SIRS 2 dari 4 kriteria:
1. Temperatur > 38°C atau < 36°C
2. Laju Nadi > 90x/ menit
3. Hiperventilasi dengan laju nafas >20 x/menit atau CO2 arterial <32
mmHg
4. Sel darah putih > 12.000 sel/uL atau < 4000 sel/ Ul
Sepsis SIRS dengan adanya infeksi (diduga atau sudah terbukti)
Sepsis berat Sepsis dengan disfungsi organ
Syok septik Sepsis dengan hipotensi walaupun sudah diberikan resusitasi yang
adekuat
Pada tahun 2001, SCCM, ACCP dan European Society of Critical Care Medicine
(ESICM) merevisi definisi sepsis dan menambahkan tingkat dari sepsis dengan akronim
PIRO (Predisposition, Infection, Response to the infectious challenge, and Organ
dysfunction). Kemudian pada tahun 2016, SCCM dan ESCIM mengeluarkan konsensus
internasional yang ketiga yang bertujuan untuk mengidentifikasi pasien dengan waktu
perawatan di ICU dan risiko kematian yang meningkat. Konsensus ini menggunakan skor
SOFA ( Sequential Organ Failure Assesment) dengan peningkatan angka sebesar 2, dan
menambahkan kriteria baru seperti adanya peningkatan kadar laktat walaupun telah
diberikan cairan resusitasi dan penggunaan vasopressor pada keadaan hipotensi.
Istilah Sepsis menurut konsensus terbaru adalah keadaan disfungsi organ yang
mengancam jiwa yang disebabkan karena disregulasi respon tubuh terhadap infeksi.
Penggunaan kriteria SIRS untuk mengidentifikasi sepsis dianggap sudah tidak membantu
lagi. Kriteria SIRS seperti perubahan dari kadar sel darah putih, temperatur, dan laju nadi
menggambarkan adanya inflamasi (respon tubuh terhadap infeksi atau hal lainnya).
Kriteria SIRS tidak menggambarkan adanya respon disregulasi yang mengancam jiwa.
Keadaan SIRS sendiri dapat ditemukan pada pasien yang dirawat inap tanpa ditemukan
adanya infeksi.
Disfungsi organ didiagnosis apabila peningkatan skor SOFA ≥ 2. Dan istilah sepsis
berat sudah tidak digunakan kembali. Implikasi dari definisi baru ini adalah pengenalan
dari respon tubuh yang berlebihan dalam patogenesis dari sepsis dan syok septik,
peningkatan skor SOFA ≥ 2 untuk identifikasi keadaan sepsis dan penggunaan quick
SOFA (qSOFA) untuk mengidentifikasi pasien sepsis di luar ICU.
Sistem 0 1 2 3 4
Respirasi
PaO2/FIO2, <200 (26.7) < 100 (13.3)
mmHg (kPa) ≥400 <400 <300 (40) Dengan dengan
bantuan bantuan
(53.3) (53.3) pernafasan pernafasan
Sistem Saraf
Pusat 15 13 - 14 10-12 6-9 <6
Glasgow
Coma Score
Ginjal
Kreatinin, 1,2-1.9 2.0-3.4 3.5-4.9 >5.0 (440)
mg/ dl <1.2 (110) (110-170) (171-299) (300-440)
(umol/L)
4. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi dari respon sepsis biasanya ditekankan pada gejala dan tanda-tanda penyakit yang
mendasarinya dan infeksi primer. Tingkat di mana tanda dan gejala berkembang mungkin
berbeda dari pasien dan pasien lainnya, dan gejala pada setiap pasien sangat bervariasi.
a. Demam tinggi > 38,9 ̊C, sering diawali dengan menggigil kemudian suhu turun
dalam beberapa jam (jarang hipotermi).
b. Takikardia (denyut jantung cepat) lebih cepat dari 100 denyut / menit.
c. Hipotensi (sistolik < 90 mmHg)
d. Petekia, leukositosis atau leokopenia yang bergeser ke kiri, trombositopenia
e. Hiperventilasi dengan hipokapnia
f. Gejala lokal misalnya nyeri tekan didaerah abdomen, periektal
g. Syok septik harus dicurigai pada pasien dengan demam, hipotensi, trombositopenia
atau koagulasi intravaskuler yang tidak dapat diterangkan penyebabnya.
5. PATOFISIOLOGI
Sepsis sekarang dipahami sebagai keadaan yang melibatkan aktivasi awal dari respon
pro-inflamasi dan anti-inflamasi tubuh. Bersamaan dengan kondisi ini, abnormalitas
sirkular seperti penurunan volume intravaskular, vasodilatasi pembuluh darah perifer,
depresi miokardial, dan peningkatan metabolisme akan menyebabkan ketidakseimbangan
antara penghantaran oksigen sistemik dengan kebutuhan oksigen yang akan
menyebabkan hipoksia jaringan sistemik atau syok.
Patofisiologi keadaan ini dimulai dari adanya reaksi terhadap infeksi. Hal ini akan
memicu respon neurohumoral dengan adanya respon proinflamasi dan antiinflamasi,
dimulai dengan aktivasi selular monosit, makrofag dan neutrofil yang berinteraksi dengan
sel endotelial. Respon tubuh selanjutnya meliputi mobilisasi dari isi plasma sebagai hasil
dari aktivasi selular dan disrupsi endotelial. Isi Plasma ini meliputi sitokin-sitokin seperti
tumor nekrosis faktor, interleukin, caspase, protease, leukotrien, kinin, reactive oxygen
species, nitrit oksida, asam arakidonat, platelet activating factor, dan eikosanoid.9 Sitokin
proinflamasi seperti tumor nekrosis faktorα, interleukin-1β, dan interleukin-6 akan
mengaktifkan rantai koagulasi dan menghambat fibrinolisis. Sedangkan Protein C yang
teraktivasi (APC), adalah modulator penting dari rantai koagulasi dan inflamasi, akan
meningkatkan proses fibrinolisis dan menghambat proses trombosis dan inflamasi.
Aktivasi komplemen dan rantai koagulasi akan turut memperkuat proses tersebut.
Endotelium vaskular merupakan tempat interaksi yang paling dominan terjadi dan
sebagai hasilnya akan terjadi cedera mikrovaskular, trombosis, dan kebocoran kapiler.
Semua hal ini akan menyebabkan terjadinya iskemia jaringan. Gangguan endotelial ini
memegang peranan dalam terjadinya disfungsi organ dan hipoksia jaringan global.
(Keterangan lebih lanjut dapat dilihat pada gambar di bawah ini)
Gambar 1. Gambar Rantai Koagulasi dengan dimulainya respon inflamasi, trombosis, dan
fibrinolisis terhadap infeksi.
Diagram Rantai Koagulasi dengan dimulainya respon inflamasi, trombosis, dan fibrinolisis
terhadap infeksi.
Respon tubuh terhadap infeksi yaitu inflamasi dan prokoagulan merupakan hal yang saling terkait.
Agen penginfeksi dan sitokin inflamasi seperti tumor nekrosis faktor α (TNF-α) dan interleukin-1
akan mengaktifasi rantai koagulasi dengan menstimulasi pelepasan tissue factor dari monosit dan
endotelium yang akan memicu pembentukan trombin dan fibrin clot
Sitokin inflamasi dan thrombin dapat Protein C yang teraktifasi dapat
menganggu proses fibrinolisis dengan mengambil peran pada berbagai jalur pada
menstimulasi pelepasan plasminogen- respon sistemik terhadap infeksi dengan
activator inhibitor 1 (PAI-1) dari platelet dan menghasilkan efek antitrombotik melalui
endotelium. PAI-1 merupakan inhibitor poten penghambatan faktor Va dan VIIIa yang
dari tissue plasminogen activator yang akan membatasi produksi dari thrombin.
berperan untuk menghancurkan fibrin clot.
Hasil akhir dari respon tubuh terhadap infeksi adalah terjadinya kerusakan endotelial
menyeluruh, trombosis mikrovaskular, iskemia organ, disfungsi multiorgan, dan kematian
6. WEB OF CAUTION
Infeksi Bakteri gram + dan -
↓
Respon imun ↑
↓
Aktivasi berbagai mediator kimiawi
↓
SEPSIS
7. TES DIAGNOSTIK
Tabel 6 Indikator Laboratorium Penderita Sepsis
Pemeriksaan Temuan Uraian
Laboratorium
Hitung leukosit Leukositosis atau leukopenia Endotoxemia menyebabkan
leukopenia
Hitung trombosit Trombositosis atau Peningkatan jumlahnya
trombositopenia diawal menunjukkan respon
fase akut; penurunan jumlah
trombosit menunjukkan DIC
Kaskade koagulasi Defisiensi protein C; Abnormalitas dapat diamati
defisiensi antitrombin; sebelum kegagalan organ
peningkatan D-dimer; dan tanpa pendarahan
pemanjangan PT dan PTT
Kreatinin Peningkatan kreatinin Indikasi gagal ginjal akut
Asam laktat As.laktat>4mmol/L(36mg/dl) Hipoksia jaringan
Enzim hati Peningkatan alkaline Gagal hepatoselular akut
phosphatase, AST, ALT, disebabkan hipoperfusi
bilirubin
Serum fosfat Hipofosfatemia Berhubungan dengan level
cytokin proinflammatory
C-reaktif protein (CRP) Meningkat Respon fase akut
Procalcitonin Meningkat Membedakan SIRS dengan
atau tanpa infeksi
Sumber:LaRosa,2010
Tata laksana dari sepsis menggunakan protokol yang dikeluarkan oleh SCCM dan
ESICM yaitu“Surviving Sepsis Guidelines”. Surviving Sepsis Guidelines pertama kali
dipublikasi pada tahun 2004, dengan revisi pada bulan Januari 2017.
Komponen dasar dari penanganan sepsis dan syok septik adalah resusitasi awal,
vasopressor/ inotropik, dukungan hemodinamik, pemberian antibiotik awal, kontrol
sumber infeksi, diagnosis (kultur dan pemeriksaan radiologi), tata laksana suportif
(ventilasi, dialisis, transfusi) dan pencegahan infeksi (Mehta Y, Kochar G., 2017).
Terapi resusitasi yang digunakan adalah terap resusitasi yang fokus terhadap kondisi
pasien tersebut dengan dipandu pemeriksaan dinamis untuk mengevaluasi respon dari
terapi tersebut.
Menurut Opal (2012), penatalaksanaan pada pasien sepsis dapat dibagi menjadi :
a. Hidrasi IV, kristaloid sama efektifnya dengan koloid sebagai resusitasi cairan.
b. Terapi dengan vasopresor (mis., dopamin, norepinefrin, vasopressin) bila rata-
rata tekanan darah 70 sampai 75 mm Hg tidak dapat dipertahankan oleh hidrasi
saja.Penelitian baru-baru ini membandingkan vasopresin dosis rendah dengan
norepinefrin menunjukkan bahwa vasopresin dosis rendah tidak mengurangi
angka kematian dibandingkan dengan norepinefrin antara pasien dengan syok
sepsis.
c. Memperbaiki keadaan asidosis dengan memperbaiki perfusi jaringan dilakukan
ventilasi mekanik ,bukan dengan memberikan bikarbonat.
d. Antibiotik diberikan menurut sumber infeksi yang paling sering sebagai
rekomendasi antibotik awal pasien sepsis. Sebaiknya diberikan antibiotik
spektrum luas dari bakteri gram positif dan gram negative.cakupan yang luas
bakteri gram positif dan gram negative (atau jamur jika terindikasi secara klinis).
e. Pengobatan biologi Drotrecogin alfa (Xigris), suatu bentuk rekayasa genetika
aktifasi protein C, telah disetujui untuk digunakan di pasien dengan sepsis berat
dengan multiorgan disfungsi (atau APACHE II skor >24); bila dikombinasikan
dengan terapi konvensional, dapat menurunkan angka mortalitas.
3. Sepsis kronis Terapi antibiotik berdasarkan hasil kultur dan umumnya terapi
dilanjutkan minimal selama 2 minggu.
9. KOMPLIKASI
1. Meningitis
2. Hipoglikemi
3. Asidosis
4. Gagal ginjal
5. Disfungsi miokard
6. Perdarahan intra cranial
7. Icterus
8. Gagal hati
9. Disfungsi system saraf pusat
10. Kematian
11. Sindrom distress pernapasan dewasa (ARDS)
Airway
Breathing
1) kaji jumlah pernasan lebih dari 24 kali per menit merupakan gejala yang
signifikan
2) kaji saturasi oksigen
3) periksa gas darah arteri untuk mengkaji status oksigenasi dan kemungkinan
asidosis
4) berikan 100% oksigen melalui non re-breath mask
5) auskultasi dada, untuk mengetahui adanya infeksi di dada
6) periksa foto thorak
Circulation
1. kaji denyut jantung, >100 kali per menit merupakan tanda signifikan
2. monitoring tekanan darah
3. periksa waktu pengisian kapiler
4. pasang infuse dengan menggunakan canul yang besar
5. berikan cairan koloid – gelofusin atau haemaccel
6. pasang kateter
7. lakukan pemeriksaan darah lengkap
8. siapkan untuk pemeriksaan kultur
9. catat temperature, kemungkinan pasien pyreksia atau temperature <36°C
10. Siapkan pemeriksaan urin dan sputum
11. berikan antibiotic spectrum luas sesuai kebijakan setempat.
Disability
Bingung merupakan salah satu tanda pertama pada pasien sepsis padahal
sebelumnya tidak ada masalah (sehat dan baik). Kaji tingkat kesadaran dengan
menggunakan AVPU.
Exposure
Jika sumber infeksi tidak diketahui, cari adanya cidera, luka dan tempat suntikan
dan tempat sumber infeksi lainnya.
b) Pengkajian Sekunder
2. Sirkulasi
a) Subyektif : Riwayat pembedahan jantung/bypass cardiopulmonary,
fenomena embolik (darah, udara, lemak)
b) Obyektif : Tekanan darah bisa normal atau meningkat (terjadinya
hipoksemia), hipotensi terjadi pada stadium lanjut (shock)
c) Heart rate : takikardi biasa terjadi
d) Bunyi jantung : normal pada fase awal, S2 (komponen pulmonic) dapat
terjadi disritmia dapat terjadi, tetapi ECG sering menunjukkan normal
e) Kulit dan membran mukosa : mungkin pucat, dingin. Cyanosis biasa terjadi
(stadium lanjut)
3. Integritas Ego
a) Subyektif : Keprihatinan/ketakutan, perasaan dekat dengan kematian
b) Obyektif : Restlessness, agitasi, gemetar, iritabel, perubahan mental.
4. Makanan/Cairan
a) Subyektif : Kehilangan selera makan, nausea
b) Obyektif : Formasi edema/perubahan berat badan, hilang/ melemahnya bowel
sounds
5. Neurosensori
Subyektif atau Obyektif : Gejala truma kepala, kelambatan mental, disfungsi
motorik
6. Respirasi
a) Subyektif : Riwayat aspirasi, merokok/inhalasi gas, infeksi pulmolal diffuse,
kesulitan bernafas akut atau khronis, “air hunger”
b) Obyektif : Respirasi : rapid, swallow, grunting
7. Rasa Aman
Subyektif : Adanya riwayat trauma tulang/fraktur, sepsis, transfusi darah,
episode anaplastik
8. Seksualitas
Subyektif atau obyektif : Riwayat kehamilan dengan komplikasi eklampsia
B. DIAGNOSIS KEPERAWATAN
1. Resiko infeksi d.d penyakit kronis, efek prosedur invasif, malnutrisi,
peningkatan paparan organisme patogen lingkungan, ketidakadekuatan
pertahanan tubuh primer (gangguan peristaltik, kerusakan integritas kulit,
perubahan sekresi pH, statis cairan tubuh), ketidakadekuatan pertahanan tubuh
sekunder (penurunan Hb, imunosupresi, leukopenia, supresi respon inflamasi)
(D.0142)
2. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit (infeksi), peningkatan laju
metabolisme (D.0130)
3. Resiko termoregulasi tidak efektif ditandai dengan proses penyakit (infeksi)
(D.0148)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam maka infeksi
tidak terjadi.
Kriteria hasil :
Intervensi:
Kriteria hasil :
Termoregulasi (L.14134)
1. Menggigil menurun
2. Kulit merah menurun
3. Kejang menurun
4. Vasokonstriksi perifer menurun
5. Pucat menurun
6. Takikardi / bradikardi menurun
7. Takipnea menurun
8. Hipoksia menurun
9. Suhu tubuh membaik
10. Kadar glukosa darah membaik
11. Pengisian kapiler membaik
12. Ventilasi membaik
13. Tekanan darah membaik
Intervensi :
Observasi
Terapeutik
Edukasi
Kolaborasi
A. Pengertian
Sepsis adalah sindrom yang dikarakteristikan oleh tanda-tanda klinis dan gejala-gejala
yang parah, yang dapat berkembang ke arah septisemia dan syok septik.
Septisemia menunujukan munculnya infeksi sistemik yang disebabkan oleh penggadaa
n mikroorganisme secara cepat atau zat-zat racunnya, yang dapat mengakibatkan perubahan p
sikologis yang sangat besar (Doengoer, 1993).
Sepsis adalah kumpulan gejala – gejala patofisologis seperti; demam, tachycardia hype
rventilasi dan leukositosis yang dikenal dengan Systemic Inflammatory Respone Syndrome /
SIRS, dan disebut dengan sepsis apabila ditemukan infeksi yang terdokumentasi (B Ongard,1
994).
B. Tanda dan Gejala
Tanda – tanda dan gejala yang sering ditemukan;
1. Fisik;
a) HIpertermia (>38° C)
b) Demam
c) Tachycardia (>90 x / menit)
d) Tachypnea (>20 x ? menit)
e) Hypotermia (>36° C)
f) Sakit kepala, pusing, pingsan
g) Riwayat Trauma
h) Malaise
i) Hypotensi
j) Anoreksia
k) Gelisah
l) Gangguan status mental : disoreintasi, delirium, koma
m) Suara jantung : deritmia, S3
n) Ditemukan luka : operasi, luka traumatik, post partum, ganggren
2. Laboratorium
a) Acidosis Metabolik
b) Alkalosis Respiratonik
c) PT / PTT memanjang
d) Trombositopenia
e) Leokositosis (>12.000 / mm3)
f) Hyperglikemia
g) Kultur Sensi (luka, spuntum, urine, darah) positif
h) EKG : Perubahan segmen ST, Gelombang T, distania
i) BUN, creat, elektrolit meningkat
j) Perubahan hasil tes fungsi hati
C. Patofisiologi
Terjadinya sepsis dapat melalui dua cara yaitu aktivasi lintasan humoral dan aktivasi c
ytokines. Lipopolisakarida (LPS) yang terdapat pada dinding bakteri gram negatif dan endoto
ksinnya serta komponen dinding sel bakteri gram positif dapat mengaktifkan:
1. Sistim komplemen
2. Membentunk kompleks LPS dan protein yang menempel pada sel monosit
3. Faktor XII (Hageman faktor)
Sistim komplemen yang sudah diaktifkan akan merangsang netrofil untuk saling meng
ikat dan dapat menempel ke endotel vaskuler, akhirnya dilepaskan derivat asam arakhidonat,
enzim lisosom superoksida radikal, sehingga memberikan efek vasoaktif lokal pada mikrovas
kuler yang mengakibatkan terjadi kebocoran vaskuler. Disamping itu sistim komplemen yang
sudah aktif dapat secara langsung menimbulkan meningkatnya efek kemotaksis, superoksida r
adikal, ensim lisosom. LBP-LPS monosit kompleks dapat mengaktifkan cytokines, kemudian
cytokines akan merangsang neutrofil atau sel endotel, sel endotel akan mengaktifkan faktor ja
ringan PARASIT-INH-1. Sehingga dapat mengakibatkan vasodilatasi pembuluh darah dan DI
C. Cytokines dapat secara langsung menimbulkan demam, perobahan-perobahan metabolik da
n perobahan hormonal.
Faktor XII (Hageman factor) akan diaktivasi oleh peptidoglikan dan asam teikot yang
terdapat pada dinding bakteri gram positif. Faktor XII yang sudah aktif akan meningkatkan pe
makaian faktor koagulasi sehingga terjadi disseminated intravascular coagulation (DIC). Fakt
or XII yang sudah aktif akan merobah prekallikrein menjadi kalikrein, kalikrein merobah kini
nogen sehingga terjadi pelepasan hipotensive agent yang potensial bradikinin, bradikinin akan
menyebabkan vasodiltasi pembuluh darah.
Terjadinya kebocoran kapiler, akumulasi netrofil dan perobahan-perobahan metabolik,
perobahan hormonal, vasodilatasi, DIC akan menimbulkan sindroma sepsis. Hipotensi respir
atory distress syndrome, multiple organ failure akhirnya kematian (Japardi, 2002).
D. Klasifikasi
1. Sepsis onset dini
a) Merupakan sepsis yang berhubungan dengan komplikasi obstertik.
b) Terjadi mulai dalam uterus dan muncul pada hari-hari pertama kehidupan (20 jam pertama ke
hidupan)
c) Sering terjadi pada bayi prematur, lahir ketuban pecah dini, demam impratu maternal dan cori
comnionitis.
2. Sepsis onset lambat
a) Terjadi setelah minggu pertama sampai minggu krtiga kelahiran
b) Ditemukan pada bayi cukup bulan
c) Infeksi bersifat lambat, ringan dan cenderung bersifat local
E. Pemeriksaan Penunjang
Pengobatan terbaru syok sepsis mencakup mengidentifikasi dan mengeliminasi peny
ebab infeksi yaitu dengan cara pemeriksaan- pemeriksaan yang antara lain:
1. Kultur (luka, sputum, urin, darah) yaitu untuk mengidentifikasi organisme penyebab sepsis.
Sensitifitas menentukan pilihan obat yang paling efektif.
2. SDP : Ht Mungkin meningkat pada status hipovolemik karena hemokonsentrasi. Leucopenia
(penurunan SDB) terjadi sebalumnya, diikuti oleh pengulangan leukositosis (1500-30000) d4e
ngan peningkatan pita (berpindah kekiri) yang mengindikasikan produksi SDP tak matur dala
m jumlah besar.
3. Elektrolit serum: Berbagai ketidakseimbangan mungkin terjadi dan menyebabkan asidosis, p
erpindahan cairan dan perubahan fungsi ginjal.
4. Trombosit : penurunan kadar dapat terjadi karena agegrasi trombosit
5. PT/PTT : mungkin memanjang mengindikasikan koagulopati yangdiasosiasikan dengan hati/
sirkulasi toksin/ status syok.
6. Laktat serum : Meningkat dalam asidosis metabolik, disfungsi hati, syok
7. Glukosa Serum : hiperglikenmio yang terjadi menunjukkan glikoneogenesis dan glikonolisis
di dalam hati sebagai respon dari puasa/ perubahan seluler dalam metabolisme
8. BUN/Kreatinin : peningkatan kadar diasosiasikan dengan dehidrasi, ketidakseimbangan atau
kegagalan ginjal, dan disfungsi atau kegagalan hati.
9. GDA : Alkalosis respiratosi dan hipoksemia dapat terjadi sebelumnya. Dalam tahap lanjut hi
poksemia, asidosis respiratorik dan asidosis metabolik terjadi karena kegagalan mekanisme k
ompensasi
10. EKG : dapat menunjukkan segmen ST dan gelombang T dan distritmia menyerupai infark
miokard
F. Manajemen Terapi
Manajemen terapi pasien dengan sepsi mengikut urutan sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi penyebab sepsis
2. Menghilangkan penyebab sepsis bila penyebab telah ditemukan
3. Berikan antibiotika sesegera mungkin (sesuai hasil k/s)
4. Pertahankan perfusi jaringan
5. Hindari disfungsi organ – organ tertentu seperti penurunan urine output
6. Bila terjadi shock septik, management therapinya adalah;
a. Resusitasi jantung paru
b. Perawatan supportif (pendukung)
c. Monitoring vital sign dan perfusi jaringan
d. Therapi / antimikrobial sesuai hasil k/s
e. Menghilangkan infeksi
f. Memberikan / mempertahankan perfusi jaringan
g. Pemberian cairan intravena
h. Pertahankan cairan intravena
i. Pertahanakan cardiac out put (obat vasopresor balik)
j. Kontrol sumber sepsis
PROSES ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Pengkajian primer selalu menggunakan pendekatan ABCDE.
Airway
yakinkan kepatenan jalan napas
berikan alat bantu napas jika perlu (guedel atau nasopharyngeal)
jika terjadi penurunan fungsi pernapasan segera kontak ahli anestesi dan bawa segera mung
kin ke ICU
Breathing
kaji jumlah pernasan lebih dari 24 kali per menit merupakan gejala yang signifikan
kaji saturasi oksigen
periksa gas darah arteri untuk mengkaji status oksigenasi dan kemungkinan asidosis
berikan 100% oksigen melalui non re-breath mask
auskulasi dada, untuk mengetahui adanya infeksi di dada
periksa foto thorak
Circulation
kaji denyut jantung, >100 kali per menit merupakan tanda signifikan
monitoring tekanan darah, tekanan darah <>
periksa waktu pengisian kapiler
pasang infuse dengan menggunakan canul yang besar
berikan cairan koloid – gelofusin atau haemaccel
pasang kateter
lakukan pemeriksaan darah lengkap
siapkan untuk pemeriksaan kultur
catat temperature, kemungkinan pasien pyreksia atau temperature kurang dari 36oC
siapkan pemeriksaan urin dan sputum
berikan antibiotic spectrum luas sesuai kebijakan setempat.
Disability
Bingung merupakan salah satu tanda pertama pada pasien sepsis padahal sebelumnya tidak ad
a masalah (sehat dan baik). Kaji tingkat kesadaran dengan menggunakan AVPU.
Exposure
Jika sumber infeksi tidak diketahui, cari adanya cidera, luka dan tempat suntikan dan tempat s
umber infeksi lainnya.
Tanda ancaman terhadap kehidupan
Sepsis yang berat didefinisikan sebagai sepsis yang menyebabkan kegagalan fungsi or
gan. Jika sudah menyembabkan ancaman terhadap kehidupan maka pasien harus dibawa ke I
CU, adapun indikasinya sebagai berikut:
Penurunan fungsi ginjal
Penurunan fungsi jantung
Hyposia
Asidosis
Gangguan pembekuan
Acute respiratory distress syndrome (ards) – tanda cardinal oedema pulmonal.
Pengkajian Sekunder
1. Aktivitas dan istirahat
a) Subyektif : Menurunnya tenaga/kelelahan dan insomnia
2. Sirkulasi
a) Subyektif : Riwayat pembedahan jantung/bypass cardiopulmonary, fenomena embolik (darah, u
dara, lemak)
b) Obyektif : Tekanan darah bisa normal atau meningkat (terjadinya hipoksemia), hipotensi terjadi
pada stadium lanjut (shock)
c) Heart rate : takikardi biasa terjadi
d) Bunyi jantung : normal pada fase awal, S2 (komponen pulmonic) dapat terjadi disritmia dapat t
erjadi, tetapi ECG sering menunjukkan normal
e) Kulit dan membran mukosa : mungkin pucat, dingin. Cyanosis biasa terjadi (stadium lanjut)
3. Integritas Ego
a) Subyektif : Keprihatinan/ketakutan, perasaan dekat dengan kematian
b) Obyektif : Restlessness, agitasi, gemetar, iritabel, perubahan mental.
4. Makanan/Cairan
a) Subyektif : Kehilangan selera makan, nausea
b) Obyektif : Formasi edema/perubahan berat badan, hilang/melemahnya bowel sounds
5. Neurosensori
Subyektif atau Obyektif : Gejala truma kepala, kelambatan mental, disfungsi motorik
6. Respirasi
a) Subyektif : Riwayat aspirasi, merokok/inhalasi gas, infeksi pulmolal diffuse, kesulitan bernafas
akut atau khronis, “air hunger”
b) Obyektif : Respirasi : rapid, swallow, grunting
7. Rasa Aman
Subyektif : Adanya riwayat trauma tulang/fraktur, sepsis, transfusi darah, episode anaplastik
8. Seksualitas
Subyektif atau obyektif : Riwayat kehamilan dengan komplikasi eklampsia
B. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan Ketidakseimbangan antara suplai dan keb
utuhan O2 edema paru.
Tujuan & Kriteria hasil Intervensi
( NOC) (NIC)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Airway Management :
3 x 24 jam . pasien akan : Ø Buka jalan nafas
Ø TTV dalam rentang normal Ø Posisikan pasien untuk memaksimalkan vent
Ø Menunjukkan jalan napas yang paten ilasi ( fowler/semifowler)
Ø Mendemostrasikan suara napas yang bersih, tidaØ Auskultasi suara nafas , catat adanya suara t
k ada sianosis dan dypsneu. ambahan
Ø Identifikasi pasien perlunya pemasangan al
at jalan nafas buatan
Ø Monitor respirasi dan status O2
Ø Monitor TTV.
2. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan afterload dan preload.
Tujuan & Kriteria hasil Intervensi
( NOC) (NIC)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 Cardiac care :
x 24 jam . pasien akan : Ø catat adanya tanda dan gejala penurunan c
Menunjukkan TTV dalam rentang normal ardiac output
Tidak ada oedema paru dan tidak ada asites Ø monitor balance cairan
Tidak ada penurunan kesadaran Ø catat adanya distritmia jantung
Dapat mentoleransi aktivitas dan tidak ada kelelahaØ monitor TTV
n. Ø atur periode latihan dan istirahat untuk me
nghindari kelelahan
Ø monitor status pernapasan yang menandak
an gagal jantung.
3. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi.
Tujuan & Kriteria hasil Intervensi
( NOC) (NIC)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Fever Treatment :
3 x 24 jam . pasien akan : Ø Observasi tanda-tanda vital tiap 3 jam.
Suhu tubuh dalam rentang normal Ø Beri kompres hangat pada bagian lipatan tu
Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pu buh ( Paha dan aksila ).
sing Ø Monitor intake dan output
Nadi dan respirasi dalam rentang normal Ø Monitor warna dan suhu kulit
Ø Berikan obat anti piretik
Temperature Regulation
Ø Beri banyak minum ( ± 1-1,5 liter/hari) sedi
kit tapi sering
Ø Ganti pakaian klien dengan bahan tipis men
yerap keringat.
4. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan cardiac output yang tidak me
ncukupi.
Tujuan & Kriteria hasil Intervensi
( NOC) (NIC)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan sela Management sensasi perifer:
ma 3 x 24 jam . pasien akan : Ø Monitor tekanan darah dan nadi apikal setiap
Tekanan sisitole dan diastole dalam rentang no 4 jam
rmal Ø Instruksikan keluarga untuk mengobservasi kul
Menunjukkan tingkat kesadaran yang baik it jika ada lesi
Ø Monitor adanya daerah tertentu yang hanya pe
ka terhadap panas atau dingin
Ø Kolaborasi obat antihipertensi.
5. Intoleransi aktivitas berhubungan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.
Tujuan & Kriteria hasil Intervensi
( NOC) (NIC)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan sela Activity Therapy
ma ... x 24 jam . pasien akan : Ø Kaji hal-hal yang mampu dilakukan klien.
Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertØ Bantu klien memenuhi kebutuhan aktivitasnya
ai peningkatan tekanan darah nadi dan respira sesuai dengan tingkat keterbatasan klien
si Ø Beri penjelasan tentang hal-hal yang dapat me
Mampu melakukan aktivitas sehari-hari secara mbantu dan meningkatkan kekuatan fisik klie
mandiri n.
TTV dalam rentang normal Ø Libatkan keluarga dalam pemenuhan ADL kli
Status sirkulasi baik en
Ø Jelaskan pada keluarga dan klien tentang penti
ngnya bedrest ditempat tidur.
6. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
Tujuan & Kriteria hasil Intervensi
( NOC) (NIC)
Setelah dilakukan tindakan keperawat Anxiety Reduction
an selama 3 x 24 jam . pasien akan : Ø Kaji tingkat kecemasan
Ø Mampu mengidentifikasi dan mengunØ Jelaskan prosedur pengobatan perawatan.
gkapkan gejala cemas Ø Beri kesempatan pada keluarga untuk bertanya tentan
Ø TTV normal g kondisi pasien.
Ø Menunjukkan teknik untuk mengontroØ Beri penjelasan tiap prosedur/ tindakan yang akan dila
l cemas. kukan terhadap pasien dan manfaatnya bagi pasien.
Ø Beri dorongan spiritual.
C. Discharge Planning
1. Menjaga kebersihan lingkungan
2. Nutrisi adekuat
3. Perawatan luka bila masih ada
4. Meningkatkan sistem imun
5. Minum obat sampai sembuh
6. Kontrol ke fasilitas pelayanan kesehatan
DAFTARA PUSTAKA
Ackley, Betty. J, Ladwig, Gail. B, Nursing Diagnosis Hand Book, A Guide to Planning Care, Masby
-year Book, Inc, Missouri, 1997.
Bongard, Frederic, S, Sue, Darryl. Y, Current Critical Care Diagnosis and Treatment, frst ed, Paramo
unt Publishing Bussiness and Group, Los Anggles, 1994.
Doenges, Marilyn. E, Rencana Asuhan Keperawatan, Pedoman untuk Perencana dan Pendokumentas
ian Perawatan Pasien, alih bahasa I Made Kariasa, EGC, Jakarta, 1993.
Japardi, Iskandar. 2002. Manifestasi Neurologik Shock Sepsis. library.usu.ac.id/download/fk/bedah-
iskandar%20japardi20.pdf.
North American Nursing Diagnosis Assosiation, Nursing Diagnosis : Deffinition and Classification,
The Assosiation, Philadelphia, 2009.
Sibbald, William J, Maudel, Jess, Management of Septic Shock in Adults, www.uptodate.com, 2003
Sibbald, William J, Neviere, Reny, Pathophysiology of Sepsis, www.uptodate.com, 2003
Taptich, Barbara, J, Nursing Diagnosa and Care Planning, WB. Saunders Company, Philadelphia, 19
94.
www.nicnoc@harcourt.com, Nursing Intervention Classification and Nursing Outcomes Classificati
on, 2000.