b. Pembentukan MPRS
Dalam dekrit presiden 5 Juli 1959 ditegaskan bahwa pembentukan MPRS akan
diselenggarakan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Anggota MPRS terdiri dari
anggota-anggota DPR ditambah dengan utusan daerah-daerah dan golongan. Oleh karena
itu, pembentukan majelis merupakan pemenuhan dekrit tersebut. MPRS merupakan
pengganti Dewan Konstituante yang telah bubar. Anggota-anggota MPRS ditunjuk dan
diangkat oleh Presiden. MPRS dibentuk berdasarkan Penetapan Presiden No. 2 Tahun
1959.
Anggota MPRS harus memenuhi syarat, antara lain: setuju kembali kepada UUD
1945, setia kepada perjuangan RI, dan setuju dengan Manifesto Politik. Keanggotaan
MPRS menurut Penpres No. 2 Tahun 1959 terdiri atas: 261 orang anggota DPR; 94
orang utusan daerah; dan 200 orang golongan karya. Sedangkan tugas MPRS adalah
menetapkan Garis- garis Besar Haluan Negara (GBHN).
c. Pembentukan DPAS
Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS) dibentuk berdasarkan Penpres
No. 3 tahun 1959. DPAS ini bertugas memberi jawaban atas pertanyaan Presiden dan
berhak mengajukan usul kepada pemerintah. DPAS diketuai oleh Presiden dan
beranggotakan 45 orang, terdiri atas: 12 orang wakil golongan politik, 8 orang utusan
atau wakil daerah, 24 orang wakil dari golongan karya dan 1 orang wakil ketua.
b. Pembentukan DPR-GR
Pada tanggal 5 Maret 1960 DPR hasil Pemilu I tahun 1955 dibubarkan oleh
Presiden Soekarno, karena menolak Rencana Anggaran Belanja Negara yang diajukan
oleh pemerintah. Tidak lama kemudian Presiden berhasil menyusun daftar anggota
DPR. DPR yang baru dibentuk tersebut dinamakan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong
Royong (DPRGR). Seluruh DPR-GR ditunjuk oleh Presiden mewakili golongan masing-
masing. Anggota DPR-GR dilantik pada tanggal 25 Juni 1960. Dalam upacara pelantikan
tersebut, Presiden Soekarno menyatakan bahwa tugas DPR-GR adalah melaksanakan
Manipol, merealisasikan amanat penderitaan rakyat, dan melaksanakan demokrasi
terpimpin. Pada upacara pelantikan wakil-wakil ketua DPR-GR tanggal 5 Januari 1961,
Presiden Soekarno menjelaskan kedudukan DPR-GR. DPR-GR adalah pembantu
presiden/mandataris MPRS dan member sumbangan tenaga kepada Presiden untuk
melaksanakan segala sesuatu yang ditetapkan MPRS. Karena itu, pembentukan DPR-GR
supaya ditangguhkan.
Perubahan perimbangan perwakilan golongan-golongan dalam DPR-GR
memperkuat pengaruh dan kedudukan suatu golongan tertentu yang mengakibatkan
kegelisahan-kegelisahan dalam masyarakat dan memungkinkan terjadinya hal-hal yang
tidak diinginkan. DPR yang demikian, pada hakikatnya adalah DPR yang hanya
mengiyakan saja, sehingga tidak dapat menjadi soko guru negara hukum dan demokrasi
yang sehat. Pembaruan dengan cara pengangkatan sebagaimana yang dipersiapkan itu
adalah bertentangan dengan asas-asas demokrasi yang dijamin oleh undang-undang.
Tokoh-tokoh lain yang tidak menjadi anggota Liga Demokrasi juga menyatakan
keberatan terhadap pembubaran DPR hasil Pemilu tahun 1955. Misalnya, Mr.
Sartono dan Mr. Iskaq Cokrohadisuryo (teman lama Presiden Soekarno dalam PNI). Di
samping itu, juga muncul reaksi keras dari Masyumi dan PRI. Sutomo (Bung Tomo) dari
Partai Rakyat Indonesia (PRI) lewat pengaduannya yang disampaikan pada tanggal 22
Juni 1960 dengan tegas menyatakan bahwa kabinet yang dipimpin Soekarno melakukan
pelanggaran terhadap UUD 1945. Pelanggaran yang dilakukan adalah membubarkan
Parlemen Republik Indonesia hasil pilihan rakyat. Menurut Sutomo, tindakan
pembubaran parlemen hasil pilihan rakyat merupakan tindakan yang sewenang-wenang.
Dikatakan sewenangwenang karena:
ada paksaan untuk menerima Manipol tanpa diberi waktu terlebih dulu untuk
mempelajarinya;
ada paksaan untuk bekerja sama antara golongan nasionalis, agama, dan komunis.
Reaksi-reaksi yang dilancarkan beberapa partai tersebut ditanggapi Presiden
Soekarno dengan rencana membubarkan partai-partai tersebut. Rencana pembubaran
partai-partai ditentang oleh PNI dan PKI sehingga Presiden Soekarno tidak jadi
membubarkannya. Partai PNI dan PKI merupakan partai yang dekat dengan Presiden,
maka suaranya didengarkan. Sedangkan Partai Masyumi dan PSI yang terlibat
pemberontakan PRRI/Permesta dibubarkan pada tanggal 17 Agustus 1960 oleh Presiden
Soekarno.