ANAK
GANGGUAN SISTEM ENDOKRIN: DIABETES MELLITUS
MAKALAH
DI SUSUN OLEH
KELOMPOK III
1. DWI HIDAYATULLAH
2. TITIN SUMARNI
3. PEDAH TRI JULIARTO
Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Karena berkat rahmat-Nya kami
dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini tepat pada waktunya. Terlantun shoawat serta
salam buat untuk imam besar kita semua Nabi Muhammad SAW.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan, baik
dari segi isi maupun redaksinya. Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan karena itu kami
mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar dapat menyusun makalah yang lebih baik
dimasa yang akan datang. Semoga makalah ini bermanfaat untuk memberikan kontribusi bagi
kita dalam memajukan ilmu keperawatan.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
I. LATAR BELAKANG
Diabetes melitus adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan
metabolik akibat ganguan hormonal yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada
mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah disertai lesi pada membran basalis pada
pemeriksaan dengan mikroskop elektron.
Laporan statistik dari International Diabetes Federation (IDF) menyebutkan bahwa
sekarang sudah ada sekitar 230 juta penderita diabetes. Angka ini terus bertambah hingga 3
persen atau sekitar 7 juta orang setiap tahunnya. Diabetes telah menjadi penyebab kematian
terbesar keempat di dunia. Setiap tahun ada 3,2 juta kematian yang disebabkan oleh
diabetes. Hampir 80 persen kematian pasien diabetes terjadi di negara berpenghasilan
rendah-menengah.
Di tengah kondisi itu, perhatian banyak pihak umumnya masih terfokus pada
penderita diabetes dewasa. Padahal, anak dengan diabetes tak kalah memerlukan perhatian
dan bantuan.
Diabetes pada anak umumnya disebut tipe 1, yaitu pankreas rusak dan tak lagi
mampu memproduksi insulin dalam jumlah memadai sehingga terjadi defisit absolut insulin.
Sebaliknya, diabetes pada orang dewasa umumnya disebut tipe 2, yaitu terjadi kerusakan sel
tubuh meskipun insulin sebenarnya tersedia memadai sehingga terjadi defisit relatif insulin.
Insiden diabetes melitus tipe 1 sangat bervariasi di tiap negara. Dari data-data
epidemiologik memperlihatkan bahwa puncak usia terjadinya DM pada anak adalah pada
usia 5-7 tahun dan pada saat menjelang remaja. Dari semua penderita diabetes, 5-10
persennya adalah penderita diabetes tipe 1. Di Indonesia, statistik mengenai diabetes tipe 1
belum ada, diperkirakan hanya sekitar 2-3 persen dari total keseluruhan. Mungkin ini
disebabkan karena sebagian tidak terdiagnosis atau tidak diketahui sampai si pasien sudah
mengalami komplikasi dan meninggal. Biasanya gejalanya timbul secara mendadak dan bisa
berat sampai mengakibatkan koma apabila tidak segera ditolong dengan suntikan insulin.
World Diabetes Foundation menyarankan untuk mencurigai diabetes jika ada anak
dengan gejala klinis khas, yaitu 3P ( pilifagi, polidipsi dan poliuri ) dan kadar gula darah
(GD) tinggi, di atas 200 mg/dl. GD yang tinggi menyebabkan molekul gula terdapat di
dalam air kencing, yang normalnya tak mengandung gula, sehingga sejak dulu disebut
penyakit kencing manis.
Keadaan ideal yang ingin dicapai penderita DM tipe 1 ialah dalam keadaan
asimtomatik, aktif, sehat, seimbang, dan dapat berpartisipasi dalam semua kegiatan sosial
yang diinginkannya serta mampu menghilangkan rasa takut terhadap terjadinya komplikasi.
Sasaran-sasaran ini dapat dicapai oleh penyandang DM maupun keluarganya jika mereka
memahami penyakitnya dan prinsip-prinsip penatalaksanaan diabetes. Berhubungan dengan
hal tersebut diatas kami tertarik untuk membuat asuhan keperawatan pada anak dengan
gangguan sistem endokrin : Diabetes Melitus dengan metode masalah yang sistematis
melalui proses keperawatan.
II. TUJUAN
Adapun tujuan penulisan makalah ini antara lain adalah :
A. Tujuan umum
Memberikan pengetahuan, dapat memberikan informasi dan pemahaman mengenai
asuhan keperawatan pada anak dengan diabetes mellitus.
B. Tujuan khusus
1. Mengetahui definisi diabetes mellitus.
2. Mengetahui klasifikasi diabetes mellitus.
3. Mengetahui etiologi diabetes mellitus.
4. Mengetahui patofisiologi diabetes mellitus.
5. Mengetahui pathway/pathoflow diabetes mellitus.
6. Mengetahui manifestasi klinis pada anak dengan diabetes mellitus.
7. Mengetahui akibat / komplikasi diabetes mellitus.
8. Mengetahui pemeriksaan penunjang diabetes mellitus.
9. Mengetahui penetalaksanaan medis pada klien dengan diabetes mellitus.
10. Dapat menyusun asuhan keperawatan pada klien dengan diabetes mellitus.
BAB II
PEMBAHASAN
IV. PATOFISIOLOGI
Pankreas terletak melintang dibagian atas abdomen dibelakang gaster didalam
ruang retroperitoneal. Disebelah kiri ekor pankreas mencapai hilus limpa diarah kronio –
dorsal dan bagian atas kiri kaput pankreas dihubungkan dengan corpus pankreas oleh leher
pankreas yaitu bagian pankreas yang lebarnya biasanya tidak lebih dari 4 cm, arteri dan
vena mesentrika superior berada dileher pankreas bagian kiri bawah kaput pankreas ini
disebut processus unsinatis pankreas. Pankreas terdiri dari dua jaringan utama yaitu :
1) Asinus, yang mengekskresikan pencernaan ke dalam duodenum.
2) Pulau Langerhans, yang tidak mempunyai alat untuk mengeluarkan getahnya namun
sebaliknya mensekresi insulin dan glukagon langsung kedalam darah.
Pankreas manusia mempunyai 1 – 2 juta pulau langerhans, setiap pulau langerhans
hanya berdiameter 0,3 mm dan tersusun mengelilingi pembuluh darah kapiler.
Pulau langerhans mengandung tiga jenis sel utama, yakni sel-alfa, beta dan delta.
Sel beta yang mencakup kira-kira 60 % dari semua sel terletak terutama ditengah setiap
pulau dan mensekresikan insulin. Granula sel B merupakan bungkusan insulin dalam
sitoplasma sel. Tiap bungkusan bervariasi antara spesies satu dengan yang lain. Dalam sel
B , molekul insulin membentuk polimer yang juga kompleks dengan seng. Perbedaan
dalam bentuk bungkusan ini mungkin karena perbedaan dalam ukuran polimer atau agregat
seng dari insulin. Insulin disintesis di dalam retikulum endoplasma sel B, kemudian
diangkut ke aparatus golgi, tempat ia dibungkus didalam granula yang diikat membran.
Granula ini bergerak ke dinding sel oleh suatu proses yang tampaknya sel ini yang
mengeluarkan insulin ke daerah luar dengan eksositosis. Kemudian insulin melintasi
membran basalis sel B serta kapiler berdekatan dan endotel fenestrata kapiler untuk
mencapai aliran darah (Ganong, 1995). Sel alfa yang mencakup kira-kira 25 % dari seluruh
sel mensekresikan glukagon. Sel delta yang merupakan 10 % dari seluruh sel
mensekresikan somatostatin (Pearce, 2000)
Kelenjar pankreas dalam mengatur metabolisme glukosa dalam tubuh berupa
hormon-hormon yang disekresikan oleh sel – sel dipulau langerhans. Hormon-hormon ini
dapat diklasifikasikan sebagai hormon yang merendahkan kadar glukosa darah yaitu
insulin dan hormon yang dapat meningkatkan glukosa darah yaitu glukagon.
Fisiologi Insulin :
Hubungan yang erat antara berbagai jenis sel dipulau langerhans menyebabkan
timbulnya pengaturan secara langsung sekresi beberapa jenis hormone lainnya, contohnya
insulin menghambat sekresi glukagon, somatostatin menghambat sekresi glukagon dan
insulin.
Insulin dilepaskan pada suatu kadar batas oleh sel-sel beta pulau langerhans.
Rangsangan utama pelepasan insulin diatas kadar basal adalah peningkatan kadar glukosa
darah. Kadar glukosa darah puasa dalam keadaan normal adalah 80-90 mg/dl. Insulin
bekerja dengan cara berkaitan dengan reseptor insulin dan setelah berikatan, insulin
bekerja melalui perantara kedua untuk menyebabkan peningkatan transportasi glukosa
kedalam sel dan dapat segera digunakan untuk menghasilkan energi atau dapat disimpan
didalam hati (Guyton & Hall, 1999).
Insulin dihasilkan oleh kelenjar pankreas yang dibutuhkan untuk pemanfaatan
glukosa sebagai bahan energi seluler dan diperlukan untuk metabolisme karbohidrat,
protein dan lemak. Pada Diabetes tipe I terdapat ketidak mampuan pankreas menghasilkan
insulin karena hancurnya sel-sel beta pulau langerhans. Dalam hal ini menimbulkan
hiperglikemia puasa dan hiperglikemia post prandial.
Apabila insulin tidak dihasilkan maka akan mengalami gangguan metabolisme,
karbohidrat, protein dan lemak yang mana bila tanpa insulin Glukosa tidak dapat masuk ke
dalam sel dan tetap dalam kompartemen vaskular yang kemudian terjadilah hiperglikemi
dengan demikian akan meningkatkan konsentrasi dalam darah. Terjadinya hiperglikemi
akan menyebabkan osmotik diuresis yang kemudian menimbulkan perpindahan cairan
tubuh dari rongga intraseluler ke dalam rongga interstisial kemudian ke ekstrasel.
Terjadinya osmotik diuretik menyebabkan banyaknya cairan yang hilang melalui urine
(polyuria) sehingga sel akan kekurangan cairan dan muncul gejala Polydipsia (kehausan).
Terjadinya polyuria mengakibatkan hilangnya secara berlebihan potasium dan
sodium dan terjadi ganggunag elektrolit. Dengan tidak adanya glukosa yang mencapai sel,
maka sel akan mengalami “starvation” (kekurangan makanan atau kelaparan) sehingga
menimbulkan gejala polyphagia, fatigue dan berat badan menurun.
Dengan adanya peningkatan glukosa dalam darah, glukosa tidak dapat difiltrasi oleh
glomerulus karena melebihi ambang renal sehingga menyebabkan lolos dalam urine yang
disebut glikosuria.
Akibat yang lain yaitu terjadinya proses glikogenolisis (pemecahan glukosa yang
disimpan) dan glukogeonesis tanpa hambatan sehingga efeknya berupa pemecahan lemak
dan terjadi peningkatan keton yangdapat mengganggu keseimbangan asam basa dan
mangarah terjadinya ketoasidosis (Corwin, 2000).
Pada DM tipe I terjadi suatu gangguan katabolisme yang disebabkan karena hampir
tidak terdapat insulin dalam sirkulasi, glukagon plasma meningkat dan sel-sel B pankreas
gagal merespon semua stimulus insulinogenik. Oleh karena itu, diperlukan pemberian
insulin eksogen untuk memperbaiki katabolisme, mencegah ketosis, dan menurunkan
hiperglukagonemia dan peningkatan kadar glukosa darah.
Diduga diabetes tipe 1 disebabkan oleh infeksi atau toksin lingkungan yang
menyerang orang dengan sistem imun yang secara genetis merupakan predisposisi untuk
terjadinya suatu respon autoimun yang kuat yang menyerang antigen sel B pankreas.
Faktor ekstrinsik yang diduga mempengaruhi fungsi sel B meliputi kerusakan yang
disebabkan oleh virus, seperti virus penyakit gondok (mumps) dan virus coxsackie B4,
oleh agen kimia yang bersifat toksik, atau oleh sitotoksin perusak dan antibodi yang dirilis
oleh imunosit yang disensitisasi. Suatu kerusakan genetis yang mendasari yang
berhubungan dengan replikasi atau fungsi sel B pankreas dapat menyebabkan predisposisi
terjadinya kegagalan sel B setelah infeksi virus. Lagipula, gen-gen HLA yang khusus
diduga meningkatkan kerentanan terhadap virus diabetogenik atau mungkin dikaitkan
dengan gen-gen yang merespon sistem imun tertentu yang menyebabkan terjadinya
predisposisi pada pasien sehingga terjadi respon autoimun terhadap sel-sel pulaunya (islets
of Langerhans) sendiri atau yang dikenal dengan istilah autoregresi.
V. MANIFESTASI KLINIS
Pada diabetes melitus tipe 1, yang kebanyakan diderita oleh anak-anak ( diabetes
melitus juvenil) mempunyai gambaran lebih akut, lebih berat, tergantung insulin dengan
kadar glukosa darah yang labil. Penderita biasanya datang dengan ketoasidosis karena
keterlambatan diagnosis. Mayoritas penyandang DM tipe 1 menunjukan gambaran klinik
yang klasik seperti:
a. Hiperglikemia ( Kadar glukosa darah plasma >200mg/dl ).
b. Poliuria
Poliuria nokturnal seharusnya menimbulkan kecurigaan adanya DM tipe 1 pada
anak.
c. Polidipsia
d. Poliphagia
e. Penurunan berat badan , Malaise atau kelemahan
f. Glikosuria (kehilangan glukosa dalam urine)
g. Ketonemia dan ketonuria
Penumpukan asam lemak keton dalam darah dan urine terjadi akibat katabolisme
abnormal lemak sebagai sumber energy. Ini dapat mengakibatkan asidosis dan koma.
h. Mata kabur
Hal ini disebabkan oleh gangguan lintas polibi (glukosa – sarbitol fruktasi) yang
disebabkan karena insufisiensi insulin. Akibat terdapat penimbunan sarbitol dari
lensa, sehingga menyebabkan pembentukan katarak.
i. Gejala-gejala lainnya dapat berupa muntah-muntah, nafas berbau aseton, nyeri atau
kekakuan abdomen dan gangguan kesadaran ( koma )
VI. KOMPLIKASI
Diabetes melitus dapat menimbulkan berbagai komplikasi yang menyerang
beberapa organ dan yang lebih rumit lagi, penyakit diabetes tidak menyerang satu alat
saja, tetapi berbagai organ secara bersamaan. Komplikasi ini dibagi menjadi dua kategori
(Schteingart, 2006):
A. Komplikasi metabolik akut yang sering terjadi :
1. Hipoglikemia
Reaksi hipoglikemia adalah gejala yang timbul akibat tubuh kekurangan
glukosa, dengan tanda-tanda rasa lapar, gemetar, keringat dingin, pusing, dan
sebagainya. Hipoglikemia yaitu kadar glukosa darah kurang dari 80 mg/dl.
Hipoglikemi sering membuat anak emosional, mudah marah, lelah, keringat
dingin, pingsan, dan kerusakan sel permanen sehingga mengganggu fungsi organ
dan proses tumbuh kembang anak. Hipoglikemik disebabkan oleh obat anti-
diabetes yang diminum dengan dosis terlalu tinggi, atau penderita terlambat
makan, atau bisa juga karena latihan fisik yang berlebihan.
2. Koma Diabetik
Koma diabetik ini timbul karena kadar darah dalam tubuh terlalu tinggi, dan
biasanya lebih dari 600 mg/dl. Gejala koma diabetik yang sering timbul adalah:
Nafsu makan menurun (biasanya diabetisi mempunyai nafsu makan yang
besar)
Minum banyak, kencing banyak
Kemudian disusul rasa mual, muntah, napas penderita menjadi cepat dan
dalam, serta berbau aseton
Sering disertai panas badan karena biasanya ada infeksi dan penderita koma
diabetik harus segara dibawa ke rumah sakit
B. Komplikasi- komplikasi vaskular jangka panjang (biasanya terjadi setelah tahun ke-5)
berupa :
1. Mikroangiopati : retinopati, nefropati, neuropati. Nefropati diabetik dijumpai pada
1 diantara 3 penderita DM tipe-1.
2. Makroangiopati : gangren, infark miokardium, dan angina.
Komplikasi lainnya (FKUI. Ilmu Kesehatan Anak. 1988 ) :
Gangguan pertumbuhan dan pubertas
Katarak
Arteriosklerosis (sesudah 10-15 tahun)
Hepatomegali
VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa
1. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
2. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
3. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah
mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl
Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa dengan metode enzimatik sebagai patokan
penyaring dan diagnosis DM (mg/dl)4
Bukan DM Belum pasti DM DM
Kadar glukosa darah sewaktu
Plasma vena <110 110-199 >200
Darah Kapiler <90 90-199 >200
Kadar glukosa darah puasa
Plasma vena <110 110-125 >126
Darah Kapiler <90 90-109 >110
VIII. PENATALAKSANAAN MEDIS
Dalam jangka pendek, penatalaksanaan DM bertujuan untuk
menghilangkan/mengurangi keluhan/gejala DM. Sedangkan untuk tujuan jangka
panjangnya adalah mencegah komplikasi. Tujuan tersebut dilaksanakan dengan cara
menormalkan kadar glukosa, lipid, dan insulin. Untuk mempermudah tercapainya tujuan
tersebut kegiatan dilaksanakan dalam bentuk pengelolaan pasien secara holistik dan
mengajarkan kegiatan mandiri.
Tabel Kriteria pengendalian DM.
Baik Sedang Buruk
Glukosa darah plasma vena (mg/dl)
- puasa 80-109 110-139 >140
-2 jam 110-159 160-199 >200
HbA1c (%) 4-6 6-8 >8
Kolesterol total (mg/dl) <200 200-239 >240
Kolesterol LDL
- tanpa PJK <130 130-159 >159
- dengan PJK <100 11-129 >129
Kolesterol HDL (mg/dl) >45 35-45 <35
Trigliserida (mg/dl)
- tanpa PJK <200 <200-249 >250
- dengan PJK <150 <150-199 >200
BMI/IMT
- perempuan 18,9-23,9 23-25 >25 atau <18,5
- laki-laki 20 -24,9 25-27 >27 atau <20
Tekanan darah (mmHg) <140/90 140-160/90-95 >160/95
Akan tetapi, perbedaan utama antara penatalaksanaan DM tipe 1 yang mayoritas diderita
anak dibanding DM tipe 2 adalah kebutuhan mutlak insulin. Terapi DM tipe 1 lebih tertuju
pada pemberian injeksi insulin.
Penatalaksanaan DM tipe 1 menurut Sperling dibagi dalam 3 fase yaitu :
1. Fase akut/ketoasidosis
koma dan dehidrasi dengan pemberian cairan, memperbaiki keseimbangan asam
basa, elektrolit dan pemakaian insulin.
2. Fase subakut/ transisi
Bertujuan mengobati faktor-faktor pencetus, misalnya infeksi, dll, stabilisasi
penyakit dengan insulin, menyusun pola diet, dan penyuluhan kepada penyandang
DM/keluarga mengenai pentignya pemantauan penyakitnya secara teratur dengan
pemantauan glukosa darah, urin, pemakaian insulin dan komplikasinya serta
perencanaan diet dan latihan jasmani.
3. Fase pemeliharaan
Pada fase ini tujuan utamanya ialah untuk mempertahankan status metabolik
dalam batas normal serta mencegah terjadinya komplikasi
Untuk itu WHO mengemukakan beberapa sasaran yang ingin dicapai dalam
penatalaksanaan penyandang DM tipe 1, diantaranya :
1. Bebas dari gejala penyakit
2. Dapat menikmati kehidupan sosial sepenuhmya
3. Dapat terhindar dari komplikasi penyakitnya
Pada anak, ada beberapa tujuan khusus dalam penatalaksanaannya, yaitu diusahakan supaya
anak-anak :
1. Dapat tumbuh dan berkembang secara optimal
2. Mengalami perkembangan emosional yang normal
3. Mampu mempertahankan kadar glukosuria atau kadar glukosa darah serendah mungkin
tanpa menimbulkan gejala hipoglikemia
4. Tidak absen dari sekolah akibat penyakit dan mampu berpartisipasi dalam kegiatan fisik
maupun sosial yang ada
5. Penyakitnya tidak dimanipulasi oleh penyandang DM, keluarga, maupun oleh
lingkungan
6. Mampu memberikan tanggung jawab kepada penyandang DM untuk mengurus dirinya
sendiri sesuai dengan taraf usia dan intelegensinya
Diabetes Mellitus jika tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan berbagai penyakit
dan diperlukan kerjasama semua pihak ditingkat pelayanan kesehatan. Untuk mencapai
tujuan tersebut dilakukan berbagai usaha dan akan diuraikan sebagai berikut:
a. Pemberian insulin
Diabetes tipe 1 mutlak membutuhkan insulin karena pankreas tidak dapat
memproduksi hormon insulin. Maka seumur hidupnya pasien harus mendapatkan terapi
insulin untuk mengatasi glukosa darah yang tinggi. Tujuan terapi insulin ini terutama
untuk :
1. Mempertahankan glukosa darah dalam kadar yang normal atau mendekati normal.
2. Menghambat kemungkinan timbulnya komplikasi kronis pada diabetes.
IX. ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Identitas.
Nama, umur, jenis kelamin, agama, suku/bangsa,dll.
2. Riwayat Keperawatan
a. Keluhan utama
Polifagi, Poliuria, Polidipsi, penurunan berat badan, frekuensi minum dan berkemih.
Peningkatan nafsu makan, penururan tingkat kesadaran, perubahan perilaku.
b. Riwayat penyakit sekarang.
Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya, mendapat terapi
insulin jenis apa, bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau tidak, apa saja
yang dilakukan klien untuk menanggulangi penyakitnya.
c. Riwayat penyakit dahulu.
Diduga diabetes tipe 1 disebabkan oleh infeksi atau toksin lingkungan seperti oleh
virus penyakit gondok (mumps) dan virus coxsackie B4, oleh agen kimia yang
bersifat toksik, atau oleh sitotoksin perusak dan antibodi.
d. Riwayat kesehatan keluarga.
Terutama yang berkaitan dengan anggota keluarga lain yang menderita diabetes
melitus. Riwayat kehamilan karena stress saat kehamilan dapat mencetuskan
timbulnya diabetes melitus.
Tingkat pengetahuan keluarga tentang penyakit diabetes melitus.
Pengalaman keluarga dalam menangani penyakit diabetes melitus.
Kesiapan/kemauan keluarga untuk belajar merawat anaknya.
Koping keluarga dan tingkat kecemasan.
e. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan.
Usia
Tingkat perkembangan
Toleransi / kemampuan memahami tindakan
Koping
Pengalaman berpisah dari keluarga / orang tua
Pengalaman infeksi saluran pernafasan sebelumnya
3. Pemeriksaan fisik
a. Aktivitas / istrahat.
Lemah, letih, susah, bergerak / susah berjalan, kram otot, tonus otot menurun.
Tachicardi, tachipnea pada keadaan istrahat/daya aktivitas. Letargi / disorientasi,
koma.
b. Sirkulasi
Adanya riwayat hipertensi : infark miokard akut, kesemutan pada ekstremitas dan
tachicardia. Perubahan tekanan darah postural : hipertensi, nadi yang menurun / tidak
ada. Disritmia, krekel : DVJ
ulkus pada kaki yang penyembuhannya lama, takikardi, perubahan tekanan darah
c. Pernapasan
Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya infeksi / tidak)
d. Neurosensori
Pusing / pening, gangguan penglihatan, disorientasi : mengantuk, lifargi, stuport /
koma (tahap lanjut). Sakit kepala, kesemutan, kelemahan pada otot, parestesia,
gangguan penglihatan, gangguan memori (baru, masa lalu) : kacau mental, refleks
fendo dalam (RTD) menurun (koma), aktifitas kejang.
e. Nyeri / Kenyamanan
Gejala : Abdomen yang tegang / nyeri (sedang berat), wajah meringis dengan
palpitasi : tampak sangat berhati – hati.
f. Keamanan
Kulit kering, gatal : ulkus kulit, demam diaporesis.
g. Eliminasi
Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, anuria ), diare
Urine encer, pucat, kuning, poliuria (dapat berkembang menjadi oliguria / anuria jika
terjadi hipololemia barat). Abdomen keras, bising usus lemah dan menurun :
hiperaktif (diare).
h. Integritas Ego
Stress, ansietas
i. Makanan / Cairan
Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat badan, haus,
penggunaan diuretik.
4. Psikososial
Dapat menyelesaikan tugas – tugasnya sampai menghasilkan sesuatu
Belajar bersaing dan koperatif dengan orang lain
5. Pemeriksaan Diagnostik
a. Glukosa darah : meningkat 100 – 200 mg/dl atau lebih.
b. Aseton plasma : positif secara menyolok.
c. Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat.
d. Osmolaritas serum : meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 m osm/l.
2) Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan masukan oral,
anoreksia, mual, peningkatan metabolisme protein, lemak.
Tujuan : kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi
Kriteria Hasil :
Pasien dapat mencerna jumlah kalori atau nutrien yang tepat
Berat badan stabil atau penambahan ke arah rentang biasanya
Intervensi :
Timbang berat badan setiap hari atau sesuai dengan indikasi.
Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan makanan
yang dapat dihabiskan pasien.
Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen / perut kembung, mual,
muntahan makanan yang belum sempat dicerna, pertahankan keadaan puasa sesuai
dengan indikasi.
Berikan makanan cair yang mengandung zat makanan (nutrien) dan elektrolit
dengan segera jika pasien sudah dapat mentoleransinya melalui oral.
Libatkan keluarga pasien pada pencernaan makan ini sesuai dengan indikasi.
Observasi tanda-tanda hipoglikemia seperti perubahan tingkat kesadaran, kulit
lembab/dingin, denyut nadi cepat, lapar, peka rangsang, cemas, sakit kepala.
Kolaborasi melakukan pemeriksaan gula darah.
Kolaborasi pemberian pengobatan insulin.
Kolaborasi dengan ahli diet.
intervensi. Tujuan dari implementasi adalah membantu klien dalam mencapai peningkatan
kesehatan baik yang dilakukan secara mandiri maupun kolaborasi dan rujukan.
E. EVALUASI
Evaluasi adalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan dalam
pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi tujuan atau
intervensi keperawatan ditetapkan (Brooker, 2001).
Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan diabetes mellitus adalah :
1. Kondisi tubuh stabil, tanda-tanda vital, turgor kulit, normal.
2. Berat badan dapat meningkat dengan nilai laboratorium normal dan tidak ada tanda-
tanda malnutrisi.
3. Infeksi tidak terjadi
4. Rasa lelah berkurang/Penurunan rasa lelah
5. Pasien mengutarakan pemahaman tentang kondisi, efek prosedur dan proses
pengobatan.
DAFTAR PUSTAKA
Bare & Suzanne, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Volume 2, (Edisi 8), EGC,
Jakarta
Carpenito, 1999, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, (Edisi 2), EGC, Jakarta
Doenges, E. Marilynn dan MF. Moorhouse, 2001, Rencana Asuhan Keperawatan, (Edisi III),
EGC, Jakarta.
Gibson, John, 2003, Anatomi dan Fisiologi Modern untuk Perawat, EGC, Jakarta
Guyton dan Hall, 1997, Fisiologi Kedokteran, (Edisi 9), EGC, Jakarta
Sherwood, 2001, Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem, (edisi 21), EGC, Jakarta
Tandra, Hans. 2007. Segala sesuatu yang harus Anda ketahui tentang Diabetes.
Jakarta : Gramedia Pustaka Utama
Katzung. B. G. 2002. Farmakologi Dasar dan Klinik Buku 2. Jakarta : Salemba
Medika
Soegondo S, Soewondo P, Subekti I. 2005. Penatalaksanaan Diabetes Melitus
Terpadu. Jakarta : Balai Penerbit FKUI
Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R. 2005. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI