Anda di halaman 1dari 46

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Implemetasi Pendidikan di Indonesia merupakan suatu hal yang sangat

fleksibel mengingat pergantian Menteri Pendidikan dan Kebudayaan akan

berdampak pula terhadap perubahan dan dinamika dalam kebijakan proses

pendidikan. Problematika tersebut menuntut adanya kesiapan mengembangkan

diri melalui proses belajar. Hal ini menyebabkan proses belajar akan terjadi

sepanjang hidup manusia, dalam dunia pendidikan dikenal dengan Long Life

Education (LPID, 2006) karena secara eksistensial manusia secara terus menerus

harus mengembangkan potensi diri yang ada pada dirinya.

Berdasarkan kutipan di atas dapat digunakan sebagai dasar bahwa manusia

berbuat atas dasar ilmu pengetahuan. Adanya ilmu pengetahuan akan dapat

menjawab tantangan kebijakan dalam dunia pendidikan yang selalu berubah.

Maka dari itu menjawab tantangan zaman yang selalu berubah perlu kesiapan

dalam hal penyelenggaraan pendidikan sehingga kualitas pendidikan tetap terjaga.

Akan tetapi, sekarang dunia dihadapkan pada mewabahnya Corona Virus

Disease 2019 (COVID-19) termasuk Indonesia. Bahkan, Organisasi Kesehatan

Dunia yang merupakan salah satu badan PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) yang

bertindak sebagai koordinator kesehatan umum internasional World Health

Organization (WHO) telah menetapkan kedaruratan kesehatan masyarakat. Virus

ini pun memaksa kehidupan sosial harus berubah, termasuk metode pembelajaran.
2

Perubahan metode pembelajaran yang dimaksudkan adalah metode

pembelajaran dari luring menjadi metode pembelajaran secara daring. Jika dilihat

dari KBBI Kemendikbud, daring adalah akronim dalam jaringan, terhubung

melalui jejaring komputer, internet, dan sebagainya. Berbeda dengan daring,

sistem pembelajaran luring merupakan sistem pembelajaran yang memerlukan

tatap muka. Menurut KBBI Kemendikbud, luring adalah akronim dari luar

jaring(an); terputus dari jejaring komputer. Menurut Isman pembelajaran daring

merupakan pemanfaatan jaringan internet dalam proses pembelajaran. Dengan

pembelajaran daring siswa memiliki keleluasaan waktu belajar, dapat belajar

kapanpun dan dimanapun.

Banyak guru mengimplementasikan dengan cara-cara beragam belajar di

rumah, dari perbedaan belajar itu basisnya tetap pembelajaran secara daring. Ada

yang menggunakan konsep ceramah online, ada yang tetap mengajar di kelas

seperti biasa tetapi divideokan kemudian dikirim ke aplikasi whatsapp siswa, ada

juga yang memanfaatkan konten-konten gratis dari berbagai sumber. (Ashari,

2020). Begitu pula menurut Putra Wijaya dalam (Suryawan, 2020) belajar

dirumah tidak menjadi masalah karena pembelajaran bisa dilakukan kapan dan

dimana saja, apalagi sudah ada didukung dengan sistem daring. Jadi proses

pembelajaran dapat terjadi di rumah, di sekolah maupun di masyarakat. Oleh

karena itu semua dapat berjalan dengan baik, dengan dukungan fasilitas seperti

internet.

Namun proses pembelajaran daring yang terjadi di SD Negeri 3 Kayuputih

belum berjalan secara maksimal. Hal ini terlihat dari hasil wawancara dengan
3

guru mata pelajaran, sebagian besar siswa belum mencapai skor ketuntasan

minimal (KKM) yaitu 75. Hal ini dapat dilihat dari presentase siswa yang

memperoleh skor 75 ke atas yaitu sebanyak 20% sedangkan yang memperoleh

dibawah KKM 80%. Hasil wawancara lebih lanjut rendahnya hasil belajar siswa

disebabkan oleh bebarapa hal yakni 1) Keterbatasan siswa dalam mengoperasikan

hp android, 2) kurangnya keahlian guru dalam menggunakan media pembelajaran

berbasis teknologi, 3) tidak semua orangtua memperoleh pengetahuan,

pemahaman, dan keterampilan mengajar serta mendidik yang memadai, 4)

kemampuan membeli paket data terlihat pada keaktifan siswa dalam mengikuti

proses pembelajaran, 5) model pembelajaran yang dikembangkan oleh guru.

Selama ini proses pembelajaran guru masih cenderung monotun dan hanya

ceramah saja, 6) adanya perasaan takut siswa untuk bertanya ataupun

mengerjakan tugas secara bersama-sama dengan siswa lainnya akibat dari

kebijakan sosial distancing.

Hal lain yang berpengaruh yaitu: (1) Proses belajar dan mengajarnya

cenderung ke arah pelatihan dari pada pendidikan. (2) Berubahnya peran guru dari

yang semula menguasai teknik pembelajaran konvensional kini dutuntut

menguasai teknik pembelajaran dengan menggunakan Information

Communication Technology (ICT). (3) Kurangnya keterampilan atau pengetahuan

guru maupun siswa dalam menguasai teknologi informasi. (4) Siswa yang tidak

mempunyai kemandirian belajar yang tinggi cenderung gagal. (5) Masih

terbatasnya sistem jaringan untuk mendukung proses pembelajaran. (6)

Terbatasnya ketersediaan dana untuk membeli kouta. (7) Tidak semua siswa
4

sarana dan prasarana mendukung untuk membuat kualitas pembelajaran dapat

berjalan efektif.

Dari uraian masalah tersebut, maka penerapan model pembelajaran bauran

(blended learning) bisa menjadi salah satu alternatif guna meningkatkan kualitas

pembelajaran khusunya di SD Negeri 3 Kayuputih. Pembelajaran blended

learning merupakan kombinasi pembelajaran secara langsung/tatap muka di

dalam kelas dengan pembelajaran jarak jauh dengan menggunakan internet

sebagai medianya. Semler (2005) menyatakan

“Blended learning combines the best aspects of online learning, structured


face-to-face activities, and real world practice. Online learning systems,
classroom training, and on-the-job experience have major drawbacks by
themselves. The blended learning approach uses the strengths of each to counter
the others’ weaknesses.”

Blended learning merupakan sebuah kemudahan pembelajaran yang

menggabungkan berbagai cara penyampaian, model pengajaran, dan gaya

pembelajaran, memperkenalkan berbagai pilihan media dialog antara fasilitator

dengan orang yang mendapat pengajaran.

Pembelajaran blended learning akan memaksimalkan penggunaan

teknologi untuk menunjang pembelajaran yang lebih efektif dengan menggunakan

aplikasi classroom. Dengan adanya aplikasi classroom diharapkan ketika guru

dan siswa memiliki keterbatasan waktu dan diatur dengan sosial distancing

dalam situasi covid 19 ini, guru dapat melakukan pembelajaran di luar kelas

dengan cara membagikan materi, memberikan kuis, memberikan tugas, dan

diskusi.
5

Berdasarkan problematika tersebut, peneliti termotivasi untuk melakukan

penelitian dengan judul “Implementasi Pembelajaran Blended Learning Untuk

Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas IV SD Negeri 3 Kayuputih Semester

Ganjil Tahun Pelajaran 2020/2021”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka permasalahan yang akan dikaji

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: apakah implementasi pembelajaran

blended learning mampu meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV SD Negeri 3

Kayuputih Semester Ganjil Tahun Pelajaran 2020/2021?

1.3 Tujuan Penelitian


Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah tersebut, maka penelitian

ini bertujuan secara umum dan secara khusus.

1.3.1 Tujuan Umum

Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk membuktikan atau menguji

kebenaran dari pengetahuan yang sudah ada tentang model pembelajaran

dalam meningkatkan hasil belajar.

1.3.2 Tujuan Khusus

Meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV SD Negeri 3 Kayuputih Semester

Ganjil Tahun Pelajaran 2020/2021 melalui implementasi pembelajaran

blended learning.
6

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang

berarti bagi semua pihak yang berkepentingan. Manfaat penelitian ini adalah:

1.4.1 Manfaat Teoretis

Hasil penelitian diharapkan dapat secara teoretis, peserta didik mendapatkan

pengalaman dalam kegiatan pembelajaran melalui Blended Learning serta

menimbulkan semangat dalam kegiatan belajar mengajar serta dijadikan

referensi bagi guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran.

A. Manfaat Praktis

a) Bagi Siswa

Penelitian ini diharapkan dengan model pembelajaran Blended Learning

dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

b) Bagi Guru

Penelitian ini digunakan untuk membantu dan meningkatkan inovasi guru

dalam menerapkan model Blended Learning dalam pembelajaran.

c) Bagi Lembaga

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi lembaga dalam

mengembangkan model Blended Learning untuk menganalisis

permasalahan dalam kegiatan pembelajaran.


7

BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKAN

2.1 Kajian Pustaka

Sehubungan dengan penelitian yang dilaksanakan ini, maka beberapa

hasil penelitian yang terkait dengan penelitian yang sedang dilaksanakan dapat

dikemukakan dari beberapa orang peneliti yang telah meneliti tentang hal yang

sama. Dari identifikasi terhadap beberapa hasil penelitian yang berkaitan dengan

penelitian yang dilaksanakan dapat dikemukakan sebagai berikut:

Apriliya Rizkiyah (2015) melaksanakan penelitian yang berjudul

“Penerapan Blended Learning Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada

Mata Pelajaran Ilmu Bangunan Di Kelas X Tgb Smk Negeri 7 Surabaya”. Hasil

penelitian ini adalah sebagai berikut. (1) Hasil belajar siswa setelah penerapan

Blended Learning mengalami peningkatan, persentase ketuntasan belajar sebelum

tindakan adalah 30,30%, setelah tindakan siklus 1 adalah 72,73%, dan setelah

tindakan siklus 2 adalah 87,88%. (2) Hasil kegiatan mengajar guru mengalami

peningkatan dari siklus 1 dengan jumlah nilai rata-rata 55 dalam kategori cukup

dan siklus 2 dengan jumlah nilai rata-rata 68,33 dalam kategori baik. (3) Hasil

kegiatan belajar siswa siklus 1 dengan jumlah nilai rata-rata 26,33 dalam kategori

kurang, dan siklus 2 dengan jumlah nilai rata-rata 35 dalam kategori baik. (4)

Hasil respon siswa siklus 1 terhadap 33 siswa mendapatkan jumlah nilai 1210,

dengan rata-rata 36,67 dalam kategori baik, dan siklus 2 terhadap 31 siswa
8

mendapatkan jumlah nilai 1242, dengan jumlah rata-rata 40,06 dan termasuk

dalam kategori sangat baik

Sulihin (2012) melaksanakan penelitian yang bertujuan 1) mengetahui

perbedaan motivasi belajar dan hasil belajar antara siswa yang diajarkan

pembelajaran blended learning dibanding siswa yang diajarkan pembelajaran

konvensional, 2) mengetahui peningkatan motivasi belajar dan hasil belajar siswa

akibat penerapan pembelajaran blended learning. Jenis penelitian ini quasi

experiment. Populasi penelitian adalah sebanyak 62 siswa dilakukan secara

random assignment. Teknik pengumpulan data menggunakan tes tertulis dan

angket. Data yang diperoleh dianalisis serta diuji dengan statistik parametrik uji F

dan uji t. Hasilnya sebagai berikut. 1) Terdapat perbedaan motivasi belajar antara

siswa yang diajar pembelajaran blended learning dibandingkan siswa yang diajar

pembelajaran konvensional dengan nilai sig. 0,012 dengan rata-rata 4,74 dan

terdapat perbedaan hasil belajar dengan nilai sig. 0,000 dengan rata-rata 13,39. 2)

Ada peningkatan motivasi belajar siswa akibat penerapan pembelajaran blended

learning dengan nilai sig. 0,000 rata-rata peningkatan 13,55 dan ada peningkatan

hasil belajar siswa dengan nilai sig. 0,000 rata-rata peningkatan 38,23.

Wicaksono, Vicky Dwi, Rachmadyanti, Putri (2017) dalam artikel nya

menyatakan pembelajaran yang baik adalah melibatkan seluruh civitas akademik

di Sekolah Dasar. Blended learning merupakan pembelajaran yang dilakukan di

dalam kelas dan di luar kelas. Hasil survei Asosiasi Penyelenggara Jaringan

Internet Indonesia (APJII) pada tahun 2016 pengguna internet di Indonesia

sebanyak 132,7 juta orang. Jumlah pengguna internet di Indonesia menduduki


9

peringkat 6 (enam) di dunia. Google classroom merupakan aplikasi pembelajaran

yang dikeluarkan oleh google dalam pembelajaran. Kemudahan untuk mengakses

melalui komputer dan telepon genggam, sangat mengguntungkan bagi guru dan

siswa di sekolah dasar. Tujuan yang dicapai dalam gagasan ilmiah ini yakni

mendeskripsikan blended learning, mengetahui google classroom sebagai

alternatif dalam pembelajaran, dan pembelajaran blended learning melalui google

classroom. Penggunaan google classroom dapat memberikan akses terhadap siswa

dalam melakukan pembelajaran secara daring. Guru dapat memberikan

pembelajaran meskipun tidak di dalam kelas. Hal ini sebagai bentuk pengawasan

guru terhadap siswanya ketika di luar sekolah.

Wahyu Aji Fatma Dewi (2020) melaksanakan penelitian yang berjudul:

Dampak Covid-19 Terhadap Implementasi Pembelajaran Daring Di Sekolah

Dasar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (menunjukkan bahwa dampak

COVID-19 terhadap implementasi pembelajaran daring di sekolah dasar dapat

terlaksanakan dengan cukup baik. Hal ini dapat dilihat dari hasil data tiga artikel

dan enam berita yang menunjukan bahwa dampak COVID-19 terhadap

implementasi pembelajaran daring di SD dapat terlaksana dengan cukup baik

apabila adanya kerjasama antara guru, siswa dan orang tua dalam belajar di

rumah.

Kemudian penelitian dilakukan oleh Nur Hayati (2020) dengan judul

“Metode Pembelajaran Daring/E-Learning Yang Efektif. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa dengan e-learning, peserta ajar (learner atau murid) tidak

perlu duduk dengan manis di ruang kelas untuk menyimak setiap ucapan dari
10

seorang guru secara langsung. E-learning juga dapat mempersingkat jadwal target

waktu pembelajaran, dan tentu saja menghemat biaya yang harus dikeluarkan oleh

sebuah program studi atau program pendidikan.

Penelitian sejenis pun pernah dilakukan oleh Latjuba Sofyana, Abdul

Rozaq (2019) yang berjudul Pembelajaran Daring Kombinasi Berbasis Whatsapp

Pada Kelas Karyawan Prodi Teknik Informatika Universitas PGRI Madiun. Hasil

dari penelitian disimpulkan bahwa 69% menyatakan kurang efektif pembelajaran

secara konvensional, minat mahasiswa dalam pembelajaran daring sekitar 89%

berminat dan 78% setuju bahwa dalam penerapannya dinilai lebih efektif daripada

pembelajaran konvensional.

2.2 Konsep
Konsep adalah ide abstrak yang dapat digunakan untuk mengadakan

klasifikasi atau penggolongan yang pada umumnya dinyatakan dengan suatu

istilah atau rangkaian kata (lambang bahasa). Soedjadi (2000:14). Adapun konsep

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

2.2.1 Pembelajaran Blended Learning

Model pembelajaran yang digunakan dalam proses pembelajaran sangatlah

beragam, salah satu dari model pembelajaran yang digunakan dalam bidang

pendidikan adalah dengan menggunakan model blended learning. Blended

learning merupakan pembelajaran yang mengacu pada dua aspek yaitu secara

tatap muka (face to face) dan pembelajaran berbasis komputer (online dan
11

offline). Pembelajaran blended learning bertujuan untuk memberikan kesempatan

bagi pelajar agar dapat belajar dengan mandiri, berkelanjutan, dan berkembang

sepanjang hayat (Dwiyogo, 2018).

Husamah menegaskan bahwa Blended learning mengkombinasikan dari

aspek pembelajaran online, aktivitas tatap muka terstruktur, dan praktek dunia

nyata. Sistem pembelajaran online memberikan pengalaman baru dan berharga

bagi siswa. Dengan menggunakan blended learning pengajar/pendidik dapat

menggunakan berbagai sumber informasi yang dapat diperoleh secara online

maupun offline. Husamah mengatakan bahwa blended learning merupakan

gabungan keunggulan pembelajaran yang dilakukan secara tatap muka dan

virtual/maya atau online. Gabungan antara dua keunggulan dalam pembelajaran

dilakukan secara harmonis antara pengajaran/pelatihan konvensional dimana

pendidik dan siswa bertemu secara langsung di dalam kelas dan melalui

media online yang dapat diakses kapan dan dimana saja, 24 jam sehari, 7

hari dalam seminggu. Dari beberapa pendapat menurut para ahli dapat

disimpulkan bahwa blended learning merupakan sebuah model pembelajaran

baru yang menggabungkan dua aspek pembelajaran secara langsung atau tatap

muka (face to face) di dalam kelas dan secara virtual/maya (online).

Dengan adanya penggabungan diharapkan kedua aspek pembelajaran

tersebut dapat saling melengkapi. Dan diharapkan dengan adanya pembelajaran

blended learning, informasi dapat diperoleh dari berbagai sumber, interaksi

antara guru dan siswa serta antara siswa menjadi semakin dekat, serta dengan

adanya pembelajaran secara virtual/maya waktu pembelajaran yang dirasa


12

kurang di dalam kelas dapat terpenuhi ketika melakukan pembelajaran dimedia

online.

2.2.2 Hasil Belajar

Belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang kompleks. Siswa

adalah penentu terjadinya atau tidak terjadinya proses belajar. Belajar merupakan

keyterm (istilah kunci) yang paling penting dalam pendidikan, tanpa belajar

sesungguhnya tidak pernah ada pendidikan. Belajar merupakan proses

perkembangan kearah yang lebih sempurna (Santyasa, 2011: 2). Setiap individu

dalam menghadapi permasalahan mempunyai penafsiran yang berbeda-beda

dalam memberikan arti terhadap belajar dan hasil belajar.

Konsep belajar dalam konteks tujuan pendidikan nasional harus dimaknai

sebagai belajar. Bell Gredler (dalam, Winataputra, 2008) mendefinisikan belajar

secara komprehensif, bahwa belajar merupakan proses yang dilakukan oleh

manusia untuk mendapatkan aneka ragam competencies (kemampuan), skill

(keterampilan), and attitudes (sikap). Pernyataan yang hampir senada juga

disampaikan oleh Gagne. Sebagai hasil belajar (learning outcomes). Proses

belajar terjadi berkat siswa memperoleh sesuatu yang ada di lingkungan sekitar.

Lingkungan yang dipelajari oleh siswa berupa keadaan alam, benda-benda,

hewan, tumbuh-tumbuhan, manusia, atau hahal lain yang dijadikan sebagai bahan

belajar. Sementara itu tujuan belajar dapat diartikan sebagai kondisi yang

diinginkan setelah pebelajar (individu yang belajar) selesai melakukan kegiatan

belajar. Kondisi yang dimaksud adalah setelah belajar terdapat perubahan dalam
13

diri siswa, dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak memahami menjadi memahami,

dari tidak dapat melakukan sesuatu menjadi dapat melakukan, dan dari tidak

terampil menjadi terampil. Melalui belajar diharapkan dapat terjadi perubahan

peningkatan bukan hanya pada aspek kognitif, tetapi juga pada aspek lainnya

yaitu aspek afektif dan psikomotor. Ketiga ranah atau aspek tersebut merupakan

sasaran dari belajar dan perolehan atau perbuahan menuju peningkatan ranah-

ranah itu dikatakan sebagai hasil belajar.

Pengertian-pengertian di atas maka ada tiga unsur sebagai pengidentifikasi

belajar, diantaranya 1) terjadinya perubahan tingkah laku yang bersifat potensial

maupun aktual, 2) munculnya kemampuan baru yang bersifat retensi (tahan lama),

dan (3) adanya hasil yang dicapai oleh seseorang dari aktivitas atau proses

belajarnya yang dalam hal ini dinamakan hasil belajar. Hasil yang dicapai

seseorang dari aktivitas atau proses belajar disebut hasil belajar atau hasil tertinggi

yang yang dapat dicapai siswa dalam kegiatan pada saat tertentu. Hasil belajar

merupakan kemampuan siswa dalam memenuhi suatu tahapan pencapaian

pengalaman belajar dalam satu kompetensi dasar.

Dari semua pengertian tentang belajar, sangat jelas pada kita bahwa belajar

tidak hanya berkenaan dengan jumlah pengetahuan tetapi juga meliputi seluruh

kemampuan individu. Belajar dapat membuat terjadinya perubahan perilaku pada

diri individu baik itu yang bersifat kognitif atau pengetahuan, sikap dan nilai

(afektif), serta keterampilan (psikomotor). Belajar merupakan perubahan prilaku

individu sebagai akibat dari proses pengalaman baik yang dialami ataupun yang

sengaja dirancang. Perubahan prilaku dalam belajar merupakan hasil interaksi


14

individu dengan lingkungan, serta cenderung bersifat relatif menetap. Dari belajar

ini akan didapatkan segala perolehan yang diharapkan dari seluruh kegiatan

belajar yang dilakukan oleh siswa yaitu hasil belajar siswa. Apabila di dalam diri

seseorang belum ada perubahan maka kita tidak dapat mengatakan bahwa orang

itu telah belajar. “We can conclude that learning takes place whenever any

respon is modified, and conversely that in the absence of any modification there is

no learning” Pinsen dalam (Koyan, 2006).

Belajar adalah seperangkat proses kognitif yang mengubah sifat stimulasi

lingkungan, melewati pengolahan informasi menjadi kapabilitas baru. Proses dan

hasil belajar siswa bergantung pada kompetensi guru dan keterampilan

mengajarnya. Keefektifan pembelajaran dipengaruhi oleh karakteristik guru dan

siswa, bahan pelajaran dan aspek lain yang berkenaan dengan situasi

pembelajaran. Beberapa faktor yang mempengaruhi hasil belajar diantaranya: 1)

kompetensi dasar, 2) penguasaan kompetensi oleh guru, 3) keterampilan guru

dalam mengajar, 4) karakteristik guru dan siswa, 5) bahan pelajaran, serta 6)

situasi dan kondisi pembelajaran. Dalam pembelajaran, tingkah laku sebagai hasil

dari proses belajar dipengaruhi oleh faktor internal yaitu faktor dalam diri peserta

didik, dan faktor eksternal yakni faktor yang berasal dari luar diri peserta didik.

Banyak penyebab terdapat pada faktor internal yang mempengaruhi hasil

belajar seperti, faktor jasmaniah (fisiologis), faktor psikologis, dan faktor

kematangan fisik maupun psikis. Pada faktor jasmaniah terdapat faktor yang

bersifat bawaan dan yang diperoleh. Beberapa bentuk yang menjadi bagian faktor

jasmaniah ini adalah penglihatan, pendengaran, dan struktur tubuh, dan


15

sebagainya yang relevan dengan hal tersebut. Faktor psikologis terdiri atas faktor

intelektif, dan faktor nonintelektif. Pada faktor intelektif meliputi faktor potensial

yakni kecerdasan dan bakat, faktor kecakapan nyata yakni hasil belajar yang telah

dimiliki. Sedangkan faktor non intelektif adalah unsur-unsur kepribadian tertentu,

seperti halnya sikap, kebiasaan belajar, minat belajar, kebutuhan belajar, motivasi

belajar, emosi dan penyesuaian diri. Ngalin (dalam Agung, 2005:76)

mengelompokkan faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar menjadi dua

kelompok yaitu: (1) faktor dalam diri siswa yang terdiri atas faktor fisiologis

(kondisi fisik, panca indra) dan faktor psikologis (minat, bakat, kecerdasan,

motivasi dan kemampuan kognitif), (2) faktor dari luar diri yang terdiri dari faktor

lingkungan (dalam dan sosial) dan faktor instrumental (kurikulum, sarana,

fasilitas, guru). Pendapat di atas sejalan dengan pendapat Suryabrata (dalam

Agung, 2005:76) yang menyatakan bahwa “faktor luar dan faktor dalam diri

siswa”.

2.3 Teori

Teori menurut definisinya ialah serangkaian konsep yang memiliki

hubungan sistematis untuk menjelaskan suatu fenomena sosial tertentu (Erwan &

Dyah, 2007). Adapun teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut.
16

2.3.1 Teori Kognitif

Menurut para ahli, proses belajar akan berjalan secara baik jika materi

pelajaran yang diberi dengan berkaitan serta menyesuaikan dengan pas dengan

susunan kognitif yang sudah dipunyai siswa awalnya. Dalam teori ini, ilmu dan

pengetahuan itu akan dibuat dalam diri satu orang lewat proses hubungan yang

terkait serta berkaitan dengan lingkungan. Proses ini tidak berjalan sepotong-

sepotong tetapi bersambung serta lengkap. Guru bukan sumber evaluasi penting

serta bukan kepatuhan siswa yang akan dituntut dalam teori ini, tetapi refleksi

tentang apa yang dikerjakan siswa tentang yang diperintah serta dikerjakan oleh

guru.

Pelajari dalam teori belajar ini bukan bertopang di hasil tetapi pada

sebegitu sukses siswa mengorganisasi pengalaman belajar yang didapatnya.

Periset yang meningkatkan jenis-jenis teori belajar dalam psikologi berbentuk

teori belajar kognitif yakni Ausubel, Bruner serta Gagne. Masing-masing periset

mengutamakan pada segi yang berlainan. Ausubel mengutamakan segi

pengendalian atau organizer yang disebut dampak penting pada belajar. Bruner

fokus pada pengelompokan atau penyediaan bentuk ide jadi satu jawaban

bagaimana peserta didik bisa mendapatkan informasi dari lingkungan.

2.3.2 Teori Kontruktivisme

Menurut Widodo (2007) prinsip-prinsip dasar konstruktivisme dibagi

menjadi dua yaitu (1) Pandangan konstruktivisme tentang pengetahuan, yang

meliputi pengetahuan merupakan konstruksi manusia, pengetahuan merupakan


17

konstruksi sosial, dan pengetahuan bersifat tentatif; (2) Pandangan

konstruktivisme tentang belajar dan mengajar, yang meliputi pembelajar telah

memiliki pengetahuan awal, belajar merupakan proses pengkonstruksian suatu

pengetahuan berdasarkan pengetahuan yang telah dimiliki, belajar adalah

perubahan konsepsi pembelajar, proses pengkonstruksian pengetahuan

berlangsung dalam suatu konteks sosial tertentu, pembelajar bertanggung jawab

terhadap proses belajarnya. Pembelajaran konstruktivis menekankan peran pelajar

sebagai subjek yang aktif dalam proses pembelajaran. Hal ini lebih dari sekedar

melibatkan siswa dalam aktivitas di kelas, namun menuntun mereka untuk

menjadi self-directed learner dan menemukan konsep maupun gagasan dari

mereka sendiri (Sigler & Saam, 2007).

Menurut Piaget, yang dikenal sebagai konstruktivis, bahwa pengetahuan

dibangun dalam pikiran seorang melalui proses asimilasi dan akomodasi sesuai

dengan skemata yang dimilikinya (dalam Dahar, 1989). Pada proses asimilasi

seseorang menggunakan struktur kognitif dan kemampuan yang sudah ada untuk

beradaptasi dengan masalah atau informasi baru yang datang dari lingkungannya.

Pada proses akomodasi merupakan proses pembentukan skemata baru atau

memodifikasi struktur yang ada supaya struktur kognitif tersebut dapat menyerap

informasi baru yang sedang dihadapi. Ketidaksesuaian struktur kognitif yang

dimiliki seseorang dengan informasi baru yang dihadapi menyebabkan

ketidakseimbangan (disquibrium) dalam struktur kognitifnya. Kondisi seperti ini

memberi peluang untuk sadar bahwa cara berpikirnya bertentangan dengan


18

kejadian yang ada disekitarnya, ia akan berusaha untuk mereorganisasi struktur

kognitifnya agar sesuai dengan informasi baru yang dihadapinya.

Konstruktivisme merupakan landasan berpikir, bahwa pengetahuan

dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui

konteks yang terbatas. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep,

atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusialah harus

mengkonstruksinya dan memberi makna melalui pengalaman nyata (Darma,

2007).

Seting pengajaran konstruktivistik yang mendorong konstruksi

pengetahuan secara aktif memiliki beberapa ciri (1) menyediakan peluang kepada

siswa belajar dari tujuan yang ditetapkan dan mengembangkan ide-ide secara

lebih luas; (2) mendukung kemandirian siswa belajar dan berdiskusi, membuat

hubungan, merumuskan kembali ide-ide, dan menarik kesimpulan sendiri; (3)

sharing dengan siswa mengenai pentingnya pesan bahwa dunia adalah tempat

yang kompleks di mana terdapat pandangan yang multi dan kebenaran sering

merupakan hasil interpretasi; (4) menempatkan pembelajaran berpusat pada siswa

dan penilaian yang mampu mencerminkan berpikir divergen siswa (Santyasa,

2005).

Konstruktivisme menyatakan bahwa pengetahuan akan terbentuk atau

terbangun di dalam pikiran siswa sendiri ketika ia berupaya untuk

mengorganisasikan pengalaman barunya berdasar pada kerangka kognitif yang

sudah ada di dalam pikirannya (Shadiq, 2004). Perilaku dari pembelajaran

konstruktivisme menunjukkan kemampuan siswa menghasilkan sesuatu


19

(generate), menunjukkan suatu kinerja (demonstrate performance), dan

memamerkan hasil karyanya untuk umum (exhibit) (Brook & Brook, dalam

Wahyuni et al., 2007).

2.4 Hipotesis Tindakan

Berdasarkan landasan teori dan kerangka berpikir tersebut di atas, dapat

disampaikan hipotesis dalam penelitian ini sebagai berikut:: Implementasi

pembelajaran blended learning mampu meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV

SD Negeri 3 Kayuputih Semester Ganjil Tahun Pelajaran 2020/2021.


20

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian yang dilakukan oleh peneliti digolongkan dalam penelitian

tindakan kelas. Penelitian tindakan kelas ( PTK ) adalah penelitian yang dilakukan

oleh guru di kelasnya sendiri melalui refleksi diri dengan tujuan untuk

memperbaiki kinerjanya sehingga hasil belajar siswa meningkat (IGAK

Wardhani, 2007). Dengan demikian pada prinsipnya penelitian tindakan kelas itu

dilakukan untuk memperbaiki proses pembelajaran agar hasil yang dicapai

meningkat. Masalah-masalah yang muncul dalam proses pembelajaran perlu

mendapat penanganan dari guru untuk melakukan tindakan yang tepat dalam

upaya peningkatan kualitas pembelajaran.

Penelitian terhadap pembelajaran yang dilakukan di kelas pada dasarnya

adalah untuk mengkaji dan memberikan solusi terhadap permasalahan-

permasalahan yang dialami oleh guru dalam hubungannya dengan situasi kelas,

sehingga dapat meningkatkan kualitas proses pembelajaran. Untuk itu peneliti

melakukan penelitian dalam bentuk penelitian tindakan kelas untuk mengatasi

permasalahan yang berhubungan dengan proses pembelajaran di kelas.


21

3.2 Setting Penelitian

Penelitian ini mengambil tempat di SD Negeri 3 Kayuputih. Sekolah ini

tempatnya sangat strategis berada di pinggir jalan raya dan sangat nyaman untuk

kegiatan proses belajar mengajar. Sekolah ini berlokasi di Desa Kayuputih,

Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali

3.3 Subjek dan Objek Penelitian

3.3.1 Subjek Penelitian

Subjek yang dipilih dalam penelitian ini adalah siswa kelas IV SD Negeri

13 Kayuputih Tahun Pelajaran 2020/2021 yang berjumlah 18 orang.

3.3.2 Objek Penelitian

Untuk objek penelitian tindakan kelas yaitu hasil belajar setelah diberikan

pembelajaran menggunakan implementasi blended learning.

3.4 Rancangan dan Prosedur Penelitian

Penelitian tindakan kelas ini terdiri dari beberapa siklus. Dalam setiap

siklus dibagi menjadi 4 tahap kegiatan yaitu, (1) perencanaan, (2) tindakan, (3)

observasi/evaluasi, dan (4) refleksi. Adapun alur penelitiannya dapat disajikan

seperti Gambar 3.1 berikut.


22

REFLEKSI AWAL
PERENCANAAN
TINDAKAN 1

PERENCANAAN PELAKSANAAN
TINDAKAN II TINDAKAN 1

PELAKSANAAN OBSERVASI/ EVALUASI


TINDAKAN II

OBSERVASI/ EVALUASI REFLEKSI 1

RREFLEKSI II
PERENCANAAN
TINDAKAN III

PELAKSANAAN
TINDAKAN III

OBSERVASI/ EVALUASI

REFLEKSI III

Gambar 3.1 Alur Pelaksanaan Tindakan Kelas


Sumber: Arikunto, 2002

Adapun tahap–tahap dalam Penelitian Tindakan Kelas pada siklus I tersebut

adalah sebagai berikut.

1) Perencanaan

Tahap perencanaan sangat penting disusun untuk mencapai keberhasilan

suatu Penelitian Tindakan Kelas. Dalam perencanaan ini disusun rencana tindakan

yang akan dilakukan yang berhubungan dengan implementasi pembelajaran


23

daring maupun pembelajaran during. Pada tahap ini disusun perencanaan

pembelajaran yang diperlukan dalam proses pembelajaran pada saat pelaksanaan

tindakan. Adapun kegiatan yang dilakukan adalah:

a. Menyusun Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

b. Menentukan media sebagai pendukung pembelajaran daring maupun

pembelajaran daring

c. Menyusun instrumen penelitian berupa lembar observasi dan lembar tes.

d. Menyiapkan Lembar Kerja Siswa.

e. Menyiapkan lembar catatan perkembangan belajar siswa.

2) Pelaksanaan/Tindakan

Pada tahap pelaksanaan tindakan ini disesuaikan dengan langkah- langkah

pembelajaran yang telah disusun di rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP)

yaitu sebagai berikut. Pembelajaran Daring, dilakukan dengan memberikan tugas

ke whatsapp siswa yang selanjutnya pengerjaan tugas tersebut didampingi oleh

orang tua siswa. Sedangkan pelaksanaan pembelajaran Luring dilakukan dengan

membentuk kelompok siswa yang rumahnya berdekatan, setiap minggu sekitar

dua kali, guru mendatangi siswa tersebut.

4) Observasi

Pada tahap ini guru sebagai peneliti melakukan pengamatan terhadap

proses pembelajaran yang dilakukan oleh siswa. Observasi difokuskan pada

aktivitas siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Data hasil observasi

dikumpulkan dengan menggunakan pedoman observasi yang telah ditentukan.

Untuk mengetahui hasil belajar siswa guru memberikan tes hasil belajar yang
24

harus diselesaikan siswa secara individual. Tes hasil belajar disusun berdasarkan

kisi-kisi tes yang telah disusun.

5) Refleksi

Pada tahapan ini merupakan tahapan untuk memproses data yang diperoleh

pada saat melakukan observasi. Data yang diperoleh kemudian dianalisis dan

merefleksi hasilnya. Hasil refleksi siklus I ini akan digunakan sebagai pedoman

dalam melakukan tindakan pada siklus berikutnya. Pada siklus berikutnya

dilakukan perbaikan-perbaikan, pada aspek-aspek yang masih kurang untuk

mencapai hasil yang lebih baik. Tahapan ini akan berlanjut sesuai dengan siklus

penelitian yang dilakukan.

3.5 Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data hasil belajar.

Untuk tes hasil belajar berupa 10 butir tes pilihan ganda. Metode pengumpulan

data yaitu pelaksanaan tes tiap akhir siklus di mana siswa mengerjakan tes dari

instrumen yang sudah disiapkan.

3.6 Teknik Analisis Data


Data hasil belajar siswa dianalisis secara deskriptif, yaitu dengan

menentukan nilai hasil belajar siswa yang diperoleh melalui LKS, kuis, dan tes.

Hasil belajar yang dikonfersi dalam skala 100.

skor yang diperoleh siswa


X= skor maksimum
25

Keterangan: X = Skor kognitif siswa


Setelah diperoleh skor hasil belajar siswa siswa, selanjutnya dicari skor

rata-rata hasil belajar siswa dengan rumus:

X
X  (Arikunto, 2002)
N

dimana X = Rata-rata kognitif siswa,


 X = Jumlah seluruh skor siswa,
N = Jumlah skor siswa

3.7 Indikator Penelitian


Data hasil belajar siswa dianalisis secara deskritif berdasarkan Skor rata-

rata ( X ). Pedoman penggolongan hasil belajar siswa dinyatakan dengan Tabel

3.3.

Tabel 3.3 Pedoman Penggolongan Hasil Belajar Siswa


No Rentang Nilai Kategori
1 86 – 100 Sangat baik
2 71 – 85 Baik
3 61 – 70 Cukup
4 51 – 60 Kurang
5 0 - 50 Sangat kurang
(Sudjana: 2010)
Penelitian ini dikategorikan berhasil jika nilai kemampuan hasil belajar

yang dicapai siswa  70%.

BAB IV
PEMBAHASAN
26

4.1 HASIL

Hasil pelaksanaan penelitian tindakan kelas selama 2 siklus dengan

judul Implementasi Pembelajaran Blended Learning Untuk Meningkatkan Hasil

Belajar Siswa Kelas IV SD Negeri 3 Kayuputih Semester Ganjil Tahun

Pelajaran 2020/2021, akan diuraikan secara rinci yaitu sebagai berikut.

4.1.1 Siklus I

Siklus I ini dilaksanakan selama tiga kali pertemuan, yaitu dua kali

pertemuan untuk pelaksanaan tindakan dan satu kali pertemuan terakhir untuk

pelaksanaan tes hasil belajar. Banyaknya subjek dalam penelitian ini adalah 18

orang.

4.1.1.1 Perencanaan Siklus 1

Peneliti membuat perencanaan yang lebih matang dengan membuat RPP

baru yang didasarkan atas kelemahan-kelemahan yang ada dari pelaksanaan

penelitian awal. Semua kendala yang dihadapi pada awalnya sudah dipaparkan

panjang lebar pada latar belakang masalah. Salah satu yang penting dari semua

kendala tersebut adalah pemilihan model pembelajaran atau lebih jelasnya

perubahan cara mengajar yang konvensional menjadi model pembelajaran yang

konstruktivis mengingat tuntutan perubahan pengajaran menjadi pembelajaran

dimana guru tidak boleh lagi mendominasi pembelajaran. Memberikan

kesempatan bagi peserta didik untuk mendalami materi baik dengan membaca,

berdiskusi dengan teman-teman mereka, berpresentasi sangat diperlukan dalam

perubahan paradigma pendidikan untuk dapat meningkatkan mutu pembelajaran.


27

4.1.1.2. Pelaksanaan Siklus I

1. Pertemuan I

Pada pertemuan pertama di siklus I ini guru melakukan kunjungan

langsung ke lokasi siswa, selanjutnya memulai pelajaran dengan menyampaikan

materi pembelajaran atau permasalahan kepada peserta didik sesuai kompetensi

dasar yang akan dicapai yaitu pada tema 3 peduli terhadap mahluk hidup.

Kemudian guru membagi kelas dalam beberapa kelompok, setiap kelompok

terdiri dari 6 peserta didik, setiap anggota kelompok diberi nomor atau nama.

Guru mengajukan permasalahan untuk dipecahkan bersama dalam kelompok

seperti kenapa jika makan, makananya harus kita habiskan? Kenapa tidak boleh

membuang- buang makanan?. Selanjutnya guru mengecek pemahaman peserta

didik dengan menyebut salah satu nomor (nama) anggota kelompok untuk

menjawab. Jawaban salah satu peserta didik yang ditunjuk oleh guru merupakan

wakil jawaban dari kelompok. Guru memfasilitasi peserta didik dalam membuat

rangkuman, mengarahkan, dan memberikan penegasan pada akhir pembelajaran.

Guru memberikan tes/kuis kepada peserta didik secara indvidual berupa 5 soal

yang harus dijawab peserta didik. Guru selanjutnya memberi penghargaan pada

kelompok melalui skor penghargaan berdasarkan perolehan nilai peningkatan

hasil belajar.

2. Pertemuan II
28

Pada pertemuan kedua di siklus I ini guru memulai pelajaran dengan

menyampaikan materi pembelajaran atau permasalahan kepada peserta didik

sesuai kompetensi dasar yang akan dicapai yaitu pada tema 3 peduli terhadap

mahluk hidup. Kemudian guru membagi kelas dalam beberapa kelompok, setiap

kelompok terdiri dari 3 peserta didik, setiap anggota kelompok diberi nomor atau

nama. Guru mengajukan permasalahan untuk dipecahkan bersama dalam

kelompok ada yang bisa menyebutkan bagian- bagian tumbuhan. Selanjutnya guru

mengecek pemahaman peserta didik dengan menyebut salah satu nomor (nama)

anggota kelompok untuk menjawab. Jawaban salah satu peserta didik yang

ditunjuk oleh guru merupakan wakil jawaban dari kelompok. Guru memfasilitasi

peserta didik dalam membuat rangkuman, mengarahkan, dan memberikan

penegasan pada akhir pembelajaran. Guru memberikan tes/kuis kepada peserta

didik secara indvidual berupa 3 soal yang harus dijawab peserta didik. Guru

selanjutnya memberi penghargaan pada kelompok melalui skor penghargaan

berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar.

4.1.1.3 Observasi/ Evaluasi Siklus I

Berdasarkan hasil observasi dan hasil evaluasi peserta didik pada siklus I

ini, maka dapat diperoleh hasil mengenai rata- rata hasil belajar peserta didik pada

siklus I sebesar 68,64 nilai maksimunnya sebesar 80 dan nilai minimunya sebesar

60. Tahap selanjutnya adalah menentukan ketuntasan klasikal kelas yaitu dengan

cara

KK = Jumlah peserta didik yang tuntas x100%


Jumlah peserta didik yang ikut tes
29

= 7 x 100
18
= 38,9%

Daya serap kompetensi pemahaman konsep peserta didik (DSS) dapat

ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut.

jumlah total nilai yang dicapai peserta


DS = didik x 100%

jumlah total skor maksimum

1235
= x 100% = 68,61%
1800

4.1.1.4 Refleksi Hasil Tindakan Siklus I

Berdasarkan analisis hasil belajar peserta didik pada siklus I, tercatat

aktivitas belajar peserta didik masih dalam kategori cukup, ketuntasan klasikal

sebanyak 38% peserta didik memenuhi standar ketuntasan minimum (KKM).

Demikian juga dengan daya serap belum dapat dikatakan memenuhi standar

minimum yakni sebesar 68,61%.

Berdasarkan atas data tersebut maka tindakan siklus I perlu dilakukan

perbaikan guna meningkatkan daya serap dan ketuntasan klasikal. Tindakan yang

dipandang positif pada siklus I perlu dipertahankan, sementara kelemahan-

kelemahan yang ditemukan diadakan perbaikan untuk penyempurnaan tindakan

pada pelaksanaan siklus II. Perbaikan yang dilakukan pada siklus II difokuskan

pada pelaksanaan tindakan untuk mencapai hasil belajar sesuai kriteria ketuntasan

minimal (KKM).

Kendala-kendala yang ditemukan pada siklus pertama adalah sebagai

berikut. (1) penggunaan model pembelajaran masih belum terbiasa bagi peserta
30

didik, (2) peserta didik masih banyak yang bermain-main, sehingga menimbulkan

kegaduhan, (3) guru belum terampil mengelola jalanya proses pembelajaran.

Dokumentasi kegiatan pada siklus I dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 4.1 Dokumentasi kegiatan pada siklus I

4.1.2 Siklus II

Siklus II ini dilaksanakan selama tiga kali pertemuan, yaitu dua kali

pertemuan untuk pelaksanaan tindakan dan satu kali pertemuan terakhir untuk

pelaksanaan tes hasil belajar. Banyaknya subjek dalam penelitian ini adalah 18

orang.

4.1.2.1 Perencanaan Siklus II

Peneliti membuat perencanaan yang lebih matang dengan membuat RPP baru

yang didasarkan atas kelemahan-kelemahan yang ada dari pelaksanaan siklus I.

4.1.2.2 Pelaksanaan Siklus II

1. Pertemuan I
31

Pada pertemuan pertama di siklus II ini guru memulai pelajaran dengan

menyampaikan materi pembelajaran atau permasalahan kepada peserta didik

sesuai kompetensi dasar yang akan dicapai yaitu pada tema 3 peduli terhadap

mahluk hidup. Kemudian guru membagi kelas dalam beberapa kelompok, setiap

kelompok terdiri dari 6 peserta didik, setiap anggota kelompok diberi nomor atau

nama. Guru mengajukan permasalahan untuk dipecahkan bersama dalam

kelompok berapah selisih antara 8 1/5kg- 5 3/4kg?. Selanjutnya guru mengecek

pemahaman peserta didik dengan menyebut salah satu nomor (nama) anggota

kelompok untuk menjawab. Jawaban salah satu peserta didik yang ditunjuk oleh

guru merupakan wakil jawaban dari kelompok. Guru memfasilitasi peserta didik

dalam membuat rangkuman, mengarahkan, dan memberikan penegasan pada

akhir pembelajaran. Guru memberikan tes/kuis kepada peserta didik secara

indvidual berupa 5 soal yang harus dijawab peserta didik. Guru selanjutnya

memberi penghargaan pada kelompok melalui skor penghargaan berdasarkan

perolehan nilai peningkatan hasil belajar.

2. Pertemuan II

Pada pertemuan kedua di siklus II ini guru memulai pelajaran dengan

menyampaikan materi pembelajaran atau permasalahan kepada peserta didik

sesuai kompetensi dasar yang akan dicapai yaitu pada tema 3 peduli terhadap

mahluk hidup. Kemudian guru membagi kelas dalam beberapa kelompok, setiap

kelompok terdiri dari 3 peserta didik, setiap anggota kelompok diberi nomor atau

nama. Guru mengajukan permasalahan untuk dipecahkan bersama dalam

kelompok coba sebutkan fungsi dari akar, daun dan bunga pada tumbuhan?.
32

Selanjutnya guru mengecek pemahaman peserta didik dengan menyebut salah satu

nomor (nama) anggota kelompok untuk menjawab. Jawaban salah satu peserta

didik yang ditunjuk oleh guru merupakan wakil jawaban dari kelompok. Guru

memfasilitasi peserta didik dalam membuat rangkuman, mengarahkan, dan

memberikan penegasan pada akhir pembelajaran. Guru memberikan tes/kuis

kepada peserta didik secara indvidual berupa 3 soal yang harus dijawab peserta

didik. Guru selanjutnya memberi penghargaan pada kelompok melalui skor

penghargaan berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar.

4.1.2.3 Observasi/ Evaluasi Siklus II

Berdasarkan hasil observasi dan hasil evaluasi peserta didik pada siklus II

ini, maka dapat diperoleh hasil mengenai data aktivtas peserta didik yaitu sebagai

berikut. Rata- rata hasil belajar peserta didik pada siklus II sebesar 74,17 nilai

maksimunnya sebesar 80 dan nilai minimunya sebesar 60. Tahap selanjutnya

adalah menentukan ketuntasan klasikal kelas yaitu dengan cara

KK = Jumlah peserta didik yang tuntas x100%


Jumlah peserta didik yang ikut tes

= 11 x 100
18
= 61,1%

Daya serap kompetensi pemahaman konsep peserta didik (DSS) dapat

ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut.

jumlah total nilai yang dicapai peserta


DS = didik x 100%

jumlah total skor maksimum

1335
= x 100%
1800
33

= 74,17%

4.1.2.4 Refleksi Hasil Tindakan Siklus II

Berdasarkan analisis hasil belajar peserta didik pada siklus II, tercatat hasil

belajar peserta didik sudah mengalami peningkatan dari berkatagori cukup

menjadi katagori baik, ketuntasan klasikal sebanyak 61,1% peserta didik

memenuhi standar ketuntasan minimum (KKM). Demikian juga dengan daya

serap sudah mengalami peningkatan sebesar 74,17%.

Berdasarkan atas data tersebut maka tindakan siklus II masih perlu

dilakukan perbaikan guna daya serap dan ketuntasan klasikal. Kendala-kendala

yang ditemukan pada siklus pertama adalah sebagai berikut. peserta didik masih

banyak yang bermain-main, sehingga menimbulkan kegaduhan, peserta didik

masih kurang serius dalam pembelajaran serta masih belum terbiasa dengan

model yang digunakan, guru juga belum terampil mengelola jalanya proses

pembelajaran.

Dokumentasi kegiatan pada siklus II dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 4.2 Dokumentasi kegiatan pada siklus II


34

4.1.3 Siklus III

Siklus III ini dilaksanakan selama tiga kali pertemuan, yaitu dua kali

pertemuan untuk pelaksanaan tindakan dan satu kali pertemuan terakhir untuk

pelaksanaan tes hasil belajar. Banyaknya subjek dalam penelitian ini adalah 18

orang.

4.1.3.1 Perencanaan Siklus III

Perencanaan pada siklus III ini tidak jauh berbeda dengan perencanaan

pada siklus- siklus sebelumnya yaitu membuat RPP baru yang didasarkan atas

kelemahan-kelemahan yang ada dari pelaksanaan siklus II.

4.1.3.2 Pelaksanaan Siklus III

1. Pertemuan I

Pada pertemuan pertama di siklus III ini guru memulai pelajaran dengan

menyampaikan materi pembelajaran atau permasalahan kepada peserta didik

sesuai kompetensi dasar yang akan dicapai yaitu pada tema 3 peduli terhadap

mahluk hidup. Kemudian guru membagi kelas dalam beberapa kelompok, setiap

kelompok terdiri dari 6 peserta didik, setiap anggota kelompok diberi nomor atau

nama. Guru mengajukan permasalahan untuk dipecahkan bersama dalam

kelompok siapa yang bisa mendeskripsikan ciri- ciri paragfraf deskritif?

Selanjutnya guru mengecek pemahaman peserta didik dengan menyebut salah satu

nomor (nama) anggota kelompok untuk menjawab. Jawaban salah satu peserta

didik yang ditunjuk oleh guru merupakan wakil jawaban dari kelompok. Guru

memfasilitasi peserta didik dalam membuat rangkuman, mengarahkan, dan


35

memberikan penegasan pada akhir pembelajaran. Guru memberikan tes/kuis

kepada peserta didik secara indvidual berupa 5 soal yang harus dijawab peserta

didik. Guru selanjutnya memberi penghargaan pada kelompok melalui skor

penghargaan berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar.

2. Pertemuan II

Pada pertemuan kedua di siklus III ini guru memulai pelajaran dengan

menyampaikan materi pembelajaran atau permasalahan kepada peserta didik

sesuai kompetensi dasar yang akan dicapai yaitu pada tema 3 peduli terhadap

mahluk hidup. Kemudian guru membagi kelas dalam beberapa kelompok, setiap

kelompok terdiri dari 3 peserta didik, setiap anggota kelompok diberi nomor atau

nama. Guru mengajukan permasalahan untuk dipecahkan bersama dalam

kelompok siapa yang bisa menyebutkan karakteristik cicak dan kelelawar?

Selanjutnya guru mengecek pemahaman peserta didik dengan menyebut salah satu

nomor (nama) anggota kelompok untuk menjawab. Jawaban salah satu peserta

didik yang ditunjuk oleh guru merupakan wakil jawaban dari kelompok. Guru

memfasilitasi peserta didik dalam membuat rangkuman, mengarahkan, dan

memberikan penegasan pada akhir pembelajaran. Guru memberikan tes/kuis

kepada peserta didik secara indvidual berupa 3 soal yang harus dijawab peserta

didik. Guru selanjutnya memberi penghargaan pada kelompok melalui skor

penghargaan berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar.

4.1.3.3 Observasi/ Evaluasi Siklus III

Berdasarkan hasil observasi dan hasil evaluasi peserta didik pada siklus III

ini, maka dapat diperoleh hasil mengenai rata- rata hasil belajar peserta didik pada
36

siklus III sebesar 78,61 nilai maksimunnya sebesar 85 dan nilai minimunya

sebesar 70. Tahap selanjutnya adalah menentukan ketuntasan klasikal kelas yaitu

dengan cara

KK = Jumlah peserta didik yang tuntas x100%


Jumlah peserta didik yang ikut tes

= 17 x 100
18
= 94,4%

Daya serap kompetensi pemahaman konsep peserta didik (DSS) dapat

ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut.

jumlah total nilai yang dicapai peserta


DS = didik x 100%

jumlah total skor maksimum

1415
= x 100%
1800

= 78,61%

4.1.3.4 Refleksi Hasil Tindakan Siklus III

Berdasarkan analisis hasil belajar peserta didik pada siklus III, tercatat

hasil belajar peserta didik dikatakan sudah mengalami peningkatan skor yang

cukup signifikan., ketuntasan klasikal sebanyak 94,4 peserta didik memenuhi

standar ketuntasan minimum (KKM). Demikian juga dengan daya serap sudah

mengalami peningkatan sebesarn 78,61%. Sehingga dapat dikatakan ketuntasan

klasikal serta daya serap sudah memenuhi indikator keberhasilan penelitian.


37

Dokumentasi kegiatan pada siklus III dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 4.3 Dokumentasi kegiatan pada siklus III

4.2 Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan selama tiga siklus

menunjukkan adanya peningkatan terhadap hasil belajar peserta didik kelas IV SD

N 3 Kayuputih Tahun Pelajaran 2020/2021 yang berjumlah 18 orang setelah

diberikan pembelajaran menggunakan pembelajaran blended learning. Hasil

belajar peserta didik pada siklus I, tercatat ketuntasan klasikal sebanyak 38%

peserta didik memenuhi standar ketuntasan minimum (KKM). Demikian juga

dengan daya serap belum dapat dikatakan memenuhi standar minimum yakni

sebesar 68,61%. Pada siklus II, tercatat ketuntasan klasikal sebanyak 61,1%

peserta didik memenuhi standar ketuntasan minimum (KKM). Demikian juga

dengan daya serap sudah mengalami peningkatan sebesar 74,17%. Dan pada

siklus III tercatat ketuntasan klasikal sebanyak 94,4 peserta didik memenuhi

standar ketuntasan minimum (KKM). Demikian juga dengan daya serap sudah
38

mengalami peningkatan sebesarn 78,61%. Sehingga dapat dikatakan ketuntasan

klasikal serta daya serap sudah memenuhi indikator keberhasilan penelitian.

Blended learning yaitu metode pembelajaran yang memadukan

pertemuan tatap muka dengan materi online secara harmonis. Perpaduan antara

pembelajaran konvensional di mana pendidik dan peserta didik bertemu langsung

dengan pembelajaran secara online yang dapat diakses kapan saja dan di mana

saja. Adapun bentuk lain dari blended learning adalah pertemuan virtual antara

pendidik dengan peserta didik. Dimana antara pendidik dan peserta didik mungkin

saja berada di dua tempat yang berbeda, namun bisa saling memberi feedback,

bertanya, atau menjawab.

Carman, (2005) mengungkapkan bahwa terdapat lima kunci untuk

melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan blended learning:

1) Live Event. Pembelajaran langsung atau tatap muka (instructor-led

instruction) secara sinkronous dalam waktu dan tempat yang sama

(classroom) ataupun waktu sama tapi tempat berbeda (virtual classroom).

Bagi beberapa orang tertentu, pola pembelajaran langsung seperti ini masih

menjadi pola utama. Namun demikian, pola pembelajaran langsung inipun

perlu didesain sedemikian rupa untuk mencapai tujuan sesuai kebutuhan.

Pola ini, juga bisa saja mengkombinasikan teori behaviorisme, kognitivism

dan konstructivism sehingga terjadi pembelajaran yang bermakna.

2) Self-Paced Learning. Yaitu mengkombinasikan dengan pembelajaran

mandiri (self-paced learning) yang memungkinkan peserta belajar kapan

saja, dimana saja dengan menggunakan berbagai konten (bahan belajar)


39

yang dirancang khusus untuk belajar mandiri baik yang bersifat text-based

maupun multimedia-based (video, animasi, simulasi, gambar, audio, atau

kombinasi dari kesemuanya). Bahan belajar tersebut, dalam konteks saat ini

dapat disampaikan secara online (melalui web maupun melalui mobile

device dalam bentuk: streaming audio, streaming video, dan e-book)

maupun offline (dalam bentuk CD, dan cetak).

3) Collaboration. Mengkombinasikan baik pendidik maupun peserta didik

yang kedua-duanya bisa lintas sekolah/kampus. Dengan demikian,

perancang blended learning harus meramu bentuk-bentuk kolaborasi, baik

kolaborasi antar teman sejawat atau kolaborasi antar peserta didik dan

pendidik melalui tool-tool komunikasi yang memungkinkan seperti

chatroom, forum diskusi, email, website/webblog, dan mobile phone. Tentu

saja kolaborasi diarahkan untuk terjadinya konstruksi pengetahuan dan

keterampilan melalui proses sosial atau interaksi sosial dengan orang lain,

bisa untuk pendalaman materi, problem solving dan project-based learning.

4) Assessment. Dalam blended learning, perancang harus mampu meramu

kombinasi jenis penilaian baik yang bersifat tes maupun non-tes, atau tes

yang lebih bersifat otentik (authentic assessment/portfolio). Disamping itu,

juga perlu mempertimbangkan ramuan antara bentuk-bentuk assessmen

online dan assessmen offline. Sehingga memberikan kemudahan dan

fleksibilitas peserta belajar mengikuti atau melakukan penelitian tersebut.

5) Performance Support Materials. Jika kita ingin mengkombinasikan antara

pembelajaran tatap muka dalam kelas dan tatap muka virtual, perhatikan
40

sumber daya untuk mendukung hal tersebut siap atau tidak, ada atau tidak.

Bahan belajar disiapkan dalam bentuk digital, apakah bahan belajar tersebut

dapat diakses oleh peserta belajar baik secara offline (dalam bentuk CD,

MP3 dan DVD) maupun secara online. Jika pembelajaran dibantu dengan

suatu Learning/Content Management System (LCMS), pastikan juga bahwa

aplikasi sistem ini telah terinstal dengan baik dan mudah diakses.

Pembelajaran berbasis blended learning dimulai sejak ditemukan

komputer, walaupun sebelum itu juga sudah terjadi adanya kombinasi (blended).

Terjadinya pembelajaran, awalnya karena adanya tatap muka dan interaksi

antara pengajar dan pelajar, setelah ditemukan mesin cetak maka guru

memanfaatkan media cetak. Pada saat ditemukan media audio visual,

sumber belajar dalam pembelajaran mengombinasi antara pengajar, media

cetak,dan audio visual. Namun blended learning muncul setelah berkembangnya

teknologi informasi sehingga sumber dapat diakses oleh pembelajar secara

offline maupun online. Saat ini, pembelajaran berbasis blended

learning dilakukan dengan menggabungkan pembelajaran tatap muka, teknologi

cetak, teknologi audio, teknologi audio visual, teknologi komputer, dan

teknologi m-learning (mobile learning). Dalam blended learning terdapat enam

unsur yang harus ada, yaitu: (1) tatap muka (2) belajar mandiri, (3)

aplikasi, (4) tutorial, (5) kerjasama, dan (6) evaluasi.

Hasil penelitian dari (Sudarman & Mulawarman, 2018) menunjukkan

bahwa penggunaan strategi pembelajaran Blended Learning secara signifikan

lebih baik daripada strategi pembelajaran tatap muka dalam memberikan


41

perolehan belajar konsep. Hasil penelitian (Hermawanto et al., 2013) juga

membuktikan bahwa adanya peningkatan pemahaman siswa dengan penerapan

pembelajaran model Blended Learning rata-rata peningkatan 37,59. Layanan

informasi dengan menggunakan model pembelajaran blended learning efektif

meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa (Fitri et al., 2016).

Implementasi blended learning dapat mengingkatkan hasil belajar peserta

didik. Penelitian yang dilakukan sebelumnya juga mengatakan bahwa model

pembelajaran Blended Learning dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

Penelitian juga dilakukan Syarif Izuddin tahun 2012 yang menunjukan bahwa

terdapat perbedaan yang signifikan antara prestasi belajar siswa yang

menggunakan model pembelajaran Blended Learning dan siswa yang

menggunakan model pembelajaran face-to-face learning serta terdapat

peningkatan prestasi belajar yang signifikan karena penerapan model

pembelajaran Blended Learning. Hasil dari penelitian yang dilakukan oleh

(Akkoyunlu & Soylu, 2008) menunjukkan bahwa hasil belajar siswa dapat

meningkat dengan tidak menghilangkan proses tatap muka di kelas. Dari hasil

pengamatan yang dilakukan selama eksperimen, menunjukkan bahwa pelaksanaan

model blended learning sejalan dengan pendapat (Kusni, 2010) yang

mengungkapkan bahwa (1) pengajar perlu memiliki keterampilan dalam

menyelenggarakan e-learning; (2) pengajar perlu menyiapkan referensi digital

yang dapat menjadi acuan bagi peserta didik; (3) pengajar perlu merancang

referensi yang sesuai atau terintegrasi dengan tatap muka; (4) pengajar perlu

menyiapkan waktu untuk mengelola pembelajaran berbasis internet, misalnya


42

untuk mengembangkan materi, mengembangkan instrumen asesmen dan

menjawab berbagai pertanyaan yang diajukan peserta didik.

BAB V

PENUTUP

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada

BAB sebelumnya, maka dapat disimpulkan yaitu sebagai berikut. Implementasi


43

pembelajaran blended learning mampu meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV

SD Negeri 3 Kayuputih Semester Ganjil Tahun Pelajaran 2020/2021.

5.2 Saran

Adapun beberapa saran yang peneliti sampaikan adalah sebagai berikut.

1. Kepada peserta didik, diharapkan selalu aktif dan termotivasi dalam

pembelajaran, tidak malu untuk bertanya serta mengeluarkan pendapat.

2. Kepada guru dalam melaksanakan pembelajaran blended learning adalah

sebagai berikut. Sebaiknya guru yang bertindak sebagai pemegang kendali

teliti dalam menentukan pembagian kelompok waktu yang dihabiskan untuk

diskusi oleh peserta didik cukup banyak sehingga melewati waktu yang sudah

ditetapkan. Selain itu sebuah catatan yang harus diperhatikan oleh guru dalam

pembelajaran adalah bahwa nilai kelompok tidaklah mencerminkan nilai

individual peserta didik. Dengan demikian, guru harus merancang alat

penilaian khusus untuk mengevaluasi tingkat pencapaian belajar peserta didik

secara individual. Guru harus membimbing dengan baik peserta didik yang

mempunyai kemampuan akademik tinggi agar dapat dan mampu menularkan

pengetahuannya kepada peserta didik yang lain.

3. Kepada kepala sekolah diharapkan memberi dukungan kepada guru- guru

yang dalam proses pembelajaran menggunakan berbagai model pembelajaran

demi tercapainya tujuan pendidikan.


44
45

DAFTAR PUSTAKA

A.N, Sobron, Bayu, Rani, Meidawati.2019. Persepsi Siswa Dalam Studi


Pengaruh Daring Learning Terhadap Minat Belajar IPA. Jurnal
Pendidikan Islam dan Multikulturalisme Vol. 1, No. 2, Desember 2019.
Aji Fatma Dewi, Wahyu.2020. Dampak Covid-19 Terhadap Implementasi
Pembelajaran Daring Di Sekolah Dasar. Jurnal Ilmu Pendidikan Volume 2
Nomor 1 April 2020. Universitas Pahlawan
Ghozali, Imam. 2007. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Ptogram SPSS.
Edisi ke 2. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponogoro
Gusdiyanto, H., Dwiyogo, W. D., & Adi, S. (2020). Pembelajaran Blended
Learning Sosio Antropologi Olahraga untuk Mahasiswa Pendidikan
Jasmani dan Kesehatan. Jurnal Pendidikan: Teori, Penelitian, dan
Pengembangan, 5(1), 7-14.

https://www.nusabali.com/berita/74603/turbulensi-belajar-di-rumah, diakses 31
Mei 2020

Nata Wirawan. 2001. Statistik 2 Inferensial. Edisi ke-2. Denpasar: Fakultas


Ekonomi Udayana

Raga Tantri, Niki.2018.Kehadiran Sosial Dalam Pembelajaran Daring


Berdasarkan Sudut Pandang Pembelajar Pendidikan Terbuka Dan Jarak
Jauh. Jurnal Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh, Volume 19, Nomor 1,
Maret 2018, 19-30. Universitas Terbuka
Ramadhan, Rizky, Uwes Anis Chaeruman, Cecep Kustandi.2018. Pengembangan
Pembelajaran Bauran (Blended Learning) di Universitas Negeri Jakarta.
Jurnal Pembelajaran Inovatif. Universitas Negeri Jakarta
Sanjaya, W.2006. Strategi Pembelajaran (Berorientasi Standar Proses
Pendidikan). Jakarta: Kencana Prenada Media.
Santoso, Edi.2009. Pengaruh Pembelajaran Online Terhadap Prestasi Belajar
Kimia Ditinjau Dari Kemampuan Awal Siswa (Studi Eksperimen Pada
Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Purwantoro Wonogiri).Tesis. Univeristas
Sebelas Maret Surakarta.
Sjukur, S. B. (2012). Pengaruh blended learning terhadap motivasi belajar dan
hasil belajar siswa di tingkat SMK. Jurnal pendidikan vokasi, 2(3).
46

Sofyana, Latjuba, Abdul Rozaq. Pembelajaran Daring Kombinasi Berbasis


Whatsapp Pada Kelas Karyawan Prodi Teknik Informatika Universitas
Pgri Madiun. Jurnal Volume 8, Nomor 1, Maret 2019. Universitas PGRI
Madiun.
Sugiarto dkk. 2002. Metode Statistika untuk Bisnis dan Ekonomi. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama.
Sugiyono.2006.Metode Penelitian Bisnis.Bandung: CV Alfabeta.

Sukardjo, dan Komarudin Ukim.2015. Landasan Pendidikan; Konsep dan


Aplikasinya.Depok : PT. Raja Grafindo Persada.
Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo
Uno, Hamzah B. 2007.Teori Motivasi dan Pengukurannya. Jakarta : Bumi
Aksara.
Wicaksono, V. D., & Rachmadyanti, P. (2017). Pembelajaran blended learning
melalui google classroom di sekolah dasar.

Anda mungkin juga menyukai