by: Dadan
Latar belakang
Perbankan syariah muncul di Indonesia tahun 1992 yang merupakan hal baru dalam kerangka
mekanisme sistem perbankan pada umumnya. Krisis moneter yang mengguncang Indonesia
tahun 1997 membuat perbankan konvensional lumpuh yang disebabkan oleh kredit. Kredit yang
semulanya lancar akhirnya menjadi macet sedangkan perbankan syariah yang tertuang dalam
“UU No 10/98” yang mengakuan adanya dua sistem perbankan yaitu konvensional dan sisten
syariah. Semakin berkembangnya perbankan syariah di Indonesia dirasakan semakin perlunya
sosialisasi atas apa dan bagaimana operasional Bank Syariah, karena operasional perbankan
syariah sangat berbeda dengan perbankan konvensional. Hal ini sangat mendasar pada Bank
Syariah adalah penerapan konsep bagi hasil, tata cara perhitungan bagi hasil serta pengaruhnya
prinsip bagi hasil terhadap laporan keuangan.
Dari hasil analisa, Bank Syariah yang merupakan prinsip revenue sharing dalam distribusi
pendapatannya, yang dinilai leboh cocok diterapkan pada saat ini dibandingkan prinsip profit
sharing yang dinilai kurang kompetitif. Prinsi revenue sharing, distribusi pendapatan kepada
nasabah jumlahnya lebih besar dibandingkan prinsip profit sharing. Tetapi dilihat dari
kemaslahatannya prinsip profit sharing merupakan yang paling sesuai dengan prinsip syariah
Islam.
Keuangan bukan bank atau lembaga keuangan syariah, Ikatan Akuntan Indonesia menerbitkan
PSAK Syariah No. 100 s/d 1007, meliputi :
PSAk No. 100 : Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian laporan Keuangan Syariah.
Bank Islam atau selanjutnya disebut dengan Bank Syariah, adalah bank yang beroperasi dengan
tidak mengandalkan pada bunga. Bank syariah juga dapat diartikan sebagai lembaga
keuangan/perbankan yang operasional dan produknya dikembangkan berlandaskan Al-Qur’an
dan Hadits Nabi SAW. Antonio dan Perwataatmadja membedakan menjadi dua pengertian, yaitu
Bank Islam dan Bank yang beroperasi dengan prinsip syariah Islam. Bank Islam adalah bank
yang beroperasi dengan prinsip syariah Islam dan bank yang tata cara beroperasinya mengacu
kepada ketentuan-ketentuan Al- Qur’an dan Hadits.
Batasan-batasan bank syariah yang harus menjalankan kegiatannya berdasar pada syariat Islam,
menyebabkan bank syariah harus menerapkan prinsip-prinsip yang sejalan dan tidak
bertentangan dengan yariat Islam. Adapun prinsip-prinsip bank syariah adalah sebagai berikut :
Al-Wadiah dapat diartikan sebagai titipan murni dari satu pihak ke pihak lain, baik individu
maupun badan hukum, yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja si penitip menghendaki
(Syafi’I Antonio, 2001).
Sistem ini adalah suatu sistem yang meliputi tatacara pembagian hasil usaha antara penyedia
dana dengan pengelola dana. Bentuk produk yang berdasarkan prinsip ini adalah:
a. Al-Mudharabah
b. Al-Musyarakah
Prinsip ini merupakan suatu sistem yang menerapkan tata cara jual beli, imana bank akan
membeli terlebih dahulu barang yang dibutuhkan atau mengangkat nasabah sebagai agen bank
melakukan pembelian barang atas nama bank, kemudian bank menjual barang tersebut kepada
nasabah dengan harga sejumlah harga beli ditambah keuntungan (margin).
Al-ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa, melalui pembayaran upah
sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan hak kepemilikan atas barang itu sendiri. Al-ijarah terbagi
kepada dua jenis: (1) Ijarah, sewa murni. (2) ijarah al muntahiya bit tamlik merupakan
penggabungan sewa dan beli, dimana si penyewa mempunyai hak untuk memiliki barang pada
akhir masa sewa.
Sesuai dengan PSAK no.59 tentang akuntansi bank syariah, asumsi dasar konsep akuntansi bank
syariah adalah konsep kelangsungan usaha (going concern) dan dasar akrual, perhitungan
pendapatan untuk tujuan bagi hasil menggunakan dasar kas.
Sistem Operasional Bank Syariah
Pada sistem operasi bank syariah, pemilik dana menanamkan uangnya di bank tidak dengan
motif mendapatkan bunga, tapi dalam rangka mendapatkan keuntungan bagi hasil. Dana nasabah
tersebut kemudian disalurkan kepada mereka yang membutuhkan (misalnya modal usaha),
dengan perjanjian pembagian keuntungan sesuai kesepakatan.
Bank konvensional dan bank syariah dalam beberapa hal memiliki persamaan, terutama dalam
sisi teknis penerimaan uang, mekanisme transfer, teknologi komputer yang digunakan,
persyaratan umum pembiayaan, dan lain sebagainya. Perbedaan antara bank konvensional dan
bank syariah menyangkut aspek legal, struktur organisasi, usaha yang dibiayai, dan lingkungan
kerja.
Secara garis besar perbandingan bank syariah dengan bank konvensional dapat dilihat pada tabel
berikut:
Bank Syariah
• Berorientasi pada keuntungan (profit oriented) dan kemakmuran dan kebahagian dunia akhirat
• Penghimpunan dan penyaluran dana harus sesuai dengan fatwa Dewan Pengawas Syariah
Bank Konvensional
• Profit oriented
• Hubungan dengan nasabah dalam bentuk hubungan kreditur-debitur.
• Pelarangan riba
• Dapat memperoleh imbalan atas jasa perbankan lain yang tak bertentangan dengan prinsip
syariah
Bukan riba
Manajer investasi
Investor
Penyedia jasa keuangan dan lalu lintas pembayaran
Sama seperti dinyatakan KDPPLK umum : investor, karyawan, kreditur, pemasok, pelanggan,
pemerintah, masyarakat.
Unsur Neraca
BPR syariah
a) Wadiah
Adalah titipan dari satu pihak lain, baik individu maupun badan hokum yang harus dijaga dan
dikembalikan kapan saja si penyimpan menghendaki.
Barang : sesuatu yang berharga seperti uang, barang, dokumen, surat berharga, dll.
o Ijab qabul
o Titipan dikembalikan harus dalam keadaan utuh baik nilai maupun fisiknya
Giro Wadiah
Giro adalah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek,
bilyet giro, sarana perintah pembayaran lain atau dengan pemindahbukuan.
Dalam fatwa dewan syariah nasional ditetapkan ketentuan tentang Giro Wadiah, sebagai
berikut :
o Bersifat titipan
o Tidak ada imbalan yang diisyaratkan, kecuali dalam bentuk pemberian yang bersifat sukarela
dari pihak bank.
Tabungan Wadiah
Adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat tertentu yang telah
disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek atau alat pembayaran yang dapat dipersamakan
dengan itu.
b)Mudharabah
Adalah perjanjian atas suatu jenis perkongsian, dimana pihak pertama menyediakan dana, dan
pihak kedua bertanggung jawab atas pengelolaan usaha.
Hasil usaha dibagikan sesuai nisbah yang disepakati bersama secara awal. Prinsip ini dikenal
sebagai “qiradh” atau “muqaradah”.
o Shahibul maal/rabulmal
o Mudharib
o Amal
o Ijab qabul
Mudharabah dilihat dari segi kuasa yang diberikan kepada pengusaha dibagi menjadi 2, yaitu :
1) Mudharabah Muthlaqah
Pihak penguasa diberi kuasa penuh untuk menjalankan proyek tanpa larangan apapun urusan
yang berkaitan dengan waktu, tempat, jenis, perusahaan dan pelanggan. Diaplikasikan pada
tabungan dan deposito.
2) Mudharabah Muqaidah
Pemilik dana membatasi syarat kepada mudharib dalam pengelolaan dana seperti hanya untuk
bidang tertentu, cara, waktu, dan tempat tertentu saja. Dalam investasi bank berkedudukan
sebagai agen dan menerima imbalan berupa fee.
Karakteristik Mudharabah :
o Dana mudharabah
o Keuntungan
o Peranan bank dalam hal pencampuran harta dan bermudharabah dengan pihak ketiga,
merupakan hal penting dalam bidang operasinya.
Tabungan mudharabah
o Dalam transaksi nasabah bertindak sebagai shahibul maal dan bank bertindak sebagai
mudharib.
o Modal harus dinyatakan dengan jumlahnya, dalam bentuk tunai bukan piutang.
o Pembagian keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk nisbah dan dituangkan dalam akad
pembukaan rekening.
Deposito Mudharabah
Adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu menurut
perjanjian antara penyimpan dan bank yang bersangkutan.
c)Murabahah
Adalah menjual barang dengan harga jual sebesar harga perolehan ditambah keuntungan yang
disepakati dan penjual harus mengungkapkan harga perolehan barang tersebut kepada pembeli.
Karakteristik Murabahah :
o Proses pengadaan
o Penjual ingin mewakilkan
o Uang muka
o Diskon
o Cara pembayaran
o Kesulitan keuangan
o Kontrak perjanjian
o Dalam murabahah berdasarkan pesanan, penjual melakukan pembelian barang setelah ada
pemesanan dari pembeli
Murabahah berdasarkan pesanan dapat bersifat mengikat atau tidak mengikat pembeli untuk
membeli barang yang dipesannya
Dalam murabahah pesanan mengikat pembeli tidak dapat membatalkan pesanannya. Jika aset
murabahah yang telah dibeli oleh penjual, dalam murabahah pesanan mengikat, mengalami
penurunan nilai sebelum diserahkan kepada pembeli maka penurunan nilai tersebut menjadi
beban penjual dan akan mengurangi nilai akad
o Dalam murabahah tanpa pesanan, penjual melakukan pembelian barang tanpa memperhatikan
ada pemesanan dari pembeli.
Rukun Murabahah :
o Pelaku
o Ijab qabul
d) Salam
Adalah akad jual beli muslam fiih (barang pesanan) dengan pengiriman di kemudian hari oleh
muslam illaihi (penjual) dan pelunasannya dilakukan oleh pembeli pada saat akad disepakati
sesuai dengan syarat-syarat tertentu.
Rukun Salam :
o Transaktor
o Objek akad salam berupa barang dan harga yang diperjual belikan dalam transaksi salam
o Ijab qabul
o Pertama, negosiasi dengan persetujuan kesepakatan antara penjual dengan pembeli terkait
transaksi salam yang akan dilaksanakan.
o Kedua, setelah akad disepakati pembeli melakukan pembayaran terhadap barang yang
diinginkan sesuai dengan kesepakatan yang sudah dibuat.
o Ketiga, pada transaksi salam, penjual mulai memproduksi tahapan penanaman produk yang
diinginkan pembeli.
o Keempat, setelah menyepakati transaksi salam kedua tersebut baik langsung melakukan
pembayaran kepada petani.
o Kelima, dalam jangka waktu tertentu berdasarkan kesepakatan dengan bank, petani mengirim
produk salam kepada petani sesuai dengan spesifikasi yang ditentukan
o Keenam, bank menerima dokumen penyerahan produk salam kepada nasabah dari petani.
e) Istishna
Adalah akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan
persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan (pembeli, mustashni’) dan penjual
(pembuat, shani’).
Istishna’ paralel adalah suatu bentuk akad istishna’ antara pemesan (pembeli, mustashni’) dengan
penjual (pembuat, shani’), kemudian untuk memenuhi kewajibannya kepada mustashni’, penjual
memerlukan pihak lain sebagai shani’.
Berdasarkan akad istishna’, pembeli menugaskan penjual untuk menyediakan barang pesanan
(mashnu’) sesuai spesifikasi yang disyaratkan untuk diserahkan kepada pembeli, dengan cara
pembayaran dimuka atau tangguh.
Spesifikasi dan harga barang pesanan disepakati oleh pembeli dan penjual di awal akad.
Ketentuan harga barang pesanan tidak dapat berubah selama jangka waktu akad.
c) harus diketahui karakteristiknya secara umum yang meliputi jenis, spesifikasi teknis, kualitas,
dan kuantitasnya.
b) akad batal demi hukum karena timbul kondisi hukum yang dapat menghalangi pelaksanaan
atau penyelesaian akad.
Suatu kelompok akad istishna’, dengan satu atau beberapa pembeli, harus diperlakukan sebagai
satu akad istishna’ jika:
a) kelompok akad tersebut dinegosiasikan sebagai satu paket;
b) akad tersebut berhubungan erat sekali, sebetulnya akad tersebut merupakan bagian dari akad
tunggal dengan suatu margin keuntungan; dan
Rukun Istishna
o transaktor
a) biaya langsung yaitu bahan baku dan tenaga kerja langsung untuk membuat barang pesanan;
dan
b) biaya tidak langsung adalah biaya overhead, termasuk biaya akad dan praakad.
Biaya praakad diakui sebagai beban tangguhan dan diperhitungkan sebagai biaya istishna’ jika
akad disepakati. Namun jika akad tidak disepakati, maka biaya tersebut dibebankan pada periode
berjalan.
Biaya perolehan istishna’ yang terjadi selama periode laporan keuangan, diakui sebagai aset
istishna’ dalam penyelesaian pada saat terjadinya.
Beban umum dan administrasi, beban penjualan, serta biaya riset dan pengembangan tidak
termasuk dalam biaya istishna’.
a) biaya perolehan barang pesanan sebesar tagihan produsen atau kontraktor kepada entitas;
b) biaya tidak langsung adalah biaya overhead, termasuk biaya akad dan praakad; dan
c) semua biaya akibat produsen atau kontraktor tidak dapat memenuhi kewajibannya, jika ada.