Anda di halaman 1dari 2

Selanjutnya, apakah Kanal Banjir Barat dan Timur beserta drainasenya mampu

mengendalikan banjir Jakarta ?? Saya kira banjir Jakarta akan sulit ditangani bila melihat
kondisi:

1. Hampir 40% wilayah di Jakarta berada di bawah permukaan laut. Tanpa tanggul seperti di
Belanda atau tidak ditimbunnya daerah-daerah yang rendah ini, tentu saja sesuai hukum alam,
daerah ini akan selalu kebanjiran. Bahkan dengan selesainya Kanal Banjir Barat dan Timur
yang katakanlah berhasil mengalirkan air limpahan hujan ke laut, wilayah Jakarta di bawah
permukaan laut ini bila tidak ditangguli dan tidak ditinggikan tetap akan terendam.

2. Masyarakat masih belum sadar tentang pentingnya membuang sampah pada tempatnya dan
tidak adanya manajemen sampah dari pemda yang komprehensif maka akan sulit
membayangkan semua saluran air bebas sampah dan kotoran.

3. Penyempitan badan aliran sungai yang berjumlah 13 ini. Antara tahun 1960-1970 bantaran
sungai Ciliwung mulai ramai dihuni. Selama pemda DKI mengalami kesulitan untuk
merelokasi penduduk bantaran Sungai Ciliwung yang sudah puluhan tahun menghuni daerah
ini, penyempitan badan sungai akan sulit dielakkan.

4. Rehabilitasi dan perawatan rutin drainase kota dan sungai dari endapan lumpur dan
sampah. Seperti kota-kota maju, selalu ada anggaran rutin untuk perawatan, namun bila usaha
ini hanya dilakukan bila masalah timbul ya ... repot.

5. Banjir kiriman terjadi juga saat pemerintah kolonial Belanda mengganti perkembunan
karet menjadi perkebunan teh di Puncak. Demikian sensitif dan tergantungnya kondisi Jakarta
dari perubahan kondisi tempat-tempat di atasnya. Untuk itu tanpa kesadaran para pemda
Bodetabek untuk mengetatkan pembangunan daerah resapan dan untuk membuat waduk-
waduk penampungan air hujan. Jakarta akan tetap kewalahan dengan banjir.

6. Pembangunan-pembangunan rumah dan gedung yang tidak mengindahkan KDB Koefisien


Dasar Bangunan, air limpasan hujannya hanya akan memperberat beban kota. Mudahnya
membangun di daerah-daerah hijau ditambah kurangnya ruang terbuka hijau di Jakarta, maka
semakin sulitlah air hujan yang turun atau meluap dari sungai untuk cepat meresap kembali.

Pemda DKI Jakarta telah membuat Pergub Nomor 38 tahun 2012 tentang bangunan gedung
hijau dan akan mulai efektif berlaku di Ibu Kota terhitung mulai 23 April 2013. Sayangnya
syarat bangunan hijau untuk mendapatkan IMB baru untuk gedung-gedung tertentu, belum
untuk semua gedung dan perumaha, saya cukup optimis bila persyaratan ini diperluas dan
diperketat maka kelangkaan air bersih dan sekaligus pengendalian banjir dapat dikurangi.

7. Kompleksitas tata kota Jakarta sangat erat hubungannya dengan kekumuhan, kemiskinan,
urbanisasi. Masalah sosial dan budaya yang demikian kompleks membuat usaha-usaha
menjadi kontra produktif, seperti contoh perluasan Kanal Banjir Barat yang terpaksa
dihentikan karena kesulitan pembebasan tanah, demikian juga sulitnya relokasi penduduk
bantaran sungai Ciliwung.

8. Selain itu, yang membuat saya ragu adalah muncul pula 2 kontroversi Kanal Banjir Barat
dan Timur ini, karena pembangunan didasarkan kondisi tahun 1918, di mana van Breen
memperhitungkan pertumbuhan kota ke Timur. Padahal pada prakteknya pertumbuhan kota
ke Selatan. Dan perhitungan ancaman banjir yang ada tidak disertai dengan perhitungan
curah hujan rencana sebagai data pijakan mengenai kemungkinan frekuensi dan persentase
banjir dalam kurun tertentu yang akuntabel, dengan demikian klaim-klaim pengurangan
banjir itu dengan sendirinya menjadi bias.

Anda mungkin juga menyukai