Anda di halaman 1dari 22

Osteoartritis

Definisi
Osteoartritis (OA) merupakan penyakit sendi yang karakteristik dengan menipisnya
rawan sendi secara progresif, disertai dengan pembentukan tulang baru pada trabekula
subkondral dan terbentuknya rawan sendi dan tulang baru pada tepi sendi (osteofit).

Etiologi.
Osteoartritis seringkali terjadi tanpa diketahui sebabnya, yang disebut dengan
osteoartritis idiopatik. Pada kasus yang lebih jarang, osteoartritis dapat terjadi akibat
trauma pada sendi, infeksi, atau variasi herediter, perkembangan, kelainan metabolik
dan neurologik, yang disebut dengan osteoartritis sekunder.

Patogenesis

Diagnosis
Diagnosis OA biasanya didasarkan pada gambaran klinis dan radiografis. Gejala dan
tanda klinis osteoartritis berupa nyeri sendi yang kronik, keterbatasan gerakan, krepitasi
dengan gerakan, dan efusi sendi. Pada kondisi yang berat dapat terjadi deformitas
tulang dan subluksasi.

Radiografi sendi yang terkena


Pada sebagian besar kasus, radiografi pada sendi yang terkena OA sudah cukup
memberikan gambaran diagnostik. Jarang sekali dibutuhkan peralatan diagnostik yang
lebih canggih.
Gambaran radiografi sendi yang menyokong diagnosis OA ialah :
a. penyempitan celah / rongga sendi yang seringkali asimetris (lebih berat pada
bagian yang menganggung beban)
b. peningkatan densitas (sklerosis) tulang subkondral
c. kista tulang
d. osteofit pada pinggir sendi (marginal osteophytes)
e. perubahan struktur anatomi sendi

Berdasarkan perubahan-perubahan radiografi di atas, secara radiografi OA


dapat digradasi menjadi ringan sampai berat menurut kriteria Kellgren & Lawrence
(tabel -3). Harus diingat bahwa pada awal penyakit, radiografi sendi masih tampak
normal.
Tabel Kriteria perubahan radiologi menurut Kellgren & Lawrence
Kriteria Perubahan
1 Pembentukan osteofit pada sisi sendi atau pada perlekatan ligamentum
2 Periarticular ossicles (kista), ditemukan terutama pada sendi DIP dan PIP
3 Penyempitan rongga sendi disebabkan karena sklerosis tulang subkondral
4 Daerah kista dengan dinding sklerotik pada tulang subkondral
5 Perubahan bentuk ujung tulang, sebagian besar pada kaput femoralis

Berdasarkan kriteria radiologi di atas maka digunakan sistem grading, yaitu :


 Derajat 0 : Tidak ada Osteoartritis
 Derajat 1 : Osteoartritis Meragukan
 Derajat 2 : Osteoartritis Minimal
 Derajat 3 : Osteoartritis Moderat (Sedang)
 Derajat 4 : Osteoartritis Berat

Derajat radiografi menurut Kellgren dan Lawrence sejauh ini merupakan


prediktor terkuat untuk menilai progresifitas OA lumbal, terutama pada pasien dengan
nyeri lumbal atau pinggang. Pada pasien dengan nyeri pinggang, radiologi merupakan
penunjang yang memiliki nilai yang kuat dalam mengidentifikaasi resiko tinggi dari
perkembangan OA lumbal.

Pemeriksaan penginderaan dan radiografi sendi lain :


a. Pemeriksaan radiografi sendi lain atau penginderaan magnetik mungkin
diperlukan pada beberapa keadaan tertentu. Bila OA pada pasien dicurigai
berkaitan dengan penyakit metabolik atau genetik, seperti alkaptonuria,
oochronosis, displasia epifisis, hiperparatiroidisme, penyakit Paget, atau
hemokromatosis (terutama pemeriksaan radiografi pada tengkorak dan tulang
belakang).
b. Radiografi sendi lain perlu dipertimbangkan juga pada pasien yang mempunyai
keluhan banyak sendi ( OA generalisata).
c. Pasien-pasien yang dicurigai mempunyai penyakit-penyakit yang meskipun
jarang tetapi berat (osteonekrosis, neuropati Charcot, pigmented sinovitis) perlu
pemeriksaan yang lebih mendalam. Untuk diagnosis pasti penyakit-penyakit
tersebut seringkali diperlukan pemeriksaan lain yang lebih canggih, seperti
sidikan tulang, penginderaan dengan resonansi magnetik (MRI), atroskopi dan
atrografi.
d. Pemeriksaan lebih lanjut (khususnya MRI) dan mielografi mungkin juga
diperlukan pada pasien dengan OA tulang belakang untuk menetapkan sebab-
sebab gejala dan keluhan-keluhan kompresi radikular atau medula spinalis.
Gambar Gambaran Radiologi pada Osteoartritis

Gambaran sendi tungkai normal Adanya pembentukan osteofit dan


penyempitan celah sendi
pada sendi tungkai
Gambaran sendi panggul normal Adanya pembentukan osteofit
pada sendi panggul

Osteofit pada sendi jari tangan (DIP 1) Pembentukan sklerosis


subkondral

Osteoartritis erosif (pada tahap lanjut) Deformitas tungkai


Terapi

Medikamentosa
a. Lini Pertama
Pengobatan OA yang ada saat ini barulah bersifat simptomatik dengan obat anti
inflamasi non steroid (OAINS) dikombinasi dengan program rehabilitasi dan proteksi
sendi. Pada stadium lanjut dapat dipikirkan berbagai tindakan operatif.
b. Lini Kedua
Penggunaan nutrisi seperti glukosamin dan chondroitin sulfat masih controversial, pada
penelitian masih belum menunjukkan hasil yang bagus.

Pembedahan
Ada 2 tipe terapi pembedahan : Realignment osteotomi dan replacement joint
1. Realignment osteotomi
Permukaan sendi direposisikan dengan cara memotong tulang dan merubah sudut dari
weightbearing.
2. Arthroplasty
Permukaan sendi yang arthritis dipindahkan, dan permukaan sendi yang baru ditanam.

Reumathoid artrtitis
Definisi
Arthritis rheumatoid (RA) adalah suatu penyakit inflamasi kronis yang menyebabkan
degenerasi jaringan penyambung (Corwin, 2009).
RA merupakan suatu penyakit inflamasi kronik dengan manifestasi utama poliartritis
progresif dan melibatkan seluruh organ tubuh. (Arif Mansjour. 2001).

Etiologi
Penyebab utama penyakit reumatik masih belum diketahui secara pasti. Biasanya
merupakan kombinasi dari faktor genetik, lingkungan, hormonal dan faktor sistem
reproduksi. Namun faktor pencetus terbesar adalah faktor infeksi seperti bakteri,
mikoplasma dan virus (Lemone & Burke, 2001). Ada beberapa teori yang dikemukakan
sebagai penyebab artritis reumatoid, yaitu:
1. Infeksi Streptokkus hemolitikus dan Streptococcus non-hemolitikus.
2. Endokrin
3. Autoimmun
4. Metabolik
5. Faktor genetik serta pemicu lingkungan
Pada saat ini artritis reumatoid diduga disebabkan oleh faktor autoimun dan infeksi.
Autoimun ini bereaksi terhadap kolagen tipe II, faktor infeksi mungkin disebabkan oleh
karena virus dan organisme mikroplasma atau grup difterioid yang menghasilkan antigen
tipe II kolagen dari tulang rawan sendi penderita.

Patogenesis
Arthritis rheumatoid (AR) adalah penyakit autoimun yang terjadi pada individu rentan
setelah respon imun terhadap antigen pemicu yang tidak diketahui. Agen pemicunya
adalah bakteri, mikoplasma, atau virus yang menginfeksi sendi atau mirip sendi secara
antigenik. Biasanya respon antibody awal terhadap mikroorganisme diperantarai oleh
IgG. Walaupn respon ini berhasil menghancurkan mikroorganisme, individu yang
mengalami AR mulai membentuk antibody lain, biasanya oleh IgM atau IgG, terhadap
antibody IgG awal. Antibody yang ditujukan ke komponen tubuh sendiri ini disebut
faktor rheumatoid (Rheumatoid factor/ RF). RF menetap di kapsul sendi sehingga
menyebabkan inflamasi kronis kerusakan jaringan (Corwin, 2009).
Antibody RF berkembang dan melawan IgG untuk membentuk kompleks imun. IgG
sebagai antibody alami tidak cukup kemudian tubuh membentuk antibody (RF) yang
melawan antibody itu sendiri (IgG) dan akibatnya terjadi transformasi IgG menjadi
antigen atau protein luar yang harus dimusnahkan. Makrofag dan limfosit menghasilkan
sebuah proses pathogenesis dari respon imun untuk antigen yang tidak spesifik. Bentuk
kompleks imun antigen-antibodi ini menyebabkan pengaktifan sistem complement dan
pembebasan enzim lisosom dari leukosit. Kedua reaksi ini menyebabkan inflamasi.
Kompleks imun yang tersimpan didalam membrane synovial atau lapisan superficial
kartilago, adalah pagositik yang terdiri atas polimorphonuklear (PMN) leukosit, monosit,
dan limfosit. Pagositik menonaktifkan kompleks imun dan menstimulasi produksi enzim
additional (radikal oksigen, asam arasidonik) yang menyebabkan hyperemia, edema,
bengkak, dan menebalkan membrane synovial (Black & Hawks, ).

Diagnosis
Kriteria arthritis rheumatoid
No. Kriteria Definisi
1. Kaku pagi hari. Kekakuan pada pagi hari pada persendian dan
sekitarnya, sekurangnya selama satu jam
sebelum perbaikan maksimal.
2. Artritis pada tiga daerah persendian atau lebih. Pembengkakan jaringan lunak atau lebih efusi
(bukan pertumbuhan tulang) pada sekurang-
kurangnya tiga sendi secara bersamaan.

3. Artiritis pada persendian tangan. Sekurang-kurangnya terjadi pembengkakan


satu persendian tangan.

4. Artritis simetris. Keterlibatan sendi yang sama.

5. Nodul rheumatoid. Nodul subkutan pada penonjolan tulang atau


permukaan ekstensor atau daerah juksa
artikular.

6. Faktor rheumatoid serum positif. Terdapat titer abnormal faktor rheumatoid


serum yang diperiksa dengan cara yang
memberikan hasil positif.

7. Perubahan gambaran radiologis. Gambaran radiologis yang khas bagi arthritis


rheumatoid pada pemeriksaan sinar-X harus
menunjukkan adanya erosi atau dekalsifikasi
tulang yang berlokasi pada sendi atau daerah
yang berdekatan dengan sendi.
Sumber: buku ajar ilmu penyakit dalam, 2005

Gambaran radiologis
Foto konvensional
 Biasanya, tanda paling awal dari RA adalah pembengkakan  jaringan lunak-
periartikular  dengan penampilan fusiform. Gambaran lemak normal
mungkin menghilang, yang terjadi sebagai akibat dari efusi sendi, edema, dan
tenosinovitis. Juxta-artikular osteopenia adalah tanda dini lain, khususnya selama
tahap inflamasi akut. Osteopenia kemudian menjadi lebih umum pada
perkembangan penyakit lanjut.

Pembengkakan jaringan lunak dan erosi awal sendi interphalangeal proksimal pada pasien


dengan rheumatoid arthritis  pada tangan.
Juxta-artikular osteopenia di semua interphalangeal sendipada pasien dengan rheumatoid
arthritis pada tangan.

 Awalnya, ruang sendi pada sendi kecil dari tangan menunjukan


pelebaran akibat efusi, namun dengan kerusakan tulang rawan,ruang sendi menjadi
sempit. Erosi biasanya mulai di area terbuka dari sendi yang tidak tercakup
oleh tulang rawan, seperti marginintrakapsular artikular. Marjinal erosi terjadi
sebagai akibat daritindakan mekanis langsung dari sinovium hipertrofi dan jaringan
granulasi.

Erosi tulang di tulang karpal dan basametakarpal pada


pasien dengan rheumatoid arthritis dari tangan.

Erosi dengan deformitas tulang karpal pada pasien dengan rheumatoid arthritis dari tangan.


Follow-up radiografi diperoleh setelah selang 18 bulan pada pasien dengan rheumatoid
arthritis dari tangan. Ankilosis tulangkarpal telah terjadi, dengan pembesaran dari erosi.

 Ketidakseimbangan kekuatan tendon dan mengakibatkankontraksi kapsuler di
sendi subluksasi dan malalignment.Karakteristik penampilan termasuk buttonniere (
fleksi pada sendiPIP dan ekstensi pada sendi DIP) dan leher-angsa (ekstensi
padasendi PIP dan fleksi pada sendi DIP) kelainan pada
sendi IP.Deviasi ulnaris juga sering hadir pada sendi MCP.Subluksasi bersifat
progresif dan dapat terjadi dengan atau tanpa kehadiran erosi tulang. 

Subluksasi pada sendi metakarpofalangealis, dengan deviasiulnar, pada pasien


dengan rheumatoid arthritis dari tangan.

Subluksasi pada sendi metakarpopalangeal ketiga dan erosi marfinal pada metacarpal kedua
hingga keempat pada pasien atrtritis rheumatoid pada tangan

 Fusi sendi atau ankilosis sendi adalah umum pada RA tahap lanjut. Fusion biasanya


terjadi pada deformitas atau malalignment.Hal ini
semakin mengurangi fungsi tangan dan mempengaruhi kemandirian dalam
kegiatan hidup sehari-hari. 

Ankylosis sebagian besar tulang-tulang karpal pada
pasien dengan rheumatoid arthritis dari tangan.
Parsial kolaps tulang karpal yang menyatu dengan subluksasi pada
sendi radiocarpal pada pasien dengan rheumatoid arthritis pada tangan.

Computer tomography – scan (CT scan)


Saat ini, computed tomography (CT) memiliki peran minimal dalam mengobati RA dari
tangan. Meskipun CT berguna untukmenunjukkan patologi tulang, erosi pada sendi kecil
dari tangandievaluasi terbaik dengan menggunakan kombinasi radiografi dan MRI. MRI
juga memiliki keuntungan tambahan mampu memvisualisasikan edema dan
keterlibatan sumsum tulangsinovial dan jaringan lunak

Magnetic Resonance Imaging


MRI menyediakan gambar dengan deliniasi baik berupa perubahan jaringan
lunak , cacat tulang rawan, dan erosi tulang yang terkait dengan RA. Secara
khusus, kemampuan untuk mendeteksi hipertrofi sinovial dan
pembentukan pannus sebelum timbulnya erosi tulang menjadi lebih berharga dengan
munculnya obat antirematik. Obat-obatan, yang menghambat perkembangan RA, yang
paling efektif pada tahap awal penyakit.

Gambar (MRI) scan jari manis menunjukkan cairan dengan intensitas tinggi di


sekitar tendon fleksor dihasilkan dari tenosynovitis pada pasien dengan rheumatoid
arthritis pada tangan.

MRI menunjukkan pannus  dan perubahan erosif di pergelangan tangan pada pasien


dengan rheumatoid arthritis aktif.
.
MRI menunjukkan perubahan erosif pada pasien denganrheumatoid arthritis dari
tangan.

Ultrasonography
Resolusi tinggi sonografi dengan probe frekuensi tinggi digunakan
untuk evaluasi sendi kecil di RA. Efusi
sendi adalah hypoechoic, sedangkan sinovium hipertrofik lebih
echogenic. Nodul rheumatoid dilihat sebagai rongga berisi cairanbulat
dengan batas yang tajam. Erosi tulang dapat dilihat sebagaipenyimpangan
dalam korteks hyperechoic.
Amplitude color Doppler sonogram  telah diterapkan untuk RA dengan tujuan
mengevaluasi manifestasi dari hiperemia pada jaringan sendi inflamasi di
lokasi gejala penyakit. Hiperemia sinovial adalah fitur pathophysiologic mendasar RA.

Power Doppler image menunjukkan aliran darah dalam selubung tendon fleksor pada


pasien dengan rheumatoid arthritis pada tangan.

Tatalaksana
 Menghilangkan gejala inflamasi aktif, baik lokal maupun sistemik
 Mencegah terjadinya destruksi jarinagn
 Mencegah terjadinya deformitas dan memelihara fungsi persendian agar tetap
dalam keadaan baik
 Mengembalikan kelainan fungsi organ dan persendian yg terlibat agar sedapat
mungkin menjadi normal kembali
Artritis Gout
Definisi
Gout adalah penyakit yang disebabkan penimbunan kristal monosodium urat
monohidrat di jaringan akibat adanya supersaturasi asam urat. Gout ditandai dengan
peningkatan kadar urat dalam serum, serangan artritis gout akut, terbentuknya tofus,
nefropati gout dan batu asam urat.

Etiologi
Gejala arthritis gout akut disebabkan oleh reaksi inflamasi jaringan terhadap
pembentukan kristal monosodium urat monohidrat. Asam urat merupakan zat sisa yang
dibentuk oleh tubuh pada saat regenerasi sel. Beberapa orang dengan gout membentuk
lebih banyak asam urat dalam tubuh nya (10%). Sisanya (90%), tubuh anda tidak efektif 
membuang asam urat melalui air seni. Genetik, jenis kelamin dan nutrisi (peminum
alkohol, obesitas) memegang peranan penting dalam pembentukan penyakit gout.

Patogenesis
Gout Primer (90% dari semua kasus): Mayoritas bersifat idiopatik (>95%), memiliki
pewarisan yang multifaktorial dan berkaitan dengan produksi berlebih asam urat dengan
ekskresi asam urat yang normal atau meningkat atau produksi asam urat yang normal
dengan ekskresi yang kurang; penggunaan alkohol dan obesitas merupakan faktor
predisposisi. Kasus primer dengan persentase yang kecil berkaitan dengan defek enzim
tertentu (misalnya defisiensi parsial enzim HGPRT (hypoxanthine-guanine
phosphoribosyltransferase) yang berkaitan dengan kromosom X).

Gout Sekunder (10% dari semua hasus): Sebagian besar berkaitan dengan peningkatan
pergantian asam nukleat yang terjadi pada hemolisis kronik, polisitemia, leukemia dan
limfoma. Yang lebih jarang ditemukan adalah pemakaian obat-obatan (khususnya
diuretik, aspirin, asam nikotinat dan etanol) atau gagal ginjal kronik yang menimbulkan
hiperurisemia simtomatik. Intoksikasi timbal (timah hitam) dapat menyebabkan penyakit
saturnine gout. Kadang-kadang defek enzim tertentu yang menyebabkan penyakit von
Gierke (penyakit simpanan glikogenlglycogen storage disease tipe I) dan sindrom Lesch-
Nyhan (dengan defisiensi total HGPRT yang hanya terlihat pada laki-laki serta disertai
defisit neurologis) menimbulkan keluhan dan gejala penyakit gout.

Diagnosis
Menurut criteria ACR ( American Collage of Rheumatology ) diagnosis dapat ditegakkan
jika:
1. menemukan monosodium urat dalam cairan sinovial atau
2. ditemukan tofus yang mengandung kristal MSU atau
3. ditemukan 6 dari 12 kriteria dibawah ini:
a. inflamasi maksimal hari pertama
b. arthritis monoartikuler
c. kulit diatas sendi kemerahan
d. bengkak dan nyeri pada MTP1
e. dicurigai tofi
f. hiperurisemia
g. pembengkakan sebuah sendi asimetrik pada foto roentgen
h. kista subkortikal tanpa erosi pada foto roentgen
i. kultur cairan sendi selama serangan inflamasi negative

Gambaran radiologis
1. Foto Polos
Foto polos dapat digunakan untuk mengevaluasi gout, namun, temuan
umumnya baru muncul setelah minimal 1 tahun penyakit yang tidak terkontrol.
Bone scanning juga dapat digunakan untuk memeriksa gout, temuan kunci pada
scan tulang adalah konsentrasi radionuklida meningkat di lokasi yang terkena
dampak.

Pada fase awal temuan yang khas pada


gout adalah asimetris pembengkakan di
sekitar sendi yang terkena dan edema
jaringan lunak sekitar sendi.
Pada pasien yang memiliki beberapa
episode yang menyebabkan arthritis gout
pada sendi yang sama, daerah berawan dari
opacity meningkat dapat dilihat pada plain
foto.
Pada tahap berikutny, perubahan tulang
yang paling awal muncul. Perubahan tulang
awalnya muncul pada daerah sendi
pertama metatarsophalangeal (MTP).
Perubahan ini awal umumnya terlihat di
luar sendi atau di daerah juxta-artikularis.
Temuan ini antara-fase sering digambarkan
sebagai lesi menekan-out, yang dapat
berkembang menjadi sklerotik karena
peningkatan ukuran.

Pada gout kronis, temuan tanda yang tophi


interoseus banyak.
Perubahan lain terlihat pada radiografi polos-film
pada penyakit stadium akhir adalah ruang yang
menyempit serta deposit kalsifikasi pada jaringan
lunak.

2. USG
Ultrasonography patterns indicating
the presence of gout. (a) Double
contour sign: transversal ultrasound
imaging of the knee joint in the anterior
intercondile area. The double contour
image is shown as an anechoic line
paralleling bony contour femoral
cartilage. B-mode, linear transducers
with a frequency of 9 MHz. C, knee
condyles. (b) Hyperechoic images:
longitudinal ultrasound imaging of the
dorsal aspect of the first metatarsal
phalangeal joint. The hyperechoic
cloudy area represents monosodium
urate deposits within the thickened
synovial membrane (arrows). B-mode,
linear transducers with a frequency of 9
MHz. MH, metatarsal head. (c) Power-
Doppler signal: longitudinal view, dorsal
aspect of an asymptomatic first
metatarsal phalangeal joints. The
Doppler signal may be seen even seen
in hyperechoic synovial areas.
Transducer with a frequency of 14 MHz
in grey scale and colour Doppler with a
frequency of 7.5 MHz.

4. Computed Tomografi

Computed tomography images demonstrating extensive tophaceous deposits.


Three-dimensional volume-rendered computed tomography images of the right foot
from a patient with chronic gout, demonstrating extensive tophaceous deposits
(visualized as red) – particularly at the first metatarsal phalangeal joint, midfoot and
Achilles tendon. (a) Dorsal view and (b) lateral view.
Perez-Ruiz et al. Arthritis Research & Therapy 2009 11:232   doi:10.1186/ar2687

4. MRI

Figure 3. T2-weighted magnetic resonance imaging scans. (a) Coronal gradient echo
T2-weighted magnetic resonance imaging (MRI): two nodular images with an intermediate
signal (tophi) under the external collateral ligament and inside the posterior cruciate
ligament of the knee. An external meniscus tear may be seen close to urate deposition. (b)
Axial T2-weighted MRI: low signal intensity of both tophi, and marked hypointensity of
synovium in a Baker cyst. (c) Axial post-contrast (gadolinium) T1-weighted MRI: thickening
and nodular enhancement of the synovium in the suprapatelar recess.

Tatalaksana
Secara umum penanganan artritis gout adalah pemberian edukasi, pengaturan
diet, istirahat sendi dan pengobatan. Pengobatan dilakukan secara dini agar tidak terjadi
kerusakan sendi atau komplikasi lain, seperti pada ginjal. Pengobatan atritis gout akut
bertujuan untuk menghilangkan keluhan nyeri dan peradangan dengan kolkisin, OAINS,
kortikosteroid, atau hormon ACTH. Obat penurun asam urat seperti allopurinol atau
obat urikosurik tidak boleh diberikan pada stadium akut, namun pada pasien yang telah
rutin mendapat obat penurun asam urat sebaiknya tetap diberikan.
Spondilitis TB
Definisi
Spondilitis tuberkulosa atau tuberkulosis tulang belakang adalah peradangan
granulomatosa yg bersifat kronis destruktif oleh Mycobacterium tuberculosis. Dikenal
pula dengan nama Pott’s disease of the spine atau tuberculous vertebral osteomyelitis.
Spondilitis ini paling sering ditemukan pada vertebra T8 - L3 dan paling jarang pada
vertebra C1 – 2. Spondilitis tuberkulosis biasanya mengenai korpus vertebra, tetapi
jarang menyerang arkus vertebrae.

Etiologi
Penyakit ini disebabkan oleh karena bakteri berbentuk basil (basilus). Bakteri
yang paling sering menjadi penyebabnya adalah Mycobacterium tuberculosis, walaupun
spesies Mycobacterium yang lainpun dapat juga bertanggung jawab sebagai
penyebabnya, seperti Mycobacterium africanum (penyebab paling sering tuberkulosa di
Afrika Barat), bovine tubercle baccilus, ataupun non-tuberculous mycobacteria (banyak
ditemukan pada penderita HIV).

Patogenesis
Spondilitis tuberkulosa merupakan suatu tuberkulosis tulang yang sifatnya
sekunder dari TBC tempat lain di dalam tubuh. Penyebarannya secara hematogen,
diduga terjadinya penyakit ini sering karena penyebaran hematogen dari infeksi traktus
urinarius melalui pleksus Batson. Infeksi TBC vertebra ditandai dengan proses destruksi
tulang progresif tetapi lambat di bagian depan (anterior vertebral body). Penyebaran
dari jaringan yang mengalami perkejuan akan menghalangi proses pembentukan tulang
sehingga berbentuk tuberculos squestra. Sedang jaringan granulasi TBC akan penetrasi
ke korteks dan terbentuk abses paravertebral yang dapat menjalar ke atas atau bawah
lewat ligamentum longitudinal anterior dan posterior. Sedangkan diskus intervertebralis
karena avaskular lebih resisten tetapi akan mengalami dehidrasi dan penyempitan
karena dirusak oleh jaringan granulasi TBC. Kerusakan progresif bagian anterior vertebra
akan menimbulkan kifosis (Savant, 2007).

Diagnosis
1. Anamnesa dan pemeriksaan fisik
Pada spondilitis TB dapat ditemukan gejala klinis berupa :
a. Badan lemah, lesu, nafsu makan berkurang, dan berat badan
menurun.
b. Suhu subfebril terutama pada malam hari dan sakit (kaku) pada
punggung. Pada anak-anak sering disertai dengan menangis pada
malam hari.
c. Pada awal dijumpai nyeri interkostal, nyeri yang menjalar dari tulang
belakang ke garis tengah atas dada melalui ruang interkostal. Hal ini
disebabkan oleh tertekannya radiks dorsalis di tingkat torakal.
d. Nyeri spinal menetap dan terbatasnya pergerakan spinal
e. Deformitas pada punggung (gibbus)
f. Pembengkakan setempat (abses)
g. Adanya proses tbc (Tachdjian, 2005).
Kelainan neurologis yang terjadi pada 50 % kasus spondilitis tuberkulosa karena proses
destruksi lanjut berupa:
a. Paraplegia, paraparesis, atau nyeri radix saraf akibat penekanan medula
spinalis yang menyebabkan kekakuan pada gerakan berjalan dan nyeri.
b. Gambaran paraplegia inferior kedua tungkai yang bersifat UMN dan adanya
batas defisit sensorik setinggi tempat gibbus atau lokalisasi nyeri interkostal
(Tachdjian, 2005).

2. Pemeriksaan laboratorium
 Pemeriksaan darah lengkap didapatkan leukositosis dan LED meningkat.
 Uji mantoux positif tuberkulosis.
 Uji kultur biakan bakteri dan BTA ditemukan Mycobacterium.
 Biopsi jaringan granulasi atau kelenjar limfe regional.
 Pemeriksaan hispatologis ditemukan tuberkel.
 Pungsi lumbal didapati tekanan cairan serebrospinalis rendah.
 Peningkatan CRP (C-Reaktif Protein).
 Pemeriksaan serologi dengan deteksi antibodi spesifik dalam sirkulasi.
 Pemeriksaan ELISA (Enzyme-Linked Immunoadsorbent Assay) tetapi
menghasilkan negatif palsu pada penderita dengan alergi.
 Identifikasi PCR (Polymerase Chain Reaction) meliputi denaturasi DNA
kuman tuberkulosis melekatkan nukleotida tertentu pada fragmen DNA dan
amplifikasi menggunakan DNA polimerase sampai terbentuk rantai DNA
utuh yang diidentifikasi dengan gel.
3. Gambaran radiologis
Foto konvensional
Gambarannya bervariasi tergantung tipe patologi dan kronisitas infeksi.
 Foto rontgen dada dilakukan pada seluruh pasien untuk mencari bukti
adanya tuberkulosa di paru (2/3 kasus mempunyai foto rontgen yang
abnormal).
 Foto polos seluruh tulang belakang juga diperlukan untuk mencari bukti
adanya tuberkulosa di tulang belakang. Tanda radiologis baru dapat terlihat
setelah 3-8 minggu onset penyakit.
 Jika mungkin lakukan rontgen dari arah antero-posterior dan lateral.
 Tahap awal tampak lesi osteolitik di bagian anterior superior atau sudut
inferior corpus vertebrae, osteoporosis regional yang kemudian berlanjut
sehingga tampak penyempitan diskus intervertebralis yang berdekatan,
serta erosi corpus vertebrae anterior yang berbentuk scalloping karena
penyebaran infeksi dari area subligamentous.
 Infeksi tuberkulosa jarang melibatkan pedikel, lamina, prosesus transversus
atau prosesus spinosus.
 Keterlibatan bagian lateral corpus vertebra akan menyebabkan timbulnya
deformita scoliosis (jarang)
 Pada pasien dengan deformitas gibbus karena infeksi sekunder tuberkulosa
yang sudah lama akan tampak tulang vertebra yang mempunyai rasio tinggi
lebih besar dari lebarnya (vertebra yang normal mempunyai rasio lebar
lebih besar terhadap tingginya). Bentuk ini dikenal dengan nama long
vertebra atau tall vertebra, terjadi karena adanya stress biomekanik yang
lama di bagian kaudal gibbus sehingga vertebra menjadi 14 lebih tinggi.
Kondisi ini banyak terlihat pada kasus tuberkulosa dengan pusat
pertumbuhan korpus vertebra yang belum menutup saat terkena penyakit
tuberkulosa yang melibatkan vertebra torakal.
 Dapat terlihat keterlibatan jaringan lunak, seperti abses paravertebral dan
psoas. Tampak bentuk fusiform atau pembengkakan berbentuk globular
dengan kalsifikasi. Abses psoas akan tampak sebagai bayangan jaringan
lunak yang mengalami peningkatan densitas dengan atau tanpa kalsifikasi
pada saat penyembuhan. Deteksi (evaluasi) adanya abses epidural
sangatlah penting, oleh karena merupakan salah satu indikasi tindakan
operasi (tergantung ukuran abses).

Computed Tomography – Scan (CT)


Terutama bermanfaat untuk memvisualisasi regio torakal dan keterlibatan iga
yang sulit dilihat pada foto polos. Keterlibatan lengkung syaraf posterior seperti pedikel
tampak lebih baik dengan CT Scan.
Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Mempunyai manfaat besar untuk membedakan komplikasi yang bersifat kompresif
dengan yang bersifat non kompresif pada tuberkulosa tulang belakang. Bermanfaat
untuk :
 Membantu memutuskan pilihan manajemen apakah akan bersifat konservatif
atau operatif.
 Membantu menilai respon terapi.
Kerugiannya adalah dapat terlewatinya fragmen tulang kecil dan kalsifikasi di abses.
Tatalaksana
Pengobatan pada spondilitis tuberkulosa terdiri dari:
1. Terapi konservatif
a. Tirah baring (bed rest).
b. Memberi korset yang mencegah atau membatasi gerak vertebra.
c. Memperbaiki keadaan umum penderita.
d. Pengobatan antituberkulosa.
Kriteria penghentian pengobatan yaitu apabila keadaan umum penderita bertambah
baik, LED menurun dan menetap, gejala-gejala klinis berupa nyeri dan spasme
berkurang, serta gambaran radiologis ditemukan adanya union pada vertebra.
2. Terapi operatif
a. Apabila dengan terapi konservatif tidak terjadi perbaikan
paraplegia atau malah semakin berat. Biasanya 3 minggu sebelum operasi,
penderita diberikan obat tuberkulostatik.
b. Adanya abses yang besar sehingga diperlukan drainase abses
secara terbuka, debrideman, dan bone graft.
c. Pada pemeriksaan radiologis baik foto polos, mielografi, CT, atau
MRI ditemukan adanya penekanan pada medula spinalis (Ombregt, 2005).

Anda mungkin juga menyukai