I. Pendahuluan
Dalam Perjanjian Lama terkusus kitab kejadian hal yang pertama sekali kita temui dan
dapatkan adalah mengenai penciptaan. Dimana dalam penciptaan tersebut, Allah melakukan-Nya
dengan sungguh baik hasilnya, namun ini tidak terlepas dengan yang namanya pemeliharaan.
Allah juga adalah pemelihara,. Untuk lebih jelasnya mengenai bagaimana uraian dari Allah
pencipta dan pemelihara ciptaan ini, maka saya akan mencoba memaparkannya. Semoga paper
ini dapat menambah wawasan kita semua.
II. Pembahasan
2.1. Pengertian Penciptaan
Kata penciptaan berasal dari kata kerja “cipta”, yang merupakan pemahaman kepercayaan
tentang Allah sebagai pencipta alam semesta yang kompleks dan juga tertata rapi, termasuk juga
sebagai penjaga kelangsungan dunia ciptaan sampai sekarang yang menopang dengan firman-
Nya.
6 Hari penciptaan :
Kejadian pasal 1 : 1 - 31
Keluaran 20:11,
Ketika seseorang membuka Alkitab, membaca kitab Kejadian pasal 1 dan menafsirkannya secara
harafiah, nampaknya dapat dikatakan bahwa Tuhan menciptakan dunia, alam semesta dan semua
yang ada di dalamnya dalam waktu 6 hari (tepatnya 24 jam). Tetapi ada pandangan-pandangan
dalam gereja yang telah menjadi diterima akhir-akhir ini yaitu bahwa hari-hari tersebut dapat
berarti ribuan, jutaan tahun, atau milyaran tahun. Sebenarnya apakah pentingnya bagi kita untuk
mengetahui seberapa panjangnya hari-hari tersebut ? Apakah mungkin untuk menentukan hari-
hari tersebut benar-benar hari dalam arti biasa (24 jam) atau periode waktu yang panjang ?
Alasan terutama yang membuat banyak orang mencoba membuat hari dalam Kejadian pasal 1
menjadi periode yang panjang adalah untuk mengharmonisasikan kisah penciptaan dengan teori
tahun geologis (salah satu bagian teori evolusi yang membagi usia bumi beserta makhluk
hidupnya berdasarkan susunan lapisan-lapisan tanah). Jika seseorang menerima teori tahun
geologis berarti ia menolak (1) Banjir jaman Nuh yang meliputi seluruh dunia karena banjir
seperti ini pasti mengacaukan susunan lapisan tanah berdasarkan teori tahun geologis, dan (2)
bersikeras menyatakan ada banyak mahluk yang hidup, berjuang mempertahankan hidup, dan
mati sebelum manusia ada. Hal ini tentu saja melemahkan seluruh penekanan Perjanjian
Baru/Injil terhadap dosa, kematian, pertumpahan darah, penebusan dan kutukan.
Segala usaha untuk mengharmonisasikan tahun-tahun geologis yang panjang dengan kitab
Kejadian (yang berupa gap theory, day-age theory, progressive creation, dll.) berarti menerima
adanya kematian sebelum manusia ada sedangkan Perjanjian Baru menekankan bahwa
perjuangan, penderitaan, dan pertumpahan darah yang ada di dunia saat ini muncul sesudah
Adam berbuat dosa. Usaha-usaha untuk kompromi tersebut adalah buatan belaka, tidak sesuai
teks kitab Kejadian, seperti yang dinyatakan Dr. James Barr (Professor bahasa Ibrani di Oxford
University) :
Sepanjang pengetahuan saya tidak ada professor bahasa Ibrani atau Perjanjian Lama dari
universitas kelas dunia, yang tidak percaya bahwa penulis Kejadian pasal 1-11 bermaksud
menyampaikan kepada pembacanya tentang (a) Penciptaan memakan waktu 6 hari berturut-turut,
dimana 1 hari tersebut sama dengan 1 hari (24 jam) yang kita alami sekarang; (b) Silsilah tokoh-
tokoh yang ada dalam kitab Kejadian dinyatakan dalam bentuk kronologi yang sederhana dari
permulaan dunia sampai seterusnya; (c) Banjir pada jaman Nuh meliputi seluruh dunia dan
membinasakan seluruh manusia dan binatang kecuali yang terdapat di dalam bahtera.
Perhatikan bahwa ahli-ahli tersebut tidak mengatakan bahwa mereka beriman tentang hal di atas;
mereka hanya secara jujur menyatakan kenyataan yang terdapat di dalam bahasa Ibraninya.
Kata "hari" dalam Kejadian 1 berasal dari kata Ibrani yom. Kata ini dapat berarti 1 hari (dengan
pengertian biasa 1 hari = 24 jam), ½ hari ( 12 jam) dari 24 jam (maksudnya siang, bukan malam),
atau biasanya suatu periode waktu yang tidak terbatas (contoh "pada jaman hakim-hakim" atau
"pada harinya Tuhan"). Tanpa pengecualian, pada Perjanjian Lama kata yom dalam bahasa
Ibrani tidak pernah digunakan untuk menunjukkan periode waktu yang panjang dan terbatas
dengan permulaan yang spesifik sampai titik akhirnya. Lebih jauh lagi kita harus mengingat
bahwa ketika kata yom digunakan dalam arti periode waktu yang tidak terbatas, hal itu sangat
jelas terlihat dalam konteksnya. Jadi kita dapat dengan mudah membedakan yom yang berarti 24
jam atau siang hari dengan periode waktu yang tidak terbatas.
Beberapa orang mengatakan bahwa kata hari dalam Kejadian mungkin digunakan secara
simbolis sehingga kita tidak harus menerimanya secara harafiah. Tetapi ada satu hal yang sering
tidak disadari yaitu sebuah kata tidak pernah dapat digunakan secara simbolis pada waktu kata
itu pertama kalinya digunakan ! Kenyataannya adalah sebuah kata bisa digunakan secara
simbolis hanya ketika ia pertama kalinya mempunyai arti harafiah.
Dalam perjanjian baru kita diberitahu bahwa Yesus adalah "pintu". Kita tahu apa artinya karena
kita tahu kata pintu berarti sebuah jalan masuk. Karena kita tahu arti harafiahnya maka kata itu
bisa diaplikasikan sebagai simbol dari Yesus Kristus. Kata pintu tidak bisa digunakan sebagai
simbol kecuali ia punya arti harafiah untuk pertama kalinya. Oleh karena itu kata hari tidak bisa
digunakan secara simbolis waktu pertama kali muncul di kitab Kejadian. Memang inilah
sebabnya mengapa penulis Kejadian sangat berhati-hati mendefinisikan kata hari ketika muncul
untuk pertama kalinya. Pada Kejadian 1:4 kita membaca bahwa Allah memisahkan "terang itu
dari gelap". Kemudian pada Kejadian 1:5 kita membaca Allah menamai terang itu siang, dan
gelap itu malam. Ketika kata hari digunakan untuk pertama kalinya, ia didefinisikan sebagai
terang untuk membedakannya dengan gelap yang dinamai malam. Kejadian 1:5 diakhiri dengan
"Jadilah petang dan jadilah pagi, itulah hari pertama." Kalimat ini adalah kalimat yang sama
yang digunakan untuk setiap 5 hari lainnya, dan menunjukkan bahwa ada siklus yang jelas yang
sudah ditetapkan tentang siang dan malam (periode terang dan periode gelap). Pada periode
terang, selama 6 hari berturut-turut, Allah melakukan pekerjaanNya dan pada periode
gelap Allah tidak bekerja secara kreatif (God did no creative work bukan God did not work).
Tetapi bagaimana bisa terdapat siang dan malam jika matahari belum ada/diciptakan ? Kejadian
1 sangat jelas menyatakan bahwa matahari belum diciptakan hingga hari ke-4. Kejadian 1:3
memberitahu kita bahwa Allah menciptakan terang pada hari pertama, dan ungkapan "petang dan
pagi" menunjukkan adanya periode terang dan gelap yang berselang-seling. Pada hari pertama
Allah menetapkan eksistensi terang pada langit dan bumi yang Ia ciptakan yang diarahkan dari
satu sumber yang tetap terhadap bumi yang berotasi sehingga bumi menghasilkan siklus siang
dan malam. Terang itu berasal dari satu sumber yang permanen dan tidak bergeser dari
tempatnya sedangkan bumi berputar pada porosnya. Tetapi kita tidak diberitahu dari mana terang
tersebut datang. Kata terang dalam Kejadian 1:3 berarti inti terang itu dipanggil exist ke alam
semesta kemudian pada Kejadian 1:14-19 kita diberitahu bahwa penciptaan matahari di hari ke-4
adalah untuk menjadi sumber terang sejak saat itu. Eksistensi/inti terang kemudian digantikan
oleh matahari.
Matahari diciptakan untuk menguasai siang yang sudah diciptakan. Siang tetaplah siang, hanya
saja sekarang ia memiliki sumber terang yang baru. Tiga hari pertama penciptaan (sebelum
matahari ada) adalah sama dengan 3 hari dengan adanya matahari.
Satu dari alasan-alasan yang mungkin bahwa Tuhan dengan sengaja tidak menciptakan matahari
sampai hari ke-4 karena Dia tahu bahwa, selama berabad-abad, kebudayaan-kebudayaan dunia
akan berusaha menyembah matahari sebagai sumber hidup. Tidak hanya itu, teori-teori pada
jaman modern memberitahukan kita matahari ada sebelum bumi. Tuhan sedang menunjukkan
kepada kita bahwa Dia memulainya dengan bumi dan terang, bahwa Dia bisa
mempertahankannya dengan siklus siang dan malam, bahwa matahari diciptakan pada hari ke-4
sebagai alatNya untuk pembawa terang sejak saat itu.
Mungkin satu dari alasan-alasan pokok mengapa orang-orang cenderung untuk tidak
menganggap hari-hari dalam Kejadian sebagai hari-hari biasa, karena mereka telah percaya
bahwa ilmuwan-ilmuwan telah membuktikan bumi berumur milyaran tahun. Tetapi hal itu tidak
benar. Tidak ada metode penanggalan tahun (age dating) yang mutlak yang dapat menentukan
dengan tepat berapa umur bumi. Lagipula, ada banyak bukti yang konsisten dengan kepercayaan
bahwa bumi berusia muda dan mungkin hanya berumur beberapa ribu tahun saja.
Mengapa 6 hari ?
Keberadaan Tuhan adalah tanpa batas. Ini berarti Dia mempunyai kekuatan yang tak terbatas,
pengetahuan yang tak terbatas, kebijaksanaan yang tak terbatas, dll. Jelasnya, Tuhan dapat
membuat apa saja yang Dia inginkan dalam waktu sekejap. Dia dapat menciptakan seluruh alam
semesta, bumi dan semua isinya dalam waktu sekejap. Mungkin pertanyaannya adalah mengapa
Tuhan memakai waktu selama 6 hari ? Bukankah 6 hari adalah waktu yang panjang untuk Tuhan
yang tak terbatas untuk membuat apapun juga ? Jawabannya dapat ditemukan di kitab Keluaran
20:11.
Keluaran 20 berisi 10 hukum Taurat. Haruslah diingat bahwa hukum-hukum ini ditulis di atas
batu oleh "jari Allah", seperti yang kita baca dalam Keluaran 31:18 "Dan TUHAN memberikan
kepada Musa, setelah Ia selesai berbicara dengan dia di gunung Sinai, kedua loh hukum Allah,
loh batu, yang ditulis oleh jari Allah." Hukum ke-4 di pasal 20 ayat 9 memberitahukan kepada
kita bahwa kita bekerja selama 6 hari dan beristirahat 1 hari. Hal ini lebih diperkuat dalam ayat
11 , "Sebab enam hari lamanya TUHAN menjadikan langit dan bumi, laut dan segala isinya, dan
Ia berhenti pada hari ketujuh; itulah sebabnya TUHAN memberkati hari Sabat dan
menguduskannya." Ayat ini adalah referensi langsung untuk minggu penciptaaan yang dilakukan
Allah dalam Kejadian 1. Agar konsisten (dan kita seharusnya juga), apapun arti yang dipakai
untuk kata hari dalam kejadian 1 harus juga dipakai di dalam ayat ini. Jika anda ingin
mengatakan kata hari dalam Kejadian berarti periode waktu yang panjang, tentulah artinya hari
tersebut adalah periode waktu yang tidak terbatas atau tidak pasti - bukan periode waktu yang
terbatas (lihat paragraf pertama subheadline Apakah "hari" itu ?). Dengan demikian arti dari
Keluaran 20:9-11 haruslah "enam periode waktu yang tidak terbatas lamanya engkau harus
bekerja dan beristirahat pada satu periode waktu yang tak terbatas.! Hal ini sangat tidak masuk
akal. Dengan menerima hari-hari tersebut sebagai hari-hari yang biasa, kita dapat mengerti
bahwa Tuhan sedang memberitahukan kita bahwa Dia bekerja selama enam hari biasa dan
beristirahat selama 1 hari biasa untuk memberikan pola kepada manusia - pola (pattern) 7 hari
dalam seminggu yang masih berlaku sampai sekarang ! Dengan kata lain, dari Keluaran 20, kita
belajar alasan Tuhan memerlukan waktu yang lama, yaitu 6 hari untuk membuat segalanya,
adalah bahwa Dia membuat pola untuk kita ikuti, pola kerja yang masih kita ikuti sampai
sekarang !
Ada banyak ketidakkonsistenan bagi mereka yang menerima bahwa hari-hari dalam Kejadian
adalah periode waktu yang panjang (day age theory). Contoh, kita diberitahu oleh Kejadian 1:26-
28 bahwa Tuhan membuat manusia pertama (Adam) pada hari keenam. Adam hidup sepanjang
hari keenam, hari ketujuh, dan kita diberitahu oleh Kejadian 5:5 bahwa dia meninggal pada umur
930 tahun. (Kita tidak sedang berada pada hari ketujuh sekarang, sebagaimana orang-orang salah
menafsirkannya, karena Kejadian 2:2 memberitahu kita bahwa Tuhan beristirahat dari pekerjaan
penciptaanNya, bukan sedang beristirahat sampai sekarang dari pekerjaan penciptaanNya). Jika
satu hari, misalnya, sama dengan satu juta tahun, maka akan timbul masalah-masalah besar.
Kenyataannya, jika satu hari hanya seribu tahun, juga masih tetap tidak masuk akal berkenaan
dengan umur kematian Adam.
Walaupun day-age theory berusaha agar usia bumi bisa menjadi berjuta-juta tahun sesuai dengan
teori evolusi (dengan menyatakan satu hari di dalam Kejadian 1 adalah sama dengan jutaan
tahun), namun hal tersebut ternyata tetap bertentangan dengan teori evolusi.
Day-Age Theory : Tuhan menciptakan materi pada awal mulanya. Kejadian 1:1
Evolution : Materi sudah ada sejak dari awal mulanya.
Day-Age Theory : Bumi telah diciptakan sebelum matahari, bulan dan bintang-bintang. Kej
1:1;1:14
Evolution : Matahari dan bintang-bintang sudah ada sebelum bumi ada.
Day-Age Theory : Terang sudah ada di bumi sebelum adanya matahari. Kej 1:3;1:14-16
Evolution : Matahari merupakan cahaya terang yang pertama bagi bumi
Day-Age Theory : Bentuk kehidupan pertama adalah tumbuh-tumbuhan di daratan. Kej 1:11
Evolution : Bentuk kehidupan pertama adalah organisme di lautan.
Day-Age Theory : Manusia yang berdosa, menyebabkan adanya perjuangan hidup dan kematian
(The cause of struggle and death). Kej 2:17;3:4; Rom 5:12.
Evolution : Perjuangan hidup dan kematian adalah merupakan proses alamiah dalam rangka
seleksi alamiah yang diperlukan untuk menghasilkan manusia.
Ada pendapat yang mengacu bahwa II Petrus 3:8 memberitahu kita, "bahwa di hadapan Tuhan
satu hari sama seperti seribu tahun dan seribu tahun sama seperti satu hari."
Ayat ini digunakan oleh banyak orang yang mengajarkan, atau paling tidak menarik kesimpulan,
bahwa hari-hari dalam Kejadian pastilah masing-masing sama dengan seribu tahun. Hal ini juga
salah. Bila kita melihat pada Mazmur 90:4, kita membaca sebuah ayat yang sangat jelas, "Sebab
dimataMu seribu tahun sama seperti hari kemarin, apabila berlalu, atau seperti suatu giliran jaga
di waktu malam."
Pada kedua ayat tersebut seluruh konteknya mempunyai maksud bahwa Tuhan tidak dibatasi
oleh waktu maupun proses-proses alamiah. Tuhan itu melampaui waktu karena Dialah yang
menciptakan waktu. Dalam ayat-ayat tersebut tidak ada satu petunjuk pun yang mengacu pada
hari-hari penciptaan yang terdapat dalam Kejadian, karena kedua ayat tersebut bermaksud
memberitahu bahwa Tuhan tidak terikat oleh waktu. Dalam II Petrus 3, konteksnya berhubungan
dengan kedatangan Kristus yang kedua kali, menunjukkan fakta bahwa bagi Tuhan satu hari
serasa seribu tahun atau seribu tahun serasa satu hari berarti Tuhan tidak dipengaruhi oleh waktu.
Hal ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan hari-hari penciptaan dalam Kejadian.
Lebih jauh lagi dalam II Petrus 3:8, kata hari dibandingkan dengan seribu tahun. Kata hari
mempunyai arti harafiah hingga dapat dibandingkan dengan "seribu tahun". Ia tidak bisa
dibandingkan dengan seribu tahun jika tidak mempunyai arti harafiahnya. Maka, kata hari di ayat
ini bukan didefinisikan sama dengan "seribu tahun" tetapi hanya dibandingkan dengan ungkapan
"seribu tahun". Dengan demikian tujuan dasar dari pesan Rasul Petrus adalah Tuhan mampu
melakukan, dengan waktu. yang sangat pendek, apa yang dapat manusia/alam lakukan dalam
waktu yang sangat panjang. Para evolusionis berusaha membuktikan bahwa proses-proses
berurutan dari alam untuk menghasilkan manusia memerlukan waktu jutaan tahun. Banyak orang
Kristen telah menerima konsep jutaan tahun ini, menambahkannya ke dalam Alkitab, kemudian
berkata bahwa Tuhan memerlukan jutaan tahun untuk membuat semuanya itu. Tetapi, inti dari II
Petrus 3:8 adalah bahwa Allah tidak dibatasi oleh waktu sementara evolusi memerlukan banyak
sekali waktu.
Juga ada satu catatan penting untuk diperhatikan yaitu di bagian II Petrus sebelum kalimat "satu
hari sama seperti seribu tahun," kita diberitahu bahwa "... akan tampil pengejek-pengejek dengan
ejekan-ejekannya, yaitu orang-orang yang hidup menurut hawa nafsunya. Kata mereka :
‘Dimanakah janji tentang kedatanganNya itu? Sebab sejak bapa-bapa leluhur kita
meninggal, segala sesuatu berjalan tetap seperti semula pada waktu dunia diciptakan.’ " (II
Petrus 3:3,4).
Dengan demikian, pada hari-hari akhir orang-orang akan mengatakan bahwa segala sesuatu terus
berjalan - sama seperti yang dikatakan para evolusionis bahwa segala sesuatu telah berjalan
selama jutaan tahun. Orang-orang ini tidak percaya bahwa Tuhan campur tangan dalam sejarah.
Pernyataan "segala sesuatu berjalan tetap seperti semula pada waktu dunia diciptakan" dapat
didefinisikan sebagai konsep modern tentang uniformitarianism. Ini adalah pandangan yang
lazim dalam ilmu geologi sekarang ini : bahwa "masa kini adalah kunci dari masa lalu" (bahwa
dunia sudah berjalan jutaan tahun dengan cara yang sama seperti yang kita lihat terjadi sekarang
ini). Hal ini benar-benar dasar dari geologi evolusi modern. Kebanyakan geologis modern tidak
percaya bahwa Tuhanlah yang menciptakan dunia ribuan tahun yang lalu, tetapi bahwa dunia ini
adalah sebuah produk dari proses selama jutaan tahun. Tuhan memberitahu kita dengan cukup
jelas bahwa Dia menciptakan segalanya dalam 6 hari, dan Dia mengunakan waktu selama itu
karena alasan khusus seperti yang dijelaskan dalam Keluaran 20.
Dalam Kejadian 1:14 kita membaca bahwa Tuhan berkata, "Jadilah benda-benda penerang pada
cakrawala untuk memisahkan siang dari malam. Biarlah benda-benda penerang itu menjadi tanda
yang menunjukkan masa-masa yang tetap dan hari-hari dan tahun-tahun."
Jika kata "hari" di sini bukan berarti hari secara harafiah, maka kata "tahun-tahun" yang
digunakan pada ayat yang sama akan menjadi tidak mempunyai arti.
Melihat Yeremia 33:25-26, kita membaca, "Beginilah firman TUHAN: Jika Aku tidak
menetapkan perjanjianKu dengan siang dan malam dan aturan langit dan bumi, maka juga Aku
pasti akan menolak keturunan Yakub dan hambaKu Daud, sehingga berhenti mengangkat dari
keturunannya orang-orang yang memerintah atas keturunan Abraham, Ishak dan Yakub. Sebab
Aku akan memulihkan keadaan mereka dan menyayangi mereka."
Di sini Tuhan memberitahu Yeremia bahwa Dia mempunyai perjanjian dengan siang dan malam
yang tidak bisa dilanggar, karena berhubungan dengan janji kepada keturunan Daud - termasuk
seseorang yang telah dijanjikan menerima mahkota (Kristus). Perjanjian antara Tuhan dengan
siang dan malam ini bermula dari Kejadian 1, karena Tuhan pertama kali mendefinisikan siang
dan malam ketika Ia menciptakan mereka. Jadi jika perjanjian antara siang dan malam ini tidak
ada walaupun Tuhan dengan jelas berkata ada (jika anda tidak menerima Kejadian 1 secara
harafiah), maka janji yang diberikan melalui Yeremia menjadi tidak berlaku.
Akhirnya, apakah jadi soal jika kita menerima hari-hari itu secara harafiah atau tidak ?
Jawabannya secara pasti adalah "Ya"! Hal ini menjadi suatu prinsip pendekatan seseorang
terhadap Alkitab. Sebagai contoh, jika kita tidak menerima mereka sebagai hari-hari biasa, maka
kita harus bertanya, "Apakah mereka?" Jawabannya "Kita tidak tahu". Jika pendekatan kita
seperti itu, maka secara logis kita harus melakukan pendekatan terhadap bagian lain dalam kitab
Kejadian dengan cara yang sama (harus konsisten). Sebagai contoh, ketika dikatakan bahwa
Tuhan mengambil debu tanah dan membuat Adam - apa maksudnya ? Jika artinya tidak secara
harafiah, maka kita tidak tahu apa artinya! Maka sangat penting menerima kitab Kejadian secara
harafiah. Lebih jauh lagi, perlu diingat bahwa anda tidak dapat menafsirkan secara harafiah
karena penafsiran harafiah berkontradiksi. Anda harus menerimanya secara harafiah atau
menafsirkannya! Sangatlah penting untuk menyadari bahwa kita harus menerimanya secara
harafiah kecuali kata itu secara jelas berupa simbol, dan jika memang demikian, konteksnya akan
membuat arti kata itu menjadi jelas atau kita diberitahu demikian oleh teksnya.
Jika seseorang menerima bahwa kita tidak tahu arti dari kata hari dalam Kejadian, maka
dapatkah orang lain yang berkata bahwa kata itu berarti hari biasa dituduh salah ? Jawabannya
adalah "tidak", karena orang yang menerima kata itu sebagai hari biasa tidak tahu apa artinya.
Terlebih lagi, orang yang pertama tadi, yang tidak tahu apa arti hari, tidak bisa menuduh orang
lain salah !
Ketika orang menerima apa yang diajarkan dalam kitab Kejadian apa adanya, dan menerima hari
sebagai hari biasa, mereka tidak akan menemui kesulitan dalam mengerti apa yang ingin
disampaikan dalam sisa kitab Kejadian (Kej 2-50).
"Sebab enam hari lamanya TUHAN menjadikan langit dan bumi, laut dan segala isinya, dan Ia
berhenti pada hari ketujuh; itulah sebabnya TUHAN memberkati hari Sabat dan
menguduskannya" (Keluaran 20:11)
Artikel ini diterjemahkan dari buku The Answers Book, hal. 89-101, karangan : Ken Ham,
Andrew Snelling, and Carl Wieland, Penerbit : Master Books, 1992.
1. Keagungan
Kitab Kejadian pasal 1 dapat disebut kidung pujian yang indah dan luar biasa untuk memuliakan
Allah Sang Khalik. Dan bagian ini mendorong kita untuk menyanyikan puji-pujian kepada
Tuhan Allah. Melalui harmoninya yang teratur hati kita disesuaikan dengan gita puja surgawi,
dan akal kita dipacu untuk memikirkan Allah sebagai sumber dan pemelihara segala sesuatu.
Kita diundang untuk sujud bersembah di depan Firman-Nya yang menciptakan. Ditunjukkan
kepada kita tempat manusia yang patut di dalam tujuan akbar Allah yang mencakup seluruh
ciptaan-Nya.
Bagian ini sarat dengan keagungan. Menyimak pada keagungan itu hati dan pikiran kita tergerak
memuji dan memuliakan Allah, yang dalam tujuan-Nya terletak semua misteri dunia ini. Seperti
pemazmur menyembah Raja yang mulia, kita pun sepatutnya tergugah untuk bermazmur:
Latar belakang bagian terbesar Kejadian 1-11 adalah tanah dan kebudayaan Mesopotamia yang
kemudian disebut Babel dan yang kini disebut Irak. Itu teracu misalnya pada pasal 2 yang
menyebut sungai Tigris dan Efrat. Inilah tanah Irak modern. Kejadian 11: 1-9 bicara tentang
tanah Sinear, nama lain bagi negeri yang sama. Karena itu tidak mengherankan bahwa tema-
tema Kejadian 1-11, khususnya urutan puisi dalam pasal I itu, mirip dengan cerita-cerita dari
Mesopotamia tentang penciptaan. Umpamanya Riwayat Atrahasis (ditulis ± 1600 sM),
menceritakan tentang penciptaan dunia, lalu menceritakan tentang suatu air bah yang besar.
Suatu karya dari Babel yang lebih kemudian, Enuma Elish, juga menceritakan tentang
penciptaan, mulai dengan roh Ilahi dan dunia yang belum berbentuk dan kosong. Cerita ini
memuliakan ilah utama Babel, yakni Marduk, yang mengalahkan naga raksasa dari samudra,
namanya Tiamat. Mula-mula terang muncul dari para ilah, lalu langit, tanah yang kering, benda-
benda penerang dan akhirnya diciptakanlah manusia. Sesudah itu ilah-ilah istirahat dan
bersukaria. Cerita-cerita demikian mungkin telah diketahui umat Allah. Kendati ada kesamaan
antara cerita-cerita ini dengan Kejadian 1, namun sangat lain sifat gita pujian mengenai
penciptaan dalam Kej 1 itu. "Penulis Kej I sadar bahwa ada cerita-cerita lain mengenal
penciptaan, tapi ia menunjukkan bahwa ketimbang tergantung pada cerita-cerita itu, ia justru
menolaknya" (G Wenham, Genesis 1-15, Word Biblikal Commentary, 1987, p 9).
Enuma Elish menyebut banyak ilah, tapi Kejadian memberitakan monoteisme: hanya ada satu
Allah. Dalam cerita-cerita asal Babel itu, dikatakan bahwa keberadaan roh Ilahi maupun materi
kosmik adalah sama-sama kekal; Kej memberitakan bahwa Allah benar-benar lain dari segala
yang diciptakan-Nya, dan bahwa keberadaan segala sesuatu mutlak bergantung kepada-Nya.
Dalam cerita-cerita asal Asia Barat itu matahari, bulan, bintang-bintang dan naga raksasa dari
samudra dianggap ilah yang berkuasa, tapi Kejadian mengatakan bahwa semuanya itu melulu
makhluk ciptaan. (Kitab Kejadian tidak menggunakan kata-kata yang biasa untuk matahari dan
bulan, keduanya disebut penerang yg lebih besar dan yg lebih kecil; sebabnya mungkin supaya
matahari dan bulan tidak dianggap ilah).
Ada beberapa kritikus Alkitab menyatakan bahwa kisah penciptaan itu berasal dari sumber-
sumber mitologis semisal "Enuma Elish". Karena terdapat persamaan urutan diantara Enuma
Elish (kisah penciptaan versi Babel) dengan Kejadian pasal 1, maka timbul anggapan bahwa
keduanya berasal dari sumber mitologis yang sama. Dalam kedua kisah, urutan peristiwa-
peristiwa berikut ini sama : penciptaan cakrawala, penciptaan daratan, penciptaan benda-benda
penerang di langit, dan penciptaan manusia. Baik catatan kitab Kejadian maupun Enuma
Elish dimulai dengan samudera raya yang tak berbentuk dan campur-baur serta berakhir dengan
dewa-dewa yang beristirahat. (SR Driver, The Book of Genesis, p. 53).
KA Kitchen menjelaskan bahwa dalam pernyataan para kritikus itu terdapat kelemahan
metodologi :
"Anggapan umum bahwa kisah dalam bahasa Ibrani itu hanyalah berupa versi legenda orang
Babel yang sudah disederhanakan dan dimurnikan... jelas keliru jika ditinjau dari dasar-dasar
metodologi. Dalam kawasan Timur Dekat dahulu kala, lazimnya catatan-catatan atau tradisi-
tradisi yang sederhana dapat berkembang (dengan jalan ditambah dan dibumbui) menjadi
legenda-legenda yang menarik, tetapi bukan sebaliknya. Dibenua Timur kuno, legenda tidak
disederhanakan atau diuvah menjadi sejarah semu (dimasukkan dalam sejarah) seperti yang
diduga telah terjadi pada kitab kejadian." (KA Kitchen, Ancient Orient and the Old Testamen, p
89).
Kejadian pasal 1 menekankan pandangan monotheisme yang agung serta sifatnya yang non-
mitologis. (Merril C Tenney, ed. Zondervan Pictorial Encyclopedia of the Bible, p. 1022). Jack
Finegan mendambahkan suatu pandangan bahwa : "Harus diingat bahwa perbedaan-perbedaan
antara Enuma Elish dan Perjanjian Lama adalah jauh lebih penting daripada persamaan-
persamaannya" (SR Driver, The Book of Genesis, p. 53). KA Kitchen menguraikan pemikiran
ini lebih jauh lagi serta menunjukkan betapa besarnya perbedaan tujuan yang mendasari
penulisan kedua catatan itu :
"Tujuan Kejadian pasal 1 dan 2 sangatlah berbeda dengan Enuma Elish. Kitab Kejadian
bertujuan menggambarkan Allah yang Esa sebagai pencipta yang Mahakuasa; sedangkan
maksud utama Enuma Elish adalah meninggikan dewa yang utama dalam kumpulan dewa-dewa
Babel...
Perbedaan antara monotheisme dan kesederhanaan kisah Ibrani itu dengan politheisme serta epik
Mesopotamia yang dibumbui itu sudah jelas bagi tiap pembaca" (KA Kitchen, Ancient Orient
and the Old Testamen, 88-89).
Cerita-cerita Mesopotamia mengatakan terang muncul dari para ilah, tapi Kitab Kejadian
mengatakan Allah menciptakan terang dengan kuasa firman-Nya. Walaupun cerita-cerita Babel
dan Kejadian mempunyai beberapa kesamaan, namun amanat teologisnya sangat lain sekali.
Kitab Kejadian memuji Khalik Agung yang menciptakan segala sesuatu, berbicara tentang
kuasa-Nya yang memberi hidup, dan melihat kehidupan insani mempunyai arti besar. Dalam
cerita-cerita Babel manusia tidak penting, tugasnya hanyalah menyediakan makanan bagi para
ilah, tapi dalam Kejadian terciptanya manusia merupakan klimaks cerita, dan Allah-lah yang
menyediakan makanan bagi manusia, bukan sebaliknya.
Dapat dibayangkan betapa Kejadian pasal 1 ini sangat menguatkan iman umat Allah, yang
digoda oleh pesona dan daya tarik cerita-cerita kafir. Orang Yahudi pada zaman pembuangan di
Babel, misalnya, mungkin tergoda menganut kepercayaan bangsa penakluknya. Tapi Kejadian 1
memanggil mereka kembali kepada penyembahan Allah yang satu dan agung dalam kemuliaan
dan kedaulatan-Nya, Allah yang melalui Firman-Nya yang kreatif adalah sumber segala hidup,
segala makhluk, segenap manusia, segala sesuatu. Seperti ditulis oleh pemazrnur dalam Mazmur
104:24,31:
Pendapat tentang adanya sumber mitologis ini pada penulisan Kejadian pasal 1 ini nampaknya
terlalu tergesa-gesa, karena lahir dari bukti yang tidak cukup serta kurangnya perhatian yang
logis terhadap suatu teks. Sebenarnya penyelidikan yang lebih teliti akan memperlihatkan bahwa
pendapat mereka itu tidak berdasar; logika menunjukkan kemungkinannya lebih besar bahwa
dongeng itu lahir atau dikembangkan dari kitab Kejadian, bukan sebaliknya. Pernyataan aliran
kritik ini juga sama-sekali tidak dapat membuktikan adanya pertentangan.
Telah kita lihat keagungan Allah dalam bagian ini. Sekarang mari lah kita lihat misterinya .
2. Misteri
Betapa mencoloknya keagungan Kejadian pasal 1 dibandingkan Kejadian pasal 2 dan 3 - itu -
seperti perbedaan tingginya kemuncak gunung yang menjulang perkasa di angkasa raya, dari
dasar lembah yang dalam lagi kelam. Sementara Kejadian I mengagungkan kedaulatan Allah
mencipta dan keajaiban-keajaiban penciptaan itu, Kejadian 2 dan 3 memusatkan perhatian pada
interaksi manusia dalam kehidupan bermasyarakat.
Banyak teka-teki tentang dunia yang kita huni ini tak terpecahkan dan tak kunjung terpecahkan.
Kitab Kejadian tidak menerangkannya, mungkin supaya kita termangu-mangu mengaguminya.
Kejadian tidak mempersoalkan "bagaimana Allah menciptakan?" Juga tidak mempersoalkan
skala waktu evolusi, atau tentang Ketiga Menit Pertama penciptaan ditinjau dari sudut ilmu
fisika. Memang wajar bila kita ingin tahu, bagaimana mungkin matahari dan bulan diciptakan
sesudah terang diciptakan (bnd Kejadian 1: 14-16 dengan 1:3)? Namun jawaban atas pertanyaan
itu tetap dibiarkan tinggal sebagai misteri. Tapi jelas, terang diciptakan Allah tidak tergantung
pada matahari dan bulan. Dikatakan bahwa Roh Allah melayang-layang di atas permukaan air,
tapi tidak dikatakan bahwa Allah menciptakan samudra raya. Pertanyaan
apakah Terang diciptakan? Bukankah Terang itu exist dengan diri Allah dan melekat pada-Nya?
Banyak hal yang kita ingin mengetahui seluk beluknya, tapi Kejadian tidak memberi jawaban.
Yang disajikan kepada kita ialah misteri Allah yang tak terselami. Tujuan pasal I ini bukanlah
untuk menjawab pertanyaan ilmiah tentang penciptaan. Dan harus diakui bahwa "penciptaan"
bukanlah sesuatu yang dapat dipelajari oleh ilmuwan berdasarkan nalar ilmu, karena
"penciptaan" bukanlah kategori ilmiah. Apa pun yang dapat dikemukakan mengenai asal usul
alam semesta, seperti teori "Ledakan Besar" yang katanya terjadi sekian miliar tahun yang lalu,
pendapat ilmu apa pun tak dapat memastikan kebenaran apa pun tentang teori itu.
Tidak ada pertentangan antara Kejadian 1 dengan sains. Bahkan dalam Kejadian 1 terdapat hal-
hal yang justru mendukung kemungkinan bertumbuhnya sains modern. Tapi harus diingat, sains
tidak dapat mengamati dan mengukur segala sesuatu. Dan Kitab Kejadian menyadarkan kita
bahwa selama kita hidup di dunia ini ada soal dan pertanyaan yang tak dapat dipecahkan. Justru
kita harus membiarkan diri kita terpesona oleh keajaiban penciptaan yang serba misterius itu.
Iman melampaui pengetahuan empiris. Kejadian I memperkenalkan kepada kita suatu iman yang
mendukung kita pada saat segala sesuatu di sekitar kita penuh misteri dan ketidakpastian. Iman
merupakan pemberian Allah untuk mengayomi kita di tengah-tengah segala ketidakpastian,
seperti dialami oleh setiap anggota umat Allah sepanjang sejarah. Betapa besarnya pengaruh
pasal I ini dalam menguatkan iman mereka, waktu mereka tergoda untuk berpikir bahwa Tuhan
telah meninggalkan mereka, ketika mereka menangis di tepian sungai-sungai Babel, setelah
mereka kehilangan harapan akan dapat kembali ke negeri leluhur mereka (lihat Mazmur 137:1)
dan tidak dapat menjawab ejekan, "Di mana Allah-mu?"
Iman kepada Allah Sang Khalik yang menjadikan segala sesuatu, akan menopang kita dalam
kegelapan. Allah adalah Sumber hidup kita. Dalam tujuan-tujuan-Nya yang kreatif, la tidak akan
melupakan kita. Hendaklah iman yang kuat kepada Allah pencipta yang dituturkan dalam
Kejadian ini, menyegarkan kesadaran kita akan keagungan dan misteri Allah.
Kita menggemari corak-corak yang teratur. Anak-anak membuatnya di hamparan pasir. Orang
dewasa mencari keteraturan pada bintang, atau kristal-kristal, seri angka-angka ataupun corak-
corak yang diulang-ulangi pada kain batik. Pada dasarnya juga para ahli sains melakukan hal
yang sama dengan mencari dan menyatakan pada khalayak umum keteraturan yang mereka
temukan di alam semesta.
Salah satu ciri paling mencolok dalam Kejadian I ialah bentuk ceritanya yang disusun sekitar
tema satu pekan, terdiri dari enam hari dengan menuju kepada puncaknya yaitu hari ketujuh.
Refrein "Jadilah petang dan jadilah pagi", yang diulang-ulangi menandai bagian tiap cerita.
Dalam karya penciptaan-Nya yang makin rumit, Allah mula-mula menciptakan bumi yang belum
berbentuk dan kosong (Kejadian 1:2) dan berakhir dengan menciptakan manusia - laki-laki dan
perempuan menurut gambar dan rupa-Nya (Kejadian 1:27), sehingga pembaca merasa adanya
susunan dan keteraturan yang indah dan sempurna. Allah memberikan bentuk dan susunan pada
dunia yang diciptakan-Nya. Tema ketujuh hari itu merupakan kemajuan dari persiapan sampai
kepada perwujudan, atau kemajuan dari sketsa sampai kepada lukisan yang sempurna.
Tuturan Kejadian I dapat disajikan dalam tiga tahap terpisah. Pada tiga hari pertama dijadikan
panggung, pada tiga hari kedua dijadikan para pelaku yang bertindak di atasnya. Ada tiga macam
pemisahan, ada tiga macam penguasa.
1. Pada hari pertama, Allah memisahkan terang dari gelap (Kejadian 1:4).
Ini sejajar dengan hari keempat pada hari mana Allah menjadikan penerang - matahari dan bulan
- untuk menguasai siang dan malam (Kejadian 1: 16-18).
2. Pada hari kedua, Allah memisahkan air yang ada di bawah cakrawala dari air yang ada di
atasnya (Kejadian 1:7). Ini sejajar dengan hari kelima pada hari mana Allah menjadikan burung
yang terbang melintasi cakrawala, serta binatang-binatang laut dan makhluk lainnya yang
berkeriapan dalam air (Kejadian 1:20-21).
3. Pada hari ketiga, Allah memisahkan darat yang kering dari air, lalu menjadikan tumbuh-
tumbuhan (Kejadian 1:9-12). Ini sejajar dengan hari keenam pada hari mana Allah menjadikan
binatang ternak dan binatang liar di muka bumi, serta manusia - laki-laki dan perempuan - untuk
menguasaI semua makhluk lain yang hidup (Kejadian 1:24-27).
Di sini kita temukan pikiran yang tidak begitu berbeda dari pikiran ilmuwan. Dapat dikatakan
dasar sains adalah keyakinan bahwa bumi diatur sedemikian rupa sehingga corak-coraknya dapat
ditemukan dan kategori-kategorinya dapat ditentukan. Jagat raya ciptaan ini yang diatur secara
rasional dan yang berasal dari rasionalitas transenden Firman yang kreatif itu (kendati biasanya
tidak disebut dengan istilah-istilah itu), adalah asumsi dasar dari segala sains. Tanpa jagat raya
yang diatur secara rasional, maka sains adalah mustahil.
Selain keteraturan kita harus memikirkan juga kemungkinan variasi. Ini berarti segala sesuatu
tidak mutlak harus berbentuk seperti bentuknya yang sekarang. Allah boleh dan mampu
menciptakan jagat raya yang berbeda dari jagat raya yang telah diciptakan-Nya. Alam semesta
tidak harus seperti yang kita lihat sekarang. Andai keteraturan bumi bersifat mutlak, sehingga
seorang Ilmuwan sambil duduk di kursi goyang dapat mcnyingkapkannya, dengan menalar se
cara logis saja, maka sains mustahil ada. Tapi karena keteraturan itu bersifat lebih dari satu
kemungkinan, maka orang yang ingin mengetahuinya harus menyelidikinya dengan melakukan
riset. Tergantungnya keteraturan bumi pada Allah dan berasal dari Allah, itulah yang
memaksakan riset harus ada. llmu wan mau tidak mau harus bangkit dari kursinya clan masuk
laboratorium.
Syarat ketiga yang mutlak perlu bagi sains adalah: akal budi manusia harus mampu mengerti
dunia di sekitarnya. Ada hubungan timbal balik antara akal budi manusia yang rasional dengan
keteraturan dunia materi yang rasional.
"Banyak ilmuwan piawai berubah menjadi mempercayai Ilahi. tatkala pada akhirnya mereka
menyadari bahwa dunia ini dapat dimengerti oleh akal budi manusia, dengan implikasinya
bahwa penjelasan tentang alam semesta dapat dijumpai dalam kategori-kategori yang logis,
bukan hanya dalam materi saja. Mengapa sains berhasil? Keberhasilannya merujuk kepada
adanya prinsip rasional dalam alam semesta, yang dapat dimengerti oleh akal budi manusia,
sehingga interprestasi alam semesta bergantung pertama-tama pada akal budi. Dan pemikiran
yang menghargai sains harus mulai dari prinsip ini .... Jelas ada kesejajaran antara akal budi
manusia dan alam semesta, kesejajaran mana mustahil tersisihkan bila kita ingin memberi
penjelasan tentang alam semesta" (A. Peacocke, Science and the Christian Experiment, hlm 133)
Mengapa sains berhasil? Peacocke menjawab, alam semesta yang teratur yang dapat kita amati,
serta kemampuan akal budi manusia mengatur. keduanya adalah bagian dari dunia yang sama. Di
balik alam semesta ada suatu Akal Budi yang menciptakan, baik keteraturan dunia maupun
proses berpikir manusia.
Jadi dapat dikatakan, hubungan timbal balik antara akal budi manusia dan dunia yang dapat kita
amati, merupakan bagian dari "rupa dan gambar Allah", yang diberikan kepada manusia, yang
maknanya akan kita bicarakan nanti.
4. Allah mencipta
a. Ex nihilo ---- dari yang tidak ada
Pada mulanya Allah mencipta (Kejadian 1:1). Dalam Perjanjian Lama (PL) apabila kata kerja
Ibrani ברא - BARA' ( = menciptakan) dipakai, maka pelakunya senantiasa adalah Allah.
Istilah ברא - BARA' dipakai enam kali dalam pasal I: Allah menciptakan langit dan bumi
(Kejadian 1:1), menciptakan binatang-binatang laut yang besar (Kejadian 1:21), menciptakan
manusia, laki-laki dan perempuan (ayat 27, tiga kali). Akhirnya. Allah berhenti dari segala
pekerjaan penciptaan yang telah dibuat-Nya itu (Kejadian 2:3). lmplikasi dari
istilah BARA' dalam pasal I ini ialah, Allah menciptakan sesuatu yang baru sama sekali tanpa
memakai benda apa pun sebagai bahan, (walaupun dalam bagian-bagian lain PL implikasi ini
tidak selalu berlaku). Menurut Wenham. "istilah ini menekankan kebebasan dan kekuasaan
seorang seniman", dan ia mengutip kata-kata W.H. Schmidt bahwa istilah ברא -
BARA' menggaris-bawahi "pekerjaan Allah menciptakan tanpa kesukaran karena la mutlak
bebas dan tidak terbatas dalam kedaulatanNya" (GW. Wenham, Genesis 1-15, Word Biblibal
Commentary: Word Books, 1987, p 14)
Di sini dititik-beratkan kebebasan mutlak Allah untuk menciptakan hal-hal yang tidak ada
sebelumnya. Kitab Kejadian menentang gagasan dongeng-dongeng Babel, bahwa benda (materi)
sama kekalnya dengan Allah. Kitab Kejadian menekankan bahwa tidak ada sesuatu apa pun yang
keberadaannya kekal kecuali Allah. Dia-lah yang menciptakan segala sesuatu yang ada dari yang
tidak ada. Dan bagian-bagian Alkitab yang lain juga menceritakan hal yang sama. Misalnya,
pemazrnur mengajak langit, matahari, bulan, dan bintang untuk memuji Tuhan, "Sebab Dia
memberi perintah, maka semuanya tercipta" (Mazmur 148:5; Amsal 8:22), dan dalam Amsal
8:23 hikmat Ilahi yang menjadi dasar seluruh penciptaan – "pada mula pertama, sebelum bumi
ada".
Dalam Perjanjian Baru (PB) hikmat Ilahi yang kreatif itu menjelma dalarn Firman Allah yang
rnenjadi manusia. Tentang Dia dikatakan:
Perlu kita camkan bahwa apa pun yang diciptakan Allah, ciptaan itu adalah lain dari diriNya
sendiri. Kejadian I tidak mendukung teori panteis, yang mengatakan bahwa "Allah" adalah
semata-mata nama untuk segala sesuatu. Memang, Allah berada dalam alam semesta dan alam
semesta adalah dari Dia, namun Allah adalah Allah - lain daripada alam semesta yang
diciptakan-Nya.
Juga penting dicatat, istilah bara dipakai di Alkitah dalarn konteks keselamatan. Kata yang
berkaitan dcngan tindakan kreatif Allah ini, sering dipakai berkaitan dengan tindakan-tindakan-
Nya yang menyelamatkan dan membebaskan dalarn sejarah manusia. Allah vang menciptakan
segala sesuatu, juga membuat segala sesuatu menJadt baru (lihat khususnya Kitab Yesaya 43).
Allah yang dalam Kejadian I nampak sehagai Sang Khalik. secara keseluruhan diperlihatkan
Alkitab sebagai Sang Penebus, yang memelihara segala sesuatu serta membaharui dan
menyempurnakan segala sesuatu. Allah dalarn sejarah bukan hanya memelihara apa yang
diciptakan-Nya, tapi membawanya juga dalam suatu keterlibatan yang terus menerus dan kreatif
sarnpai kepada kejayaan kemuliaan-Nya yang sempurna kelak.
Istilah bahasa Ibrani שמים - SYAMAYIM dapat berarti "langit". Tapi lebih sering istilah ini
merujuk kepada surga. Surga adalah sesuatu yang lebih tinggi, tempat Allah. tempat malaikat,
tempat takhta Allah serta kemuliaan-Nya. Kitab Kejadian yang berbicara tentang surga dan bumi
(tempat manusia) mengingatkan kita bahwa alam semesta – seantero-nya - "terbuka bagi Allah".
Ciptaan Allah bukanlah tatanan yang tertutup, melainkan -"tatanan yang terbuka". Di dalamnya
ada banyak hai yang tak dapat kita selami dengan indera kita, tak dapat kita ukur, tak dapat kita
masukkan ke dalam tabung reaksi, juga hal-hal yang melampaui akal manusia: namun, Tuhan
Allah menciptakan semuanya. Ia menciptakan baik dunia jasmani maupun dunia rohani. Dalam
Ulangan 29:29 tertulis: "Hal-hal yang tersembunyi ialah bagi Tuhan, Allah kita, tapi hal-hal yang
dinyalakan ialah bagi kita dan bagi anak-anak kilo sampai selama-lamanya".
Anda ingin mengetahui rahasia alam semesta? Kita baru tahu sekelumit. Itu pun barulah kulit
luarnya saja. Kita lihat buah manggis. Tapi baru kulit luarnya, justru nampak hitam dekil Kita
lihat buah durian, tapi baru durinya saja. justru menakutkan. Kita baru bicara perihal dua macam
buah-buahan. Belum tentang kunang-kunang, apalagi galaksi. Sadarkah Anda, bahwa segala
sesuatu penuh liku serba rumit? Ah, seandainya kita dapat urai ....
Namun, lebih dari itu lagi. Surga dan bumi dapat dan akan bersua. Surga dapat menyentuh bumi,
dan unsur-unsur bumi akan terangkat ke tempat Allah di surga. Titik temu keduanya adalah diri
manusia, tempat di mana - sesuai kehendak Allah - surga bersua dengan bumi. PB menjelaskan
bahwa kita dapat "dipenjarakan" di bumi dan sekaligus menikmati "tempat bersama-sama
dengan Dia (Kristus) di surga" (Efesus 6:20; 2:6). Karena di dalam Kristus Sang Pengantara itu
Allah memasuki tempat kita, dan oleh kasih karunia-Nya menerima manusia ke dalam diriNya.
Adalah dalam Kristus, yang mengepalai segala sesuatu, tujuan Allah bagi seluruh ciptaan akan
dipenuhi kelak.
Sebab (Allah) telah menyatakan rahasia kehendak-Nya kepada kita, sesuai dengan rencana
kerelaan yang dari semula telah ditetapkan-Nya di dalam Kristus, sebagai persiapan kegenapan
waktu untuk mempersatukan di dalam Kristus sebagai Kepala segala sesuatu, baik yang di surga
maupun yang di bumi. (Efesus 1:9-10)
Dengan mengatakan bahwa Allah menciptakan langit dan bumi. Kitab Kejadian menjelaskan
bahwa alam semesta terbuka bagi Allah. terbuka bagi kemungkinan-kemungkinan baru, terbuka
untuk diubah menjadi wilayah kemuliaan-Nya.
Dalam alam semesta senantiasa banyak hal yang tak dapat dilihat oleh mata manusia atau
diselidiki oleh sains, Kita tak usah heran bila keseragaman yang kita yakini - yang lazim kita
sebut "hukum alam" -- adakalanya seakan-akan disisihkan atau dilangkahi oleh tindakan-
tindakan khusus Allah, Allah, yang telah mengatur alam semesta sedemikian rupa sehingga
memungkinkan perkembangan sains, adalah Allah yang juga bebas, jika Dia menghendakinya,
untuk membuat surga menjadi terlihat kepada manusia.
Ada dua terjemahan yang mungkin bagi ketiga ayat pertama Alkitab. Yang pertama adalah
sebagai berikut:
Ketika Allah menciptakan surga dan bumi - yang pada saat itu belum berbentuk dan kosong,
gelap gulita menutupi samudra raya dan angin yang dahsyat bertiup di atas permukaan airnya -
Allah berfirman: "Jadilah terang!"
Kemungkinan kedua menerjemahkan ketiga ayat itu ialah seperti yang terdapat dalam Alkitab
Bahasa lndonesia (TB), yang langsung mengatakan bahwa Allah menciptakan langit dan bumi,
dan disusul dengan apa yang diterjemahkan oleh Yohanes Calvin sebagai "kekosongan yang
kacau balau". Bandingkan teks terjemahan dan naskah bahasa Asli di bawah ini :
Kejadian 1:1-3
Belum berbentuk dan kosong. Ungkapan ini menggema dalam Yeremia 4:23 dan Yesaya 34: 11
sebagai "campur baur dan kosong". Dalam ayat-ayat itu digaris-bawahi kekosongan dan
kekacauan yang dahsyat, yang berkuasa bila Firman Allah yang menertibkan tidak hadir. Tapi
dalam Kitab Kejadian kata-kata itu berarti bahwa pada mulanya bumi yang diciptakan itu belum
tertata dan belum berbentuk, Ini jelas kontras dengan keteraturan yang makin berkembang
sepanjang sisa pasal 1 itu.
Di kota Florentia, Italia, terdapat patung penginjil Matius karya Michelangelo, pemahat yang
termasyhur itu. Patung itu belum selesai. Inskripsi di atasnya menjelaskan cara pemahat akan
memisahkan badan patung penginjil itu dari batu sekitarnya. Bentuk badan patung yang akan
utuh dan tersendiri terpisah dari bongkah batu pualam yang dipahat itu, jelas terlihat oleh mata
seni pemahat. Demikian juga halnya dengan penciptaan, yang belum berbentuk dan kosong,
menunggu sentuhan kreatif Pencipta yang mengaturnya.
Kekosongan yang belum berbentuk itu juga dilukiskan sebagai gelap gulita menutupi samudra
raya (Kejadian 1:2). Ada orang yang berkata bahwa dalam rangkaian kata ini terdengar gema
dari cerita Babel tentang Tiamat, naga kekacauan itu, dan mungkin Juga tentang Lewiatan yang
tampil dalam Mazmur 74:14 serta "kecongkakan laut" yang disebut dalam Mazmur 89:10.
Sebenarnya laut dan samudra sering menunjuk kepada sesuatu yang menakutkan, kegalauan, dan
teror yang nyaris merupakan kuasa yang bermusuhan dengan Allah. Ini mempertajam arti Tuhan
membelah Laut Teberau, supaya umat Israel dapat menyeberanginya. Juga mempertajam arti
ketika Tuhan Yesus meredakan laut dengan firman-Nya yang berkuasa, "Diam!
Tenanglah!" (Markus 4:39). Namun betapa menyeramkannya pun samudra raya itu, kita tak
kunjung boleh mengatakan bahwa dalam Kitab Kejadian samudra raya sebagai kuasa lain yang
memaksa Allah harus bertarung (seperti di dongeng-dongeng Babel). Tidak, samudra raya itu
sendiri adalah ciptaan Allah, dan bahkan samudra raya yang gelap gulita itu pun hanyalah
merupakan tahapan dalarn proses menuju penyempurnaan penciptaan dunia. Walaupun bumi
belum berbentuk, namun Allah sedang memberi bentuk kepadanya. Dan karena samudra masih
ditutupi gelap gulita, maka Allah berfirman, "Jadilah terang" (Kejadian 1:3). Samudra yang
kacau dan menakutkan itu ditertibkan. Air dipisahkan dari air sehingga garis pantai dan sungai-
sungai menjadi nampak. Jalan dibuat di padang gurun, dan badai dikendalikan.
Dan ketika dalam ayat 6 Allah menjadikan cakrawala yang memisahkan air dari air, maka ketika
itu juga Ia menyiapkan tempat bagi dunia yang dapat dihuni, suatu tempat bagi bumi yang
terbuka bagi surga, tempat tetumbuhan dan pepohonan dapat bertumbuh, binatang dan manusia
dapat hidup dan berkembang biak.
Kejadian 1:6
Di sini kita perlu berhenti sebentar. Bukan saja untuk merenungkan kebebasan Allah yang tak
terbatas itu, yang mutlak bebas untuk menciptakan apa saja yang dikehendaki-Nya, untuk
memberikan bentuk kepada apa yang belum berbentuk, untuk menertibkan apa yang tidak tertib,
untuk memberikan corak dan keindahan pada apa yang masih acak, bahkan lebih dari itu. Harus
kita camkan, bahwa inilah makna "penciptaan" itu. Adalah pekerjaan Allah untuk membuat
segala sesuatu teratur dan indah - demikianlah sifat Allah. Ia menjadikan apa yang sebelumnya
tidak ada, Ia menghidupkan apa yang sebelumnya tidak hidup. Allah bukan anasir alamiah. Ia
menciptakan alam semesta serta isinya dan senantiasa memperbarui kehidupan ciptaan itu.
Ini juga merupakan penghiburan dan harapan yang besar bagi setiap orang yang kehidupannya
diwarnai oleh kekacauan, kejelekan, keacakan, "kekosongan yang kacau balau". Allah adalah
Allah yang senang mengatasi kegalauan dan membuat segala sesuatu menjadi haru. Ia melayang-
layang di atas kegalauan dan kegelapan kita dan berfirman, "Jadilah terang!" Karena itu baiklah
kita pasrah berharap dalam Dia.
Berkaitan dengan sajian di atas ada segi lain lagi yang patut kita indahkan. Segala sesuatu yang
ada berasal dari Allah. Memang, merusak apa yang dijadikan Allah, atau mengacaukan
ketertiban yang ditegakkan-Nya adalah mudah. Tapi kita harus ingat, tidak ada suatu apa pun
(sekalipun sudah rusak) yang asalnya bukan dari tangan Allah. Segala yang kelihatan, segala
yang kita tangani, segala makhluk yang kita jumpai, semua orang yang kita temui - segala-
galanya adalah pemberian Sang Khalik untuk dijunjung tinggi, dihargai dan diperlakukan dengan
hormat.
Dengan bermodalkan keyakinan kristiani di atas, barulah kita bisa memikirkan cara-cara
penyelesaian masalah-masalah sosial dan lingkungan masa kini. Banyak yang telah ditulis
tentang polusi, ekologi yang sudah terganggu keseimbangan nya, terorisme dan ancaman perang,
tentang keindahan yang kita dambakan dan seni yang kita dukung, kecenderungan ideologi
modem untuk membinasakan kepribadian manusia, keadilan ekonomi dan sosial, tentang hasrat
untuk belajar cara mengasihi sesama manusia seperti semestinya. Semua keprihatinan kita
seharusnya berpangkal pada pengakuan: bahwa alam semesta dan segala isinya termasuk diri kita
adalah ciptaan Allah dan yang terus-menerus memperbaruinya. Keprihatinan kita yang
mendalam sebagai manusia untuk memperbaiki semuanya - keprihatinan itu sendiri adalah
merupakan refleksi dari sikap Allah terhadap ciptaan-Nya.
Kejadian 1:2
רחף - "RAKHAF" ini adalah kata kias yang menggambarkan bahwa Allah "bekerja" (moving/
hovering/ mondar-mandir/ berpindah-pindah). jadi Makna utamanya adalah "tidak statis" seperti
patung, tetapi dinamis ibarat satpam mondar-mandir di muka pintu. King James Version
menerjemahkannya dengan 'moved', "berpindah-pindah".
Kata Ibrani רוח - "RUAKH" bisa berarti angin atau roh. Dalam ayat ini dengan tepat
diterjemahkan Roh Allah, yang diibaratkan sebagai induk burung rajawali yang menggoyang-
bangkitkan isi sarangnya dan melayang-layang di atas anak-anaknya, untuk memaksa anak-anak
burung yang belum akil balig itu memasuki kehidupan yang berjenjang dewasa (Ulangan 32:11).
Kidner berkata, "Dalam PL, RUAKH mengacu kepada energi Ilahi, yang menciptakan dan
memelihara", dan ia mengutip Ayub 33:4
Sama seperti keakraban induk burung dengan anak-anaknya, demikian pula keakraban Allah
dengan ciptaan-Nya. Karena Allah yang menciptakan, maka Ia dapat dikatakan yang melahirkan
ciptaan itu, sama seperti induk rajawali. Kiasan feminin berkenaan dengan kreativitas Allah ini
terdapat pula dalam Amsal 8:1,22. Hikmat Allah dilukiskan dalam pasal ini dalam bentuk
feminin.
Roh Allah memberi hidup. Pemazmur menulis tentang semua makhluk hidup:
Kita dapat menyimpulkan bahwa Roh Allah dicurahkan ke atas seluruh ciptaan. John Calvin
(tokoh yang hampir satu-satunya di antara para teolog masa lampau yang menekankan hal ini)
percaya, bahwa Roh itu yang tercurah di mana-mana, yang memelihara segala sesuatu, yang
menyebabkan segala sesuatu bertumbuh, dan menghidupkan segala sesuatu baik yang di bumi
maupun yang di surga. Dan seperti dikatakan J. Moltmann: "Roh menciptakan persekutuan di
antara segala sesuatu yang telah diciptakan, yang satu dengan yang lain dan dengan Allah,
sehingga dalam persekutuan itu segala sesuatu berkomunikasi, yang satu dengan yang lain dan
segala-galanya dengan Allah, masing-masing dengan caranya sendiri" (J Moltmann, God in
Creation, p 10 dst: J Calvin, Institutio, I.xiii.14) "Di dalam Dia kita hidup, kita bergerak, kita
ada" (Kisah 17:28)
Ini berarti Kitab Kejadian bukan hanya membahas tema kebebasan mutlak Allah untuk berbuat
menurut kehendak-Nya atas ciptaan-Nya (tema transendensi), tapi juga membuka tema
imanensi-Nya, yaitu bahwa Ia diam bersama dan di dalam ciptaan-Nya. Roh Allah kreatif,
menciptakan kesatuan dan persekutuan. Melalui Roh itu Allah mendiami ciptaan, dan melalui
Roh itu juga "sistem terbuka" bumi ini terbuka pula terhadap surga. Di sini kita lagi-lagi
diingatkan akan suatu proses. Kehadiran Allah yang imanen di dalam dunia-Nya adalah bagian
dari suatu proses perubahan, dengan mana Ia membawa segala sesuatu dari derajat kemuliaan
yang satu ke derajat kemuliaan yang makin besar, sampai suatu waktu segala sesuatu tiba pada
penyempurnaannya yang lengkap dalam Kristus. Dunia kita ini bukan tertutup, statis, beku,
melainkan terbuka, dinamis, dan diresapi oleh kehidupan Roh, karena "di mana ada Roh Tuhan,
di situ ada kemerdekaan" (2 Korintus 3:17-18, lihat terjemahan lama juga).
Kepercayaan akan imanensi Allah pasti berdampak atas pengertian kita tentang dimensi ruang.
Sering kita berpikir seolah-olah Allah "turun" ke dalam dunia ini pada saat Yesus lahir, dan
"naik" lagi pada saat Yesus terangkat ke surga. Memang kiasan-kiasan yang memakai pengertian
ruang ini terdapat dalam Alkitab, dan sering merupakan gaya bahasa yang paling tepat bila orang
ingin berbicara tentang hubungan Allah dengan dunia (cara yg juga sudah kita pakai di atas).
Tapi pengertian ruang sebagai wadah datangnya bukan dari Alkitab, karena pengertian Alkitab
tentang ruang lebih menekankan hubungan-hubungan pribadi (lihat T,F, Torrance, Space, Time
and Incarnation. Pandangan ini biasa bahwa ruang merupakan wadah adalah berhubungan
dengan pengertian mekanistis akan dunia yang dikemukakan Newton. Ia menggambarkan alam
semesta sebagai jam-tangan, Allah sebagai orang yang memutarnya lalu pergi).
Hubungan Allah dan dunia adalah interaksi yang dinamis dan kreatif. Kelahiran dan kenaikan
Yesus bukanlah masuknya Allah ke dalam dan keluarnya Allah meninggalkan ruang kita,
melainkan sebaliknya. Kelahiran dan kenaikan Yesus menunjukkan hubungan Allah yang
dinamis dan intim dengan dunia-Nya. Pada saat Yesus dilahirkan hubungan ini disingkapkan,
pada saat Dia naik ke surga hubungan ini terselubung kembali. Penting bagi kita untuk
memegang kuat kepercayaan kristiani akan imanensi Allah dalam alam semesta, kalau tidak, ada
bahaya kita akan menjadi orang penganut deisme. Artinya, orang yang berpegang pada teori
bahwa Allah demikian tinggi sehingga Ia mustahil mempedulikan kepentingan-kepentingan kita
dan dunia ini.
Roh Allah adalah Roh yang menghidupkan, dan selaku sebagian dari kerja-Nya la sesekali
membuat hal-hal yang baru menjadi ada oleh kuat kuasa Firman Allah. Dalam Kitab Kejadian
disebut tentang beberapa hal yang "diciptakan" dan beberapa hal yang "dibuat" menjadi ada atau
"dijadikan". Teranyam antara proses menjadikan dan tahap-tahap penciptaan, kita temukan
rangkaian perintah-perintah Ilahi: "Berfirmanlah Allah" (Kejadian 1:3,6,9,11,14,20,24,26,29).
Apa yang tidak ada di situ, menjadi ada oleh Firman Allah. Asal muasal segala sesuatu adalah
dari Firman-Nya. Dan kembali kita tekankan seperti yang sudah kita tekankan sebelumnya, agar
kita jangan secara berlebihan mengutamakan bahwa Allah mendiami ciptaan-Nya, sehingga kita
lupa akan kedaulatan dan transendensi-Nya (seperti yang terjadi di paham "panenteisrne").
Hubungan Allah dengan dunia-Nya dalam ciptaan menunjukkan baik dekat-Nya Dia pada kita
maupun jauh-Nya Dia dari kita oleh kekudusan serta kedaulatan-Nya.
Dalam Kejadian I, Roh Allah yang kreatif, akrab dan memberi hidup itu, dihubungkan dengan
Firman Allah yang sama kreatif juga berwibawa dan menembus segala-galanya. Roh dan Firman
tak dapat dipisahkan satu dari yang lain.
Keakraban antara Roh dan Firman juga digambarkan dalam Yesaya pasal 11. Di situ dikatakan
tentang Mesias Raja Damai, bahwa "Roh Tuhan akan ada padanya" dan "ia akan menghajar
bumi dengan perkataannya seperti dengan tongkat" (Yesaya 11:2, 4). Dan menurut PB jemaat
Kristen merupakan "ciptaan baru", yang dijadikan oleh Firman dan dilahirkan dari Roh (2
Korintus 5:17, Yohanes 1:1-3, 3:6).
Sama seperti dalam penciptaan dunia, maka demikian juga dalarn penciptaan jemaat: Roh
memberikan hidup kepada siapa yang tidak hidup, dan kepada yang kosong dan acak kesempatan
bertumbuh serta kemungkinan mencapai kesempurnaan. Jika hidup kita dipimpin oleh Firman
saja, maka iman kita dapat menyusut sampai menjadi melulu suatu sistem dogmatis yang dingin,
yang lebih bersifat filsafat daripada merupakan cara hidup. Sebaliknya, jika hidup kita dipimpin
oleh Roh saja, maka iman kita dapat terombang-ambing kian kemari, dan sukacita hidup kita
mengambang tanpa arah dan tidak kunjung dewasa. Kiranya Tuhan menolong kita untuk hidup
dengan dipimpin oleh kedua-duanya: yaitu Roh yang menciptakan dan Firman yang memelihara
dan memperbarui.
e. Menurut jenisnya
Dunia ini bukan ciptaan yang mutlak statis. Padanya dan di dalamnya ada prinsip pembaruan -
prinsip yang bersifat kreatif. Dalam dunia ini penciptaan berlangsung secara berkesinambungan.
Kesuburan, perkembangan, dan kemajuan setiap jenis ciptaan semuanya merupakan pemberian
yang datangnya dari Allah. Pada halaman terakhir buku Charles Darwin The Origin of Species,
ia menulis: "Betapa agung pandangan tentang kehidupan ini, yang menggambarkan Sang Khalik
sebagai yang telah menghembuskan kehidupan ke dalarn sedikit bentuk, bahkan ke dalam satu
bentuk saja, yang kemudian berkembang menjadi banyak ... ''.
Memang. Charles Darwin bukan Kristen (ia dng sengaja dan penuh sadar meninggalkan iman
kristiani), dan tidak perlu kita setuju dengan biologi Darwin atau dengan pandangan yang
mengatakan bahwa semua bentuk kehidupan adalah yang berkembang dari satu bentuk yang
primordial. Namun, kita bersama Darwin harus menempatkan semua pemikiran teoretis ilmiah di
bawah penyataan bahwa "Sang Khalik-lah yang telah menghembuskan kehidupan".
Kata "evolusi" mempengaruhi orang dcngan aneh. Ada orang Kristen yang panik dan serta merta
menolak teori ini. Menurut mereka evolusi sangat bertentangan dengan kepercayaan akan Allah
sebagai Khalik. Tapi di pihak lain orang menganggap, menulis apa pun tentang Kitab Kejadian
jika tidak menyebut teori evolusi adalah penulis kolot yang karyanya tidak usah diperhatikan.
Kita sebaiknya menghindari kedua pandangan ekstrim itu. Harus kita simak, bahwa kata
"evolusi" mempunyai arti ganda. Artinya yang pertama ialah teori mengenai proses-proses dalam
biologi yang menerangkan bagaimana jenis-jenis berubah dan berkembang. Teori evolusi dalam
arti ini seyogianya harus diperiksa dan diselidiki seperti teori-teori ilmiah lainnya, untuk
membuktikan apakah teori ini benar atau tidak. Kebanyakan ilmuwan berpendapat bahwa teori
evolusi adalah hipotesa yang paling cocok yang tersedia bagi kita dalam ilmu biologi untuk
menerangkan fenomena perkembangan dan diversifikasi. Namun sebaiknya kita memperhatikan
apa yang dikatakan G.A. Kerkut dalam tulisannya (dan banyak orang mengatakan yang sama):
Ada teori yang mengatakan bahwa banyak binatang yang menurut pengamatan berubah secara
berangsur-angsur, sampai suatu ketika terbentuk suatu jenis (bh Inggris: speciesi yang baru.
Inilah yang disebut "Teori Evolusi yang khusus" (Evolusi Mikro), yang dalam kasus-kasus
tertentu dapat diperlihatkan melalui eksperimen. Tapi di pihak lain ada teori yang mengatakan,
bahwa segala ben¬tuk hidup dalam dunia adalah yang berasal dari satu sumber tunggal, yang
sendiri berasal dari sesuatu yang tidak organis (tidak hidup). Teori ini disebut "Teori Evolusi
Umum" (Evolusi Makro), dan bukti yang mendukungnya tidak cukup kuat, sehingga teori ini
dianggap hanyalah suatu hipotesa yang bersifat sementara saja. Belum jelas apakah perubahan
yang menghasilkan speciation (ter bentuknya jenis yg baru) adalah sama atau tidak sama dcngan
perubahan yang menghasilkan terbentuknya suatu phylum* (penggolongan yang besar) yang
baru. Jawabannya akan ditemukan kelak oleh riset, dan bukan oleh pernyataan-pernyataan
dogmatis bahwa Teori Evolusi Umum itu harus benar, sebab belum ada teori lain yang dapat
menggantikannya ([G.A. Kerkut,The Implications of Evolution, 1960, hlm 157).
Catatan :
* Para ahli biologi berbicara tentang phyla, yaitu golongan yang besar seperti Protozoa.
Mollusca, dan Vertebrata: masing-masing phylum itu meliputi beberapa keluarga,
umpamanya Vertebrata meliputi Ikan, Ujar, Burung, dan Binatang.
Selain penggunaan istilah "evolusi" sebagai istilah teknis dalam biologi, ada juga penggunaannya
yang lebih luas lagi. Ada penulis yang berbicara tentang "evolusi", tapi maksud mereka yang
sebenarnya Ialah "evolusionisme", suatu pandangan dunia yang merupakan suatu filsafat tentang
tabiat realitas terakhir (ultima), yang mengatakan bahwa teori evolusi biologis dapat
menerangkan segala sesuatu tentang dunia. Tapi pandangan seperti ini mencampuradukkan ihwal
"melukiskan" dengan ihwal "menerangkan". Mungkin benar bahwa dengan menggunakan teori
evolusi orang dapat melukiskan beberapa proses dalam biologi. Namun ini tidak berarti
menerangkan makna dan tujuan dari proses-proses biologis itu. Sebagai kiasan, bayangkanlah
Anda sama sekali belum mengenal jam tangan, tapi tiba-tiba Anda menemukan satu jam tangan.
Mungkin Anda dapat melukiskan cara berjalannya, atau mengerti hukum ilmu eksakta dan ilmu
kimia yang mendasarinya, atau merasa puas dengan mengagumi kerumitannya.
Tapi Anda takkan dapat menerangkan bahwa objek ini adalah jam tangan, kecuali Anda sudah
tahu kegunaan jam tangan. Dan inilah pengetahuan yang mustahil bisa Anda dapat dengan hanya
mengerti ilmu eksakta dan kimia. Inkuisitor Agung, dalam kisah "Kakak-adik Karamazov",
karya penulis Rusia Dostoevsky, suatu ketika menyatakan "Rahasia kehidupan manusia terletak
bukan hanya dalam ketidaktahuan tentang bagaimana harus hidup, melainkan juga dalam
ketidaktahuan tentang mengapa harus hidup". Dan tentang ini evolusionisme membisu seribu
bahasa.
Evolusionisme menghadapkan kita kepada bahaya yang lain lagi, yaitu bahaya reduksionisme,
atau penjabaran. Orang dapat menjabarkan segala dimensi hidup menjadi semata-mata satu
prinsip. Misalnya, prinsip biologi atau bahkan lebih lanjut lagi menjadi prinsip fisika dan kimia
yang mendasari biologi itu. Semua fenomena yang lain entah itu dimensi psikologik, sosiologik,
etik, intelektual atau rohani - ditafsirkan dengan mengacu kepada biologi, fisika dan kimia.
Contohnya, cahaya matahari terbenam ditafsirkan hanya sebagai radiasi elektro magnetis saja,
atau musik biola dijelaskan hanya sebagai bunyi gesekan bulu seekor binatang dengan usus
seekor binatang lain. Paham ini membuat dua kesalahan logis:
Pertama, kesalahan berpikir seakan-akan suatu keseluruhan tidak lebih dari jumlah bagian-
bagiannya.
Kedua, kesalahan berpikir seakan-akan tidak ada segi-segi lain lagi dari sesuatu, kecuali segi-
segi yang dapat kita lihat dari sudut pandangan kita.
Babak akhir dari cara berpikir "reduksionistik" dinyatakan secara patetik oleh Jacques Monod,
pemenang Hadiah Nobel, dalam bukunya berjudul Chance and Necessity. Ia berusaha
menemukan makna hidup dengan biologi molekular sebagai landasan, dan akhirnya terpaksa
menulis: "Pandangan dunia kuno sama sekali dihancurkan. Kini manusia mengerti bahwa dia
sendirian dalam alam semesta yang begitu luas dan tak berpribadi" (J. Monod, Chance and
Necessity, (terjemahan Inggris 1971). hlm 167). Tapi dalam pernyataan ini Monod bukan saja
sudah melampaui ilmu biologi, melainkan juga teori evolusi. Pernyataan ini adalah pengakuan
iman - suatu pengakuan iman terhadap Allah yang tidak ada.
Memang jelas, "evolusi" selaku paham evolusionisme bertentangan dengan iman kristiani.
Namun. evolusi selaku suatu hipotesa dalam ilmu biologi (Evolusi Mikro), tidak. Nampaknya
implikasi-implikasi iman kristiani akan Sang Khalik tidak bentrokan dengan eksplorasi ilmiah
tentang cara-cara Allah mcnjalankan tujuan-tujuan kreatif-Nya - pada tingkat biologi.
Tapi dalam pembicaraan di atas kita sudah bergerak di luar cakupan Kitab Kejadian. Kitab
Kejadian tidak boleh dibaca sebagai buku teks biologi. Kitab Kejadian malahan ingin
mengangkat hati dan pikiran kita untuk merenungkan kuat kuasa Allah yang menciptakan.
Betapa besarnya rahasia biologis yang telah dan sedang dijajaki oleh banyak ahli, tersembunyi di
balik ucapan bersahaja menurut jenisnya itu!
Pada zaman Alkitab orang tertarik pada ilmu bintang-bintang. Khususnya di Babel terdapat
banyak pakar astronomi, yang mengembangkan kepintaran yang tinggi sekali dalam hal
menghitung dan mengamati gerakan planet-planet (bintang siarah). Para astrolog di Mesir dan
Babel, kemudian di Yunani dan Roma, mencoba menghubungkan gerakan bintang-bintang
dengan nasib manusia. Biasanya dalam kepercayaan mereka bintang adalah dewa.
Kekaguman orang pada zaman dahulu tentang astronomi belum apa-apa dibandingkan dengan
pesona pengetahuan bam tentang astronomi akibat penemuan teleskop oleh Galileo. Pada thn
1609 Galileo melihat melalui teleskopnya kawah-kawah di bulan. Copernicus menemukan
bahwa matahari tidak mengitari bumi. Pada zaman Alkitab orang mengetahui lima planet yang
dinamakan Mercurius, Venus, Mars, Jupiter dan Saturnus (dalam bahasa Arab Utarid, Johar,
Marikh, Musytari, Zohal) - mereka tidak sadar bahwa bumi adalah planet juga. Para astronom
modern menambahkan pada daftar itu planet Uranus (ditemukan thn 1781), Neptunus
(ditemukan thn 1846), dan Pluto (ditemukan thn 1930), namun temuan baru menyatakan bahwa
Pluto dikelompokkan bukan lagi sebagai planet, tetapi sebagai "planet kerdil" (dwarf planet).
Keputusan itu diambil oleh sebuah perkumpulan Pekerja Astronomi Internasional (IAU) dalam
sebuah pertemuan di Praha, Ceko, Kamis 24 Agustus 2006. Kini hanya ada 8 planet yang diakui,
yakni Merkurius, Venus, Bumi, Mars, Jupiter, Saturnus, Uranus, dan Neptunus. Namun, tidak
menutup kemungkinan selanjutnya akan ada temuan-temuan baru yang lain.
Pandangan tentang sejarah alam semesta terpaksa mengalami pembahan beberapa kali. Menurut
pandangan evolusi makro usia alam semesta sudah milyaran tahun. Ukurannya hampir tak
terbayangkan. Luasnya bimasakti kira-kira 100.000 tahun cahaya. Dari bumi ke bimasakti
Andromeda (suatu bimasakti yg dekati) jaraknya dua juta tahun cahaya. (Ini berarti, apa yg kita
lihat sekarang ialah Andromeda dua juta tahun yg lalu.) Para ahli menduga, ada kira-kira seratus
miliar bimasakti yang meluncur dengan kecepatan tinggi dalam gerakan memisah satu dari yang
lain. Dikatakan fenomena ini cocok dengan teori bahwa alam semesta berasal dari suatu ledakan
yang besar sekali (yang dalam bahasa Inggris disebut The Big Bang), yang terjadi kira-kira
sepuluh miliar tahun yang lalu. Segala sesuatu yang kita sebut ini tentu tidak diketahui oleh
Galilea, apalagi oleh penulis Kitab Kejadian.
Langit dan bintang membuat orang sepanjang masa terpesona. Pada zaman purba orang sujud
menyembah bintang, tapi Allah mengingatkan orang Israel supaya jangan berbuat
demikian "Jangan engkau mengarahkan matamu ke langit, sehingga apabila engkau melihat
matahari, bulan, dan bintang, segenap tentara langit, engkau disesatkan untuk sujud menyembah
dan beribadah kepada sekaliannya itu" (Ulangan 4:19). Orang yang menyembah Allah
tahu, "Langit menceritakan kemuliaan Allah, dan cakrawala memberitakan pekerjaan
tanganNya" (Mazmur 19:2).
Allah-lah yang membentangkan langit Keagungan dan kedaulatan Allah istimewa nampak pada
bintang-bintang, Ayub pasal 9 menuntun kita kepada Allah:
"yang memberi perintah kepada matahari, sehingga tidak terbit, dan mengurung bintang-bintang
dengan meterai; yang seorang diri membentangkan langit, dan melangkah di atas gelombang-
gelombang laut; yang menjadikan bintang Biduk, bintang Belantik, bintang Kartika, dan
gugusan-gugusan bintang Ruang Selatan;
yang melakukan perbuatan-perbuatan besar yang tidak terduga, dan keajaiban-keajaiban yang
tidak terbilang banyaknya (Ayub 9:7-10)
Memang Kitab Kejadian menuturkan bahwa keagungan dan kerahasiaan Allah dapat dilihat
dalam pekerjaan-Nya. Tentang itu pemazmur berseru,
"Jika aku melihat langit-Mu, buatan jari-Mu.
bulan dan bintang-bintang yang Kau-tempatkan, apakah manusia, sehingga Engkau
mengingatnya?" (Mazmur 8:4-5)
Kejadian I memakai bintang-bintang yang kilau kemilau menerangi langit malam, melukiskan
kuat kuasa Allah yang tak terhingga. Namun, untuk menghindari kemungkinan orang
menyembah bintang-bintang sebagai ilah, Kejadian memilih untuk memberitakan kemuliaan
Allah ketimbang kemarakan bintang-bintang. Apalah artinya bintang-bintang dibandingkan
kemuliaan Allah Yang Maha Tinggi? Lalu dengan sederhana sekali Kejadian mencatat "Allah
menjadikan juga bintang-bintang".
5. Manusia
Urutan peristiwa dalam Kejadian I mencapai puncaknya pada ayat 26. "Baiklah Kita menjadikan
manusia menurut gambar dan rupa Kita".
Salah satu fakta yang menakjubkan tentang alam semesta, yang baru-baru ini tampil ke
permukaan melalui teori fisika perihal The Big Bang, ialah kespesifikannya yang jelimet.
Keseimbangan yang diperlukan di antara banyak faktor yang saling berbeda pada awal kejadian
alam semesta yang kita kenal ini adalah demikian pekanya, sehingga sekelumit ketidakcocokan
pun pasti akan menggagalkan keberadaannya. Ledakan Besar (The Big Bang) - menurut teori itu
- terjadi 10,43 detik waktu Planck. Pada waktu itu semua materi alam semesta tidak lebih besar
dari seujung jarum. Dari titik itu ekspansi alam semesta hingga menjadi dunia yang kita huni ini
telah mengikuti jalan yang sangat spesifik. Andai ada pergeseran sekecil apa pun dalam
perimbangan butir-butir sub-atom yang ada pada waktu itu, maka pembentukan nukleon yang
lebih berat dari helium pun takkan terjadi, tanpa mana kehidupan mustahil dapat berkembang.
Dan andai keseimbangan berbeda antara ekspansi akibat letusan dan kontraksi akibat gravitasi,
maka dunia yang kita kenal ini takkan bisa lahir. Jalan yang telah ditempuh alam semesta untuk
memunculkan hidup, adalah jalan yang dilandasi oleh ketetapan yang rinci dan jelimet.
Kehidupan dapat berkembang hanya di atas suatu planet dengan bentuk tertentu, yang orbitnya
hampir merupakan lingkaran bulat, dan yang letaknya pada jarak tertentu dari matahari. Peter
Hodgson menulis: "Semakin dalam kita pelajari teori evolusi, semakin sadar kita bahwa
sebenamya tidak masuk akal bahwa kita berada di sini". Dengan mengutip tulisan Freeman
Dyson, Peter mengatakan:
Kalau kita layangkan pikiran kita ke alam-semesta, lalu menyimak betapa banyaknya ihwal
fisika dan kosmologi yang telah terjadi secara 'kebetulan' demi kebaikan kita, maka kita pun
mendapat kesan seakan-akan alam semesta sudah tahu sebelumnya bahwa manusia akan
datang. (30 PE. Hodgson, "The Desecularisation of Science", dalam W. Oddie (red, After the
Deluke [1987]. El. Dyson, Scientific American 225.25 [1971]).)
Ada ilmuwan yang menyebut gagasan bahwa alam semesta sudah menempuh jalan yang paling
tepat untuk memungkinkan kehidupan manusia di atas bumi, sebagai "prinsip antropis". Manusia
menelurkan, supaya dapat hidup, apa yang disebut John Polkinghorne "penyetelan tombol-
tombol halus alam semesta" (J. Polkinghorne, Science and Creation, hlm 22).
Dunia ini adalah sungguh-sungguh dunia kita. Sebab itu, alangkah mengherankan, bahwa
bayangan kuno tentang alam semesta yang pusatnya adalah manusia, yang kemudian menjadi
hapus sama sekali oleh penemuan Copernicus (bahwa bukan matahari yg mengitari bumi
melainkan sebaliknya), dikemukakan lagi, tapi kini dari perspektif yang lain akibat teori-teori
ilmu fisika dan kosmologi.
Tapi betapa mengesankan dan pentingnya pun, kita tidak boleh menganggap bahwa prinsip
antropis itu dianut juga oleh Kitab Kej. Perlu kita camkan, bahwa walaupun kejadian manusia
merupakan puncak penciptaan, namun apa yang dituturkan dalam sisa Kejadian I tetap sangat
aktual. Kita terlalu mudah berpikir seakan-akan seluruh kelanjutan proses penciptaan yang masih
tersisa adalah semata-mata demi kepentingan manusia. Tapi, seperti yang begitu tepat dikatakan
C. Westermann:
"Fakta bahwa halaman pertama Alkitab berbicara tentang surga dan bumi, serta matahari, bulan
dan bintang, tumbuh-tumbuhan, pohon, burung, ikan dan binatang, merupakan pertanda yang tak
teringkari bahwa Allah yang kita akui sebagai Bapa Yesus Kristus, menaruh keprihatinan atas
semuanya itu, dan bukan semata-mata atas kepentingan manusia saja. Allah yang dianggap
hanya sebagai Allah manusia, itu bukan Allah Alkitab." (C. Westermann, Genesis 1-11, hlm
176.)
Memang Kejadian 1 ayat 28 berbunyi "berkuasalah ... ''. Ayat ini akan dinalar salah bila kita
menafsirkannya salah, seolah-olah berarti bahwa segenap ciptaan lainnya diciptakan melulu
untuk kepentingan manusia. Ada orang, misalnya ahli sejarah Amerika Lynn White, menuduh
agama Kristen adalah agama paling antropis di dunia, dan dia berpendapat bahwa polusi dalam
dunia masa kini adalah akibat ajaran gereja tentang diberinya manusia kekuasaan atas bumi
(catatan : Yang di persalahkan Lynn White sebenamya Gereja Eropa Abad Pertengahan. Tapi
ahli sejarah lain, misalnya K. Thomas, tidak sependapat dengan dia. Mereka menekankan bahwa
Gereja Abad Pertengahan mengajarkan juga doktrin tentang manusia yang bertanggung jawab.).
Tapi lepas dari soal tanggung jawab gereja, tak dapat disangkal bahwa krisis ekologi masa kini
adalah gara-gara sifat egosentris manusia. Tepat sekali apa yang dikatakan Fritjof Capra:
Pertumbuhan teknologi yang terlalu besar telah menciptakan suatu lingkungan hidup yang secara
fisik dan mental tidak sehat. Udara yang kotor, bunyi yang mengganggu, lalu lintas yang macet,
limbah kimia yang meracuni sekitar, bahaya-bahaya radiasi, banyaknya ketegangan fisik dan
psikologis sekarang sudah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari kebanyakan kita. Gejala-
gejala ini bukanlah akibat sampingan yang insidental dari kemajuan teknologi, melainkan
dampak hakiki dari suatu sistem ekonomi yang gila pertumbuhan dan pengembangan, yang tak
kenal lelah dalam usahanya meningkatkan teknologi tinggi untuk menambah daya produksi. (F.
Capra, The Turning Point, 1982: hlm 249.)
Capra menunjukkan bukan hanya bahaya-bahaya yang mengganggu kesehatan, tapi juga segi-
segi kebudayaan modern yang lebih mengerikan lagi. Kita sedang mengganggu proses-proses
ekologi yang menopang lingkungan, dan karena itu kita sedang mengancam dasar eksistensi diri
sendiri. Egoisme manusialah yang menilai keuntungan ekonomis jangka pendek (apa yang
disebut "produktivitas", "efisiensi", "kemampuan bersaing") sebagai lebih penting daripada
kesejahteraan jangka panjang dan kelayakan dari planet bumi ini untuk dihuni oleh kita dan
keturunan kita. Tapi Kejadian I mengingatkan, bahwa penciptaan dunia oleh Allah - termasuk
manusia - adalah "demi Dia", bukan demi manusia. Alam semesta yang diciptakan ini adalah
suatu komunitas, dalam mana setiap bagian bisa menjadi sempurna hanya dalam suatu hubungan
timbal-balik yang serasi dengan bagian-bagian lain, sementara semua bagian - masing-masing -
mengikuti tujuan yang telah diperuntukkan baginya oleh Allah Sang Khalik.
Memang, menurut Kejadian 1:28 manusia yang baru diciptakan itu diperintahkan: "Berkuasalah
atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di
bumi". Namun apakah inti dari kekuasaan ini?
Jelas bahwa kekuasaan yang dimaksud bukanlah kekuasaan laki-laki atas perempuan, sebab
kekuasaan itu diberikan kepada manusia yang diciptakan Allah, yaitu kepada laki-laki maupun
perempuan.
Kita harus menafsirkan arti kekuasaan tersebut dalam rangka kedudukannya selaku manusia
yang diciptakan menurut gambar dan rupa Allah, yaitu selaku wakil Allah di atas bumi (Kejadian
1:27). Kejadian Pasal 2 menggambarkan manusia kepada kita sebagai pengelola yang
memelihara dan melindungi Taman Allah. Jadi kekuasaan diberikan kepada manusia sebagai
yang mewakili Allah dan yang bertugas memelihara ciptaan Pencipta-nya. Kekuasaan itu bukan
keleluasaan seorang lalim mengeksploitasi bumi, melainkan penatalayanan seorang pengelola
yang bertanggung jawab, yang mengakui bahwa segala sesuatu memperoleh keberadaannya dari
tangan Allah dan yang ingin membantu agar segala sesuatu berkembang sebagaimana mestinya
menurut kehendak Allah. Di atas telah dikemukakan bahwa dengan energi-Nya yang kreatif
Allah mengubah kekacauan menjadi keteraturan, memelihara dan menopang dunia ciptaan-Nya.
Dalam arti inilah kita harus mengerti perintah Allah kepada manusia untuk "berkuasa", yaitu:
turut mengambil bagian dalam segala aspek tugas Ilahi.
Apabila manusia pernah dianggap sebagai "raja atas alam", dan ini mungkin tercakup dalam
perintah untuk "berkuasa" itu, namun implikasi ini toh hanya boleh dimengerti dalam rangka
pola pemerintahan Allah. Allah sebagai Raja senantiasa melayani rakyat yang diperintah-Nya,
serta memenuhi kebutuhannya akan kesejahteraan. Dia adalah Raja yang melayani. Juga kita
adalah pemelihara dan penopang dunia yang bertanggung jawab agar tujuan Allah, yaitu suatu
alam semesta yang saling bergantung satu pada yang lain, dapat terwujud. Dalam Kejadian 2
binatang-binatang dilukiskan sebagai "penolong" manusia. Ini berarti kekuasaan manusia harus
bersifat "suatu pemerintahan yang menjamin damai sejahtera", demikian perumusan dalam kata-
kata Moltmann. Dengan memakai kiasan lain dapat dikatakan, manusia bertugas melayani alam
semesta dengan bertindak sebagai bidan, yaitu yang membantu kelahiran kehidupan dan
kemungkinan-kemungkinan baru. Sayang "kekuasaan" yang diberikan Allah kepada manusia
sering dimengerti sebagai keleluasaan berbuat sesuka hati, sehingga manusia tidak melayani
bumi melainkan mengeksploitasinya.
Setelah menyimak makna peringatan ini. baiklah kita kembali kepada arti dan kedudukan yang
besar, yang menurut Kejadian I diberikan Allah kepada manusia. Dari antara segala makhluk,
Allah menetapkan satu jenis tertentu untuk menjadi istimewa. Dan keistimewaan manusia yang
khusus ialah, ia diciptakan "menurut gambar dan rupa Allah".
Ungkapan ini sering dan ramai dibicarakan orang. Pernah dipersoalkan apakah "gambar" dan
"rupa" sama artinya atau mengacu kepada dua segi yang berbeda dari kehidupan dan iman
insani') Pendekatan yang berbeda-beda telah dilakukan oleh pihak Katolik, pihak Protestan, oleh
pengikut-pengikut Luther, Barth, Niebuhr.
Jika dipikir matang-matang kepelbagaian pendapat ini adalah wajar. Sebab ungkapan "gambar
dan rupa Allah" mengacu kepada masalah "apa manusia itu", "apa artinya menjadi manusia?"
Ihwal "menjadi manusia dalam dunia" ini memang sulit dimengerti karena rumitnya kekhususan
dan kepelbagaiannya. Inilah yang menerangkan keragaman tulisan para pakar, sebab masing-
masing pakar rmenyoroti segi lain dari kodrat manusia sebagai yang mengungkapkan "gambar
Allah".
* Kejadian 1:26-27
Ada penafsir yang mengartikan "gambar" itu secara jasmani. Mereka berkata bahwa andaikata
Allah datang di tengah-tengah kita dalam dunia materi ini, Ia akan menjadi manusia. Penafsir
lain menunjuk kepada sikap berdiri manusia yang tegak lurus, bertentangan dcngan binatang-
binatang, dan menganggap ini sebagai keistimewaan yang membedakan manusia dari semua
makhluk lain. Banyak penafsir yang mengkaji makna kualitas-kualitas moral, akali atau rohani
manusia, dan mengemukakan pendapat mereka bahwa "gambar" itu adalah suatu cara lain untuk
melukiskan moralitas, atau rasionalitas, atau kebolehan mengenal Allah. Penafsir yang lain lagi
menghubungkan "gambar" itu dengan "kekuasaan" yang didelegasikan kepada manusia, dan
mereka percaya bahwa gambar Allah menjadi nyata dalarn kekuasaan manusia atas alam
semesta, dan kesanggupannya untuk berkreasi di dalamnya. Penafsir terkenal, Karl Barth,
menafsirkan "gambar Allah" sebagai pengertian "laki-laki dan perempuan" yang saling
melengkapi. Dan ada pula penafsir yang bertolak dari pemikiran, bahwa hanya manusialah dari
semua makhluk yang mempunyai kesadaran diri dan mampu berkontemplasi tentang kesadaran
diri itu. Menurut mereka Allah adalah Sang Maha Sadar Diri: menurut "gambar Allah" berarti
sadar diri sebagai makhluk ciptaan Allah.
Dalam arti tertentu ini ada kesamaannya dengan cerita orang-orang buta yang mencoba
melukiskan rupa seekor gajah dengan meraba, lalu bersikeras bahwa rupa gajah adalah sama
dengan bagian tubuh gajah yang disentuhnya. Dengan cara yang sama, semua tafsiran yang
disebut di atas mengenai "gambar dan rupa Allah" itu ada benarnya. Tapi ada beberapa hal lain
yang harus dikemukakan.
Banyak dari tafsiran itu terpusat pada kebolehan manusia, yaitu sesuatu di dalam diri manusia
yang menurut penafsirnya dapat disamakan dengan "gambar dan rupa Allah".
Sebaliknya beberapa ahli PL sama sekali tidak setuju dengan pendekatan seperti ini. Menurut
mereka, "gambar" itu tidak mengacu pada suatu kesanggupan dalam diri manusia, melainkan
pada kenyataan bahwa Allah menciptakan manusia sebagai rekan-Nya, dan bahwa manusia dapat
hidup bersama dengan Allah. Menurut Westermann, "Manusia diciptakan sedemikian rupa
sehingga keberadaannya adalah hubungannya dengan Allah". Menurut pandangan ini, "gambar
Allah" bukan sesuatu yang dimiliki manusia, atau sesuatu kemampuan untuk menjadi atau
berbuat sesuatu, melainkan suatu hubungan.
Di atas segalanya, hubungan yang dimaksud ialah hubungan dalam mana Allah menempatkan
diriNya terhadap manusia. Suatu hubungan dalam mana manusia menjadi mitra kerja, wakil dan
kemuliaan Allah di atas bumi.
Marilah kita selidiki sekarang apa yang dikatakan PB tentang gambar Allah ini. Hanya ada
seorang manusia satu-satunya, tentang siapa secara spesifik dikatakan, bahwa: "Dia-lah gambar
Allah yang tidak kelihatan" (Kolose 1:15), dan dalam hal ini PB sedikit pun tidak membiarkan
kita dalam keragu-raguan, bahwa bila kita ingin melihat gambar Allah yang sesungguhnya, maka
itu adalah dalam diri Yesus Kristus. Dalam 2 Kor 4:4, Paulus menyebut "kemuliaan Kristus,
yang adalah gambaran Allah". Dalam 2 Korintus 3: 18, apabila Paulus menulis tentang ihwal kita
diubah menjadi serupa dengan Kristus, ia memakai kiasan suatu cermin: "Kita semua
mencerminkan kemuliaan Tuhan. maka kita sedang diubah menjadi serupa dengan gambar-Nya".
Suatu objek akan terlihat dalam cermin hanya jika cermin tersebut mencerminkan objek itu dari
sudut yang cocok, atau dcngan kata lain, herada dalam hubungan yang cocok dengan objek itu.
Demikian pula dapat dikatakan bahwa Yesus Kristus mencerminkan sifat Allah secara benar,
karena Ia berada dalam hubungan yang pas cocok dan serasi dengan Allah yang dicerminkan-
Nya, yaitu hubungan seorang Anak dengan BapaNya. Dia-lah gambar dan kemuliaan Bapa di
bumi ini.
Kita dapat menyimpulkan, hakikat "gambar dan rupa Allah" bukanlah kesanggupan manusia
untuk menjadi atau berbuat sesuatu. "Menurut gambar" atau segamhar dengan Allah menyatakan
hubungan Allah dengan kita, dan hubungan kita dengan Dia sebagai anak-anak dengan Bapa-
nya. "Gambar" bukanlah salah satu sifat yang kita miliki, melainkan keseluruhan keberadaan
kita. Kita mencapai kemanusiaan yang benar bila kita mengalami persekutuan pribadi dengan
Allah. Dalam persekutuan demikian kemuliaan-Nya dicerminkan dan gambar-Nya kelihatan.
Sekarang marilah mengupasnya dari sudut iman Kristen.
1. Allah yang kita kenal dan yang kita sembah dalam Yesus Kristus melalui Roh Kudus, adalah
Allah Tritunggal, dalam siapa kemampuan mengasihi secara kreatif menyatu dengan
kemampuan bersekutu secara pribadi. Menurut John Zizioulas, Allah adalah "Keberadaan dalam
Persekutuan". Artinya, persekutuan pribadi satu sama lain dalam kasih, itulah gambar Allah.
Gambar Allah dalam dunia ini ialah Yesus Kristus, karena Ia bersekutu paling akrab dengan
BapaNya dalam kasih. Kita pengikut-pengikut-Nya mencerminkan gambar Allah bila
persekutuan kita dengan Dia dan sesama manusia makin lama makin erat dan akrab. Ada filsuf
yang mengatakan, manusia bukan suatu pribadi kalau ia tidak mempunyai hubungan dengan
pribadi lain. "Aku bisa menjadi aku hanya kalau aku mempunyai hubungan dengan Anda (Lihat
J. MacMurray, Person in Relation, 1961.).
Ihwal ini dijelaskan dengan menarik sekali dalam buku yang ditulis untuk anak-anak oleh
Margery Williams, judulnya The Velveteen Rabbit. Ceritanya tentang binatang mainan yang
berbicara tentang hidup yang nyata.
"Si Kelinci Beledu berpaling kepada Si Kuda Kulit yang tua lagi bijaksana dan bertanya,
'Apakah artinya nyata? Apakah suatu mainan menjadi nyata jika dijalankan oleh mesin dan ia
mempunyai gagang dan ada bunyi mendengung di dalamnya?'
Si Kuda Kulit menjawab, 'Tidak. Nyata itu bukan soal cara bagaimana kau dibuat. Itu adalah
sesuatu yang terjadi atasmu. Bila seorang anak menyayangimu lama sekali, bukan sekedar
sebagai mainan, melainkan benar-benar menyayangimu secara nyata, maka kau akan menjadi
nyata'.
'Itu tidak terjadi dengan seketika,' kata si Kuda Kulit. 'Untuk menjadi nyata, memerlukan
waktu .... Biasanya menjelang kau akan menjadi nyata, bulumu sudah hampir habis gara-gara
terlalu banyak disayang, matamu sudah hilang, dan kau kelihatan kumuh sekali .... Tapi, sekali
kau sudah nyata, kau takkan bisa menjadi tidak nyata lagi. Kau akan nyata untuk selama-
lamanya.'"
Kita menjadi nyata melalui hubungan yang penuh kasih. Ini akan kita bahas nanti berkaitan
dengan Kejadian 2, di mana Allah berkata, "Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja".
(Kejadian 2:18)
Ada hal lain yang dalam kaitan ini baik direnungkan sejenak. Kejadian 1:27 berkata, "Baiklah
Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita". Mungkin bentuk jamak ini menunjuk
pada keagungan Dia Yang berbicara itu. Tapi banyak penafsir menganggap bahwa di sini kita
sudah melihat sekilas apa yang jauh di kemudian hari dirumuskan sebagai ajaran tentang
Trinitas. Agustinus misalnya menulis:
"Ketika aku baca bahwa Roh Allah melayang-layang di atas permukaan air, aku menangkap
sekilas ketritunggalan-Mu, ya, Allahku. Karena Dikau, ya, Bapa, yang menciptakan langit dan
bumi pada Permulaan Hikmat manusia - yaitu Hikmat-Mu yang lahir daripada Dikau, yang
setara dengan Dikau, yang kekal seperti Dikau - Hikmat yang adalah dalam AnakMu .... Di
sinilah aku melihat Trinitas itu, ya, Allah-ku, Bapa, Anak, dan Roh Kudus, Khalik alam segenap
ciptaan." (Agustinus. Pengakuan XII 1.5.)
Yang penting bukan benar atau tidaknya ucapan Agustinus ini, melainkan bahwa orang pada
tempatnya mempersoalkan siapa "Kita" yang disebut dalam ayat 26. Kemungkinan ialah bahwa
Allah "berbicara dengan diriNya sendiri", yaitu Firman Allah yang menciptakan dalam
persekutuan dengan "Roh Allah yang kreatif". Atau mungkin Allah berbicara dengan mereka
yang berdiam bersama Dia dalam istana surgawi, yaitu "semua anak-anak Allah" yang menurut
Ayub 38:7 bersorak sorai bersama-sama dengan bintang-bintang fajar ketika Allah meletakkan
dasar bumi.
Catatan :
Ada pembahasan yang menyorot khusus Kejadian 1:26 tentang kata "kita" merujuk kepada ke-
Tritunggalan Allah atau tidak, lihat artikel : Kata "Kita" dalam Kejadian 1:26, Apakah merujuk
pada Ketritunggalan?
2. Cerita Si Kelinci Beledu juga membawa kita kepada butir kedua, yaitu bahwa kemanusiaan
yang sejati adalah ihwal "menjadi" dan bukan sekedar ihwal berada. Terjadinya dan terjalinnya
suatu hubungan memang membutuhkan waktu. karena itu mempunyai hubungan dengan Allah
berarti mempunyai sejarah dengan Allah.
Tentang Yesus Kristus memang layak berbicara sebagai "Manusia sejati", tapi lain halnya
dengan kita. Kita adalah tidak lebih daripada manusia yang sedang menjadi. Mengerti gambar
Allah terutama sehagai hubungan pribadi, berarti menyimaknya bukan selaku pemberian Allah -
yang memanggil kita ke dalam persekutuan dengan diriNya -- melainkan sehagai tugas untuk
dilaksanakan, suatu destinasi untuk dituju.
Gambar Allah yang jelas dapat kita lihat dalam Yesus Kristus. Gambar Allah yang masing-
masing kita lihat dalam diri sesama kita memang suatu gambar yang kabur, karena hubungan
kita dengan Allah jauh dari sempurna. Dari pihak Allah, hubungan itu berarti: Dia harus selalu
mengampuni, melahirkan kembali dan membangkitkan kita. Dari pihak kita, hubungan itu
berarti: kita harus berusaha untuk mencapai "kedewasaan penuh. dan tingka! pertumbuhan yang
sesuai dengan kepenuhan Kristus" (Efesus 4:13). Kita orang Kristen dapat dikatakan: sedang di
tengah jalan menuju suatu pribadi. Allah-lah Pribadi yang nyata itu, yang dengan mengasihi kita
membuat kita rnenjadi pribadi yang nyata.
3. Manusia dijadikan menurut gambar dan rupa Allah, dan karena itu mewakili Allah di bumi. J.
Moltmann mengemukakannya sebagai berikut:
Manusia sebagai gambar dan rupa Allah di bumi terlibat dalam tiga hubungan yang fundamental,
yakni: sebagai wakil Allah dan yang alas nama-Nya menguasai makhluk-makhluk lain di bumi;
sebagai wakil kerja Allah yang dapat berbicara dengan Allah dan menanggapi firman-Nya;
sebagai rupa Allah yang menampilkan kemuliaan-Nya di bumi. (J. Moltmann. God in Creation,
hlm 221.)
Status ini diberikan hanya kepada manusia - bukan kepada malaikat atau binatang lain. Kejadian
I mengakui keistimewaan manusia. Ini harus kita tekankan terhadap beberapa filsuf humanis dan
Juga terhadap golongan yang dewasa ini keranjingan membela "hak binatang-binatang". Mereka
tidak mengindahkan keistimewaan manusia dan ada kalanya mengutamakan hak-hak binatang di
atas hak asasi manusia. Padahal Kejadian 1 tegas mengatakan, bahwa tugas dan kehormatan
mewakili Allah di bumi diberikan Allah hanya kepada manusia saja.
4. Ada kesanggupan dan keterampilan insani yang terlibat dalam ihwal mengadakan hubungan
pribadi dan belajar mengasihi dalam hubungan pribadi itu. Tidak mengherankan bahwa
kesanggupan-kesanggupan ini sering dianggap sebagai segi-segi dari gambar dan rupa Allah.
Dan kita berharap serta menginginkan bahwa seseorang sehat, penuh dengan Roh, kuat, rasional,
bermoral, yang bertumbuh melalui hubungan kasih dengan orang lain, dan bahwa dalam orang
seperti ini, gambar Allah makin lama makin jelas. Salah satu dari kesanggupan tersebut ialah
rasionalitas (kesanggupan menalar)
Telah dikatakan, rasionalitas itu sangat penting dalam usaha insani yang kita sebut ilmu
pengetahuan. Ada hubungan timbal balik antara kemampuan kita menular dan dunia yang tertib
di luar kita yang mencerminkan (secara kabur) Rasionalitas atau Logos Ilahi. Namun demikian,
janganlah sekali-kali menganggap bahwa orang yang tidak mempunyai kesanggupan-
kesanggupan itu maksudnya, bayi yang masih dalam kandungan, anak yang belum sadar akan
moralitas, orang lumpuh, penderita kanker, atau orang tua yang daya pikirnya berangsur turun,
dan lain-lainnya, tidak dapat mempunyai hubungan dengan Allah semata-mata gara-gara mereka
tidak mampu berbuat hal-hal tertentu. Kita harus ingat, gambar Allah adalah tugas sekaligus
pemberian, proses perkembangan sekaligus kedudukan yang tak tergoyahkan. Tugas dan proses
itu berjalan bertahap. mulai dari kehidupan dalam kandungan, melalui masa kecil dan
kedewasaan. sampai kepada masa jompo. Setiap orang mengalami masa sehat dan masa sakit,
kemampuan penuh dan ketidak-berdayaan. Bukan kesanggupan yang penting, melainkan
kenyataan bahwa Allah menempatkan kita dalam hubungan dengan diriNya
5. Jika gambar Allah itu berkaitan dengan kemampuan menjalin persekutuan pribadi, maka kita
dapat mengerti mengapa Karl Barth mengaitkannya dcngan hubungan antar jenis kelumin
manusia. Sebab seperti nanti akan lebih jelas lagi dalam Kejadian 2, sifat saling melengkapi,
timbal balik dan kreatif dari hubungan antara laki-laki dan perempuan yang dilambangkan oleh
dan dibuat menjadi lebih mendalam lagi berkat hubungan seksual mereka, merupakan salah satu
segi yang terdalam dari kemanusiawian kita. Jika persekutuan pribadi dalam saling mengasihi
adalah sebagian dari makna hubungan antara laki-laki dan perempuan, yang mendapat
pernyataannya yang paling intim dalam hidup pernikahan, maka ini juga adalah sebagian dari
gambar dan rupa Allah.
6. Akhirnya dalam Kejadian 1:28 gambar dan rupa Allah dalam manusia laki-laki dan
perempuan, dikaitkan dengan berkat perkembangbiakan:
Allah mengaruniakan kesuburan dan pelipat-gandaan kepada manusia. Ini bertentangan sekali
dengan cara manusia membujuk ilah-ilah memberikan kesuburan. seperti yang terjadi dalam
agama kafir. Istilah "prokreasi" yang kita pakai untuk pengertian berkembang biak, secara
harfiah berarti "kreasi (menciptakan) atas nama orang lain", yaitu Allah. Jadi kreativitas manusia,
khususnya perkembang-biakan manusia, adalah bayangan kasih Ilahi yang kreatif dalam
kehidupan kita yang diciptakan menurut gambar dan rupa Allah. Kehidupan dan segala
"berkat"nya (yaitu anak) adalah karunia Allah. Dan berkat itu, seperti semua berkat Allah, bukan
hanya pemberian, tapi juga tugas.
Dengan demikian kreativitas manusia mencerminkan (walaupun secara kabur) kreativitas Ilahi,
dalam hal beranak-cucu dan bertambah serta menaklukkan bumi dan menguasai isinya. Dalam
terang pembahasan kita mengenai gambar dan rupa Allah, agaknya sudah kentara bahwa
"kekuasaan" manusia bukanlah keleluasaan untuk mengeksploitasi. Malahan, kekuasaan itu
bersifat pelayanan yang memacu terciptanya suatu lingkungan, di mana orang-orang yang
pribadinya mencerminkan kasih dan kreativitas Allah, meskipun secara kabur, merasa betah
untuk hidup. Kejadian pasal 1 akan segera membawa kita pada pasal 2, di mana makna
hubungan manusia dengan Allah dan makhluk-makhluk lain dibahas dalam arti yang lebih intim
lagi.
a. Berkat
Allah memberkati binatang-binatang, dan memberkati laki-laki dan perempuan yang diciptakan
menurut gambar dan rupa-Nya. Kemudian Ia memberkati hari ketujuh (Kejadian 1:22,28; 2:3).
Dalam Alkitab istilah "berkat" menunjuk kepada vitalitas, kreativitas dan penggenapan.
Kemajuan kehidupan seluruh ciptaan adalah karya "berkat" Allah. Seluruh ciptaan terangkat
dalam suatu gairah dan kegembiraan yang meluap-luap. Berkat Allah menyertai kehidupan ibarat
musik mengiringi tari-tarian.
b. Makanan
Bahwa Allah menyediakan makanan bagi manusia yang diciptakan-Nya, itu juga sebagian dari
berkat Ilahi. Dalam dongeng-dongeng Babel manusialah yang menyediakan makanan bagi para
ilah, tapi dalam Kitab Kejadian Allah yang menyediakan makanan bagi manusia.
Penyediaan ini lagi-lagi merupakan pertanda, bahwa dalam dunia yang diciptakan Allah ini
segala sesuatu bergantung satu pada yang lain. Kita semua ambil bagian dalam ciptaan ini, sebab
kita membutuhkannya demi kehidupan kita, namun ciptaan ini dengan segala isinya yang lain
membutuhkan manusia untuk mengolah dan memeliharanya. Ekosistem pada mana daur hidup
setiap makhluk tergantung; kebutuhan setiap makhluk akan makanan yang didapatnya dari
makhluk lain; dan karena itu, kebutuhan akan suatu ciptaan dalam mana ketergantungan timbal
balik dan saling membutuhkan dihormati: semua ini harus dikaitkan pada kenyataan, bahwa
Allah yang menyediakan makanan. Dengan tepat Kitab Mazmur berkata:
"Semuanya menantikan Engkau,
supaya diberikan makanan pada waktunva ". (Mazmur 104:27)
c. Kebaikan
Tentang setiap hal yang diciptakan dikatakan "Allah melihat bahwa semuanya itu baik".
Puncaknya mengumandang dalam ayat 31 :
Kejadian 1:31
Sebelum menyinggung kejahatan, atau penyakit, atau dosa, atau kegalauan, kita perlu menyimak
nada sukacita yang meluap-luap dalam ayat 10, 12, 18, 21, 25 dan puncaknya dalam ayat 31 dari
Kejadian I ini. Sungguh amat baik! Apa yang dijadikan Allah adalah benar-benar baik.
Dalam sejarah kekristenan pernah terjadi, orang demikian berat sebelah menekankan keberadaan
dosa, sehingga mereka lupa akan kesenangan dan kenikmatan dunia yang dijadikan Allah. Kita
dapat merayakan kebaikan dunia ini dengan kesenian dan musik, tarian dan drama. Raja Daud
merayakan kedatangan tabut perjanjian ke kota Yerusalem dengan menari-nari di hadapan Tuhan
sekuat tenaga, sehingga istrinya merasa malu (2 Samuel 6:20). Maria meminyaki kaki Yesus
dalarn suatu perbuatan yang dapat dianggap pemborosan, namun maksudnya ialah memberikan
yang terbaik kepada Tuhan-nya. Kita juga perlu kembali menemukan kebaikan dari segala yang
diciptakan Allah, sekalipun itu dibayang-bayangi oleh kegelapan dosa, seperti akan kita lihat
dalam Kejadian 3.
Seorang saleh, Julian dari kota Norwich, yang hidup pada Abad Pertengahan, melihat keajaiban
kasih Allah yang kreatif dalam biji-bijian sebuah pohon. "Dalam biji-bijian yang kecil ini kulihat
tiga ke¬benaran. Pertama, Allah membuatnya; kedua, Allah mencintainya; ketiga, Allah
memeliharanya" (Julian of Norwich, Revelations of Divine Love.). Dalarn hal-hal kecil seperti
biji-bijian, dalam hal-hal rutin dunia yang bersahaja, Julian melihat kasih Allah yang
menciptakan dan memelihara.
Semuanya baik - termasuk manusia. Salah satu segi yang menguatirkan dari kebudayaan modern,
ialah hilangnya harga diri dari hanyak orang. Mereka menilai diri mereka sebagai "tak berarti"
atau "tak berharga". Penilaian yang salah kaprah ini sering mengakibatkan penyakit depresi, dan
kesukaran yang sangat dirasakan dalam membina hubungan pribadi. Penyakit ini
mempekerjakan banyak ahli terapi dan konseling untuk menyembuhkannya' Memang. ada
kalanya seorang Kristen pada tempatnya harus mengaku: "Aku tidak layak, aku manusia yang
tak berarti", namun pengakuan itu harus sekaligus diimbangi oleh lukisan yang diberikan
Kejadian I tentang dunia. Di situ manusia bukan tanpa arti. Mungkin gambar dan rupa Allah
sudah kabur dalam dirinya, dan memang dalam setiap orang Kristen banyak hal yang masih
perlu diperbaiki. Namun kita dapat dan harus mengatakan, bahwa kita pun - sama seperti segala
yang lain yang diciptakan Allah - adalah "sungguh amat baik".
8. Hari Ketujuh
* Kejadian 2:1-3
Tidak tepat jika dikatakan bahwa Kejadian I mencapai klimaksnya dalam penciptaan manusia.
Pola tujuh hari seminggu dalam pasal ini menunjukkan perhatian kita kepada hari yang ketujuh
sebagai puncak dan penutup dari pekerjaan Allah yang menciptakan itu. Allah sudah
menyelesaikan pekerjaan-Nya Ia gembira. "Sungguh amat baik!" Ia berhenti, lalu memberkati
hari ketujuh itu dan menguduskannya.
Hari ketujuh ini membuka cerita yang berkelanjutan tentang hubungan Allah dengan umat dan
dunia-Nya. Perhatian kita diarahkan ke depan. Kita akan memusatkan pikiran kita kepada dua
hal, yaitu Waktu dan Hari Sabat, hari perhentian.
a. Waktu
Salah satu ciri Kejadian pasal 1 yang menonjol ialah penekanannya pada waktu, dengan pola
satu pekan yang terdiri dari tujuh hari. Pada hari ke-empat dijadikan benda-benda
penerang "untuk memisahkan siang dari malam", untuk "menjadi tanda yang menunjukkan
masa-masa yang tetap dan hari-hari dan tahun-tahun" (Kejadian 1:14).
Sang Khalik memilah-milah waktu dan mengaturnya, "Waktu yang teratur adalah salah satu
pemberian Allah kepada dunia yang diciptakan-Nya" (H.W. Wolff, The Old Testament Concept
of Time, dalam Anthropology of the Old Testament, hlm 86). Ini digambarkan juga dalam Kitab
Mazmur:
"Punya-Mu-lah siang, punya-Mu-lah juga malam.
Engkau-lah yang menaruh benda penerang dan matahari.
Musim kemarau dan musim hujan Engkau-lah yang membuatnya. Engkau yang telah membuat
bulan menjadi penentu waktu, Matahari yang tahu akan saat terbenamnya." (Mazmur 74:16-17;
104:19)
Pemilahan waktu membuat mungkin memberi arti penting kepada waktu-waktu tertentu. Ini kita
lihat dalam Kejadian 2, yang menekankan arti penting dari hari ketujuh. Berkat pemilahan waktu
itulah kita dapat berbicara tentang "waktu yang tepat". Dan Kejadian 2 tidak hanya bicara
tentang waktu secara kronologis, tapi juga tentang waktunya yang tepat. Dan dalam Kejadian
2:4, kata "ketika" adalah terjemahan dari kata Ibrani יום - YOM, yaitu "hari": yang dimaksud
bukanlah dua puluh empat jam, melainkan "ketika, tatkala". Hari ketujuh memperoleh arti
penting karena peranannya dalam kisah tentang hubungan Allah dengan dunia-Nya.
* Kejadian 2:4
Kata תולדות - "TOLEDOT" adalah bentuk jamak dari תולדה - 'TOLEDAH', generasi, angkatan,
kelahiran, perhitungan, sejarah generasi, berasal dari kata ילד - YALAD, "melahirkan",
"memperanakkan". Kata ini muncul dalam Kejadian 5:1; 6:9; 10:1; 11:10,27; 25:12, 19; 36:1,9;
37:2, diterjemahkan oleh LAI dengan "riwayat", "daftar keturunan", "keturunan", "urutan lahir",
"riwayat keturunan".
Dalam pasal-pasal yang kemudian dari Kitab Kejadian, bagi makhluk manusia "waktu" sering
memperoleh artinya dari pentingnya arti pengalaman yang dialami seseorang dengan Allah.
Misalnya, "Kata Kain kepada Tuhan, 'Engkau menghalau aku sekarang dari tanah ini'" -- bagi
Kain, "sekarang" berarti hari penghakiman. Setelah air bah surut, dijanjikan kepada Nuh "takkan
berhenti musim menabur dan menuai, dingin dan panas, kemarau dan hujan, siang dan malam".
Bagi Nuh, waktu dan musim mempunyai arti penting karena merupakan pertanda kesetiaan
Allah yang dialaminya, bahwa takkan ada lagi air bah.
Bagi alam pikiran Ibrani, urutan peristiwa tidak begitu penting. Yang lebih penting ialah
waktunya yang tepat.
Ada dua macam waktu, yaitu waktu kronologis yang mendaftarkan urutan peristiwa, dan waktu
yang tepat yang penting artinya karena terjadinya suatu tindakan Ilahi atau waktu sebagai
kesempatan yang tersedia bagi manusia. PL melukiskan keduanya. Kitab Pkh berbicara tentang
waktu jenis kedua bila ia mengatakan: "Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apa pun di
bawah langit ada waktunya" (Pengkhotbah 3:1).
Hal yang sama berlaku juga dalam PB. Ada beberapa kata yang dipakai untuk "waktu".
Walaupun sebenarnya terlalu sederhana, sebab soalnya adalah jauh lebih rumit (lihat J.
Barr. Biblical Words for Time, 1969. Bandingkand The New lnternational Dictionary of New
Testament Theology. jilid 3. hlm 826, dst.), namun kita dapat mengatakan bahwa istilah χρονος -
"KRONOS" mengacu kepada urutan peristiwa (waktu kronologis), sedang istilah καιρος -
"KAIROS" mengacu kepada waktu yang tepat, waktu krisis atau waktu kesempatan. Tatkala
Yesus memberitakan "Waktunya telah genap" (Markus 1:15), Ia memakai istilah "KAIROS".
Maksudnya, telah tiba saat yang sudah ditentukan Allah sebelumnya: 'inilah saat yang
menentukan itu dalam sejarah alam semesta, saat yang menuntut keputusan; pakailah
kesempatan ini'.
Dapat dikatakan, bahwa ada satu faktor baru yang penting dalam pengertian kristiani tentang
waktu yang melampaui pengertian waktu seperti yang dianut dalam PL, yakni: bahwa dalam
Yesus sudah tiba suatu "KAIROS" yang baru. Kini seluruh waktu memperoleh artinya dari Dia
yang oleh Karl Barth disebut sebagai "Sang Penguasa Waktu".
Bagi kita. manusia abad mutakhir, cara berpikir demikian amat aneh. Waktu bagi kita adalah
waktu kronologis, dan tidak lebih dari itu. Jam berapa? Belum ada waktu! Apakah kita masih
punya waktu? Kita membuang waktu kita meluangkan waktu. Ada jam bicara dan jam praktik.
Tapi konsep waktu menurut Alkitab, menuntun kita melihat waktu istimewa dari sudut
kepentingannya: tujuan-tujuan Allah dalam sejarah manusia yang terpusat pada dan memperoleh
maknanya dalam Yesus Kristus.
Bukan hanya kita, orang modern, yang mengalami kesukaran dalam memahami arti waktu.
Agustinus, Bapa Gereja yang terkenal itu, bergumul dcngan pengertian waktu, "Apakah sudah
ada waktu sebelum Allah menjadikan dunia?" Jawabnya, "Tidak, karena waktu itu sendiri adalah
yang diciptakan Allah". Ia bertanya lagi, "Lalu, apakah itu yang namanya waktu?". Ia mengaku
tidak bisa menjawab pertanyaan ini. Ia hanya dapat menyimpulkan bahwa manusia hanya sadar
akan waktu dan dapat mengukurnya kalau ia sedang berlalu. Katanya, "Engkau, ya, Bapa, adalah
kekal. Tapi aku adalah yang terbagi dua antara waktu lalu dan waktu yang akan datang, dan
jalannya tersembunyi bagiku ... Engkau-lah Khalik yang kekal yang menciptakan waktu".
Memang Agustinus benar ketika ia berkata bahwa Allah-lah yang menciptakan waktu, namun ia
keliru ketika berkata bahwa Allah berada di luar waktu. Lebih alkitabiah jika kita bersarna Karl
Barth berkata bahwa "waktu Allah" adalah lain daripada "waktu manusia".
Waktu Allah dapat menimpa waktu manusia lalu mengubahnya. "Tuhan memerintah kekal
selama-lamanya" (Keluaran 15:18 bandingkan Mazmur 90:1-2; Yesaya 40:28). Kalau dalam PB
ada hal-hal yang disebut "kekal". maka itu bukan berarti di luar waktu melainkan bersifat lain
dari waktu kita. Apa yang disebut hidup yang kekal adalah suatu kehidupan yang lain jenisnya,
suatu kehidupan milik Allah tapi yang dapat kita peroleh baik dalam waktu dunia ini maupun
sesudahnya, tapi yang tidak dibatasi olch waktu yang sudah lampau atau waktu yang sekarang
atau waktu yang akan datang. Dan pusat waktu Allah, titik balik segala waktu, atau lebih tepat
lagi' poros sekitar mana akhirnya berkisar seluruh makna waktu ialah Yesus Kristus ---- yang
tetap sama, baik kemarin maupun hari ini dan sampai selama-lamanya. (Ibrani 13:8).
Kendati keberadaan Allah senantiasa melampaui waktu kita, toh Ia senantiasa bertindak di dalam
waktu kita, karena memang Ia tak kunjung terkungkung oleh waktu.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa waktu dalam Alkitab bukan melulu urutan peristiwa,
melainkan kisah tentang hubungan Allah dengan dunia-Nya; suatu kisah dalam mana Allah
mengaruniakan waktu kesempatan, waktu keputusan, dan waktu untuk pertobatan - hari kasih
karunia.
Waktu kita, waktu yang telah ditertibkan dan dibuat bermakna, adalah yang kita terima dari
tangan Allah untuk dinikmati dan dimanfaatkan. Namun, betapa kita bisa panik gara-gara waktu!
Tatkala muda kita merasa terlalu cepat bertumbuh menjadi dewasa. Kita semua merasa betapa
tepatnya peribahasa Latin yang mengatakan: tempus fugit, artinya, waktu sirna seketika. Kita
bertanya, apakah waktu yang kita luangkan untuk anak-anak kita mencukupi? Pada masa tua
renta kita bertanya, apakah waktu kita sudah habis? Alkitab mcndorong kita untuk menyadari
bahwa "Masa hidupku ada dalam tangan-Mu" (Mazmur 31: 16). Pergumulan Agustinus dengan
problema waktu akhirnya membawanya kepada suatu doa:
"Ya, Tuhan Allah, kiranya Tuhan memberi kami damai. Berikanlah kami kiranya damai
perhentian, damai Hari Sabat, damai yang tak tahu kesudahan. Sebab dunia ini dalam segala
keindahannya akan lenyap. Segala sesuatu yang baik ini akan sirna bila habis sudah waktunya,
karena ada siang dan ada malam." (Agustinus, Pengakuan, Bk XIII.
b. Sabat
Suatu waktu yang istimewa ialah Hari Sabat. Bagi Israel, sejak zaman Keluaran dari Mesir Hari
Sabat merupakan pertanda khusus umat Allah. Keluaran pasal 20 mengkubunkan Kejadian pasal
1 dalam "peresmian Hari Sabat". Ini berarti bahwa tujuan-tujuan Allah bagi umatNya menurut
perjanjian (Hari Sabat adalah tandanya) adalah tak terpisahkan dari tujuan-tujuan Allah bagi
dunia yang diciptakan-Nya. Tujuan-tujuan penciptaan dan kasih yang dijanjikan kepada manusia,
itu merupakan suatu kesatuan. Inilah sebagian arti dari Hari Sabat sejak zaman Keluaran dari
Mesir.
Allah memberkati hari ke tujuh. Di hari itu Sang Khalik mengungkapkan perkenan-Nya atas
segala sesuatu yang telah Ia ciptakan, termasuk manusia, puncak dari ciptaan. Dia menyatakan
bahwa karyaNya dalam penciptaan langit, bumi dan isinya sudah selesai. Untuk saat ini Ia tidak
melakukan penciptaan lagi. Sekalipun demikian, Dia menguduskan sebuah hari untuk perhentian
total. Kata Ibrani שבת - "SYABAT" dapat diterjemahkan dengan "berhenti" atau "terputus",
atau "tidak dilanjutkan". Pada saat perhentian ini, bahkan Allah telah menetapkan suatu masa
istirahat, penyegaran dan perhentian menyeluruh dari semua kegiatan, kerja keras dan
pergumulan yang biasanya dilaksanakan manusia.
9. Penutup
" Segala sesuatu dijadikan oleh Dia dan tanpa Dia tidak ada suatu pun yang telah jadi dari segala
yang telah dijadikan." (Yohanes 1:3)
Yesus Kristus, Sang Firman melalui mana seluruh alam semesta diciptakan, adalah juga Kristus
yang menyatakan Sang Khalik sebagai Bapa. Adalah karena Kristus kita dapat mengenal Allah,
dapat mengaku dengan berani, "Aku percaya kepada Allah Yang Mahakuasa, Khalik langit dan
bumi". Dia-lah yang mengaruniakan kepada kita kehidupan serta segala sessuatu yang kita
butuhkan butuhkan. Dan bukan kepada kita saja. Segala sesuatu yang ada bergantung pada Dia.
Tapi kepada manuxia dikaruniakan lebih dari kehidupan. Manusia sudah menerima kemampuan
(sekalipun tidak sempurna) untuk mengerti keagungan dan kebebasan Ilahi yang penuh rahasia.
Manusia sudah menerima penyataan (sekalipun tidak lengkap) tentang hubungan Allah dengan
dunia, yang sifatnya menguasai sekaligus intim. Manusia sudah menerima panggilan untuk
mencerminkan gambar (image) Sang Khalik, untuk bersama dengan Dia mengambil bagian
dalam sejarah dan destinasi yang sama. Manusia akhirnya, sudah menerima undangan untuk
menikmati persekutuan dengan Allah pada hari "sabat"-Nya Dan dengan Irama kerja ibadah
kiranya manusia dapat menyanyikan puji-pujian bagi Yang Maha-kuasa dengan mengatas-
namakan seluruh tatanan alam semesta.
1:1 Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi. 2 Bumi belum berbentuk dan kosong;
gelap gulita menutupi samudera raya, dan Roh Allah melayang-layang di atas permukaan air.
Tuhan ialah awal segalanya, yang memiliki maksud, kehendak & kuasa atas apapun. Semua
diawali oleh Allah, hanya Dia satu2nya Yang Ada saat semua belum ada sebab belum dicipta, &
semua menjadi ada hanya karena dicipta. Saat langit bumi belum dijadikan, tidak ada apapun
sama sekali selain Allah. Yang disebut Allah ialah Yang Mencipta, Yang Permulaan, Tak
Memiliki Awal. Allah sendiri tak dicipta/dilahirkan, Dia itu Ada, Keberadaan ada dalam Dia,
sebab itu Dia tak dapat ditiadakan, tapi dapat mengadakan & meniadakan.
Allah itu Kesempurnaan & Terbesar, tidak dapat & tak perlu berubah, Kekal.
Tuhan mencipta unsur yang berubah yaitu langit-bumi. Segala ciptaan pasti dapat berubah, sebab
ciptaan ada di luar Allah & bukanlah Allah yang kekal. Allah hidup & bergerak, diciptaNya
semua sesuai pribadiNya. Kekosongan itu mati, tanpa pengertian, tak hadir, disetir kegelapan, itu
bukan pribadi Allah. Tanpa Allah, tak bisa terbentuk, tak teratur, tanpa wujud & tempat. Kosong
tanpa isi, tak akan punya arti/tujuan apapun, mati/tanpa jiwa. Gelap tanpa cahaya, tanpa waktu,
tanpa pengertian. Ruang hampa itu mati, tidur, diam. Tak ada waktu & tempat sebab tak
terhingga, tanpa batas/ujung & arahan.
Tuhan mengamati & memandang bahwa itu tidak baik, maka Roh mengalir bagai angin, masuk
bergerak, menghadirkan hidup, meninggalkan jejak air. Kekosongan yang luas itu begitu sia2 &
mubazir, tapi Allah jauh lebih besar. Allah tak suka membiarkan kekosongan itu terlepas hilang
& berdiri sendiri. Allah ingin biarlah kekosongan itu pun dijadikan hambaNya melalui Keadilan.
Tuhan tak membiarkan kuasa gelap buron, Ia ingin menangkap & mengadili. Jika kegelapan itu
tak mau menerima kasih Allah, biarlah menerima hukum. Jika bukan hambaNya yang baik,
biarlah menjadi hambaNya yang jahat & memikul Kesucian Murka. Jika tak tertangkap
KasihNya, biarlah tertangkap KeadilanNya. Itulah mahkluk2 roh yang jatuh/gelap, tak
memuliakan Allah.
Jawaban: Kisah penciptaan ditemukan di kitab Kejadian pasal 1-2. Bahasa yang digunakan di
kitab Kejadian menegaskan kalau semua ciptaan di alam semesta ini diciptakan dari “tidak ada”
menjadi “ada” dalam kurun waktu enam hari (kali 24 jam) tanpa ada waktu jeda dari satu hari ke
hari lainnya. Konteks ayat di bagian ini mengharuskan durasi waktunya dipahami secara harafiah
sebagai 24 jam.
Ketika ditafsirkan secara apa adanya dan logis, deskripsi ayat-ayat di bagian ini akan membantu
kita memahami semua peristiwa sebagai satu hari: "Jadilah petang dan jadilah pagi, itulah hari
pertama" (Kej 1:5). Setiap kalimat dalam bahasa aslinya diawali dengan kata "dan." Ini adalah
tata bahasa Ibrani yang baik, yang menyatakan kalau setiap kalimat merupakan kelanjutan dari
kalimat sebelumnya. Ini jelas menunjukkan bahwa semua hari yang dideskripsikan ini terjadi
secara berkesinambungan dan tidak pernah dipisahkan oleh jeda waktu tertentu.
Kitab Kejadian mengungkapkan bahwa Firman Allah itu dahsyat dan berkuasa. Sebagian besar
pekerjaan penciptaan Allah dilakukan dengan hanya melalui perkataan, indikasi lain dari
kedahsyatan dan kuasa Firman-Nya. Hari penciptaan oleh Allah adalah sebagai berikut:
Allah menciptakan langit dan bumi. "Langit" merujuk pada segala sesuatu yang ada di luar bumi;
yang ada di luar angkasa. Bumi telah diciptakan, tapi belum dibentuk secara spesifik, meskipun
sudah ada air. Allah kemudian menciptakan terang. Dia kemudian memisahkan terang dari gelap
dan menamai terang itu "siang" dan gelap itu "malam." Pekerjaan penciptaan ini berlangsung
dari malam sampai pagi – atau dalam satu hari.
Allah menciptakan cakrawala. Cakrawala menjadi pemisah antara air di permukaan bumi dan
uap air di udara. Pada saat ini, bumi telah memiliki atmosfer. Pekerjaan penciptaan ini
berlangsung dalam satu hari.
Allah menciptakan tanah kering. Benua dan pulau-pulau berada di atas air. Kumpulan air yang
besar dinamai "laut" dan tanah kering itu "darat." Allah menyatakan bahwa semuanya itu baik.
Allah menciptakan semua tumbuhan, baik yang besar dan kecil. Allah menciptakan kehidupan
ini supaya bisa berkesinambungan; tumbuhan diberi kemampuan untuk bereproduksi. Tumbuhan
diciptakan dalam keragaman yang besar (banyak "jenis"). Bumi menjadi hijau dan penuh dengan
tumbuhan. Allah menyatakan bahwa semuanya ini juga baik. Pekerjaan penciptaan ini
menghabiskan waktu satu hari.
Allah menciptakan semua makhluk yang hidup di dalam air. Setiap makhluk apapun yang hidup
di dalam air diciptakan di hari ke-5 ini. Allah juga menciptakan semua burung. Bahasa yang
digunakan di bagian ini secara tersirat menyatakan kalau Allah mungkin juga menciptakan
serangga di hari ke-5 ini (atau, jika tidak, serangga mungkin diciptakan pada hari ke-6). Melalui
reproduksi, semua makhluk ini diciptakan dengan kemampuan untuk tetap berkesinambungan.
Makhluk hidup yang diciptakan pada hari ke-5 ini adalah makhluk pertama yang diberkati oleh
Allah. Allah menyatakan bahwa pekerjaan ini baik. Penciptaan ini berlangsung dalam satu hari.
Allah menciptakan semua makhluk yang hidup di atas tanah kering. Termasuk manusia dan
setiap jenis makhluk yang belum diciptakan pada hari-hari sebelumnya. Allah menyatakan
bahwa segala yang dijadikan-Nya ini baik.
Allah Tritunggal kemudian berunding satu sama lainnya. "Berfirmanlah Allah: "Baiklah Kita
menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita" (Kej 1:26). Ini bukan wahyu secara tersurat
mengenai Allah Tritunggal, tetapi menjadi dasar bagi kita untuk memahami soal ini. Sama
seperti ketika Allah menggunakan sebutan "kami" ketika merujuk diri-Nya.
Allah menciptakan manusia, dan manusia diciptakan menurut gambar Allah (laki-laki dan
perempuan menampakkan gambaran ini). Manusia menjadi yang teristimewa di antara semua
makhluk ciptaan lainnya. Untuk menekankan hal ini, Allah memberikan otoritas kepada manusia
untuk berkuasa atas bumi dan atas semua makhluk lainnya. Allah memberkati manusia dan
memerintahkannya untuk bereproduksi, memenuhi bumi dan menaklukkannya (menguasainya di
bawah otoritas manusia yang sah, sebagaimana diizinkan oleh Allah).
Allah memerintahkan manusia dan semua makhluk lainnya supaya memakan tumbuh-tumbuhan
saja. Allah tidak membatalkan perintah ini hingga di kitab Kejadian 9:3-4 kelak.
Pekerjaan penciptaan Allah selesai pada akhir hari keenam. Seluruh alam semesta dan isinya,
dalam seluruh keindahan dan kesempurnaannya, sepenuhnya dibentuk dalam enam hari,
berkesinambungan, 24 jam per harinya. Setelah menyelesaikan penciptaan-Nya, Allah
menyatakan bahwa semuanya sangat baik.
Berikut ini tampilan ayat-ayat Firman Tuhan dalam kitab Kejadian 1:1 sampai dengan 2:7
dengan judul perikop Allah Menciptakan Langit dan Bumi serta Isinya.
Kita belajar perikop ini dengan menggunakan tafsiran / catatan Wycliffe. Semua ayat dikutip
dalam bentuk tulisan italic warna biru, sedangkan tafsiran / komentar dalam tulisan biasa.
Allah Menciptakan Langit dan Bumi serta Isinya Genesis 1:1 - Genesis 2:7
Pada Mulanya (bereshith). Penulis menuntun pembaca kembali ke saat sebelum ada waktu,
memasuki wilayah tak terselami dari kekekalan, sekalipun tidak ada kata yang bisa dipakainya
untuk mengemukakan keadaan sebelum ada waktu.
Penulis tidak memberikan tanggal tertentu dari mulanya ini. Kisahnya menjangkau balik ke masa
sebelum peristiwa-peristiwa ada tanggalnya.
Allah menciptakan. Kepastian agung dari penyataan didasarkan pada satu penegasan kuat ini.
Allah melakukan semuanya. Tidak ada pernyataan yang bisa lebih menakjubkan daripada
pernyataan ini.
Elohim adalah kata yang umum untuk "Allah" dalam bahasa Ibrani, Aram dan Arab. Sebetulnya
ini bentuk jamak, tetapi dipakai dengan kata kerja bentuk tunggal.
Mungkin bentuk jamak tersebut paling baik dijelaskan sebagai menunjukkan "hebatnya
keperkasaan" atau martabat luar biasa dan kemuliaan tak terbatas.
Di dalam Yang Esa ini terpadu segala kuasa kekekalan dan ketidakterbatasan.
Mencipta (bara) adalah kata kerja yang hanya dipakai untuk Allah. Manusia tidak mungkin
mencapai kuasa-kuasa yang terkandung dalam istilah ini, sebab kata ini menggambarkan
mukjizat sempurna.
Dengan kuasa tertinggi untuk menciptakan yang Allah miliki, sesuatu yang sama sekali baru
dijadikan.
Langit dan bumi. Di sini penulis memfokuskan perhatiannya pada seluruh wilayah bumi, di atas,
di sekeliling dan di bawah.
Di dalam frasa ini dia mencakup alam semesta yang telah lengkap sebagaimana dikenal (atau
akan dikenal) oleh orang Ibrani, dan segala bahan mentah yang diperlukan untuk membuat
matahari, planet, bintang, kabut angkasa, galaksi, molekul, atom, elektron dan semua hal serta
makhluk tertentu di muka bumi.
Para ilmuwan menunjukkan bahwa galaksi kita berisi lebih dari 100 bilyun bintang dan bahwa
matahari kita terletak 150 trilyun mil dari pusat galaksi.
Galaksi kita adalah salah satu kumpulan kecil di antara 19 galaksi, dan galaksi terdekat letaknya
30 juta tahun cahaya jauhnya dari kita (150 juta trilyun mil).
Para ilmuwan yang mengadakan riset, dengan memakai teleskop, telah cukup yakin bahwa ada
lebih daripada satu bilyun galaksi.
Menurut perhitungan mereka jumlah bintang di semua galaksi ini mendekati 100 quintilyun
buah.
Kekuatan cahaya dari salah satu galaksi sama dengan 400 juta matahari.
Jika seorang memandang ciptaan yang maha luas ini dan membandingkan apa yang dilihatnya
itu dengan kisah sang penulis yang diilhami ini tentang terciptanya semua itu, pasti hatinya
penuh ketakjuban.
Dia mengenali tangan Allah di dalam keindahan dan tatanan dari tata surya dan di dalam
kekuatan dari sebuah inti atom.
Entah dia memandang matahari (yang diberi muatan positif), yang mengikat semua planet (yang
diberi muatan negatif), atau entah dia mempelajari sebuah nukleus (yang diberi muatan positif)
pada inti atom, yang mengikat setiap elektron (yang diberi muatan negatif) di bawah
pengaruhnya, dia merasakan hikmat, kuasa dan kemegahan Allah.
Mengingat semua ini, seorang yang saleh tunduk di hadapan sang Pencipta dalam ketakjuban dan
pengabdian tulus, serta meluap dalam penyembahan, pemujaan, ucapan syukur dan pujian yang
tidak bisa ditahannya lagi.
Ciptaan agung Tuhan ialah makhluk yang sangat dikasihi itu, yang Ia ciptakan menurut gambar-
Nya sendiri.
Gen 1:2 Bumi belum berbentuk dan kosong; gelap gulita menutupi samudera raya, dan Roh
Allah melayang-layang di atas permukaan air.
Bumi belum berbentuk dan kosong (tõhû wãbõhû). Penulis yang diilhami itu dengan cepat
mengarahkan perhatiannya ke bumi, sebab kisahnya berhubungan dengan rencana dan
pemeliharaan Allah bagi kehidupan manusia di bumi ini.
Dia melukiskan bumi dalam keadaan yang belum selesai. Tersedia banyak sekali bahan bagi
setiap karya yang direncanakan Allah, sekalipun dalam keadaan kacau - tandus, kosong dan
gelap.
Maksud Allah tentu belum terpenuhi sebelum sentuhan ajaib-Nya mengubah semua kekacauan
tersebut.
Bahkan kegelapan (yang di dalam Alkitab sering kali dikaitkan dengan kejahatan) harus dibuat
tunduk kepada kehendak-Nya.
Roh Allah melayang-layang (rûah ... merãhepet). Kata-kata ini melukiskan kehadiran Allah yang
memberikan energi, menyentuh dan mengusap dunia yang kacau dan belum selesai itu ketika Dia
bersiap-siap untuk melengkapi ciptaan-Nya.
Bagaikan seekor induk burung setia melayang-layang di atas sarangnya, Allah bergerak keliling
sambil melimpahkan kasih-Nya atas dunia yang baru jadi.
Gen 1:3 Berfirmanlah Allah: "Jadilah terang." Lalu terang itu jadi.
Berfirmanlah Allah, "Jadilah terang." Sang penulis menyajikan sabda penciptaan pertama Allah.
Dengan luar biasa tenang penuh kesadaran Allah yang mahakuasa menjadikan terang.
Dia mengucapkan sabda-Nya dan langsung kehendak-Nya jadi (Mzm. 33:6, 9). Terang adalah
jawaban Allah terhadap dominasi kegelapan.
Tindakan ini merupakan langkah positif pertama Allah menuju penyelesaian seluruh program
penciptaan. Tanpa tindakan ini, tindakan-tindakan lain tentu akan tidak berarti. Rasul Yohanes
mengatakan bahwa "Allah adalah terang" (I Yoh. 1:5).
Gen 1:4 Allah melihat bahwa terang itu baik, lalu dipisahkan-Nyalah terang itu dari gelap.
Allah melihat bahwa ... itu baik. Ketika sang Khalik memandang hasil karya kehendak-Nya, Ia
merasa itu sempurna dan mengagumkan; dan Ia senang.
Pernyataan ini dikemukakan tujuh kali. Setiap tindakan Allah dalam mencipta itu sempurna,
lengkap, menyenangkan dan memuaskan. Hendaknya diingat bahwa terang ini sama dengan
yang dilihat dan dinikmati manusia saat ini.
Gen 1:5 Dan Allah menamai terang itu siang, dan gelap itu malam. Jadilah petang dan jadilah
pagi, itulah hari pertama.
Jadilah petang dan jadilah pagi. Di dalam Kitab Kejadian, petang senantiasa mendahului pagi.
Penciptaan terang mengakhiri kekuasaan kegelapan dan menghasilkan hari pertama.
Karena ketika itu matahari dan bulan belum diciptakan, tidak tepat untuk berbicara mengenai
hari yang panjangnya dua puluh empat jam sebelum penciptaan benda-benda penerang tersebut
oleh sang Khalik.
Yang dimaksudkan di sini adalah harinya Allah, bukan hari biasa yang diukur oleh menit dan
jam. Awal setiap tindakan mencipta disebut pagi dan akhir dari tindakan ilahi tersebut
dinamakan petang.
Gen 1:6 Berfirmanlah Allah: "Jadilah cakrawala di tengah segala air untuk memisahkan air dari
air."
Cakrawala (bentangan) di tengah segala air. Kata Ibrani raqi'a menunjuk kepada sesuatu yang
dipukul atau ditekan sehingga melebar menutupi sebuah permukaan yang luas.
Penulis memberikan kesan adanya sebuah bentangan di atas bumi yang menahan persediaan air
yang bisa dicurahkan sebagai hujan.
Gen 1:7 Maka Allah menjadikan cakrawala dan Ia memisahkan air yang ada di bawah cakrawala
itu dari air yang ada di atasnya. Dan jadilah demikian.
Gen 1:8 Lalu Allah menamai cakrawala itu langit. Jadilah petang dan jadilah pagi, itulah hari
kedua.
Gen 1:9 Berfirmanlah Allah: "Hendaklah segala air yang di bawah langit berkumpul pada satu
tempat, sehingga kelihatan yang kering." Dan jadilah demikian.
Sehingga kelihatan yang kering. Sampai tahap di atas, air meliputi segala sesuatu. Namun pada
hari ketiga, Tuhan menciptakan daratan dan dunia tanaman.
Dengan kuasa ilahi-Nya Dia membuat daratan muncul dari perairan yang mahaluas dan
terbentuklah bumi (bdg. Mzm. 104:7-9; Ayb. 38:8-11).
Dari tanah, sesuai dengan perintah Allah, tumbuh-tumbuhan yang hidup mulai bermunculan dan
segera menyelimuti bumi dengan keindahan dan menyediakan makanan bagi makhluk-makhluk
hidup.
Gen 1:10 Lalu Allah menamai yang kering itu darat, dan kumpulan air itu dinamai-Nya laut.
Allah melihat bahwa semuanya itu baik.
Gen 1:11 Berfirmanlah Allah: "Hendaklah tanah menumbuhkan tunas-tunas muda, tumbuh-
tumbuhan yang berbiji, segala jenis pohon buah-buahan yang menghasilkan buah yang berbiji,
supaya ada tumbuh-tumbuhan di bumi." Dan jadilah demikian.
Gen 1:12 Tanah itu menumbuhkan tunas-tunas muda, segala jenis tumbuh-tumbuhan yang
berbiji dan segala jenis pohon-pohonan yang menghasilkan buah yang berbiji. Allah melihat
bahwa semuanya itu baik.
Gen 1:13 Jadilah petang dan jadilah pagi, itulah hari ketiga.
Gen 1:14 Berfirmanlah Allah: "Jadilah benda-benda penerang pada cakrawala untuk
memisahkan siang dari malam. Biarlah benda-benda penerang itu menjadi tanda yang
menunjukkan masa-masa yang tetap dan hari-hari dan tahun-tahun,
Jadilah benda-benda penerang. Kata Ibrani meõrõt berarti benda-benda penerang. Melalui benda-
benda penerang ini bumi menerima cahaya yang diperlukan untuk mempertahankan hidup.
Benda-benda penerang tersebut berfungsi untuk menguasai pagi dan petang (ay. 16), menjadi
tanda musim, dan menerangi bumi.
Kisah ini menjelaskan bahwa Allah membuat benda-benda penerang ini dan kemudian
menempatkan benda-benda tersebut pada tempatnya.
Menurut cetak biru Allah, matahari, bulan dan bintang semuanya dijadikan untuk melaksanakan
kehendak-Nya yang khusus.
Gen 1:15 dan sebagai penerang pada cakrawala biarlah benda-benda itu menerangi bumi." Dan
jadilah demikian.
Gen 1:16 Maka Allah menjadikan kedua benda penerang yang besar itu, yakni yang lebih besar
untuk menguasai siang dan yang lebih kecil untuk menguasai malam, dan menjadikan juga
bintang-bintang.
Gen 1:17 Allah menaruh semuanya itu di cakrawala untuk menerangi bumi,
Gen 1:18 dan untuk menguasai siang dan malam, dan untuk memisahkan terang dari gelap. Allah
melihat bahwa semuanya itu baik.
Gen 1:19 Jadilah petang dan jadilah pagi, itulah hari keempat.
Gen 1:20 Berfirmanlah Allah: "Hendaklah dalam air berkeriapan makhluk yang hidup, dan
hendaklah burung beterbangan di atas bumi melintasi cakrawala."
Hendaklah dalam air berkeriapan makhluk yang hidup. Ayat ini melukiskan munculnya sejumlah
besar makhluk bersayap dan ikan secara mendadak.
Makhluk-makhluk tersebut dirancang untuk memberikan peragaan lain lagi dari kuasa sang
Khalik.
Dengan munculnya makhluk-makhluk ini, ada kehidupan di bumi dan juga kegiatan.
Selanjutnya, ada rangkaian makhluk-makhluk hidup lainnya, semuanya diciptakan oleh tangan
Allah yang perkasa.
Gen 1:21 Maka Allah menciptakan binatang-binatang laut yang besar dan segala jenis makhluk
hidup yang bergerak, yang berkeriapan dalam air, dan segala jenis burung yang bersayap. Allah
melihat bahwa semuanya itu baik.
Binatang-binatang laut yang besar. Secara harfiah, hewan-hewan yang berkeriapan, melata dan
merayap di atas bumi, di dalam atau di luar air, seperti ular, ikan dan naga.
Gen 1:22 Lalu Allah memberkati semuanya itu, firman-Nya: "Berkembangbiaklah dan
bertambah banyaklah serta penuhilah air dalam laut, dan hendaklah burung-burung di bumi
bertambah banyak."
Tuhan memberkati semua makhluk ini dan memerintahkan mereka untuk berkembangbiaklah
dan bertambah banyaklah. Perkembangan tindakan penciptaan oleh Allah meningkat menuju
penciptaan manusia.
Gen 1:23 Jadilah petang dan jadilah pagi, itulah hari kelima.
Gen 1:24 Berfirmanlah Allah: "Hendaklah bumi mengeluarkan segala jenis makhluk yang hidup,
ternak dan binatang melata dan segala jenis binatang liar." Dan jadilah demikian.
Gen 1:25 Allah menjadikan segala jenis binatang liar dan segala jenis ternak dan segala jenis
binatang melata di muka bumi. Allah melihat bahwa semuanya itu baik.
Gen 1:26 Berfirmanlah Allah: "Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa
Kita, supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak
dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi."
Baiklah Kita menjadikan manusia. Saat utama dari penciptaan tiba ketika Allah menciptakan
manusia.
Narasi menggambarkan Allah sebagai meminta dewan surgawi atau kedua anggota Tritunggal
lainnya untuk memusatkan perhatian mereka pada peristiwa ini.
Tetapi, beberapa penafsir menafsirkan bentuk jamak kita ini sebagai "kemegahan yang jamak"
yang menunjukkan martabat dan kebesaran.
Bentuk jamak dari kata yang dipakai untuk Allah. Elohim, dapat dijelaskan dengan cara yang
kurang lebih sama. Tuhan ditampilkan sebagai memberikan pertimbangan yang luar biasa
terhadap suatu soal yang sangat penting.
Menurut gambar (selem) dan rupa kita (demût). Sekalipun dua istilah sinonim ini memiliki arti
yang berbeda, tampaknya tidak dimaksudkan untuk menyampaikan aspek yang berbeda dari diri
Allah.
Jelas bahwa manusia, sebagaimana diciptakan Allah, pada hakikatnya berbeda dengan semua
jenis hewan yang sudah diciptakan.
Manusia memiliki kedudukan yang jauh lebih tinggi, sebab Allah menciptakan manusia untuk
menjadi tidak fana, dan menjadikan manusia suatu gambar khusus dari keabadian-Nya sendiri.
Manusia adalah makhluk yang dapat dikunjungi serta berhubungan dan bersekutu dengan
Khaliknya. Sebaliknya, Tuhan dapat mengharapkan manusia untuk menanggapi-Nya dan
bertanggung jawab kepada-Nya.
Manusia diberi kuasa untuk memiliki hak memilih, bahkan hingga ke tingkat tidak menaati
Khaliknya.
Manusia harus menjadi wakil dan penatalayan Allah yang bertanggung jawab di bumi,
melaksanakan kehendak Allah dan menggenapi maksud sang Khalik.
Penguasaan dunia diserahkan kepada makhluk ciptaan yang baru ini (bdg. Mzm. 8:5-7). Manusia
ditugaskan untuk menaklukkan (kábash, "menginjak") bumi dan mengikuti rencana Allah yakni
memenuhi bumi.
Makhluk mulia ini, dengan kehormatan yang sulit dipercaya dan tanggung jawab yang berat,
harus hidup dan bergerak bagaikan raja.
Gen 1:27 Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah
diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka.
Gen 1:28 Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka: "Beranakcuculah dan
bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan
burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi."
Gen 1:29 Berfirmanlah Allah: "Lihatlah, Aku memberikan kepadamu segala tumbuh-tumbuhan
yang berbiji di seluruh bumi dan segala pohon-pohonan yang buahnya berbiji; itulah akan
menjadi makananmu.
Gen 1:30 Tetapi kepada segala binatang di bumi dan segala burung di udara dan segala yang
merayap di bumi, yang bernyawa, Kuberikan segala tumbuh-tumbuhan hijau menjadi
makanannya." Dan jadilah demikian.
Gen 1:31 Maka Allah melihat segala yang dijadikan-Nya itu, sungguh amat baik. Jadilah petang
dan jadilah pagi, itulah hari keenam.
Sungguh amat baik (tôb meõd). Ketika Tuhan memperhatikan hasil lengkap dari tindakan
penciptaan-Nya, Dia menunjukkan rasa sangat senang dan sangat puas.
Segala sesuatu di alam semesta ini, dari bintang yang paling besar hingga helai rumput yang
terkecil, mendatangkan sukacita bagi-Nya.
Semuanya merupakan sebuah paduan yang sangat indah. Di sini kepuasan sang Khalik
dilukiskan dengan bahasa yang padat namun jelas.
Gen 2:1 Demikianlah diselesaikan langit dan bumi dan segala isinya.
Gen 2:2 Ketika Allah pada hari ketujuh telah menyelesaikan pekerjaan yang dibuat-Nya itu,
berhentilah Ia pada hari ketujuh dari segala pekerjaan yang telah dibuat-Nya itu.
Untuk saat ini Dia tidak akan melakukan penciptaan lagi. Sekalipun demikian, Dia
menguduskan, sebuah hari untuk perhentian total.
Kata Ibrani shãbãt dapat diterjemahkan menjadi "berhenti" atau "terputus" atau "tidak
melanjutkan." Pada saat perhentian ini, bahkan Allah berhenti dari tindakan-Nya mencipta (bdg.
Kel. 20:11; 31:17).
Gen 2:3 Lalu Allah memberkati hari ketujuh itu dan menguduskannya, karena pada hari itulah Ia
berhenti dari segala pekerjaan penciptaan yang telah dibuat-Nya itu.
Hari ketujuh dipisahkan untuk dihormati dan dikuduskan sepanjang tahun sebagai pengingat
bahwa Allah telah menetapkan suatu masa istirahat, penyegaran dan perhentian menyeluruh dari
semua kegiatan, kerja keras dan pergumulan yang biasanya dilaksanakan.
Gen 2:4 Demikianlah riwayat langit dan bumi pada waktu diciptakan. Ketika TUHAN Allah
menjadikan bumi dan langit, --
Demikianlah riwayat langit dan bumi (tôledôt), Kata Ibraninya berasal dari kata kerja yang
artinya memperanakkan atau melahirkan anak.
Pernyataan ini bisa merupakan sebutan untuk Kejadian 1. LXX menerjemahkannya dengan:
Inilah Kitab Kejadian.
TUHAN Allah. Untuk pertama kalinya nama Yahweh, atau Yehovah (bdg. Kel. 6:2, 3) dipakai.
Yehovah ialah Allah perjanjian Israel yang berkepribadian, yang pada saat yang bersamaan
merupakan Allah atas langit dan bumi.
Nama ini mengandung arti eksistensi abadi Sang Pencipta segala sesuatu yang ada. Kata ini
menunjuk kepada kemurahan, kasih karunia, belas kasihan, ketuhanan Allah serta hubungan
abadi-Nya dengan orang-orang pilihan-Nya sendiri yang diciptakan menurut gambar-Nya.
Hubungan khusus di antara Yehovah dengan Israel akan dilukiskan dengan lebih tegas pada saat
Dia muncul di semak yang menyala di dekat Sinai. Di situ Sang Pencipta kehidupan itu
diperkenalkan sebagai Khalik dari Kejadian 1.
Gen 2:5 belum ada semak apapun di bumi, belum timbul tumbuh-tumbuhan apapun di padang,
sebab TUHAN Allah belum menurunkan hujan ke bumi, dan belum ada orang untuk
mengusahakan tanah itu;
Gen 2:6 tetapi ada kabut naik ke atas dari bumi dan membasahi seluruh permukaan bumi itu--
Ada kabut naik ke atas ... dan membasahi. Untuk mempersiapkan tanah agar melaksanakan
tugasnya, sang Khalik menyediakan embun basah.
Terjemahan yang ada pada umumnya mengacu kepada hujan gerimis atau kabut. Mungkin kata
yang diterjemahkan menjadi kabut (ed) dapat diterjemahkan dengan "sungai" atau "aliran air".
Yang pertama merupakan pilihan yang lebih baik. Bagaimanapun juga, kabut itu adalah cara
Allah melaksanakan kehendak-Nya untuk tanah. Ada kesan tindakan berkesinambungan.
Gen 2:7 ketika itulah TUHAN Allah membentuk manusia itu dari debu tanah dan
menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi makhluk
yang hidup.
Tuhan Allah membentuk (yãsãr) manusia itu dari debu tanah. Kembali kedua nama Allah
digabungkan untuk mengantisipasi peristiwa yang membuka zaman baru.
Kata yãsãr dipakai untuk melukiskan seorang penjunan yang sedang bekerja, yaitu membentuk
bahan di tangannya sesuai dengan kehendaknya (bdg. Yer. 18:3, 4). Kata kerja yang sama
dipakai untuk melukiskan pembentukan sebuah umat atau bangsa.
Tubuh manusia dibentuk dari debu tanah sedangkan rohnya berasal langsung dari "napas" Allah.
Manusia adalah sungguh-sungguh makhluk dua dunia; baik bumi maupun surga memilikinya.
Langkah pertama sangat penting, namun tanah yang basah itu masih jauh dari sempurna sebelum
terjadi mukjizat yang kedua.
Allah menyalurkan hidup-Nya sendiri ke dalam gumpalan mati yang sebelumnya sudah Ia
ciptakan dan bentuk.
Napas ilahi menyusupi materi tersebut dan mengubahnya menjadi makhluk hidup.
Perpaduan ganjil antara debu dan keilahian menghasilkan makhluk ciptaan yang menakjubkan
(bdg. I Kor. 15:47-49), yaitu makhluk yang diciptakan menurut gambar Allah sendiri.
Selaku makhluk hidup, manusia dipersiapkan untuk menunjukkan sifat-sifat dari Pemberi
kehidupan.
Bahasa yang dipakai ini tidak menunjukkan bahwa manusia memiliki keserupaan fisik dengan
Allah. Sebaliknya manusia diciptakan dengan kekuatan rohani seperti Allah.
Kepada manusia diberikan kemampuan untuk berpikir dan merasakan, berkomunikasi dengan
pihak lain, membedakan dan memilah, dan, hingga taraf tertentu, menentukan wataknya sendiri.
A. Penciptaan (1:1-2:25).
Allah adalah Pencipta segala sesuatu. Sejak awal Kitab Kejadian, fokus dari sorotan penyataan
terarah kepada Yang Mahakuasa. Dia adalah yang Awal, Sang Penyebab, dan Sumber dari segala
yang ada. Dia menjadikan segala sesuatu dan semua orang yang akan cocok untuk memenuhi
rencana-Nya bagi segala zaman. Semua materi yang diperlukan untuk pelaksanaan rencana ini
diciptakan oleh-Nya dengan ajaib.
PENDAHULUAN KEJADIAN
Judul. Kata Kejadian merupakan terjemahan dari istilah Inggris Genesis yang diambil dari
bahasa Yunani melalui bahasa Latin.
Di dalam Septuaginta (LXX) kata ini merupakan superskripsi kitab yang pertama dalam Alkitab.
Kata ini berarti "asal usul, sumber atau menciptakan."
Kata Ibrani bereshith yang diterjemahkan dengan "pada mulanya" merupakan kata pertama
dalam Alkitab bahasa Ibrani. Kata ini sering kali dipakai untuk Kitab Kejadian.
Sifat Dasar. Kejadian merupakan kitab yang mengisahkan aneka permulaan. Kitab ini
menyajikan kisah yang megah tentang permulaan segala sesuatu yang dijadikan ada oleh sang
Khalik.
Kitab ini menjawab pertanyaan manusia mengenai asal usul dunia, tanaman, hewan dan umat
manusia.
Kitab ini mengisahkan penetapan lembaga keluarga, asal mula dosa, penganugerahan penyataan
ilahi, pertumbuhan dan perkembangan bangsa manusia dan awal rencana Allah untuk
menyediakan penebusan melalui umat pilihan-Nya.
Kitab ini menyajikan dan mengilustrasikan kebenaran-kebenaran abadi, dan kitab ini
memecahkan sejumlah teka-teki, rahasia dan situasi membingungkan dari segi kehendak Allah
bagi umat-Nya.
Dengan bahasa yang jernih dan penuh makna penulisnya mengemukakan berbagai rencana dan
maksud Allah yang telah dinyatakan-Nya di samping keajaiban-keajaiban tindakan-Nya terhadap
manusia.
Kejadian mengarahkan pembacanya kembali ke saat maha penting dari penciptaan ketika mana
Khalik yang mahakuasa bersabda menjadikan berbagai keajaiban tak tersaingi berupa matahari,
bulan, bintang-bintang, planet, galaksi, tanaman dan makhluk-makhluk hidup serta satu orang
yang Ia ciptakan sesuai dengan gambar-Nya.
Di dalam lima puluh pasal ini, penulis yang terilhamkan menyingkapkan drama penciptaan; dia
mengisahkan bagaimana dosa merayap muncul dengan pasti dan tanpa ampun untuk
mendatangkan kehancuran, kekacauan dan maut; dia menunjukkan buah-buah tragis dari dosa
berupa kekalahan menyedihkan orang tua kita yang pertama; dan dia memperlihatkan bagaimana
kemudian kejahatan manusia yang bertumpuk menghasilkan kehancuran dan nyaris kepunahan
kehidupan umat manusia.
Di dalam awal yang baru penulis menelusuri pertumbuhan umat yang baru itu dan akhirnya
karier yang mempesona dari Abraham, Ishak, Yakub dan anak-anaknya. Kitab ini diakhiri
dengan kematian Yusuf di Mesir.
Kejadian 1-11 mengemukakan kisah manusia sejak diciptakan hingga awal kehidupan Abraham.
Kejadian 12-50 mengisahkan rangkaian tindakan Allah terhadap umat pilihan-Nya - Abraham,
Ishak, Yakub, Yusuf serta keturunan mereka.
Di sepanjang narasi ini perhatian utama penulis ialah untuk mengemukakan maksud Yehovah
menciptakan dan menuntun umat pilihan tersebut.
Bukan hanya Kejadian, tetapi seluruh Alkitab menunjukkan bahwa melalui umat pilihan ini
Tuhan berusaha menyatakan sifat dan jalan-jalan-Nya kepada dunia, menanamkan kehendak
kudus-Nya di bumi, dan menyebarkan "kabar baik" tentang penebusan kepada seluruh umat
manusia.
Bangsa-bangsa dan perseorangan disebutkan dan dikisahkan di dalam kitab ini hanya sejauh
mereka itu sesuai dengan rencana dan maksud agung Tuhan.
Bangsa Sumer, Het, Babel dan Asyur, disebutkan manakala sejarah mereka menyentuh sekilas
kehidupan bangsa pilihan itu, tampil sejenak untuk menunjukkan maksud Allah bagi dunia.
Pada setiap tahap, Roh berusaha menjadikan penyataan Allah jelas bagi manusia dari segala
zaman. Di dalam drama yang bergerak dengan cepat ini, tersingkaplah rencana Allah.
Kepenulisan. Adalah tepat untuk menyatakan bahwa Musa adalah penulis yang bertanggung
jawab dari kitab ini.
Kitab ini merupakan kitab pertama dari Pentateukh, yang oleh Alkitab maupun tradisi dikaitkan
dengan Musa.
Sulit untuk menemukan seorang tokoh di sepanjang sejarah Israel yang lebih memenuhi syarat
untuk menulis sejarah ini.
Terlatih dalam "segala hikmat orang Mesir" (Kis. 7:22), Musa oleh Tuhan dipersiapkan untuk
memahami berbagai catatan, tulisan dan kisah lisan yang ada ketika itu.
Sebagai seorang nabi yang kepadanya diberikan kehormatan luar biasa untuk dapat bersekutu
selama beberapa jam dengan Allah di Sinai, Musa cukup dibekali untuk mencatat bagi semua
orang gambaran Tuhan tentang kegiatan-Nya sepanjang zaman.
Mana ada tokoh lain di sepanjang segala abad yang memiliki kuasa dan iman semacam dirinya,
serta menikmati hubungan yang demikian intim dengan Yehovah?
Pada zaman modern, penemuan catatan-catatan kuno seperti Surat-surat dari Amarna, sastra
Ugarit (atau Ras Shamra) dan lempengan-lempengan tanah liat dari Mesopotamia (Mari dan
Nuzu) telah memungkinkan para sarjana menyusun ulang latar belakang sejarah dan budaya dari
kisah Alkitab dan menemukan bagaimana bentuk kehidupan di Mesir, Palestina dan
Mesopotamia sepanjang masa Alkitab.
Sangat mungkin banyak peninggalan lisan dan tertulis, yang menjangkau balik jauh ke masa
kuno, tersedia bagi sarjana Ibrani terkemuka tersebut, yang pendidikannya di Mesir dan
pendidikan lanjutnya di wilayah gunung Sinai telah menjadikan dirinya memahami berbagai
gerakan dunia yang penting.
Menurut tradisi Yahudi, ketika ahli Taurat yang terkemuka, Ezra, kembali ke Yerusalem dari
Babel dengan membawa sejumlah naskah Perjanjian Lama berbahasa Ibrani, dia mulai bekerja
dengan sangat giat untuk memelihara, menyalin dan menyunting naskah-naskah kuno yang ada
padanya itu.
Kitab Kejadian dan Ilmu Pengetahuan. Jika seseorang berharap untuk menemukan di dalam
Kitab Kejadian kisah ilmiah tentang bagaimana dunia dijadikan dengan segala pertanyaan
mengenai kehidupan primitif terjawab dalam bahasan teknis keilmuan yang dikenal guru besar
atau peneliti ilmiah, dia akan kecewa.
Kitab Kejadian bukan merupakan usaha untuk menggumuli atau menjawab masalah-masalah
teknis ilmiah.
Kitab ini membicarakan soal-soal yang jauh melampaui bidang ilmu. Penulis berusaha untuk
memperkenalkan kita dengan Allah abadi serta menunjukkan makna kudus dari diri, maksud dan
sikap Allah terhadap makhluk-makhluk ciptaan-Nya sementara Ia melaksanakan kehendak-Nya
yang kudus.
Kitab yang sangat menonjol kedalaman dan keunggulan moralnya, martabat dan kemegahannya
ini, melukiskan Allah abadi yang berkarya menyiapkan sebuah tempat di mana makhluk-
makhluk kesayangannya bisa hidup dan bertumbuh serta memancarkan kemuliaan ilahi.
Banyak artikel yang meragukan proses penciptaan Alam semesta seperti yang tertulis dalam
Alkitab ( Kejadian 1 :1 sampai 2 : 3 ), karena dianggap tidak sesuai ilmu alam. Awalnya kami
juga sedikit membenarkan analisa pendapat tersebut, tetapi ketika kami pelajari lebih mendalam
justru pendapat itu kurang tepat dan analisanya hanya seadanya. Pendapat yang menyatakan
bahwa bagaimana mungkin ada terang pada hari ke-1 padahal benda - benda penerang (matahari,
bulan dan bintang) diciptakan pada hari ke-4. Bagaimana mungkin tumbuhan (diciptakan pada
hari ke-3) bisa hidup karena matahari baru diciptakan pada hari ke-4, bagaimana proses
fotosintesis bisa terjadi ?
Kami bisa menjelaskan proses penciptaan alam semesta dan sekaligus mematahkan keraguan
akan kebenaran Alkitab karena analisa logika empiris seperti yang kami sebutkan diatas.
Menurut kami proses penciptaan Alam Semesta seperti pada Kejadian 1 : 1 s/d 2 :3 secara detai
menjelaskan penciptaan galaksi - galaksi dan sistem tata surya tempat bumi bergantung. Silahkan
baca terus artikel kami ini.
Sebelum melangkah lebih lanjut kami ingin menjelaskan bahwa kitab Kejadian 1 :1 s/d 2:3
adalah kitab yang ditulis oleh Musa dan teamnya saat perjalanan dari Mesir ke Tanah Perjanjian
( Kanaan ), kitab ini diperkirakan ditulis pada 1440 SM. Inspirasi penulisan Penciptaan ini
diduga dari tulisan Abraham, Nuh atau bisa juga tulisan dari Henokh seperti yang dijelaskan
pada Kejadian 2:4. Dituliskan " Demikianlah riwayat langit dan bumi pada waktu diciptakan "
kalimat ini menjelaskan bahwa sumber informasi dari nenek moyang sipenulis, atau dari mitos
yang berkembang dan diwariskan turun temurun. Para teolog sangat yakin bahwa Musa adalah
orang yang tepat menulis kitab ini karena pada masa itu Musa adalah orang yang di didik dengan
berbagai hikmat orang Mesir (Kisah Para Rasul 7 : 22) karena Musa dibesarkan oleh putri Firaun
(Keluaran 2 : 10), sementara orang Ibrani (orang Israel) pada masa yang sama adalah budak -
budak orang Mesir.
Ayat - ayat Alkitab tentang penciptaan selama 6 hari penciptaan alam semesta silahkan klik link
tersebut, yang dijelaskan menurut berbagai bahasa (5 versi bahasa). Secara garis besar urutan
penciptaan menurut Kejadian 1 : 1 s/d Kejadian 2 : 3 seperti dibawah ini :
Hari I ( Kejadian 1 : 1 - 5 )
- Diciptakan Langit dan Bumi (tetapi masih berbentuk dan kosong)
- Diciptakan terang dan memisahkan terang dari gelap (terang itu siang dan gelap itu malam)
Nb. Terang dan gelap (siang dan malam) belum menjadi penentu / tanda penuntuk masa yang
tetap untuk menentukan hari dan tahun berbeda dengan Kejadian 1 : 14.
Fokus artikel kami kali ini adalah lebih menyoroti penciptaan terang pada hari ke-1 dan
penciptaan benda - benda penerang di angkasa (matahari, bulan dan bintang) pada hari ke-4.
Alkitab menuliskan bahwa pada hari ke-1 setelah TUHAN menciptakan langit dan bumi yang
masih belum berbentuk dan kosong, TUHAN juga menciptakan terang dan memisahkan terang
dari gelap, terang disebut siang dan gelap disibut malam.
Banyak orang yang meragukan kebenaran ini karena pada hari ke-4 TUHAN menciptakan
matahari, bulan dan bintang. Apa yang dimaksud penciptaan terang pada hari ke-1 ini ? jika kita
mencermati lebih dalam maka ada benda angkasa lain yang juga memiliki terang.
Ada pendapat dari para teolog yang mengatakan bahwa terang pada hari ke-1 ini adalah terang
yang temaram (remang - remang) tetapi " dalam temaram " ini bisa membedakan siang dan
malam. Dan perlu dicermati seperti pada Kejadian 1 : 14 pada terang (siang dan malam) pada
hari ke-1 tidak bisa menjadi tanda penunjuk masa yang tetap untuk hari dan tahun. Karena
penetapan hari dan tahun baru pada penciptaan hari ke 4 (benda - benda penerang di angkasa)
seperti dalam Kejadian 1 : 14 b " Biarlah benda-benda penerang itu menjadi tanda yang
menunjukkan masa-masa yang tetap dan hari-hari dan tahun-tahun,... ".
Menurut kami cahaya yang diterima bumi bukan cahaya remang-remang tetapi tidak seterang
ketika matahari diciptakan. Baca terus artikel ini karena kami akan menjelaskanya alasannya.
Analisa logika empirisnya adalah Alkitab menjelaskan bahwa selain matahari, bulan dan bintang
juga ada benda penerang lainnya. Hal ini senada dengan ilmu astronomi bahwa di jagad raya ini
banyak benda- benda angkasa yang lebih besar dan lebih terang dari matahari yaitu Sirius ,
Pollux , Aldebaran, Rigel, Antares, VV Cephei A, VV Canis Majoris. Jelas menurut astronomi
benda - benda tersebut lebih terang dari matahari.
Analisa logika empiris lainnya adalah di jagad raya ini terdapat ribuan bahkan milyaran galaksi
dan dalam satu galaksa terdapat milyaran bintang dan planet. Sebagai contoh adalah galaksi bima
sakti (Milky Way) berbentuk cakram dimana sistem tata surya (matahari, merkurius, venus bumi
sampai pluto) berada di tepi galaksai bima sakti.
Jika kita mencermati bahwa jelas sekali intensitas cahaya matahari tidak seterang cahaya pada
pusat galaksi bima sakti. Dilihat dari ukurannya saja matahari dan pusat galaksi seperti bola
kelereng (matahari) dan bola voli (pusat galaksi). Sehingga sangat logis jika cahaya dari pusat
galaksi atau cahaya lain selain matahari bisa menyinari bumi pada hari ke-1 penciptaan lebih
lebih saat itu TUHAN belum menciptakan cakrawala (atmosfer) bumi. Sehingga cahaya dari
pusat galaksi atau benda lain bisa sampai di permukaan bumi karena tidak perlu di filter oleh
atmosfer. Dengan penjelasan ini membuktikan bahwa proses penciptaan tidak salah menurut
analisa logika empiris.
Sedangkan penjelasan Kejadian 1 : 1-5 dikatakan ada siang dan malam menunjukkan bahwa
bumi berputar terhadap sumber cahaya selain matahari (kami asumsikan adalah pusat galaksi /
atau benda angkasa lainnya yang cahayanya lebih terang dari matahari saat ini tetapi letaknya
yang lebih jauh dari matahari di tata surya). Karena sampai hari ini manusia yakin bahwa
terjadinya siang dan malam karena perputaran bumi pada porosnya, bukan berputarnya sumber
cahaya. Seperti yang kita pahami bersama dalam ilmu IPA Sekolah Dasar.
Cahaya yang diterima bumi menjedi lebih jelas lagi ketika benda - benda angkasa (matahari,
bulan dan bintang) pada hari ke-4 diciptakan.
Alkitab juga mencatat dalam Kejadian 1 : 14 dikatakan bahwa benda penerang ini (yang
diciptakan pada hari ke-4) menjadi tanda yang menunjukkan masa-masa yang tetap dan hari-hari
dan tahun-tahun.
Dengan jelas Alkitab menerangkan bahwa terang yang diciptakan TUHAN pada hari ke-1 tidak
menjadi penanda masa yang tetap dari hari dan tahun !!!.
Pada hari ke-1 TUHAN menciptakan terang selain matahari dan terang dibumi semakin
bertambah terang ketika matahari, bulan dan bintang diciptakan pada hari ke-4. Apabila mengacu
pada proses penciptaan Alam Semesta menurut Alkitab ada kesesuaian secara astronomi dan
logika empiris.
Jika kita berandai - andai matahari dalam sistem tata surya bima sakti padam, bumi masih
memperoleh cahaya dari pusat galaksi bima sakti. Tentu saja cahaya yang diterima bumi tidak
seterang ketika ada matahari. Tentu cahayanya juga akan jauh berbeda dengan cahaya yang
diterima bumi pada hari ke-1 penciptaan karena saat itu atmosfer belum diciptakan mengingat
atmosfer baru diciptakan pada hari ke-2 penciptakan (Kejadian 1 : 6-8) yang ditulis dengan
"Cakrawala". Akibatnya cahaya dari pusat galaksi bima sakti atau benda lain masih di filter oleh
atmosfer bumi. Walaupun demikian jika kita mencermati proses penciptaan diatas tumbuhan
masih bisa bertahan tetapi tentu saja tidak optimal (mengalami etiolasi). Mengingat tumbuhan
diciptakan TUHAN pada hari ke-3 sebelum matahari diciptakan.
Dari penjelasan diatas terjawablah sudah bahwa Alkitab adalah kebenaran sejati, karena diilhami
dari ALLAH dan Oleh ALLAH melalui orang - orang pilihan-Nya. Juga menjelaskan seandainya
matahari padam bumi masih menerima cahaya dari pusat galaksi bima sakti dan tumbuhan masih
bisa tumbuh walaupun tidak seoptimal jika ada matahari. Dan tentu saja jika matahari padam
akan mempengaruhi iklim dan cuaca di bumi secara global.
Apa yang bisa kita ambil hikmat nya adalah TUHAN ALLAH Yehuwah adalah TUHAN dan
ALLAH bagi segala sesuatu. Sepatutnya manusia menyembah senantiasa memuji syukur
kepadaNya.
HARI PERTAMA (1st Milestone) – Pembentukan Bahan Dasar Alam Semesta dan Sumber
Kehidupan/Matahari
Genesis 1:1: In the beginning, God created the universe. (Pada mulanya Allah menciptakan
langit dan bumi.)
Kitab Kejadian melaporkan bahwa Tuhan menciptakan alam semesta dan benda-benda isinya,
termasuk bumi, sebagai tempat (space) dan bahan (matter) awal sebelum "hari" pertama (sekitar
13,8 milyard tahun yang lalu ? seperti dalam hitungan BBT). Seterusnya adalah laporan
tentang milestones (pencapaian-pencapaian) yang dibahasakan sebagai Hari Pertama, Hari
Kedua, dan seterusnya.
Genesis 1:2 When the earth was as yet unformed and desolate, with the surface of the ocean
depths shrouded in darkness, and while the Spirit of God was hovering over the surface of the
waters, (Bumi belum berbentuk dan kosong; gelap gulita menutupi samudera raya, dan Roh
Allah melayang-layang di atas permukaan air.)
Ayat 1:3-5 kemungkinan melaporkan proses lahirnya matahari dan bintang-bintang yang
terbentuk dari benda-benda di alam semesta yang sudah diciptakan sebelumnya. Matahari mulai
terbentuk sekitar 4,6 milyard tahun yang lalu dari bahan hydrogen dan elemen-elemen lainnya,
berdasarkan BBT (Formation of the Solar System). Matahari adalah sebuah bintang generasi
terakhir. Matahari ini yang sekarang memisahkan terang dari kegelapan di bumi waktu bumi
berotasi. Penemuan ilmiah terbaru menyatakan bahwa air di bumi sudah berada ketika bumi
dibentuk dan kebanyakan sudah berada disana sebelum matahari lahir (lihat Earth's Water Is
Older Than The Sun , Forbes, 26 September 2014). Temuan ilmiah ini mempertegas Ayat 1:2
bahwa air sudah ada dibumi sebelum lahirnya matahari yang dilaporkan di Ayat 1:3. Dari ayat-
ayat diatas jelas asal matahari telah ada sebelumnya, tetapi air ada lebih awal sebelum matahari
lahir dari bahan asalnya. Juga, ini sekaligus menunjukan bahwa bumi berputar pada sumbunya
karena ada terang (day) dan gelap (night). Fakta menyatakan bahwa matahari adalah salah satu
sumber kehidupan dan pertumbuhan bagi makluk hidup, photosynthesis (sekitar 3 milyard tahun
yang lalu? Seperti dalam hitungan TE). Kehidupan bersel tunggal yang berasal dari lautan akan
bertumbuh kembang setelah ada matahari yang akan dilaporkan di ayat-ayat berikutnya. Ini
semua adalah proses yang diuraikan untuk menghasilkan pencapaian pertama.
Ayat 1:7-10 melaporkan kejadian-kejadian untuk sampai pada pencapaian kedua (2nd
milestone)yaitu proses pembentukan daratan atau benua. Apakah prosesnya lewat tectonic
activities, sekitar 3 milyard tahun yang lalu ?)
HARI KEEMPAT (4th milestone) – Proses dan Lamanya Lahirnya Alam Semesta
Disini dilaporkan proses ekspansi sinar dari bintang supaya bisa dilihat sampai di bumi. Proses
lahirnya solar system, galaksi berisi bintang-bintang yang bersinar, planet-planet, komet dan
hukum alamnya sudah dilakukan di Ayat 1:3. Ayat-ayat ini ingin melaporkan kerja terus
menerus dari Tuhan dari apa yang telah Dia ciptakan di awal (Ayat 1:1 tentang
penciptaan universe, alam semesta), menjadi bintang-bintang yang bersinar (Ayat 1:3) dan
dalam perjalanan waktu sinar tersebut sampai di bumi (Ayat 1: 14-17). Banyak bintang yang
karena letaknya jauh dari bumi, sinarnya perlu waktu jutaan atau milyardan tahun untuk sampai
di bumi. Ini juga menunjukan bahwa rentang waktu dalam satu pencapaian bisa jutaan atau
milyardan tahun, bukan dalam rentang pentang ke pagi. Matahari dan bulan dilaporkan secara
khusus sebagai penerang bumi selain bintang-bintang lainnya. Juga dilaporkan perputaran antara
siang dan malam menjelaskan membuat rentang waktu kejadian-kejadian yang kita namai hari,
musim dan tahun.
Pencapaian kelima adalah laporan akhir lahirnya berbagai macam makluk hidup. Prosesnya
selalu berawal dari air: lalu lahir ikan, berbagai binatang laut, terus menjadi burung dan
diantaranya yang bakal disebut di Hari Keenam, kemungkinan ada
insekta, amphibians, reptiles, mammals, dan lain-lain. Prosesnya diawali dengan membuat
makluk-makluk hidup berganda di lautan (swarms with living creatures) dan sebagian terus
berevolusi menjadi makluk-makluk kompleks yang ada sekarang.
HARI KEENAM (6th milestone) – Process Lahirnya Manusia
Genesis 1:24 Then God said, “Let the earth bring forth each kind of living creature, each kind of
Laporan pencapaian terakhir adalah lahirnya manusia (Seperti dalam hitungan TE proses menuju
kesana dimulai sekitar 2.5 juta tahun yang lalu, saat ditemukan fossil dari bipedal primates yang
dihipotesiskan berevolusi menjadi manusia). Manusia dilahirkan terakhir setelah alam semesta,
air, cahaya (fotosintesis), daratan kering, tumbuh-tumbuhanan, binatang-binatang air/laut,
burung-burung dan sejenisnya, dan binatang darat dari yang jinak sampai yang buas dilahirkan
secara berurutan. Sekitar 50 ribu tahun yang lalu lahir makluk Homo sapiens yang mempunyai
anatomidan perilaku manusia modern. Tahun yang paling dekat dengan usia perkiraan alkitab
adalah saat manusia mulai melakukan civilization lewat pertumbuhan otaknya yang sempurna
dan diwujudkan dalam bentuk pertanian dan peternakan sekitar 12 ribu tahun yang lalu (lihat
rujukan sejarah lahirnya Manusia). Apakah periode perkembangan manusia terakhir ini yang
dilaporkan di Alkitab sebagai bentuk yang disebut “serupa dengan gambar Allah” yang nanti di
Kitab Kejadian 2 dan 3 dinamakan Adam dan Hawa? Manusia yang perkembangan otaknya
sudah sempurna sehingga bisa melakukan bercocok tanam dari biji dan pohon yang sudah ada
dan beternak ikan, burung dan binatang darat yang sudah ada. Hawa dan Adam adalah wujud
manusia modern yang siap melakukan civilization.
1:31 Now God saw all that he had made, and indeed, it was very good! The twilight and the
dawn were the sixth day. (Maka Allah melihat segala yang dijadikan-Nya itu, sungguh amat
baik. Jadilah petang dan jadilah pagi, itulah hari keenam.)
Ini merupakan kesimpulan akhir bahwa proses pembentukan alam semesta berserta isinya
termasuk hukum alamnya sudah berada pada fase untuk bisa dipakai oleh manusia menjalani
kehidupannya. Ini semuanya sungguh "amat baik adanya" karena terbukti dari kemajuan
teknologi, ilmu pengetahuan, kemakmuran dan kesejahteraan umat manusia dalam menguasai
alam semesta berserta isi dan hukum alamnya.
Genesis 2:1 With this, the universe was completed, including all of its vast array. (Demikianlah
diselesaikan langit dan bumi dan segala isinya.)
Signifikansi:
Perdebatan antara telogi dan sains sudah berlangsung sangat lama. Perdebatan ini telah
menghasilkan beragam sikap untuk menjelaskan relasi antara teologi dan sains. Sebagian orang
menganggap bahwa dua hal ini sama sekali terpisah dan tidak seharusnya dibicarakan bersama-
sama, apalagi dalam konteks mencari kaitan antara keduanya. Yang lain berpandangan bahwa
salah satu dari bidang ini memiliki kebenaran yang lebih tinggi daripada yang lain. Jika
keduanya bertentangan, maka kebenaran terletak pada salah satu bidang yang dianggap lebih
otoritatif, entah itu teologi atau sains. Sebagian yang lain mempercayai bahwa dua bidang ini
masih dapat diharmoniskan.
Walaupun perdebatan di atas sudah berlangsung sangat lama, namun hal ini masih signifikan
untuk dibahas. Ada dua hal yang mendasari keyakinan ini. Pertama, pelajaran dari sejarah.
Sejarah perdebatan yang panjang antara teologi dan sains telah mengubah pandangan banyak
orang terhadap gereja, teologi, bahkan otoritas Alkitab itu sendiri. Perubahan yang terjadi
cenderung ke arah yang negatif. Dampak yang sudah terjadi ini semakin sulit untuk diperbaiki
dalam sebuah jaman yang semakin sekuler dan humanis. Kecil kemungkinan bagi para teolog
untuk mempengaruhi dan mengubah opini yang sudah tercipta, karena hanya sedikit orang yang
belajar teologi. Mereka lebih banyak bersentuhan denga buku-buku sains daripada teologi. Di
samping itu, alam memang tampak lebih dekat dengan manusia daripada Allah yang terkesan jah
sekali an abstrak bagi kebanyakan orang. Manusia cenderung memusatkan perhatian pada yang
tampak, sedangkan yang tidak tampak kurang diminati.
Kedua, beragam kepentingan di balik perdebatan. Selain melibatkan motivasi teologis seperti
disinggung di atas, perseteruan antara teologi dan sains juga merambah pada bidang lain,
misalnya moral. Willem B. Drees dengan tepat menjelaskan bahwa sebagian orang yang tertarik
dengan perdebatan ini ternyata lebih mengedepankan aspek pragmatis daripada teoritis. Mereka
ingin melihat kontribusi apa yang dapat diberikan oleh para teolog dan ilmuwan bagi
kesejahteraan umat manusia. Secara khusus mereka menggumulkan tentang solusi bagi problem-
problem ekologis.[2] Mereka bukan hanya tertarik pada isu epistemologis (siapa yang benar dan
bagaimana hal itu dapat dibuktikan), tetapi pada isu praktis.
Tanpa mengecilkan pengaruh dari filsafat terhadap orang-orang Kristen, makalah ini hanya akan
memfokuskan pada satu ilmu, yaitu ilmu alam (sains). Pembatasan ini didasari pada judul
seminar yang memang membahas tentang relasi Kitab Suci dan alam. Walaupun fokus utama
dalam makalah ini bukanlah filsafat, namun - seperti akan dipaparkan berikut ini – filsafat tetap
tidak bisa diabaikan secara total, karena perdebatan antara teologi dan sains juga mencakup
filsafat. Baik teologi maupun sains sama-sama mengandung muatan filosofis di dalamnya.
Jika perdebatan hanya difokuskan pada sains, maka titik awal pertama yang perlu disinggung
berkaitan dengan seorang ilmuwan yang bernama Nikolas Kopernikus (1473-1543 M) dan
Galileo Galilei (1564-1542 M). Keduanya dikenal sebagai tokoh yang mempopulerkan teori
Heliosentris (matahari sebagai pusat tata surya). Pada waktu konsep ini mulai berkembang,
gereja merespon pandangan ini secara negatif dan menganggap keduanya sebagai pengajar
ajaran sesat yang merendahkan otoritas gereja dan Alkitab. Mereka pun dipaksa untuk mengubah
pandangan.
Satu hal yang perlu diketahui dalam perseteruan ini adalah perseteruan ini lebih bersifat filosofis
daripada teologis. Yang ditentang oleh dua ilmuwan tersebut bukanlah otoritas Alkitab tetapi
validitas filsafat Aristotelian yang mendasari pandangan geosentris (bumi sebagai pusat dari tata
surya) yang dianut oleh gereja. Thomas H. Henderson menulis, “It was not a simple conflict
between science and religion, as usually portrayed. Rather it was a conflict between Copernican
science and Aristotelian science which had become Church tradition”. Berdasarkan konsep
kosmologisnya yang bertingkat-tingkat, Aristotle meyakini bahwa alam semesta memiliki
batasan dan berbentuk sebuah bola dengan bumi sebagai pusat yang tidak bergerak. Konsep
inilah yang diadopsi oleh gereja dan dijadikan ajaran resmi. John Dillenberger mengungkapkan
hal ini dalam sebuah kalimat, “The Ptolemaic system which had originated in Hellenic soil and
which subsequently acquired Aristotelian form, had been brought into close relationship with the
Biblical picture...his understanding of nature had been accepted but it was given Christian
baptism. Jadi, perseteruan ini “was not a choice between one science and another, or between
one philosophy and a scientific view; it was a choice between philosophies, between the
Aristotelian-Ptolemaic or the Neo-Platonic-Phthagorean”.
Bukti lain bahwa Kopernikus dan Galileo tidak berusaha merendahkan ajaran ALkitab dapat
dilihat dari kesalehan dan iman mereka. Dari semua catatan tentang kehidupan dan perkataan
Galileo terlihat bahwa dia adalah seorang Katholik yang ketat. Dalam suratnya kepada Madame
Christina, pemimpin di Tuscany, Galileo menulis dengan tegas bahwa Kitab Suci tidak mungkin
menyatakan sesuatu yang tidak benar. Ia juga menegaskan bahwa Kopernikus tidak mengabaikan
Alkitab.
Apa yang diajarkan oleh Kopernikus dan Galileo jelas merupakan sesuatu yang sangat serius di
mata gereja pada waktu itu. Jika pandangan Aristotle yang sudah sedemikian terhisap dalam
dogma gereja ternyata salah, maka berbagai masalah akan mencuat ke permukaan. Menurut
Dillenberger ada tiga alasan utama mengapa teori yang baru ini menimbulkan masalah bagi para
teolog: “First, it seemed to run counter to those Bible passages which assumed the centrality of
the earth and the movement of the sun. Second, it dislodged the comfortable interrelation of
space and destiny. Third, it confronted man with the anxiety engendered by infinity”.
Seiring dengan “kemenangan” Kopernikus dan Galileo atas gereja, sebagian orang mulai
menyangsikan wibawa para pemimpin gereja. Pada akhirnya sikap skeptis ini juga diarahkan
pada Alkitab. Mulai akhir abad ke-18 otoritas Alkitab dalam hal-hal yang berkaitan dengan alam
mulai dipertanyakan secara serius. Pada masa inilah terjadi perubahan pemahaman yang sangat
radikal dan kritis terhadap Alkitab. Hal ini berkaitan dengan perkembangan ilmu-ilmu baru
dalam bidang geogologi, palaentologi dan biologi. Kalau penemuan Kopernikus dan Galileo
sebelumnya hanya berhubungan dengan sesuatu di luar dunia ini, penemuan-penemuan baru
dalam tiga bidang ini lebih berkaitan dengan sejarah dunia. Ketika hasil penemuan ini
berkontradiksi dengan catatan Alkitab, maka akibat yang ditimbulkan akan menjadi lebih serius.
Langdon Gilkey menyatakan, “When Copernican, Galilean, and Newtonian astronomy had taken
away the view of the spatial realms of the universe implied in scriptre, that was incidental to the
Bible, which was in essence no geographical tract. But when the new sciences showed that the
Biblical history was in error, that was something else again, and the understanding of what
Biblical truth was had perforce to change”.[10] Pendapat yang senada juga disuarakan oleh
Bernard Ramm, “The battle to keep the Bible as a respected book among the earned scholars and
the academic world was fought and lost in the nineteenth century. The astronomy of Copernicus
did not begin to have the influence on human thought as did the events of the nineteenth century.
During that period there was a mushrooming of anti-Biblical, anti-Christian movements”.[11]
Kalau pada masa sebelumnya semua catatan Alkitab yang berkaitan dengan alam dianggap
sebagai kebenaran yang tidak perlu dibuktikan lagi, mulai abad ke-19 kecenderungan ini berbalik
arah. Semua keterangan Akitab tentang alam, sejarah maupun geografi mulai ditolak. Sains
sekarang menjadi hakim atas Alkitab.
Situasi di atas pada gilirannya membawa banyak perubahan penting yang bersifat negatif.
Pengaruh ini pun akhirnya merambah pada bidang keagamaan secara umum. Gilkey berpendapat
bahwa “the most important change in the understanding of religious truth in the last centuries – a
change that still dominates our thought today – has been caused more by the work of science
than by any other factor, religious or cultural”.[12] Situasi ini semakin diperparah dengan
perkembangan berbagai filsafat yang anti kekristenan seperti rasionalisme, empirisisme dan
eksistensialisme. Salah satu perubahan yang esensial pada masa ini adalah cara pandang terhadap
Alkitab yang hanya dilihat sebagai buku yang penuh simbol, bukan catatan historis, sebagaimana
dirangkum dengan baik oeh Gilkey, “The change referred to is that from the understanding of
religious truths as made up of propositions containing, among other things, divinely revealed
“information” on almost any topic of interest, to the understanding of them as a system of
symbols which make no authoritative assertions about concrete matters of fact”.[13]
Kondisi di atas memberikan tantangan yang berat bagi para teolog injili yang masih
mempercayai kebenaran Alkitab. Mengingat pada waktu itu bukti-bukti ilmiah yang mendukung
Alkitab tidak terlalu banyak, sebagian teolog terjebak untuk mengikuti kebenaran sains. Mereka
berpendapat bahwa jika teologi dan sains berbeda pendapat, maka teologi harus menyesuaikan
dengan sains. Salah satu contoh dari hal ini adalah upaya beberapa orang untuk menerapkan Gap
Theory pada waktu menafsirkan Kejadian 1:1-2.[14] Kecenderungan yang salah seperti ini
disinggung sekaligus ditentang oleh Weston W. Field. Ia mengatakan:
Some have intentionally abandoned the clear implications of Scripture that the earth and
everything on it, the universe and everything in it (even allowing for reasonable gaps in the
genealogies of Genesis) were created ex nihilo (out of nothing) but a few thousand years ago.
Others, in an unconscious, or perhaps even a conscious, desire to gain respectability with those in
the fields of science who completely dismiss the Bible as unscientific and, therefore, of little or
no value where it impinges upon matters of scientific interest, have unwittingly compromised the
truth of Scripture by seeking what appear to be unnatural interpretations of Scripture, in order to
form supposed harmonisations between the facts of the Bible and what are felt to be the facts of
science, many of which are only theories.
If we believe that the God of creation is the God of redemption, and that the God of redemption
is the God of creation, then we are committed to some very positive theory of harmonization
between science and evangelicalism. God cannot contradict His speech in Nature by His speech
in Scripture. If the Author of Nature and Scipture are the same God, then the two books of God
must eventually recite the same story.[16]
Jack Wood Sears dengan yakin menyatakan:
I recognize that conflicts now exist between our understanding of scientific truth and our
understanding of Biblical truth, but I believe these conflicts should not surprise anyone but
should be expected. I also believe that as we approach more nearly the Truth (and I believe that
there is Absolute Truth) these conflicts will diminish. If ultimate truth is ever attained in science
and in our understanding of the Bible, I believe the conflict will evaporate completely.[17]
Pendapat di atas mendapat dukungan yang kuat dalam Alkitab. Pertama, Alkitab dimulai dengan
Allah yang menciptakan langit dan bumi (Kej 1:1).[18] Pemunculan di bagian paling awal
Alkitab menunjukkan betapa pentingnya teks ini. Posisi seperti ini menyiratkan bahwa konsep
penciptaan dunia oleh Allah merupakan dasar dari seluruh Alkitab. Dalam salah satu judul bab
dari bukunya yang terkenal yaitu Philosophy for Understanding Theology, Diogenes Allen
menyebut bahwa pondasi dari teologi Kristen adalah fakta bahwa dunia diciptakan.[19]
Kisah penciptaan selanjutnya menunjukkan bahwa manusia adalah pusat dari dunia. Manusia
diciptakan sebagai mahkota ciptaan yang diberi mandat untuk menguasai bumi (Kej 1:26, 28).
[20] Untuk menguasai bumi jelas diperlukan pengenalan terhadap alam. Manusia harus
mengeksplorasi semua informasi tentang alam supaya mereka mampu menaklukkannya. Ayat
inilah yang telah menjadi dasar sekaligus keunikan Kristiani dalam pergumulan ilmiah.
Pandangan Timur kuno umumnya menganggap alam bersifat ilahi,[21] karena itu tidak mungkin
diselidiki sedemikian rupa seolah-olah manusia berada di atas alam. Di sisi lain pandangan
Hellenis justru melihat alam (materi) sebagai sesuatu yang sangat rendah,[22] karena itu tidak
layak untuk diselidiki. Hanya Alkitab yang memberikan pandangan seimbang tentang alam.
Kebenaran ini seharusnya mendorong orang Kristen untuk berani meneliti alam dan
menggunakannya untuk kemuliaan Allah.
Kedua, Allah dapat dikenal melalui alam (wahyu umum). Keyakinan bahwa alam dapat
menyatakan sesuatu tentang Allah bukanlah ide yang baru ditemukan pada masa sains modern.
Mazmur 19:1 mengajarkan bahwa ciptaan menyatakan kemuliaan Allah. Paulus pun menegaskan
bahwa melalui alam semesa manusia seharusnya dapat mengetahui kekuatan yang kekal dan
keilahian Allah (Rom 1:19-21). Pemberian hujan dan pengaturan musim pun di mata Paulus
membuktikan bahwa sesuatu dalam diri Allah, yaitu kebaikan-Nya (Kis 14:17; bdk. Mat 5:45;
Kis 17:26-27).
Kebenaran ini tetap didengungkan oleh bapa-bapa gereja dan para pemikir Kristen pada periode-
periode selanjutnya.[23] Menurut Origen (sekitar 185-254 M), bapa gereja yang menganut
penafsiran alegoris, Allah telah meletakkan pengajaran dan pengetahuan tentang hal-hal yang
tidak terlihat dalam benda-benda yang terlihat di dunia ini. Konsep ini diteruskan oleh Ambrose
dari Milan (340-397 M) dan Basil Agung (329-379 M). Agustinus (354-430 M) adalah orang
pertama yang memakai istilah “kitab alam” sebagai rujukan pada alam semesta sebagai refleksi
kebenaran ilahi. Konsep yang lebih integratif dan konkrit tentang penggunaan alam sebagai
sarana mengenal Allah dipopulerkan oleh Anselmus dan Thomas Aquinas. Keduanya berusaha
membuktikan keberadaan Allah melalui argumentasi yang alamiah dan rasional.[24]
Ketiga, kedaulatan Allah yang mutlak atas segala sesuatu. Alkitab memberikan bukti yang
melimpah tentang bagaimana Allah menguasai alam. Ia bukan hanya menciptakannya, tetapi
juga menggunakannya untuk menggenapi rencana-Nya. Allah berada di balik semua fenomena
alam, baik yang ada di langit, bumi maupun lautan (Mzm 135:6). Dia memberikan hujan dan
mengatur musim-musim (Kis 14:17; 17:26; band. Kej 2:7; Im 26:4). Api, hujan es, salju, kabut
dan angin badai dikatakan “melakukan firman-Nya” (Mzm 148:8; band. Ay 37:6-13; 38:22-30).
Mazmur 135:6 “Ia menaikkan kabut dari ujung bumi, Ia membuat kilat mengikuti hujan, Ia
mengeluarkan angin dari dalam perbendaharaan-Nya”. Kemunculan matahari dan fajar setiap
hari membutuhkan perintah Dia (Ay 38:12; Mat 5:45a). Allah menumbuhkan rumput untuk
binatang maupun tanaman untuk manusia (Mzm 104:14-15). Ia memelihara burung di udara
(Mat 6:26), sehingga tidak ada satu pun yang jatuh ke tanah di luar kehendak Allah (Mat 10:29).
Tentang binatang-binatang di laut, pemazmur berkata kepada Tuhan, “semuanya menantikan
Engkau, supaya diberikan makanan pada waktunya” (Mzm 104:27). Jika Allah sedemikian
berdaulat atas alam, sulit dimengerti jika kebenaran yang Dia letakkan di alam dan Dia jaga
akhirnya berkontradiksi dengan kebenaran-Nya di kitab suci.
Kecenderungan di atas jelas masih memerlukan pengujian lebih lanjut. Sayangnya dalam banyak
kasus, asumsi seseorang lebih banyak berperan. Inti persoalan bukan lagi terletak pada
ketersediaan fakta yang mendukung satu pandangan, tetapi pada asumsi dasar yang dipakai.
Dengan kata lain, inti perdebatan terletak pada masalah epistemologi.
Benarkah sains bersifat objektif dan tanpa penafsiran? Benarkah sesuatu yang benar harus dapat
dibuktikan terlebih dahulu baru diterima sebagai kebenaran? Apakah sains dapat menjadi hakim
atas Alkitab? Penjelasan berikut akan menjawab deretan persoalan ini.
Pertama-tama yang perlu diketahui adalah bahwa sains tidak seobjektif yang dipikirkan oleh
sebagian orang.[25] Dalam sains ada penafsiran. Dalam sains bahkan ada “iman” terhadap
beberapa asumsi yang tidak mungkin dibuktikan dan karena itu dianggap sebagai “kebenaran
yang tidak perlu dibuktikan”. Sains kadangkala lebih merupakan suat kepercayaan daripada
penyimpulan ilmiah. Walaupun hal ini dapat dimengerti, tetapi tetap tidak dapat
dipertanggungjawabakan.[26]
Dalam diskusi seputar asal-usul dunia maupun manusia, sains tidak akan pernah dapat
memberikan bukti yang konklusif. Scott M. Huse menulis, “it is impossible to prove
scientifically any theory of origins. This is because the very essence of the scientific method is
based on observation and experimentation, and it is impossible to make observations or conduct
experiments on the origin of the universe.[27] Apabila seorang ilmuwan ingin meneliti asal-usul
dunia, maka dia harus memiliki iman tertentu terhadap sebuah asumsi. Dia harus beriman
pada “the doctrine of uniformity, which assumes that these present processes may be
extrapolated indefinitely into the past or future”.[28]
“Iman” dalam sains juga dapat dilihat dalam kasus evolusi. Huse mengutip pernyataan Harrison
Matthews yang memberikan prakata untuk buku Darwin Origin of Species edisi tahun 1971
sebagai berikut: “belief in the theory of evolution is thus exactly parallel to belief in special
creation – both are concepts which believers know to be true but neither, up to the present, has
been capable of proof”.[29] Dengan kata lain, “evolution can only be correctly labelled as a
belief, a subjective philosophy of origins, the religion of many scientists”.[30]
Hal lain yang perlu kita pahami sehubungan dengan sains adalah titik tolaknya yang berbeda
dengan kebenaran Alkitab. Dalam beberapa kasus perdebatan, inti masalah terletak pada titik
tolak yang berbeda. Sebagai contoh, dalam hal usia bumi. Dengan memperhitungkan kecepatan
cahaya dan jarak bintang-bintang dengan bumi, sebagian ilmuwan meyakini bahwa usia alam
semesta pasti sudah jutaan tahun. Pandangan ini sekalipun secara perhitungan matematis masuk
akal, namun tetap didasarkan pada satu asumsi dasar yang linear (setelah bintang diciptakan,
bintang memerlukan waktu jutaan tahun untuk mencapai bumi). Asumsi dasar linear ini berbeda
dengan konsep penciptaan yang simultan. Dalam Kejadian 1:1 disebutkan bahwa Allah
menciptakan langit dan bumi. Frase “langit dan bumi” merujuk pada segala sesuatu, termasuk
bumi dan bintang-bintang. Karena keadaan bumi masih belum siap didiami (Kej 1:2), maka
Allah mulai menata dan menciptakan apa yang belum ada (Kej 1:3-31).[31] Di antara dua asumsi
dasar ini – linear atau simultan - sulit ditentukan mana yang secara objektif tepat, karena tidak
ada cara ilmiah apapun untuk membuktikan mana yang tepat. Dalam hal ini orang Kristen harus
mempercayai apa yang diajarkan dalam Alkitab sekalipun hal itu tidak bisa dibuktikan benar
atau salah. Alkitab sendiri mengajarkan bahwa “karena iman kita mengerti bahwa alam semesta
telah dijadikan oleh firman Allah, sehingga apa yang kita lihat telah terjadi dari apa yang tidak
dapat kita lihat” (Ibr 11:3).
“Beriman” dalam hal-hal yang ilmiah adalah tidak salah. Jika para ilmuwan mau jujur, dalam
kasus-kasus tertentu secara logika lebih masuk akal mengimani ajaran Alkitab daripada ajaran
sains. Contoh yang paling jelas adalah Teori Ledakan Besar (Big Bang Theory). Untuk
mempercayai bahwa alam semesta yang relatif teratur ini berasal dari sebuah ledakan diperlukan
iman yang lebih besar daripada mempercayai bahwa alam semesta diciptakan oleh Allah yang
mahakuasa dan bijaksana. Begitu pula dengan evolusi. Diperlukan iman yang sangat besar untuk
mengamini bahwa sistem tubuh manusia yang begitu kompleks dan relatif teratur merupakan
hasil proses alamiah yang panjang dari sebuah zat yang paling sederhana. Diperlukan iman yang
sangat besar untuk percaya bahwa sebuah keberadaan yang berpribadi dihasilkan dari sesuatu
yang tidak berpribadi.
Semua “bukti ilmiah” tersebut memang membuktikan keunikan Alkitab, tetapi hal ini tidak
berarti bahwa semua bagian Alkitab harus ditafsirkan secara ilmiah tanpa mengetahui makna
yang sebenarnya dari teks tersebut. Orang Kristen harus memahami jenis literatur (genre),
konsep dunia kuno maupun konteks suatu teks, sehingga tidak salah dalam menafsirkannya.
Ketika Yosua memberhentikan matahari di Gibeon (Yos 10), peristiwa ini tampaknya memang
faktual karena banyak suku bangsa di dunia memiliki kisah leluhur tentang matahari yang tidak
keluar dalam satu hari.[33] Bagaimanapun, kisah ini tampaknya tidak mengajarkan bahwa
matahari yang bergerak mengelilingi bumi. Penulis Kitab Yosua hanya mencatat apa yang
dikatakan Yosua waktu itu sesuai dengan konsep berpikir dunia kuno. Apa yang dikatakan
Yosua hanyalah sebuah ungkapan waktu itu yang menggambarkan pergerakan matahari. Sampai
sekarang pun orang modern tetap memiliki ungkapan tertentu yang menyiratkan pergerakan
matahari, misalnya “matahari terbit dari timur”, “terbenam di barat”. Orang modern juga
kadangkala masih menggunakan istilah “ujung dunia” sekalipun mereka mengetahui bahwa bumi
adalah bulat.
Hal lain yang perlu dimiliki orang Kristen adalah keterbukaan untuk menyelidiki alam atau hal
lain. Orang Kristen tidak perlu alergi dengan ilmu pengetahuan. Seiring dengan perkembangan
berbagai ilmu pengetahuan, kebenaran Alkitab justru semakin lebih jelas dan diteguhkan. Dalam
bidang arkheologi misalnya, berbagai penemuan baru telah memberi kontribusi positif bagi studi
biblika maupun apologetika.[34] Jika ilmu alam semakin berkembang, maka di kemudian hari
kebenaran Alkitab justru akan semakin terlihat. Orang Kristen harus menyatakan kebenaran dari
dua buku Allah: scripture (kitab suci) dan nature (alam). #
Sebab apa yang tidak nampak dari pada-Nya, yaitu kekuatan-Nya yang kekal dan keilahian-Nya,
dapat nampak kepada pikiran dari karya-Nya sejak dunia diciptakan, sehingga mereka tidak
dapat berdalih. - Roma 1:20
“Kita melihat bagaimana Allah, bagaikan seorang arsitek, menciptakan dunia sesuai tatanan dan
pola yang mengatur semua sedemikian sempurna”. - Johanes Kepler
Hadirnya teori evolusi kehidupan maupun teori Big Bang oleh para astronom evolusionis
merupakan wujud penolakan terhadap kebenaran sejarah Penciptaan. Penolakan ilmuwan
terhadap kebenaran Penciptaan adalah karena kronologis penciptaan dan keberadaan Allah tidak
dapat diobservasi oleh para ilmuwan di laboratorium mereka. Proses Penciptaan yang mendadak
dalam menciptakan alam semesta dengan segala isinya menimbulkan kesan bahwa Allah
merencanakan tanpa pemikiran yang dalam. Dengan kata lain mereka menganggap Allah
bukanlah pribadi yang mengerti ilmu atau Allah bukanlah Pribadi Intelektual.
Pernyataan Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Roma sangat kontras dengan pandangan
astronom evolusionis. Paulus berpikir bahwa penciptaan dunia yang ada merupakan cermin
kebesaran kapabilitas pemikiran dan perbuatan Allah yang tak tertandingi oleh siapapun, dan
dapat disaksikan dan diamati manusia, meskipun wujud Allah Sang Designer alam semesta tidak
telihat secara visual tetapi karyaNya adalah nyata dan saat ini alam semesta telah manjadi pusat
penelitian manusia
Pemikiran Paulus ini sejalan dengan pemikiran seorang ilmuwan bernama Johanes Kepler,
dimana setelah menemukan pola logis sederhana dalam gerakan planet, dia mengemukakan “
Kita melihat bagaimana Allah, bagaikan seorang arsitek, menciptakan dunia sesuai tatanan dan
pola yang mengatur semua sedemikian sempurna”. Bagi Kepler gerakan planet yang logis dan
sederhana merupakan cerminan kemahabesaran pemikiran Allah serta kearifanNya yang tidak
berkesudahan. Selain itu Kepler memiliki keyakinan bahwa pemikiran alam semesta ini kacau
balau tidak cocok dengan kemahabesaran Allah.
Kepler melalui temuannya telah melihat bahwa Allah adalah pribadi Intellegent Designer.
Pemikiran ini sejalan dengan pemikiran Paulus, bagi Paulus perencanaan dan penciptaan alam
semesta yang begitu luar biasa, menjadi alasan yang cukup untuk membuat manusia mengakui
keberadaan dan ke mahabesaran Allah sang Pencipta. Karena seberapapun cerdasnya intelektual
manusia, tetap tidak memiliki arti apa-apa dibandingkan dengan perencana dan pencipta alam
semesta yang sangat kompleks ini. Sebagaimana pemikiran dalam matematik, dimana suatu nilai
tertentu tidak akan memiliki arti apapun bila dibandingkan dengan suatu nilai tak terhingga.
Namun harus diingat bahwa Big Bang teori yang didasarkan atas ”persamaan matematis area
gaya”, bukanlah hasil percobaan atau pengamatan, namun hanya suatu teori. Untuk bisa diakui
sebagai kebenaran, teorinya harus harus bisa dibuktikan melalui pengamatan dan percobaan.
Masalah nya adalah bisakah kita mengamati masa lalu dengan data yang ada sekarang ?. Atau
meski sejarah big-bang teori yang secara matematis telah membuat susunan data sampai pada
kondisi yang memuaskan terhadap pekerjaan-pekerjaan dilapangan (meski beberapa pengamatan
tetap menyimpan masalah) bisakah para ilmuwan membuat teori Big Bang menjadi suatu fakta
yang dapat direalisasikan ?. Hal yang sama adalah apa yang terjadi pada teori evolusi
Meski para kreasionis juga tidak dapat mengamati proses penciptaan masa lalu, namun mereka
memiliki jawaban epistemologi karena percaya bahwa Roh Kudus telah menyatakan pada
hambaNya, untuk menuliskan secara kronologis bagaimana Allah menciptakan alam semesta ini.
Itu sebabnya para kreasionis tidak pernah mengalami frustasi dan putus asa ketika tidak dapat
menyingkap kebenaran alam semesta karena menyadari keterbatasannya dibandingkan dengan
Pencipta yang tidak terbatas.
Sebagai contoh bisa disimak pernyataan salah seorang astronom kreasionis, Profesor dari Institut
for Creation Research. Dia telah menerbitkan buku yang berjudul Starlight and Time, sebuah
buku yang mudah dibaca dengan keterangan-keterangan tambahan –tambahan secara teknik.
Ketika ditanya apakah model itu benar ?. Saya tidak tahu- ia tidak tahu. Dia hanya mengatakan
bahwa model matematisnya lebih Alkitabiah dan lebih ilmiah dari model matematis dari big
bang. Mungkin terdapat model-model yang lain , bahkan mungkin lebih baik, model-model
dimana tidak ada seorangpun telah memikirkanya atau belum memikirkannya.
Inilah pernyataan seorang kreasionis rendah hati yang menyadari keterbatasannya didepan
penciptaNya. Karena didepan Pencipta, sebagaimanapun cerdasnya seseorang , dia tidak dapat
berdalih.
Bila Allah adalah Allah maka bukanlah hal yang mustahil Dia merencanakan, melakukan
Penciptaan dalam waktu yang singkat atau 6 hari dengan hasil yang sempurna. Sehingga benda-
benda penerang harus tampak pada akhir hari ke 6, dan berguna bagi manusia untuk menentukan
waktu
Apa yang dijelaskan Alkitab tentang sejarah penciptaan alam semesta, menyatakan kepada kita
betapa hebatnya Intelktual Sang Pencipta alam semesta ini. Karya – karya ilmiah Allah yang tak
terbatas yang tertulis dalam Alkitab, menjadi saksi kebesaran Pribadi Intelligent Designer.
Dimana kita bisa membandingkan bahwa karya-karya manusia bukanlah apa-apa bila
dibandingkan dengan karya-karya Sang Ilmuwan Agung.
Coba kita renungkan bersama, apakah artinya rekayasa genetika karya manusia ( seperti kloning
Dolly atau ataupun reproduksi asexual yang lain) dibandingkan dengan penciptaan Hawa yang
diambil dari tulang rusuk Adam (Kej.2:21-23), peng-fungsi-an kembali ovarium Sarah (Kejadian
15-21), Elsabet istri Zakaria (Lukas 1:1-23)., Hanna istri Elkana ( I Samuel 1:19).
Selain itu kebesaran Pencipta juga bisa dilihat dari berkatNya atas Yakub ketika dirumah Laban
melakukan rekayasa genetika Yakub atas domba-domba Laban (Kejadian 30), keajaiban
peristiwa ilmiah ini dapat terungkap kemudian oleh Mendel, dan menjadi dasar ilmu ilmu
rekayasa genetika modern (lebih jauh mengenai hal ini dapat dilihat pada tulisan Inswasti
Cahyani dalam Jurnal Sains Penciptaan Indonesia No.23 Desember 2007).
Sementara para ahli medis meneliti kemungkinan berbagai macam penyakit, maka bagi Sang
Intelligent Designer ini,melakukan gen therapy bukanlah hal yang sulit, dimana hal ini bisa
dilihat bagaimana Yesus melakukan penyembuhan beberapa orang yang cacat sejak lahir
Bila kita membaca peristiwa runtuhnya tembok Yerikho (Yoshua 6:1-20) kita juga bisa mengerti
kelimiahan peristiwa tersebut melalui ilmu mekanika getaran dimana amplitudo tak terbatas yang
menyebabkan runtuhnya tembok Yerikho ini terjadi akibat adanya resonansi (frekwensi natural
dinding = frekwensi sorak sorai dan genderang bangsa Israel).
Selain itu peristiwa meyeberangnya bangsa Israel melalui laut Teberau dapat tersingkap
keilmiahannya dari keseimbangan gaya aksi – reaksi ( angin timur dan gaya hidrostatis air)
dalam Hukum Newton I.
Masih banyak hal-hal lain karya-karya Sang Ilmuwan Agung ini yang dapat diungkap melalui
temuan hukum-hukum manusia yang terbatas yang tertulis dalam Alkitab. Namun juga banyak
karya-karyaNya yang nyata ada dalam sejarah tetapi keilmiahanya hanya bisa dimengerti oleh
Dia yang tidak terbatas.
Dan dari hal yang tidak bisa dimengerti manusia ini tidak seharusnya kita berspekulasi, bahkan
ingin menggantikan kebenaran FirmanNya. Karena Dia adalah Allah Pencipta , Sang Ilmuwan
Agung yang tak terbatas dan kita adalah manusia, ciptaan yang terbatas.
Sejak Dentuman besar alam semesta secara keseluruhan akan mengembang dan
mendingin.sampai pada akhirnya ketika daerah cukup kecil, daerah tersebut akan berputar cukup
cepat untuk menyeimbangkan gaya tarik gravitasi. Pada proses ini lahirlah galaksi-galaksi yang
berputar seperti piringan
Stephen Hawking yang merasa bahwa segala teori dari kondisi yang sangat panas dan mendingin
saat dia mengembang dalam model Big Bang sesuai dengan bukti-buti pengamatan, menyatakan
bahwa tetap menyisakan sejumlah pertanyaan yang tidak terjawab :
2. Mengapa alam semesta menjadi sangat seragam dalam skala yang besar atau mengapa dia
terlihat sama pada seluruh titik pada ruang dan dalam semua arah ?
3. Mengapa alam semesta bermula dengan laju pengembangan yang sangat dekat dengan laju
perkembangan kritis hanya untuk mencegah peruntuhan kembali ?
1. Ada galaksi yang begitu jauh, agar cahaya bintang sampai ke bumi perlu waktu milyaran
tahun
2. Kita dapat melihat galaksi-galaksi ini, yang berarti cahaya-cahaya bintang tersebut
3. Sehingga alam semesta paling tidak milyaran tahun usianya, jauh lebih tua dari 6000 tahun,
atau usia yang diindikasikan oleh Alkitab
Para pendukung Big Bang memandang hal ini sebagai suatu argument yang baik melawan skala
waktu Alkitabiah, kita akan melihat apakah memang argument mereka dapat diterima. Alam
semesta sangat besar dan luas dan terdapat galaxy-galaxy yang jauh, tapi bukan berarti bahwa
alam semesta harus berusia milyaran tahun.
Kita bisa melihat beberapa anggapan tidak pernah diungkapkan oleh para astronomer dalam
merajut teori mereka. Suatu usaha mengestimasi umur segala sesuatu secara ilmiah akan
memerlukan sejumlah anggapan-anggapan. Angapan-anggapan tersebut dapat berupa kondisi
awal, nilai-nilai yang konstant atau tidak berubah, kontaminasi dari sistim, dan banyak hal-hal
lain. Jika salah satu dari anggapan-anggapan ini salah, maka estimasi usia juga salah. Seringkali
suatu pandangan hidup yang salah harus ditanggung ketika masyarakat memiliki anggapan-
anggapan yang salah. Argumentasi jarak cahaya bintang memiliki beberapa anggapan yang
dipertanyakan-ada sesuatu yang membuat argument tersebut tidak kuat :
Anggapan sinkronisasi
Cara lain yang yang menyangkut relativitas waktu adalah pentingnya topik sinkronisasi waktu:
bagaimana jam ditempatkan sehingga mereka membaca waktu yang sama pada saat waktu yang
sama. Relativitas telah mnunjukkan bahwa sinkronisasi tidaklah absolut.
Anggapan naturalisme
Salah satu hal yang paling dilewatkan adalah anggapan yang paling melawan Alkitab ialah
anggapan naturalisme. Naturalisme adalah keyakinan bahwa secara fisik “ semuanya telah ada
dengan sendirinya“. Pendukung naturalisme menganggap bahwa semua fenomena dapat
dijelaskan dalam term “hukum alam”. Hal ini bukan hanya suatu anggapan buram, tetapi jelas
melawan Alkitab.
Dari berbagai anggapan yang ada perlu dipertanyakan, dan bila salah satu anggapan-anggapan
itu salah maka teori yang dikemukakan juga bisa salah.
Akhir dari pemikiran tentang teori tentang Big Bang dan juga jarak cahaya bintang, kita sangat
sulit bahkan hampir tidak mungkin untuk melihat kenyataan,serta berargumentasi tentang hal-hal
yang terjadi pada masa lalu. Itulah sebabnya mengapa, pada akhirnya, satu-satunya cara untuk
mengerti kejadian-kejadian masa lalu secara pasti adalah memiliki rekaman sejarah yang bisa
dipercaya dan ditulis oleh saksi hidup. Itulah sebenarnya yang kita miliki dalam Alkitab.
Misalnya para geolog evolusionis mereka percaya akan usia lapisan jutaan tahun, termasuk
didalamnya proses pmbentukan fosil namun realitas yang terjadi sungguh sangat berbeda,
misalnya :
1. Lapisan yang terjadi saat lapisan St Helen hanya terjadi dalam beberapa hari;
2. Fosil tidak pernah terbentuk dalam jutaan tahun, fosil kebanyakan ditemukan dalam kondisi
makhluk hidup yang masih beraktivitas, gambar dibawah menunjukkan realitas bagaimana fosil
ikan makan ikan hal ini menunjukkan bahwa sebelum ikan selesai makan ikan kecil batuan fosil
telah membeku;
Dari kenyataan ini bagaimana mungkin kita bisa percaya tentang usia batuan atau bumi yang
tua ?
Dari apa yang diuraikan diatas tentang Sang Intelektual Agung, jelas setiap apa yang dilakukan
Allah selalu memiliki konsep, dasar pemikiran, design,dan tujuan.
Penciptaan dalam Alkitab adalah jawaban paling logis yang mampu menjawab apa yang
dipertanyakan manusia mengenai ketidak mengertiannya tetntang asal –usul alam semesta.
Karena dengan penciptaan alam semesta yang begitu kompleks, maka hanya kemampuan
supernatural lah yang mampu melakukan itu
Alkitab mengatakan kepada kita bahwa pada mulanya Allah menciptakan langit (shamayim) dan
bumi (errets) . bumi pada masa itu dilingkupi air. Kemudian Allah menciptakan terang, yang
bukan dari matahari, dimana matahari belum diciptakan.
Pada hari yang kedua diletakkan satu peristiwa yang menarik, yang sering diabaikan oleh umat
Kristen. Kita membicarakan tentang penciptaan cakrawala yang memisahkan air yang diatas dan
dibawah (Kej.1:7). Kondisi ini menjelaskan pada kita bahwa selain ada samudra yang menutupi
bumi juga ada lapisan air diatas atmosfer bumi, yang kemungkinan dlam bentuk uap. Kanopi air
ini adalah faktor yang sangat penting, karena inilah yang melindungi kehidupan di bumi.
Pada hari yang ketiga Allah berfirman berkumpulah semua air pada satu tempat, sehingga
kelihatan yang kering. Indikasinya adalah bahwa hanya ada satu lautan di bumi. Implikasinya
adalah sebagian besar yang menutup bumi adalah air,sedangkan benua atau daratan hanya bagian
kecil seperti yang terlihat sekarang. Juga pada hari yang ketiga, Allah menciptakan segala jenis
tumbuhan dan semua tumbuh-tumbuhan yang berbiji. Tumbuh-tumbuhan diciptakan sebelum
matahari, yang sangat tidak kompatibel dengan evolusi.
Pada hari yang keempat Allah menciptakan matahari, bulan dan bintang-bintang.hari kelima
penciptaan binatang yang hidup diair dan di udara. Hari kelima adalah penciptaan binatang yang
hidup didarat srta manusia. Dan pada akhirnya setelah Allah melihat apa yang telah
diciptakanNya Allah mengatakan sungguh amat baik.
Banyak sekali tapi sayang tidak dapat diungkapkan satu persatu disini beberapa contoh
misalnya,tentang kanopi air yang dilukiskan pada hari kedua, dimana kanopi membuat seluruh
iklim di bumi sama yaitu sub tropis, termasuk di kutub. Alkitab juga mengatakan masa itu belum
ada hujan. Keadaan itulah yang membawa kehidupan lebih baik, usia manusia lebih panjang,
pohon dan tumbuhan tumbuh lebih subur. Bagaimana faktanya ?. Misalnya Coral yang
memerlukan air 200 C suatu kali tumbuh di kutub, faktanya adalah fosil Coral didapatkan di
kutub. Usia Manusia yang lebih panjang juga menunjukkan kehidupan masa lalu yang lebih baik.
Contoh lain fakta kebenaran penciptaan tentang penciptaan manusia menurut Gambar dan rupa
Allah. Manusia adalah suatu intelligent design,karena memiliki keberadaan :
• Paling terorganisir & paling kompleks
Selain itu manusia juga memiliki sifat yang menyangkut keberadaan abstrak dari
keindahan,kasih dan ibadah,yang mana mampu menfilsafatkan tentang maknanya sendiri. Hanya
manusia yang mempertanyakan keberadaan Allah, sekalipun dia seorang ateis. Dan hanya
manusia yang bisa berbicara tentang cinta kasih. Evolusi tidak bisa menjawab bagaimana
manusia memiliki keberadaan abstrak, namun penjelasan yang menyatakan bahwa manusia
diciptakan menurut gambar dan peta Allah menjawab teka-teki ini. Karena manusia diciptakan
serupa dengan gambarNya maka dia memiliki keberadaan abstrak . Dan hal ini adalah match
dengan kenyataan apa yang ada dibumi, ini adalah pengamatan ilmiah yang dapat diamati dalam
realita.
Fakta- fakta yang dikemukakan diatas menunjukkan bahwa apa yang ada dialam sangat
kompatibel dengan apa yang dikatakan Alkitab, namun sangat tidak kompatibel dengan evolusi
dan Big Bang. Masalahnya sekarang apa yang mau kita percayai ? #
Progressive Creation
Bagian ketiga, salah satu hal yang paling diterima di kalangan kekristenan baik di gereja,
seminari saat ini adalah pandangan yang mengkompromikan kisah penciptaan dengan pandangan
evolusi, pandangan ini disebut Progressive Creation. Saudara melihat pandangan ini banyak
membenarkan perkataan evolusi walaupun tidak semuanya, namun tetap termasuk Theistik
evolusi di banyak hal. Salah satu tokoh yang sangat terkenal dan begitu gencar mempromosikan
adalah Dr. Hugh Ross. Yang mengatakan orang Kristen harus menerima karya penciptaan
dikitab Kejadian tetapi tetap menolak 6 hari penciptaan dan menerima pandangan geologi yang
telah di pengaruhi evolusi. Bahwa bumi dan alam semesta telah berumur miliaran tahun. Ken
Ham dan DR. Terry Mortenson merangkumkan, Progressive Creation mengajarkan:
Big bang muncul sekitar 13-15 miliar tahun yang lalu
Hari penciptaan terbentuk selama jutaan tahun
Selama jutaan tahun Allah menciptakan spesies yang baru dan yang lain mengalami kemusnahan
Hasil penelitian alam sangat cocok dengan perkataan alkitab
Kematian, kekerasan dan penyakit telah ada sebelum Adam dan Hawa
Ada manusia yang muncul sebelum Adam dan Hawa yang mirip dengannya (digambarkan
digua-gua) tetapi tidak memiliki nyawa, tercipta dari image Tuhan Allah dan tidak memiliki
harapan untuk keselamatan.
Banjir Nuh yang dikatakan di kitab Kejadian hanyalah banjir lokal saja.
Saudara melihat pandangan ini begitu sesat dan sangat bertentangan dengan alkitab. Beberapa
sudah saya bahas di atas, dan juga mengenai banjir lokal vs global silahkan saudara lihat di
pembahasan saya di banjir Nuh. Mengenai umur bumi, saudara bisa melihat di seri yang sama
yang saya bahas begitu luas dalam tiga pembahasan. Juga mengenai manusia purba, saya bahas
secara khusus di seri-seri selanjutnya. Saya hanya membahas hari penciptaan menurut
pandangan Progressive Creation yang dikatakan Dr Ross, di hari ke 3 selama lebih dari 3 miliar
tahun lamanya. Pada hari ketiga mengijinkan pembentukan tanah yang berproses selama miliaran
tahun seturut pandangan evolusi. Saudara melihat pernyataan ini menghadapi mesalah besar baik
dari pandangan penciptaan maupun dari pandangan ilmu pengetahuan.
Kejadian 1 telah mengatakan Allah menciptakan melalui cara super natural selama 6 hari.
Saudara melihat jikalau kita mengatakan hari penciptaan secara normal dan konsisten tidak ada
pengaruh dari luar seperti pandangan evolusi geologi maka satu hari 24 jam, petang dan pagi dan
6 hari lamanya. Dr James Barr seorang ahli Perjanjian Lama yang pandangannya begitu Liberal
dan mengajar sebagai professor Ibrani di Oxford University mengakui kebenaran bahasa di kitab
Kejadian: Sejauh yang saya tahu, tidak ada professor Ibrani Perjanjian Lama yang berkelas dunia
dan mengajar di universitas-universitas ternama yang tidak mempercayai Kej 1:1-11. Semua
percaya hari penciptaan selama 24 jam dan 6 hari. Dan juga banjir Nuh adalah banjir dunia yang
memusnahkan semua manusia dan binatang kecuali yang berada didalam bahtera.
Kedua, secara ilmu pengetahuan. Saudara melihat jikalau manusia mengkompromikan kebenaran
Firman Allah akan kelihatan begitu goblok. Kelihatan memiliki gelar begitu tinggi, memiliki
pengaruh dan banyak pengikut namun apa yang dipercaya sebagai kebenaran ternyata sangat
tidak masuk di akal secara ilmu pengetahuan. Bersyukur kepada Allah ternyata science yang
benar mensuport kebenaran Firman Allah. Jikalau Progressive Creation mengatakan hari ke 3
selama lebih dari 3 miliar tahun, lalu apa yang terjadi dengan tumbuh-tumbuhan? Alkitab berkata
hari ke 3 Allah menciptakan tumbuh-tumbuhan dan hari ke 4, matahari, bintang dan benda-benda
di langit.
Dapatkah tumbuh-tumbuhan hidup selama 3 miliar tanpa matahari? Dan lebih celaka lagi,
menurut evolusi geologi yang juga dipercaya Progressive Creation, makhluk tak bertulang
belakang (invertebrata) telah ada jauh sebelum tumbuh tumbuhan ada baik di laut maupun darat.
Saudara melihat, dapatkah serangga hidup tanpa tumbuh-tumbuhan dan tumbuhan hidup tanpa
matahari? Makanya seorang ahli Emeritus yang mengajar di sekolah seminary yang begitu
terkenal di Calvin College, Dr. Davis Young mengakui menghadapi kesulitan akibat
meninggalkan hari penciptaan selama 6 hari. Saudara melihat pandangan ini ternyata begitu
lemah dan sebagai orang kristen tidak boleh membenarkan pandangan Progressive Creation yang
membenarkan teori evolusi (Theistik Evolution) di beberapa bagian.
Pandangan evolusi
Bagian ke tiga kita akan melihat tanggapan evolusi sendiri terhadap Theistic Evolution. Seperti
sifat dasar evolusi yang anti Tuhan dan alkitab anti evolusi yang jelas kedua-duanya tidak dapat
dicampur adukkan ibarat seperti air dan minyak. Seorang pemimpin humanis yang begitu
terkenal di jaman Darwin salah satunya bernama Thomas Huxley (1825-1895) mengatakan
kalimat yang begitu penting bahwa orang yang menggunakan alkitab berusaha untuk
mencocokkan evolusi dengan penciptaan sangatlah tidak konsisten. Saudara melihat
walaupun Huxley yang adalah seorang evolusi pikirannya begitu cerdas dan sangat konsisten
dibandingkan banyaknya Theistic Evolution yang bodoh. Dia sendiri tidak mau, tidak rela dan
begitu marah pada saat orang kristen mau menyelaraskan firman Tuhan dengan
evolusi. Huxley senang jikalau orang menyetujui evolusi dan membuang Firman Allah namun
begitu menggabungkan dia akan marah besar.
Dengan kekonsisten pikirannya kita bisa melihat bahwa Huxley yang dijuluki buldognya Charles
Darwin karena begitu semangat untuk membelanya memiliki pengetahuan alkitab yang cukup
baik namun akhirnya menolak setelah di pengaruhi evolusi. Huxley mengerti Firman Allah
karena memang latar belakang orang tuanya adalah keluarga Anglican di Inggris saat itu.
Saudara melihat Huxley mengerti kekristenan lebih baik di bandingkan banyaknya theologian
yang kompromi terhadap alkitab. Di dalam tulisannya yang mengkritik orang
kristen, Huxley menulis begitu tajam dan sangat mendalam bahwa dia benar-benar kehilangan
dan total tidak mengerti bagaimana orang kristen bisa memahami dan mempercayai Yesus
Kristus sebagai Mesias yang lahir di dalam jaman Perjanjian Baru namun membuang fakta
sejarah cerita di jaman Perjanjian Lama.
Maksud Huxley untuk menerima Kristus dengan kelahirannya sebagai Mesias tentu orang kristen
harus mempercayai semua cerita Perjanjian Lama sebagai fakta sejarah kitab suci Yahudi. Dan
jikalau tidak maka keselamatan Yesus Kristus sama sekali tidak akan bernilai. Menelusuri dari
cerita Abraham yang mendapatkan kovenan dari Allah, peraturan sunat. Dan jikalau 10 perintah
Allah yang terukir dalam batu di jaman Musa bukan cerita asli, Abraham hanya cerita mistik,
banjir Nuh hanyalah khayalan, karya penciptaan juga adalah bukan kebenaran lalu apalah artinya
doktrin tentang mesianic? Dan bagaimana dengan penulisan Perjanjian Baru, tidakkah hanya di
terima sebagai tulisan kayalan sehingga akhirnya pengejaran tentang Kristus hanyalah cerita
legenda?
Huxley menegaskan secara jelas jikalau kita mempercayai pengajaran Perjanjian Baru, maka kita
harus mempercayai sejarah kitab Kejadian di masa penciptaan sebagai kebenaran sejarah! Tidak
ada jalan tengah! Saudara melihat betapa malunya seharusnya Theistic Evolution melihat hal ini.
Jikalau saudara yang membaca saat ini sebagai Theistic Evolution tinggalkan kepercayanmu dan
kembalilah kepada kebenaran Firman Alllah, karena simpatimu terhadap evolusi sama sekali di
tolak oleh Huxley.
Dan lagi Huxley menulis dari kalimat Yesus Kristus sendiri sebagai sumber kebenaran yang
sangat membuat Huxley keheranan dengan pandangan Theistic Evolution. Pada waktu Yesus
berbicara fakta sejarah yang pernah terjadi yaitu banjir Nuh, apakah Yesus Kristus
mempercayainya sebagai peristiwa yang benar-benar pernah terjadi? Dan jikalau banjir Nuh
tidak pernah terjadi yang membinasakan orang-orang gegabah, maka peringatan hanyalah seperti
tangisan serigala padahal tidak ada serigala.
Real battle
Bagian terakhir, saudara telah melihat bagaimana Theistic evolution atau Progressive
evolution berusaha mengikut sertakan atau menggabungkan evolusi ke dalam kisah-kisah
penciptaan. Cara alkitab bukanlah cara evolusi dan cara evolusi bukanlah cara alkitab, mereka
saling bertentangan. Firman Allah dengan berwibawa telah mengatakan pada awalnya Allah
menciptakan langit dan bumi. Dari tidak ada menjadi ada, hanya mampu dijelaskan melalui cara
supranatural. Sedangkan evolusi mengatakan semua materi yang ada termasuk makhluk hidup
muncul melalui proses alami yang berlangsung begitu lama, yang dipercaya sampai pada awal
permulaan yaitu Big bang.
Ken Ham dan DR. Terry Mortenson menyimpulkan, dan saya tambahi dengan kalimat saya,
benarlah jikalau seseorang percaya akan 6 hari penciptaan atau bermilyar-milyar tahun tidaklah
akan mempengaruhi keselamatannya, jikalau mereka memang benar-benar telah mengalami
kelahiran baru. Namun kita perlu berdiri kembali untuk melihat gambaran yang besar. Di
beberapa negara pernah Firman Allah begitu di hargai dan dijunjung begitu tinggi, tetapi begitu
pintu kompromi dibuka mulailah para pemimpoin kristen mengatakan kita tidak perlu
mengatakan tulisan kitab Kejadian sebagai Firman Allah. Kalau sudah begitu, bagaimana dengan
bagian yang lain? Sciene telah mampu mengartikan kitab Kejadian bahwa umur bumi berumur
milyaran tahun, evolusi science telah membuktikan manusia dari makhluk lain, jadi
konsekuensinya pengartian kitab Kejadian tidak perlu di tanggapi secara serius.
Saudara melihat cara ini sangatlah berbahaya, akan membuka pintu kompromi semakin besar
dan semakin besar dan pada akhirnya mereka juga akan mengkompromikan keselamatan juga.
Jikalau mereka telah mengatakan kitab Kejadian bukanlah tulisan sejarah nyata, bagaimana
seorang akan di yakinkan bagian kitab-kitab yang lain juga tulisan sejarah nyata? Tuhan Yesus
mengatakan: Kamu tidak percaya, waktu Aku berkata-kata dengan kamu tentang hal-hal
duniawi, bagaimana kamu akan percaya, kalau Aku berkata-kata dengan kamu tentang hal-hal
sorgawi? (Yoh 3:12).
Saudara tidaklah mengherankan jikalau kebanyakan orang-orang kristen saat ini termasuk para
pemimpin gereja tidak mempercayai hari penciptaan selama 6 hari. Atau mereka tetap
mempercayai 6 hari penciptaan namun berkenaan dengan umur bumi kebanyakan mereka
memang tidak tahu. Bagi mereka penuh dengan kemisteriusan. Makanya dengan ketidak tahuan
akan menyebabkan begitu mudah bagi mereka untuk menerima konsep geologi yang telah di
pengaruhi evolusi dan percaya umur bumi milyaran tahun. Belum lagi kepercayaan bahwa
manusia memang adalah perkambangan dari makhluk lain. Fakta yang menyedihkan karena
pengaruh dunia yang menguasai gereja sehingga gereja tidak lagi memiliki kekuatan untuk
mempengaruhi dunia.
Peperangan dari worldviews (cara pandang) sebenarnya bukanlah persoalan antara young
earth (penganut 6 hari) atau old earth (milyaran tahun), Theistic, Progressive Creation melawan
creation, evolusi atau penciptaan melainkan peperangan yang sesungguhnya adalah kuasa dari
Firman Allah melawan teori-teori dari manusia. Saudara melihat mempercayai kitab Kejadian
sebagai fakta sejarah sangatlah penting karena Theistic Evolusi, Progressive Evolusi yang
menggabungkan pemikiran evolusi sangatlah bertentangan dengan Firman Allah. Seperti telah
ada kematian, kekerasan, sakit penyakit sebelum jaman Adam. Manusia adalah turunan kera
seperti perkataan Theistic Evolusi akan memandang rendah moral dan perilaku manusia, atau
Allah menciptakan manusia lain sebelum jaman Adam seperti Progressive Evolusi yang jiwanya
akan hilang, benarlah bukan ajaran alkitab. Jadi permasalahan yang sesungguhnya adalah
peperangan anatara kuasa kebenaran Firman Allah melawan teori-teori manusia yang berdosa.
Kenapa orang kristen harus mempercayai kebangkitan tubuh Kristus? Karena perkataan alkitab
sendiri. Jawab Yesus: Akulah kebangkitan dan hidup, barangsiapa percaya kepadaku, ia akan
hidup walaupun ia sudah mati (Yoh 11: 25). Seperti Allah menjadikan alam semesta melalui cara
supranatural dan bukan proses alami seturut evolusi: Pada mulanya Allah menciptakan langit dan
bumi. Bumi belum berbentuk dan kosong, gelap gulita menutupi samudera raya dan Roh Allah
melayang-layang diatas permukaan air (kej 1:1-2). Marilah sekali lagi kita kembali kepada
kebenaran Firman Allah yang memiliki kuasa paling teguh dan satu-satunya yang harus manusia
percayai.
Jawaban: Beberapa orang Kristen menentang keras teori "Big Bang." Mereka menganggapnya
sebagai upaya untuk menjelaskan bagaimana asal-usul alam semesta yang meniadakan kehadiran
Allah. Pihak lainnya tidak berkeberatan dengan teori Big Bang ini, karena menganggap bahwa
Allah sendiri yang menyebabkan Big Bang. Allah, dalam hikmat dan kuasa yang tak terbatas,
bisa-bisa saja memilih untuk menggunakan metode Big Bang untuk menciptakan alam semesta,
tetapi Dia tidak melakukannya. Alasannya adalah: Alkitab membantah metode tersebut. Berikut
adalah beberapa kontradiksi antara Alkitab dan teori Big Bang:
Di kitab Kejadian pasal 1, Allah menciptakan bumi sebelum matahari dan bintang-bintang. Teori
Big Bang menyatakan sebaliknya. Di kitab Kejadian pasal 1, Allah menciptakan bumi, matahari,
bulan, bintang, tumbuhan, binatang, dan manusia dalam waktu enam hari kali 24 jam. Teori Big
Bang membutuhkan waktu miliaran tahun. Di kitab Kejadian pasal 1, Allah menciptakan segala
sesuatu hanya melalui perkataan yang difirmankan-Nya. Teori Big Bang menganggap penciptaan
dimulai dengan materi yang sudah ada, tapi tidak pernah menjelaskan sumber atau penyebab
awalnya.
Di kitab Kejadian pasal 2, Allah menghembuskan kehidupan ke dalam tubuh Adam yang telah
dibentuk dengan begitu sempurna. Teori Big Bang menyatakan butuh miliaran tahun, dan
miliaran kondisi yang memungkinkan, sampai bisa ada manusia pertama. Teori ini tidak pernah
bisa menjelaskan bagaimana bentuk kehidupan mikroskopis pertama dapat tiba-tiba "berevolusi"
dari atom yang tidak hidup.
Di Alkitab, keberadaan Allah dinyatakan sebagai sesuatu yang bersifat kekal, sedangkan materi
dan alam semesta tidak bersifat kekal. Ada banyak versi dari teori Big Bang, tapi sebagian besar
menyatakan bahwa alam semesta dan/atau materi bersifat kekal. Di kitab Kejadian pasal 1,
keberadaan Allah langsung ditegaskan, "Pada mulanya Allah..."
Karena itu, tujuan sebenarnya dari teori Big Bang ini adalah: mengingkari keberadaan-Nya.
TEORI LEDAKAN BESAR BIG BANG
(Terjadinya alam semesta)
Ledakan Dahsyat atau Dentuman Besar (bahasa Inggris: Big Bang) merupakan sebuah peristiwa
yang menyebabkan pembentukan alam semesta, berdasarkan kajian kosmologi tentang bentuk
awal dan perkembangan alam semesta (dikenal juga dengan Teori Dentuman Besar atau Model
Dentuman Besar). Berdasarkan pemodelan dentuman besar ini, alam semesta, awalnya dalam
keadaan sangat panas dan padat yang mengembang pesat, secara terus menerus hingga hari ini.
Berdasarkan pengukuran terbaik tahun 2009, keadaan awal alam semesta bermula sekitar 13,7
miliar tahun lalu, yang kemudian selalu menjadi rujukan sebagai waktu terjadinya Big Bang
tersebut. Teori ini telah memberikan penjelasan paling komprehensif dan akurat yang didukung
oleh metode ilmiah beserta pengamatan.
Adalah Georges Lemaître, seorang biarawan Katolik Romawi Belgia, yang mengajukan teori
dentuman besar mengenai asal usul alam semesta, walaupun ia menyebutnya sebagai "hipotesis
atom purba". Kerangka model teori ini bergantung pada relativitas umum Albert Einstein dan
beberapa asumsi-asumsi sederhana, seperti homogenitas dan isotropi ruang. Persamaan yang
mendeksripsikan teori dentuman besar dirumuskan oleh Alexander Friedmann. Setelah Edwin
Hubble pada tahun 1929 menemukan bahwa jarak bumi dengan galaksi yang sangat jauh
umumnya berbanding lurus dengan geseran merahnya, sebagaimana yang disugesti oleh
Lemaître pada tahun 1927, pengamatan ini dianggap mengindikasikan bahwa semua galaksi dan
gugus bintang yang sangat jauh memiliki kecepatan tampak yang secara langsung menjauhi titik
pandang kita: semakin jauh, semakin cepat kecepatan tampaknya.
Jika jarak antar gugus-gugus galaksi terus meningkat seperti yang terpantau sekarang, semuanya
haruslah pernah berdekatan di masa lalu. Gagasan ini secara rinci mengarahkan pada suatu
keadaan massa jenis dan suhu yang sebelumnya sangat ekstrim, dan berbagai pemercepat
partikel raksasa telah dibangun untuk percobaan dan menguji kondisi tersebut, yang menjadikan
teori tersebut dapat konfirmasi dengan signifikan, walaupun pemercepat-pemercepat ini memiliki
kemampuan yang terbatas untuk menyelidiki fisika partikel. Tanpa adanya bukti apapun yang
berhubungan dengan pengembangan awal yang cepat, teori ledakan dahsyat tidak dan tidak dapat
memberikan beberapa penjelasan seperti kondisi awal, melainkan mendeskripsikan dan
menjelaskan perubahan umum alam semesta sejak pengembangan awal tersebut. Kelimpahan
unsur-unsur ringan yang terpantau di seluruh kosmos sesuai dengan prediksi kalkulasi
pembentukan unsur-unsur ringan melalui proses nuklir di dalam kondisi alam semesta yang
mengembang dan mendingin pada awal beberapa menit kemunculan alam semesta sebagaimana
yang diuraikan secara terperinci dan logis oleh nukleosintesis ledakan dahsyat.
Fred Hoyle mencetuskan istilah Big Bang pada sebuah siaran radio tahun 1949. Dilaporkan
secara luas bahwa, Hoyle yang mendukung model kosmologis alternatif "keadaan tetap"
bermaksud menggunakan istilah ini secara peyoratif, namun Hoyle secara eksplisit membantah
hal ini dan mengatakan bahwa istilah ini hanyalah digunakan untuk menekankan perbedaan
antara dua model kosmologis ini. Hoyle kemudian memberikan sumbangsih yang besar dalam
usaha para fisikawan untuk memahami nukleosintesis bintang yang merupakan lintasan
pembentukan unsur-unsur berat dari unsur-unsur ringan secara reaksi nuklir. Setelah penemuan
radiasi latar mikrogelombang kosmis pada tahun 1964, kebanyakan ilmuwan mulai menerima
bahwa beberapa skenario teori dentuman besar haruslah pernah terjadi.
Teori dentuman besar dikembangkan berdasarkan pengamatan pada stuktur alam semesta beserta
pertimbangan teoritisnya. Pada tahun 1912, Vesto Slipher yang pertama mengukur Efek Doppler
pada "nebula spiral" (nebula spiral merupakan istilah lama untuk galaksi spiral), dan kemudian
diketahui bahwa hampir semua nebula-nebula itu menjauhi bumi. Ia tidak berpikir lebih jauh lagi
mengenai implikasi fakta ini, dan sebenarnya pada saat itu, terdapat kontroversi apakah nebula-
nebula ini adalah "pulau semesta" yang berada di luar galaksi Bima Sakti. Sepuluh tahun
kemudian, Alexander Friedmann, seorang kosmologis dan matematikawan rusia, menurunkan
persamaan Friedmann dari persamaan relativitas umum Albert Einstein. Persamaan ini
menunjukkan bahwa alam semesta mungkin mengembang dan berlawanan dengan model alam
semesta yang statis seperti yang diadvokasikan oleh Einstein pada saat itu. Pada tahun 1924,
pengukuran Edwin Hubble akan jarak nebula spiral terdekat menunjukkan bahwa ia sebenarnya
merupakan galaksi lain. Georges Lemaître kemudian secara independen menurunkan persamaan
Friedmann pada tahun 1927 dan mengajukan bahwa resesi nebula yang disiratkan oleh
persamaan tersebut diakibatkan oleh alam semesta yang mengembang.
Pada tahun 1931 Lemaître lebih jauh lagi mengajukan bahwa pengembangan alam semesta
seiring dengan berjalannya waktu memerlukan syarat bahwa alam semesta mengerut seiring
berbaliknya waktu sampai pada suatu titik di mana seluruh massa alam semesta berpusat pada
satu titik, yaitu "atom purba" di mana waktu dan ruang bermula.
Mulai dari tahun 1924, Hubble mengembangkan sederet indikator jarak yang merupakan cikal
bakal tangga jarak kosmis menggunakan teleskop Hooker 100-inci (2.500 mm) di Observatorium
Mount Wilson. Hal ini memungkinkannya memperkirakan jarak antara galaksi-galaksi yang
pergeseran merahnya telah diukur, kebanyakan oleh Slipher. Pada tahun 1929, Hubble
menemukan korealsi antara jarak dan kecepatan resesi, yang sekarang dikenal sebagai hukum
Hubble. Lemaître telah menunjukan bahwa ini yang diharapkan, mengingat prinsip kosmologi.
Semasa tahun 1930-an, gagasan-gagasan lain diajukan sebagai kosmologi non-standar untuk
menjelaskan pengamatan Hubble, termasuk pula model Milne, alam semesta berayun (awalnya
diajukan oleh Friedmann, namun diadvokasikan oleh Albert Einstein dan Richard Tolman) dan
hipotesis cahaya lelah (tired light) Fritz Zwicky.
Setelah Perang Dunia II, terdapat dua model kosmologis yang memungkinkan. Satunya adalah
model keadaan tetap Fred Hoyle, yang mengajukan bahwa materi-materi baru tercipta ketika
alam semesta tampak mengembang. Dalam model ini, alam semesta hampirlah sama di titik
waktu manapun. Model lainnya adalah teori dentuman besar Lemaître, yang diadvokasikan dan
dikembangkan oleh George Gamow, yang kemudian memperkenalkan nukleosintesis dentuman
besar (Big Bang Nucleosynthesis, BBN) dan yang kaitkan oleh Ralph Alpher dan Robert
Herman, sebagai radiasi latar panjang gelombang kosmis (cosmic microwave background
radiation, CMB). Ironisnya, justru Hoyle yang mencetuskan istilah big bang untuk merujuk pada
teori Lemaître dalam suatu siaran radio BBC pada bulan Maret 1949. Untuk sementara,
dukungan para ilmuwan terbagi kepada dua teori ini. Pada akhirnya, bukti-bukti pengamatan
memfavoritkan teori dentuman besar. Penemuan dan konfirmasi radiasi latar belakang
mikrogelombang kosmis pada tahun 1964 mengukuhkan dentuman besar sebagai teori yang
terbaik dalam menjelaskan asal usul dan evolusi kosmos. Kebanyakan karya kosmologi zaman
sekarang berkutat pada pemahaman bagaimana galaksi terbentuk dalam konteks dentuman besar,
pemahaman mengenai keadaan alam semesta pada waktu-waktu terawalnya, dan merekonsiliasi
pengamatan kosmis dengan teori dasar.
Berbagai kemajuan besar dalam kosmologi dentuman besar telah dibuat sejak akhir tahun 1990-
an, utamanya disebabkan oleh kemajuan besar dalam teknologi teleskop dan analisa data yang
berasal dari satelit-satelit seperti COBE, Teleskop luar angkasa Hubble dan WMAP.
Tinjauan
Garis waktu dentuman besar
Fase terawal dentuman besar penuh dengan spekulasi. Model yang paling umumnya digunakan
mengatakan bahwa alam semesta terisi secara homogen dan isotropis dengan rapatan energi yang
sangat tinggi, tekanan dan temperatur yang sangat besar, dan dengan cepat mengembang dan
mendingin. Kira-kira 10−37 detik setelah pengembangan, transisi fase menyebabkan inflasi
kosmis, yang sewaktu itu alam semesta mengembang secara eksponensial. Setelah inflasi
berhenti, alam semesta terdiri dari plasma kuark-gluon beserta partikel-partikel elementer
lainnya. Temperatur pada saat itu sangat tinggi sehingganya kecepatan gerak partikel mencapai
kecepatan relativitas, dan produksi pasangan segala jenis partikel terus menerus diciptakan dan
dihancurkan. Sampai dengan suatu waktu, reaksi yang tak diketahui yang disebut bariogenesis
melanggar kekekalan jumlah barion dan menyebabkan jumlah kuark dan lepton lebih banyak
daripada antikuark dan antilepton sebesar satu per 30 juta. Ini menyebabkan dominasi materi
melebihi antimateri pada alam semesta.
Ukuran alam semesta terus membesar dan temperatur alam semesta terus menurun, sehingga
energi tiap-tiap partikel terus menurun. Transisi fase perusakan simetri membuat gaya-gaya dasar
fisika dan parameter-parameter partikel elementer berada dalam kondisi yang sama seperti
sekarang. Setelah kira-kira 10−11 detik, gambaran dentuman besar menjadi lebih jelas oleh
karena energi partikel telah menurun mencapai energi yang bisa dicapai oleh eksperimen fisika
partikel. Pada sekitar 10−6 detik, kuark dan gluon bergabung membentuk barion seperti proton
dan neutron. Kuark yang sedikit lebih banyak daripada antikuark membuat barion sedikit lebih
banyak daripada antibarion. Temperatur pada saat ini tidak lagi cukup tinggi untuk menghasilkan
pasangan proton-antiproton, sehingga yang selanjutnya terjadi adalah pemusnahan massal,
menyisakan hanya satu dari 1010 proton dan neutron terdahulu. Setelah pemusnahan ini, proton,
neutron, dan elektron yang tersisa tidak lagi bergerak secara relativistik dan rapatan energi alam
semesta didominasi oleh foton (dengan sebagian kecil berasal dari neutrino).
Beberapa menit semasa pengembangan, ketika temperatur sekitar satu miliar kelvin dan rapatan
alam semesta sama dengan rapatan udara, neutron bergabung dengan proton dan membentuk inti
atom deuterium dan helium dalam suatu proses yang dikenal sebagai nukleosintesis dentuman
besar. Kebanyakan proton masih tidak terikat sebagai inti hidrogen. Seiring dengan
mendinginnya alam semesta, rapatan energi massa rihat materi secara gravitasional
mendominasi. Setelah 379.000 tahun, elektron dan inti atom bergabung menjadi atom
(kebanyakan berupa hidrogen) dan radiasi materi mulai berhenti. Sisa-sisa radiasi ini yang terus
bergerak melewati ruang semesta dikenal sebagai radiasi latar gelombang mikro kosmis.
Medan Ultra Dalam Hubble memperlihatkan galaksi-galaksi dari zaman dahulu ketika alam
semesta masih muda, lebih padat, dan lebih hangat menurut teori dentuman besar.
Selama periode yang sangat panjang, daerah-daerah alam semesta yang sedikit lebih rapat mulai
menarik materi-materi sekitarnya secara gravitasional, membentuk awan gas, bintang, galaksi,
dan objek-objek astronomi lainnya yang terpantau sekarang. Detail proses ini bergantung pada
banyaknya dan jenis materi alam semesta. Terdapat tiga jenis materi yang memungkinkan, yakni
materi gelap dingin, materi gelap panas, dan materi barionik. Pengukuran terbaik yang
didapatkan dari WMAP menunjukkan bahwa bentuk materi yang dominan dalam alam semesta
ini adalah materi gelap dingin. Dua jenis materi lainnya hanya menduduki kurang dari 18%
materi alam semesta.
Bukti-bukti independen yang berasal dari supernova tipe Ia dan radiasi latar belakang
mikrogelombang kosmis menyiratkan bahwa alam semesta sekarang didominasi oleh sejenis
bentuk energi misterius yang disebut sebagai energi gelap, yang tampaknya menembus semua
ruang. Pengamatan ini mensugestikan bahwa 72% total rapatan energi alam semesta sekarang
berbentuk energi gelap. Ketika alam semesta masih sangat muda, kemungkinan besar ia telah
disusupi oleh energi gelap, namun dalam ruang yang sempit dan saling berdekatan. Pada saat itu,
gravitasi mendominasi dan secara perlahan memperlambat pengembangan alam semesta.
Namun, pada akhirnya, setelah beberapa miliar tahun pengembangan, energi gelap yang semakin
berlimpah menyebabkan pengembangan alam semesta mulai secara perlahan semakin cepat.
Segala evolusi kosmis yang terjadi setelah periode inflasioner ini dapat secara ketat
dideskripsikan dan dimodelkan oleh model ΛCDM model, yang menggunakan kerangka
mekanika kuantum dan relativitas umum Einstein yang independen. Sebagaimana yang telah
disebutkan, tiada model yang dapat menjelaskan kejadian sebelum 10−15 detik setelah kejadian
dentuman besar. Teori kuantum gravitasi diperlukan untuk mengatasi batasan ini.
Pada tahun 1929 Astronom Amerika Serikat, Edwin Hubble melakukan pengamatan dan melihat
Galaksi yang jauh dan bergerak selalu menjauhi kita dengan kecepatan yang tinggi. Ia juga
melihat jarak antara Galaksi-galaksi bertambah setiap saat. Penemuan Hubble ini menunjukkan
bahwa Alam Semesta kita tidaklah statis seperti yang dipercaya sejak lama, namun bergerak
mengembang. Kemudian ini menimbulkan suatu perkiraan bahwa Alam Semesta bermula dari
pengembangan di masa lampau yang dinamakan Dentuman Besar.
Pada saat itu dimana Alam Semesta memiliki ukuran nyaris nol, dan berada pada kerapatan dan
panas tak terhingga; kemudian meledak dan mengembang dengan laju pengembangan yang
kritis, yang tidak terlalu lambat untuk membuatnya segera mengerut, atau terlalu cepat sehingga
membuatnya menjadi kurang lebih kosong. Dan sesudah itu, kurang lebih jutaan tahun
berikutnya, Alam Semesta akan terus mengembang tanpa kejadian-kejadian lain apapun. Alam
Semesta secara keseluruhan akan terus mengembang dan mendingin.
Alam Semesta berkembang, dengan laju 5%-10% per seribu juta tahun. Alam Semesta akan
mengembang terus,namun dengan kelajuan yang semakin kecil,dan semakin kecil, meskipun
tidak benar-benar mencapai nol. Walaupun andaikata Alam Semesta berkontraksi, ini tidak akan
terjadi setidaknya untuk beberapa miliar tahun lagi.
Orang sering kali salah mengartikan dentuman besar sebagai suatu ledakan yang
menghamburkan materi ke ruang hampa. Padahal dentuman besar bukanlah suatu ledakan, bukan
penghamburan materi ke ruang kosong, melainkan suatu proses pengembangan alam semesta itu
sendiri. Dentuman besar adalah proses pengembangan ruang-waktu. Bahkan istilah 'ledakan
besar' sendiri merupakan istilah salah kaprah.
Kitab Kejadian memberikan penjelasan mengenai Tuhan sbb: Pertama, Tuhan yang memulai
segala sesuatu. Kitab Kejadian 1:1 dimulai dengan frasa, bereshit bara Elohim….
Kata bereshit dari kata reshit yang bermakna permulaan. Segala sesuatu dimulai oleh Tuhan. Ada
pertanyaan unik yang diberikan oleh adik sepupu saya saat saya masih awal kuliah teologi,
sementara dia baru kelas enam sekolah dasar. Dia bertanya, “sebelum Tuhan menciptakan segala
sesuatu, Dia sedang apa?” Saya tidak bisa menjawab dan hanya berkata, “ah, kamu belum cukup
umur. Besok jika sudah dewasa akan tahu”. Ini jawaban diplomatis untuk menutupi
ketidaktahuan saya terhadap pertanyaan kritis dan filosofis dari seorang anak berumur enam
tahun”. Namun jujur sampai hari ini pun saya belum dapat memastikan jawaban atas pertanyaan
tersebut, sekalipun saya telah memiliki gelar Magister Theology. Kita memang tidak memiliki
pengetahuan apapun tentang Tuhan kalau Dia tidak menyingkapkan-Nya pada kita. Dan Tuhan
hanya memberikan pernyataan melalui Moshe bahwa Dialah yang memulai segala sesuatu. Apa
yang dilakukan Tuhan sebelum Dia menciptakan, adalah diluar kemampuan akal dan penalaran
kita. Ayat ini menepis spekulasi Ilmu Pengetahuan yang menyatakan bahwa segala sesuatu
dimulai dari suatu kebetulan belaka, juga menepis bahwa angkasa dan bumi terjadi dari hasil
ledakan besar (big bang) pada jutaan tahun lampau.
Apakah Teori Bing Bang itu (ledakan dahsyat) itu? Untuk memberikan gambaran umum bagi
pembaca yang awam mengenai teori tersebut, akan saya kutipkan penjelasan dari Wikipedia sbb:
“Ledakan Dahsyat atau Dentuman Besar (bahasa Inggris: Big Bang) merupakan sebuah peristiwa
yang menyebabkan pembentukan alam semesta berdasarkan kajian kosmologi mengenai bentuk
awal dan perkembangan alam semesta (dikenal juga dengan Teori Ledakan Dahsyat atau Model
Ledakan Dahysat). Berdasarkan pemodelan ledakan ini, alam semesta, awalnya dalam keadaan
sangat panas dan padat, mengembang secara terus menerus hingga hari ini. Berdasarkan
pengukuran terbaik tahun 2009, keadaan awal alam semesta bermula sekitar 13,7 miliar tahun
lalu, yang kemudian selalu menjadi rujukan sebagai waktu terjadinya Big Bang tersebut. Teori
ini telah memberikan penjelasan paling komprehensif dan akurat yang didukung oleh metode
ilmiah beserta pengamatan.
Adalah Georges Lemaître, seorang biarawan Katolik Roma Belgia, yang mengajukan teori
ledakan dahsyat mengenai asal usul alam semesta, walaupun ia menyebutnya sebagai "hipotesis
atom purba". Kerangka model teori ini bergantung pada relativitas umum Albert Einstein dan
beberapa asumsi-asumsi sederhana, seperti homogenitas dan isotropi ruang. Persamaan yang
mendeksripsikan teori ledakan dahsyat dirumuskan oleh Alexander Friedmann. Setelah Edwin
Hubble pada tahun 1929 menemukan bahwa jarak bumi dengan galaksi yang sangat jauh
umumnya berbanding lurus dengan geseran merahnya, sebagaimana yang disugesti oleh
Lemaître pada tahun 1927, pengamatan ini dianggap mengindikasikan bahwa semua galaksi dan
gugus bintang yang sangat jauh memiliki kecepatan tampak yang secara langsung menjauhi titik
pandang kita: semakin jauh, semakin cepat kecepatan tampaknya.
Jika jarak antar gugus-gugus galaksi terus meningkat seperti yang terpantau sekarang, semuanya
haruslah pernah berdekatan pada masa lalu. Gagasan ini secara rinci mengarahkan pada suatu
keadaan massa jenis dan suhu yang sebelumnya sangat ekstrem. Berbagai pemercepat partikel
raksasa telah dibangun untuk mencoba dan menguji kondisi tersebut, yang menjadikan teori
tersebut dapat konfirmasi dengan signifikan, walaupun pemercepat-pemercepat ini memiliki
kemampuan yang terbatas untuk menyelidiki fisika partikel. Tanpa adanya bukti apapun yang
berhubungan dengan pengembangan awal yang cepat, teori ledakan dahsyat tidak dan tidak dapat
memberikan beberapa penjelasan mengenai kondisi awal alam semesta, melainkan
mendeskripsikan dan menjelaskan perubahan umum alam semesta sejak pengembangan awal
tersebut.
Kelimpahan unsur-unsur ringan yang terpantau di seluruh kosmos sesuai dengan prediksi
kalkulasi pembentukan unsur-unsur ringan melalui proses nuklir di dalam kondisi alam semesta
yang mengembang dan mendingin pada awal beberapa menit kemunculan alam semesta
sebagaimana yang diuraikan secara terperinci dan logis oleh nukleosintesis ledakan dahsyat.
Fred Hoyle mencetuskan istilah Big Bang pada sebuah siaran radio tahun 1949. Dilaporkan
secara luas bahwa, Hoyle yang mendukung model kosmologis alternatif "keadaan tetap"
bermaksud menggunakan istilah ini secara peyoratif, namun Hoyle secara eksplisit membantah
hal ini dan mengatakan bahwa istilah ini hanyalah digunakan untuk menekankan perbedaan
antara dua model kosmologis ini.
Hoyle kemudian memberikan sumbangsih yang besar dalam usaha para fisikawan untuk
memahami nukleosintesis bintang yang merupakan lintasan pembentukan unsur-unsur berat dari
unsur-unsur ringan secara reaksi nuklir. Setelah penemuan radiasi latar belakang gelombang
mikro kosmis pada tahun 1964, kebanyakan ilmuwan mulai menerima bahwa beberapa skenario
teori ledakan dahsyat haruslah pernah terjadi”[1].
Teori Bing Bang sendiri masih menjadi perdebatan hingga kini. Baik kalangan
Kristiani[2] maupun Islam[3] ada yang menyetujui teori ini dan mengutip ayat-ayat Kitab Suci
untuk membenarkan pararelisasi dengan teori ini.
Salah satu ayat yang dirujuk dalam TaNaKh (Perjanjian Lama) dan Qur’an al.,
“Dan langit itu Kami bangun dengan kekuasaan (Kami) dan sesungguhnya Kami benar-
benar meluaskannya (lamusiun)“ (QS 51:47).
Namun tidak semua kalangan sarjana yang berlatar belakang agama Kristen[4] maupun
Islam[5] yang menyangkal korelasi teori Bing Bang dengan konsepsi penciptaan menurut kitab
suci masing-masing.
Kita tinggalkan kontroversi Teori Bing Bang. Kembali kepada kajian Kejadian 1:1.
Kata bara bermakna menciptakan dari tidak ada menjadi ada. Kata bara merupakan kata kerja
yang khas dan hanya dilakukan oleh Tuhan. Kata bara dipergunakan Tuhan untuk menciptakan
“langit dan bumi” (Kej 1:1), “mahluk-mahluk hidup” (Kej 1:21) dan “manusia” (Kej 1:27).
Untuk manusia, dipergunakan kata kerja asyah. Contoh: “asyiti li gannot upardesim…” (aku
membuat bagiku kebun-kebun dan taman-taman…Pengkht 2:5) Namun Tuhan dapat sekaligus
“menciptakan” (bara) dan “membentuk” (asyah). Contoh: “Anoki asyiti erets we Adam aleyha
barati” (Akulah yang menjadikan bumi dan yang menciptakan manusia di atasnya;…Yes 45:12).
Ini memberikan indikasi bahwa manusia memiliki keterbatasan dan tidak mampu melampui
Tuhan. Manusia dapat membuat apa saja, dari robot super canggih sampai mengkloning hewan.
Namun manusia tidak dapat menciptakan dari tidak ada menjadi ada, baik hewan, tumbuhan dan
apapun.
Kedua, Tuhan menciptakan segala sesuatu. Frasa selengkapnya dari Kejadian 1:1 adalah,
“Bereshit bara Elohim et ha shamayim we et ha arets”. Yang diciptakan oleh Tuhan adalah “ha
shamayim” dan “ha arets”. LAI menerjemahkan dengan “langit dan bumi”. Istilah “ha
shamayim”, secara literal dapat diterjemahkan “langit” (Ul 10:14, Ayb 11:8, Mzm 19:2) namun
dapat juga diterjemahkan “surga” (Mzm 11:4, 2 Raj 2:11, 2 Taw 7:14). Tidak mudah untuk
menetapkan apakah kata “ha shamayim” dalam Kejadian 1:1 harus diterjemahkan “langit” atau
“surga”. Jika diterjemahkan secara literal sebagai “langit” dalam pengertian suatu hamparan
berwarna biru yang ada diatas bumi, maka menimbulkan pertanyaan serius: Apakah Tuhan
hanya menciptakan bentangan berwarna biru yang dinamakan langit dan bumi tempat manusia
dan hewan dan tumbuhan hidup? Jika diterjemahkan “surga”, maka menimbulkan pertanyaan
serius serupa: Bagaimana dengan kata “shamayim” yang muncul pada ayat 8-9, apakah layak
untuk diterjemahkan “surga”, padahal ayat tersebut berbicara mengenai hamparan luas yang
memisahkan air yang berada di atas dan air yang berada di bawah, yang kelak disebut daratan
dan lautan? Maka sebutan “angkasa” dipilih untuk memberikan identifikasi betapa luasnya
angkasa tersebut dan tidak berbatas. Angkasa secara sempit dapat dimakna langit dan secara luas
dapat dimaknai sebagai sebuah tempat keberadaan yang bersifat metafisika, yaitu Surga, tempat
kediaman Tuhan dan mahluk-mahluk surgawi. Kejadian 1:1 sekaligus menjelaskan mengenai
penciptaan dua dunia, yaitu dunia material dan dunia spiritual.
Ketiga, Tuhan menciptakan segala sesuatu selama enam hari. Istilah hari, dalam bahasa Ibrani
adalah yom yang menjadi penanda waktu. Ada beberapa tafsiran tentang arti kata yom. Pertama,
kurun waktu zaman-zaman yang lamanya dapat berjuta-juta tahun. Pandangan ini berusaha
menyesuaikan dengan kolom geologis yang disusun oleh para ahli evolusi, di mana rentang
waktu antara evolusi mahluk yang satu ke mahluk mencapai ratusan juta tahun. Namun teori ini
tidak dapat diterima, karena kolom geologis memulai dengan keberedaan ganggang dan bakteri
sebagai yang awal ada, sementara Kitab Kejadian memulai dengan Terang sebagai yang awal
diciptakan. Kedua, lama waktu dua puluh empat jam. Namun hari-hari dalam penciptaan
bukanlah hari yang lama waktunya selama dua puluh empat jam. Hari yang lama waktunya dua
puluh empat jam, ditandai dengan perputaran matahari, padahal matahari baru diciptakan pada
hari keempat. Ketiga, lama waktu seribu tahun berdasarkan Mzm 90:4-6. Namun jika jujur pada
teks, Mazmur 90:4 hanya menyatakan, “Sebab di mata-Mu seribu tahun sama seperti hari
kemarin,…” (ki elef shanim beeyneka, keyom etmol). Kata ke merupakan “particle preposition”
yang bermakna “seperti”, “bagai”. Jadi ayat ini tidak memberikan perbandingan numerik bahwa
satu hari adalah seribu tahun. Berarti istilah “hari” di sini untuk menandai antara selesainya suatu
fase tertentu yang dilanjutkan fase yang lain yang lama waktunya tidak diketahui. Jeff Hammond
dan Charles Pallaghy memberikan perbandingan istilah dlam penciptaan dengan istilah Ilmiah
sbb:[6][1]
Keempat, dari ciptaan yang tohu wa vohu menjadi ciptaan yang tov meod. Beberapa penafsir
meyakini bahwa ada “rentang waktu” antara Kejadian 1:1 dan Kejadian 1:2. Menurut mereka,
Kejadian 1:1 adalah peristiwa penciptaan yang pertama dan telah selesai. Sementara Kejadian
1:2-31 adalah penciptaan ulang. Alasan mereka adalah pertama, kata kerja hayetahayah.
Kata hayeta bermakna “menjadi”. Sehingga kalimat “wehaarets hayeta tohu wa vohu” diartikan,
“Dan bumi menjadi kosong dan tidak berbentuk”. Ayat ini ditafsirkan bahwa dunia yang sudah
sempurna diciptakan Tuhan “menjadi kosong dan tidak berbentuk”. Padahal Tuhan berfirman
dalam YeshaYah 45:18 sbb: “Sebab beginilah firman Yahweh, yang menciptakan langit, --
Dialah Tuhan -- yang membentuk bumi dan menjadikannya dan yang menegakkannya, -- dan
Dia menciptakannya bukan supaya kosong, (lo tohu veraah) tetapi Ia membentuknya untuk
didiami (lashevet yetsarah)--: "Akulah Yahweh dan tidak ada yang lain”. Jika Tuhan tidak
menciptakan bumi dalam keadaan “tohu wa vohu”, maka keadaan ini pastilah disebabkan oleh
sesuatu peristiwa. Peristiwa inilah yang memunculkan alasan kedua, bahwa penyebab bumi
menjadi “tohu wa vohu” adalah, jatuhnya Lucifer ke dunia (Yes 14:12-15, Yer 4:23-28, Yekhz
28:12-19). Finis Jennings Dake memberikan komentar mengenai kata “tohu wa vohu” sbb:
“The Hebrew phrase tohu wa vohu, waste and empty, describes the chaotic condition of the earth
at that time it was cursed and made flooded because of the sins of Lucifer and the pre Adamites.
It could not refer to the earth as originally created – beatiful, perfect, dry land” [7]merupakan
bentuk lampau dari kata dasar
Demikian pula Jeff Hamond dan Charles Phallaghy memberikan keterangan sbb: “Dia antara
kedua peristiwa yang disebutkan dalam ayat ini, telah terjadi suatu malapetaka yang dahsyat,
yang mempunyai penmgaruh besar sekali terhadap planet bumi kita, - yakni kejatuhan Iblis!
Yesaya 14:12-15; Yeremia 4:23-28 dan Yekhezkiel 28:12-19 dapat kita pelajari dalam kaitannya
terhadap peristiwa itu” [8]
Menyikapi tafsiran di atas, marilah kita melihat secara wajar teks Ibrani dalam Kejadian 1:2.
Kata hayeta, bukan hanya mengindikasikan suatu “perubahan” atau “menjadi”.
Kata hayetahayah yang bermakna “ada”. Sehingga kata hayetaAmerican Standard
Versionmerupakan bentuk perfek dari kata dapat bermakna “suatu keadaan yang sudah terjadi”.
Sehingga pun menerjemahkannya dengan, “And the earth was waste and void;…” (dan bumi
pada waktu itu kosong dan belum berbentuk).
Yang menarik untuk kita perhatikan, jika pada kata "berhenti", dalam Kejadian 2:2 dan kata
"memberkati" serta "menguduskan" dalam Kejadian 2:2 digunakan bentuk kata imperfek
(menunjukkan pekerjaan yang belum diselesaikan, sedang berlangsung), maka kata "berhenti"
dalam Kejadian 2:3 digunakan bentuk "perfek" yang bermakna, "menunjuk pada suatu kejadian
yang sudah dikerjakan,lengkap". Hal ini bermakna bahwa Yahweh Sang Pencipta telah
menyelesaikan pekerjaan penciptaan tersebut dalam perspektif historis. Hari ini Yahweh TIDAK
MENCIPTAKAN APAPUN. Hari ini, Yahweh bertanggung jawab (mengawasi, mengatur,
mengontrol) proses regenerasi (kelahiran) dan bukan kreasi (penciptaan) pada mahluk hidup,
baik manusia, hewan maupun tumbuhan. Pengkajian Kejadian 2:2-3 memberikan petunjuk pada
kita bahwa Sabat bukan semata-mata ibadah yang secara ekslusif dihubungkan dengan
keberadaan orang Yahudi atau Bangsa Israel kuno. Sabat merupakan pola Sang Pencipta yang
ditetapkan sebagai hari peringatan untuk perhentian dan menghormati hari yang diberkati serta
dikuduskan oleh-Nya.
Ada persoalan pelik yang masih menjadi perdebatan di antara para peneliti Kitab Suci. Mengapa
dalam Kejadian 1 tidak ada nama Yahweh sementara dalam Kejadian 2 nama Yahweh muncul?
Beberapa penafsir mengatakan bahwa Kejadian 1 merupakan redaksi yang dikumpulkan oleh
kaum Elohist yang menekankan penggunaan istilah Elohim. Sementara Kejadian 2 merupakan
hasil redaksional yang dikumpulkan oleh kaum Yahwist yang menekankan penggunaan nama
Yahweh. Namun teori ini lemah karena sampai hari ini belum terbukti ada penemuan Kitab Suci
TaNaKh yang hanya menggunakan Elohim saja atau sebaliknya hanya menggunakan nama
Yahweh saja. Dalam hal ini, penggunaan istilah Elohim atau Tuhan dalam proses penciptaan
alam semesta raya, memberikan petunjuk mengenai sifat universalitas dan generalitas terhadap
ciptaan-Nya. Dengan kata lain, penggunaan istilah Elohim dalam Kejadian 1 memberikan
informasi mengenai penciptaan umum. Sementara penggunaan nama Yahweh ketika
dihubungkan dengan penciptaan alam semesta (Kej 2:4) dan penciptaan manusia (Kej 2:7),
hendak memberikan informasi mengenai penciptaan yang bersifat khusus yang dilakukan oleh
Tuhan yang bernama Yahweh, yaitu Tuhan perjanjian yang mengikat perjanjian dengan leluhur
Yishrael yang menuliskan Kitab Kejadian, yaitu Moshe.
Alkitab dan Sains Modern/PV (7-10) – Evaluasi Sains Modern dan Usia Bumi
Posted on May 22, 2019 by vergiove
Earth, Sumber: Google, Reddit
“Pada intinya Alkitab memang tidak secara eksplisit menyatakan durasi periode setiap hari
ataupun durasi total dari penciptaan itu sendiri, kita jangan terlalu cepat mengambil kesimpulan.”
Begitu banyak variasi teori mengenai penciptaan dan usia Bumi seperti yang telah dituliskan
sebelumnya. Namun, tidak berarti hasil multitafsir itu dapat dipakai sesuka hati. Jika kita kaji
lebih dalam lagi, ada beberapa pandangan yang pada akhirnya malah kurang tepat dan
melenceng dari Alkitab. Selain melenceng, bagi orang yang berpihak pada sains jadi memandang
bahwa Kejadian 1 dan 2 menjadi semakin kabur karena belum ada interpretasi yang dapat
menjadi pegangan. Perbedaan dalam tafsiran memang tidak dapat dihindari, tetapi hasil tafsiran
seperti apa yang lebih tepat harus diuji.
Kelompok Old Earth
Sekelompok ilmuwan dan orang Kristen ingin mendamaikan antara sains dan penciptaan, jadi
mereka memercayai bukti-bukti sains mengenai usia Bumi dan alam semesta. Secara singkat
mereka meyakini bahwa kata “hari” di Kejadian 1 tidak secara harafiah 1 hari 24 jam, tetapi
suatu masa yang panjang. Bagi mereka Tuhan telah mewahyukan kebenaran melalui firman
(wahyu khusus) dan bukti-bukti alam (wahyu umum). Jika keduanya diinterpretasikan dengan
benar, hasilnya benar.
Kelompok Young Earth
Bagi kelompok yang memercayai bahwa alam semesta dan Bumi masih berusia ribuan tahun,
bukti-bukti astronomis dan geologis dianggap rentan salah. Misalkan dalam suatu bukti geologi
dari suatu sampel tanah yang diukur usianya menggunakan penanggalan karbon hasilnya akan
kurang akurat bila sampel tersebut berusia lebih dari 5.700 tahun. Terdapat batas akurasi dari
paruh waktu penanggalan karbon. Usia 5.700 tahun ini dianggap terlalu sebentar jadi kurang
akurat. Bagi kaum Young Earth metode penanggalan sekarang harus dipertanyakan validitas dan
akurasinya. Namun, teknologi penanggalan semakin canggih dan argumen kelompok ini
terbantahkan. Demikian pula dalam beberapa bukti astronomis yang dianggap kurang
meyakinkan seperti jarak tahun-cahaya yang dipakai untuk pengukuran dan asal usul alam
semesta. Bagi mereka ukuran tahun cahaya angkanya “terlalu besar” bila dibandingkan dengan
usia alam semesta yang baru puluhan ribu tahun. Kemudian asal usul alam semesta seperti
Teori Big Bang dan sebagainya masih bersifat spekulatif.
Teori Gap
Menurut pandangan ini, ada celah besar antara Kejadian 1:1 dan 1:2, timbul kesan Tuhan
menciptakan lalu menghancurkan dan kemudian menciptakan kembali karena kejatuhan setan.
Pandangan ini memiliki kemiripan dengan teori penciptaan lokal. Mungkin saja Tuhan
menghancurkan dan menciptakan ulang di sekitar daerah Eden (lokal). Namun, karena teori
sebelumnya memiliki kekurangan yang kritis sehingga teori gap ini juga berpotensi memiliki
kekurangan yang sama. Pendapat kreasi dan re-kreasi ini tampaknya tidak mungkin terjadi di
dalam satu bagian yang sama (penciptaan) karena Alkitab benar-benar menyatakan penciptaan
sebagai sesuatu yang utuh. Restorasi memiliki bagiannya tersendiri.
Teori Intermittent Day
Kemudian pada teori selanjutnya, celah yang ada bukan terjadi sebelum penciptaan, tetapi di
antara setiap hari pada hari-hari penciptaan. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa
ada anggapan setelah hari Senin terjadi penciptaan terang dan gelap, mungkin saja pemisahan air
yang di atas dan di bawah bukan di hari Selasa, tetapi Rabu tahun depan. Memang benar bahwa
Kejadian 1 tidak secara eksplisit menyatakan penciptaan dilakukan secara beruntut misalnya dari
hari Senin sampai dengan Sabtu. Namun, apa yang dilihat oleh bangsa Israel secara eksplisit
dihbungkan dengan Keluaran 20:8-11 bahwa penciptaan enam hari menjadi model durasi bekerja
selama enam hari. Inilah yang menjadi salah satu kesulitan untuk menerima pandangan semacam
ini. Lagipula teori ini juga mengatakan bahwa Tuhan menciptakan pada sela-sela waktu tersebut.
Jadi, bangsa Israel harusnya kerja pada siang hari atau pada waktu apa tidak dapat ditentukan
jika mengikuti teori ini. Dengan demikian teori ini dapat dianggap cacat.
Teori Analogi
Kita tahu bahwa pandangan ini menyatakan pola enam hari penciptaan dan satu hari istirahat
oleh Tuhan adalah suatu pola yang harus diikuti manusia. Jadi penciptaan dan hari Sabat adalah
suatu pola kerja dan istirahat yang dilakukan oleh Tuhan dan diikuti oleh manusia. Akan tetapi,
meskipun Tuhan beristirahat, tidak berarti Tuhan setelah menciptakan lalu pergi karena pada
Ibrani 1:3 dikatakan Pribadi Allah Tritunggal kedua menyokong dunia ciptaan. Tuhan Allah
masih memerintah dan mengatur dunia ciptaan-Nya. Jadi arti dari “istirahat” pada Kejadian 2:2
berarti beristirahat, berhenti dari kegiatan mencipta, aksi tersebut telah selesai. Pola inilah yang
menjadi hubungan yang dikaikan pada Keluaran 20:8 – 11. Akan tetapi, periode Tuhan mencipta
tepat enam hari yang ketika satu harinya adalah 24 jam belum tentu karena kata hari yang
digunakan dalam bahasa Ibrani bermakna suatu masa yang panjang. Penciptaan telah mutlak
selesai, tetapi pekerjaan manusia belum selesai sampai pada waktunya konsumasi. Ada
aspek already dan not yet antara Tuhan dan manusia. Tuhan benar-benar selesai mencipta dan
istirahat pada hari ketujuh tidak diketahui seberapa panjang. Jadi pada intinya pola di Kejadian
hanyalah “analogi” dan bukan “homologi” enam hari 24 jam.
Kemudian perlu diingat bahwa Alkitab tidak terlalu beriorientasi pada waktu seperti kita
sekarang yang menuntut “Give me the numbers.” Alkitab dinyatakan dengan konteks universal
untuk seluruh kalangan. Tujuannya hanyalah memberikan sense of time, bukan what time it is.
Pada akhirnya kita harus kembali ke kodrat kita sebagai ciptaan dan bukan Tuhan Allah yang
adalah Pencipta. Kita harus menahan diri dari keinginan berlebih untuk terlalu menginginkan
pengertian mengenai durasi penciptaan dan sebagainya. Ingat Alkitab tidak hanya fokus pada
penciptaan, masih ada tema-tema besar lainnya yang menyatakan kebesaran dan cinta kasih
Tuhan.
Teori Framework
Pandangan ini termasuk sejenis dengan pandangan analogi karena melihat urutan hari penciptaan
tidak dari sudut pandang harafiah. Namun, perbedaannya adalah teori ini menyatakan keenam
hari penciptaan sebagai tema, bukan analogi pola Tuhan dan manusia bekerja. Jadi Kejadian 1
dikisahkan bukan secara kronologis, tetapi pengelompokan secara struktural. Akan tetapi,
penulis lebih menyetujui pandangan sebelumnya karena ada pola yang dapat ditiru oleh manusia.
Allah menjadi teladan manusia.
Kesimpulan
Teori-teori dihasilkan dengan cara eksegesis yang dapat dipertanggungjawabkan. Namun, tidak
semua teori ini dapat kita pegang karena ada yang yang memiliki kelemahan yang fatal.
Perubahan sudut pandang dapat mengubah teori yang satu menjadi teori yang lainnya. Teori satu
hari satu masa meyakini bahwa hari yang dimaksud adalah suatu masa yang sangat panjang,
durasinya tidak diketahui. Jika kata hari yang sama dianggap sebagai analogi hari Tuhan bekerja
maka teori ini berubah menjadi teori analogis. Ketika teori satu hari 24 jam mengurusi masalah
durasi penciptaan, maka pandangan ini akan berubah menjadi teori penciptaan dewasa. Ketika
teori framework mengurusi urusan kronologi, maka teori ini juga berubah menjadi teori analogis.
Pada intinya Alkitab memang tidak secara eksplisit menyatakan durasi periode setiap hari
ataupun durasi total dari penciptaan itu sendiri, kita jangan terlalu cepat mengambil kesimpulan.
EVOLUSI TEISTIK
Kalau Anda seorang Kristen yang saleh dan kebetulan berprofesi sebagai guru fisika di sekolah
negeri atau sekolah umum, bagaimana Anda hendak mengajar tentang penciptaan? Apakah Anda
akan menggunakan konsep ilmu pengetahuan standar atau konsep alkitabiah? Untuk
mengajarkannya menurut doktrin Alkitab pasti Anda akan dipersalahkan dan ditegur bahkan
kemungkinan bakal terkena skors, sedangkan untuk mengajarkannya berdasarkan teori standar
dari buku pelajaran akan menimbulkan rasa tidak nyaman terhadap hati nurani.
Banyak orang berpendapat bahwa untuk menghindari konflik ini maka pengajaran tentang
penciptaan harus menggunakan pendekatan ganda, yaitu dari sudut pandang ilmu pengetahuan
dan sudut pandang Kitab Suci secara terpisah. Barangkali itu dapat dianggap sebagai gagasan
yang arif. Tapi tampaknya, bagi sebagian orang, kontroversi ini —antara penciptaan alkitabiah
bahwa Allah menciptakan “langit dan bumi” dalam enam hari dan penciptaan evolusioner
dengan teori “Big Bang”—sudah menemukan solusi dalam apa yang disebut ajaran evolusi
teistik. Dengan kata lain, doktrin evolusi teistik dianggap sebagai titik temu (middle ground) dari
dua konsep penciptaan yang berlawanan tersebut.
Dalam menjelaskan tentang penciptaan, ada perbedaan antara “rumus ateis” dengan “rumus
evolusi teistik.”
Rumus ateis adalah: Penciptaan=Materi+Faktor-faktor Evolusi+Waktu yang sangat lama.
Rumus evolusi teistik: Penciptaan=Materi+Faktor-faktor Evolusi+Waktu yang sangat
lama+Tuhan.
Berdasarkan konsep evolusi teistik, Allah memang adalah Pencipta yang telah merancang alam
semesta ini, namun bukan dengan cara berfirman dan juga bukan dalam waktu enam hari harfiah
seperti tertulis dalam Alkitab. Tetapi Allah hanya menetapkan desain umum dan hukum alam,
kemudian membiarkan alam itu berkembang secara bertahap dan lamban selama waktu yang
diperlukan hingga akhirnya sampai pada keadaannya sekarang. Dengan demikian kisah
penciptaan yang tertulis dalam kitab Kejadian itu, menurut pandangan evolusi teistik, harus
dimaknai secara metaforal atau kiasan.
Evolusi teistik juga bersifat total, dalam arti semua bagian dan segmen di alam semesta ini
berkembang secara evolusioner atau berlangsung tahap demi tahap dengan sangat lambat.
Termasuk evolusi astronomis (pembentukan galaksi dan sistem tata surya), evolusi geologis
(pembentukan Bumi), evolusi biologis (perkembangan kehidupan), dan lain-lainnya. Jadi, Allah
hanya berperan di bagian awal saja dan tidak menentukan secara detil apa yang akan terjadi
selanjutnya, tapi membiarkan kepada alam itu sendiri yang menentukan apa yang akan muncul di
kemudian hari.
Ini adalah tema umum di kalangan mereka yang mendukung berbagai bentuk evolusi teistik.
Namun, gagasan demikian tidak sesuai dengan Kitab Suci atau dengan pemahaman kita tentang
Penciptaan. Alam semesta tidak memiliki kehendak yang melekat pada dirinya sendiri.
Penciptaan bukanlah sebuah entitas yang terpisah dari Allah, tapi sebaliknya adalah gelanggang
yang Allah pilih di mana Dia dapat menyatakan kasih-Nya kepada makhluk-makhluk yang telah
Dia ciptakan itu.
Suatu kali para mahasiswa datang kepada Albert Einstein dan berkata kepadanya bahwa mereka
cenderung berpendapat bahwa Allah itu tidak ada. Sang profesor bertanya kepada mereka,
“Sebagai satu kelas, berapa persen dari seluruh pengetahuan di dunia ini yang telah kalian miliki
secara kolektif.” Para mahasiswa itu kemudian berembug sejenak lalu menjawab bahwa mereka
yakin telah menguasai 5% dari semua pengetahuan yang ada. Einstein menganggap bahwa angka
yang disebutkan itu terlalu boros, tapi dia berkata kepada mereka: “Apakah ada kemungkinan
kalau Allah itu ada dalam 95% pengetahuan yang kalian tidak tahu?” Kita manusia seringkali
terlalu percaya diri dengan pengetahuan yang kita miliki, seolah-olah kita sudah tahu segalanya,
lalu dengan yakin membuat sesuatu kesimpulan berdasarkan pengetahuan yang sebenarnya
masih terlalu sedikit itu.
AWAL PENCIPTAAN (Tidak Berbentuk dan Kosong)
Alkitab menyatakan, pada waktu baru diciptakan Bumi kita ini “belum berbentuk dan kosong”
(Kejadian 1:2). Dalam bahasa asli Perjanjian Lama anak kalimat ini tertulis תֹ֙ה ו ָ֔ב ֹהּו
ּ֙ו, ṯōhūwāḇōhū. Entah mengapa kata ini—tohu wabohu —telah diangkat oleh sebuah kelompok
band beraliran cadas (rock) bernama “KMFDM” dari kota Seattle, Washington, AS sebagai judul
sebuah lagu dan sekaligus menjadi tajuk dari album mereka yang dirilis tahun 2007; istilah yang
sama juga digunakan sebagai judul film seri yang ditayangkan di sebuah stasiun TV Austria.
Mungkin lagu itu sebagai “protes sosial” terhadap keadaan dunia sekarang ini yang tidak
menentu, dan sebagai judul film itu menggambarkan perilaku manusia yang semrawut. Pada
awal penciptaannya kondisi fisik bumi ini yang kacau, dan menjelang akhir riwayatnya keadaan
penghuni bumi ini yang kacau pula.
Frase tohu wabohu yang berasal dari bahasa Ibrani ini, sebagaimana terdapat pada permulaan
ayat tersebut di atas, kemudian diserap ke dalam beberapa bahasa dunia antara lain bahasa
Prancis dan Jerman sebagai ungkapan yang berarti “keadaan kacau balau.” Alkitab bahasa Jawa
menerjemahkan bagian pertama dari ayat tersebut, “bumi kaanané isih ora karu-karuwan, tur sepi
banget” (keadaan bumi masih tidak karuan, dan sepi sekali) —Purwaning Dumadi 1:2.
Versi bahasa Sunda berbunyi, “harita bumi teh teu puguh wangunna, kaayaanana kacida matak
geueumanana” (waktu itu bumi tidak jelas bentuknya, keadaannya sangat menimbulkan
keangkeran) —Kejadian 1:2. Demikianlah kondisi fisik dari planet kita ini di awal penciptaan —
kacau balau, tidak karuan, tak berbentuk bahkan menakutkan. Tentu saja dalam keadaan seperti
itu Bumi belum layak untuk menjadi tempat tinggal makhluk hidup apapun.
Ayat-ayat selanjutnya menerangkan bagaimana Allah pertama kali membentuk dunia menjadi
sebuah tempat yang dapat dihuni dan kemudian mengisinya dengan makhluk-makhluk hidup.
Ayat tersebut tidak memberitahukan kepada kita kapan tepatnya bebatuan dan air di bumi terjadi,
hanya bahwa dunia belum sesuai untuk kehidupan. Dunia ini menjadi cocok bagi makhluk-
makhluk hidup hanya karena Allah bertindak untuk membuatnya demikian.
Enam hari penciptaan menurut Alkitab; setiap kali Tuhan menyelesaikan 1 hari penciptaan, Ia
selalu mengakhiri dengan firman “jadilah petang dan pagi”. (Sumber gambar: goodsalt.com).
“Gap theory (teori kesenjangan).” Untuk apa Allah menciptakan Bumi? Kita menemukan
jawaban atas pertanyaan penting ini dalam tulisan nabi Yesaya, “Sebab beginilah firman
TUHAN, yang menciptakan langit —Dialah Allah —yang membentuk bumi dan menjadikannya
dan yang menegakkannya, dan Ia menciptakannya bukan supaya kosong, tetapi Ia
membentuknya untuk didiami…” (Yesaya 45:18). Kata Ibrani yang diterjemahkan
dengan “kosong” dalam ayat ini sama dengan kata yang digunakan dalam Kejadian 1:2,
yaitu ֙תֹ֙הּו, ṯōhū. Atas dasar perbandingan kedua ayat ini—Kejadian 1:2 dan Yesaya 45:18—
muncul spekulasi yang salah bahwa periode tohu wabohu (bumi yang kacau dan kosong) ini
adalah waktu terjadinya proses evolusi sebagaimana yang dimaksudkan oleh ilmu pengetahuan
standar, suatu masa yang kemungkinan berlangsung selama milyaran tahun itu.
Berdasarkan spekulasi tersebut lahirlah apa yang disebut “gap theory” (= teori
kesenjangan), sebuah teori yang dianggap dapat menjembatani doktrin penciptaan alkitabiah
dengan konsep penciptaan menurut ilmu pengetahuan standar. Menurut teori ini, ada suatu “masa
kesenjangan” antara ayat 2 dan ayat 3 dari Kejadian pasal 1, yaitu waktu antara Bumi yang sudah
ada tapi masih kacau balau dengan waktu ketika Allah memulai minggu penciptaan itu. Lebih
jauh lagi teori ini menyebutkan bahwa masa kesenjangan tersebut adalah masa ketika Setan
masih menguasai bumi ini dan menghancurluluhkannya, sebelum Allah kemudian bertindak
untuk melaksanakan maksud-Nya agar bumi ini tidak dibiarkan kacau dan tetap kosong tetapi
siap untuk dihuni makhluk-makhluk hidup yang direncanakan-Nya. Dengan kata lain, proses
selanjutnya yang dimulai dari Kejadian 1:3 dan seterusnya itu adalah recreation (penciptaan
kembali) oleh Allah.
“Teori kesenjangan” yang bukan hanya salah dan tidak Alkitabiah, namun juga terkesan sangat
dipaksakan itu pertama kali dicetuskan oleh Thomas Chalmers (1780-1847), seorang teolog
Skotlandia cukup terkenal dan juga guru besar pada Universitas Edinburgh, yang
memperkenalkannya melalui ceramah-ceramahnya dalam tahun 1814. Tampaknya dia sangat
dipengaruhi oleh pendapat-pendapat dari Simon Bischop (1583-1643), seorang teolog Belanda
yang juga populer dengan nama Simon Episcopius (nama Latinnya). Prof. Chalmers terkenal
sebagai salah seorang penulis dari seri buku Bridgewater Treatises (8 jilid) yang membahas
tentang hubungan antara ilmu pengetahuan alam dengan ajaran Alkitab mengenai
penciptaan. “Gap Theory” (sering juga disebut Gap creationism) besutannya itu mendapat
dukungan dari rekan-rekannya sesama ilmuwan seperti William Buckland, Charles Bell, William
Kirby yang turut menyusun seri buku tersebut, dan juga sejumlah pakar lainnya. Penulis terkini
yang turut mempopulerkan gagasan “second creative act” (tindakan penciptaan kedua) ini adalah
G.H. Pember dengan bukunya Earth’s Earliest Ages (Abad-abad Paling Dini dari Bumi) terbitan
New York, 1900 yang mengalami cetak ulang sampai edisi ke-15 tahun 1942, dan Arthur C.
Custance lewat bukunya berjudul Without Form and Void (Tanpa Bentuk dan Kosong) terbitan
Brookville, Canada, 1970.
Ketika bumi pertama kali dihadirkan, itu belum cocok untuk kehidupan. Alkitab tidak
mengatakan apa pun tentang periode waktu antara penciptaan mula-mula dari bebatuan dan air
dengan penciptaan lingkungan dan makhluk-makhluk ciptaan. Beberapa ahli berpikir bahwa itu
mungkin hanya sekejap; yang lainnya berpikir bahwa itu bisa saja setelah jangka waktu yang
lama (suatu spekulasi yang tidak Alkitabiah tentunya).
Namun mari kita perhatikan apa yang pena inspirasi tuliskan supaya kita tidak terjebak dalam
spekulasi-spekulasi salah dari “Gap Theori (Teori Kesenjangan)” itu: “Dalam membentuk dunia
kita ini Allah tidak berhutang budi pada zat dan materi yang sudah ada sebelumnya. Oleh karena
‘apa yang kita lihat telah terjadi dari apa yang tidak dapat kita lihat.’ Ibrani 11:3. Sebaliknya,
segala hal, materi atau pun rohani, terdiri di hadapan Tuhan saat mendengar suara-Nya dan
diciptakan untuk maksud-Nya sendiri. Langit dan semua tentaranya, bumi dan segala sesuatu
yang ada di dalamnya, bukan saja hasil pekerjaan tangan-Nya, semua itu diadakan oleh nafas
mulut-Nya” (Selected Messages, jld. 3, hlm. 312).
Apa yang kita pelajari tentang keadaan Bumi pada awal penciptaan?
Dari semula Allah telah merencanakan untuk menciptakan planet ini untuk kita tempati, dan
untuk itu Dia lebih dulu menyiapkannya agar layak dihuni. Bumi ini dalam keadaan “kacau
balau dan kosong” sebelum Allah membentuknya untuk menjadi habitat manusia dan makhluk-
makhluk ciptaan lainnya.
Manusia berusaha untuk memahami proses penciptaan ini, tetapi dengan kemampuan berpikir
yang telah jauh merosot akibat dosa kita tidak sanggup untuk menguak rahasia penciptaan
berdasarkan logika. Jika kita memaksakannya maka yang muncul adalah teori-teori spekulatif
yang semakin membingungkan saja.
Penciptaan yang disebutkan dalam Alkitab hanya bisa dan harus diterima oleh iman, bukan untuk
dipahami dengan akal. Kemahakuasaan Allah yang tidak terikat pada hukum alam dan logika
manusia itu terlalu tinggi untuk dapat dijangkau oleh pikiran manusia yang tunduk pada hukum
alam dan dikendalikan oleh logika berpikir.
Terang yang Allah hadirkan di hari pertama penciptaan adalah terang hakiki yang berasal dari
Diri-Nya sendiri, dan terang itu kemudian dipisahkan dari kegelapan. Hanya terang yang
bersumber dari Allah dapat menembus kegelapan hakiki.
Dengan menghadirkan dan memisahkan antara terang dan gelap itu Allah menciptakan waktu,
satu periode yang dinamai-Nya “hari.” Jadi, Allah bukan saja menciptakan ruang yang bernama
“langit dan bumi” tapi Dia juga menciptakan waktu, dan sebagai Pencipta ruang dan waktu Allah
tidak dibatasi oleh kedua hal tersebut.
Terang adalah bagian dari jati diri Allah, dan terang Allah ini berkuasa bukan saja untuk
menerangi lingkungan tapi juga menerangi ruang-ruang di dalam hati dan pikiran manusia.
Tuhan adalah terang dunia, dalam pengertian fisik maupun rohani.
Alkitab dan Sains Modern/PV (5) – Permasalahan Kejadian 1 dan Sains
Posted on May 18, 2019 by vergiove
Worldview Evolusi Naturalisme
Pikiran, tindakan, dan respons seseorang dipengaruhi oleh cara pandang mereka terhadap realitas
ini. Cara pandang atau worldview tersebut menjadi presuposisi dasar orang tersebut memahami
sekitarnya. Salah satu cara pandang yang terdapat pada sebagian besar orang sekarang adalah
evolusi naturalisme. Pada dasarnya worldview ini adalah pengembangan dari teori evolusi
biologis hingga menjadi suatu perspektif untuk memahami pertanyaan-pertanyaan besar
mengenai makna dan tujuan. Empat jawaban yang akan dijawab adalah:
Siapa yang memerintah? Allah tidak ada dan tidak relevan.
Asal usul manusia? Hasil evolusi yang tidak bertujuan, intinya manusia hanyalah satu spesies
yang sadar ada dalam suatu proses yang masih berlanjut, terus ya sudah.
Setelah mati ada apa? Tidak ada, manusia terdekomposisi dalam tanah dan kembali ke unsur-
unsur penyusunnya. Pada akhirnya, peningkatan entropi dan penurunan energi yang ada untuk
melakukan kerja menyebabkan kepunahan berbagai bentuk kehidupan.
Alasan manusia di sini? Sebenarnya tidak ada alasan spesifik karena hanya melanjutkan proses
tersebut. Manusia hanyalah bagian kecil yang tidak signifikan dalam alam semesta.
Cara pandang ini terus berkembang sampai pada tingkat menjadi asumsi dan komitmen religius.
Apa yang dimaksud dengan asumsi religius adalah mereka mengasumsikan eksistensi dan sifat
Allah. Sesuatu yang religius pasti berhubungan dengan ketuhanan. Ketika suatu asumsi mulai
menyinggung ketuhanan maka asumsi tersebut dapat dikatakan sebagai asumsi religius. Apa
yang mereka asumsikan adalah negasi dari eksistensi Allah beserta sifat Allah. Negasi dari
eksistensi Allah tentu masih berkaitan dengan perihal ketuhanan dan akhirnya asumsi ini menjadi
suatu asumsi relgius.
Berbicara mengenai evolusi, terdapat dua istilah yang harus dengan cermat dipahami, yaitu
mikroevolusi dan makroevolusi. Mikroevolusi mendeskripsikan mengenai perubahan yang dapat
diamati dari suatu genus atau spesies makhluk hidup ketika makhluk tersebut bereproduksi
sampai pada generasi tertentu. Perubahan tersebut dapat dimengerti juga sebagai respons
terhadap tekanan atau perubahan lingkungan di sekitar mereka. Secara sederhana, kita dapat
menyebut evolusi ini sebagai adaptasi. Untuk makroevolusi, sebuah hipotesis mengenai
perubahan suatu spesies ke spesies lainnya karena akumulasi mikroevolusi selama beberapa
generasi dalam jangka waktu yang cukup lama. Semakin lama, orang meyakini bahwa
makroevolusi tidak memiliki tujuan jangka panjang dan tidak dipengaruhi oleh intelektual dari
sesuatu.
Nah, untuk worldview evolusi naturalisme sendiri adalah cara pandang yang meyakini bahwa
terjadi evolusi makhluk hidup apabila kemungkinannya memenuhi hukum kimia dan fisika.
Dengan paham ini dipercaya suatu hipotesis tentang makhluk hidup pertama ada karena terjadi
banyak tahap-tahap pembentukan yang memenuhi hukum kimia dan fisika. Tahap ini terjadi dari
reaksi pembentukan senyawa organik, organel, hingga satu unit sel, dan seterusnya sampai
terbentuk suatu makhluk hidup. Tentu saja ini adalah suatu cara pandang yang materialistis
karena hanya melihat eksistensi sesuatu hanya berasal dari faktor natural, alias tidak ada
hubungannya dengan sesuatu yang supranatural.
Sebenarnya bukan karena faktor “perlu banget suatu alasan supranatural untuk menjelaskan
tujuan dan makna eksistensi manusia” sebagai alasan utama. Namun, jika kita renungkan baik-
baik, pertanyaan-pertanyaan eksistensial itu bertanya bukan apa yang terbatas secara material.
Tujuan dan makna bukanlah sesuatu yang materialistis, tetapi eksistensial. Berbicara mengenai
keberadaan, berarti pertanyaan-pertanyaan tersebut menuju pada sesuatu yang lebih besar
daripada material maksudnya mencakup lebih dari sekadar hal materialistis. Pertanyaan-
pertanyaan ini menyangkut mengenai realita dari sesuatu yang sadar akan eksistensinya tersebut.
Realita tentu saja menyangkut hal berupa material dan nonmateri. Ide-ide seperti ketuhanan,
moralitas, estetika, dan kehendak bebas adalah salah satu perwujudan hal-hal nonmateri.
Pandangan evolusi naturalisme tentu saja tidak dapat menjelaskan hal-hal seperti ini.
Hal-hal yang konseptual seperti itu saja pasti lebih dari hal materialistis. Apakah ketuhanan juga
termasuk? Tentu saja, tetapi apakah hal-hal tersebut hanya merupakan produk konstruksi pikiran
manusia? Apakah ketuhanan adalah konsep dengan embel-embel “lebih dari kemampuan nalar
manusia, superior dari manusia” untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan sulit ini? Sampai pada
akhirnya ke pertanyaan final mengapa manusia memiliki pertanyaan akan eksistensinya sendiri
dan mengapa terbesit mengenai konsep ketuhanan akan dibahas pada artikel lainnya.
Beberapa Pandangan Mengenai Usia Bumi
Usia Bumi menjadi suatu pembahasan yang kontroversial karena sekilas apa yang dikatakan
Alkitab dan penemuan sains berbeda jauh. Walaupun ilmu pengetahuan telah berkembang pesat,
tetapi tidak dengan perkembangan antara hubungan Alkitab dan sains. Terdapat beberapa jenis
pandangan yang bervariasi mengenai usia Bumi:
1 Hari 24 Jam
Pandangan ini adalah hasil interpretasi literal terhadap Kejadian 1, tetapi masih membutuhkan
penjelasan ilmiah agar dapat berkorelasi dengan sains modern. Jadi satu hari penciptaan, benar-
benar 24 jam sebagaimana satu hari yang kita rasakan sekarang.
Geologi Banjir
Strata tanah yang ada sekarang adalah hasil dari banjir pada era Nuh. Seluruh data yang ada telah
dipengaruhi oleh air bah, sehingga informasi dan penanggalan yang diperoleh oleh sains modern
salah.
Teori Religius Saja
Penciptaan adalah urusan religius, tidak ada hubungannya dengan sains. Interpretasi ini bisa
terjadi karena orang salah memandang tujuan dari Alkitab. Mereka mengira bahwa Alkitab
adalah buku sains, padahal bukan.
Teori Gap
Kejadian 1:1 menyatakan penciptaan seperti biasa, tetapi pada ayat 2 terjadi kekacauan, ayat 3
dan seterusnya menyatakan penciptaan ulang. Antara ayat 1 dan 2 terdapat suatu masa gap.
1 Hari 1 Masa
Kata “hari” di Kejadian tidak literal satu hari 24 jam, tetapi lebih kepada suatu periode atau masa
yang durasinya cukup lama, tidak diketahui. Bisa saja berusia jutaan sampai miliaran tahun.
Teori Intermittent Day
Setiap hari penciptaan dinyatakan tetap satu hari 24 jam. Namun, terdapat gap dalam durasi
waktu yang lama di antara setiap hari penciptaan. Jadi mungkin hari 1 adalah hari Senin, tetapi
hari 2 bukanlah Selasa besoknya melainkan bisa saja hari Kamis tahun depannya, dst.
Teori Hari Pewahyuan
Pandangan ini mengatakan bahwa hari-hari yang dimaksud adalah deretan hari ketika Allah
mewahyukan Kejadian 1 kepada Musa. Maksudnya misalkan hari 1 diwahyukan pada hari Rabu,
hari 2 diwahyukan besoknya, hari 3 dan seterusnya juga demikian.
Teori Kerangka Kerja
“Hari” hanyalah menjadi tema penciptaan eksistensi tertentu, bukan merupakan durasi atau
urutan. Jadi Hari 6 adalah tema untuk penciptaan manusia dan hewan darat lainnya. Jadi temanya
adalah “Hari 6”, tetapi isinya adalah penciptaan manusia dan hewan darat.
Teori Analogi
Pandangan ini menyatakan bahwa penciptaan adalah pola waktu kerja yang disediakan Allah
untuk diikuti manusia. Enam hari penciptaan dianalogikan sebagai Allah bekerja, lalu hari
ketujuh adalah hari istirahat. Demikian manusia juga bekerja selama enam hari dan beristirahat
selama satu hari.
Jadi, dapat dilihat bahwa interpretasi terhadap Kejadian 1 cukup banyak variasinya. Untuk
memahami mana yang lebih mendekati maksud Alkitab, perlu dilakukan pembelajaran yang
lebih mendalam.
ada mulanya Allah menciptakan langit dan Bumi…”
Penciptaan adalah tema kontroversial yang terus-menerus dipertentangkan dengan sains.
Kejadian 1 dianggap hanyalah mitos layaknya mitos dari epik hasil budaya-budaya Timur
Tengah. Para pembaca dan kritikus sebenarnya belum memahami betul apa yang dimaksud oleh
penulis Kejadian. Banyak dari mereka yang mengabaikan konteks sejarah ataupun bahasa yang
digunakan oleh penulis. Alhasil berbagai kritik dan interpretasi dihasilkan secara eisegese keluar
dari konteks sebenarnya. Demikian pula orang yang mempertentangkan penciptaan dengan sains.
Pendekatan yang mereka gunakan tidak tepat dan sekali lagi sering keluar dari konteks.
Allah yang Esa
Kejadian 1:1 dengan jelas menyatakan bahwa hanya ada satu Allah Pencipta, Ia tidak memiliki
saingan atau kompetisi dari ilah-ilah lain. Banyak orang Kristen yang membaca bagian ini
hanya take it for granted tentang keesaan Allah. Padahal ini menjadi salah satu pembeda
kekristenan dari agama yang lain. Ini yang menjadi pembeda Allah Israel dengan allah bangsa-
bangsa lain, yaitu trinitas dan politeisme (walaupun Kejadian 1 tidak terlalu eksplisit tentang
Allah Tritunggal). Ini adalah sebuah ajaran radikal yang dinyatakan sejak awal bahwa Allah
Alkitab berbeda dari ilah kepercayaan lain.
Kejadian 1 dan 2 tujuannya bukanlah untuk dikomunikasikan dalam koridor ilmiah, tetapi dalam
koridor orang awam, apa adanya.”
Kita sebagai manusia yang telah berdosa, seluruh aspek kemanusiaan kita telah mengalami
distorsi oleh dosa. Begitu juga yang terjadi dengan pikiran kita. Ketika kita menerima suatu
informasi, hasil interpretasi kia tehadap informasi tersebut bisa salah. Informasi ini dapat berasal
dari Alkitab ataupun sains. Alkitab selalu benar, tetapi interpretasi kita terhadap firman Tuhan
bisa salah. Sains adalah hasil interpretasi kita terhadap fenomena alam dan sebagainya sehingga
sains yang adalah hasil interpretasi tersebut bisa saja salah. Bagaimana dengan Kejadian 1 yang
menurut Alkitab bahwa Allah menciptakan langit dan Bumi selama enam hari sedangkan
menurut sains asal usul alam semesta ini berawal dari Big Bang dan usianya sudah miliaran
tahun? Jadi di sini yang bisa salah adalah antara karena rasio manusia yang menginterpretasi
Kejadian 1 atau rasio manusia menginterpretasi fenomena alam dan hasil interpretasinya yang
kita sebut sebagai sains. Kemungkinannya hanya dua itu.
Namun, orang akan menganggap ini tidak adil karena sains yang menurut mereka terbukti secara
empiris disebut bisa salah sedangkan Alkitab yang adalah tulisan banyak orang dengan standar
pengetahuannya tidak diketahui, tetapi disebut tidak bisa salah. Tentu saja dibutuhkan
pemahaman yang lebih dalam dan kerendahan hati untuk dapat mengerti hal ini karena bahkan
interpretasi kita sendiri terhadap Alkitab bisa salah. Orang yang sombong akan mentah-mentah
menolak otoritas, infalibilitas, dan ineransi Alkitab dan langsung mengimplikasikan bahwa
interpretasi terhadap Alkitab tidak usah dipercaya karena bisa salah. “Karena interpretasi lu
sekarang bisa salah dan gw tidak tahu itu benar atau salah, mending gw gak usah dengar kan bisa
salah juga.” Mereka pada umumnya yang menolak akan berpikir seperti itu. Padahal peluang
salah interpretasi akan semakin kecil bila kita mendalami Kejadian 1 dengan saksama dan hati-
hati. Akan tetapi, yang terutama adalah kedua pihak sama-sama rendah hati untuk pelan-pelan
memahami kebenaran.
Mitos Penciptaan?
Sejak awal, sebagian orang yang skeptis menolak penciptaan sebagai suatu fakta sehingga
mereka yakin bahwa penciptaan hanyalah mitos. Pada umumnya penciptaan dianggap sebagai
mitos karena durasi penciptaan, kurang cocok dengan bukti sains khususnya astronomi dan
biologi evolusi, imajinasi penulis, kontruksi pikiran masyarakat yang belum memahami sains,
dan eksistensi Allah. Kata mitos digunakan untuk suatu narasi yang dianggap tidak nyata, simbol
religius, dan berkaitan dengan ilah-ilah atau manusia super. Mitos ada agar masyarakat mampu
memahami fenomena nyata di sekitar mereka. Mereka menciptakan suatu narasi yang dianggap
sebagai suatu kisah yang dapat dipercaya sebagai asal usul mereka.
Di antara orang-orang yang percaya dengan kisah tersebut tetap terdapat sebagai orang skeptis
yang mengkritisinya. Kebenarannya dipertanyakan dan eksistensi being yang terdapat di narasi
tersebut juga dipertanyakan. Hal yang sama terjadi pada Alkitab, bukan hanya pada mitos-mitos
dari peradaban Timur Tengah. Alkitab disamakan dengan narasi-narasi tersebut karena terdapat
juga super being dan berbagai fenomena yang dianggap kurang ilmiah. Salah satu yang membuat
skeptis adalah peristiwa supranatural diragukan dapat diproduksi kembali dan dibuktikan secara
ilmiah. Kejadian 1 lekat dengan asumsi seperti ini. Pembahasan pada bagian ini tidak akan lagi
diarahkan ke ada tidaknya Tuhan. Namun, dengan jelas akan dinyatakan di antara narasi-narasi
tersebut pasti terdapat yang asli dan palsu. Orang yang sejak awal sudah skeptis pasti
menganggap keseluruhan narasi ini adalah mitos, tidak ada yang asli atau palsu, semuanya palsu.
Merujuk ke Roma 1, kita tahu bahwa konsep ketuhanan sudah diletakkan Tuhan dalam rasio
manusia. Namun, dosa membuat distorsi pemahaman tersebut dan akhirnya manusia membuat
ilah-ilah selain Tuhan yang sejati bagi diri mereka sendiri. Termasuk kisah penciptaan, ada yang
dibuat dengan menggunakan ilah palsu.
Ledakan supernova biasanya di definisikan sebagai peristiwa yang mungkin terjadi, yang tidak
bisa diprediksi. Sesuatu yang tidak stabil yang seharusnya dibangun dalam “inti” kumpulan
energi yang orisinil, yang kemudian diterbangkan keluar semesta. Namun, Kitab injil
menetapkan peristiwa orisinil seperti ini. Satu pendapat teori ledakan supernova yang
dimodifikasi mengatakan bahwa ketika ledakan terjadi, itu sudah diarahkan oleh Allah. Ini
disebut evolusi theis dan merupakan sebuah usaha mengkompromikan Alkitab dengan teori-teori
perevolusian. Hal ini ditolak oleh mereka yang percaya akan pencipta karena hal ini bertentangan
dengan urutan penciptaan yang dijabarkan dalam kitab Kejadian. Grafik berikut ini
memperbedakan beberapa ketidaksesuaian kronologis diantara penciptaan dalam Alkitab dan
teori ledakan supernova.
Kitab Injil Ledakan Supernova
Semua elemen dibuat bersama Elemen-elemen yang melebihi
hidrogen dan helium yang
dibentuk setelah berjuta-juta
tahun
Bumi dibentuk sebelum Bumi dibentuk lama setelah
bintang-bintang bintang-bintang
Tanaman dibentuk sebelum Tanaman berevolusi setelah
matahari matahari
Burung-burung diciptakan Burung-burung berevolusi
sebelum reptil, mamalia dari reptil
Matahari dibentuk pada hari Matahari dibentuk setelah
ke empat, setelah bumi bumi
Matahari, bulan, dan bintang- Matahari dibentuk dari
bintang dibentuk bersama bintang-bintang yang lebih tua
Mereka yang percaya bahwa dunia ini diciptakan bertahan bahwa awal mulanya Allah bersabda
dan muncullah bumi—Dia memberi perintah, maka semuanya ada (Maz. 33:9)! Semua bintang-
bintang muncul dilangit secara supranatural dan tiba-tiba. Kitab injil tidak menyatakan secara
langsung adanya sebuah ledakan, walaupun semesta pasti mengalami “ledakan” sejumlah energi
secara mendadak. Mungkin beberapa data astronomi yang kelihatan mendukung teori ledakan
supernova, misalnya radiasi dasar dan redshift, perlu ditinjau lagi daripada dijadikan sebagai
bukti penciptaan yang cepat. Satu variasi sekuler dari teori ledakan supernova dianggap sebagai
“inflasi” ledakan supernova, yang mengesankan bahwa dunia berkembang dan dewasa dengan
cepat pada langkah pertamanya. Dalam teori khusus ini, ilmu pengetahuan sekuler sepertinya
telah mengambil salah satu langkah dalam petunjuk kelompok yang percaya pada penciptaan.
Perkembangan lebih lanjut seharusnya diperhatikan pada are teori dan studi lanjut ini.
Ledakan supernova seperti yang diketahui sekarang ini merupakan teori yang tidak cukup tepat.
Ada banyak masalah mendasar yang jarang diungkapkan dalam literature popular sekarang ini.
Beberapa “hubungan yang hilang” dalam teori ini antara lain:
Awal yang hilang: teori ledakan supernova berasumsi pada konsentrasi energi pada awalnya.
Darimana datangnya energi ini? Para astronomi kadang berbicara mengenai awal dari “fluktuasi
mekanis quantum dalam ruang hampa.” Tetapi, dalam teori ledakan supernova, tidak ada ruang
hampa yang ada sebelum ledakan tersebut. Sebenarnya, tidak ada teori awal sekuler yang
konsisten sejak setiap ide berdasarkan pada energi atau zat yang sudah ada sebelumnya.
Sumbu yang hilang: apa yang memicu ledakan supernova? Konsentrasi masa yang diajukan
dalam teori ini akan selamanya diingat sebagai lubang hitam semesta. Gravitasi akan mencegah
hal ini jika sekiranya menyebar keluar.
Formasi bintang yang hilang: tidak ada cara lazim yang pernah ditemukan untuk menjelaskan
formasi semua planet, bintang, dan galaxy. Sebuah ledakan seharusnya menghasilkan, paling
baik, kabut gas dan radiasi. Gas ini seharusnya terus menerus berkembang bukannya membentuk
planet-planet, bintang-bintang, dan seluruh galaxy yang ruwet.
Antizat yang hilang: beberapa versi teori ledakan supernova memerlukan produksi zat dan
antizat secara seimbang. Namun, hanya jejak kecil dari antizat-positron dan antiproton misalnya,
yang ditemukan di angkasa.
Waktu yang hilang: para ahli mengindikasikan bahwa dunia ini mungkin masih muda, berumur
kurun waktu 10.000 tahun. Jika benar, maka tidak ada waktu yang cukup untuk memakai teori
ledakan supernova. Jangka waktu yang pendek tidak memungkinkan evolusi bertahap dari
bintang-bintang, atau kehidupan di Bumi.
Masa yang hilang: banyak ilmuwan berasumsi bahwa dunia ini pada akhirnya akan berhenti
berkembang dan mulai runtuh dari dalam. Dan kemudian akan meledak lagi dan mengulang
gerakan kesana kemari tanpa henti. Ide ini merupakan usaha untuk menghindari awal dan takdir
atau distribusi masa. Sejauh ini, ukuran untuk kepadatan masa adalah 100 kali lebih kecil
daripada yang diperkirakan. Pada kenyataannya ada indikasi bahwa dunia ini sedang bergerak
dengan cepat keluar bukannya berjalan pelan. Dunia tidak kelihatan bergerak kesana kemari.
Masa yang penting atau “masa gelap” itu “hilang”.
Hidup yang hilang: dalam dunia yang sedang berevolusi, kehidupan itu seharusnya ada dimana
saja. Angkasa seharusnya di penuhi oleh sinyal radio dari seluruh bentuk kehidupan. Kemana
kehidupan itu?
Neutrinos yang hilang: partikel kecil ini seharusnya membanjiri bumi dari proses fusi matahari.
Sejumlah kecil yang terdeteksi menimbulkan pertanyaan mengenai sumber energi matahari dan
keseluruhan pengetahuan manusia tentang dunia ini. Bagaimana bisa ilmuwan berbicara
mengenai “asal mula” tanpa adanya sumber?
“Mengapa dunia diciptakan dengan urutan seperti itu? Mengapa tidak manusia terlebih dahulu
yang diciptakan?”
Kisah penciptaan seperti jurnal, catatan yang berisi keteraturan bagaimana Allah mencipta.
1. Pada hari pertama Allah menciptakan terang, bukan karena gelap jadi Allah tidak dapat
mencipta. Akan tetapi, supaya pada suatu saat kita dapat melihat ciptaan-Nya dan kuasa-Nya di
dalam mereka. Terang juga melambangkan kesucian, kekuasaan, dan kebaikan. Terang juga
membimbing kita menuju kebenaran, yang adalah Allah sendiri.
2. Pada hari kedua Allah menciptakan cakrawala, bukanlah suatu tembok pembatas tapi suatu
jalan yang saling menghubungkan. Cakrawala dalam bahasa Ibraninya adalah suatu ekspansi
yang adalah karya Allah. Air yang di atas dan air yang di bawah dipisahkan-Nya. Air yang di
atas adalah awan (uap air = air). Sedangkan air yang di bawah adalah laut. Mengingat langit
seharusnya membuat kita merenungkan Allah, kebesaran dan keagungan-Nya.
3. Pada hari yang ketiga Allah memisahkan air dan darat, serta menumbukan berbagai jenis
tumbuhan. Hal ini berarti Allah mulai mempersiapkan apa yang dibutuhkan oleh ciptaan lain
untuk hidup, yaitu habitat dan makanan. Kita tahu bahwa vegetasi suatu wilayah menentukan
biomanya. Kemudian ada yang bisa terjebak dan mungkin bertanya “Tumbuhan tumbuh sebelum
ada matahari?” Ya, karena sebelum matahari diciptakan, sudah ada terang pada hari pertama.
Secara ilmiah juga telah dibuktikan, tumbuhan dapat melakukan fotosintesis dengan sumber
cahaya yang lain selain matahari.
4. Pada hari keempat Allah menciptakan benda penerang. Baik matahari, bulan, dan bintang
sama-sama eksis bukan hanya untuk dirinya sendiri, tetapi memiliki relasi dengan Bumi, yakni
untuk menerangi Bumi beserta isinya. Benda penerang menjadi tanda waktu, waktu kapan harus
bekerja dan beristirahat. Disebutkan bahwa matahari menjadi penguasa di siang hari (yang lebih
besar), mencerminkan kekuasaan, kebaikan, dan hikmat Allah. Sedangkan bulan, penguasa
malam (yang lebih kecil) tidak berarti kurang berguna, tetapi nyatanya juga penting. Kemudian
bintang, yang memiliki makna tersirat sama seperti telah tertulis di Kitab Suci, mereka bukannya
untuk memuaskan rasio kita dan menjadikan kita astronomer, tetapi membawa kita kepada Allah.
5. Pada hari kelima Allah menciptakan hewan air dan burung. Hewan yang baru muncul
sekarang menandakan bahwa penciptaan adalah suatu proses yang memiliki cerita, bukanlah
sesuatu yang instan. Variasi dari ciptaan Allah menunjukkan bahwa Allah kita adalah Allah yang
kreatif, tidak terbatas pemikiran-Nya. Tertulis bahwa Allah memberkati ciptaan-Nya, hal ini
berarti Allah kita bukan clock-maker god, melainkan Allah yang menyertai ciptaan-Nya,
penyertaan Allah itu nyata.
6. Pada hari keenam Allah menciptakan hewan darat dan manusia. Secara khusus manusia
diciptakan terakhir adalah sebuah kehormatan ketika semuanya telah disediakan baginya. Ayat
26 menjadi tujuan hidup seorang manusia. “Baiklah Kita…” menunjukkan kepada kita bahwa
Kita di sini adalah Allah Bapa, Allah Anak (Yesus Kristus), dan Roh Kudus. Kemudian “…
menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita…”. Gambar dan rupa Allah berarti kita
diciptakan berdasarkan peta teladan Allah. Peta teladan Allah ada Yesus Kristus. Maksudnya kita
diciptakan di dalam Yesus Kristus untuk menyerupai Yesus Kristus. Manusia segambar dan
serupa dengan Allah dalam 3 hal: 1) natur manusia yang memiliki kemuliaan Allah pada dirinya
(tetapi ketika jatuh kedalam dosa manusia akan kehilangan ini), pengertian, kehendak, dan kuasa.
2) memiliki domain (daerah kekuasaan) layaknya Allah berkuasa, yaitu Bumi. 3) kesucian,
kebenaran moral, dan pengetahuan. Kemudian manusia diciptakan untuk “…berkuasa atas…”,
bagian ini berarti manusia menjadi pengusaha dari alam yang diciptakan Allah. Menjadi
pengusaha bukan berarti menjadi pemilik, karena pemiliknya adalah Allah. Manusia hanya diberi
kuasa untuk berkuasa atas domain yang ditetapkan Allah. Kemudian memiliki gambar dan rupa
Allah juga memiliki empat arti, yaitu 1) Allah itu Pencipta (Creator), maka kita memiliki
kreativitas (daya cipta), 2) Allah itu suci, maka kita memiliki hati nurani, 3) Allah itu kekal,
maka kita memiliki sifat kekekalan, dan 4) Allah itu berdaulat, maka kita memiliki kuasa atas
diri kita (free will)[1]
Keteraturan dalam penciptaan yang sesuai dengan ordo Allah bertujuan untuk menunjukkan
betapa tepat dan agungnya penciptaan oleh Allah karena semuanya berkesinambungan dan indah
pada waktunya, tidak terlalu cepat ataupun terlalu lamban.
Penciptaan menampakkan beberapa hal:
1. Keanekaragaman yang besar
2. Keindahan
3. Ketepatan dan keakuratan yang agung
4. Kekuasaan yang besar
5. Sesuatu yang penuh dengan misteri
Latar belakang
Ada yang memandang bahwa alam semesta yang diciptakan dalam catatan Kejadian 1:1–
2:4 tampaknya mempunyai kemiripan dengan Kemah Suci yang dicatat dalam Keluaran 35–40,
dan ini merupakan prototipe Bait Allah di Yerusalem, sekaligus sebagai pusat pemujaan Yahweh
melalui para imam. Karenanya, dan karena kisah penciptaan di wilayah Timur Tengah lainnya
juga mencapai klimaks pada pendirian suatu kuil atau rumah pemujaan bagi ilah-
pencipta, Kejadian 1 dapat ditafsirkan sebagai pembangunan alam semesta sebagai rumah Allah,
di mana Bait Allah di Yerusalem merupakan pencerminan di bumi.[2]
Penggunaan angka dalam teks kuno sering bersifat numerologis daripada faktual - yaitu, angka-
angka itu digunakan karena mempunyai makna simbolis bagi pengarangnya.[3] Angka "tujuh",
melambangkan kesempurnaan ilahi, meresap ke dalam Kejadian 1:
ayat 1:1 terdiri dari tujuh (7) kata
ayat 1:2 terdiri dari 14 (= 2 x 7) kata
Kejadian 2:1–3 terdiri dari 35 (= 5 x 7) kata
"Elohim" disebutkan 35 kali
"langit/cakrawala" dan "bumi" masing-masing disebutkan 21 kali
Frasa the phrases "dan jadilah demikian" and "Allah melihat bahwa semuanya itu baik" masing-
masing termuat 7 kali.[4]
Hari pertama
Kejadian 1:1-5
1:1 Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi.
1:2 Bumi belum berbentuk dan kosong; gelap gulita menutupi samudera raya,
dan Roh Allah melayang-layang di atas permukaan air.
1:3 Berfirmanlah Allah: "Jadilah terang." Lalu terang itu jadi.
1:4 Allah melihat bahwa terang itu baik, lalu dipisahkan-Nyalah terang itu dari gelap.
1:5 Dan Allah menamai terang itu siang, dan gelap itu malam.
Jadilah petang dan jadilah pagi, itulah hari pertama.
Catatan hari pertama
Frasa pembuka
Kalimat pembuka pada Kejadian 1:1 umumnya diterjemahkan sebagaimana yang dimuat di atas.
Ada sejumlah sarjana yang menganggap bahwa kalimat itu sebenarnya dapat diterjemahkan
paling sedikit dalam 3 cara:
sebagai pernyataan bahwa alam semesta mempunyai awal yang absolut ("Pada mulanya Allah
menciptakan langit dan bumi");
sebagai pernyataan menggambarkan keadaan dunia ketika Allah mulai mencipta ("Ketika pada
mulanya Allah menciptakan langit dan bumi, bumi belum berbentuk dan kosong.");
mirip dengan versi kedua tetapi menganggap seluruh informasi pada Kejadian 1:2 sebagai latar
belakang ("etika pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi, bumi belum berbentuk dan
kosong... Allah berkata, Jadilah terang!").[5]
Akhir-akhir ini cukup gencar dikemukakan bahwa versi kedua adalah yang sesungguhnya
dimaksudkan oleh para pengarang dari golongan "Priestly".
"menciptakan" (bara)
Kata kerja "bara" ("menciptakan") hanya digunakan untuk Allah, (manusia tidak terlibat dalam
tindakan bara), dan ini berkaitan dengan penetapan peranan, karena dalam penciptaan manusia
pertama sebagai "laki-laki dan perempuan" (yaitu, pengalokasian jenis kelamin). Dengan kata
lain, kekuasaan Allah ditunjukkan bukan hanya dengan penciptaan zat, melainkan penetapan
nasib.[6]
"langit dan bumi"
Salah satu tafsiran menyatakan bahwa frasa "langit dan bumi" adalah kesatuan yang
menunjukkan "segala sesuatu", yaitu "alam semesta". Ini terjadi dalam 3 tingkatn, dunia yang
didiami kehidupan berada di tengah, langit di atas dan alam di bawah bumi di bagian bawah,
seluruhnya dikelilingi oleh "lautan" air kekacauan (= chaois). Ini dikaitkan dengan mitos
Bebel Tiamat.[7] Dalam mitos itu, bumi digambarkan sebagai piringan datar, dikelilingi oleh
gunung-gunung dan lautan. Di atasnya terdapat cakrawala, suatu kubah kokoh tembus pandang
yang berpijak pada pengunungan, memungkinkan manusia untuk melihat birunya air di atasnya,
dengan "jendela-jendela" yang dapat memasukkan hujan, serta memuat matahari, bulan dan
bintang-bintang. Air yang di bawah bumi, bersandarkan pada tiang-tiang yang terendam di
bawah bumi sebagai Sheol, tempat kediaman orang-orang mati.[8]
"belum berbentuk dan kosong" (tohu wa-bohu)
Kalima pembuka Kejadian 1 dilanjutkan oleh: "(Dan) bumi belum berbentuk dan kosong..."
Frasa "belum berbentuk dan kosong" merupakan terjemahan dari frasa Ibrani "tohu wa-bohu",
(bahasa Ibrani: )ת ֹהּו וָב ֹהּו, yaitu keadaan "kacau" (=chaos), yang kemudian ditata oleh tindakan
penciptaan (bara).[9] Tohu mengandung makna "kekosongan, kesia-siaan"; biasa digunakan
untuk menggambarkan padang pasir liar; bohu tidak diketahui pasti maknanya dan diduga dibuat
supaya seirama dan menguatkan tohu.[10] Frasa ini juga muncul dalam Yeremia 4:23 di mana
nabi Yeremia memperingatkan umat Israel bahwa pemberontakan terhadap Allah akan
membawa kembalinya kegelapan dan kekacauan, "seakan-akan bumi belum diciptakan (atau
dikembalikan ke keadaan sebelum penciptaan; uncreated)".[11]
"kedalaman" (tehom)
Pembukaan pada Kejadian 1 memuat pernyataan "gelap gulita menutupi samudera raya". Frasa
"samudera raya" sebenarnya diterjemahkan dari kata bahasa Ibrani: תְ הֹום (tehôm), yang
bermakna "kedalaman". Kegelapan (khō-šeḵ) dan kedalaman (tehom) merupakan dua dari tiga
unsur kekacauan (chaos) yang dinyatakan dengan istilah tohu wa-bohu (yang ketiga adalah
"bumi yang belum berbentuk"). Dalam mitos Babel "Enuma Elish", istilah "kedalaman"
dipersonifikasi sebagai dewi Tiamat, musuh dewa Marduk;[9] di sini sebagai "air purba" yang
tidak berbentuk yang melingkupi dunia tempat kehidupan, kemudian dilepaskan pada saat air
bah (mitologi), ketika "semua sumber-sumber air di kedalaman memancar ke luar" dari air yang
di bawah bumi dan dari "tingkap-tingkap" di langit.[12]
"Roh Allah" (Rûach Elohim)
"Roh" (Rûach) Allah "melayang-layang" (bukan "berjalan-jalan") di atas permukaan "air",
sebelum penciptaan terang. Rûach (ַ )רּוחmempunyai makna "angin, roh, napas",
dan elohim dapat berarti "besar, agung" maupun "allah, ilah". Jadi, ruach elohim dapat bermakna
"angin Allah" atau "napas Allah" atau "Roh Allah" atau sekadar "angin topan raksasa" .
[13] Dalam Mazmur 18:16 dan bagian Alkitab lain digambarkan bahwa "angin ribut" adalah
"napas Allah" dan angin Allah muncul kembali pada kisah "air bah" (Nuh) untuk memulihkan
bumi. Konsep "Roh Allah" tidak benar-benar jelas dalam Alkitab Ibrani. Victor Hamilton dalam
komentarinya mengenai Kitab Kejadian lebih memilih makna "Roh Allah", tetapi tidak setuju
dengan identifikasi istilah ini sebagai "Roh Kudus" pada teologi Kristen.[14]
terang (or)
Hari pertama ditandai dengan penciptaan "terang" (dan diimplikasikan juga penciptaan "waktu").
Tindakan pertama Allah adalah penciptaan "terang" yang utuh. Dengan demikian kegelapan dan
terang dipisahkan menjadi "malam" dan "siang". Urutannya ("petang" sebelum "pagi")
menyatakan bahwa ini merupakan "hari liturgi". Allah mengucapkan perintah dan menamai
unsur-unsur dunia pada saat Ia menciptakan mereka. Pada budaya Timur Dekat kuno, tindakan
penamaan juga dikaitkan dengan tindakan penciptaan. Pada sastra Mesir kuno, allah pencipta
memberi nama segala sesuatu. "Enuma Elish" dimulai pada saat segala sesuatu belum ada yang
dberi nama.[15] Penciptaan Allah dengan kata (=firman) juga menyiratkan perbandingan dengan
seorang raja, yang cukup bertitah untuk menjalankan tindakan.[16]
Hari kedua
Kejadian 1:6-8
1:6 Berfirmanlah Allah: "Jadilah cakrawala di tengah segala air untuk memisahkan air dari air."
1:7 Maka Allah menjadikan cakrawala dan Ia memisahkan air yang ada di bawah cakrawala itu
dari air yang ada di atasnya.
Dan jadilah demikian.
1:8 Lalu Allah menamai cakrawala itu langit.
Jadilah petang dan jadilah pagi, itulah hari kedua.
Catatan hari kedua
"cakrawala" (rāqîa)
Rāqîa, atau cakrawala (= bentangan), diturunkan dari akar kata rāqa, suatu kata kerja yang
dipakai untuk menggambarkan tindakan "memukuli bongkahan logam sampai menjadi
lempengan tipis".[17] Cakrawala diciptakan pada hari kedua dan kemudian diisi dengan benda-
benda langit pada hari keempat. Ditafsirkan sebagai kubah solid yang memisahkan dunia di
bawah dengan langit serta air yang di atas. Hal ini mirip dengan kepercayaan Mesir
kuno dan Mesopotamia pada zaman dahulu.[18] Dalam Kejadian 1:17 bintang-bintang
ditempatkan pada raqia. Dalam mitos Babel, langit terbuat dari berbagai batu permata
(bandingkan dengan Keluaran 24:10 di mana para penatua Israel "melihat Allah Israel; kaki-Nya
berjejak pada sesuatu yang buatannya seperti lantai dari batu nilam dan yang terangnya seperti
langit yang cerah"), dengan bintang-bintang dipahat pada permukaannya.[19]
Hari ketiga
Kejadian 1:7-13
1:9 Berfirmanlah Allah: "Hendaklah segala air yang di bawah langit berkumpul pada satu
tempat, sehingga kelihatan yang kering."
Dan jadilah demikian.
1:10 Lalu Allah menamai yang kering itu darat, dan kumpulan air itu dinamai-Nya laut.
Allah melihat bahwa semuanya itu baik.
1:11 Berfirmanlah Allah: "Hendaklah tanah menumbuhkan tunas-tunas muda, tumbuh-
tumbuhan yang berbiji, segala jenis pohon buah-buahan yang menghasilkan buah yang berbiji,
supaya ada tumbuh-tumbuhan di bumi."
Dan jadilah demikian.
1:12 Tanah itu menumbuhkan tunas-tunas muda, segala jenis tumbuh-tumbuhan yang berbiji
dan segala jenis pohon-pohonan yang menghasilkan buah yang berbiji.
Allah melihat bahwa semuanya itu baik.
1:13 Jadilah petang dan jadilah pagi, itulah hari ketiga.
Catatan hari ketiga
Pada hari ketiga, air surut dan membuat suatu lingkaran lautan mengelilingi satu benua tanah
kering.[20] Pada akhir hari ketiga, Allah telah menciptakan lingkungan yang merupakan
landasan penciptaan selanjutnya yaitu terang, langit, laut dan bumi.[21] Tiga tahapan alam
semesta berikutnya diisi menurut urutan penciptaan yaitu: langit, laut dan bumi.
Menurut catatan ini tidak digunakan kata "menciptakan" atau "membuat" bagi tumbuh-
tumbuhan, melainkan hanya ada perintah bagi tanah untuk menumbuhkan mereka. Ada tafsiran
teologi yang melihat bahwa Allah telah memberikan kemampuan bagi tanah (atau bumi) yang
asalnya gersang, untuk menumbuhkan tumbuh-tumbuhan dan setelah diperintahkan oleh Allah,
kemampuan itu dinyatakan.[22]
Hari keempat
Kejadian 1:14-19
1:14 Berfirmanlah Allah:
"Jadilah benda-benda penerang pada cakrawala untuk memisahkan siang dari malam.
Biarlah benda-benda penerang itu menjadi tanda yang menunjukkan masa-masa yang tetap dan
hari-hari dan tahun-tahun,
1:15 dan sebagai penerang pada cakrawala biarlah benda-benda itu menerangi bumi."
Dan jadilah demikian.
1:16 Maka Allah menjadikan kedua benda penerang yang besar itu, yakni yang lebih besar
untuk menguasai siang dan yang lebih kecil untuk menguasai malam, dan menjadikan juga
bintang-bintang.
1:17 Allah menaruh semuanya itu di cakrawala untuk menerangi bumi,
1:18 dan untuk menguasai siang dan malam, dan untuk memisahkan terang dari gelap.
Allah melihat bahwa semuanya itu baik.
1:19 Jadilah petang dan jadilah pagi, itulah hari keempat.
Catatan hari keempat
"menguasai" (memshalah)
Pada hari keempat istilah "menguasai" (memshalah) diperkenalkan: benda-benda langit itu akan
"menguasai" siang dan malam, serta menjadi tanda yang menunjukkan masa-masa yang tetap
dan hari-hari dan tahun-tahun. Hal ini dianggap sesuatu yang penting bagi para pengarang dari
golongan "Priestly", karena hari-hari raya keagamaan diselenggarakan menurut siklus matahari
dan bulan.[23] Pada hari keenam, manusia kemudian diciptakan untuk menguasai seluruh
ciptaan sebagai wakil Allah.
"Benda-benda penerang" (mə-’ō-rōṯ)
Allah menempatkan "benda-benda penerang" (mə-’ō-rōṯ; bentuk tunggal ma-or) di cakrawala
untuk "menguasai" siang dan malam.[24] Secara khusus, Allah menciptakan "benda penerang
yang lebih besar," "benda penerang yang lebih kecil," dan bintang-bintang. Menurut Victor
Hamilton, kebanyakan sarjana setuju bahwa penggunaan pilihan kata "benda penerang yang
lebih besar" (bahasa Inggris: greater light) and "benda penerang yang lebih kecil" (bahasa
Inggris: lesser light), daripada istilah yang lebih eksplisit "matahari" dan "bulan", merupakan
suatu retorik anti-mitologi yang dimaksudkan untuk melawan kepercayaan yang meluas zaman
dahulu bahwa matahari dan bulan sendiri adalah dewa-dewa.[25]
Hari kelima
Kejadian 1:20-23
1:20 Berfirmanlah Allah:
"Hendaklah dalam air berkeriapan makhluk yang hidup,
dan hendaklah burung beterbangan di atas bumi melintasi cakrawala."
1:21 Maka Allah menciptakan binatang-binatang laut yang besar
dan segala jenis makhluk hidup yang bergerak, yang berkeriapan dalam air,
dan segala jenis burung yang bersayap.
Allah melihat bahwa semuanya itu baik.
1:22 Lalu Allah memberkati semuanya itu, firman-Nya:
"Berkembangbiaklah dan bertambah banyaklah serta penuhilah air dalam laut,
dan hendaklah burung-burung di bumi bertambah banyak."
1:23 Jadilah petang dan jadilah pagi, itulah hari kelima.
Catatan hari kelima
"binatang laut" (tanin)
Pada mitos Mesir dan Mesopotamia kuno dikisahkan bahwa allah pencipta harus berperang
melawan "monster-monster laut" sebelum dapat membuat langit dan bumi. Sebaliknya
pada Kejadian 1:21, kata tanin, kadang diterjemahkan sebagai "binatang laut" atau "makhluk
raksasa", dianggap paralel dengan binatang-binatang besar Rahab dan Lewiatan pada Mazmur
74:13, dan Yesaya 27:1 serta Yesaya 51:9, tetapi tidak ada tanda-tanda adanya peperangan,
dan tanin adalah sekadar makhluk yang diciptakan oleh Allah.[26]
Hari keenam
Kejadian 1:24-31; 2:1
1:24 Berfirmanlah Allah: "Hendaklah bumi mengeluarkan segala jenis makhluk yang hidup,
ternak dan binatang melata dan segala jenis binatang liar."
Dan jadilah demikian.
1:25 Allah menjadikan segala jenis binatang liar dan segala jenis ternak dan segala jenis
binatang melata di muka bumi.
Allah melihat bahwa semuanya itu baik.
1:26 Berfirmanlah Allah:
"Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita,
supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan
atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi."
1:27 Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya,
menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka.
1:28 Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka:
"Beranakcuculah dan bertambah banyak;
penuhilah bumi dan taklukkanlah itu,
berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara
dan atas segala binatang yang merayap di bumi."
1:29 Berfirmanlah Allah:
Lihatlah, Aku memberikan kepadamu segala tumbuh-tumbuhan yang berbiji di seluruh bumi dan
segala pohon-pohonan yang buahnya berbiji; itulah akan menjadi makananmu.
1:30 Tetapi kepada segala binatang di bumi dan segala burung di udara dan segala yang
merayap di bumi, yang bernyawa, Kuberikan segala tumbuh-tumbuhan hijau menjadi
makanannya."
Dan jadilah demikian.
1:31 Maka Allah melihat segala yang dijadikan-Nya itu, sungguh amat baik.
Jadilah petang dan jadilah pagi, itulah hari keenam.
2:1 Demikianlah diselesaikan langit dan bumi dan segala isinya.
Catatan hari keenam
"jenis (min)
Frasa "segala jenis" dalam istilah Ibrani sebenarnya bermakna "menurut jenisnya" (lə-mî-
nāh, bahasa Inggris: according to (one's) kind)", dimana huruf "lamed" merupakan kata depan
yang berarti "menurut", dan kata minah adalah bentuk jamak dari min yang berarti "jenis".
Tampaknya ini kemudian menjadi dasar hukum di dalam Taurat yang menekankan kekudusan
melalui pemisahan.[22]
"manusia" (adam)
Pada Kejadian 1:26 Allah berfirman "Baiklah Kita menjadikan manusia", kata "manusia" di sini
dalam bahasa Ibrani adalah adam; dalam bentuk kata benda generik, "umat manusia", dan tidak
menyiratkan bahwa yang diciptakan adalah seorang laki-laki. Setelah muncul pertama kali,
selanjutnya kata ini ditulis sebagai ha-adam ("manusia itu"; di mana huruf 'ha' adalah kata
sandang). Ini dijelaskan juga pada Kejadian 1:27 di mana tertulis "Allah menciptakan manusia
itu menurut gambar-[Nya], menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan
diciptakan-Nya mereka", kata "manusia itu" juga tidak bermakna khusus sebagai "laki-laki".[27]
"menurut gambar" (bə-tse-lem)
Manusia diciptakan (bara) menurut gambar Allah (bə-tse-lem Elohim; di mana "bə" adalah kata
depan "menurut", "tselem" berarti "gambar"). Pada bagian awal ayat 27 tertulis bə-ṣal-mōw yang
berati "menurut gambarnya".
Frasa ini dapat ditafsirkan bermacam-macam, termasuk:
Mempunyai kualitas spiritual Allah seperti intelek, kehendak, dan sebagainya;
Mempunyai bentuk fisik Allah;
Kombinasi dua hal di atas;
Merupakan perwujudan Allah di dunia dan dapat menjalin hubungan dengan-Nya;
Merupakan wakil Allah di bumi.[28]
"Baiklah Kita menjadikan" (na-‘ă-śeh)
Catatan pada Kejadian 1:26 bahwa Allah berfirman "Baiklah Kita menjadikan manusia"
menimbulkan sejumlah teori, di mana dua yang paling menonjol adalah "Kita" di sini adalah kata
ganti jamak keagungan untuk raja-raja (majestic plural),[29] atau mencerminkan suatu "dewan
ilahi" di mana Allah bertahta sebagai raja dan mengusulkan penciptaan manusia kepada para
ilahi yang lebih rendah kedudukannya.[30]
tumbuhan sebagai makanan
Pada Kejadian 1:29-30 Allah berkata kepada binatang dan manusia bahwa Ia memberikan
kepada manusia segala tumbuh-tumbuhan yang berbiji di seluruh bumi dan segala pohon-
pohonan yang buahnya berbiji sebagai makanan, serta kepada segala binatang di bumi dan segala
burung di udara dan segala yang merayap di bumi, yang bernyawa, diberikan segala tumbuh-
tumbuhan hijau menjadi makanannya. – Jadi disiratkan di sini bahwa pada waktu penciptaan,
semua binatang dan manusia adalah vegetarian. Hanya kemudian, setelah air bah, manusia
diizinkan untuk makan daging. Ada anggapan bahwa pengarang golongan "Priestly" tampaknya
memandang ke masa lampau yang ideal di mana manusia hidup dalam damai di antara mereka
sendiri dan dengan dunia binatang, dan hal ini dapat dicapai kembali melalui kehidupan
pengorbanan dalam harmoni bersama Allah.[31]
"sungguh amat baik" (ṭōḇ mə-’ōḏ)
Setelah selesai, "Allah melihat segala yang dijadikan-Nya itu, sungguh amat baik." (Kejadian
1:31). Ini menyiratkan bahwa apa yang ada sebelum Penciptaan ("tohu wa-bohu," "kegelapan,"
"tehom") tidaklah "amat baik".Israel Knohl menyampaikan hipotesis bahwa sumber "Priestly"
memuat dikotomi ini untuk menjelaskan masalah kejahatan.[32]
Hari ketujuh
Kejadian 2:2-4
2:2 Ketika Allah pada hari ketujuh telah menyelesaikan pekerjaan yang dibuat-Nya itu,
berhentilah Ia pada hari ketujuh dari segala pekerjaan yang telah dibuat-Nya itu.
2:3 Lalu Allah memberkati hari ketujuh itu dan menguduskannya,
karena pada hari itulah Ia berhenti dari segala pekerjaan penciptaan yang telah dibuat-Nya itu.
2:4(a) Demikianlah riwayat langit dan bumi pada waktu diciptakan.
Catatan hari ketujuh
Penciptaan diikuti oleh istirahat atau perhentian. Pada sastra Timur Dekat kuno, istirahat ilahi
diperoleh dalam kuil pemujaan sebagai hasil munculnya tatanan (order) di atas kekacauan
(chaos). Istirahat dapat dipandang sebagai suatu "pelepasan" (disengagement), setelah pekerjaan
penciptaan sudah selesai, tetapi juga suatu "pengikatan" (engagement), karena Allah sekarang
hadir dalam bait-Nya untuk memelihara suatu alam semesta yang kokoh dan tertata.[33]
Kejadian 2:4-25
"Penciptaan dalam tujuh hari" (dari "1493 Nuremberg Chronicle")
Penciptaan laki-laki
Kejadian 2:4-7
2:4(b) Ketika TUHAN Allah menjadikan bumi dan langit, --
2:5 belum ada semak apapun di bumi, belum timbul tumbuh-tumbuhan apapun di padang,
sebab TUHAN Allah belum menurunkan hujan ke bumi, dan belum ada orang untuk
mengusahakan tanah itu;
2:6 tetapi ada kabut naik ke atas dari bumi dan membasahi seluruh permukaan bumi itu--
2:7 ketika itulah TUHAN Allah membentuk manusia itu dari debu tanah dan menghembuskan
nafas hidup ke dalam hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup.
Catatan penciptaan laki-laki
"membentuk" (yatsar)
Dalam Kejadian 1 kata khas untuk tindakan Allah adalah bara, "menciptakan", termasuk dalam
hal penciptaan manusia (ayat 26-27), tetapi dalam Kejadian 2 kata yang dipakai dalam kaitan
dengan manusia pertama adalah "membentuk" (yatsar), yaitu kata yang digunakan dalam konteks
seorang pembuat periuk yang membuat periuk dari tanah liat.[34]
"nafas hidup" (niš-maṯ khay-yîm)
Allah menghembuskan nafas-Nya, "nafas hidup" (niš-maṯ khay-yîm), ke dalam "tanah liat"
(adamah) itu sehingga menjadi "makhluk yang hidup" (nefesh hayah). "Nefesh" adalah suatu
kata yang berarti "kehidupan", "vitalitas", "kepribadian yang hidup". Manusia (adam) sama-sama
menjadi nefesh dengan semua makhluk, tetapi teks ini mencatat bahwa pemberian kehidupan ini
hanya dilakukan Allah untuk manusia.[35]
Penciptaan taman Eden
Kejadian 2:8-17
2:8 Selanjutnya TUHAN Allah membuat taman di Eden, di sebelah timur;
disitulah ditempatkan-Nya manusia yang dibentuk-Nya itu.
2:9 Lalu TUHAN Allah menumbuhkan berbagai-bagai pohon dari bumi,
yang menarik dan yang baik untuk dimakan buahnya;
dan pohon kehidupan di tengah-tengah taman itu,
serta pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat.
2:10 Ada suatu sungai mengalir dari Eden untuk membasahi taman itu,
dan dari situ sungai itu terbagi menjadi empat cabang.
2:11 Yang pertama, namanya Pison,
yakni yang mengalir mengelilingi seluruh tanah Hawila, tempat emas ada.
2:12 Dan emas dari negeri itu baik; di sana ada damar bedolah dan batu krisopras.
2:13 Nama sungai yang kedua ialah Gihon,
yakni yang mengalir mengelilingi seluruh tanah Kush.
2:14 Nama sungai yang ketiga ialah Tigris,
yakni yang mengalir di sebelah timur Asyur. Dan sungai yang keempat ialah Efrat.
2:15 TUHAN Allah mengambil manusia itu
dan menempatkannya dalam taman Eden
untuk mengusahakan dan memelihara taman itu.
2:16 Lalu TUHAN Allah memberi perintah ini kepada manusia:
"Semua pohon dalam taman ini boleh kaumakan buahnya dengan bebas,
2:17 tetapi pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat itu, janganlah kaumakan
buahnya,
sebab pada hari engkau memakannya, pastilah engkau mati."
Catatan penciptaan taman Eden
"Eden", di mana Allah menempatkan Taman Eden, diturunkan dari akar kata yang berarti
"kesuburan". Manusia pertama ditempatkan untuk bekerja di taman ajaib Allah yang subur.[36]
"Pohon kehidupan" merupakan motif yang juga ada pada mitos Mesopotamia. Dalam Epos
Gilgames sang pahlawan diberi sebuah tumbuhan yang bernama "orang menjadi muda pada usia
tua", tetapi seekor ular mencuri tumbuhan itu daripadanya.[37]
Penciptaan perempuan
Kejadian 2:18-25
2:18 TUHAN Allah berfirman:
"Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja.
Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia."
2:19 Lalu TUHAN Allah membentuk dari tanah segala binatang hutan dan segala burung di
udara.
Dibawa-Nyalah semuanya kepada manusia itu untuk melihat, bagaimana ia menamainya;
dan seperti nama yang diberikan manusia itu kepada tiap-tiap makhluk yang hidup,
demikianlah nanti nama makhluk itu.
2:20 Manusia itu memberi nama kepada segala ternak, kepada burung-burung di udara dan
kepada segala binatang hutan,
tetapi baginya sendiri ia tidak menjumpai penolong yang sepadan dengan dia.
2:21 Lalu TUHAN Allah membuat manusia itu tidur nyenyak;
ketika ia tidur, TUHAN Allah mengambil salah satu rusuk daripadanya,
lalu menutup tempat itu dengan daging.
2:22 Dan dari rusuk yang diambil TUHAN Allah dari manusia itu,
dibangun-Nyalah seorang perempuan,
lalu dibawa-Nya kepada manusia itu.
2:23 Lalu berkatalah manusia itu:
"Inilah dia, tulang dari tulangku dan daging dari dagingku.
Ia akan dinamai perempuan, sebab ia diambil dari laki-laki."
2:24 Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya
dan bersatu dengan isterinya,
sehingga keduanya menjadi satu daging.
2:25 Mereka keduanya telanjang, manusia dan isterinya itu,
tetapi mereka tidak merasa malu.
Catatan penciptaan perempuan
Perempuan pertama itu dinamai ishah (= "perempuan, wanita") dengan penjelasan bahwa ia
diambil dari ish (= "laki-laki"). Tradisi eksegetika yang bertahan lama menafsirkan bahwa
penggunaan rusuk dari sisi seorang laki-laki menekankan bahwa laki-laki dan perempuan
mempunyai derajat yang sama, karena perempuan diciptakan dari bahan yang sama dengan laki-
laki, dan diberi kehidupan dengan cara yang sama dengan laki-laki.[38] Sesungguhnya kata yang
diterjemahkan sebagai "rusuk" dapat pula diterjemahkan sebagai "sisi", "kamar" atau "tiang
penyangga".[39]
Di kemudian hari, setelah kisah taman Eden berakhir, perempuan itu mendapat nama "Hawa"
(Hawwah), yang dalam bahasa Ibrani berarti "hidup", dari akar kata yang juga berarti "ular".[40]
Komposisi
Peta Dunia menurut orang Babel, ~ 600 SM. Alam semesta Israel kuno diperkirakan sangat mirip
dengan peta dunia Babel yang dilukiskan di sini.[49]
Lihat pula: Literary genre, Myth (disambiguation), dan Narrative
Makna yang dapat diturunkan dari kisah penciptaan menurut Kitab Kejadian ini tergantung dari
pengertian pembaca mengenai genre, atau penggolongan "jenis" kesusastraan: "ada perbedaan
besar apakah pasal-pasal pertama Kitab Kejadian dibaca sebagai kosmologi ilmiah, mitos
penciptaan, atau catatan sejarah".[50] Jika genre teks ini disalahartikan, maka akan terjadi
kesalahpahaman mengenai tujuan pengarang dan budaya penulisan.[51]
Penciptaan
Pembicaraan tentang ketetapan-ketetapan Allah biasanya membawa kita pada pemikiran tentang
pelaksanaan dari semua ketetapan tersebut, dan hal ini dimulai dengan karya penciptaan.
Penciptaan ini bukan saja yang pertama dalam susunan waktu, tetapi juga berdasarkan urutan
logisnya. Penciptaan adalah permulaan dan dasar dari semua penyataan ilahi dan sebagai
akibatnya juga merupakan dasar dari semua kehidupan etis dan religius.
Doktrin tentang penciptaan tidak dikemukakan dalam Alkitab sebagai solusi filosofis dari
problem dunia, tetapi dalam kepentingan etis dan religiusnya, sebagai suatu penyataan dari
hubungan antara manusia dengan Tuhannya. Doktrin penciptaan menekankan bahwa fakta
tentang Allah adalah asal mula dari segala sesuatu dan bahwa segala sesuatu adalah kepunyaan-
Nya dan berhadapan dengan-Nya. Pengetahuan tentang doktrin penciptaan ini diturunkan dari
Alkitab saja dan diterima melalui iman (Ibrani 11:3), walaupun Katolik Roma tetap berpegang
pada pendapat bahwa doktrin penciptaan itu dapat juga diperoleh dari Alam.
1. Pengertian
Penciptaan adalah tindakan bebas Allah di mana Allah menghasilkan dunia dan semua yang ada
di dalamnya (baik materi maupun spiritual), sebagian tanpa bahan dan sebagian dengan bahan. Ia
menciptakan untuk tujuan yang baik, yaitu sebagai penyataan akan kemuliaan, kekuasaan,
kebijaksanaan, dan kebaikan-Nya. Orang Kristen percaya akan Doktrin Penciptaan (Teori
Kreasi) berdasarkan pada kesaksian Alkitab (Kejadian pasal 1). Pengetahuan tentang penciptaan
tidak mungkin diperoleh dari pemikiran manusia karena manusia sendiri adalah hasil ciptaan itu.
Oleh karena itu, jika bukan Allah sendiri yang menyatakannya (sebagai Pencipta), maka tidak
mungkin manusia dapat mengetahuinya.