Anda di halaman 1dari 17

NAMA KELOMPOK:

1. Amelia Rahmawani Safitri (E1M018003)

2. Azizah Aulyah (E1M018013)

3. Endang Sulandri (E1M018025)

4. Novita Humdayani (E1M018055)

BAB V

AIR LAUT DAN SIKLUS GLOBAL

Peranan air laut dalam siklus unsur-unsur secara global diilustrasikan dalam gambar
3. 1 di bawah ini yang diberikan sebagai berikut:

1. Weathering batuan menyuplai konstituen terlarut di lautan dan ditambahkan baik oleh
pelarutan mineral-mineral batuan dari kerak lautan selama sirkulasi hidrotermal maupun oleh
suplai klorida, sulfat dan volatil-volatil berlebih lainnya dari gas-gas vulkanik.Weathering
adalah proses peluruhan dan pengubahan batu-batuan dan mineal dengan proses fisika dan
kimia.

2. Kebanyakan konstituen terlarut memiliki waktu tinggal jauh lebih lama dibanding waktu
pengadukan lautan (gambar 1. 8 di atas) dan dapat disikluskan secara berulang-ulang di
dalam badan utama lautan, khususnya oleh partisipasi di dalam reaksi-reaksi biologi. Bisa
juga terjadi pertukaran melalui dasar laut dan interface udara – laut.

3. Konstituen terlarut akhirnya ditarik dari larutan air laut ke dalam sedimen dan batuan oleh
proses-proses weathering balik. Proses-proses ini meliputi adsorbsi dan scavenging dari
unsur-unsur minor dan trace, pembentukan material skeletal, reaksi-reaksi diagenetik dengan
sedimen, pemeliharaan/penjagaan dalam lingkungan anoksik, dan reaksi-reaksi selama
aktifitas hidrotermal. Proses scavenging adalah proses pembilasanatau pembersihan clyinder
dari gas buang dan menggantikannya dengan udara bersih pada mesin diesel atau campuran
udara bahan bakar pada mesin bensin.

4. Sedimen dan batuan dikeluarkan dari lingkungan lautan dengan cara uplift (gaya
angkat)langsung di atas sea-level atau dengan cara subduction ke dalam kulit bumi, pada
destructive plate margins.Uplift membawa kembali sedimen dan batuan secara langsung ke
dalam lingkungan weathering; subduction akhirnya mengembalikan sedimen dan batuan ke
kulit bumi via proses-proses magmatik yang membentuk batuan igneous(batuan beku) adalah
jenis batuan yang terbentuk dari magma yang mendingindan mengeras dan melepaskan gas-
gas vulkanik (termasuk volatil-volatil berlebih). Subduction adalah proses geologi wilayah
kerak bumi dimana terdapat pada batas dua lempeng tektonik litosfer,lempeng dengan kerak
saudra yang lebih tipis menunjam ke bawah lempeng yang dengan kerak benua yang lebih
tebal secara kovergen.

Gambar 5. 1 Selama lebih dari jutaan tahun, lautan berlaku sebagai tanki yang
mencampur baik larutan air laut. Proses input dan output bisa berupa eksternal (sun-driven
flow, fotosintesis) atau internal (earth-driven: reaksi-reaksi pada mid-oceanic ridges dan
subduction dari kerak lautan)

Karena itu, volatil-volatil berlebih merupakan bagian dari siklus global. Suatu bagian kecil
kemungkinan benar-benar sedikit atau primordial (misalnya.yamg dibawa dari kedalaman
bumi, dimana volatil-volatil berlebih telah ada sejak awal); tetapi kebanyakan dari volatil-
volatil berlebih disirkulasikan melalui sistem seperti yamg terdapat pada gambar 3. 1 di atas
selama ribuan juta tahun.

Karbon dioksida dan metana adalah juga merupakan gas-gas vulkanik. Perbandingan kedua
gas ini kecil, kebanyakan didaur-ulang. Bagaimana hal ini dapat terjadi?

Jawab :
Bukti geologis mendukung dalil yang menyatakan bahwa komposisi air laut tidak
pernah berubah secara signifikan selama paling tidak beberapa ratus juta tahun. Sedimentary
lautan dan keberadaan batuan dari semua umur geologi menunjukkan komposisi yang sangat
sama dengan ekivalen modernnya. Hal ini diaplikasikan tidak hanya kepada komponen utama
dari limestone, sandstone, dan shales tetapi juga kepada konsentrasi unsur-unsur minor dan
trace. Sebagai contoh, penguapan lebih tua dari 2500 juta tahun tetap membuktikan bahwa
natrium klorida adalah merupakan garam utama yang diendapkan. Perbandingan unsur-unsur
seperti tembaga, seng, dan uranium di serpihan laut yang kaya zat-zat organik dari periode
purba geologi sama dengan perbandingan sedimen-sedimen yang terdeposit sekarang ini di
Laut Hitam. Karena itu keadaan kimia tampaknya menjadi sesuatu yang karakteristik
mendasar dari lautan. Kecepatan input dan pengeluaran dari kebanyakan konstituen-
konstituen terlarut harusnya terdapat dalam kesetimbangan yang menyebabkan kita mampu
menghitung waktu tinggal. Kestabilan komposisi jangka panjang tidak berarti kekonstanan
abadi, dan terjadi perubahan dalam komposisi air laut.

Sejarah awal mula terbentuknya laut di Bumi tentu tidak terlepas dari sejarah air
bermula. Air laut pun berbeda dari air yang kita konsumsi sehari-hari karena kadar garamnya
tinggi. Itulah mengapa air dalam cekungan besar menggenangi daratan dan asin disebut
sebagai “laut”.Pada 3,2 miliar tahun silam, bahkan air dalam jumlah banyak tersebut
menciptakan kehidupan mikoorganisme

Dari Mana Air Berasal?

Para ilmuwan memperdebatkan awal mula terbentuknya air di Bumi. Beberapa penelitian
menemukan bahwa air dibawa oleh komet dan asteroid saat terjadinya Late Heavy
Bombardment atau Pengeboman Berat Akhir. Ada pula yang memperdebatkan bahwa air
sudah ada di Bumi sebelum meteor dan asteroid menghantam Bumi.

 7 Teori Asal Mula Kehidupan

Teori ilmiah yang paling populer mengatakan air Bumi berasal dari asteroid
dan komet. Asteroid tersebut dipenuhi es masuk ke Bumi yang saat itu masih kering
dan berbatu sekitar 4,5 miliar tahun yang lalu. Lalu, ada pula yang mengatakan bahwa
air Bumi juga berasal dari komet yang menyimpan air.Namun, sebuah studi terbaru
komet Hale-Bopp, air Bumi tidak berasal dari komet. Komet memiliki komponen air
sebagai bahan pembentuknya. Air tersebut berbeda dengan air yang ada di Bumi. Air
tersebut mengandung isotop hidrogen yakni deuterium dan lebih sering disebut
sebagai “air berat”.Jika air Bumi terbentuk dari pasokan air komet, seharusnya lautan
dan sumber air kita memiliki jumlah deuterium yang sama besarnya dengan komet.
Faktanya, laut hanya memiliki jumlah deutrerium yang sangat sedikit. Pada saat Late
Heavy Bombardment komet dan asteroid membombardir Bumi. Tetapi kandungan air
komet tidak mendominasi kandungan air di Bumi.Lalu indikasi asteroid merupakan
sumber air diketahui air di bumi berusia lebih muda dari Tata Surya. Hal ini kemudian
memperkuat hipotesis bahwa asteroid yang terbentuk setelah komet menjadi kuat.
Asteroid juga diperkirakan menyumbang 30% air di Bumi.

Eksperimen dilakukan untuk mengetahui benda dari kosmik tersebut


mengirimkan air ke Bumi. Percobaan dilakukan dengan menggunakan proyektil yang
berkomposisi chondrites karbon yang berasal dari asteroid kuno kaya air. Asteroid
kuno tersebut pernah membombardir bumi dengan kecepatan tinggi pada sekitar 4
miliar tahun silam.Saat percobaan tersebut dilakukan, proyektil meteorit itu
ditembakkan dengan kecepatan 18.000 km per jam. Para peneliti mengamati air dalam
jumlah banyak dari proyektil berukuran marmer yang terperangkap di bebatuan Bumi.

 Penelitian Kristal Kaca dan Debu Matahari

Komet bisa dihilangkan sebagai salah satu pemasok air Bumi. Namun, tentu
komet tidak dapat dienyahkan begitu saja, karena komponnen komet ada yang
berguna sebagai pendukung mikroorganisme hidup pada 3,2 juta tahun silam.Para
ilmuwan meneliti dan menganalisis batuan dari Pulau Baffin di Kanada. Batuan
tersebut mendukung adanya hipotesis muasal air. Batuan tersebut berasal dari mantel
Bumi. Di dalam batuan tersebut, terdapat tetesan kecil air yang terjebak di kristal-
kristal kaca.Air yang terjebak tersebut berbeda dari komponen air dari komet. Air
tersebut terbuat dari oksigen dan hidrogen normal, bukan dari oksigen dan duterium
yang sering dsebut sebagai air berat. Rasio air berat dengan air normal tersebut
sangatlah berbeda.Peneliti lain juga mengungkapkan bahwa air di Bumi bahkan sudah
ada sejak Bumi belum terbentuk seperti saat ini. Beberapa peneliuti yang
mengeluarkan studi tersebut mengatakan debu-debu yang mengelilingi matahari
kemungkinan sudah mengandung air. Debu-debut tersebut menyerap air dalam waktu
1 juta tahun. Kemudian debu tersebut cukup basah lalu menggumpalkan komponen
debu pembentuk Bumi.

Bagaimana Laut Terbentuk?


Sejarah Awal Mula Terbentuknya Laut

Terdapat beberapa teori yang menyebutkan sejarah awal mula terbentuknya laut.
Salah satunya adalah melalui komet dan asteroid yang menyumbang 250.000 ton air di Bumi.
Namun tidak hanya itu, air di Bumi juga dapat diciptakan dari dalam Bumi itu sendiri. Yaitu
dengan aktivitas vulkanik yang panas.Bumi pada awal terbentuk sangat panas karena masih
berupa lava dari berbagai aktivitas vulkanik. Layaknya kelereng yang meletup-letup.
Kemudian, dari aktivitas yang menimbulkan panas tersebut, uap tercipta Proses pembentukan
air dan laut ini termasuk rumit. Uap tersebut kemudian tekondensasi dan menghasilkan hujan
dalam waktu yang cukup lama, yakni ribuan tahun. Ribuan tahun hujan membasahi Bumi dan
membuatnya cukup mendingin dan menciptakan cekungan-cekungan air agar tidak menjadi
planet kering. Pada 3,8 milyar silam, Bumi sudah berupa Planet biru karena air yang melapisi
permukaannya.

Bumi disebut sebagai Planet Biru karena 70% permukaan Bumi ditutupi oleh air.
Bumi memiliki air yang menjadi sumber kehidupan di muka Bumi. Air di Bumi berbeda
dengan air-air yang dimiliki oleh planet-planet lain dalam Tata Surya. Bahkan komponen
pembentuk lautannya pun juga berbeda nantinya dengan sumber air yang sekarang kita
konsumsi.Saat itu hanya ada satu laut terbentuk. Pergerakan lempeng Bumi lah yang
menciptakan berbagai pulau yang memecah Pangaea dan Panthalassa (samudera). Bahkan, air
laut yang asin ini juga disebabkan oleh hujan. Siklus hujan meruntuhkan mineral dan ion dari
batuan dan tanah di darat. Mineral dan ion tersebut menumpuk di samudera karena
mengalami proses penghanyutan. Dari tumpukan itulah air laut berasa asin.

5. 1 Sejarah Singkat Air Laut

Pengaruh yang paling signifikan pada lingkungan permukaan bumi adalah komposisi
atmosfir yang didominasi oleh nitrogen dan karbon dioksida. Tidak terdapat oksigen bebas di
atmosfir primitif yang kemungkinan juga mengandung metana (produk degassing lainnya
dari bumi) dan mungkin juga terdapat reduksi lokal nitrogen menjadi amonia. Percobaan
laboratorium pada 1950an menunjukkan bahwa asam-asam amino (building block dari
protein) mungkin dapat disintesis secara alamiah dari gas-gas tersebut di dalam larutan air
laut. Energi yang dibutuhkan disuplai oleh petir dan radiasi UV yang dapat masuk ke
permukaan atmosfir bumi tanpa oksigen atmosfir dan lapisan ozon. Dengan penemuan
ventilasi hidrotermal di lautan selama 1970an, disarankan bahwa molekul-molekul organik
diperlukan untuk perkembangan awal kehidupan terbentuk yang dapat juga berasal dari laut
dalam. Ventilasi hidrotermal memberikan lingkungan ideal: adanya banyak air panas dan
bahan baku yang melimpah. Bumi kita lebih panas pada awal evolusinya dibanding sekarang
ini dan lingkungan hidrotermal lebih meluas. Beberapa meteorit mengandung molekul-
molekul organik termasuk hidrokarbon dan asam-asam amino sehingga “sup organik” dari
bumi muda mungkin diturunkan dari luar angkasa. Apapun asal dari kehidupan di bumi,
bentuk-bentuk kehidupan yang ada di dalam catatan fosil berumur kira-kira 3,5 milliar tahun
misalnya algae primitif biru – hijau (sianobakteria) yang membutuhkan cahaya matahari
untuk fotosintesis. Komposisi air laut di bumi berbeda dari yang ada sekarang ini.
Konstituen-konstituen terlarut seperti bikarbonat dan sulfat (anion) dan besi dan mangaan
(kation) terdapat dalam perbandingan yang sangat berbeda. Konsentrasi HCO 3-merupakan
yang kedua setelah Cl- sebab belerang kebanyakan ditemukan dalam bentuk sulfida yang
relatif tidak larut dibanding sulfat yang larut. Bentuk-bentuk tereduksi dari besi dan mangaan
Fe(II) dan Mn(II) yang agak larut dan kedua unsur ini merupakan komponen utama dari
kerak batuan (tabel 1. 4) yang kelimpahannya di laut lebih tinggi dibanding sekarang ini.

Perbandingan CO2 : O2 atmosfir perlahan-lahan turun dengan waktu ketika


fotosintesis organisme memfiksasi karbon dalam jaringan organik dan melepaskan oksigen
(reaksi 1. 3). Faktor kontribusi menyatakan akumulasi kalsium karbonat, terutama
stromatolites yang diendapkan sebagai mats oleh algae air dangkal yang sudah eksis paling
tidak 3 milliar tahun yang lalu (hewan dengan skeleton kalkareous tidak berkembang hingga
kira-kira 600 juta tahun yang lalu).Dengan oksidasi atmosfir dan penurunan CO2 yang
progresif, baik atmosfir maupun lautan mendekati komposisinya saat ini. Efek buffer
temperatur lautan menahan permukaan bumi toleran terhadap kehidupan, tetapi temperatur
rata-rata permukaan menunjukkan fluktuasi yang dapat diterima. Terdapat bukti geologi yang
baik bahwa lingkungan permukaan bumi normalnya dikarakterisasi oleh kutub-kutub bebas
es dan gradien temperatur kutub yang relatif halus. Secara singkat, bumi saat ini
menggambarkan kondisi yang atipikal; bisa jadi kita masih tetap di Pleistone Ice Age, albeit
menikmati interval interglacial yang relatif hangat. Zaman es utama sebelumnya berlangsung
kira-kira 300 juta tahun yang lalu selama periode Permo-Carboniferous.

Jika temperatur rata-rata masa lalu lebih tinggi dibanding saat ini yang dikarakterisasi oleh
permukaan bumi dan kutub-kutub terdapat dalam keadaan bebas es, implikasi apa yang bisa
terjadi pada kondisi ini di sirkulasi laut dalam?

Jawab :
Semakin rendah konsentrasi oksigen terlarut di air kedalaman memberi arti kurangnya
dekomposisi dan menyebakan lebih banyak pengawetan jaringan organik di sedimen. Terjadi
perlambatan perubahan nutrien dibanding saat ini sebab makin banyak jaringan organik yang
mengandung nutrien diawetkan di sedimen.

Jadi, pembentukan air laut dapat disimpulkan sebagai berikut :

 Air dibawa oleh sumber lain di angkasa (lewat meteor) , proses ini berlangsung sejak
awal pembentukan bumi dan berakhir sekitar 3.8 milyard tahun lalu (billion years
ago-bya).

 Air juga ikut keluar dari dalam bumi melalui letusan volkanis (degassing) tetapi tetap
bertahan dipermukaan ketika suhunya lebih dari 100°C.

 Ketika bumi mendingin hingga dibawah 100°C, air mulai mengembun dan
membentuk lautan.

 Jumlah uap air yang cukup dan ditambah CO2 bertahan di atmosfer dan menahan
temperatur bumi sehingga tidak turun hingga titik beku-nya. Pssst tanpa proses
Greenhouse effect ini, maka bumi akan beku seperti Mars.

 memang tanda-tanda adanya air sejak 3.8 milyar tahun yang lalu sering dijumpai,
namun diperkirakan jumlah air dibumi tidak bertambah sejak saat itu.

 Sepanjang waktu geologi, dikenal adanya fluktuasi muka air laut. Namun dalam
analisa ini selalu dipakai asumsi bahwa volume airnya tidak berkurang atau
bertambah secara signifikan. Hanya wadahnya yang berubah-ubah. Juga adanya
perubahan suhu bumi yang menyebabkan jumlah air beku dan air cair berfluktuasi.

 Sepanjang waktu geologi juga diketahui volume air di lautan berubah, ditunjukkan
oleh δ18O (deutrium Oxygen) pada batuan karbonat. Terutamapada jaman glasiasi
kala Pleistocene (2 juta tahun lalu)

 Pada jaman es terakhir kira-kira 18 000 tahun lalu, sejumlah 42,000,000 km3air laut
terperangkap sebagai es di kutub, kira2 3% volume total lautan. Dan ini menyebabkan
muka air laut turun hingga 120 meter dibanding saat ini.

 Glasiasi di benua merupakan gangguan utama dalam siklus hidrologi, seolah-olah


telah kehilangan air dalam kondisi stagnan.
5. 2. Kasus Khusus CO2

Karbon adalah unsur yang membentuk dasar semua kehidupan dan karbon dioksida dalam
bentuk yang digunakan untuk fotosintesis produk primer. Di awal sejarah Geologi bumi, CO 2
terdapat sekitar seribu kali lebih melimpah dibanding atmosfir pada masa pre-industrial kira-
kira 200 tahun yang lalu (sebelum meningkatnya pembakaran bahan bakar fosil). Tekanan
parsialnya mendekati 0,3 atmosfir yang mana tekanan parsial ini lebih besar dari tekanan
parsial oksigen saat ini. Dalam terminologi volumetrik, CO 2 merupakan gas dengan
kelimpahan kedua di atmosfir setelah nitrogen. Semakin besar tekanan parsial CO2 di
atmosfir maka semakin besar juga harga [∑CO2] di lautan.

Apakah itu berarti lautan di awal terbentuknya lebih asam (pH lebih rendah) dibanding saat
ini? Beberapa otoritas mengestimasikan bahwa pada awal sejarah bumi, luminitas matahari
kira-kira 25% lebih kecil dari saat ini, sehingga bumi hanya menerima kira-kira ¾ dari radiasi
matahari saat ini. Jika hal itu benar, artinya luminisitas matahari meningkat dengan
bertambahnya waktu seiring CO2 atmosfir menurun secara progresif. Seperti kita ketahui CO 2
adalah kontributor utama untuk efek rumah kaca di atmosfir bersama-sama dengan uap air.
Semakin banyak CO2 di atmosfir, semakin tinggi pula efek rumah kaca yang terjadi.

Jika tingkat CO2tidak jatuh seiring naiknya luminisitas cahaya matahari, seperti apa kira-
kira permukaan bumi saat ini?

Jika tingkat CO2 tidak jatuh seiring naiknya luminisitas cahaya matahari maka kira-kira yang
akan terjadi pada permukaan bumi saat ini akan sangat panas. Karena seandainya benar
bahwa seiring meningkatnya luminisitas matahari maka seiring juga CO2 atmosfir menurun,
maka apabila tingkat CO2 itu tidak jatuh yang akan terjadi adalah semakin banyak CO2 di
atmosfir sehingga menyebabkan semakin tinggi pula efek rumah kaca yang terjadi dan hal ini
tentu akan berdampak pada permukaan bumi saat ini. Pada saat awal bumi cukup jauh dari
matahari untuk memungkinkan air liquid eksis di permukaan, di sungai, di danau dan di laut.
Segera setelah karbon dioksida larut di dalam air, abstraksinya dari atmosfir dapat dimulai
melalui weathering batuan dan melalui akumulasi zat-zat organik dan kalsium karbonat di
dalam sedimen. Saat ini banyak karbon terkunci di dalam kerak batuan sama seperti di dalam
biosfir dan bahan bakar fosil (lihat tabel 5. 1 di bawah). Karbon secara terus menerus
bersirkulasi melalui siklus global tetapi jumlah yang tersimpan dalam berbagai sumber
berubah tidak sedikit. (Walaupun “bank” bahan bakar fosil dengan cepat berkurang karena
aktifitas manusia, hal ini dianggap sebagai reservoir atau waduk yang relatif kecil dari
karbon).

Tabel 5. 1 Jumlah karbon di berbagai reservoir (1012 ton CO2 ekivalen)

Reservoir Aproksimasi kuantitas

Atmosfir 3

Biomassa 3

Diseminasi karbon organik dalam tanah dan sedimen 125.000

Lautan dan air tawar (dalam larutan) 140

Sedimen karbonat 150.000

Bahan bakar fosil 35

Penurunan CO2 atmosfir berlangsung progresif tetapi tidak reguler. Gambar 3. 2 di bawah ini
memberi bukti terjadi fluktuasi konsentrasi CO2 atmosfir yang singkat sekali selama paling
tidak ratusan ribu tahun terakhir.

Gambar 5. 2 Variasi konsentrasi CO2 di atmosfir, ditentukan dari gelembung-gelembung udara yang
terperangkap di dalam suatu inti es dari Vostok di area Antartika (kurva abu-abu daerah yang diarsir
lebar menunjukkan kesalahan pengukuran); bersama-sama dengan temperatur atmosfir pada
permukaan, disimpulkan dari pengukuran perbandingan isotop deuterium/hidrogen dalam H 2O
Faktanya, gambar yang penuh lebih kompleks dari gambar di atas dan terjadi debat yang
sangat sengit tentang apakah perubahan konsentrasi CO2 di atmosfir merupakan respon
terhadap fluktuasi atau ketidaktetapan temperatur atau suatu penyebab perubahan tersebut.
Beberapa hipotesis diusulkan yang berhubungan dengan perubahan konsentrasi CO 2 atmosfir
yang menyebabkan perubahan dalam produktifitas biologi, dalam kecepatan weathering
batuan teresterial di sea-level, dan dalam sirkulasi sistem arus permukaan dan kedalaman
(termasuk relatif pentingnya pembentukan massa air kedalaman pada garis lintang tinggi dan
area upwelling dimana produksi biologi tinggi). Upwelling atau Pembalikan massa air adalah
sebuah fenomena di mana air laut yang lebih dingin dan bermassa jenis lebih besar bergerak
dari dasar laut ke permukaan akibat pergerakan angin di atasnya. Semua faktor-faktor di atas
berhubungan satu sama lain dan menghasilkan model yang kompleks dan tidak menunjukkan
hubungan sebab – akibat yang jelas sejauh ini. Hal itu tentu sangat beralasan karena variasi
konsentrasi CO2 di atmosfir bukanlah penyebab utama dari fluktuasi temperatur, tetapi dapat
menyebabkan kecenderungan tekanan balik cuaca.

5. 3. Sekilas Pandang

Gambar 5. 3 di bawah ini menunjukkan bagaimana kandungan CO 2 di atmosfir meningkat


sejak revolusi industri. Pada tahun-tahun belakang peningkatan ini mengalami akselerasi,
sebagian disebabkan oleh meningkatnya aktifitas industri dan sebagian lagi disebabkan oleh
peningkatan deforestasi yang gila-gilaan dan penggunaan lahan untuk urban, industri dan
pertanian/perkebunan. Banyak orang sekarang ini menunjukkan keperduliannya akan efek
rumah kaca dari peningkatan akselerasi ini. Akibatnya, terjadi penghangatan atmosfir dan
permukaan bumi pada skala waktu dekade dengan konsekuensi seperti melelehnya puncak es
dan naiknya permukaan laut. Temperatur permukaan global meningkat rata-rata sekitar 0,5 oC
sejak akhir abbad 19 dan permukaan laut naik rata-rata 10 – 15 cm dalam periode yang sama,
sebagian disebabkan oleh lelehan es, tetapi juga disebabkan oleh ekspansi termal dari puncak
beberapa ratus meter dari badan air. Kira-kira tahun 2030, temperatur rata-rata dan sea-level
naik berkelanjutan dengan jumlah yang sama atau bahkan lebih. Perubahan-perubahan ini
tidak dapat diatributkan secara tidak samar-samar kepada pengayaan efek rumah kaca yang
dihasilkan dari aktifitas manusia, tetapi terdapat banyak bukti untuk link antara atmosfir dan
temperatur dan konsentrasi CO2.
(a)

(b)

Gambar 5. 3 (a) Naiknya CO2 di atmosfir sejak zaman medieval ditentukan dari udara yang
terperangkap di Antarctic ice. Bujur sangkar kanan atas dicatat setelah tahun 1950, (b) Naiknya CO 2
bahan bakar fosil.

Bagaimana konsentrasi CO2 atmosfir saat ini dibandingkan dengan konsentrasinya 130.000
tahun yang lalu?

Untuk tahun-tahun pertama, ditemukan peningkatan 30% konsentrasi CO2 di atmosfer yang
disebabkan oleh emisi bahan bakar fosil dan deforestasi. Ilmuwan berpendapat bahwa
peningkatan lebih besar terjadi dengan semakin rusaknya hutan, tanah dan laut untuk
menyerap sekitar setengah dari yang diakibatkan aktivitas manusia selama ini.
Hal yang luar biasa dari perbandingan ini adalah bahwa peningkatan sebesar 70 ppm dari
tahun 1800 ke saat ini terjadi dalam kurun waktu kurang dari 200 tahun. Pada awal deglasiasi
yang lalu, peningkatan yang sebanding memerlukan waktu kira-kira 5000 tahun. Kecepatan
peningkatan CO2 atmosfir kemungkinan lebih besar sekarang dibanding pada waktu sejarah
bumi. Perbedaan antara kurca “terobservasi” dan “terprediksi” dalam gambar 3. 3 di atas
menunjukkan bahwa tidak semua CO2 yang dihasilkan oleh aktifitas manusia tinggal di
atmosfir. Sebagian dari kelebihan ini kemungkinan digunakan oleh naiknya kecepatan
produksi fotosintesis daratan dan weathering batuan dan kira-kira 1/3 dilarutkan di lautan
dimana produk primer yang lebih tinggi dapat menggunakannya.

Makanya biosfir tampaknya bisa mengcounter peningkatan artifisial CO2di atmosfir dengan
berlaku sebagai sesuatu yang tenggelam sehingga kenaikan temperatur berkurang. Baru-baru
ini diketahui bahwa penyebab utama kejatuhan secara progresif perbandingan CO 2 : O2
atmosfir adalah pembebasan oksigen dan penarikan CO2 ke sedimen. Hubungan dari jenis ini
menghasilkan saran bahwa permukaan planet dipertahankan sebagai lingkungan pendukung
kehidupan oleh aktifitas biologi via sejumlah mekanisme umpan balik. Ini merupakan
cornerstone dari Gaia Hypothesis.

Percobaan untuk memahami mekanisme umpan balik biologi dalam hubungannya seperti
yang terdapat dalam gambar 3. 2 di atas; naiknya fotosintetis produk biologi primer selama
periode cuaca hangat menarik sejumlah besar CO2 atmosfir, konsentrasinya menurun dan
cuaca mendingin; produksi primer menurun pada kondisi lebih dingin, CO2 terakumulasi di
atmosfir dan cuaca kembali hangat. Namun demikian, variasi pada gambar 3. 2 sangat
sinkron untuk hal ini menjadi satu-satunya penjelasan (atau bahkan yang utama) dan faktor-
faktor lain haruslah terlibat. Sebagai contoh, aerosol sulfat diperkenalkan ke dalam atmosfir
oleh erupsi besar vulkanik dapat meningkatkan albedo bumi, baik secara langsung melalui
scattering radiasi sinar matahari maupun secara tidak langsung melalui pembentukan awan.
Maka, temperatur rata-rata global sedikit lebih rendah untuk beberapa tahun setelah erupsi
gunung Pinatubo yang mengeluarkan sangat banyak belerang dioksida. Juga telah disarankan
bahwa kenaikan jumlah aerosol belerang yang dihasilkan dari aktifitas industrial pada
beberapa dekade yang lalu dapat memberi efek yang sama, counteracting sebagian global
warming yang disebabkan oleh naiknya konsentrasi gas-gas rumah kaca.

Namun demikian, usaha terus menerus melakukan penelitian yang luar biasa dan telah
melahirkan tingkatan fitoplankton lautan mengambil kelebihan CO2 dan menyebabkan
peningkatan paling lambat konsentrasi CO2 di atmosfir dan oleh juga memperlambat
kecepatan global warming. Program-program Internasional dan nasional menginisiasi
penelitian akan hal ini dan pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan termasuk the Joint
Global Ocean Flux Study(JGOFS) dan World Ocean Circulation Experiment (WOCE)

Ilmuwan mempertimbangkan cara-cara meningkatkan produksi biologi lautan secara artifisial


guna menarik lebih banyak CO2 dari atmosfir. Sebagai contoh, besi terlarut telah berhasil
diidentifikasi sebagai suatu biolimiting micronutrient sebab di beberapa area lautan yang
produktif, nitrat dan fosfat masih terdapat di permukaan air dimana konsentrasi besi di bawah
batas deteksi. Pada awal 1990an, diusulkan bahwa bagian atas lautan menunjukkan
“kesuburan” dengan kontrol dari kuantitas besi terlarut, yang berfungsi menstimulate
produksi fitoplankton. Area permukaan laut yang luas di Lautan Pasifik timur equatorial yang
mengalami kekurangan besi secara eksperimen telah dijadikan sebagai “dosis” larutan besi.
Produksi fitoplankton menunjukkan peningkatan tetapi peningkatan ini berlangsung singkat
dan lebih kecil dari yang diantisipasi. Sementara itu, hasil-hasil eksperimen mengindikasikan
bahwa limitasi besi dapat mengkontrol kecepatan produksi fitoplankton. Banyak ilmuwan
tidak setuju dengan percobaan “planetary engineering” dengan mengukur fertilisasi besi dan
ini adalah merupakan kesalahan petunjuk. Akan lebih baik mencoba mereduksi emisi CO2.

5. 4. Ketidakstabilan Cuaca

Penampakan sejarah bumi 10.000 tahun yang lalu telah dikarakterisasi oleh khususnya
kondisi cuaca yang stabil. Fluktuasi seperti yang terjadi pada masa periode hangat medieval
dan pada masa the Little Ice Age abad 17 dan 18 merepresentasikan rata-rata global
temperatur permukaan kurang dari 1oC dari saat ini.

Namun demikian, selama 200.000 tahun cuaca tampak jauh lebih dapat berubah dan gambar
5. 4 di bawah ini memberikan buktiakan hal tersebut. Gambar tersebut membandingkan data
dari Antarctic Vostok ice core (gambar 5. 2 di atas) dengan catatan yang diperoleh dengan
cara menggaliarea pusat “summit” di kedalaman 3 km Greenland ice-cap selama Greenland
Ice-core Project (GRIP yang dimulai pada awal 1990an.
Gambar 5. 4 Isotop oksigen dicatat dari (a) GRIP Summit ice core, dan (b) Antarctic Vostok ice
core(gambar 5. 2). Kurva biru di (a) hasil dari analisis statistik dari data yang menggunakan interval
waktu 5.000 tahun. Variasi dalam perbandingan isotop oksigen (δ 18O) dari es, dinyatakan dalam
bagian per seribu (per mil), menghasilkan pengukuran fluktuasi temperatur di area kutub selama
periode yang direpresentasikan oleh cores, sebab δ18O di kutub glacier ice terutama ditentukan oleh
temperatur pembentukannya; poin pentingnya adalah bahwa semakin besar (negatif) angka, semakin
rendah temperatur.

Perbedaan apa yang paling bisa dicatat antara dua record pada gambar di atas (selain
ukuran perbandingannya, yang dihasilkan dari lokasi ice-caps pada kutub-kutub yang
berlawanan)?

Model yang sering digunakan di dalam data warehouse saat ini adalah skema bintang
dan skema snowflake.

Skema bintang dan skema snowflake adalah sarana untuk mengorganisir data mart –


data mart atau gudang-gudang data dengan menggunakan basis data relasional. Kedua skema
tersebut menggunakan tabel-tabel dimensi untuk mendeskripsikan data-data yang terdapat di
dalam tabel fakta.

Setiap perusahaan pada umumnya menjual produk, pengetahuan, maupun jasa.


Sehingga sistem penjualan adalah sebuah sistem yang terdapat di sebagian besar perusahaan.
Berikut ini dijelaskan mengenai model penjualan baik skema bintang maupun
skema snowflake.
Skema Bintang

Gambar 1. Skema Bintang

Karakteristik utama dari skema bintang adalah bahwa tabel dimensinya tidak
dinormalisasi. Pada model di atas, tabel fakta fact_sales (warna merah muda)berisi data-data
yang diekstrakdari database operasional. Sedangkan tabel yang berwarna biru muda adalah
tabel dimensi. Pada gambar di atas terdapat lima tabel dimensi yaitu dim_sales_type,
dim_store, dim_employee, dim_product, dan dim_time.

Dari model ini, kita dapat dengan mudah melihat mengapa skema ini disebut ‘skema
bintang’, karena model tersebut terlihat seperti bintang, dengan tabel dimensi yang
mengelilingi tabel fakta

SkemaSnowflake
Gambar 2. Skema Snowflake
Skema snowflakejuga menyimpan data yang sama seperti pada skema bintang. Tabel
fakta yang digunakan pada skema bintang maupun pada skema snowflake berisi field-
field yang sama. Perbedaan utama antara skema bintang dan skema snowflake adalah semua
tabel dimensi pada skema snowflake telah dinormalisasi. Proses normalisasi tabel-tabel
dimensi pada skema snowflake ini disebut dengan proses snowflaking,sehingga tampilan
tabel-tabel pada skema snowflake bentuknya menyerupai snowflake.
Selain itu, perbedaan lainnya adalah dalam hal kompleksitas query-nya.
Skema snowflake memiliki kompleksitas query yang lebih kompleks dibandingkan dengan
skema bintang. Penjelasan mengenai kedua perbedaan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Normalisasi
Seperti yang telah disebutkan di atas, normalisasi adalah perbedaan utama antara
skema bintang dengan skema snowflake. Beberapa hal yang harus diperhatikan adalah
sebagai berikut:
 Skema snowflake menggunakan ruang penyimpanan yang lebih
kecil dibandingkan ruang penyimpanan pada skema bintang. Hal ini disebabkan
karena tabel-tabel dimensi yang telah dinormalisasi memiliki record-record yang
efisien karena tidak terjadi pengulangan data-data yang sama.
 Tabel dimensi yang tidak dinormalisasi dapat menyebabkan
masalah integritas data. Karena data-data yang sama bisa muncul berulang-ulang,
bahkan bisa juga terjadi kesalahan pengetikan pada data-data yang sama tersebut.
Sehingga pada skema bintang harus dilakukan pengecekan dan maintenance secara
berkala.
 Penyimpanan data pada skema snowflake lebih terorganisir dan
lebih rapi dibandingkan dengan skema bintang.
2. Kompleksitas Query
Sebelum masuk ke dalam penjelasan mengenai perbandingan
kompleksitas query antara skema bintang dan skema snowflake, terlebih dahulu
diberikan contoh perintah query yang digunakan untuk menghitung jumlah telepon yang
terjual di toko-toko di kota Berlin sepanjang tahun 2016.

Anda mungkin juga menyukai