Anda di halaman 1dari 30

BAB 2

TINJAUAN TEORITIS

2.1. Tinjauan Teoritis Medis Sistem Perkemihan


2.1.1. Anatomi Sistem Perkemihan.

Gambar 2.1.1 Anatomi Fisiologi Sistem Perkemihan


Sumber : Mirza,2011

2.1.1.1. Ginjal
Secara anatomi, kedua ginjal terletak pada setiap sisi dari
kolumna tulang belakang antara T12 dan L3. Ginjal kiri
terletak agak lebih superior dibanding ginjal kanan.
Permukaan anterior ginjal kiri diselimuti oleh lambung,
pankreas, jejunum, dan sisi fleksi kolon kiri. Permukaan

6
7

superior setiap ginjal terdapat kelenjar adrenalin


(Muttaqin dan Sari, 2011: 3).

Posisi dari kedua ginjal di dalam rongga abdomen


dipelihara oleh dinding peritoneum, kontak dengan organ-
organ visceral, dan dukungan jaringan penghubung.
Ukuran setiap ginjal orang dewasa adalah panjang 10 cm,
5,5 cm pada sisi lebar, dan 3 cm pada sisi sempit dengan
berat setiap ginjal berkisar 150 gr. Lapisan kapsul ginjal
terdiri atas jaringan fibrous bagian dalam dan bagian luar.
Bagian dalam memperlihatkan anatomis dari ginjal.
Bagian luar berupa lapisan tipis yang menutup kapsul
ginjal dan menstabilisasi struktur ginjal. Ada sekitar satu
juta nefron pada setiap ginjal dimana apabila dirangkai
akan mencapai panjang 145 km (85 mil). Ginjal tidak
dapat membentuk nefron baru, oleh karena itu pada
keadaan trauma ginjal atau proses penuaan akan terjadi
penurunan jumlah nefron secara bertahap (Muttaqin dan
Sari, 2011: 3).

2.1.1.2. Ureter
Ureter adalah organ yang berbentuk tabung kecil ang
berfungsi mengalirkan urine dari pielum ginjal ke dalam
kandung kemih. Pada orang dewasa panjangnya kurang
lebih 20 cm. Dindingnya terdiri atas mukosa yang dilapisi
oleh sel-sel transisional, otot-otot polos sirkuler dan
longitudinal yang dapat melakukan gerakan peristaltik
(berkontraksi) guna mengeluarkan urine ke kandung
kemih (Muttaqin dan Sari, 2011: 17).
8

Ureter terdiri dari dua bagian yaitu pars abdominalis


(ureter sebagian terletak dalam rongga abdomen) dan pars
pelvina (sebagian terletak dalam rongga pelvis). Terdiri
dari dua saluran pipa masing-masing bersambung dari
ginjal ke kandung kemih (vesika urinary) panjangnya 25-
30cm dengan penampang 0,5cm (Haryono, 2013: 14).

2.1.1.3. Vesika Urinaria (Kandung Kemih)


Kandung kemih berfungsi menampung urine dari ureter
dan mengeluarkannya melalui uretra dalam mekanisme
miksi (berkemih). Saat kosong, kandung kemih terletak di
belakang simfisis pubis dan pada saat penuh berada di
atas simfisis sehingga dapat dipalapasi dan diperkusi.
Leher kandung kemih (uretra posterior) panjangnya 2-3
cm, dan dindingnya terdiri atas otot detrusor yang
bersilangan dengan sejumlah besar jaringan elastik
(Muttaqin dan Sari, 2011: 18). Fungsi vesika urinaria
adalah sebagai tempat penyimpanan urin dan mendorong
urin keluar dari tubuh. Bagian-bagian vesika urinaria:
fundus, korpus, verteks (Haryono, 2013: 16).

The bladder is a hollow, thin-walled muscular organ that


stores urine. In an adult, it can accommodate an average
of 500 mL of urine. The bladder is situated in the anterior
portion of the pelvis, bordered by the pelvic diaphragm
inferiorly, parietal peritoneum superiorly, uterus and
vagina posteriorl, and abdominal wall and pubic bones
anteriorly. The urachus secures the bladder to the
anterior abdominal wall (Gebhart, 2010: 7).
9

2.1.1.4. Uretra
Uretra merupakan tabung yang menyalurkan urine keluar
dari kandung kemih melalui proses miksi. Secara
anatomis uretra dibagi menjadi dua bagian yaitu uretra
posterior dan uretra anterior. Pada pria, organ ini
berfungsi juga dalam menyalurkan cairan mani. Uretra
diperlengkapi dengan sfringter uretra interna yang terletak
pada perbatasan kandung kemih dan uretra, serta sfringter
eksterna yang terletak pada perbatasan uretra anterior dan
posterior. Pada saat BAK, sfringter ini terbuka dan tetap
tertutup pada saat menahan urine. Panjang uretra wanita
kurang lebih 3-5 cm, sedangkan uretra pria dewasa
kurang lebih 23-25 cm (Muttaqin dan Sari, 2011: 19).

2.1.2. Pengertian
Batu buli-buli atau vesikolitiasis adalah batu yang ada di vesika
urinaria atau terdapat benda asing di buli-buli, sering terjadi pada
klien yang menderita gangguan miksi (Purnomo, 2012: 100).

Batu kandung kemih atau vesikolitiasis adalah batu yang


menghalangi aliran air kemih akibat penutupan leher kandung
kemih atau terdapat benda asing di kandung kemih, sering terjadi
pada klien yang menderita gangguan miksi (Muttaqin, 2008: 121).

Batu kandung kemih adalah suatu kondisi terdapatnya batu di


dalam kandung kemih (Muttaqin dan Sari, 2011: 202).

Jadi, batu buli-buli adalah keadaan dimana terdapatnya batu di


kandung kemih yang menghalangi air kemih, yang sering terjadi
pada klien yang menderita gangguan miksi.
10

2.1.3. Etiologi
Terbentuknya batu kandung kemih sama dengan teori batu saluran
kemih pada umumnya yang melibatkan banyak penyebab.
Sedangkan teori yang menjelaskan proses perbentukannya juga
masih belum pasti. Teori yang paling diyakini adalah terjadinya
supersaturasi air kemih. Proses saturasi ini tergantung pada pH
urine, jumlah ion yang terkandung, konsentrasi zat pelarut terlarut
(Alan, 2012).

Etiologi batu kandung kemih masih belum pasti, ada kecendrungan


laki-laki memiliki insiden yang lebih tinggi dibandingkan
perempuan. Pola hidup yang tidak baik mendukung hal ini terjadi.
Kebiasaan kurang minum dapat meningkatkan saturasi air kemih.
Angka kejadian juga tinggi pada orang yang memiliki berat badan
berlebih (Alan, 2012).

Geografi yang itdak baik seperti suhu lingkungan yang panas


maupun kering mempengaruhi konsentrasi cairan dalam tubuh dan
juga meningkatkan resiko dehidrasi. Hal ini dapat mempengaruhi
konsentrasi urin termasuk kejenuhannya. Karena itu dapat
meningkatkan saturasi urin, selain dikarenakan teori supersaturasi
hal yang diduga kuat dalam terjadinya pembentukan batu adalah
tidak adanya inhibitor terhadap batu ini. Bisa dikarenakan asupan
yang kurang sperti makanan yang mengandung sitrat, dikarenakan
sitrat adalah inhibitor paling kuat. (Smith dkk, 2012).

Banyak faktor yang memungkinkan kondisi batu di dalam kandung


kemih. Obstruksi kandung kemih merupakan faktor yang paling
umum menyebabkan batu kandung kemih pada orang dewasa.
Pembesaran prostat, ketinggian leher kandung kemih, dan statis
sisa urine yang tinggi menyebabkan peningkatan kristalisasi. Statis
11

urine juga meningkatkan infeksi saluran kemih yang akan


meningkatkan pembentukan kandung kemih. Dalam suatu studi
pada pasien dengan cedera tulang belakang yang di monitor selama
lebih dari 8 tahun, 36% pasien mengalami pembentukan batu
kandung kemih (Muttaqin dan Sari, 2011: 3).

Sedangkan menurut Mansjoer, dkk (2007: 490), vesikolitiasis (batu


buli-buli) berasal dari batu ginjal atau batu ureter yang turun,
akibat statis pada struktur uretra, kontraksi leher buli-buli, sistokel,
buli-neurogenik, divertikel, infeksi saluran kencing, hiperkalsemia
dan hiperkalsiuria, hiperoksalemia dan hiperoksaluria.

2.1.4. Teori Proses Pembentukan Batu Saluran Kemih


Teori nukleasi adalah dimana batu terbentuk di dalam urin karena
adanya inti batu atau sabuk batu (nucleus). Partikel-partikel yang
berada dalam larutan membentuk batu. Inti batu dapat berupa
kristal atau benda asing saluran kemih. Teori matriks atau juga
matriks organik terdiri atas serum/protein urin (albumin, globulin
dan mukoprotein) sebagai kerangka tempat mengendapnya kristal-
kristal batu. Penghambat kristalisasi urin orang normal
mengandung zat penghambat pembentuk kristal yakni magnesium,
sitrat, pirofostat, mukoprotein dan beberapa peptida. Jika kadar
salah satu atau beberapa zat ini berkurang maka akan memudahkan
terbentuknya batu dalam saluran kemih (Haryono, 2013: 59).

Secara teoritis batu dapat terbentuk di seluruh saluran kemih


terutama pada tempat-tempat yang sering mengalami hambatan
aliran urine (statis urine), yaitu pada sistem kalises ginjal atau buli-
buli. Adanya kelainan bawaan pada pelvikalises (stenosis uretero-
pelvis), divertikel, obstruksi infravesika kronis seperti pada
12

hiperplasia prostat benigna, striktura, dan buli-buli neurogenik


merupakan keadaan-keadaan yang memudahkan terjadinya
pembentukan batu. Batu terdiri atas kristal-kistal yang tersusun
oleh bahan-bahan organik maupun anorganik yang teralrut di
dalam urine. Kristal-kristal tersebut tetap berada dalam keadaan
metastable (tetap terlarut) dalam urine jika tidak ada keadaan-
keadaan tertentu yang menyebabkan terjadinya presipitasi kristal.
Kristal-kristal yang saling mengadakan presipitasi membentuk inti
batu (nukleasi) yang kemudian akan mengadakan agregasi, dan
menarik bahan-bahan lain sehingga menjadi kristal yang lebih
besar. Meskipun ukurannya cukup besar, agregat kristal masih
rapuh dan belum cukup mampu membuntu saluran kemih. Untuk
itu agregat kristal menempel pada epitel saluran kemih
(membentuk retensi kristal), dan dari sini bahan-bahan lain
diendapkan pada agregat itu sehingga membentuk batu yang cukup
besar untuk menyumbat saluran kemih (Purnomo, 2012: 88).

2.1.5. Patofisiologi
2.1.5.1. Kebanyakan kalkuli vesikalis terbentuk de novo dalam
kandung kemih, tetapi beberapa awalnya mungkin telah
terbentuk di dalam ginjal, kemudian menuju ke dalam
kandung kemih, di mana dengan adanya pengendapan
tambahan akan menyebabkan tumbuhnya batu kristal.
Pada pria yang lebih tua, batu kandung kemih terdiri atas
asam urat. Batu jenis ini merupakan batu yang paling
mungkin terbentuk di kandung kemih. Batu yang terdiri
atas kalsium oksalat biasanya awalnya terbentuk di ginjal.
Jenis umum dari sebagian besar batu vesikalis pada orang
dewasa terdiri atas asam urat (>50%). Pada kondisi yang
lebih jarang, batu kandung kemih terdiri atas kalsium
13

oksalat, kalsium fosfat, ammonium urat, sistein, atau


magnesium ammonium fosfat (bila dikaitkan dengan
infeksi). Menariknya, klien dengan batu asam urat jarang
pernah memiliki riwayat gout atau hyperuricemia. Batu
pada anak terutama tediri atas asam amonium, kalsium
oksalat, atau campuran tercemar asam urat dan oksalat
kalsium ammonium dengan fosfat kalsium. Pemberian air
tajin (air mendidih atau pada saat menanak beras) sebagai
pengganti ASI memiliki rendah fosfor, akhirnya
menyebabkan eksresi amonia tinggi. Anak-anak juga
biasanya memliki asupan tinggi sayuran kaya oksalat
(meningkatkan kristaluria oksalat) dan protein hewani
(sitrat diet rendah). Dengan terbentuknya batu di dalam
kandung kemih, masalah akan tergantung pada besarnya
batu dalam menyumbat muara uretra. Berbagai
manifestasi akan muncul sesuai dengan derajat
penyumbatan tersebut. Ketika batu menghambat dari
saluran urine, terjadi obstruksi, meningkatkan tekanan
hidrostaltik. Bila nyeri mendadak terjadi secara akut dan
disertai nyeri tekan suprapubik, serta muncul mual
muntah, maka klien sedang mengalami episode kolik
renal. Diare, demam, dan perasaan tidak nyaman di
abdominal dapat terjadi. Gejala gastrointestinal ini terjadi
akibat reflex dan proksimitas anatomik ginjal ke
lambung, pankreas, dan usus besar. Batu yang terjebak di
kandung kemih menyebabkan gelombang nyeri luar
biasa, akut, dan kolik yang menyebar ke kepala,
abdomen, dan genitalia. Klien sering merasa ingin BAK,
namun hanya sedikit urine yang keluar, dan biasanya
mengandung darah akibat aksi abrasi batu, gejala ini
disebabkan kolik ureter. Umumnya, klien akan
14

mengeluarkan batu yang berdiameter 0,5 sampai dengan


1cm secara spontan. Batu yang berdiameter 1cm biasanya
harus diangkat atau dihancurkan sehingga dapat
dikeluarkan secara spontan dan saluran urine membaik
dan lancar. Adanya batu pada kandung kemih
memberikan manifestasi pada berbagai masalah
keperawatan (Muttaqin dan Sari, 2011: 3).

Batu kandung kemih

Respon Prosedur bedah Respon sistemik


obstruksi akibat nyeri kolik
(mual, muntah)

Cystolitholapaxy transurethral
Nyeri kolik
Cystolitholapaxy suprapubik
Hematuria Ketidakseimbangan
perkutan
nutrisi kurang dari
Sering miksi Cystolitholapaxy suprapubik kebutuhan tubuh
terbuka

Nyeri akut Pemenuhan informasi


Perubahan pola Luka pascabedah Kecemasan
miksi

Risiko tinggi infeksi

Gambar 2.1.5.1 Pathway Batu Buli-buli


Sumber data: Muttaqin dan Sari (2011: 203).

2.1.6. Manifestasi Klinis


Gejala khas batu buli-buli adalah berupa gejala iritasi antara lain:
nyeri kencing/disuria hingga stranguri, perasaan tidak enak
sewaktu kencing, dan posisi tubuh. Nyeri pada saat miksi
seringkali dirasakan (refered pain) pada ujung penis, skrotum,
perineum, pinggang, sampai kaki. Pada anak seringkali mengeluh
15

adanya enuresis nokturna, di samping sering menarik-narik


penisnya (pada anak laki-laki) atau menggosok-gosok vulva (pada
anak perempuan) (Purnomo, 2012: 100).

Pada klien dengan batu buli-buli terdapat gejala miksi yang lancar
tiba-tiba terhenti dan terasa sakit yang menjalar ke penis. Miksi
yang terhenti itu dapat lancar kembali bila posisi diubah. Bila hal
ini terjadi pada anak-anak, mereka akan berguling-guling dan
menarik-narik penisnya. Bila terjadi infeksi ditemukan tanda-tanda
sistitis hingga hematuria. Pada pemeriksaan fisis ditemukan nyeri
tekan supra simfisis karena infeksi atau teraba masa karena retensio
urin. Hanya batu yang besar yang dapat diraba bimanual.
Vesikolitiasis: disuria, hematuria kadang-kadang disertai urin
keruh, pancaran urin tiba-tiba berhenti dan keluar lagi pada
perubahan posisi, polakisuria. Pada anak nyeri miksi ditandai oleh
kesakitan, menangis, menarik-narik penis, miksi mengedan sering
diikuti defekasi atau prolapsus ani (Mansjoer dkk, 2007: 490).

Batu pada kaliks ginjal memberikan rada nyeri ringan sampai berat
karena distensi dari kapsul ginjal. Begitu juga baru pada pelvis
renalis, dapat bermanifestasi tanpa gejala sampai dengan gejala
berat. Umumnya gejala batu kandung kemih merupakan akibat
obstruksi aliran kemih dan infeksi. Keluhan yang disampaikan oleh
pasien tergantung pada posisi atau letak batu, bersar batu, dan
penyulit yang telah terjadi.

Keluhan yang paling dirasakan oleh pasien adalah nyeri pada


pinggang. Nyeri ini mungkin bisa merupakan nyeri kolik ataupun
bukan kolik. Nyeri kolik terjadi karena aktivitas peristaltik otot
polos sistem kalises ataaupun ureter menigkat dalam usaha untuk
mengeluarjan batu dari saluran kemih. Peningkatan peristaltik itu
16

menyebabkan tekanan intraluminalnya meningkat sehingga terjadi


peregangan dari terminal saraf yang memberikan sensari nyeri.
Nyeri ini disebabkan oleh karena adanya batu yang menyumbat
kandung kemih, biasanya pada pertemuan pelvis ren dengan ureter
(ureteropelvic junction), dan ureter. Nyeri bersifat tajam dan
episodik di daerah pinggang (flank) yang sering menjalar ke perut,
atau lipat paha, bahkan pada batu ureter distal sering ke kemaluan.
Mual dan muntah sering menyertai keadaan ini.

Batu yang terjebak di kandung kemih biasanya menyebabkan


iritasi dan berhubungan dengan infeksi traktus urinarius dan
hematuria, jika terjadi obstruksi pada leher kandung kemih
menyebabkan retensi urin atau bisa menyebabkan sepsis, kondisi
ini lebih serius yang dapat mengancam kehidupan pasien, dapat
pula kita lihat tanda seperti mual, muntah, gelisah, nyeri dan perut
kembung (Smeltzer, 2007).

2.1.7. Pemeriksaan Penunjang


2.1.7.1. Laboratorium
Urinalisis, pemeriksaan urinalisis pada klien yang terkena
batu kandung kemih dilakukan secara mikroskopis dan
makrokopis. Pemeriksaan secara mikroskopis dilakukan
untuk menilai jenis batu dengan menilai pH, konsistensi,
dan komposisi batu. Pemeriksaan makroskopis dilakukan
untuk menilai warna dan kejernihan dari urine. Pada klien
dewasa dengan jenis batu asam urat, secara mikroskopis
lazim didapatkan pH asam, sedangkan secara
makroskopis didapatkan adanya hematuria dan piuria.
Hitung jumlah sel darah lengkap pada klien dengan
17

obstruksi dan infeksi akan didapatkan sel darah putih


(WBC) meningkat (Muttaqin dan Sari 2011: 204).

2.1.7.2. USG
Menurut Muttaqin dan Sari (2011: 204) menyatakan
bahwa ultrasonigrafi, menampilkan objek hyperechoic
klasik dengan membayangi posterior, efektif dalam
mengidentifikasi baik radolusen dan batu radio-opak.

2.1.7.3. Foto Polos Abdomen


Menurut Muttaqin dan Sari (2011: 204) pemeriksaan
standar untuk menilai adanya batu dengan foto polos
abdomen.

Gambar 2.1.7.3 Foto Polos Abdomen


Sumber: Rihana Susilawati,2015

2.1.7.4. Intravena Pyelography (IVP)


Muttaqin dan Sari (2011: 204) mengemukakan bahwa
jika kecurigaan klinis tetap tinggi dan foto polos abdomen
tidak mengungkapkan adanya batu, langkah berikutnya
adalah cystography atau IVP.
18

Gambar 2.1.7.4 Intravena Pyelography


Sumber: Djuanda Nasution,2009

2.1.7.5. CT Scan
Menurut Muttaqin dan Sari (2011: 204) CT Scan
biasanya diperoleh karena alasan lain (misalnya: sakit
perut, massa panggul, abses dicurigai), tetapi mungkin
menunjukan batu kandung kemih ketika dilakukan tanpa
kontras intravena.

2.1.7.6. Sistoskopi
Sistoskopi digunakan untuk menginformasikan
keberadaan batu kandung kemih dan rencana pengobatan.
Prosedur ini memungkinkan untuk visualisasi batu,
ukuran, dan posisi. Selain itu, pemeriksaan uretra, prostat,
dinding kandung kemih, dan lubang saluran kemih
memungkinkan untuk dilakukan identifikasi struktur,
obstruksi prostat, diverticula kandung kemih, dan tumor
kandung kemih (Muttaqin dan Sari, 2011: 204).
19

Gambar 2.1.7.6 Sistoskopi


Sumber: Nasution ,2009

2.1.8. Penatalaksanaan
2.1.8.1. Penatalakasanaan medis menurut Arif Muttaqin (2008:
122) Tindakan untuk batu kandung kemih adalah dengan
memecahkan batu secara litotripsi (gambar 2.6) ataupun
jika terlalu besar memerlukan pembedahan terbuka
(vesikolotomi).

Gambar 2.1.8.1 Tindakan-tindakan Batu Saluran Kemih


Sumber: Muttaqin (2008)

2.1.8.2. Pengobatan medis yang efektif berpotensi hanya untuk


penghancuran batu asam urat. Kalium sitrat (Polycitra K,
Urocit K) 60 mEq/d adalah pengobatan pilihan. Intervensi
bedah. Saat, ini terdapat tiga pendekatan bedah berbeda
yang digunakan untuk mengatasi batu kandung kemih
tidak seperti pentalaksanaan pada klien dengan batu
20

ureter atau batu ginjal, intervensi ESWL pada batu


kandung kemih menunjukan dampak terapi yang rendah,
tetapi pada beberapa studi menunjukan bahwa intervensi
ESWL masih dipertimbangkan untuk pengobatan batu
kendung kemih (Muttaqin dan Sari 2011: 205-206).

a) Cystolitholapaxy Transurethral
Setelah alat sitoskop masuk dan memvisualisasikan
batu, sumber energi yang digunakan untuk
menghancurkan batu menjadi serpihan fragmen yang
kemudian secara mudah dikeluarkan dengan alat
sitoskopi. Sumber energi mekanik, ultrasonik,
elektrohidrolik (sparkinduced pressure wave),
lithotrite manual, dan laser. Dengan menggunakan
jenis panjang gelombang cahaya tertentu (misalnya
holmium), maka dapat menghancurkan batu
(Muttaqin dan Sari 2011: 205-206).

b) Cystolitholapaxy Suprapubik Perkutan


Rute perkutan memungkinkan penggunaan lebih
pendek dan diameter yang lebih besar peralatan
endoskopik (biasanya dengan lithotripter ultrasonik),
yang memungkinkan fragmentasi cepat dan evakuasi
batu. Sering kali, pendekatan transurethral dan
perkutan digabungkan untuk membantu stabilisasi
batu untuk memfasilitasi irigasi puing-puing batu.
Para penulis mendukung pendekatan dikombinasikan
dengan penggunaan lithotripter ultrasonik atau
lithoclast pneumatic. Holmium laser juga efektif,
tetapi umunya lebih lambat, bahkan dengan serat-
mikron (Muttaqin dan Sari 2011: 205-206).
21

c) Cystolitholapaxy Suprapubik Terbuka


Cystolitholapaxy Suprapubik Terbuka, digunakan
untuk menghilangkan batu. Kelebihan cystolothotomy
suprapubik termasuk kecepatan, penghapusan
beberapa batu pada satu waktu, penghapusan kalkuli
terhadap mukosa kandung kemih, dan kemampuan
untuk menghilangkan batu besar yang terlalu keras
atau padat. Untuk menghilangkan fragmen secepatnya
dapat digunakan teknih transurethral atau perkutan.
Kelemahan utama termasuk nyeri pascaoperasi,
tinggal di rumah sakit lebih lama, dan waktu lebih
lama untuk katetrisasi kandung kemih (Muttaqin dan
Sari 2011: 205-206).

2.1.8.3. Pada dasarnya penatalaksaan secara farmakologis


meliputi dua aspek:
a) Menghilangkan rasa nyeri/kolik yang timbul akibat
adanya batu.
b) Menangani batu yang terbentuk, yaitu dengan
meluruhkan batu dan juga mencegah terbentuknya
batu lebih lanjut (atau dapat juga sebagai
pencegahan/prolifilaksis) (Haryono 2013: 63).

2.1.8.4. Panduan khusus dalam menatalaksana batu saluran


kemih:
a) Pasien dengan dehidrasi harus tetap mendapat asupan
cairan yang adekuat.
b) Tatalaksana untuk kolik ureter adalah analgesik, yang
dapat dicapai dengan pemberian opioid (morfin
sulfat) atau NSAID/obat antiinflamasi nonsteroid
(ketorolak) dan obat antimuntah (metoklopramid).
22

Jika klien dapat mengonsumsi obat secara peroral


maka dapat diberikan kombinasi dari ketiganya
(narkotik, NSAID, antimuntah).

c) Pada klien dengan kemungkinan pengeluaran batu


secara spontan, dapat diberikan regimen MET
(medical expulsive therapy). Regimen ini meliputi
kortikosteroid (prednisone), calcium channel blocker
(nifedipin) untuk relaksasi otot polos uretra dan alpha
blocker (terazosin) atau alpha-1 selective blocker
(tamsulin) yang juga bermanfaat merelaksasikan otot
polos uretra dan saluran urinari bagian bawah.
Dengan demikian, batu dapat keluar dengan mudah
(85% batu yang berukuran kurang dari 3mm dapat
keluar spontan).

d) Pemberian analgesik yang dikombinasikan dengan


MET dapat mempermudah pengeluaran batu,
mengurangi nyeri serta memperkecil kemungkinan
operasi. Contoh regimen yang biasa digunakan adalah
sebagai berikut:
1) 2 tablet opioid oral/asetaminofen setiap 4 jam.
2) 600-800 mg ibuprofen setiap 8 jam.
3) 30 mg nifedipin (1x1 hari).
4) 0.4mg tamsulosin (1x1 hari) atau 4 mg terazosin
(1x1 hari).
Pemberian regimen ini hanya dibatasi selama 10-14
hari. Apabila terapi ini gagal (batu tidak keluar) maka
klien harus dikonsultasikan lebih lanjut pada urologis
(Haryono, 2013: 63).
23

2.1.8.5. Menurut Haryono (2013: 64), pengangkatan batu melalui


pembedahan: Pielolitotomi, Uretolitotomi, Sistolitotomi
dan Lithotripsi Ultrasinic Perkutan (PUL).
Pembedahan dilakukan untuk mengeluarkan batu yang
tidak mungkin diharapkan keluar spontan, dilakukan bila
fungsi ginjal masih baik. Bila fungsi ginjal buruk,
dilakukan nefrektomi. Batu buli-buli besar dapat
dipecahkan dengan litotripsi. Bila batu lebih besar dari
4cm, biasanya dilakukan vesikolitotomi (seksio alta)
(Mansjoer,dkk, 2007: 490).

2.1.8.6. Penatalaksanaan batu kandung kemih merujuk pada


Guideline pengobatan batu saluran kemih yang
dikeluarkan oleh UEA. Batu kandung kemih terbentuh
oleh berbagai penyebab seperti infeksi, anomali organ,
obstruksi kandung kemih, faktor stasis urin dan juga
dikarenakan telah adanya batu pada saluran kemih atas
sperti diginjal. Sehingga pengobatnnya mengacu pada
penyebabnya, hal tersebut bertujuan pencegahan
terjadinya kekambuhan (Joseph B, 2014).
a) Nyeri kolik
Nyeri akut adalah gejala awal yang harus diterapi.
Karena sifatnya yang dapat emmberikan kesan sakit
pada pasien, dan juga sangant mengganggu aktivitas
pasien, NSAID masih dipercaya efektif untuk terapi
nyeri ini (Trurk dkk, 2011).
b) Tindakan operasi
Penatalaksanaan yang pelingsering adalah endoskopi.
Jika batu terlalu besar dan permukaan teralu kasar
maka pembedahan suprapubik atau perkutaneus perlu
24

ditimbangkan sebagai terapi yang lebh baik (Joseph


B, 2014).
Penggunaan ESWL dengan cara memecahkan batu
dengan teknik gelombangmasih banyak digunakan untuk
terapi ini, penggunaannye sering terbatas karena
permukaan batu yang lebih kasar dan batu yang lebh
besar. Begitu jaga penggunaan pada anak-anak dan
perempuan perlu dipertimbangkan terkait dengan
kerusaan ovarium dan gangguan fungsi organ, walaupun
jarang terjadi (Trurk dkk, 2011).
Saat ini untuk tindakan pembedahan ada 3 cara
pemebedahan yang berbeda untuk dilakukan yaitu:
Transurethral cystolitholapaxy, Percutaneous suprapubic
cystolothopaxy dan Open suprapubic cystotomy.

2.1.9. Pencegahan
2.1.9.1. Setelah batu dikeluarkan, tindak lanjut yang tidak kalah
pentingnya adalah upaya mencegah timbulnya
kekambuhan. Angka kekambuhan batu saluran kemih
rata-rata 7% per tahun atau kambuh lebih dari 50% dalam
10 tahun. Prinsip pencegahan didasarkan pada kandungan
unsur penyusun batu yang telah diangkat. Menurut
Haryono (2013: 65) secara umum, tindakan pencegahan
yang diperlukan adalah:
a) Menghindari dehidrasi dengan minum cukup,
upayakan produksi urin 2-3 liter per hari.
b) Diet rendah zat/komponen pembentukan batu.
c) Aktivitas harian yang cukup.
d) Medikamentosa
25

2.1.9.2. Pencegahan Batu Saluran Kemih menurut (Nursalam,


2008: 80).
a) Usahakan diueresis yang adekuat: minum air 2-3 liter
per hari dapat dicapai diueresis 1,5 liter/hari.
b) Pelaksanaan diet bergantung dari jenis penyakit batu
(rendah kalsium tinggi sisa asam, diet tinggi sisa basa,
dan diet rendah purin).
c) Eradikasi infeksi saluran air kemih, khususnya untuk
batu struvit.

2.1.9.3. Pencegahan umum termasuk meningkatkan inhibitor


endogen pembentukan batu dengan memberikan kalium
sitrat oral, jus lemon, dan mencegah diet rendah kalium.
Terapi preventif yang spesifik termasuk:
a) Infeksi yang terkait dengan batu: antibiotik
profilaksis.
b) Batu urat: baik batu gout maupun batu kalsium
oksalat dapat dicegah dengan alopurinol. Pada batu
oksalat, jumlah oksalat dalam diet (misalnya rubarb
atau bayam) harus dikurangi.
c) Batu fosfat: urin harus diasamkan dengan klorida
untuk mencegah pembentukannya.
d) Batu oksalat: meningkatkan vitamin B6 dalam diet
untuk mengurangi oksalat dalam urin (Davey, 2015:
243).

2.1.10. Komplikasi
2.1.10.1. Komplikasi menurut Haryono (2013: 61) adalah jika
keberadaan batu dibiarkan maka dapat menjadi sarang
kuman yang bisa menimbulkan infeksi saluran kemih,
26

pielonefritis, yang akhirnya merusak ginjal, kemudian


timbul gagal ginjal dengan segala akibat terparahnya.

2.1.10.2. Komplikasi menurut Mansjoer,dkk (2007: 490) adalah:


a) Hidronefrosis.
b) Pionefrosis.
c) Uremia.
d) Gagal ginjal.

2.1.11. Prognosis
Batu kandung kemih sering menimbulkan gejala rasa sakit yang
hebat, tapi biasanya setelah dikeluarkan tidak menimbulkan
kerusakan permanen. Memang sering terjadi kambuh lagi, terutama
bila tidak didapatkan penyebabnya dan diobati. Prognosis
tergantung dari faktor-faktor ukuran batu, letak batu, dan adanya
infeksi serta obstruksi. Makin besar ukuran suatu batu makin buruk
prognosisnya, letak batu yang dapat menyebabkan obstruksi dapat
mempermudah terjadinya infeksi (Sumardi, 2013).

2.2. Tinjauan Teoritis Asuhan Keperawatan


2.2.1. Pengkajian
2.2.1.1. Pengkajian Keperawatan menurut Muttaqin dan Sari
(2011: 204) adalah:
Pada anamnesis, keluhan spesifik yang umum adalah
frekuensi berkemih yang meningkat, urine yang masih
menetes setelah berkemih, merasa tidak puas setelah
berkemih, sering berkemih pada malam hari, penurunan
kekuatan dan ukuran pancaran urine, mengedan saat
berkemih, tidak dapat berkemih sama sekali, nyeri saat
27

berkemih, nyeri pinggang, peningkatan suhu tubuh


disertai menggigil, penurunan fungsi seksual, serta
keluhan gastrointestinal seperti nafsu makan memnurun,
mual, muntah, dan konstipasi.

Keluhan umum lainnya termasuk hematuria dan rasa sakit


pada skrotum penis, perineum, dan rasa nyeri tersebut
kembali ke pinggul. Keluhan nyeri tumpul tersebut sering
diperparah oleh gerakan tiba-tiba dan olahraga. Dengan
posisi telentang, atau posisi kepala di bawah lateral dapat
mengurangi rasa sakit oleh batu pada leher kandung
kemih.

Pengkajian riwayat operasi panggul sebelumnya harus


dicari pada semua klien, terutama bila ada bahan sintetis
ditanamkan. Pemeriksaan fisik meliputi nyeri suprapubik,
kandung kemih penuh, dan kadang teraba distensi
kandung kemih jika klien berada dalam retensi urine akut.
Temuan yang dimaksud meliputi cystoceles pada wanita,
stenosis stomal (jika klien telah mengalami diversi
sebelum kemih), dan defisit neurologis pada klien dengan
kandung kemih neurogenik.

2.2.1.2. Pengkajian keperawatan menurut Haryono (2013: 66)


adalah:
a) Aktivitas/istirahat
Kaji tentang pekerjaan yang monoton, lingkungan
pekerjaan apakah klien terpapar suhu tinggi,
keterbatasan aktivitas, misalnya karena penyakit yang
kronis atau adanya cedera pada medula spinalis.
28

b) Sirkulasi
Kaji terjadinya peningkatan tekanan darah nadi, yang
disebabkan nyeri, ansietas atau gagal ginjal. Daerah
perifer apakah teraba hangat, merah atau pucat.
Eliminasi kaji adanya riwayat ISK kronis, obstruksi
sebelumnya (kalkulus). Penurunan haluaran urin,
kandung kemih penuh, rasa terbakar saat BAK.
Keinginan/dorongan ingin berkemih terus, oliguria,
hematuria, piuri atau perubahan pola berkemih.

c) Makanan/cairan
Kaji adanya mual, muntah, nyeri tekan abdomen, diet
tinggi purin, kalsium oksalat atau fosfat, atau
ketidakcukupan pemasukan cairan, terjadi distensi
abdominal, penurunan bising usus.

d) Nyeri/kenyamanan
Kaji episode akut nyeri berat, nyeri kolik. Lokasi
tergantung pada lokasi batu misalnya pada panggul di
region sudut kosta vertebral dapat menyebar ke
punggung, abdomen, dan turun ke lipat paha,
genetalia, nyeri dangkal konstan menunjukan kalkulus
ada di pelvis atau kalkulus ginjal. Nyeri khas adalah
nyeri akut tidak hilang dengan posisi atau tindakan
lain, nyeri tekan pada area ginjal pada palpasi.

e) Keamanan
Kaji terhadap penggunaan alkohol perlindungan saat
demam atau menggigil.
29

f) Riwayat penyakit
Kaji adanya riwayat batu saluran kemih pada
keluarga, penyakit ginjal, hipertensi, gout, ISK kronis,
riwayat penyakit, usus halus, bedah abdomen
sebelumnya, hiperparatiroidisme, penggunaan
antibiotika, antihipertensi, natium bikarbonat,
alupurinol, fosfat, tiazid, pemasukan berlebihan
kalsium atau vitamin.

2.2.2. Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan
batu buli-buli menurut (Muttaqin dan Sari, 2011: 207) yaitu:
2.2.2.1 Nyeri berhubungan dengan peningkatan frekuensi
kontraksi ureteral, trauma jaringan, edema dan iskemia
seluler, nyeri pascabedah.
2.2.2.2 Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan stimulasi
kandung kemih oleh batu, iritasi ginjal dan ureter,
obstruksi mekanik dan peradangan.
2.2.2.3 Risiko infeksi berhubungan dengan port de entree luka
pascabedah.
2.2.2.4 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan mual, muntah efek sekunder dari
nyeri.
2.2.2.5 Kecemasan berhubungan dengan prognosis pembedahan,
tindakan invasife diagnostik.
2.2.2.6 Pemenuhan informasi berhubungan dengan rencana
pembedahan, tindakan diagnostik invasif, perencanaan
klien pulang.
30

2.2.3. Rencana Keperawatan


2.2.3.1 Nyeri berhubungan dengan peningkatan frekuensi
kontraksi ureteral, trauma jaringan, edema dan iskemia
seluler, nyeri pascabedah.
a) Kaji jenis dan tingkat nyeri klien.
Rasional: pengkajian berkelanjutan memantau
meyakinkan bahwa penanganan dapat memenuhi
kebutuhan klien dalam mengurangi nyeri.
b) Minta klien untuk menggunakan sebuah skala nyeri 0-
5 untuk menjelaskan tingkat nyerinya.
Rasional: untuk memfasilitasi pengkajian yang akurat
tentang tingkat nyeri klien.
c) Atur periode istirahat tanpa terganggu.
Rasional: tindakan ini meningkatkan kesehatan,
kesejahteraan dan peningkatan energi, yang penting
untuk mengurangi nyeri.
d) Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi.
Rasional: mengurangi nyeri dan menghilangkan nyeri.
e) Berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat
analgetik.
Rasional: menurunkan reflek spasme dapat
menurunkan kolik nyeri.

2.2.3.2 Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan stimulasi


kandung kemih oleh batu, iritasi ginjal dan ureter,
obstruksi mekanik dan peradangan.
a) Awasi intake dan output, karakteristik urine, catat
adanya keluaran batu
Rasional: memberikan informasi tentang fungsi ginjal
dan adanya komplikasi. Penemuan batu
31

memungkinkan identifikasi tipe batu dan


memengaruhi pilihan terapi.
b) Tentukan pola berkemih normal klien dan perhatikan
variasi yang terjadi.
Rasional: batu saluran kemih dapat menyebabkan
peningkatan eksitabilitas saraf sehingga menimbulkan
sensasi kebutuhan berkemih segera. Biasanya
frekuensi dan urgensi meningkat bila batu mendekati
pertemuan uretrovesikal.
c) Dorong peningkatan asupan cairan
Rasional: peningkatan hidrasi dapat membilas bakteri,
darah, debris, dan membantu lewatnya batu.
d) Observasi perubahan status mental, perilaku, atau
tingkat kesadaran.
Rasional:akumulasi sisa uremik dan
ketidakseimbangan elektolik dapat menjadi toksis
pada SSP.
e) Pantau hasil pemeriksaan laboratorium (elektrolit,
BUN, kreatinin).
Rasional: peningkatan kreatinin, BUN, dan elektrolit
menunjukan disfungsi ginjal.
f) Kolaborasi untuk pemberian:
1) Asetazolamid (diamox)
2) Alupurinazol (ziloprim)
Rasional: meningkatkan pH urine (alkalinitis)
untuk menurunkan pembentukan batu asam.
Mencegah statis urine dan menurunkan
pembentukan batu kalsium.
32

2.2.3.3 Risiko infeksi berhubungan dengan port de entree luka


pascabedah.
a) Pantau tanda/gejala infeksi.
Rasional: tanda gejala tersebut akan memberikan
tanda bahwa terjadi infeksi pada klien.
b) Ajarkan klien tentang tanda dan gejala infeksi saluran
kemih.
Rasional: mempercepat pemberian asuhan
keperawatan.
c) Kaji faktor yang meningkatkan serangan infeksi.
Rasional: faktor-faktor infeksi bisa berasal dari
internal.
d) Pantau hasil laboratorium.
Rasional: perubahan hasil laboratorium menunjukan
adanya tanda infeksi.
e) Minimalkan resiko infeksi klien dengan:
1) Mencuci tangan sebelum dan sesudah
memberikan keperawatan.
Rasional: mencuci tangan adalah satu-satunya
cara terbaik untuk mencegah penularan pathogen.
2) Gunakan sarung tangan untuk mempertahankan
aseptic pada saat memberikan perawatan secara
langsung.
f) Lakukan perawatan luka pembedahan dengan
memperhatikan teknik aseptik dan antiseptik.
Rasional: infeksi bisa terjadi karena prosedur tindakan
dan alat yang tak steril.
g) Kolaborasi pemberian antibiotik
Rasional: antibiotik dapat mencegah terjadinya
infeksi.
33

2.2.3.4 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh


berhubungan dengan mual, muntah efek sekunder dari
nyeri.
a) Beri kesempatan klien mendiskusikan alasan untuk
tidak makan.
Rasional: untuk mengkaji penyebab gangguan makan.
b) Observasi dan catat asupan klien (cair dan padat).
Rasional: untuk mengkaji zat gizi yang dikonsumsi
dan suplemen yang diperlukan.
c) Tentukan makanan kesukaan klien dan usahakan
untuk mendapatkan makanan tersebut.
Rasional: untuk meningkatkan nafsu makan klien.
d) Ciptakan lingkungan yang menyenangkan pada waktu
makan.
Rasional: untuk meningkatkan nafsu makan klien.
e) Timbang berat badan klien pada jam yang sama setiap
hari.
Rasional: memberikan data akurat dan pengendalian
pada klien tentang makanan yang dimakan.
f) Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian diet.
Rasional: dapat menetukan diet yang sesuai dengan
keadaan klien.

2.2.3.5 Kecemasan berhubungan dengan prognosis pembedahan,


tindakan invasife diagnostik.
a) Kurangi stessor dan usahakan menuntut klien.
Rasional: seminimal mungkin jika memungkinkan
untuk menciptakan iklim yang tenang dan terapeutik.
b) Kaji pengetahuan klien mengenai situasi yang
dialaminya dan beri dukungan kepada klien.
34

Rasional: untuk mendiskusikan alasan-alasan


munculnya ansietas.
c) Berikan penjelasan yang benar pada klien tentang
semua tindakan.
Rasional: untuk menghindari terlalu banyak
informasi.
d) Dorong klien untuk mengidentifikasi dan
berpartisipasi dalam aktivitas yang ia rasa
menenangkan.
Rasional: untuk membangun rasa kontrol.
e) Dukung upaya anggota keluarga untuk mengatasi
perilaku kecemasan klien.
Rasional: untuk menurunkan ansietas klien.
f) Berikan kesempatan kepada klien untuk
mendiskusikan perasaannya dengan orang lain yang
memiliki kesehatan yang sama.
Rasional: untuk menghilangkan keraguan dan
meningkatkan dukungan.
g) Kolaborasi berikan obat sesuai yang diresepkan
Rasional: membantu klien rileks selama periode berat.

2.2.3.6 Pemenuhan informasi behubungan dengan rencana


pembedahan, tindakan diagnostik invasife, perencanaan
klien pulang.
a) Kaji pengetahuan klien tentang penyakitnya.
Rasional: mempermudah dalam memberikan
penjelasan pada klien.
b) Jelaskan tentang proses penyakit (tanda dan gejala),
identifikasi kemungkinan penyebab.
Rasional: meningkatkan pengetahuan dan mengurangi
cemas.
35

c) Berikan pendidikan kesehatan tentang penyakitnya.


Rasional: untuk meningkatkan keefektifan
pengajaran.
d) Evaluasi pendidikan kesehatan.
Rasional: tindakan ini memungkinkan klien
mempraktikan keterampilan baru dan menerima
umpan balik.
e) Bantu klien untuk mengeksplorasi atau mendapatkan
SO dengan cara yang tepat.
Rasional: untuk menunjang kontinuitas perawatan dan
tindak lanjut setelah pemulangan.

Anda mungkin juga menyukai