Anda di halaman 1dari 14

ARAH, KENDALA DAN PENTINGNYA DIVERSIFIKASI

KONSUMSI PANGAN DI INDONESIA


Mewa Ariani dan Ashari

Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian


Jalan A. Yani 70 Bogor 16161

ABSTRACT

Food consumption diversification (FCD) is possible to develop in Indonesia, a country consisting of


thousands of islands with various social and economic circumstances, and diversified soil fertility and regional
potentials. This paper aims to describe direction, constraints and importance of FCD. The FCD policy was
designed to decrease rice consumption and began since early 1960’s, but the reality shows that rice as staple
food in all provinces tends to intensify. People tend to dislike local food, such as corn and tubers, and they tend to
enjoy global food, such as noodle. Some factors constraining FCD are: (1) rice is more tasteful and easier to
cook, (2) concept of eating in which people have to eat rice in their menus, (3) rice as superior commodity is
available abundantly and its price is cheap, (4) low community’s income, (5) low technology processing and less
promotion of non rice food, (6) overlapped food policies, and (7) wheat import policy and intensive noodle
products promotion. It is important to have a successful program on FCD because it will not improve human
resource only, but it will also have positive impact on food security, farmers’ income, food agro industry, and
saving foreign exchange.
Key words : diversification, food consumption, constraints, Indonesia

ABSTRAK

Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau dengan keragaman sosial, ekonomi, kesuburan tanah dan
potensi daerah, memungkinkan untuk tercipta diversifikasi konsumsi pangan (DKP). Makalah ini bertujuan untuk
menganalisis arah, kendala dan pentingnya DKP. Kebijakan DKP bertujuan untuk menurunkan konsumsi beras
sudah dirintis sejak awal tahun 60-an, namun kenyataan menunjukkan posisi beras sebagai pangan pokok di
semua provinsi semakin kuat. Pangan lokal seperti jagung dan umbi-umbian ditinggalkan masyarakat, sebaliknya
pangan global seperti mi semakin banyak digemari. Beberapa faktor yang menjadi penghambat DKP adalah
karena rasa beras lebih enak dan mudah diolah, konsep makan, merasa belum makan kalau belum makan nasi,
beras sebagai komoditas superior ketersediaannya melimpah dengan harga yang murah, pendapatan
masyarakat masih rendah, teknologi pengolahan dan promosi pangan non beras masih rendah, kebijakan
pangan yang tumpang tindih, serta kebijakan impor gandum dan promosi produk mi yang gencar. Keberhasilan
kebijakan DKP penting tidak hanya untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia, tetapi juga berdampak
positif pada ketahanan pangan, pendapatan petani dan agroindustri pangan serta menghemat devisa.
Kata kunci : diversifikasi, konsumsi pangan, kendala, Indonesia

PENDAHULUAN pakan suatu keharusan yang perlu diupayakan


dengan sebaik-baiknya.
Pangan adalah komoditas strategis Dalam usaha pemenuhan kebutuhan
karena merupakan kebutuhan dasar manusia. pangan, pemerintah Indonesia telah berupaya
Pangan tidak saja berarti strategis secara secara maksimal agar kebutuhan pangan
ekonomi, tetapi juga sangat berarti dari segi masyarakat dapat terpenuhi. Keseriusan itu
pertahanan dan keamanan, sosial, dan politis diwujudkan dalam bentuk cita-cita besarnya
(Hasan, 1998). Berbagai contoh peristiwa yaitu mampu mencapai swasembada pangan,
pada masa akhir orde lama sampai dengan yang akhirnya tercapai pada tahun 1984
awal orde baru dan pengalaman bekas negara dengan swasembada beras, walaupun sebe-
Uni Sovyet menunjukkan bahwa ketahanan tulnya swasembada beras ditargetkan tercapai
dan ketenteraman suatu negara sangat diten- pada tahun 1974 (Rahardjo, 1993).
tukan oleh ketersediaan pangan. Oleh karena- Dengan keberhasilan tersebut, orien-
nya pangan tidak dapat diabaikan dalam tasi pembangunan selanjutnya diperluas tidak
kebijakan ekonomi suatu negara, sehingga hanya berswasembada beras tetapi juga
pengelolaan pangan secara berencana meru- swasembada pangan secara keseluruhan.

ARAH, KENDALA DAN PENTINGNYA DIVERSIFIKASI KONSUMSI PANGAN DI INDONESIA Mewa Ariani dan Ashari

99
Perubahan orientasi pembangunan di bidang konsep tersebut telah banyak dirumuskan dan
pangan meliputi lima aspek, yaitu: (1) dari diinterprestasikan oleh para pakar. Kasryno et
swasembada beras menjadi swasembada al. (1993) memandang diversifikasi pangan
pangan, (2) dari pemenuhan kuantitas menjadi sebagai upaya yang sangat erat kaitannya
orientasi yang semakin menekankan kepada dengan peningkatan kualitas sumber daya
kualitas pangan, (3) orientasi yang berupaya manusia, pembangunan pertanian di bidang
untuk mengatasi situasi kelangkaan (scarcity) pangan dan perbaikan gizi masyarakat, yang
menjadi orientasi yang didasarkan pada upaya mencakup aspek produksi, konsumsi, pema-
untuk mengatasi situasi yang berlebih (plenty) saran, dan distribusi. Sementara Suhardjo
melalui mekanisme pasar, (4) orientasi produk- (1998) menyebutkan bahwa pada dasarnya
si yang menekankan kepada upaya mencukupi diversifikasi pangan mencakup tiga lingkup
melalui peningkatan produksi menjadi orientasi pengertian yang saling berkaitan, yaitu diversi-
untuk memproduksi pangan yang sesuai de- fikasi konsumsi pangan, diversifikasi keterse-
ngan permintaan pasar (market orinted), dan diaan pangan, dan diversifikasi produksi
(5) orientasi yang menitikberatkan kepada pangan. Kedua penulis tersebut menterjemah-
single komoditas menjadi orientasi kepada kan konsep diversifikasi dalam arti luas, tidak
pangan yang beraneka ragam (Hasan, 1994). hanya aspek konsumsi pangan tetapi juga
Situasi pangan di Indonesia cukup aspek produksi pangan.
unik disebabkan oleh kondisi geografis Sementara itu Soetrisno (1998) mende-
Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau, tetapi finisikan diversifikasi pangan lebih sempit
juga adanya keragaman sosial, ekonomi, hanya dalam konteks konsumsi pangan yaitu
kesuburan tanah, dan potensi daerah (Hasan sebagai upaya menganekaragamkan jenis
1994). Dengan adanya perubahan orientasi pangan yang dikonsumsi, mencakup pangan
kebijakan yang lebih luas dan juga potensi sumber energi dan zat gizi, sehingga meme-
pangan di daerah yang beragam diharapkan nuhi kebutuhan akan pangan dan gizi sesuai
akan terjadi pola makan pada masyarakat dengan kecukupan baik ditinjau dari kuantitas
yang lebih beragam. Pada tahun 1960-an, maupun kualitasnya. Pakpahan dan Suhartini
pemerintah sudah menganjurkan konsumsi (1989) menetapkan konsep diversifikasi hanya
bahan-bahan pangan pokok selain beras terbatas pangan pokok, sehingga diversifikasi
(Rahardjo, 1993). Kemudian pada tahun 1974, konsumsi pangan diartikan sebagai pengura-
pemerintah juga mencanangkan kebijakan ngan konsumsi beras yang dikompensasi oleh
diversifikasi untuk lebih menganekaragamkan penambahan konsumsi bahan pangan non
jenis pangan dan meningkatkan muti gizi beras. Secara lebih tegas, Suhardjo dan
makanan masyarakat melalui Intruksi Presiden Martianto (1992) menyatakan dimensi diversi-
(Inpres) No. 14 dan disempurnakan pada fikasi konsumsi pangan tidak hanya terbatas
Inpres No. 20 tahun 1979. Dengan demikian, pada diversifikasi konsumsi makanan pokok,
kebijakan diversifikasi konsumsi pangan sudah tetapi juga makanan pendamping.
berjalan lebih dari 20 tahun. Dari beberapa pendapat tersebut terlihat
Makalah ini bertujuan menganalisis telah terjadi kerancuan dalam mengartikan
sejauhmana keberhasilan kebijakan diversifi- konsep diversifikasi pangan. Dimensi diversifi-
kasi konsumsi pangan, apakah pola pangan kasi pangan secara jelas dapat dibedakan
masyarakat sudah beragam dan jika belum, apakah yang dimaksud diversifikasi produksi
apa saja faktor penghambatnya. Selain itu juga pangan atau diversifikasi konsumsi pangan
akan dianalisis apakah kebijakan tersebut atau kedua-duanya. Konsep harus dipahami
masih diperlukan dalam rangka mewujudkan secara jelas, sehingga dimensi mana yang
ketahanan pangan nasional. akan digunakan juga akan jelas, tidak tumpang
tindih. Dimensi diversifikasi konsumsi pangan
DIVERSIFIKASI PANGAN DI INDONESIA tidak hanya terbatas pada pangan pokok tetapi
juga pangan jenis lainnya, karena konteks
Pengertian Diversifikasi Pangan diversifikasi tersebut adalah untuk meningkat-
kan mutu gizi masyarakat secara kualitas dan
Konsep diversifikasi pangan bukan kuantitas, sebagai usaha untuk meningkatkan
suatu hal baru dalam peristilahan kebijakan kualitas sumberdaya manusia.
pembangunan pertanian di Indonesia karena

FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI. Volume 21 No. 2, Desember 2003 : 99 - 112

100
Pengukuran Diversifikasi Konsumsi apabila rumah tangga hanya mengkon-
Pangan sumsi satu jenis pangan sampai dengan ln
Sejalan dengan keragaman konsep n apabila rumah tangga membelanjakan
yang digunakan oleh para pakar, alat ukur pengeluaran pangannya merata untuk
yang digunakan untuk mengukur diversifikasi seluruh jenis pangan atau mengkonsumsi
konsumsi pangan juga sangat beragam. semua jenis pangan.
Jackson (1984) dan Lee (1987) mendenifisikan Diversifikasi konsumsi pangan juga da-
diversifikasi konsumsi pangan sebagai jumlah pat dinilai tanpa melalui ukuran indeks, tetapi
jenis makanan yang dikonsumsi, sehingga dengan melihat pola pengeluaran keluarga
semakin banyak jenis makanan yang dikon- atau arah perkembangan konsumsi pangan.
sumsi akan semakin beranekaragam. Cara ini Pemusatan proporsi pengeluaran untuk jenis-
memang sederhana namun memiliki kelemah- jenis komoditas tertentu menunjukkan bahwa
an karena belum memperhitungkan kuantitas konsumsi keluarga tersebut tidak beraneka-
zat gizi dari setiap jenis pangan, sehingga ragam. Dalam skala makro, kondisi ini dapat
dalam konteks analisis ketahanan pangan dilihat dari kecenderungan konsumsi jenis
tidak layak dijadikan ukuran (Ariani, 1999). pangannya (Pakpahan, 1990).
Jenis ukuran yang digunakan untuk Dalam konteks diversifikasi konsumsi
mengukur diversifikasi konsumsi pangan di pangan, konsep yang tepat adalah konsep
atas seperti indeks Herfindahl, indeks Simpson Pola Pangan Harapan (PPH) yang diperkenal-
dan indeks Entropy umumnya menghasilkan kan oleh FAO-RAPA (1989). PPH didefinisikan
performa diversifikasi konsumsi yang tidak sebagai komposisi dari kelompok pangan yang
banyak berbeda (Lee dan Brown, 1989). Oleh dapat dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhan
karena itu banyak peneliti hanya mengguna- energi dan akan memberikan semua zat gizi
kan salah satu saja yaitu indeks Entropy dalam jumlah yang mencukupi. Susunan
(Pakpahan dan Suhartini 1989; Simatupang hidangan makanan dalam PPH dianggap baik
dan Ariani, 1997; Erwidodo et al., 1999). karena mengandung 10-12 persen energi dari
Aspek yang diukur juga beragam seperti protein, 20-25 persen energi dari lemak dan
pengeluaran pangan, tingkat konsumsi energi, sisanya dari karbohidrat.
tingkat konsumsi protein dan kuantitas pangan Di Indonesia, konsep tersebut mengala-
yang dikonsumsi. Secara matematika, rumus mi penyesuaian sebagai respon dari perbeda-
indeks Entropy seperti berikut : an situasi konsumsi pangan, budaya dan
E = - Σ Wi ln (Wi) kondisi sosial ekonomi. Konsep ini banyak
dimana : digunakan oleh pakar pertanian dan gizi.
Konsep PPH untuk Indonesia adalah sebagai-
Wi = pangsa pengeluaran pangan/kon- mana dijabarkan pada Tabel 1. Semakin tinggi
sumsi zat gizi rumah tangga untuk komo- skor PPH berarti semakin beranekaragam,
ditas i ; i = 1……n. Nilai E mulai dari nol, dan nilai skor tertinggi adalah 100, yang

Tabel 1. Komposisi Energi Menurut Pola Pangan Harapan

Kelompok Pangan Energi (%) Bobot Skor Pangan


Padi-padian 50 0,5 25,0
Umbi-umbian 6 0,5 2,5
Pangan hewani 12 2,0 24,0
Minyak dan lemak 10 0,5 5,0
Buah dan biji berminyak 3 0,5 1,0
Kacang-kacangan 5 2,0 10,0
Gula 5 0,5 2,5
Sayur dan buah 6 5,0 30,0
Lain-lain 3 0,0 0,0

Total 100 100,0


Sumber: Deptan, (2001)

ARAH, KENDALA DAN PENTINGNYA DIVERSIFIKASI KONSUMSI PANGAN DI INDONESIA Mewa Ariani dan Ashari

101
berarti diversifikasi konsumsi pangan sangat DPG dilakukan tatkala Indonesia sudah
sempurna. pernah mencapai swasembada beras, dan
masyarakat tergantung pada beras. Program
ARAH DIVERSIFIKASI KONSUMSI PANGAN DPG bertujuan untuk mendorong meningkat-
nya ketahanan pangan di tingkat rumah
tangga dan mendorong meningkatnya kesa-
Program diversifikasi konsumsi pa- daran masyarakat terutama di pedesaan untuk
ngan dapat diusahakan secara simultan di mengkonsumsi pangan yang beranekaragam
tingkat nasional, regional (daerah) maupun dan bermutu gizi seimbang. Fokus program
keluarga. Seperti telah disebutkan, upaya DPG lebih diarahkan pada upaya pemberda-
untuk mewujudkan diversifikasi konsumsi yaan kelompok rawan pangan di wilayah
pangan sudah dirintis sejak awal dasawarsa miskin dengan memanfaatkan pekarangan
60-an, dimana pemerintah telah menyadari pada jangkauan sasaran wilayah program
pentingnya dilakukan diversifikasi tersebut. yang terbatas, sehingga upaya yang dilakukan
Saat itu pemerintah mulai menganjurkan adalah meningkatkan ketersediaan keaneka-
konsumsi bahan-bahan pangan pokok selain ragaman pangan di tingkat rumah tangga
beras. Program yang menonjol adalah anjuran (Irawan et al., 1999).
untuk mengkombinasikan beras dengan ja- Kemudian pada tahun anggaran 1998/
gung, sehingga pernah populer istilah”beras- 1999 dilakukan revitalisasi program DPG untuk
jagung”. Ada dua arti dari istilah itu, yaitu memberikan respon yang lebih baik dalam
campuran beras dengan jagung dan penggan- rangka meningkatkan diversifikasi pangan
tian konsumsi beras pada waktu-waktu pokok. Upaya ini dilaksanakan dengan peru-
tertentu dengan jagung. Kebijakan ini ditem- bahan orientasi dari pendekatan sempit
puh sebagai reaksi terhadap krisis pangan (pemanfaatan pekarangan untuk menyediakan
yang terjadi saat itu (Rahardjo, 1993). aneka ragam kebutuhan pangan) ke arah yang
Kemudian di akhir Pelita I (1974), lebih luas yaitu pemanfaatan pekarangan guna
secara eksplisit pemerintah mencanangkan pengembangan pangan lokal alternatif. Pembi-
kebijaksanaan diversifikasi pangan melalui naannya pun tidak terbatas pada aspek budi
Inpres No. 14 tahun 1974 tentang Perbaikan daya tetapi juga meliputi aspek pengolahan
Menu Makanan Rakyat (UPMMR), dan dan penanganan pasca panen agar pangan
disempurnakan melalui Inpres No.20 tahun lokal alternatif ini dapat memenuhi selera
1979. Namun dalam perjalanannya, tujuan masyarakat (Proyek DPG Pusat, 1998). Tidak
diversifikasi konsumsi pangan lebih ditekankan dipungkiri, Departemen Kesehatan juga melak-
sebagai usaha untuk menurunkan tingkat sanakan program diversifikasi konsumsi pa-
konsumsi beras, dan diversifikasi konsumsi ngan secara tidak langsung melalui program
pangan hanya diartikan pada penganeka- perbaikan gizi yang tujuan utamanya untuk
ragaman pangan pokok, tidak pada keanake- menurunkan angka prevalensi Kurang Energi
ragaman pangan secara keseluruhan, sehing- Protein (KEP), Kurang Vitamin A (KVA),
ga banyak bermunculan berbagai pameran Gangguan Yodium (GAKI), dan anemia
dan demo masak-memasak yang mengguna- (Kodyat et al., 1993).
kan bahan baku non beras seperti dari sagu, Setelah program-program diatas, per-
jagung, ubikayu atau ubijalar, dengan harapan tanyaannya adalah apakah program diversi-
masyarakat akan beralih pada pangan non fikasi konsumsi pangan telah berhasil atau
beras. Usaha tersebut kurang berhasil untuk bagaimana arah diversifikasi konsumsi pangan
mengangkat citra pangan non beras dan kita? Bila dimensi diversifikasi konsumsi
mengubah pola pangan pokok masyarakat. pangan dibatasi pada pangan sumber karbo-
Setelah sekian lama, secara eksplisit hidrat (pangan pokok), maka perkembangan
baru pada tahun 1991/1992 pemerintah mela- diversifikasi konsumsi pangan dapat dilihat
lui Departemen Pertanian mulai menggarap pada Tabel 2, dan 3 dan 4. Hasil analisis
diversifikasi konsumsi melalui Program Diver- dengan menggunakan data Susenas 1979
sifikasi Pangan dan Gizi (DPG). Berbeda (Pusat Penelitian Agro Ekonomi, 1989) dan
dengan kondisi dasa warsa 60-an yang 1996 (Rachman, 2001) di wilayah Kawasan
semata-mata karena terjadi krisis pangan, Timur Indonesia menunjukkan bahwa : (1)

FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI. Volume 21 No. 2, Desember 2003 : 99 - 112

102
Tabel 2. Perkembangan Tingkat Partisipasi Konsumsi Beras (%)

Wilayah 1990 1993 1996 1999


Nasional
Kota 99,9 99,9 99,7 95,3
Desa 95,9 96,0 98,1 97,6

Jawa
Kota 99,9 99,9 99,8 92,7
Desa 97,6 98,6 99,7 98,2

Sumatera
Kota 99,9 99,9 99,8 97,7
Desa 100,0 99,9 99,8 99,8

Kalimantan
Kota 99,7 100,0 99,9 96,8
Desa 100,0 99,9 100,0 99,5

Sulawesi
Kota 99,7 99,9 99,4 98,5
Desa 98,5 99,5 99,1 98,4

Bali & Nusa Tenggara


Kota 99,9 99,9 99,8 98,9
Desa 98,4 99,3 99,7 97,8

Maluku & Papua


Kota 100,0 99,6 99,8 97,7
Desa 80,7 78,6 80,2 91,4
Sumber : Data Susenas, 1990,1993,1996, 1999 (diolah)

semua provinsi di Indonesia pada tahun 1979 pada di kota. Bila dilihat antarpulau, maka
mempunyai pola pangan pokok utama beras. tingkat partisipasi konsumsi beras tidak jauh
Pada tahun 1996, posisi tersebut masih tetap, berbeda antara pulau yang satu dengan pulau
kalaupun berubah hanya terjadi pada pangan yang lain, yaitu hampir 100 persen. Partisipasi
kedua yaitu antara jagung dan umbi-umbian, konsumsi beras yang masih rendah hanya
(2) pola tunggal beras pada tahun 1979 hanya terjadi di pedesaan Maluku dan Papua yang
terjadi di satu provinsi yaitu Kalsel, namun memang dikenal sebagai wilayah dengan
pada tahun 1996 terjadi di 8 provinsi yaitu ekologi sagu yaitu sekitar 80 persen.
Kalsel, Kalbar, Kalteng, Kaltim, NTB, Sulsel, Jumlah orang yang mengkonsumsi
Sulut dan Sulteng. Fenomena ini menun- beras selama tahun 1990 sampai 1996 dapat
jukkan telah terjadi peningkatan preferensi dan dikatakan relatif tidak berubah (lebih kecil satu
jumlah konsumsi beras yang signifikan di persen). Kecenderungan tersebut terjadi di
provinsi tersebut, sehingga mampu menggeser semua pulau, baik di kota maupun di desa.
peran jagung dan umbi-umbian sebagai Tingkat partisipasi konsumsi beras di kota
pangan pokok. pada kurun waktu tersebut menunjukkan
Tingkat partisipasi konsumsi beras di sedikit penurunan, sebaliknya di desa masih
berbagai wilayah cukup tinggi, yaitu rata-rata menunjukkan peningkatan. Laju tingkat parti-
hampir mencapai 100 persen, yang berarti sipasi konsumsi beras secara agregat di kota
hampir semua rumah tangga telah mengkon- tahun 1990-1996 adalah -0,1 persen per tiga
sumsi beras (Tabel 2). Kecenderungan terse- tahun, sedangkan untuk desa lajunya 1,1
but tidak hanya terjadi pada rumah tangga persen per tiga tahun. Berdasarkan keragam-
perkotaan tetapi juga rumah tangga di an produk yang ada, seharusnya tingkat
pedesaan, walaupun secara umum tingkat partisipasi konsumsi pada rumah tangga per-
partisipasi di desa masih lebih rendah dari- kotaan menurun secara signifikan, dikarena-

ARAH, KENDALA DAN PENTINGNYA DIVERSIFIKASI KONSUMSI PANGAN DI INDONESIA Mewa Ariani dan Ashari

103
kan di wilayah ini banyak terdapat produk- pula pada gaya makan. Mungkin orang akan
produk alternatif yang dapat berperan sebagai gengsi mengkonsumsi jagung dan ubikayu
subsitusi beras, baik dalam bentuk mentah karena komoditas tersebut sudah mempunyai
maupun olahan, tersedia dalam berbagai trade mark sebagai barang inferior, yang
kemasan yang praktis, mudah diperoleh dan hanya cocok untuk kalangan bawah. Masya-
dihidangkan. Namun kenyataan, beras masih rakat mengalihkan fungsi jagung dan ubikayu,
mendominasi pola konsumsi pangan masyara- tidak lagi sebagai makanan pokok tetapi
kat, sehingga perubahannya sangat kecil. Ber- sebagai makanan selingan atau snack, sehing-
dasarkan data perkembangan tingkat partisi- ga jumlah yang dikonsumsi juga sangat terba-
pasi konsumsi beras tersebut dapat diartikan tas. Dari keragaan data tersebut menunjukkan
bahwa program diversifikasi konsumsi pangan bahwa pangan lokal seperti jagung dan
yang salah satu tujuannya untuk menurunkan ubikayu telah ditinggalkan oleh masyarakat,
tingkat konsumsi beras dapat dikatakan masih dan pangan global seperti mi semakin digema-
belum menunjukkan keberhasilan. ri oleh masyarakat. Kebijakan diversifikasi
Sementara untuk komoditas ubikayu konsumsi pangan yang bertujuan untuk me-
dan jagung, terjadi penurunan tingkat kon- ningkatkan konsumsi pangan lokal tidak
sumsi cukup tajam. Pada tahun 1990, tingkat menunjukkan keberhasilan bahkan salah arah
konsumsi jagung dan ubikayu di kota masing- dan justru masyarakat lebih memilih pangan
masing sebesar 1,24 dan 8,21 kg/kapita/tahun global.
menurun menjadi 0,66 dan 5,44 kg/kapita/ Permasalahan konsumsi pangan yang
tahun pada tahun 2002. Penurunan tersebut dihadapi tidak hanya belum terpenuhinya
juga terjadi di desa. Peningkatan konsumsi kecukupan gizi tetapi juga ketidakseimbangan
ubikayu dan jagung hanya terjadi pada awal komposisi pangan penduduk. Padahal tujuan
krisis (tahun 1999), kemudian pada tahun diversifikasi konsumsi pangan adalah untuk
2002 menjadi turun kembali. Sebaliknya meningkatkan mutu gizi dan mengurangi keter-
tingkat konsumsi mi instan yang juga sebagai gantungan pada salah satu jenis atau kelom-
salah satu sumber karbohidrat, menunjukkan pok pangan. Berbagai studi menunjukkan
kenaikan yang sangat tajam. Pada tahun bahwa mengkonsumsi beranekaragam pangan
1990, tingkat konsumsi mi instan di kota hanya dapat meningkatkan konsumsi berbagai anti
0,09 kg, dan meningkat menjadi 2,82 kg/ oksidan pangan, konsumsi serat dapat menu-
kapita/tahun pada tahun 2002; sedangkan di runkan resiko hiperkolesterol, hipertensi dan
desa pada waktu yang sama dari 0,05 kg naik penyakit jantung koroner (Hardinsyah, 1996).
menjadi 1,5 kg/kapita/tahun Dengan membandingkan antara kom-
Selera masyarakat terhadap pangan posisi energi anjuran dan konsumsi energi riil
berubah seiring dengan semakin maraknya seperti terlihat pada Tabel 4, konsumsi pangan
jenis pangan olahan yang siap saji dan praktis, yang melebihi standar anjuran hanya pada
serta dapat diperoleh dengan mudah. Peru- kelompok padi-padian, sedangkan untuk ke-
bahan gaya hidup masyarakat berpengaruh lompok pangan yang lain masih di bawah

Tabel 3 Perubahan Tingkat Konsumsi Pangan Sumber Karbohidrat (kg/kap/th)

Komoditas 1990 1993 1996 1999 2002


Kota
- Beras 120,70 13,50 108,89 96,00 89,71
- Jagung 1,24 0,75 0,76 0,88 0,66
- Ubikayu 8,21 7,11 5,59 7,70 5,44
- Mi instan 0,09 0,16 2,61 2,05 2,82

Desa
- Beras 125,60 123,70 120,97 111,78 109,62
- Jagung 8,42 8,37 3,61 4,19 5,48
- Ubikayu 32,74 27,48 17,98 19,64 14,40
- Mi instan 0,05 0,07 1,18 1,49 1,50
Sumber : Data SUSENAS, 1990, 1993,1996,1999,2002 (diolah)

FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI. Volume 21 No. 2, Desember 2003 : 99 - 112

104
Tabel 4. Proporsi Konsumsi Energi yang Dianjurkan dan Konsumsi Energi Riil Penduduk Indonesia Menurut
Konsep PPH (%)

Konsumsi Konsumsi Riil2)


Kelompok pangan 1)
Anjuran 1996 1999 2002
- Padi-padian 50,0 59,6 56,4 56,9
- Umbi-umbian 6,0 3,1 3,1 3,2
- Pangan hewani 12,0 5,4 4,0 5,3
- Minyak+lemak 10,0 8,0 7,8 9,3
- Buah/biji berminyak 3,0 2,3 1,8 2,4
- Kacang-kacangan 5,0 2,8 2,4 2,8
- Gula 5,0 4,5 4,2 4,4
- Sayur+buah 6,0 1,0 3,2 3,5
- Lain-lain 3,0 1,3 1,2 2,4
Skor PPH 100 70,8 62,4 68,6
Sumber: 1)Deptan (2001); 2)Data Susenas 1996, 1999, 2002

anjuran. Hal ini juga membuktikan bahwa Beras Lebih Bergizi dan Mudah Diolah
diversifikasi konsumsi pangan Indonesia masih Secara intrisik, beras memang mem-
belum berhasil, bias pada pangan sumber punyai banyak kelebihan dibandingkan jagung
karbohidrat terutama dari kelompok padi- dan ubikayu. Dalam komposisi zat gizi, kan-
padian, dengan skor PPH hanya 68,6. dungan energi dan protein beras adalah seki-
tar 360 Kalori dan 7-9 gram per 100 gram
KENDALA DIVERSIFIKASI KONSUMSI bahan, lebih tinggi daripada jagung dan
PANGAN ubikayu (Depkes, 1990). Selain itu beras
mempunyai cita rasa yang lebih enak walau-
pun dikonsumsi dengan lauk-pauk seadanya,
Walaupun upaya diversifikasi sudah di samping lebih mudah cara mengolah dan
dirintis sejak dasawarsa 60-an, namun sampai lebih praktis, tidak diperlukan waktu yang
saat ini masih belum berjalan sesuai dengan lama. Hal ini bisa dibandingkan, misal dengan
yang diharapkan. Pola pangan lokal seperti mengolah nasi jagung, yang menurut hasil
jagung dan ubikayu telah ditinggalkan studi Ariani dan Pasandaran (2002) memer-
masyarakat, berubah ke pola beras dan pola lukan waktu sampai 2,5 jam. Lama proses
mi. Kualitas pangan juga masih rendah, pemasakan jagung ini juga menjadi pendorong
kurang beragam dan masih didominasi pangan beralihnya konsumsi masyarakat ke beras
sumber karbohidrat. Ketergantungan akan atau mi yang mudah dimasak.
beras yang masih tinggi di kalangan masya-
rakat dan meningkatnya tingkat konsumsi mi Konsep Makan
secara signifikan menjadikan upaya diversifi-
Masih banyak ditemukan di masyarakat
kasi konsumsi pangan belum menunjukkan
yang mempunyai konsep makan “merasa be-
keberhasilan, bahkan salah arah. Banyak
lum makan kalau belum makan nasi, walaupun
faktor yang mempengaruhi hal tersebut dan
sudah mengkonsumsi macam-macam makan-
saling berkaitan satu dengan yang lain.
an termasuk lontong, ketupat; sebaliknya dibi-
Pada hakekatnya faktor-faktor yang lang sudah makan, walaupun hanya makan
mempengaruhi diversifikasi konsumsi pangan nasi dan lauk pauk yang sederhana. Pola
adalah sama dengan faktor yang mempenga- sosial-budaya di masyarakat seperti ini secara
ruhi konsumsi pangan yaitu sosial, budaya, nyata akan meningkatkan permintaan beras
ekonomi, pengetahuan, ketersediaan pangan dan menghambat diversifikasi konsumsi
dan lain-lain Beberapa faktor yang menjadi pangan.
kendala diversifikasi konsumsi pangan akan
diuraikan di bawah ini.

ARAH, KENDALA DAN PENTINGNYA DIVERSIFIKASI KONSUMSI PANGAN DI INDONESIA Mewa Ariani dan Ashari

105
Beras Sebagai Komoditas Pangan sehingga beras menjadi populer (Kuntowijoyo,
Superior 1991).
Kesulitan menerapkan diversifikasi Salah satu hal penting dalam me-
konsumsi pangan disebabkan kuatnya para- nyukseskan diversifikasi konsumsi pangan
digma masyarakat yang menganggap beras adalah karena dukungan kebijakan pemerin-
sebagai komoditas yang superior atau pres- tah. Namun, kebijakan pemerintah dalam hal
tisius, sehingga masyarakat menjadikan beras ini masih ambivalensi dan terkesan setengah
sebagai pangan pokok yang memiliki status hati. Program diversifikasi konsumsi pangan
sosial lebih tinggi. Menurut Syamsoe’oed semestinya juga diarahkan pada perbaikan
Sadjad, memang nenek moyang kita menjadi- pendapatan masyarakat petani dengan mela-
kan nasi beras yang dimakan sesuatu yang kukan diversifikasi produksi tanaman pangan.
elite, sehingga hanya layak dikonsumsi oleh Namun faktanya, masih ada kelemahan kebi-
kalangan atas (orang kaya). Namun kesalahan jakan pangan selama ini, yang menurut
kita mengapa barang elite tersebut kita ajarkan Sudaryanto et al. (2000) terletak pada rumus-
kepada generasi keturunan sehingga semakin an tujuan dan implementasi yang diarahkan
banyak orang yang mengkonsumsi beras terutama untuk stabilitas politik dan ekonomi.
(Kompas, 10 September 2002). Padahal semestinya tujuan tersebut diarahkan
Sampai sekarang masih sering terde- kepada pencapaian ketahanan pangan ber-
ngar pernyataan yang disampaikan oleh kelanjutan, dalam hal ini jaminan ketersediaan
pejabat pemerintah atau media massa yang beras (pangan pokok penduduk) pada tingkat
mendukung pernyataan tersebut. Sebagai harga yang terjangkau.
contoh, apabila ada keluarga yang beralih Selain itu, pemerintah juga telah
konsumsi dari pola beras ke umbi-umbian, menetapkan harga dasar gabah sejak Musim
maka dinyatakan keluarga tersebut rawan Tanam (MT) 1969/70 yang bertujuan untuk
pangan. Adanya image seperti di atas dan meningkatkan kesejahteraan petani. Kebijakan
perubahan gaya hidup yang diikuti perubahan terhadap produksi, harga dan impor beras
gaya makan, sehingga orang gengsi mengkon- telah menyebabkan harga beras menjadi
sumsi jagung dan ubikayu karena komoditas murah dan dapat terjangkau oleh masyarakat.
tersebut sudah mempunyai trade mark Menurut Baharsyah (1991) kebijaksanaan
sebagai barang inferior. Jagung dan ubikayu harga pangan yang belum berimbang dengan
tidak lagi sebagai pangan pokok tetapi ma- harga beras yang cenderung menurun terha-
kanan selingan atau snack, sehingga jumlah dap pangan lain merupakan salah satu faktor
yang dikonsumsi juga terbatas. penghambat diversifikasi pangan.

Ketersediaan Beras Melimpah dan Harga Pendapatan Rumah Tangga Masih Rendah
Beras Murah Perubahan pola konsumsi akibat ke-
Salah satu cara untuk mewujudkan naikan pendapatan tidak hanya mengakibat-
stabilitas politik adalah dengan menyediakan kan tuntutan akan kuantitas tetapi juga kualitas
pangan yang stabil dengan harga yang dan bahkan komoditas baru. Dengan penda-
terjangkau. Di Indonesia, beras telah dijadikan patan yang cukup, keluarga akan dapat
komoditas politik dan strategis, sehingga kebi- leluasa menentukan pilihan-pilihan pangan
jakan pangan bias pada beras. Pemerintah sesuai dengan selera, sehingga berbagai motif
telah menetapkan berbagai kebijakan yang dalam memilih pangan akan muncul, tergan-
berkaitan dengan perberasan mulai dari tung dari motif mana yang akan menjadi unsur
industri hulu sampai industri hilir, sehingga utama. Telah banyak kajian yang menunjuk-
pertumbuhan produksi beras terus meningkat kan bahwa pendapatan rumah tangga
dan beras dapat dijumpai dimana-mana mempengaruhi diversifikasi konsumsi pangan.
dengan mudah. Pergeseran pola pangan Seperti hasil kajian yang dilakukan oleh
pokok di Madura, dari jagung ke beras selain Simatupang dan Ariani (1997) yang menggu-
karena letak Pulau Madura yang dekat dengan nakan data Susenas 1996 dengan indeks
Jawa Timur, juga pengaruh pompanisasi dan Entropy menunjukkan bahwa diversifikasi
ditemukannya varietas padi yang pendek, sumber konsumsi energi dan protein selalu

FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI. Volume 21 No. 2, Desember 2003 : 99 - 112

106
lebih tinggi pada kelompok pengeluaran hanya golongan atas tetapi juga menengah
(proksi pendapatan) tinggi. Hal ini berarti dan bawah. Selain itu mi juga dengan mudah
peningkatan pendapatan berasosiasi kuat dijumpai di berbagai tempat, tidak hanya di
dengan diversifikasi sumber konsumsi zat gizi. swalayan tetapi juga di pasar tradisional atau
Rumah tangga dengan pendapatan warung kecil di pedesaan.
tinggi akan berupaya memenuhi tuntutan
kualitas, sehingga konsumsi beras menurun Kebijakan yang Tumpang Tindih
dan akan beralih pada pangan yang mahal Kebijakan pangan yang ditetapkan
seperti pangan hewani atau makanan jadi. tidak konsisten dan sinkron antara program
Pada rumah tangga dengan pendapatan yang satu dengan yang lain. Program diver-
rendah, peningkatan pendapatan justru me- sifikasi konsumsi pangan telah ditetapkan
ningkatkan konsumsi beras dan mengurangi sejak dulu, yang salah satu tujuannya untuk
atau beralih dari pangan pokok seperti jagung menurunkan konsumsi beras. Disisi lain,
dan ubikayu. Dalam kasus beras, peningkatan pemerintah menetapkan harga beras murah,
pendapatan akan meningkatkan konsumsi yang mendorong orang untuk mengkonsumsi
beras, dan pada tingkat pendapatan tertentu, beras. Selain itu, pemerintah juga menetapkan
konsumsi beras akan menurun. program OPK beras yang berlaku untuk
semua provinsi baik di kota maupun di desa
Teknologi Pengolahan Pangan Nonberas tanpa memperhatikan faktor sosial dan budaya
dan Promosinya Masih Terbatas makan setempat. Generalisasi program terse-
Pengembangan teknologi pengolahan but jelas akan menstabilkan dan mendorong
diperlukan untuk mempercepat mewujudkan beras sebagai pangan pokok.
diversifikasi konsumsi pangan. Dengan sen-
tuhan teknologi pengolahan diharapkan dapat Kebijakan Impor Gandum, Jenis Product
menghasilkan pangan yang lebih bermutu, Development Cukup Banyak dan
menarik, disukai dan terjangkau oleh masyara- Gencarnya Promosi
kat. Pada saat ini, pengolahan pangan Produk gandum sesungguhnya bukan
nonberas masih terbatas dan teknologi yang makanan pokok Indonesia, karena kondisi fisik
digunakan masih sederhana (tradisional) lingkungan yang tidak cocok, sehingga
sehingga produk yang dihasilkan masih diang- Indonesia tidak menanam tanaman tersebut.
gap sebagai barang inferior. Kalaupun Namun adanya kebijakan impor gandum
tersedia, harganya masih mahal dan dikon- untuk diproses menjadi tepung di dalam negeri
sumsi dalam jumlah yang kecil seperti snack yang berlangsung lama dan subsidi harga
dari jagung. Selain itu cara dan alat pengo- terigu oleh pemerintah, maka harga terigu
lahan pangan non beras tingkat rumah tangga menjadi murah (50% lebih rendah dari harga
juga masih terbatas, contohnya belum ada alat internasional). Selain itu adanya kampanye
masak untuk jagung dan ubikayu seperti “rice yang intensif melalui berbagai jenis media
cooker”, padahal potensi pangan lokal yang seperti media elektronik, product development
dapat berperan untuk menggantikan atau yang diperluas dengan harga yang bervariasi
mengurangi beras sangat tinggi. dan mudah diperoleh, turut mendorong
Belajar dari industri mi instant, tingginya peningkatan partisipasi konsumsi produk gan-
tingkat konsumsi pangan tersebut dikarenakan dum terutama berupa mi dan roti. Menurut
product development yang dihasilkan sangat Sawit (2003) beralihnya pangan dari non terigu
beragam dan promosinya juga sangat kuat. ke terigu atau produk olahannya pada
Banyak ragam jenis, bentuk dan cara masak kelompok rendah dan menengah di Indonesia
dari mie, seperti mi basah, mi kuah, mi instant begitu cepat dibandingkan di negara-negara
dan produk mi lainnya. Produk mi dapat Asia, sehingga mengurangi konsumsi pangan
dengan cepat diolah, disajikan dan dikonsumsi lokal seperti jagung dan umbi-umbian. Impor
dengan kemasan yang bagus dan dengan gandum pada tahun 1997/1998 sekitar 3,7
variasi harga yang memungkinkan masyarakat juta ton telah naik menjadi 4,1 juta ton tahun
untuk melakukan pilihan-pilihan produk mi 2000/2001, bahkan mencapai US$ 1,2 billion
sesuai dengan kemampuan. Konsumen pro- pada tahun 2002 dan menjadi impor tertinggi
duk mi juga meliputi semua golongan, tidak untuk kelompok pangan.

ARAH, KENDALA DAN PENTINGNYA DIVERSIFIKASI KONSUMSI PANGAN DI INDONESIA Mewa Ariani dan Ashari

107
PENTINGNYA DIVERSIFIKASI KONSUMSI diversifikasi konsumsi pangan antara lain
PANGAN memperkuat ketahanan pangan Indonesia,
meningkatkan pendapatan petani dan agro-
industri pangan, serta menghemat devisa
Dalam KTT Pangan Dunia 1996 yang negara. Uraian dari masing-masing unsur
menghasilkan Deklarasi Roma tentang tersebut seperti berikut.
Ketahanan Pangan ditegaskan bahwa: “adalah
hak setiap orang untuk memiliki akses
Memperkuat Ketahanan Pangan
terhadap pangan yang aman, bermutu dan
bergizi, konsisten dengan hak azasi bagi Masalah ketahanan pangan menjadi
setiap orang untuk memperoleh pangan yang isu penting akhir-akhir ini, baik di dalam negeri
cukup dan bebas dari kelaparan”. Secara maupun di dunia internasional. Oleh karena itu
tegas dikatakan bahwa pemenuhan kebutuhan upaya menurunkan peranan beras, dan
pangan secara cukup bagi setiap penduduk menggantikannya dengan jenis pangan lain
merupakan suatu hal yang mutlak dipenuhi menjadi penting dilakukan dalam rangka
dari sisi hak manusia. Dengan demikian menjaga ketahanan pangan dalam jangka
kekurangan pangan atau kelaparan yang panjang. Upaya tersebut dapat dilakukan
berdampak pada kekurangan gizi dapat dengan mengembangkan dan mengintroduksi
dianggap sebagai bentuk pelanggaran hak bahan pangan alternatif pengganti beras yang
azasi manusia. berharga murah dan memiliki kandungan gizi
yang tidak jauh berbeda dengan beras.
Dalam Peraturan Pemerintah (PP) RI
Nomor 68 tentang Ketahanan Pangan, secara Beberapa karakter yang seharusnya
eksplisit dituangkan bahwa penganekaragam- dimiliki oleh pangan pengganti beras, menurut
an pangan diselenggarakan untuk meningkat- Irawan et al. (1999) adalah sebagai berikut: (1)
kan ketahanan pangan dengan memperhati- memiliki kandungan energi dan protein yang
kan sumberdaya, kelembagaan dan budaya cukup tinggi sehingga apabila harga bahan
lokal (Badan Bimas Ketahanan Pangan, 2002). pangan tersebut dihitung dalam kalori atau
Ketergantungan konsumsi pangan terhadap harga protein nabati, maka perbedaannya
beras tidaklah menguntungkan bagi ketahanan tidak terlalu jauh dengan harga energi atau
pangan, terutama yang terkait dengan aspek harga protein nabati yang berasal dari beras;
stabilitas kecukupan pangan. Bila terjadi (2) memiliki peluang yang besar untuk
kelangkaan beras maka akan memberikan dikonsumsi dalam kuantitas yang relatif tinggi
dampak yang besar terhadap pemenuhan sehingga apabila terjadi penggatian konsumsi
kebutuhan konsumsi pangan bagi rumah beras dengan bahan tersebut maka pengu-
tangga, terutama kebutuhan energi dan pro- rangan kuantitas kalori dan protein nabati yang
tein. Padahal akhir-akhir ini cenderung terjadi berasal dari beras dapat dipenuhi dari bahan
stagnasi dalam produksi beras nasional yang pangan alternatif yang dikonsumsi; (3) bahan
diakibatkan oleh : (1) laju peningkatan produk- baku untuk pembuatan bahan pangan
tivitas usahatani padi semakin kecil karena alternatif cukup tersedia di daerah sekitarnya;
perkembangan teknologi produksi padi menga- (4) dari segi selera, bahan pangan alternatif
lami kejenuhan, (2) keterbatasan anggaran memiliki peluang cukup besar untuk di-
pemerintah, sehingga tidak mampu melakukan konsumsi secara luas oleh rumah tangga
perluasan areal irigasi dan pemberian subsidi konsumen.
input produksi kepada petani, dan (3) konversi Oleh karena itu, antisipasi terhadap
lahan pertanian terutama di Jawa ke pangan baru seperti mi yang bahan bakunya
penggunaan nonsawah. Faktor-faktor tersebut tidak diproduksi di dalam negeri harus
menimbulkan kekahawatiran akan potensi diperhatikan dalam mengembangkan industri
terjadinya kelangkaan beras di masa dan menerapkan jenis teknologi yang akan
mendatang. dipilih. Pengembangan teknologi seyogyanya
Berdasarkan beberapa permasalahan mampu mengembangkan penggunaan jenis
tersebut diatas, kebijakan diversifikasi kon- serealia atau umbi-umbian yang dapat digu-
sumsi pangan dipandang masih tetap diperlu- nakan sebagai substitusi atau pencampuran
kan. Selain peningkatan kualitas sumberdaya sehingga ketergantungan terhadap impor
manusia, dampak positif dari kebijakan terigu dapat ditekan.

FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI. Volume 21 No. 2, Desember 2003 : 99 - 112

108
Keragaman hayati (biodiversity) yang tidak dikenal lagi) dapat dikembangkan seba-
tersebar di wilayah Indonesia merupakan gai pangan alternatif. Kandungan karbohidrat
potensi besar yang dapat diolah menjadi dan protein pangan tersebut dapat mensubti-
pangan. Hal ini sekaligus menjadi peluang tusi penggunaan komoditas pangan utama
yang dapat mengantar Indonesia untuk ber- pada aneka produk pangan. Terigu yang
swasembada karbohidrat, protein, dan lemak. sering menjadi polemik dapat berkurang peng-
Sayang potensi besar tersebut belum dapat gunaannya dengan memanfaatkan tepung dari
dimanfaatkan secara optimal. Sebagai gam- umbi-umbian (Widowati dan Sunihardi, 2000).
baran, Kasryno (1998) menyebutkan dari Kandungan zat gizi dari pangan lokal disajikan
25.000 jenis tumbuhan berbunga sekitar 6000 pada Tabel 5.
jenis diantaranya telah dimanfaatkan oleh
masyarakat. Lebih dari 100 jenis tepung dari
berbagai jenis tumbuhan dapat dijadikan Meningkatkan Pendapatan Petani dan
sebagai sumber karbohidrat. Kurang lebih dari Agroindustri Pangan
100 jenis legume dan sejumlah jenis tumbuhan Peran sektor pertanian yang utama
lainnya dapat dijadikan sumber protein dan adalah sebagai penyedia pangan bagi pen-
lemak. Sekitar 450 jenis buah-buahan dan duduk. Jenis komoditas pangan yang dihasil-
kacang-kacangan dan sekitar 250 jenis kan oleh sektor pertanian akan sangat
tumbuhan lalap-lalapan juga dapat menjadi tergantung dari pola konsumsi masyarakat.
sumber protein dan mineral Pelaksanaan diversifikasi konsumsi pangan
Terjadinya krisis ekonomi Indonesia secara bertahap akan mengubah pola pro-
yang berdampak pada lahirnya krisis pangan duksi pertanian di tingkat petani (diversifikasi
dan gizi dapat dijadikan momentum untuk produksi pertanian). Petani akan memproduksi
membuka peluang pemanfaatan komoditas komoditas yang banyak dibutuhkan oleh
pangan lokal yang selama ini kurang konsumen dan yang memiliki harga cukup
mendapat perhatian masyarakat. Beberapa tinggi. Kondisi ini akan membawa dampak
komoditas lokal seperti ganyong, kembili, koro pada peningkatan pendapatan petani. Mereka
pedang dan komoditas lainnya (yang nyaris tidak lagi tergantung pada komoditas padi
sebagai sumber pendapatan usahataninya,

Tabel 5. Kandungan Makronutrien per 100 gram Komoditas Pangan Alternatif (gram)

Komoditas Protein Lemak Karbohidrat


Ubikayu 1,2 0,3 34,7
Ubikayu kuning 0,8 0,3 37,9
Ganyong 1,0 0,1 22,6
Jagung kuning 9,2 3,9 73,7
Ubijalar 1,8 0,7 27,9
Jali 11,0 4,0 61,0
Kembili 1,5 0,1 22,4
Sorgum 11,0 3,3 37,0
Kentang hitam 0,9 0,4 33,7
Suweg 1,0 0,1 15,7
Talas 1,9 0,2 23,7
Kimpul 1,9 0,2 23,7
Garut 2,2 0,1 24,4
Gude 20,7 1,4 62,0
Kacang tinggak 22,9 1,4 61,6
Kacang merah 23,1 1,7 59,5
Kacang bogor 16,0 6,0 65,5
Koro benguk 24,0 3,0 36,5
Kecipir 32,8 17,0 36,5
Koro wedus 22,2 1,5 61,0
Kacang hijau 22,2 1,2 69,9
Kacang tanah 25,3 42,8 21,1
Sumber : Widowati dan Sunihardi (2000)

ARAH, KENDALA DAN PENTINGNYA DIVERSIFIKASI KONSUMSI PANGAN DI INDONESIA Mewa Ariani dan Ashari

109
tetapi dapat mencoba tanaman lain yang banyak digemari yang ditunjukkan dengan
memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi. Hal kenaikan tingkat konsumsi mi instan yang
ini juga secara ekplisit dituangkan dalam PP signifikan.
No. 68 yang menyebutkan bahwa penganeka- Beberapa faktor yang menjadi kendala
ragaman pangan dilakukan dengan mengem- terhambatnya diversifikasi konsumsi pangan
bangkan teknologi pengolahan dan produk adalah : (1) rasa beras memang lebih enak
pangan. dan mudah diolah, (2) ada konsep makan
yang keliru, belum dikatakan makan kalau
Menghemat Devisa Negara belum makan nasi, (3) beras sebagai komo-
ditas superior, (4) ketersediaan beras melim-
Produksi beras Indonesia jauh terting- pah dan harganya murah, (5) pendapatan
gal dari permintaan dan nampak semakin rumah tangga masih rendah, (6) teknologi
fluktuatif selama dasawarsa sembilan puluhan. pengolahan dan promosi pangan non beras
Tingkat partisipasi konsumsi beras masyarakat (pangan lokal) masih terbatas, (7) kebijakan
di kota maupun di desa, baik di Jawa maupun pangan yang tumpang tindih, dan (8) adanya
Luar Jawa, yang cenderung meningkat sema- kebijakan impor gandum, jenis product
kin menambah beban pemerintah dalam development cukup banyak dan promosi yang
mencukupi kebutuhan konsumsi beras. Akibat- gencar. Kebijakan diversifikasi konsumsi pa-
nya, ketergantungan Indonesia akan beras ngan masih tetap diperlukan. Selain bertujuan
impor juga semakin besar. Selama tahun untuk meningkatkan sumberdaya manusia,
1990-2001, Indonesia telah mengimpor tidak dampak positif dari pelaksanaan program
kurang dari 15 juta ton beras atau senilai US $ diversifikasi konsumsi pangan adalah memper-
4,4 milyar. kuat ketahanan pangan, meningkatkan pen-
Selain itu, impor biji gandum sebagai dapatan petani dan agroindustri pangan serta
bahan baku produk mi juga meningkat terus. menghemat devisa. Keberhasilan diversifikasi
Pada tahun 1997/1998 impor biji gandum konsumsi pangan tidak hanya memberikan
Indonesia hanya sekitar 3,7 juta ton, tetapi keuntungan bagi tersedianya bahan pangan
pada tahun 2000/2001 melonjak menjadi 4,1 bagi penduduk, namun diharapkan juga
juta ton (Sawit, 2003). Keberhasilan diversi- membawa dampak positif dalam kehidupan
fikasi konsumsi tidak saja akan memperkuat sosial masyarakat dan perekonomian nasional.
ketahanan pangan masyarakat karena tidak Oleh karena itu, lesson learned dari
terlalu berpengaruh terhadap fluktuasi produk- pelaksanaan diversifikasi konsumsi pangan
si beras, tetapi juga akan bermanfaat bagi selama ini dapat dijadikan pijakan untuk
penghematan devisa negara jutaan dolar per pelaksanaan selanjutnya. Kasus terjadinya
tahunnya yang berarti juga meringankan perubahan konsumsi beras dan mi disebab-
beban keuangan negara, apalagi di saat terjadi kan karena peran pemerintah sangat kuat.
krisis ekonomi ini. Oleh karena itu, terwujudnya diversifikasi
konsumsi pangan sangat tergantung dari
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN peran pemerintah baik di pusat maupun di
daerah. Keragaman hayati Indonesia berupa
tumbuhan, legume, kacang-kacangan, buah-
Peran beras sebagai pangan pokok buahan dan tumbuhan lalapan sangat banyak
semakin kuat, yang ditunjukkan oleh tingkat dan kaya sumber karbohidrat, protein, vitamin,
partisipasi yang cukup tinggi di berbagai dan mineral. Penggalian potensi tersebut dilak-
wilayah termasuk pada wilayah yang se- sanakan dengan pengembangan teknologi
belumnya mempunyai pola pangan pokok pengolahan dan produk pangan, yang meli-
bukan beras. Bahkan di beberapa provinsi batkan swasta terutama para industriawan.
terjadi pergeseran pangan pokok dari beragam Untuk selanjutnya, program diversifikasi kon-
cenderung menjadi pola tunggal yaitu beras. sumsi pangan seyogyanya dijadikan gerakan
Di sisi lain, pangan lokal seperti jagung dan bersama yang melibatkan semua unsur, tidak
ubikayu semakin ditinggalkan masyarakat, hanya pemerintah, tetapi juga swasta, LSM
namun pangan global seperti mi semakin dan masyarakat.

FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI. Volume 21 No. 2, Desember 2003 : 99 - 112

110
DAFTAR PUSTAKA Nasional Pangan dan Gizi VI. LIPI.
Jakarta.
Irawan, B., M. Ariani, H.Purwati dan A. Supriatna.
Ariani, M. 1998. Konsumsi Beras: Implikasinya
1999. Analisis Program Diversifikasi
Terhadap Ketersediaan. Media Gizi
Pangan Selama Lima Tahun. Kerjasama
Keluarga. Jurusan GMSK. Fakultas Peta-
Puslit Sosek Pertanian, Deptan dengan
nian, IPB. Bogor
Proyek DPG Pusat, Biro Perencanaan,
Ariani, M. dan E Pasandaran. 2002. Pola Konsumsi Deptan. Bogor.
dan Permintaan Jagung untuk Pangan.
Jackson,L.F; 1984. Hierarchie Demand and The
Makalah disampaikan pada Diskusi
Engel Curve for Variety. Rev. Econ.and
Nasional Agribisnis. Badan Penelitian dan
Statistic. 66 :8-15.
Pengembangan Pertanian. Departemen
Pertanian. Bogor, 24 Juni 2002. Kasryno, F. 1998. Sumberdaya Pangan dan
Lingkungan Hidup. hlm. 67-112. Dalam
Ariani, M. dan H.P. Saliem. 1999. Analisis
F.G. Winarno, S. Tsauri, Soekirman, D.S.
Diversifikasi Konsumsi Energi Menurut
Sastrapradja, A. Soegiarto. M. A.
Pola Pangan Harapan dan Faktor-faktor
Wirakartakusumah, Mien A. Rifai, F. Jalal,
yang Mempengaruhinya. Jurnal Agro
A. Suryana, M.A. Husaini, M. Atmowidjojo,
Ekonomi, 18(2): 50-67. Pusat Penelitian
dan S. Koswara (Eds.). Widyakarya
Sosial Ekonomi Pertanian. Badan Pene-
Nasional Pangan dan Gizi VI. LIPI.
litian dan Pengembangan Pertanian.
Jakarta.
Bogor.
Kasryno, F., M. Gunawan, dan C.A. Rasahan. 1993.
Badan Bimas Ketahanan Pangan. 2002. Peraturan
Strategi Diversifikasi Produksi Pangan.
Pemerintah Republik Indonesia. Nomor 68
Prisma, No. 5. Tahun XXII. LP3ES,
Tahun 2002 Tentang Ketahanan Pangan.
Jakarta.
Departemen Pertanian. Jakarta.
Kuntowijoyo. 1991. Bergesernya Pola Pangan
Baharsyah, S. 1991. Perkiraan Strategi Pangan
Pokok di Madura. Majalah Pangan No. 9,
Nasional Jangka Panjang Tahap II.
Vol. II. Jakarta.
Makalah pada diskusi sehari tentang
Pengadaan Pangan untuk Menunjang Lee, J. 1987. The Demand for a Varied Diet With
Kemandirian Bangsa dalam JPT II. Economic Model for Count Data.
Jakarta. American Journal Agric. Econ. 69; 687-
692.
Departemen Kesehatan. 1990. Komposisi Zat Gizi
Pangan di Indonesia. Jakarta Lee, J. dan Brown. 1989. Consumer Demand for
Food Diversity. South J. Agro Ecoomic
Departemen Pertanian. 2001. Kebijakan Umum
(21):47-62.
Pemantapan Ketahanan Pangan Nasional.
BBKP. Deptan. Jakarta. Pakpahan, A. 1990. Refleksi Diversifikasi dalam
Teori Ekonomi. Dalam A.Suryana, A.
Erwidodo, H.P. Saliem, M. Ariani, dan E. Ariningsih.
Pakpahan dan A.Djauhari (Eds.). Prosiding
1999. Pengkajian Diversifikasi Konsumsi
Diversifikasi Pertanian dalam Proses
Pangan Utama di Indonesia. Laporan
Mempercepat Laju Pembangunan Nasio-
Penelitian. Pusat Penelitian dan
nal Pustaka Sinar Harapan dengan
Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian.
PERHEPI.
Bogor.
Pakpahan, A. dan S.H. Suhartini. 1989. Permintaan
FAO-RAPA. 1989. Report of the Regional Expert
Rumah Tangga Kota di Indonesia
Consultation of the Asian Network for Food
Terhadap Keanekaragaman. Jurnal Agro
and Nutrition on Nutrition and Urbanization.
Ekonomi, 8(2): 64-77. Pusat Penelitian
Bangkok.
Sosial Ekonomi Pertanian. Badan Peneli-
Hardinsyah. 1996. Measurement and Determinant tian dan Pengembangan Pertanian. Bogor
of Food Diversity: Implications for
Proyek DPG Pusat. 1998. Pedoman Umum
Indonesia’s Food and Nutrition Policy.
Program Diversifikasi Pangan dan Gizi
Phd. Disertation. Medical School,
Tahun Anggaran 1998/1999. Departemen
University of Queensland, Brisbane.
Pertanian. Jakarta
Hasan, I. 1994. Menyukseskan Swasembada
Pusat Penelitian Agro Ekonomi. 1989. Pola
Pangan. Pangan, 5(18) : 9-15. Bulog.
Konsumsi Pangan, Proporsi dan Ciri
Jakarta.
Rumah Tangga Dengan Konsumsi Energi
Hasan, I. 1998. Sambutan Penutupan Menteri di Bawah Standar Kebutuhan. Kerjasama
Negara Urusan Pangan pada Widyakarya

ARAH, KENDALA DAN PENTINGNYA DIVERSIFIKASI KONSUMSI PANGAN DI INDONESIA Mewa Ariani dan Ashari

111
Direktorat Bina Gizi Masyarakat, Depkes. Sudaryanto, T., I. W. Rusastra, P. Simatupang, dan
dengan PAE, Deptan. Bogor. M. Ariani. 2000. Reorientasi Kebijakan
Rachman, H.P.S. 2001. Kajian Pola Konsumsi dan Pembangunan Tanaman Pangan Pasca
Permintaan Pangan di Kawasan Timur Krisis Ekonomi. hlm.365-396. Dalam
Indonesia. Disertasi. Program Pasca- Ananto Kusuma Seto, M. Atmowidjojo, S.
sarjana, IPB. Bogor. M. Atmojo, Abas B. Jahari, Puguh B.
Irawan dan T. Sudaryanto. Widyakarya
Rahardjo, M.D. 1993. Politik Pangan dan Industri Nasional Pangan dan Gizi VII. LIPI.
Pangan di Indonesia. Prisma No. 5, Th Jakarta.
XXII. hlm. 13-24. LP3ES. Jakarta.
Suhardjo dan D. Martianto. 1992. Analisis Tipologi
Sadjad, S. 2002. Ketahanan Pangan dan Gandum. Makanan Pokok. PSKPG. LP-IPB. Bogor.
Kompas, 10 September. Jakarta.
Suhardjo. 1998. Konsep dan Kebijakan Diversifikasi
Sawit, M.H. 2003. Kebijakan Gandum/Terigu: Harus Konsumsi Pangan Dalam Rangka
Mampu Menumbuhkembangkan Industri Ketahanan Pangan Nasional. hlm. 693-
Pangan Dalam Negeri. Analisis Kebijakan 714. Dalam F.G. Winarno, S. Tsauri,
Pertanian, Vol. 1 (2): 100-109. Pusat Soekirman, D.S. Sastrapradja, A.
Penelitian dan Pengembangan Sosial Soegiarto. M. A. Wirakartakusumah, Mien
Ekonomi Pertanian Bogor. A. Rifai, F. Jalal, A. Suryana, M.A. Husaini,
Simatupang, P dan M. Ariani. 1997. Hubungan M. Atmowidjojo, dan S. Koswara (Eds.).
Antara Pendapatan Rumah Tangga dan Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VI.
Pergeseran Preferensi Terhadap Pangan. LIPI. Jakarta.
Majalah Pangan. No.33, Vol. IX. Jakarta. Widowati, S. dan Sunihardi. 2000. Komoditas
Soetrisno, N. 1998. Ketahanan Pangan. hlm. 189- Pangan Alternatif dan Teknologi Olahan-
220. Dalam F.G. Winarno, S. Tsauri, nya. Warta Penelitian dan Pengembangan
Soekirman, D.S. Sastrapradja, A. Pertanian. Vol. 2, No. 6, November 2000.
Soegiarto. M. A. Wirakartakusumah, Mien Badan Penelitian dan Pengembangan
A. Rifai, F. Jalal, A. Suryana, M.A. Husaini, Pertanian. Bogor. hlm 1-3.
M. Atmowidjojo, dan S. Koswara (Eds.).
Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VI.
LIPI. Jakarta.

FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI. Volume 21 No. 2, Desember 2003 : 99 - 112

112

Anda mungkin juga menyukai