Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PORTOFOLIO

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA

Disusun oleh:
dr. AULIA ULFAH MUTIARA DEWI

Dokter Pendamping :
dr.LISTYA EKO WULANDARI ,SP.A
dr. JAMALUDIN MALIK

DOKTER INTERNSIP WAHANA RSUD SALATIGA


PERIODE OKTOBER 2019 – OKTOBER 2020
KOTA SALATIGA
BAB I

BORANG PORTOFOLIO

No. ID dan Nama Peserta : Presenter : dr. Aulia Ulfah Mutiara Dewi
dr. Aulia Ulfah Mutiara Dewi
No. ID dan Nama Wahana : Pendamping: 1. dr. Jamaludin Malik
RSUD Salatiga , Salatiga 2. dr. Aljuned Prasetyo
Topik : Seorang anak laki-laki berusia 5 tahun dengan serangan asma derajat berat
Tanggal (Kasus) : 23 Januari 2020
Nama Pasien : An.H No. RM : 16-17-328467
Tanggal Presentasi : Dokter Penanggung Jawab Pasien :
25 Februari 2020 dr.Listya Eko Wulandari ,Sp.A
Tempat Presentasi : Ruang Pertemuan Kafeole
OBJEKTIF PRESENTASI
 Keilmuan  Keterampilan  Penyegaran  Tinjauan Pustaka
 Diagnostik  Manajemen  Masalah  Istimewa
 Neonatus  Bayi  Anak  Remaja  Dewasa  Lansia  Bumil
 Deskripsi :
 Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis dengan ibu pasien pada tanggal 24
Januari 2020 di bangsal Anggrek RSUD Kota Salatiga dan didukung dengan catatan
medis.
 Pasien adalah seorang anak laki-laki berusia 5 tahun dengan keluhan sesak napas
sejak 5 hari SMRS.
 Tujuan :
Menegakkan diagnosis kerja, mengenali etiologi dan komplikasi dari penyakit,
melakukan penanganan awal, konsultasi dengan spesialis anak untuk penanganan lebih
lanjut terkait kasus, memberikan edukasi tentang penyakit pada pasien dan keluarga.
Bahan  Tinjauan Pustaka  Riset  Kasus  Audit
Bahasan
Cara  Diskusi  Presentasi  E-mail  Pos
Membahas dan Diskusi
DATA PASIEN Nama : An. H No. Registrasi : 16-17-328467
Nama Klinik : Telp : - Terdaftar sejak : 23 Januari 2020
RSUD Salatiga
Data utama untuk bahan diskusi :
SUBJECTIVE
1. Keluhan Utama:
Sesak napas
2. Riwayat Kesehatan / Penyakit Sekarang :
Pasien datang dibawa orang tuanya dengan keluhan sesak napas sejak 5 hari SMRS.
Sesak dirasakan terus menerus. Pasien juga mengeluhkan batuk dan pilek sejak 5 hari
SMRS. Demam, mual, dan muntah disangkal. BAB dan BAK tidak ada keluhan.
Pasien lebih nyaman saat duduk membungkuk, berbicara sepatah kata. Nafsu makan dan
minum berkurang.
3. Riwayat Perinatal
Riwayat Prenatal
Ibu pasien rutin melakukan ANC, ANC dilakukan di bidan desa. Riwayat anemia,
demam,hipertensi,hepatitis, minum jamu, dan obat-obatan selain pemberian dari dokter
atau bidan disangkal.
Riwayat Natal
Lahir bayi laki-laki dari ibu G1P1A0 usia ibu 25 tahun dengan usia kehamilan 40
minggu. Persalinan spontan pervaginam ditolong oleh bidan. Lahir langsung
menangis , kebiruan (-), dan kuning (-). Berat bayi saat lahir 3600gr.
Riwayat Post Natal
Sejak lahir anak mendapatkan ASI dari ibu. Riwayat imunisasi dasar lengkap.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Asma : pernah, apabila kambuh pasien dilakukan nebulasi.
Tidak memiliki pengobatan rutin maupun obat semprot. Terakhir kambuh sekitar 2
bulan yang lalu.
Morbili : tidak pernah Diare : tidak
Pertusis : tidak pernah Disentri Basiler : tidak pernah
Varisela : tidak pernah Disentri Amoeba : tidak pernah
Difteri : tidak pernah Tifus Abdominalis : tidak pernah
Malaria : tidak pernah Cacingan : tidak pernah
Tetanus : tidak pernah Operasi : tidak pernah
Angina : tidak pernah Gegar otak : tidak pernah
Pneumonia : tidak pernah Patah tulang : tidak pernah
Bronkhitis : tidak pernah Reaksi obat : tidak pernah
DHF : tidak pernah Trauma kepala : tidak pernah
5. Riwayat Penyakit Keluarga
- Riwayat keluarga dengan keluhan serupa: ibu pasien (+)
- Riwayat keluarga dengan penyakit jantung atau cacat bawaan disangkal
6. Riwayat Sosial-Ekonomi
Pasien merupakan anak tunggal. Saat ini pasien diasuh oleh kedua orang tua. Ibu pasien
merupakan seorang ibu rumah tangga dan ayah pasien merupakan pedagang. Biaya
pengobatan menggunakan JKN Non PBI kelas 3.
OBJECTIVE
A. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Fisik dilakukan 24 Januari 2020 pukul 09.00 WIB IGD RSUD Salatiga
Keadaan umum : tampak sesak
Kesadaran : komposmentis, GCS E4M6V5 = 15
Berat Badan : 16.2kg
Tanda Vital
TD :-
HR : 116x/menit , regular, isi dan tegangan cukup
RR : 45 x/menit
Sp O2 : 92%
t : 37 oC
Kepala : Mesosefal
Kulit : Turgor kulit baik , Kuning (-)
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Hidung: Discharge (-), nafas cuping hidung (-)
Mulut : Bibir pucat (-), bibir sianosis (-), pursed lip breathing (-)
Telinga : Disharge (-)
Tenggorokan : Faring hiperemis (-), Tonsil T1/T1
Leher : JVP R+2, pembesaran nnll (-),deviasi trakhea (-), meningeal sign (-)
Dada : Simetris saat statis dan dinamis, sela iga tidak melebar, retraksi suprasternal
(-), retraksi epigastrial (-), retraksi intercostal (+)
Jantung
Inpeksi : Iktus kordis tidak tampak
Palpasi : Iktus kordis teraba di SIC V 2 cm lateral LMCD, tidak kuat angkat,
tidak melebar, pulsasi parasternal (-), pulsasi epigastrial (-), sternal lift (-), thrill (-)
Perkusi : Konfigurasi jantung kesan melebar
Auskultasi : HR 116X/menit , BJ I-II regular
Pulmo
Inspeksi : Simetris saat statis dan dinamis
Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri
Perkusi : Sonor seluruh lapangan paru
Auskultasi : SD Vesikuler (+/+) , Wheezing (+/+) , Ronkhi basah kasar (+/+)
Abdomen
Inspeksi : Cembung , venektasi (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : Timpani , pekak sisi (-) , pekak alih (-)
Palpasi : Supel, defans muskular (-), nyeri tekan (-)

Ekstremitas SUPor INFor


Edema -/- -/-
Akral dingin -/- -/-
Sianosis -/- -/-

B. Pemeriksaan penunjang
1. Laboratium hematologi dan kimia darah (23/1/2020)
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
HEMATOLOGI
Leukosit 6.31 5.50 – 18.00 Ribu/ul
Eritrosit 5.05 3.10 – 5.10 Juta/ul
Hemoglobin 11.9 9.0 – 16.6 g/dl
Hematokrit 36.7 30 – 54 Vol%
MCV 72.6 82 – 126 fl
MCH 23.6 25 – 37 pg
MCHC 32.5 33 – 36 g/dl
Trombosit 208 150 – 450 Ribu /ul
HITUNG JENIS
Eosinofil 10.8 1-5 %
Basofil 0.4 0-1 %
Limfosit 43.0 25-50 %
Monosit 4.3 1-6 %
Neutrofil 41.5 25-60 %

2. Radiologi
Foto Thorax, AP View, inspirasi cukup, kondisi foto cukup
Hasil :
- Tampak corakan bronchovasculer di kedua pulmo dengan perselubungan
semiopaq inhomogen di perihiler, suprahiler, dan paracardial bilateral, air
bronchogram (+)
- Diafragma dextra et sinistra relatif licin
- Tak tampak penebalan limfonodi hiler dextra et sinistra
- Tak tampak penebalan pleural space bilateral
- Cor, besar dan konfigurasi dalam batas normal
- Sistema tulang yang tervisualisasi intak
Kesan :
- Gambaran bronchopneumonia
- Tak tampak gambaran emfisematous lung
- Tak tampak limfadenopati hiler bilateral
- Besar dan konfigurasi cor dalam batas normal
DAFTAR MASALAH
1. Sesak sejak 5 hari SMRS  1
2. Batuk  1
3. Riwayat keluhan serupa  1
4. Riwayat ibu pasien memiliki penyakit serupa  1
5. SpO2 = 92%  1
6. Retraksi intercostal 1
7. Wheezing (+)  1
8. Eosinofilia 1
9. Gambaran bronkopneumonia  1
ANALISIS SINTESIS
1. Asma serangan derajat berat
ASSESMENT
Asma serangan derajat berat
PENATALAKSANAAN
 Rawat inap
 O2 1lpm nasal kanul
 Nebulasi combivent 1 respule + NaCl 0,9% 2cc sebanyak 3x
 Injeksi metil prednisolon 3x20mg
 Drip aminofilin 200mg dilarutkan dalam D5% menjadi 24cc, pasang dengan syringe
pump kecepatan 1cc/jam
 Nebulasi combivent respule + NaCl 0,9% 2cc tiap 6 jam

 Salbutamol 3x1/2 cth


 Zinc 1x1/2 cth
 Alco syr 2x3.5ml

FOLLOW UP
Tanggal S O A P
25/1/2020 Sesak (+) KU : baik , CM  Asma serangan - O2 1 lpm
berkurang, VS : Nadi 87x, RR 22x, T derajat berat nasal kanul
batuk (+) 37, SaO2 98% nasal - Inf KN 3B
berkurang, kanul 26tpm makro
demam (-) - Drip
Kepala : mesocepal aminofilin
Mata : CA (-/-), SI (+/+) 200mg
Leher : T1-T1,faring tdk dilarutkan
hiperemis, KGB tdk dalam D5%
membesar menjadi
Thorax : Retraksi 24cc, pasang
suprasternal (-) , Retraksi dengan
Epigastrial (-), retraksi syringe
intercostal (-) pump
Cor : BJ 1,2 reguler kecepatan
Pulmo : SDV (+/+), RBH 1cc/jam
(-/-), wheezing (+/+) - Inj metil
berkurang prednisolon
Abd : BU (+) N, timpani, 3x20mg
supel, NT (-) epigastrium,
- Nebulasi
turgor baik, hepar/lien
tidak teraba
combivent
Eks : akral hangat, respule +
CRT<2", adp kuat NaCl 0,9%
2cc tiap 6
jam
- Salbutamol
3x1/2 cth
- Zinc 1x1/2
cth
- Alco syr
2x3.5ml

26/1/2020 Sesak (-), KU : baik , CM  Asma serangan - O2 1 lpm


batuk (-), VS : Nadi 80x, RR 22x, T derajat berat nasal kanul
demam (-) 37, SaO2 98% nasal - Inf KN 3B
kanul 26tpm makro
- Drip
Kepala : mesocepal aminofilin
Mata : CA (-/-), SI (+/+) 200mg
Leher : T1-T1,faring tdk dilarutkan
hiperemis, KGB tdk dalam D5%
membesar menjadi
Thorax : Retraksi 24cc, pasang
suprasternal (-) , Retraksi dengan
Epigastrial (-), retraksi syringe
intercostal (-) pump
Cor : BJ 1,2 reguler kecepatan
Pulmo : SDV (+/+), RBH 1cc/jam
(-/-), wheezing (-/-) (stop)
Abd : BU (+) N, timpani, - Inj metil
supel, NT (-) epigastrium, prednisolon
turgor baik, hepar/lien 3x20mg
tidak teraba
- Nebulasi
Eks : akral hangat,
CRT<2", adp kuat
combivent
respule +
NaCl 0,9%
2cc tiap 8
jam
- Salbutamol
3x1/2 cth
- Zinc 1x1/2
cth
- Alco syr
2x3.5ml

27/1/2020 Sesak (-), KU : baik , CM  Asma serangan - BLPL


batuk (-), VS : Nadi 80x, RR 20x, T derajat berat - Salbutamol
demam (-) 37, SaO2 98% nasal 3x1/2 cth
kanul - Alco syr
2x3.5ml
Kepala : mesocepal
Mata : CA (-/-), SI (+/+)
Leher : T1-T1,faring tdk
hiperemis, KGB tdk
membesar
Thorax : Retraksi
suprasternal (-) , Retraksi
Epigastrial (-), retraksi
intercostal (-)
Cor : BJ 1,2 reguler
Pulmo : SDV (+/+), RBH
(-/-), wheezing (-/-)
Abd : BU (+) N, timpani,
supel, NT (-) epigastrium,
turgor baik, hepar/lien
tidak teraba
Eks : akral hangat,
CRT<2", adp kuat

PROGNOSIS
Ad vitam : Dubia ad malam
Ad functionam : Ad bonam
Ad sanationam : Dubia ad malam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Asma
2.1.1 Definisi
Asma adalah penyakit yang ditandai dengan mengi berulang dan/atau batuk
persisten dengan karakteristik: timbul secara episodik, cenderung pada malam/dini
(nokturnal), musiman, setelah aktivitas fisik, serta terdapat riwayat asma atau atopi
lain pada pasien dan/atau keluarganya.1
Serangan asma (eksaserbasi) adalah episode perburukan gejala-gejala asma
secara progresif, yaitu sesak napas, batuk, mengi, dada terasa tertekan, atau kombinasi
gejala-gejala tersebut. Serangan asma juga ditandai dengan penurunan PEF atau
FEV1.1
2.1.2 Patofisiologi
Mekanisme utama penyebab terjadinya gejala sesak napas pada asma adalah
inflamasi kronik dan hipereaktivitas bronkus. Kedua hal tersebut menyebabkan
penyempitan jalan napas, sehingga muncul gejala sesak napas.
Diawali dari aktivasi sel akibat paparan faktor pencetus yang mengakibatkan
pelepasan mediator inflamasi seperti leukotriens, tromboksan, PAF, dan protein
sitokis. Sel tersebut antara lain sel mast, neutrofil, sel makrofag alveolar, sel epitel
jalan napas, limfosit, dan monosit. Paparan alergen secara terus menerus
mengakibatkan terjadinya inflamasi kronis dan hipereaktivitas bronkus.
Inflamasi kronis, kerusakan jaringan, dan kegagalan memperbaiki kerusakan
dinding saluran pernapasan menyebabkan terjadinya airway remodelling atau
perubahan struktur saluran pernapasan (Homer dan Elias, 2005). Perubahan tersebut
meliputi perubahan sel epitel, fibrosis subepitel, hiperplasia sel goblet, peningkatan
massa otot polos, dan terbentuknya neovaskularisasi pada saluran pernapasan (Shifren
et al., 2011). Menurut Zhu et al (1999), airway remodelling pada mencit model asma
terdapat overekspresi sitokin Th2, yaitu IL-13, IL-5, dan IL-4. Peningkatan kadar
ketiga sitokin tersebut mengakibatkan proliferasi epitel, hiperplasia sel goblet,
infiltrasi masif eosinofil, dan fibrosis sub epitel.
Untuk seseorang memiliki asma, ada beberapa tahap yang dilaluinya.
1) Sensitisasi, yaitu seseorang yang memiliki risiko genetik dan lingkungan
apabila terpapar oleh pemicu maka akan timbul sensitisasi pada dirinya.
2) Seseorang yang telah tersensitisasi belum tentu akan menjadi asma. Apabila
seseorang yang telah tersensitisasi, kemudian terpapar oleh pemicu
berulang kali akan terjadi reaksi inflamasi kronis serta hipereaktivasi
bronkus. Sehingga seiring berjalannya waktu terjadilah penyempitan
saluran napas.
3) Jika seseorang tersebut terpapar kembali oleh pencetus, maka akan terjadi
serangan asma (mengi).

2.1.3. Etiologi
Asma memiliki fenotipe yang sangat heterogen pada pasien, sehingga gejala
klinis yang akan muncul akan berbeda-beda. Faktor risiko yang menjadi penyebab
perbedaan tersebut yaitu genetik, lingkungan, dan host.3
(a) Genetik
Faktor genetik memiliki peran penting dalam pewarisan penyakit asma
dan alergi serta fenotipe asma yang muncul pada seseorang. Dari hasil
penelitian saat ini, telah teridentifikasi terdapat 18 regio genomik dan
lebih dari 100 gen yang berhubungan berkaitan dengan munculnya
alergi terhadap makanan, 6 sitokin yang berespon terhadap darah pada
plasenta, dan konsentrasi nitrit oksida pada pernapasan bayi baru
lahir.7-8 Risiko terjadinya asma juga semakin meningkat apabila
terdapat paparan asap rokok post natal. Asap rokok tersebut akan
menyebabkan penurunan fungsi paru yaitu peningkatan responsivitas
bronkus dan wheezing.
Berdasarkan studi observasional, penyakit atopi berkaitan dengan
makanan yang mengandung agen anti inflamasi (asam lemak omega 3)
dengan alergi dan asma pada 11 populasi manusia. Lengan panjang
kromosom 2, 5, 6, 12, 13 merupakan kromosom yang paling sering
terjadi replikasi pada pasien alergi dan asma.4
(b) Lingkungan
1. Paparan asap rokok saat prenatal
Asap rokok yang terpapar pada saat prenatal telah terbukti berkaitan
terhadap munculnya wheezing pada anak-anak.5 Selain itu juga
dan antioksidan seperti zinc dan vitamin E. Beberapa studi
menunjukkan bahwa konsumsi ikan atau minyak ikan saat hamil dapat
menurunkan terjadinya penyakit atopi (eczema dan asma) sampai usia
6 tahun.9-11 Sama halnya dengan konsumsi vitamin E dan zinc yang
tinggi saat kehamilan dapat menurunkan risiko terjadinya asma sampai
usia 5 tahun. Namun, hingga saat ini belum ditemukan agen protektif
dari makanan tertentu yang dikonsumsi saat hamil yang dapat
mencegah terjadinya penyakit atopi.12
2. Alergen di dalam ruangan
3. Alergen di luar ruangan
4. Makanan
5. Obat-obatan
6. Bahan yang mengiritasi
7. Ekspresi emosi berlebih
8. Polusi udara
9. Exercise induce asthma
10. Perubahan cuaca
c) Host
(i) Stres
Dari hasil penelitian dengan hewan coba, menunjukkan bahwa ibu
hamil yang stres akan meningkatkan risiko terjadinya penyakit atopi
melalui jalur aksis hipotalamus-pituitari-adrenal yaitu penurunan
hormon kortisol.13
(ii) Riwayat kelahiran
Anak dengan riwayat kelahiran melalui sectio caesaria memiliki risiko
penyakit atopi 2-3 kali lebih tinggi. Hal ini disebabkan karena adanya
stres pada maternal dan perbedaan mikroflora usus yang berhubungan
dengan riwayat kelahiran.14

2.1.4. Klasifikasi
Asma diklasifikasikan derajat keparahannya saat serangan atau tanpa
serangan sebagai berikut.
2.1.4.1 Asma saat tanpa serangan
Parameter klinis, Asma episodik Asma episodik Asma persisten
kebutuhan obat, dan jarang sering
faal paru asma
Frekuensi serangan <1x/bulan >1x/bulan Sering
Lama serangan <1 minggu >1 minggu Hampir sepanjang
tahun, tidak ada
periode bebas
serangan
Intensitas serangan Biasanya ringan Biasanya sedang Biasanya berat
Diantara serangan Tanpa gejala Sering ada gejala Gejala siang dan
malam
Tidur dan aktivitas Tidak terganggu Sering terganggu Sangat terganggu
Pemeriksaan fisik diluar Normal Mungkin terganggu Tidak pernah
serangan normal
Obat pengendali (anti Tidak perlu Perlu Perlu
inflamasi)
Uji faal paru (diluar PEF atau FEV1 PEF atau FEV1 PEF atau
serangan) >80% <60-80% FEV1<60%
Variabilitas faal paru Variabilitas >15% Variabilitas>30% Variabilitas 20-30%
(bila ada serangan)
Tabel 1. Derajat asma tanpa serangan

2.1.4.2. Derajat Serangan Asma1


Parameter klinis, Ringan Sedang Berat Ancaman henti
fungsi paru, napas
laboratorium
Sesak Berjalan Berbicara Istirahat
Bayi: menangis Bayi: Bayi: tidak mau
keras -tangisan pendek makan/ minum
dan lemah
-kesulitan
menyusu/ makan
Posisi Bisa berbaring Lebih suka Duduk
duduk bertopang
lengan
Bicara Kalimat Penggal kalimat Kata-kata
Kesadaran Mungkin Biasanya irritable Biasanya Kebingungan
irritable irritable
Sianosis Tidak ada Tidak ada Ada Nyata
Mengi Sedang, sering Nyaring, Sangat nyaring, Sulit/ tidak
hanya akhir sepanjang terdengar tanpa terdengar
ekspirasi ekspirasi + stetoskop
inspirasi
Penggunaan alat Biasanya tidak Biasanya ya Ya Gerakan paradoks-
bantu torakoabdominal
respiratorik
Retraksi Dangkal, Sedang, Dalam, ditamah Dangkal/ hilang
retraksi ditambah retraksi napas cuping
interkostal suprasternal hidung

Laju napas Takipnea Takipnea Takipnea Bradipnea


Pedoman laju
napas:
Usia
<2 bulan =
<60/mnt
2-12 bln =
<50x/mnt
1-5 thn =
<40x/mnt
6-8 thn <30x/mnt
Laju nadi Normal Takikardi Takikardi Bradikardi
Pedoman nilai
baku laju nadi:
2-12bln =
<160x/mnt
1-2thn =
<120x/mnt
3-8 thn =
<110x/mnt
Pulsus Tidak ada Ada Ada Tidak ada, tanda
paradoksus <10mmHg 10-20mmHg >20mmHg kelelahan otot
napas
PEFR atau FEV1
(% nilai prediksi/
nilai terbaik)
-pre bronkodilator >60% 40-60% <40%
-post
bronkodilator >80% 60-80% <60%, respon
<2 jam

SaO2% >95% 91-95% <90%


PaO2 Normal >60mmHg <60mmHg
PCO2 <45mmHg <45mmHg >45mmHg
Tabel 2. Derajat serangan asma

2.1.3.3.Derajat Pengendalian Asma2


Manifestasi klinis Terkendali penuh Terkendali Tidak terkendali
dengan/tanpa obat sebagian (Minimal
pereda (Bila semua satu kriteria
kriteria terpenuhi) terpenuhi)
Gejala siang hari Tidak pernah >2x/minggu Tiga atau lebih
(≤2x/minggu) kriteria terkendali
Aktivitas terbatas Tidak ada Ada
sebagian
Terbangun Tidak ada Ada
malam hari
karena asma
Pemakaian Tidak pernah >2x/minggu
pereda (≤2x/minggu)

2.1.5 Diagnosis
1) Anamnesis
Gejala yang dapat ditemukan antara lain sulit bernapas, mengi, atau dada
terasa berat yang bersifat episodik setelah terpapar pencetus, serta adanya
riwayat asma atau penyakit atopi pada pasien atau keluarganya. Gejaa lain
yang dapat ditemui yaitu batuk, pilek, maupun gejala yang berkurang setelah
pemberian pengobatan anti asma. Selain itu digali pula frekuensi kekambuhan
untuk menilai derajat kekerapan kekambuhan asma.1
2) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan yang perlu diperhatikan adalah kondisi umum pasien, kesadaran
pasien, tanda vital, suhu tubuh apakah terdapat infeksi penyerta/ komplikasi,
saturasi oksigen pada jaringan perifer, serta pemeriksaan paru-paru.
Pemeriksaan fisik yang baik diperlukan untuk menunjang diagnosis dan
menentukan penilaian derajat serangan asma.1
Secara umum pada pasien asma dapat ditemukan hal-hal sebagai berikut,
sesuai derajat serangan.
 Inspeksi: pasien terlihat gelisah, sesak (napas cuping hidung, napas
cepat, retraksi sela iga, retraksi epigastrium, retraksi suprasternal)
 Palpasi: biasanya tidak ditemukan kelainan, pada serangan berat dapat
ditemukan pulsus paradoksus
 Perkusi: biasanya tidak ditemukan kelainan
 Auskultasi: ekspirasi memanjang, wheezing, lendir
3) Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan fungsi paru: peak flow meter, spirometer.
b. Uji reversibilitas
c. Uji alergi
d. Analisis gas darah: pada asma dapat terjadi asidosis respiroatorik dan
metabolik.
e. Darah lengkap dan serum elektrolit.
f. Foto toraks: pada asma umumnya tampak hiperaerasi, bisa dijumpai
komplikasi atelektasis, pneumotoraks, dan pneumomediastinum.1

2.1.6 Diagnosis Banding


Anak:
 Rinosinusitis
 Refluks gastroesofageal
 Infeksi respiratorik bawah berulang
 Displasia bronkopulmoner
 Tuberkulosis
 Malformasi konginetal
 Aspirasi benda asing
 Defisiensi imun
 Penyakit jantung bawaan

2.1.7 Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan asma berdasarkan derajat serangannya maupun
kekerapan kekambuhannya, yaitu sebagai berikut.

Diagram 1. Alur Tatalaksana Serangan Asma pada Anak


2.1.5.1. Tatalaksana Asma Eksaserbasi Akut
(a) Serangan Asma Ringan
Pasien didiagnosis sebagai serangan asma ringan apabila dengan sekali
nebulasi pasien menunjukkan respons yang baik (complete response).
 Pasien diobservasi selama 1-2 jam, jika respon tersebut bertahan, maka
pasien dapat dipulangkan dan dibekali obat β-agonis (hirup atau oral)
yang diberikan setiap 4-6jam.
 Apabila pencetusnya virus, pasien dapat ditambahkan steroid oral
jangka pendek selama 3-5hari.
 Pasien kemudian dianjurkan kontrol ke klinik rawat jalan dalam waktu
24-48jam untuk evaluasi ulang tatalaksana.
 Jika sebelum serangan pasien sudah mendapatkan obat pengendali,
obat tersebut diteruskan hingga evaluasi ulang yang dilakukan di klinik
rawat jalan. Namun, jika setelah observasi 2 jam gejala timbul
kembali, pasien diperlakukan sebagai serangan asma sedang.
(b) Serangan Asma Sedang
Serangan asma sedang apabila dengan pemberian nebulasi sebanyak dua
atau tiga kali pasien hanya menunjukkan respon parsial (incomplete
response). Sehingga derajat serangan harus dinilai ulang.
 Pasien diobservasi dan ditangani di ruang rawat sehari (RSS).
 Pasien diberikan kortikosteroid sistemik (oral) metilprednisolon.
dengan dosis 0.5-1mg/kgBB/hari selama 3-5 hari.
 Pasien dipasang jalur parenteral sejak di IGD.
(c) Serangan Asma Berat
Apabila dengan tiga kali nebulasi berurut-turut pasien tidak menunjukkan
respon (poor response), yaitu gejala dan tanda serangan masih ada, pasien
harus dirawat di ruang rawat inap.
 Oksigen 2-4l/menit diberikan sejak awal termasuk saat nebulasi
(Evidence B).
 Pasien dipasang jalur parenteral dan foto toraks
 Apabila menunjukkan gejala dan tanda ancaman henti napas, pasien
harus langsung dirawat di ruang rawat intensif. Pada pasien serangan
berat dan ancaman henti napas, foto toraks harus langsung dibuat
untuk mendeteksi komplikasi pneumotoraks dan/atau
pneumomediastinum.
 Apabila terjadi dehidrasi dan asidosis, diatasi dengan pemberian cairan
intravena dan koreksi terhadap asidosis.
 Steroid intravena diberikan secara bolus dengan dosis 0.5-
1mg/kgBB/hari tiap 6-8 jam (Evidence A).
 Nebulasi β-agonis + antikolinergik dengan oksigen tiap 1-2 jam;
apabila terdapat perbaikan klinis dengan pemberian 4-6 kali, jarak
pemberian dapat diperlebar menjadi tiap 6-8 jam (Evidence B).
 Aminofilin diberikan secara intravena dengan ketentuan sebagai
berikut:
 Jika pasien belum mendapat aminofilin sebelumnya, diberikan
dosis awal (inisial) sebesar 6-8mg/kgBB dilarutkan dalam D5%
atau garam fisiologis sebanyak 20ml, diberikan dalam 20-30 menit.
 Jika pasien telah mendapat aminofilin sebelumnya (kurang dari 4
jam), dosis yang diberikan adalah setengah dosis inisial.
 Sebaiknya kadara aminofilin dalam darah dipertahankan sebesar
10-20mcg/ml.
 Selanjutnya, aminofilin dosis rumatan sebesar 0.5-1ml/kgBB/jam
(Evidence D).
 Jika telah terjadi perbaikan klinis, nebulasi diteruskan setiap 6 jam,
hingga 24 jam.
 Steroid dan aminofilin diganti dengan pemberian per oral.
 Jika dalam 24 jam pasien tetap stabil, pasien dapat dipulangkan dengan
dibekali obat β-agonis (hirupan atau oral) yang diberikan tiap 4-6jam
selama 24-48 jam.
 Steroid oral dilanjutkan hingga pasien kontrol ke klinik rawat jalan
dalam 24-48 jam untuk evaluasi ulang tata laksana.
 Ancaman henti napas: hipoksemia terjadi meskipun telah diberikan
oksigen. Ancaman henti napas membutuhkan ventilasi mekanik.1

DAFTAR PUSTAKA

1. IDAI. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Indonesia Edisi II,Jakarta: Badan
Penerbit IDAI.2009
2. GINA.
3. Burke W, Fesinmeyer M, Reed K, et al. Family history as a predictor of asthma
risk. Am J Prev Med. 2003;24:160–9.
4. Ober C, Hoffjan S. Asthma genetics 2006: the long and winding road to gene
discovery. Genes Immun. 2006;7:95–100.
5. Stein RT, Holberg CJ, Sherrill D, et al. Influence of parental smoking on respiratory
symptoms during the first decade of life: the Tucson Children’s Respiratory
Study. Am J Epidemiol. 1999;149:1030–7.
6. Lau S, Nickel R, Niggemann B, et al. The development of childhood asthma:
lessons from the German Multicentre Allergy Study (MAS) Paediatr Respir
Rev. 2002;3:265–72.
7.  Devereux G, Barker RN, Seaton A. Antenatal determinants of neonatal immune
responses to allergens. Clin Exp Allergy. 2002;32:43–50. 
8. Macaubas C, de Klerk NH, Holt BJ, et al. Association between antenatal cytokine
production and the development of atopy and asthma at age 6
years. Lancet. 2003;362:1192–7.
9.  Willers SM, Devereux G, Craig LC, et al. Maternal food consumption during
pregnancy and asthma, respiratory and atopic symptoms in 5-year-old
children. Thorax. 2007;62:773–9.
10. Romieu I, Torrent M, Garcia-Esteban R, et al. Maternal fish intake during
pregnancy and atopy and asthma in infancy. Clin Exp Allergy. 2007;37:518–25.
11. Mihrshahi S, Ampon R, Webb K, et al. The association between infant feeding
practices and subsequent atopy among children with a family history of
asthma. Clin Exp Allergy. 2007;37:671–9.
12. Martindale S, McNeill G, Devereux G, et al. Antioxidant intake in pregnancy in
relation to wheeze and eczema in the first two years of life. Am J Respir Crit Care
Med. 2005;171:121–8
13. Wright RJ, Finn P, Contreras JP, et al. Chronic caregiver stress and IgE expression,
allergen-induced proliferation, and cytokine profiles in a birth cohort predisposed
to atopy. J Allergy Clin Immunol. 2004;113:1051–7
14. Wright RJ, Finn P, Contreras JP, et al. Chronic caregiver stress and IgE expression,
allergen-induced proliferation, and cytokine profiles in a birth cohort predisposed
to atopy. J Allergy Clin Immunol. 2004;113:1051–7

Anda mungkin juga menyukai