SILIKOSIS
KELOMPOK 1
2
2.7.2. Penentuan Status PAK ................................................................................... 31
2.7.3. Masa Penentuan Status PAK..........................................................................33
2.7.4. Santunan Cacat dan Pengobatan ....................................................................33
BAB III KESIMPULAN .................................................................................................34
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................35
3
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
4
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME
5
BAB I
PENDAHULUAN
Contoh penyakit paru akibat kerja menurut US. Department of Labor adalah
Occupational Asthma, Mesothelioma, dan Pneumokoniosis (US. Department of Labor ,
2009). Occupational ashtma adalah ashtma yang disebabkan atau diperparah oleh
pajanan di tempat kerja. Mesothelioma adalah jenis kanker yang disebabkan oleh
pajanan asbestos. Pneumokoniosis adalah penyakit paru akibat kerja yang disebabkan
oleh deposit material di dalam paru yang menyebabkan kerusakan di alveolus,
kelompok kami mengambil topik pneumokoniosis untuk pembahasan makalah ini.
Istilah pneumokoniosis berasal dari bahasa yunani yaitu “pneumo” berarti paru
dan “konis” berarti debu. Terminologi pneumokoniosis pertama kali digunakan untuk
menggambarkan penyakit paru yang berhubungan dengan inhalasi debu mineral.
Pneumokoniosis digunakan untuk menyatakan berbagai keadaan berikut (Yunus, 1994):
6
1. Kelainan yang terjadi akibat pajanan debu anorganik seperti silika (silikosis),
asbes (asbestosis) dan timah (stannosis)
2. Kelainan yang terjadi akibat pekerjaan seperti pneumokoniosis batubara
3. Kelainan yang ditimbulkan oleh debu organik seperti kapas (bisinosis)
Silikosis adalah salah satu dari pneumokoniosis yang dapat dijumpai di tempat
kerja, Penyakit silikosis terjadi karena inhalasi dan retensi debu yang mengandung
kritalin silikon dioksida (Si2) atau silika bebas. Silika adalah unsur utama dari pasir
sehingga pemaparan biasanya terjadi pada pekerjaan yang menghasilkan debu silika
yaitu konstruksi, industri semen, tambang, dsb.
Studi surveilans yang dilakukan di Michigan, Amerika Serikat, antara tahun
1987 hingga 1995 menunjukkan bahwa 60% lebih dari 577 pekerja pabrik/
pertambangan yang telah bekerja selama minimal 20 tahun menderita silikosis.
Penelitian OSH center tahun 2000 pada pekerja keramik Indonesia, ditemukan kasus
silikosis sebesar 1,5%
Kelompok memilih membahas silikosis karena empat hal, pertama yaitu karena
terdapat peningkatan jumlah pekerja di area konstruksi berdasarkan data bps 2008-2012
yaitu berturut-turut 495.845 jiwa menjadi 893.996 jiwa, dan yang kedua karena terdapat
perkembangan industri semen indonesia yang disumbang oleh mulai beroperasinya PT
Semen Gresik di Tuban, PT Semen Tonasa di Pangkep, PT Holcim Indonesia di Tuban,
dan dibangunnya pabrik di Maros oleh PT. Semen Bosowa, pabrik di Indarung oleh PT.
Semen Padang. Ketiga adalah karena terdapat penurunan bisnis batu bara indonesia
yang disebabkan tren penurunan harga batu bara acuan (HBA) dunia yang berlanjut, dan
yang keempat karena kemudahan akses informasi kelompok terhadap penyakit silikosis.
7
BAB II
PEMBAHASAN
8
Gambar 2. Anatomi Jalur Udara Menuju Alveolus
Sumber: E.P. Horvath Jr., S.M. Brooks, and J.L. Hankinson [1981]. Manual of
Spirometry in Occupational Medicine, U.S. Department of Health and Human Services,
p. 5. (6).
Sumber: E.P. Horvath Jr., S.M. Brooks, and J.L. Hankinson [1981]. Manual of
Spirometry in Occupational Medicine, U.S. Department of Health and Human Services,
p. 9. (6).
9
Paru-paru terletak di dalam rongga dada (mediastinum), dilindungi oleh struktur
tulang selangka. Rongga dada dan perut dibatasi oleh suatu sekat disebut diafragma.
Berat paru-paru kanan sekitar 620 gram, sedangkan paru-paru kiri sekitar 560 gram.
Masing-masing paru-paru dipisahkan satu sama lain oleh jantung dan pembuluh-
pembuluh besar serta struktur-struktur lain di dalam rongga dada. Selaput yang
membungkus paru-paru disebut pleura. Paru-paru terbenam bebas dalam rongga
pleuranya sendiri. Paru-paru dibungkus oleh selaput yang bernama pleura. Pleura dibagi
menjadi dua yaitu:
1. Pleura visceral (selaput dada pembungkus), yaitu selaput paru yang langsung
membungkus paru.
2. Pleura parietal, yaitu selaput yang melapisi rongga dada luar.
Antara kedua pleura ini terdapat ronggga (kavum) yang disebut kavum pleura.
Pada keadaan normal, kavum pleura ini hampa udara, sehingga paru-paru dapat
berkembang kempis dan juga terdapat sedikit cairan (eksudat) yang berguna untuk
meminyaki permukaan pleura, menghindari gesekan antara paru-paru dan dinding dada
sewaktu ada gerakan bernafas.
Paru-paru kanan sedikit lebih besar dari paru-paru kiri dan terdiri atas tiga
gelambir (lobus) yaitu gelambir atas (lobus superior), gelambir tengah (lobus medius),
dan gelambir bawah (lobus inferior). Sedangkan paru-paru kiri terdiri atas dua gelambir
yaitu gelambir atas (lobus superior) dan gelambir bawah (lobus inferior). Tiap-tiap
lobus terdiri dari belahan yang lebih kecil bernama segmen. Paru-paru kiri mempunyai
sepuluh segmen, yaitu lima buah segmen pada lobus superior, dan lima buah segmen
pada inferior. Paru-paru kanan mempunyai sepuluh segmen, yaitu lima buah segmen
pada lobus superior, dua buah segmen pada lobus medial, dan tiga buah segmen pada
lobus inferior. Tiap-tiap segmen ini masih terbagi lagi menjadi belahan-belahan yang
bernama lobulus. Diantara lobulus satu dengan yang lainnya dibatasi oleh jaringan ikat
yang berisi pembuluh darah getah bening dan saraf, dalam tiap-tiap lobulus terdapat
sebuah bronkeolus. Di dalam lobulus, bronkeolus ini bercabang-cabang yang disebut
duktus alveolus. Tiap-tiap duktus alveolus berakhir pada alveolus yang diameternya
antara 0,2 – 0,3 mm.
10
Paru-paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari
gelembung (gelembung hawa, alveoli, atau alveolus). Pada gelembung inilah terjadi
pertukaran udara di dalam darah, O2 masuk ke dalam darah dan CO2 dikeluarkan dari
darah. Gelembung alveoli ini terdiri dari sel-sel epitel dan endotel. Jika dibentangkan
luas permukaannya ± 90m2. Banyaknya gelembung paru-paru ini kurang lebih 700juta
buah. Ukurannya bervariasi, tergantung lokasi anatomisnya, semakin negatif tekanan
intrapleura di apeks, ukuran alveolus akan semakin besar. Ada dua tipe sel epitel
alveolus. Tipe I berukuran besar, datar dan berbentuk skuamosa, bertanggungjawab
untuk pertukaran udara. Sedangkan tipe II, yaitu pneumosit granular, tidak ikut serta
dalam pertukaran udara. Sel-sel tipe II inilah yang memproduksi surfaktan, yang
melapisi alveolus dan mencegah kolapnya alveolus.
Fungsi paru yang utama adalah proses respirasi yaitu pengambilan oksigen
dari udara luar yang masuk ke dalam saluran napas dan terus ke dalam darah.
Oksigen digunakan untuk proses metabolisme dan karbondioksida yang terbentuk
pada proses tersebut dikeluarkan dari dalam darah ke udara luar.
1. Ventilasi yaitu proses keluar dan masuknya udara ke dalam paru, serta
keluarnya karbondioksida dari alveoli ke udara luar.
3. Perfusi yaitu distribusi darah yang telah teroksigenasi di dalam paru untuk
dialirkan ke seluruh tubuh (Siregar, 2004).
11
2.2.3 Fisiologi Paru-Paru
Fungsi paru-paru adalah pertukaran gas oksigen dan karbon dioksida. Pada
pernapasan melalui paru-paru, oksigen dipungut melalui hidung dan mulut. Pada
waktu bernapas, oksigen masuk melalui trakea dan pipa bronkhial ke alveoli, dan
dapat erat dengan darah di dalam kapiler pulmonaris. Hanya satu lapisan
membran, yaitu membran alveoli-kapiler, memisahkan oksigen dari darah.
Oksigen menembus membran ini dan dipungut oleh hemoglobin sel darah merah
dan dibawa ke jantung. Dari sini, dipompa di dalam arteri ke semua bagian tubuh.
Darah meninggalkan paru-paru pada tekanan oksigen 100 mmHg dan pada tingkat
ini hemoglobinnya 95 persen jenuh oksigen. Di dalam paru-paru, karbon dioksida
adalah salah satu hasil buangan metabolisme, menembus membran alveoler-
kapiler dari kapiler darah ke alveoli dan setelah melalui pipa bronkhial dan
trakhea, dinapaskan keluar melalui hidung dan mulut.
12
dengan rongga perut). Masuk keluarnya udara dalam paru-paru dipengaruhi oleh
perbedaan tekanan udara dalam rongga dada dengan tekanan udara di luar tubuh.
Jika tekanan di luar rongga dada lebih besar maka udara akan masuk. Sebaliknya,
apabila tekanan dalam rongga dada lebih besar maka udara akan keluar.
Sehubungan dengan organ yang terlibat dalam pemasukkan udara (inspirasi) dan
pengeluaran udara (ekspirasi) maka mekanisme pernapasan dibedakan atas dua
macam, yaitu pernapasan dada dan pernapasan perut. Pernapasan dada dan perut
terjadi secara bersamaan.
Sebagian udara yang dihirup oleh seseorang tidak pernah sampai pada
daerah pertukaran gas, tetapi tetap berada dalam saluran napas di mana pada
tempat ini tidak terjadi pertukaran gas, seperti pada hidung, faring dan trakea.
Udara ini disebut udara ruang rugi, sebab tidak berguna dalam proses pertukaran
gas. Pada waktu ekspirasi, yang pertama kali dikeluarkan adalah udara ruang rugi,
sebelum udara di alveoli sampai ke udara luar. Oleh karena itu, ruang rugi
merupakan kerugian dari gas ekspirasi paru-paru. Ruang rugi dibedakan lagi
menjadi ruang rugi anatomik dan ruang rugi fisiologik. Ruang rugi anatomik
meliputi volume seluruh ruang sistem pernapasan selain alveoli dan daerah
pertukaran gas lain yang berkaitan erat. Kadang-kadang, sebagian alveoli sendiri
tidak berungsi atau hanya sebagian berfungsi karena tidak adanya atau buruknya
aliran darah yang melewati kapiler paru-paru yang berdekatan. Oleh karena itu,
dari segi fungsional, alveoli ini harus juga dianggap sebagai ruang rugi dan
disebut sebagai ruang rugi fisiologis.
Penyakit paru kerja adalah penyakit atau kerusakan paru disebabkan oleh
debu, uap atau gas berbahaya yang terhirup pekerja di tempat kerja. Berbagai
penyakit paru dapat terjadi akibat pajanan zat seperti serat, debu, dan gas yang
timbul pada proses industrialisasi. Jenis penyakit paru yang timbul tergantung
pada jenis zat pajanan, tetapi manifestasi klinis penyakit paru kerja mirip dengan
13
penyakit paru lain yang tidak berhubungan dengan kerja. Penyakit paru kerja
ternyata merupakan penyebab utama ketidakmampuan, kecacatan, kehilangan hari
kerja dan kematian pada pekerja.
Iritasi saluran napas atas Gas iritan, seperti Akrolein, Amonia, Antimon
Pelarut organik, seperti Formaldehid, Aseton, Metil
isobutyl karbinol
Sensitisasi
Alveolitis Alergika
Mouldy hay, fungi/jamur, Aktinomisetes, garam
platina
14
Demam asap metal (Metal Oksida metal, seng, tembaga
fume fever)
Demam asap polimer Plastik
(Polymer fume fever)
Edema paru Asap, Nitrogen, SO2, Klorin dan fosgen
Keganasan
Mesotelioma Asbestos
1. Penyakit paru kerja mempunyai gejala yang tidak khas sehingga sulit
dibedakan dengan penyakit paru lainnya. Dengan demikian penyebab
penyakit paru kerja atau lingkungan harus dievaluasi dan ditata laksana secara
berkala.
2. Pajanan di tempat kerja dapat menyebabkan lebih dari satu penyakit atau
kelainan, misalnya kobal dapat menyebabkan penyakit pada parenkim paru
atau saluran napas.
3. Beberapa penyakit paru disebabkan oleh berbagai faktor, dan faktor pekerjaan
mungkin berinteraksi dengan faktor lainnya. Misalnya risiko menderita
penyakit kanker pada pekerja terpajan debu asbes yang merokok, lebih besar
dibandingkan pekerja yang terpajan asbestos atau rokok saja.
4. Dosis pajanan penting untuk menentukan proporsi orang yang terkena
penyakit atau beratnya penyakit. Dosis umumnya berhubungan dengan
beratnya penyakit pada penderita yang mengalami toksisitas langsung
15
nonimunologi seperti pneumonia toksik kimia, asbestosis atau silikosis. Pada
penyakit keganasan atau immune-mediated, dosis biasanya lebih
berhubungan dengan insidens dibandingkan beratnya penyakit.
5. Ada perbedaan kerentanan pada setiap individu terhadap pajanan zat tertentu.
Faktor pejamu yang berperan dalam kerentanan terhadap agen lingkungan
masih belum banyak diketahui, tetapi diduga meliputi faktor genetik yang
diturunkan maupun faktor yang didapat seperti diet, penyakit paru lain dan
pajanan lainnya.
6. Penyakit paru akibat pajanan di tempat kerja atau lingkungan biasanya timbul
setelah periode laten yang dapat diduga sebelumnya.
2.4.1 Silikosis
Penyakit Silikosis disebabkan oleh pencemaran debu silika bebas, berupa
SiO2, yang terhisap masuk ke dalam paru-paru dan kemudian mengendap. Debu
silika bebas ini banyak terdapat di pabrik besi dan baja, keramik, pengecoran
beton, bengkel yang mengerjakan besi (mengikir, menggerinda, dll). Debu silika
yang masuk ke dalam paru-paru akan mengalami masa inkubasi sekitar 2 sampai
4 tahun. Masa inkubasi ini akan lebih pendek, atau gejala penyakit silicosis akan
segera tampak, apabila konsentrasi silika di udara cukup tinggi dan terhisap ke
16
paru-paru dalam jumlah banyak. Penyakit silicosis ditandai dengan sesak nafas
yang disertai batuk-batuk. Bila penyakit silicosis sudah berat maka sesak nafas
akan semakin parah dan kemudian diikuti dengan hipertropi jantung sebelah
kanan yang akan mengakibatkan kegagalan kerja jantung. (Susanto, 2009).
1. Demam
2. Batuk
3. Penurunan berat badan
4. Gangguan pernafasan yang berat.
Komplikasi :
1. Bronkitis
2. Emphysenic(kembang paru-paru)
3. Kegagalan jantung berfungsi
17
2.4.3 Patofisiologi
Partikel-partikel silika yang berukuran 0.5-5 µm bila terhirup akan tertahan
di alveolus dan sel pembersih (makrofag) akan mencernanya. Banyak dari partikel
ini dibuang bersama sputum sedangkan yang lain masuk ke dalam aliran limfatik
paru-paru, kemudian mereka ke kelenjar limfatik. Enzim yang dihasilkan oleh sel
pembersih menyebabkan terbentuknya jaringan parut pada paru-paru. Pada
kelenjar, makrofag itu kemudian berintregasi, meninggalkan partikel silika yang
akan menyebabkan dampak lebih luas. Kelenjar itu menstimulasi pembentukan
bundel-bundel nodular dari jaringan parut dengan ukuran mikroskopik, semakin
lama semakin banyak pula nodul yang terbentuk, mereka kemudian bergabung
menjadi nodul yang lebih besar yang kemudian akan merusak jalur normal cairan
limfatik melalui kelenjar limfe.
Ketika ini terjadi, jalan lintasan yang lebih jauh dari sel yang telah tercemar
oleh silika akan masuk ke jaringan limfe paru-paru. Sekarang, antibodi baru di
dalam pembuluh limfatik bertindak sebagai gudang untuk sel-sel yang telah
tercemar oleh debu, dan parut nodular terbentuk terbentuk pada lokasi ini juga.
Kemudian, nodul-nodul ini akan semakin menyebar dalam paru-paru.
Gabungan dari nodul-nodul itu kemudian secara berangsur-angsur
menghasilkan bentuk yang mirip dengan masa besar tumor. Sepertinya, silika juga
menyebabkan menyempitnya saluran bronchial yang merupakan sebab utama dari
dyspnea. Jika penderita silikosis terpapar oleh organisme penyebab tuberkulosis
(Mycobacterium tuberculosis) penderita silikosis mempunyai resiko 3 kali lebih
besar untuk menderita tuberkulosis.
Biasanya gejala timbul setelah pemaparan selama 20-30 tahun. Tetapi pada
peledakan pasir, pembuatan terowogan dan pembuatan alat pengampelas sabun,
dimana kadar silika yang dihasilkan sangat tinggi, gejala dapat timbul dalam
waktu kurang dari 10 tahun.
18
2.4 Gejala klinik dan Dasar diagnosis
19
parut akibat silika terbentuk di paru-paru dan kelenjar getah bening dada. Pada
pemeriksaan spirometri, Kerusakan di paru-paru bisa mengenai jantung dan
menyebabkan gagal jantung yang bisa berakibat fatal jika terpapar oleh organisme
penyebab tuberkulosis (Mycobacterium tuberculosis) karena penderita silikosis
mempunyai resiko 3 kali lebih besar untuk menderita tuberkulosis. Mekanisme
yang mungkin menyebabkan peningkatan kerentanan penderita sikosis terhadap
tuberkulosis adalah sebagai berikut:
a. Partikel Silika yang ditimbun di Alveoli akan dimakan makrofag tetapi
karena efek tosik silika maka makrofag cepat mati dan partikel Silika akan
terlepas ke jaringan ekstraselular. Partikel silika akan dimakan oleh
makrofag lain yang kemudian akan terbunuh pula.
b. Silika dengan dosis subletal juga mengganggu kesanggupan makrofag untuk
menghambat pertumbuhan kuman tuberkulosis karena makrofag adalah
faktor utama dalam membuat daya tahan terhadap tuberkulosis sehingga
alasan meningkatnya kerentanan penderita silikosis terhadap tuberkulosis
menjadi jelas
20
- perubahan gejala dan waktu libur, jauh dari tempat kerja
2. Keluhan penyakit :
a. Batuk :
sifat batuk (kering atau berdahak)
waktu batuk (pagi/siang/malam/terus-terusan)
frekuensi
sejak kapan?
- batuk selama 3(tiga) bulan, terjadi tiap-tiap tahun
- peningkatan batuk selama 3 minggu atau lebih, selama 3 tahun
terakhir
b. Dahak
Warna
Jumlah
Konsistensi
Waktu (pagi/siang/malam/terus-menerus)
Sejak kapan?
- batuk selama 3(tiga) bulan, terjadi tiap-tiap tahun
- peningkatan batuk selama 3 minggu atau lebih, selama 3 tahun
terakhir.
21
mendatar atau mendaki
22
- pneumoni
- pleuritis
- T B paru
- Asma bronkial
- Gangguan dada yang lain
- Hay fever
- Dal lain-lain
b. Riwayat atopi/alergi.
4. Riwayat kebiasaan
f. Kontinuitas merokok:
23
g. Derajat berat merokok dengan indeks Brinkman (IB), yaitu perkalian
jumlah rata-rata batang rokok yang dihisap sehari dikalikan lama
merokok dalam tahun:
- Ringan: 1 – 200
- Sedang: 201 – 600
- Berat: >600
B. Pemeriksaan Fisik
24
D. Penetapan diagnosis Penyakit Akibat Kerja dalam bidang paru diperlukan
data pendukung berupa kondisi lingkungan kerja apakah terdapat faktor dan
bahan-bahan yang menimbulkan penyakit akibat kerja.
Biasanya gejala timbul setelah pemaparan selama 20-30 tahun. Tetapi pada
peledakan pasir, pembuatan terowogan dan pembuatan alat pengampelas, dimana
kadar silika yang dihasilkan sangat tinggi, gejala dapat timbul dalam waktu kurang
dari 10 tahun (Susanto, 2009).
2.6 Surveilans
25
rekomendasi perbaikan yang berkelanjutan. Data surveilans didapat dari
pemeriksaan kesehatan, data kunjungan poliklinik, data pola penyakit, data absensi,
data keluhan gangguan esehatan, dan data lainnya dari Panitia Pembina
Keselamatan dan Kesehatan Kerja, berupa:
2.7.1 Promotif
Pada promotif dapat dilakukan penyuluhan kepada tenaga kerja seperti
penggunaan Alat Plindung Diri (APD) saat bekerja, penyuluhan mengenai
kesehatan para tenaga kerja berdasarkan pekerjaan yang dilakukannya. Kepada
pekerja perlu diberi penyuluhan mengenai kebersihan perorangan, makanan yang
nilai gizinya sesuai dengan jenis pekerjaan, gerak badan untuk kesehatan
(olahraga), pertolongan pertama pada kecelakaan, dan perilaku dalam
Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
2.7.2 Preventif
Pengawasan terhadap di lingkungan kerja dapat membantu mencegah
terjadinya silikosis Tindakan preventif dapat dilakukan dengan cara
memperhatikan ventilasi baik lokal maupun umum. Ventilasi umum antara lain
dengan mengalirkan udara ke ruang kerja melalui pintu dan jendela dan ventilasi
lokal berupa pipa keluar stempat. Pengendalian debu silika apat menjadi hal yang
penting dalam usaha mencegah terjadinya silikosis. Pastikan kadar silika selalu di
bawah ambang batas dengan cara dust sampling (uji debu) perlu dilakukan berkala
untuk memantau kadar silika pada suatu area kerja. Jika kadar silika diambang
26
batas, tindakan perbaikan mesti dilakukan. Tindakan pencegahan paling umum
adalah dengan membasahi permukaan tanah dan bijih. Mesin-mesin yang
berpotensi menimbulkan debu (mis: belt conveyor) juga mesti diberi pelindung
agar debu tidak tersebar. Sedang di tambang bawah tanah, ventilasi yang cukup
merupakan prasyarat yang penting untuk mengurangi kadar debu.
Agar perlindungan menjadi maksimal, pekerja mesti dibekali denan
respirator (masker anti debu). Respirator dilengkapi denga filter hingga mampu
mencegah partikel debu terhirup ke dalam paru-paru.
Pengendalian debu di lingkungan kerja dapat dilakukan terhadap 3 hal yaitu
pencegahan terhadap sumbernya, media pengantar (transmisi) dan terhadap
manusia yang terkena dampak.
a) Pencegahan terhadap sumber
- Isolasi sumber agar tidak mengeluarkan debu di ruang kerja dengan
“local exhauster” atau dengan melengkapi water sprayer pada cerobong
asap.
- Subtitusi alat yang mengeluarkan debu dengan yang tidak mengeluarkan
debu.
b) Pencegahan terhadap transmisi
Upaya paling praktis dalam pencegahan debu adalah menggunakan air.
Air dapat digunakan untuk menyemprot coal face dan loose rock, dan pada
permukaan setelah blasting, dumping, atau berbagai rock handling process.
Akan tetapi, banyak pekerjaan underground kekurangan suplai air yang
cukup.
- Memakai metode basah yaitu penyiraman lantai dan pengeboran basah (
Wet Drilling)
- Dengan alat berupa Scrubber, Elektropresipitator, dan Ventilasi Umum.
Ventilasi yang baik penting untuk mengeliminasi debu. Setiap tempat
kerja seharusnya memiliki supply udara bersih untuk mengencerkan atau
mengangkut airborne dus
c) Pencegahan terhadap tenaga kerja
27
d) Perlengkapan yang dipakai untuk melindungi pekerja terhadap bahaya
kesehatan yang ada di lingkungan kerja. Antara lain dengan menggunakan
Alat Pelindung Diri (APD) berupa masker. Penggunaan APD merupakan
alternatif lain untuk melindungi pekerja dari bahaya kesehatan, APD juga
harus sesuai dan adekuat.
- Pre-worker check up
Semua pekerja harus menjalani pemeriksaan medis sebelum
bekerja dan berkala dengan mengutamakan upaya untuk mendeteksi pre-
eksisting lung disease dan perkembangan silikosis.
- Penerangan sebelum kerja
Suatu penjelasan agar pekerja mematuhi dan mentaati peraturan
dan undang-undang yang berlaku serta tahu adanya bahaya kesehatan di
lingkungan kerja, sehingga dapat bekerja lebih berhati-hati. Pembatasan
waktu selama pekerja terpajan terhadap zat tertentu yang berbahaya dapat
menurunkan risiko terkenanya bahaya kesehatan di lingkungan kerja.
Kebersihan perorangan dan pakaiannya, merupakan hal yang penting,
terutama untuk para pekerja yang dalam pekerjaanya berhubungan
dengan bahan kimia serta partikel lain.
- Pemeriksaan kesehatan berkala
Pemeriksaan ini bertujuan untuk menemukan dan mencegah
penyakit. Untuk penambang pasir lakukan pemeriksaan setiap 6 bulan
sekali dan untuk pekerja lain dapat dilakukan selama 2-5 tahun sekali.
Jika foto rontgen terdapat silika di dalam paru-paru, maka hindari
pemaparan terhadap silika.
Prioritas diberikan kepada pekerja yang:
- Bekerja di lingkungan berbahaya
- Dipindahkan dari suatu pekerjaan ke pekarjaan lain
- Menderita penyakit menahun
- Perlu diperiksa atas permintaan dokter keluarganya atau keinginan
sendiri
- Bekerja lagi setelah penyakitnya sembuh
28
- Akan berhenti bekerja
2.7.3 Kuratif
Tidak ada pengobatan khusus untuk silikosis. Untuk mencegah semakin
memburuknya penyakit, sangat penting untuk menghilangkan sumber pemaparan.
Terapi suportif terdiri dari obat penekan batuk, bronkodilator dan oksigen. Jika
terjadi infeksi, bisa diberikan antibiotik.
Hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah:
- Membatasi pemaparan terhadap silika
- Berhenti merokok
- Menjalani tes kulit untuk TBC secara rutin.
Penderita silikosis memiliki resiko tinggi menderita Tuberkulosis (TBC),
sehingga dianjurkan untuk menjalani tes kulit secara rutin setiap tahun. Silika
diduga mempengaruhi sistem kekebalan tubuh terhadap bakteri penyebab TBC.
Jika hasilnya positif, diberikan obat anti TBC.
2.7.4 Rehablitatif
Pengobatan definitif terhadap silikosis tidak ada. Bila terdapat infeksi
sekunder berikan terapi yang sesuai. Infeksi pyogenik berikan antibiotik yang
sesuai secara empirik, infeksi jamur paru berikan obat anti jamur, dan terhadap
tuberkulois paru berikan obat anti tuberkulosis dosis dan lamanya sesuaikan
dengan kategorinya.
29
Rehabilitasi dan mempekerjakan kembali para pekerja yang menderita cacat.
Sedapat mungkin perusahaan mencoba menempatkan karyawan-karyawan
cacat di jabatan-jabatan yang sesuai.
30
b. Data hasil pemeriksaan kesehatan berkala (pemeriksaan yang di lakukan
secara periodik selama tenaga kerja bekerja di perusahaan yang
bersangkutan);
c. Data hasil pemeriksaan khusus (pemeriksaan dokter yang merawat tenaga
kerja tentang riwayat penyakit yang di deritanya);
d. Data hasil pengujian lingkungan kerja oleh Pusat Keselamatan dan Kesehatan
Kerja beserta balai-balainya, atau lembaga-lembaga lain yang ditunjuk oleh
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi;
e. Data hasil pemeriksaan kesehatan tenaga kerja secara umum di bagian
tersebut;
f. Riwayat pekerjaan tenaga kerja;
g. Riwayat kesehatan tenaga kerja;
h. Data medis/rekam medis tenaga kerja;
i. Analisis hasil pemeriksaan lapangan oleh Pengawas Ketenagakerjaan;
dan/atau
j. Pertimbangan medis dokter penasehat.
Penilaian cacat pada penyakit paru akibat kerja didasarkan kepada hasil
penentuan pemeriksaan spirometri dan derajat sesak sebagai berikut:
Tabel 2. Penilaian Kecacatan Paru
31
Cara menetapkan penilaian kecacatan fungsi (Functional disability)
ditentukan dengan menilai secara subyektif keluhan sesak napas dan penilaian
obyektif dengan pemeriksaan spirometri
Penentuan ganti rugi didasarkan pada persentase cacat fungsi 100% sama
dengan 70%.
2.8.3 Masa Penentuan Status PAK
Bagi tenaga kerja yang masih dalam hubungan kerja, pengusaha wajib
melaporkan penyakit yang timbul karena hubungan kerja ke dinas yang
membidangi ketenagakerjaan setempat dan Badan Penyelenggara dalam bentuk
form KK2 tidak lebih dari 2 X 24 (dua puluh empat) jam setelah ada hasil
diagnosis dari dokter pemeriksa.
Bagi tenaga kerja yang sudah berhenti bekerja pelaporan penyakit
akibat kerja dapat dilakukan oleh perusahaan atau tenaga kerja ke Badan
Penyelenggara dengan melampirkan hasil diagnosis dokter pemeriksa
meskipun hubungan kerja telah berakhir, asalkan penyakit tersebut timbul
dalam jangka waktu tidak lebih dari 3 (tiga) tahun sejak hubungan kerja
berakhir.
32
peserta bpjs, maka biaya seluruhnya ditanggung oleh asuransi perusahaan dan
tidak ada biaya yang boleh dibebankan kepada pekerja.
33
BAB III
KESIMPULAN
Silikosis adalah salah satu dari pneumokoniosis yang dapat dijumpai di tempat
kerja terutama pada kegiatan konstruksi, industri semen, tambang, dsb. Penyakit
silikosis terjadi karena inhalasi dan retensi debu yang mengandung kritalin silikon
dioksida (SiO2) atau silika bebas. Partikel-partikel silika yang berukuran 0.5-5 µm bila
terhirup akan tertahan di alveolus dan sel pembersih (makrofag) akan mencernanya.
Aktivitas pembersihan tersebut merusak paru-paru dan menghasilkan jaringan parut
yang kemudian secara berangsur-angsur menghasilkan bentuk yang mirip dengan masa
besar tumor.
Silikosis dapat dibedakan dari kecepatan pembentukannya, paling cepat adalah,
Silikosis Akut, kemudian Silikosis Akselerata, lalu Silikosis Kronis Simplek. Deteksi
gangguan fungsi paru menggunakan tes spirometri dan deteksi kelainan anatomi
termasuk fibrosis jaringan paru menggunakan foto toraks dapat digunakan sebagai
tindakan surveilans terhadap silikosis.
Pengendalian debu lingkungan pada sumber, jalur transmisi, dan penggunaan
alat pelindung diri dapat digunakan untuk mengurangi risiko merebaknya silikosis di
tempat kerja. Silikosis harus ditangani dengan baik yaitu karena itu termasuk kedalam
penyakit yang timbul karena hubungan kerja, dan juga karena aspek hak asasi para
pekerja pada umumnya.
34
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik, 2011. Statistik Indonesia 2011. Jakarta: Badan Pusat Statistik.
IB, N. R., 2003. Pneumokoniosis. Patogenesis dan gangguan fungsi. Naskah lengkap
pertemuan ilmiah khusus (PIK) X Perhimpunan Dokter paru Indonesia.
Makassar, s.n.
Keputusan Presiden Nomor 22 tahun 1993 Tentang Penyakit Yang Timbul Karena
Hubungan Kerja
Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi nomor 609 tahun 2012 tentang
Pedoman Penyelesaian Kasus Kecelakaan Kerja dan Penyakit Akibat Kerja
Mangunnegoro, H., & Yunus, F. (1992). Diagnosis penyakit paru kerja. Dalam: Yunus
F, Rasmin M, Hudoyo A, Mulawarman A, Swidarmoko B, editor. Pulmonologi
klinik. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 205-14.
35
Prevention of pneumoconiosis. Using the ILO International Classification of
radiographs of pneumo-coniosis, 2000.
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 25 Tahun 2008 tentang
Sirajuddin, A., & Kanne, J. P. (2009). Occupational lung disease. Journal of thoracic
imaging, 24(4), 310-320.
Sloane, Ethel (2003). Anatomy and Physiology An Easy Learner. Jakarta : EGC
Susanto, A., 2009. Silikosis. Jakarta: Bagian pulmoologi dan ilmu kedokteran respirasi
FK UI-RS Persahabatan.
36