Anda di halaman 1dari 6

TUGAS

FARMASI KLINIK DASAR

DISUSUN OLEH:
NAMA : NUR EKASANDRA
STAMBUK : G 701 18 019
KELAS :A

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2021
1. Obat-obat Off-Label pada pediatric !
Obat off-label merupakan obat yang diresepkan tetapi tidak sesuai dengan informasi
resmi obat seperti indikasi obat yang tidak sesuai dengan yang dinyatakan oleh izin edar
serta dosis, umur pasien, dan rute pemberian yang tidak sesuai.

Penggunaan obat off-label pada anak terjadi karena tidak lengkapnya data
farmakokinetik, farmakodinamik, dan efek samping dari suatu obat karena penelitian
klinik pada anak cukup sulit dan tidak sesuai dengan etika dan moral penelitian.

Kurangnya penelitian terhadap suatu obat akan memengaruhi hasil yang diharapkan dari
obat tersebut, khususnya pada anak. Oleh karena itu, pemberian obat pada anak
didasarkan pada data penelitian obat pada orang dewasa yang sudah ada. Anak-anak
memiliki daya metabolisme yang berbeda dengan orang dewasa sehingga respon terhadap
obat juga kemungkinan berbeda

Obat dikategorikan sebagai obat off-label usia apabila obat tersebut digunakan di luar
daripada rentang umur yang telah disetujui oleh badan POM. Contoh kecil dalam hal ini
adalah parasetamol yang diberikan kepada bayi prematur untuk tujuan analgetik
antipiretik.

Parasetamol merupakan salah satu contoh penggunaan obat kategori off-label usia/berat
(bayi prematur atau bayi dengan berat badan rendah). Penggunaan Salbutamol tidak
direkomendasikan diberikan pada usia balita namun obat sering ditemukan
pemberiannya.
Daftar Obat-obat Off label :

Di jurnal lain juga ditemukan daftar penggunaan obat-obat Off-Label pada pediatric :
2. Kasus 1
Seorang ibu tampak cemas, ibu R, datang dgn putrinya yg berusia 3 thn yg sedang sakit.
Putrinya menderita infeksi diare setelah makan di restoran siap saji 2 hari yg lalu.
Napasnya menjadi tersengal-sengal & ibunya khawatir dgn keadaan itu. Saat ibu R
membawa putrinya kedokter 2 hr yg lalu, dia menerima resep sirup kodein 5mg setiap 4
jam untuk mengatasi diare. Putri ibu R jg menggunakan sirup salbutamol 1mg, 4x sehari
untuk mengatasi asma ringannya.
Apa permasalahan yg berkaitan dgn pemberian obat pd putri ibu R?
Kenapa napas anak menjadi tersengal2 dan sarankan tindakan untuk mengatasinya?

Jawab :
A. Permasalahannya :
Pada kasus ini dokter memberikan obat kepada pasien yaitu obat kodein untuk mengatasi
diare yang dialami si anak. Dengan memanfaatkan efek samping penggunaanobat tersebut
yaitu konstipasi untuk mengubah konsistensi tinja dari encer menjadi lunak. Tetapi pada
kasus ini si anak tersebut memiliki riwayat penyakit asma ringan sehingga kodein semakin
memperparah asma yang diderita si anak sehingga nafasnya menjadi tersengal-sengal.
B. Penyebab :
Pada Januari 2015, FDA melakukan investigasi mengenai kemungkinan resiko efek samping
serius penggunaan kodein pada obat batuk dan pilek pada anak di bawah 18 tahun.
Pelarangan penggunaan kodein ini disebabkan karena metabolit aktif kodein, morfin, dapat
menyebabkan nafas menjadi lambat dan sulit (FDA, 2015).
Obat codein memiliki berupa efek samping lain yaitu depresi pernapasan atau gangguan
pernapasan yang berbahaya bagi anak-anak yang dapat menyebabkan napas menjadi sesak
atau tersengal-sengal. Dimana pada anak-anak yang berumur <12 Tahun tampaknya lebih
sering atau rentan terhadap efek depresan pernapasan kodein. Selain itu, obat kodein ini
dikontraindikasikan untuk anak-anak yang <12 Tahun yang mengalami gangguan saluran
pernapasan, asma bronkial akut atau berat berada di lingkungan yang tidak terpantau
(Medscape, 2021).
C. Saran Pengobatan
Obat kodein diganti dengan obat diare seperti Zinc sulfate 20 mg/tablet sekali sehari selama
10 hari berturut-turut meskipun diare sudah berhenti untuk efektifitas obat zinc dalam
mempercepat kesembuhan, mengurangi parahnya diare dan mencegah kambuhnya diare
selama 2-3 bulan ke depan. Selain itu pasien juga diberikan ORALIT untuk mengganti cairan
dan elektrolit dalam tubuh yang terbuang saat diare. Sebab, jika hanya air putih. Pengobatan
akan kurang maksimal, sebab air putih tidak mengandung garam elektrolit yang diperlukan
untuk mempertahankan keseimbangan elektrolit dalam tubuh sehingga lebih diutamakan
ORALIT. Campuran glukosa dan garam yang terkandung dalam ORALIT dapat diserap
dengan baik oleh usus penderita diare (Kemenkes RI, 2011). Untuk nafas yang
tersengalsengal bias digunakan sirup salbutamol 1 mg diminum 4 x 1 untuk mengatasi asma
ringan yang terjadi pada anak tersebut

3. Kasus 2
Seorang bayi laki2 berusia 11 bulan dirawat di RS dgn ISK dan suhu tubuhnya mencapai
37,8˚C. Beratnya 9,6 kg & sebelumnya pernah menderita ISK 2 kali. Bayi tersebut
mendapatkan resep sirup parasetamol 120 mg tiap 3 jam bila diperlukan dan trimetoprim
untuk pemakaian selama 7 hari untuk mengatasi ISK. Dosis sirup trimetoprim 50 mg/5
ml yg diresepkan adalah 2 kali sehari masing2 2 ml.
Apa permasalahan yang berkaitan dengan pengobatan pada bayi tersebut?

Jawab :

Permasalahan
Permasalahan pada kasus diatas yaitu pada penggunaan Parasetamol dimana penggunaan sirup
parasetamol 120 mg tiap 3 jam serta penggunaan trimethoprim secara tunggal, berdasarkan
(MIMS,2021) penggunaan parasetamol memiliki regimen secara oral untuk anak usia 6 bulan
hingga 2 tahun yaitu 120 mg tiap 4 jam hingga 6 jam jika diperlukan, maksimal 4 dosis dalam
waktu 24 jam. Serta untuk penggunaan trimethoprim tidak diberikan secara tunggal, melainkan
diberikan bersamaan atau dikombinasikan dengan obat Sulfamethoksazol (Kotrimoksazol)
dengan dosis oral 120 mg (MIMS,2021), diberikan 2 kali sehari selama 3 hari (Wells, 2015).
Sulfametoksazol dan trimetoprim digunakan dalam bentuk kombinasi (ko-trimoksazol) karena
sifat sinergistiknya. Dimana Sulfametoksazol mengganggu sintesis dan pertumbuhan asam folat
bakteri melalui penghambatan pembentukan asam dihidrofolat dari asam paraaminobenzoat;
trimetoprim menghambat reduksi asam dihidrofolat menjadi tetrahidrofolat yang mengakibatkan
penghambatan enzim jalur asam folat secara berurutan (MIMS, 2021).
Kelebihan dosis obat (overdose). Sebab berdasarkan MIMS (2021), untuk ISK atau Infeksi
Saluran Kemih ini sendiri pada usia 4 bulan-2 tahun membutuhkan regimen terapi 25 mg/hari
di malam hari. Berdasarkan literatur yang ada, pada kasus tersebut terdapat kelebihan dosis
pemakaian dalam sehari. Sebab berdasarkan literatuk pengobatan untuk Infeksi Saluran
Kemih pada usia 4 bulan-2 tahun membutukan regimen terapi 25 mg/hari pada saat malam
hari, sedangkan pada kasus tersebut pemakaian dosis obat sehari yaitu 40 mg/hari. Sehingga
hal ini lah yang menyebabkan terjadinya overdose pada pasien.

Anda mungkin juga menyukai