Anda di halaman 1dari 13

CASE PRESENTATION SESSION

KASUS

Nama : Tn, RS
Umur : 44 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
No rekam medik : 542271
Tanggal pemeriksaan : 19 juni 2019
Alamat : Kp. Jayamekar
Pekerjaan : survey penataan fotografi

Keluhan utama : telinga berdenging

Anamnesis khusus :

Pasien dating ke poli dustira dengan keluhan telinga berdenging sejak 1 bulan yang lalu
secara mendadak. Keluhan disertai dengan rasa penuh pada telinga dan seperti tertekan
dirasakan terus menerus terkadang pasien sakit kepala yang dirasakan seperti tertekan. Pasien
merasakan nyeri pada telinga dan nyeri menelan saat 2 minggu yang lalu namun saat ini nyeri
tersebut sudah hilang saat setelah berobat.
Pasien memiliki riwayat batuk pilek berulang minimal 2x dalam sebulan, dan rasa nyeri
dalam telinga. Riwayat trauma pada kepala disangkal. Pasien sedang tidak mengkonsumsi
obat-obatan dalam jangka waktu panjang. Keluhan tidak disertai dengan keluar cairan dari
telinga.
Keluhan tidak disertai dengan penglihatan ganda dan mata juling, sulit membuka mulut,
sulit menelan, kesemutan pada wajah, keluar air liur yang banyak, dan sesak.
Pasien tidak memiliki riwayat merokok dan tidak berada di daerah yang terpapar asap
industri maupun gas kimia. Riwayat keganasan pada keluarga pasien disangkal. Pasien baru
pertama kali mengalami keluhan seperti ini. Pasien sudah berobat ke dokter untuk
keluhannya ini namun pendengarannya dirasakan tidak membaik. Pasien tidak memiliki
riwayat alergi obat. Riwayat keluhan yang sama pada keluarga pasien tidak ada
Anamnesis Keterangan
Laki-laki, 44 tahun Identitas
mengeluh telinga berdenging 1 bulan DD/
yang lalu secara mendadak dan
C=
menetap
I= Otitis media
N= karsinoma nasofaring
T= trauma akustik, trauma kapitis
A= Ototoksik
Sumbatan serumen atau benda
asing
Kelainan saraf
Keluhan disertai dengan rasa penuh dan Gejala karsinoma nasofaring
tertekan pada telinga , pusing, dan
hidung tersumbat yang dirasakan terus
menerus.

Keluhan tidak disertai dengan keluar Menyingkirkan DD/ Otitis Media


cairan dari telinga

Riwayat trauma dan sering dengarkan Menyingkirkan DD/ akibat trauma


suara bising pada kepala disangkal kapitis dan trauma akustik
Pasien sedang tidak mengkonsumsi Menyingkirkan DD/ Ototoksik
obat-obatan dalam jangka waktu
panjang
Keluhan tidak disertai dengan tidak ada gangguan pada saraf kranial
penglihatan ganda dan mata juling, sulit
membuka mulut, sulit menelan,
kesemutan pada wajah, keluar air liur
yang banyak, dan sesak.

Pasien tidak memiliki riwayat merokok Faktor risiko karsinoma nasofaring


dan tidak berada di daerah yang
terpapar asap industri maupun gas
kimia. Riwayat keganasan pada
keluarga pasien disangkal.
Pasien baru pertama kali mengalami Riwayat pengobatan sebelumnya tidak
keluhan seperti ini. Pasien sudah memberikan respon baik
berobat ke dokter untuk keluhannya ini
namun pendengarannya dirasakan tidak
membaik. Pasien tidak memiliki
riwayat alergi obat.

PEMERIKSAAN PENUNJANG:
- Audiometri
- Nasofaringoskopi
- MRI
- Biopsi jaringan nasofaring

- Positron Emission Tomography (PET Scan)

DIAGNOSIS BANDING:
1. Karsinoma nasofaring
2. Otitis media
3. Ototoksik AS

DIAGNOSIS KERJA :
Karsinoma nasofaring

DEFINISI :

Karsinoma nasofaring (KNF) adalah karsinoma yang timbul di mukosa nasofaring yang
secara mikroskopik menunjukkan adanya diferensiasi skuamosa. Karsinoma nasofaring
mencakup karsinoma sel skuamosa, karsinoma nonkeratinisasi (differentiated maupun
undifferentiated) dan karsinoma sel skuamosa basaloid.
Sinonim dari KNF antara lain lymphoepithelioma, lymphoepitheliomalike carcinoma,
lymphoepithelial carcinoma, Schmincke type lymphoepithelioma, Regaud type
lymphoepithelioma, transitional cell carcinoma, intermediate cell carcinoma, anaplastic
carcinoma, undifferentiated carcinoma with lymphoid stroma, vesicular nucleus cell
carcinoma, squamous cell carcinoma (WHO-1), nonkeratinizing carcinoma (WHO-2),
undifferentiated carcinoma (WHO-3).1,2

Mikrobiologi

Virus Epstein-Barr (VEB) adalah spesies Human herpesvirus 4 dari genus


Lymphocryptovirus dan termasuk dalam familia Herpesviridae. VEB adalah virus herpes-γ
yang berasosiasi dengan jaringan limfoid dan kanker pada sel epitel.4
Pada keadaan normal, infeksi VEB hanya terbatas pada manusia sebagai inangnya,
walaupun hasil eksperimen pada beberapa jenis kera juga dapat terinfeksi VEB. Struktur
morfologi VEB terdiri dari DNA yang diselubungi protein inti berbentuk toroid, kapsul
nukleus, protein tegumentum dan selubung luar. Pada selubung luar terdapat tonjolan
glikoprotein, yaitu Gp 350/320.5,6
VEB digolongkan menjadi dua subtipe, yaitu VEB subtipe 1 atau A (VEB1) dan VEB
subtipe 2 atau B (VEB-2). Prevalensi VEB-1 lebih tinggi daripada VEB-2, meskipun VEB-2
lebih banyak ditemukan di Afrika terutama di daerah endemik malaria dan limfoma Burkitt.
Prevalensi VEB-2 ini diduga berkaitan dengan kegagalan fungsi sel T dan stimulasi sel B
poliklonal yang intensif pada sistem imun inangnya. 6 VEB-1 ternyata lebih berkaitan dengan
penyakit yang berasosiasi dengan VEB dan kemampuan mentransformasi sel B yang lebih
efisien daripada VEB-2 secara in vitro.5 Pada penderita usia muda menunjukkan bahwa 77%
penderita membawa VEB-1, 17% VEB-2 dan 5% membawa keduanya. 7 VEB-1 dapat
menginfeksi sel epitel orofaring dan limfosit darah tepi, sedangkan VEB-2 hanya
menginfeksi orofaring saja.6
Respon imunologi terhadap masing-masing antigen EBV ini membantu untuk menentukan
tipe penyakit yang berhubungan dengan EBV, mulai dari penyakit infeksi sampai keganasan.
Pada KNF, kadar IgA sebagai respon terhadap early intracellular antigen (EA) dan viral
capsid antigen (VCA) jauh lebih tinggi dibandingkan populasi normal. IgA anti EA lebih
spesifik, sementara IgA anti VCA lebih sensitif dalam menentukan diagnosis KNF. Sel tumor
memiliki angka turnover yang tinggi dan pada lisis sel terdapat peningkatan DNA EBV yang
dilepas ke darah, DNA EBV yang bebas di sirkulasi ini saat ini dapat dideteksi dengan
polymerase chain reaction (PCR), jumlah salinan yang tinggi berhubungan dengan stadium
lanjut, namun kemampuan untuk deteksi dini rekurensi lokoregional masih terbatas. Apabila
pemeriksaan DNA EBV dilakukan bersama pemeriksaan IgA anti VCA akan meningkatkan
sensitivitas dalam deteksi dini KNF.6 Jumlah salinan dari DNA EBV di darah pasien KNF
meningkat selama fase awal pemberian radioterapi, hal ini menandakan meningkatnya DNA
virus yang dilepas ke sirkulasi setelah kematian sel akibat radiasi. Pengukuran jumlah DNA
EBV sebelum dan sesudah terapi juga merupakan faktor prediksi hasil terapi. Satu penelitian
melaporkan pasien dengan DNA EBV post terapi lebih dari 500 copy/ml memiliki
kemungkinan yang lebih besar untuk terjadi kekambuhan dan kematian.
Chan AT, Ma BB, Lo YM, Leung SF, Kwan WH, Hui EP, et al. Phase II study of
neoadjuvant carboplatin and paclitaxel followed by radiotherapy and concurrent cisplatin in
patients with locoregionally advanced nasopharyngeal carcinoma: therapeutic monitoring
with plasma EpsteinBarr virus DNA. J Clin Oncol 2004;22:3053-60

KLASIFIKASI :

Klasifikasi KNF berdasarkan the American Joint Committee on Cancer Nasopharynx

Cancer Staging System (ACS, 2010). Sebuah sistem bagi dokter dalam mendiagnosis suatu

kanker disebut sistem TNM. Pada sistem TNM, (T) merupakan singkatan untuk tumor, (N)

untuk nodus, dan (M) untuk metastasis. Seeorang dokter harus ketiga faktor berupa:1,8

1. Seberapa besar tumor primer dan dimana lokasinya (T, tumor);


TX Tumor primer tidak dapat dinilai
T0 Tidak terdapat tumor primer
TIS Tumor Karsinoma in situ
T1 Tumor terbatas pada nasofaring, atau tumor meluaske orofaring dan atau rongga hidung tanpa
perluasan ke parafaringeal
T2 Tumor dengan perluasan ke parafaringeal
T3 Tumor melibatkan struktur tulang dari basis kranii dan atau sinus paranasal
T4 Tumor dengan perluasan intrakranial dan atauketerlibatan saraf kranial, hipofaring, orbita,
ataudengan perluasan masticator space
2. KGB regional (N)
NX KGB regional tidak dapat dinilai
N0 Tidak ada metastasis KGB regional
N1 Metastasis unilateral di KGB, 6 cm atau kurang diatas fossa
supraklavikula
N2 Metastasis bilateral di KGB, 6 cm atau kurangdalam
dimensi terbesar di atas fosa supraklavikula
N3 Metastasis KGB, ukuran > 6 cm
N3a Dimensi >6cm
N3b Perluasan di fossa supraklavikula

3. Metastasis jauh
Metastasis jauh (M)
MX Metastasis jauh tidak dapat dinilai
M0 Tidak terdapat metastasis jauh
M1 Terdapat metastasis jauh

4. pengelompokan stadium

Tis T1 T2 T3 T4
N0 0 I II III IVA
M0 N1 N1 II II III IVA
N2 N2 III III III IVA
N3 N3 IVB IVB IVB IVB
M1 IVC IVC IVC IVC

EPIDEMIOLOGI

KNF adalah kanker yang berasal dari Asia tenggara. Sehingga insiden dan mortalitas
tertinggi ditemukan di negara-negara Asia tenggara seperti Malaysia, Singapura, Indonesia,
Vietnam, dan Brunei. Berdasarkan salah satu penelitian mengenai epidemiologi KNF di Asia
tahun 2012, didapatkan 48.492 kasus yang terdiri atas 71% laki-laki, dan 28% adalah
perempuan. Hal ini menunjukkan bahwa rasio laki-laki dibanding perempuan yang mengidap
penyakit ini adalah 45:2.10

ETIOLOGI
Tiga faktor utama penyebab KNF antara lain:
1. Individu dengan predisposisi genetik memiliki risiko yang lebih tinggi, sehingga
didapatkan variasi insidensi berdasarkan letak geografis.
2. Faktor diet juga penting pada kasus tertuentu. Konsumsi ikan dan daging yang
diawetkan dengan garam diyakini dapat menyebabkan terhirupnya gas nitrosamin
karsinogenik. Paparan yang lebih awal dalam kehidupan dapat meningkatkan risiko
mengalami KNF.
3. Infeksi virus Epstein-Barr (EBV) terjadi pada hampir semua kasus. Sebagian besar
individu dengan penyakit ini akan memiliki beberapa antibodi terhadap EBV. Yang
paling umum adalah antibodi imunoglobulin A terhadap virus capsid antigen (VCA)
dan early antigen (EA). DNA virus dimasukkan ke dalam sel tumor.11

PATOFISIOLOGI

KNF merupakan munculnya keganasan berupa tumor yang berasal dari sel-sel epitel
yang menutupi permukaan nasofaring. Tumbuhnya tumor akan dimulai pada salah satu
dinding nasofaring yang kemudian akan menginfiltrasi kelenjar dan jaringan sekitarnya.
Lokasi yang paling sering menjadi awal terbentuknya KNF adalah pada Fossa
Rossenmuller.12
Gejala-gejala KNF dapat dibagikan menjadi 4 kategori:12
1. Gejala terkait massa nasofaring seperti epistaxis, obstruksi, dan nasal discharge.
2. Gejala terkait disfungsi tuba Eustachius seperti berkurangnya pendengaran dan
tinnitus.
3. Gejala terkait keterlibatan basis cranii (erosi) seperti sakit kepala, diplopia, rasa sakit
pada wajah, dan baal/paresthesia.
4. Massa pada leher.
Penyebaran ke jaringan dan kelenjar limfa sekitarnya kemudian terjadi perlahan,
seperti layaknya metastasis lesi karsinoma lainnya. Penyebaran KNF dapat berupa:13
1. Penyebaran ke atas
Tumor meluas ke intrakranial menjalar sepanjang fossa medialis, disebut penjalaran
Petrosfenoid, biasanya melalui foramen laserum, kemudian ke sinus kavernosus dan Fossa
kranii media dan fossa kranii anterior mengenai saraf-saraf kranialis anterior ( n.I –
n.VI). Kumpulan gejala yang terjadi akibat rusaknya saraf kranialis anterior akibat
metastasis tumor ini disebut Sindrom Petrosfenoid. Yang paling sering terjadi adalah
diplopia dan neuralgia trigeminal (parese N.II – N.VI)
2. Penyebaran ke belakang
Tumor meluas ke belakang secara ekstrakranial menembus fascia pharyngobasilaris yaitu
sepanjang fossa posterior (termasuk di dalamnya foramen spinosum, foramen ovale dll)
dimana di dalamnya terdapat nervus kranialais IX – XII; disebut penjalaran
retroparotidian. Yang terkena adalah grup posterior dari saraf otak yaitu n VII - n XII
beserta nervus simpatikus servikalis. Kumpulan gejala akibat kerusakan pada n IX – n XII
disebut sindroma retroparotidean atau disebut juga sindrom Jugular Jackson. Nervus VII
dan VIII jarang mengalami gangguan akibat tumor karena letaknya yang tonggi dalam
sistem anatomi tubuh, Gejala yang muncul umumnya antara lain:
a. Trismus
b. Horner Syndrome ( akibat kelumpuhan nervus simpatikus servikalis)
c. Afonia akibat paralisis pita suara
d. Gangguan menelan
3. Penyebaran ke kelenjar getah bening
Penyebaran ke kelenjar getah bening merupakan salah satu penyebab utama sulitnya
menghentikan proses metastasis suatu karsinoma. Pada KNF, penyebaran ke kelenjar
getah bening sangat mudah terjadi akibat banyaknya stroma kelanjar getah bening pada
lapisan submukosa nasofaring. Biasanya penyebaran ke kelenjar getah bening diawali
pada nodus limfatik yang terletak di lateral retropharyngeal yaitu Nodus Rouvier. Di
dalam kelenjar ini sel tersebut tumbuh dan berkembang biak sehingga kelenjar menjadi
besar dan tampak sebagai benjolan pada leher bagian samping. Benjolan ini dirasakan tanpa
nyeri karenanya sering diabaikan oleh pasien. Selanjutnya sel-sel kanker dapat berkembang
terus, menembus kelenjar dan mengenai otot dibawahnya. Kelenjar menjadi lekat pada
otot dan sulit digerakkan. Keadaan ini merupakan gejala yang lebih lanjut lagi.
Limfadenopati servikalis merupakan gejala utama yang mendorong pasien datang ke dokter.
Gejala akibat metastase jauh adalah sel-sel kanker dapat ikut mengalir bersama getah
bening atau darah, mengenai organ tubuh yang letaknya jauh dari nasofaring. Yang sering
ialah tulang, hati dari paru. Hal ini merupakan stadium akhir dan prognosis sangat buruk.
Dalam penelitian lain ditemukan bahwa KNF dapat mengadakan metastase jauh, yang
terbanyak ke paru-paru dan tulang, masing-masing sebanyak 20%, sedangkan ke hati 10%,
otak 4%, ginjal 0,4%, tiroid 0,4%. Kira-kira 25% penderita datang berobat ke dokter sudah
mempunyai pertumbuhan ke intrakranial atau pada foto rontgen terlihat destruksi dasar
tengkorak dan hampir 70% metastase kelenjar leher. Karsinoma nasofaring umumnya
disebabkan oleh multifaktor.

KOMPLIKASI
Toksisitas dari radioterapi dapat mencakup xerostomia, hipotiroidisme, fibrosis dari leher
dengan hilangnya gerak, trismus, kelainan gigi, dan hipoplasia struktur otot dan tulang.
Komplikasi ini dapat terjadi beberapa hari setelah dilakukannya radioterapi. Retardasi
pertumbuhan dapat terjadi sekunder akibat radioterapi terhadap kelenjar hipofisis.
Panhypopituitarism dapat terjadi dalam beberapa kasus. Kehilangan pendengaran
sensorineural mungkin terjadi dengan penggunaan cisplatin dan radioterapi.Toksisitas ginjal
dapat terjadi pada pasien yang menerima cisplatin. Mereka yang menerima bleomycin
beresiko untuk menderita fibrosis paru. Osteonekrosis dari mandibula merupakan komplikasi
yang jarang pada radioterapi dan sering dihindari dengan perawatan gigi yang tepat.14

TATALAKSANA
Tatalaksana pada awal kanker (stadium I dan II) dapat dilakukan dengan radioterapi. Dosis
yang dapat diberikan 66-70 Gy pada tumor primer dan nodus limfatikus yang terkena. Dan 50
gy pada bagian leher yang tidak terkena. Pada pasien yang hanya mendapatkan radioterapi,
angka keberlangsungan 5 tahun bebas metastasis sebesar 92-94%. Pemberian kemoterapi
bersaman radioterapi pada stadium II dapat dilakukan dengan mempertimbangkan
penyebaran tumor parapharingeal, dan kadar plasma EBV.9

Tatalaksana pada stadium III dan IV menggunakan kombinasi kemoterapi dan radioterapi.
Kemoterapi dengan menggunakan CDDP 100mg/mm2 setiap 21 hari. Penambahan siklus
kemoterapi dapat meningkatkan angka keberlangsungan bebas kegagalan. Tingginya angka
toksisitas dapat menyebabkan menurunnya angka pasien yang dapat menyelesaikan terapi
adjuvan dan hanya 50-75% dari pasien yang menerima terapi adjuvant sebanyak tiga siklus.9

Terapi dapat mencakup radiasi, kemoterapi, kombinasi keduanya, dan didukung dengan
terapi simptomatik sesuai dengan gejala

Stadium dini Stadium I (T1, N0, Radiasi saja Rekomendasi II, A


M0)
Stadium Stadium II (T1-2, Kemoradiasi I, B
intermediate N1-2, M0 konkuren
Stadium local lanjut Stadium III, IVA, Kemoradiasi I, A
IVB (T3-4, N0- konkuren ,
3,M0) kemoradiasi adjuvan
Perencanaan terapi Stadium IVA, IVB Kemoradiasi II, B
radiasi problematic ( ( T4 atau N3) induksi, diikuti
tumor yang dengan kemoradiasi
berbatasan dengan konkuren
organ at risk

Radioterapi

Pemberian radioterapi dalam bentuk IMRT lebih terpilih dibandingkan dengan 3D-CRT.
Pedoman pemberian dosis dan perencanaan organ yang berisiko dapat dilihat pada lampiran

Kemoterapi

Kombinasi kemoradiasi sebagai radiosensitizer terutama diberikan pada pasien dengan T2-T4
dan N1-N3. Kemoterapi sebagai radiosensitizer diberikan preparat platinum based 30-40
mg/m2sebanyak 6 kali, setiap minggu sekali 2,5 sampai 3 jam sebelum dilakukan radiasi.
Kemoterapi kombinasi/dosis penuh dapat diberikan pada N3 > 6 cm sebagai neoadjuvan dan
adjuvan setiap 3 minggu sekali, dan dapat juga diberikan pada kasus
rekuren/metastatik.Terapi sistemik pada Karsinoma Nasofaring adalah dengan kemoradiasi
dilanjutkan dengan kemoterapi adjuvant, yaitu Cisplatin + RT diikuti dengan Cisplatin/5-FU
atau Carboplatin/5-FU. Dosis preparat platinum based 30-40 mg/m2 sebanyak 6 kali, setiap
seminggu sekali.

Edukasi
Hal-hal yang perlu diedukasikan kepada pasien telah dibahas dalam subbab sebelumnya.
Berikut ini adalah rangkuman mengenai hal-hal yang penting untuk diedukasikan kepada
pasien.

1.Radioterapi

Efek samping radiasi akut yang dapat muncul(xerostomia, gangguan menelan, nyeri
saatmenelan), maupun lanjut (fibrosis, mulut kering,dsb). Anjuran untuk selalu menjaga
kebersihanmulut dan perawatan kulit (area radiasi) selamaterapi

2. Kemoterapi

Efek samping kemoterapi yang mungkinmuncul (mual, muntah, dsb)\

3.Nutrisi

Edukasi jumlah nutrisi , jenis dan cara pemberian nutrisi sesuai dengan kebutuhan

4.Metastasis

Kemungkinan fraktur patologis sehingga pada pada tulang pasien yang berisiko diedukasi
untuk berhati-hati saat aktivitas atau mobilisasi.

FOLLOW UP

Kontrol rutin dilakukan meliputi konsultasi & pemeriksaan fisik:

Tahun 1 : setiap 1-3 bulan

Tahun 2 : setiap 2-6 bulan

Tahun 3-5 : setiap 4-8 bulan

> 5 tahun : setiap 12 bulan

PROGNOSIS
Menurut AJCC tahun 2010, kesintasan relatif 5-tahun pada pasien dengan KNF StadiumI
hingga IV secara berturutan sebesar 72%, 64%, 62%, dan 38%.
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad malam
PETA KONSEP

BASIC SCIENCE
ETIOLOGI
Anatomi Nasofaring,
Genetik, Diet, EBV
Mikrobiologi EBV
PATOFISIOLOGI
etiologi → epitel → infiltrasi
jaringan sekitar → tanda dan
gejala

TANDA DAN GEJALA


berkurang pendengaran, nasal discharge

DIAGNOSIS BANDING

PEMERIKSAAN
PENUNJANG
Audiometri,
Nasofaringoskopi, EPIDEMIOLOGI
DIAGNOSIS KERJA
CT-scan, Biopsi 71% laki-laki, 28%
Karsinoma nasofaring adalah perempuan

PENATALAKSANAAN
BHP KOMPLIKASI Radioterapi, kemoterapi
Toksisitas dari radioterapi

PROGNOSIS
QAV: dubia ad bonam
QAF: dubia ad bonam

Anda mungkin juga menyukai