Anda di halaman 1dari 6
174 MANIFESTASI KLINIS JANTUNG PADA PENYAKIT SISTEMIK Idrus Alwi DIABETES MELITUS Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab utama kematian pada DM, diperkirakan dua pertiga dari semua kematian. Tiga perempat dari penyebab kematian ini kerena penyakit jentung koroner (PIX ). Penelitian menunjukkan pasien DM tipe 2 tanpa riwayat infark miokard mempunyai risiko terjadinya infark sara dengan pasien non DM yang mempunyai infark mickard sebelumnya sehingga DM saat ini dianggap sebagai coronary risk equivalent. PENYAKIT JANTUNG KORONER Angka kejadian aterosklerosis pada pembuluh darah besar dan infark miokard meningkat pada pasien diabetes melitus tipe 1 dan tipe 2, Diabetes melitus juga merupakan faktor risiko independen untuk penyakit jantung koroner dan angka kejadian penyakit jantung koroner berhubungan dengan lama menderita diabetes. DM tipe 2 meningkatkan risiko terjadinya PJK sebanyak 2 kali lebih besar. Diabetes melitus dikaitkan dengan peningkatan risiko kematian karena PIK pada pria maupun perempuen dan peningkatan mortalitas pasca infark miokard aku. Pade pesien Uiabeles melitus, inferk miokerd tidak hanya terjadi lebih sering namun juga cenderung lebih berat dan cenderung mengakibatkan komplikasi seperti gagal jantung, syok, dan kematian. Pada pasca infark miokard ‘akut, fatalitas pasien DM lebih tinggi daripada pasien non DM. Pasien DM dengan angina pektoris tak stabil menunjukkan mortalitas 2 kali lebih besar dibandingkan dengan kelompok non-DM. Pasien diabetes melitus mungkin tidak mempunyai respons nyeri terhadap adanya iskemia miokard, kemungkinan karena disfungsi sistem saraf autonom menyeluruh, Pemantauan EKG holter menunjukkan sampai 90% episode iskemia tidak dikeluhkan (silent) pada pasien diabetes dengan penyakit jantung koroner; presentasi iskemia mungkin berupa sesak saat aktivitas atau episodik, ‘edema paru, aritmia, blok jantung, atau sinkop. Karena penyakit jantung koroner lebih sering ditemukan pada pasien diabetes melitus dan seringkali tidak berhubungan dengan gejala-gejala angina yang kkhas, maka threshold diagnosis harus rendah, terutama jike penyakit sudah berlangsung lama dan terdapat faktor risiko terkait untuk penyakit jantung koroner (misalnya hipertensi, merokok, hiperlipidemia). KARDIOMIOPATI Penelitian epidemiologi, autopsi, penelitian hewan dan klinis menduga adanya penyakit jantung diabetik atau kardiomiopati diabetik sebagai entity klinis yang berbeda yang tidak berhubungan dengan hipertensi dan penyakit Jantung koroner. Pasien diabetes melitus mungkin mengalami difungsi miokardial berupa kardiomiopati restriktif tanpa adanya ponyakit jantung koroner, dengan relaksasi abnormal miokard, dan dibuktikan secara klinis dengan tekanan pengisian ventrikel kiri yang meningkat. Mekanisme yang mendasari terjadinya kardiomiopati diabetik adalah multifaktorial antara lain gangguan metabolik berupa deplesi glucose transporter 4, peningkatan asam lemak bebas, perubahan metabolisme energi miokard, defisiensi karnitin dan perubshan homeostasis kalsium; fibrosis miokard dikaitkan dengan peningkatan angiotensin Il, IGF-I, dan sitokin inflamasi; penyakit 1279- 1280 pembuluh kecil (mikroangiopati, penurunan cadangan aliran koroner dan disfungsi endotel), resistensi insulin (hiperinsulinemia dan penurunan sensitivitas insulin) dan neuropati autonom jantung (denervasi dan perubahan kadar katokolamin miokardial) Manifestasi klinis kardiomiopati diabetik awalnya berupa disfungsi diastolik, mulai dari disfungsi diastolik ringan sampai berat dan berlanjut menjadi disfungsi sistolik. Prevalens disfungsi diastolik pada pasien DM tipe 2 dengan menggunaken ekokardiografi Doppler dilaporkan. cukup tinggi. Prevalensi disfungsi diastolik pada pasien DM tipe2 yang terkendali sebesar 60%. Penelitian pada pasien DM tipe2 tanpa kelainan kardiovaskular (hiperten: hipertrofi ventrikel kiri, penyakit jantung koroner dan Penyakit jantung valvular) mendapatkan prevalensi disfungsi diastolik 73, 3% Penelitian menunjukkan terdapat hubungan antara mikroalbuminuria dengan disfungsi sistolik dan diastolik. Penelitian lain dengan menyingkirkan penyakit kardiovaskular menunjukkan tidak ada hubungan antara mikroalbuminurie dengan difungsi diastolik. Secara histologis, pasien-pasien ini memiliki fibrosis interstisial dengan jumlah kolagen, glikoprotein,triglserida, dan kolesterol yang meningkat pada interstisium miokard. Pada beberapa kasus ditemukan penebalan intima, deposisihialin, dan perubahan inflamasi pada arteri-arteri intramural kecil, Insidens gagal jantung yang tinggi dan prognosis yang buruk pada pasien DM, selain karena faktor hipertensi dan penyakit jantung koroner, dikaitkan juga dengan adanya kardiomiopati diabetik. Gagal jantung dapat terjadi pada pasien DM tanpa adanya koeksistensi dengan hipertensi dan atau stenosis arteri koroner yang bermakna, Pasien diabetes melitus memilki risiko h hesar mengalami gagal jantung klinis, bahkan setelah koreksi penyakit jentung koroner, hipertensi, dan kegemukan, dan mungkin kardiomiopati diabetik memberi kontribusi pada angka kesakitan dan angka kematian ~ kardiovaskular yang meningkat pada pasien DM. Ada beberapa bukti menunjukkan terapi insulin memperbaiki disfungsi miokardial Mengingat prevalensi kardiomiopati diabetik diketahui cukup tinggi pada pasien DM tipe 2 yang asimtomatik, maka untuk mencegah progresivitas menjadi gagal Jantung perlu ditegakkan diagnosis secara dini Deteksi dini kardiomiopati diabetik dapat dilakukan dengan pemeriksaan ekokardiografi Doppler baik untuk melihat disfungsi diastolik dengan berbagai stadiumnya yaitu; abnormalitas relaksasi (disfungsi diastolik ringan), pseudonormal (disfungsi diastolik sedang), gangguan restriksi (disfungsi diastolik berat), maupun disfungsi sistolik Penatalaksanaan kardiomiopati diabetik adalah dengan pengendalian gula darah. Pengobatan lain yang KARDIOLOGE mungkin efektif dalam mencegah atau menghambat kardiomiopati diabetik antara lain : inhibitor angiotensin converting enzyme (ACE ) dan antagonis reseptor angiotensin. Obat lain yang menunjukkan manfaat pede penclitian hewan antara lain antagonis kalsium, terep: ppenurun lipid, antioksidan dan obat insulin sensitizer OBESITAS Penelitian klinis dan epidemiologi menunjukkan obesitas mempunyai hubungan kuat dengan semua faktor risik> kardiovaskular. Obesitas berat, terutama jika terjadi pada distribusi tubuh bagian atas, berhubungan dengan eningkatan angka kesakitan dan kematian kardiovaskular Meskipun obesitas itu sendiri tidak dienggap sebueh penyakit, namun jelas terdapat peningkatan prevalensi hipertensi, intoleransi glukosa, dan penyakit jantung koroner aterosklerotik pada pasien-pasien yang obes. Jaringan adiposa merupakan sumber beberape molekul yang potensial patogenik seperti: kelebihan asam lemak nonesterifikasi, sitokin (tumor necrosis factor-a) resistin, adiponektin, leptin dan PAI-1. Kadar CRP yang tinggi uaa ditemukan pada obesitas vana menunjukkar kondisi proinflamasi. Mekanisme yang mendasari hubungan antara obesitas abdominal (sebagian obesitas viseral) dan sindrom metabolik belum sepenuhnys diketahui dan tampaknya kompleks. Diduga jaringan adiposa obes melepas kelebihan asam lemak dan sitokin yang menginduksi resistensi insulin, Pasien mempunyai abnormalitas sister kardiovaskular yang berbeda, dengan ciri peningkatan volume darah total and sentral, curah jantung dan tekanan pengisian ventrikel kiri, Tekanan pengisian ventrikel kiri seringkali brads di batas atas normal dan meningkat secara berlebihan dengan latihan. Sebagai hasil overload volume kronik dapat terjadi hipertrofi jantung eksentrik dengan dilatasi dan fungsi ventrikel yang abnormal Secara patologis, terdapat hipertrofi ventrikel kir) dan pada beberapa kasus, hipertrofi ventrikel kanan dan dilatasi jantung menyeluruh, yang buken hanya karene infiltrasi lemak pada miokardium. Meskipun pasien-pasien ini mungkin mengalami kongesti paru, edema perifer dan intoleransi latinan, kesaderen terhadap temuan-temuan ini mungkin tidak dipikirkan pada sebagian besar pasien bes. Penurunan berat badan merupakan terapi yang paling efektif dan menghasilkan pengurangan volume darah dan kembalinya curah jantung menjadi normal. Namun penurunan berat badan secara mendadak mungkin berbahaya, karena pernah dilaporkan aritmia jantung dan kematian mendadak dikarenakan ketidakseimbangan elektrolit. [MANIFESTASI PENYAKIT JANTUNG PADA PENYAKIT SISTEMIK 1281 he ¢ ee ny a te hipertensi a5 ey, as cee o 2 ML ie “4 RAS a8 Perubahan hemodinamik Volume darah Viskositas plasma Gambar 1. Mekanisme disfungsi jantung pada obesitas MALNUTRISI DAN DEFISIENS! VITAMIN Pada pasien di mana asupan protein, kalori, atau keduanya sangat kurang, jantungnya mungkin menjadi kecil, pucat, dan lemah dengan atrofi miofibril dan edema interstisial. Tekanan sistolik dan curah jantungnya rendah, dan tekanan nadi sempit. Edema generalisata sering dijumpai dan disebabkan karena kombinasi beberapa faktor, termasuk penurunan tekanan onkotik serum dan, disfungsi miokardial. Keadaan malnutrisi berat, pada kasus, kekurangan kalori disebut marasmus dan pada kasus kekurangan protein yang relatif disebut kwashiorkor, sangat sering dijumpai di negara-negara yang kurang berkembang. Namun penyakit jantung nutisional yang, bermakna mungkin juga terjadi di negara-negara maju, terutama pada pasien dengan penyakitkronis seperti AIDS, pada pasien dengan anoreksia nervosa, dan pada pasien ‘dengan gagal jantung berat di mana terdapat hipoperfusi gastrointestinal dan kongesti vena yang mungkin mengarah kepada anoreksia dan malabsorpsi, Operasi ” Sirkulasi Gagal jantung kongestif Obesitas = G = Ny Retensi natrium renal <=> Perubahan lipoendokrin I 1 leptin, inflamasi, stres oksidatif A t Remodeling ws ~ Remodeling ‘um Afterload pulmonal Kekalwan pembulub Jf) 1 Tahanan perifer Disfungsi sistollk LV dan diastollk asimtomatis jantung terbuka mempunyai risike yang lehih hesar pada pasien kekurangan gizi, dan pasien mungkin bermanfaat dengan pemberian hiperalimentasi praoperatif. DEFISIENSI TIAMIN (BERI-BERI) Pada banyak kasus, malnutrisi diikuti dengan kekurangan tiamin, meskipun hipovitaminosis ini mungkin juga muncul dengan keberadaan protein dan asupan kalori yang cukup, terutama dl Timur, di mana nasi yanny kekurangen tiamin menjadi Komponen makanan utama. Di negara-negare Barat, penggunaan tepung yang luas yang diperkaya dengan tiamin menghambat adanya kekurangan tiamin terutama pada pecandu alkohol dan food faddist. Pengukuran thiamine-pyrophosphate effect (TPPE) secara biokimia dapat menghitung cadangan tiamin. TPPE yang meningkat, merupakan indikasi kekurangan tiamin, ditemukan pada 20 sampai 90% pasien dengan gagal jantung kronis. Kekurangan tersebut nampaknya 1282 KARDIOLOS! disebabkan oleh asupan makanan yang dikurangi dan peningkatan ekskresi tiamin urin yang dinduksi obat. Pemberian tiamin akut pada pasien-pasien ini akan ‘meningkatkan fraksi ejeksi ventrikel kiri dan pembuangan ‘garam dan air. Secara klinis, biasanya terdapat bukti malnutrisi umum, neuropati perifer,glossitis, dan anemia, Sindrom kardiovaskular khas adalah gagal jantung dengan peningkatan curah jantung, takikardia, dan seringkali tekanan pengisian bagian kiri dan kanan jantung meningai Penyebab utama keadaan jantung high-output ini adalah depresi vasomotor, mekanisme yang tepat belum diketahui namun mengarah pada penurunan resistensi vaskular sistemik. Pemeriksaan jantung menunjukkan tekanan nadi melebar, takikardia, bunyi jantung Ketiga (gallop) dan, seringkali terdengar murmur sistolik apikal. EKG mungkin menunjukkan voltase yang menurun, interval QT yang memanjang, dan kelainan-kelainan gelombang T. Pemeriksaan foto Rontgen dada umumnya menunjukkan jantung membesar dengan tanda-tanda Py Grundy SM. Obesity, metabolic syndrome and cardiovasculaz disease. J Clin Endocrinol & Metab. 2004; 89(6):2595-600

Anda mungkin juga menyukai