Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN PENDAHULUAN

KETUBAN PECAH DINI (KPD)

A. DEFINISI
Ketuban pecah dini (KPD) adalah pecahnya selaput ketuban sebelum
tanda-tanda persalinan (Mansjoer, et al, 2002). Pecahnya ketuban sebelum
waktunya melahirkan atau sebelum inpartu, pada pembukaan < 4 cm (masa
laten). Hal ini dapat terjadi pada akhir kehamilan maupun jauh sebelum
waktunya melahirkan.
Ketuban pecah dini (KPD) adalah pecahnya/ rupturnya selaput amnion
sebelum dimulainya persalinan yang sebenarnya atau pecahnya selaput
amnion sebelum usia kehamilannya mencapai 37 minggu dengan atau tanpa
kontraksi (Mitayani, 2011).
Ketuban pecah dini didefinisikan sebagai pecahnya ketuban sebelum
waktunya melahirkan, hal ini dapat terjadi pada akhir kehamilan maupun jauh
sebelum waktunya melahirkan (Sujiyati, 2009).
Ketuban pecah dini (KPD)  merupakan pecahnya selaput janin sebelum
proses persalinan dimulai, pada usia kurang dari 37 minggu (Errol Norwiz &
John).
Arti klinis Ketuban Pecah Dini adalah :
1. Bila bagian terendah janin masih belum masuk pintu atas panggul maka
kemungkinan terjadinya prolapsus talipusat atau kompresi talipusat
menjadi besar.
2. Peristiwa KPD yang terjadi pada primigravida hamil aterm dengan bagian
terendah yang masih belum masuk pintu atas panggul seringkali
merupakan tanda adanya gangguan keseimbangan feto pelvik..
3. KPD seringkali diikuti dengan adanya tanda-tanda persalinan sehingga
dapat memicu terjadinya persalinan preterm dengan segala akibatnya.
4. Peristiwa KPD yang berlangsung lebih dari 24 jam ( prolonged rupture of
membrane) seringkali disertai dengan infeksi intrauterine dengan segala
akibatnya.
5. Peristiwa KPD dapat menyebabkan oligohidramnion dan dalam jangka
panjang kejadian ini akan dapat menyebabkan hilangnya fungsi amnion
bagi pertumbuhan dan perkembangan janin.
B. ETIOLOGI
Ketuban pecah dini biasanya menyebabkan persalinan premature alias bayi
terpaksa dilahirkan sebelum waktunya. Air ketuban pecah lebih awal bisa
disebabkan oleh beberapa hal, seperti yang disampaikan oleh Geri Morgan
(2009) yaitu:
1. Infeksi rahim, leher rahim, atau vagina,
2. Pemicu umum ketuban pecah dini adalah:
a. Persalinan premature
b. Korioamnionitis terjadi dua kali sebanyak KPD
c. Malposisi atau malpresentasi janin
3. Faktor yang mengakibatkan kerusakan serviks
a. Pemakaian alat-alat pada serviks sebelumnya (misalnya aborsi
terapeutik, LEEP, dan sebagainya)
b. Peningkatan paritas yang memungkinkan kerusakan serviks selama
pelahiran sebelumnya
c. Inkompeteni serviks
4. Riwayat KPD sebelumnya sebanyak dua kali atau lebih
5. Faktor-faktor yang berhubungan dengan berat badan ibu:
a. Kelebihan berat badan sebelum kehamilan
b. Penambahan berat badan sebelum kehamilan
6. Merokok selama kehamilan
7. Usia ibu yang lebih tua mungkin menyebabkan ketuban kurang kuat
daripada ibu muda
8. Riwayat hubungan seksual baru-baru ini.

Menurut Manuaba (2009), penyebab ketuban pecah dini antara lain :


1. Servik inkompeten yaitu kelainan pada servik uteri dimana kanalis
servikalis selalu terbuka.
2. Ketegangan uterus yang berlebihan, misalnya pada kehamilan ganda dan
hidroamnion karena adanya peningkatan tekanan pada kulit ketuban di
atas ostium uteri internum pada servik atau peningkatan intra uterin
secara mendadak.
3. Faktor keturunan (ion Cu serum rendah, vitamin C rendah, kelainan
genetik)
4. Masa interval sejak ketuban pecah sampai terjadi kontraksi disebut fase
laten.
a. Makin panjang fase laten, makin tinggi kemungkinan infeksi
b. Makin muda kehamilan, makin sulit upaya pemecahannya tanpa
menimbulkan morbiditas janin
c. Komplikasi ketuban pecah dini makin meningkat
5. Kelainan letak janin dalam rahim, misalnya pada letak sunsang dan letak
lintang, karena tidak ada bagan terendah yang menutupi pintu atas
panggul yang dapat menghalangi tekanan terhadap membrane bagian
bawah. kemungkinan kesempitan panggul, perut gantung, sepalopelvik,
disproporsi.
6. Infeksi, yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun
asenden dari vagina atau infeksi pada cairan ketuban bisa menyebabkan
terjadinya ketuban pecah dini.
C. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis KPD menurut Mansjoer (2002) antara lain :
1. Keluar air ketuban berwarna putih keruh, jernih, kuning, hijau atau
kecoklatan, sedikit-sedikit atau sekaligus banyak.
2. Dapat disertai demam bila sudah ada infeksi
3. Janin mudah diraba
4. Pada periksa dalam selaput ketuban tidak ada, air ketuban sudah kering
5. Inspekulo : tampak air ketuban mengalir atau selaput ketuban tidak ada
dan air ketuban sudah kering.

Menurut Manuaba (2009) mekanisme klinik ketuban pecah dini, antara


lain:
1. Terjadi pembukaan prematur servik
2. Membran terkait dengan pembukaan terjadi:
a. Devaskularisasi
b. Nekrosis dan dapat diikuti pecah spontan
c. Jaringan ikat yang menyangga membran ketuban, makin berkurang
d. Melemahnya daya tahan ketuban dipercepat denga infeksi yang
mengeluarkan enzim preteolitik dan kolagenase.

D. PATOFISIOLOGIS
Ketuban pecah dalam persalinan secara umum disebabkan oleh kontraksi
uterus dan peregangan berulang. Selaput ketuban pecah karena pada daerah
tertentu terjadi perubahan biokimia yang menyebabkan selaput ketuban
inferior rapuh, bukan karena seluruh selaput ketuban rapuh.
Terdapat keseimbangan antara sintesis dan degradasi ekstraseluler matriks.
Perubahan struktur, jumlah sel, dan katabolisme kolagen menyebabkan
aktivitas kolagen berubah dan menyebabkan selaput ketuban pecah.
Degradasi kolagen dimediasi oleh matriks metalloproteinase (MMP) yang
dihambat oleh inhibitor jaringan spesifik dan inhibitor protease. Mendekati
waktu persalinan, keseimbangan antara MMP dan TIMP-1 mengarah pada
degradasi proteolitik dari matriks ektraseluler dan membrane janin. Aktivitas
degradasi proteolitik ini meningkat menjelang persalinan.
Selaput ketuban sangat kuat pada kehamilan muda. Pada trimester ketiga,
selaput ketuban mudah pecah. Melemahnya kekuatan selaput ketuban ada
hubungannya dengan pembesaran uterus, kontraksi rahim dan gerakan janin.
Pada trimester terakhir, terjadi perubahan biokimia pada selaput ketuban.
Pecahnya ketuban pada kehamilan aterm merupakan hal fisiologis.

E. PATHWAY
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium
Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa warna, konsentrasi, bau
dan PHnya. Cairan yang keluar dari vagina kecuali air ketuban mungkin
juga urine atu secret vagina, sekret vagina ibu hamil pH: 4,5 dengan kertas
nitrazin tidak berubah warna,tetap kuning. 1.a tes lakmus (tes nitrazin),
jika kertas lakmus merah berubah menjadi biru menunjukkan adanya air
ketuban (alkalis). Ph air ketuban 7-7,5 darah dan infeksi vagina dapat
menghaslkan tes yang positif palsu. 1b. mikroskop (tes pakis), dengan
meneteskan air ketuban pada gelas objek dan dibiarkan kering.
Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan gambaran daun psikis.
2. Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban
dalam kavum uteri pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban yang
sedikit. Namun sering terjadi kesalahan pada penderita oligohidroamion.
Walaupun pendekatan diagnosis KPD cukup banyak macam dan caranya,
namun pada umunya KPD sudah bisa terdiagnosis dengan anamnesa dan
pemeriksaan sederhana (Sujiyatini, 2009).

G. PENATALAKSANAAN
1. Pencegahan
a. Obati infeksi gonokokus, klamidi, dan vaginosis bacterial
b. Diskusikan pengaruh merokok selama kehamilan dan dukung untuk
mengurangi atau berhenti.
c. Motivasi untuk menambah berat badan yang cukup selama hamil
d. Anjurkan pasangan agar menghentikan koitus pada trisemester akhir
bila ada faktor predisposisi.
2. Panduan mengantisipasi: jelaskan pasien yang memiliki riwayat berikut ini
saat prenatal bahwa mereka harus segera melapor bila ketuban pecah.
3. Kondisi yang menyebabkan ketuban pecah dapat mengakibatkan prolaps
tali pusat:
a. Letak kepala selain vertex
b. Polihidramnion
c. Herpes aktif
d. Riwayat infeksi streptokus beta hemolitiukus sebelumnya.
4. Bila ketuban telah pecah
a. Anjurkan pengkajian secara saksama. Upayakan mengetahui waktu
terjadinya pecahnya ketuban
b. Bila robekan ketuban tampak kasar:
1) Saat pasien berbaring terlentang, tekan fundus untuk melihat
adanya semburan cairan dari vagina.
2) Basahai kapas asupan dengan cairan dan lakukan pulasan pada
slide untuk mengkaji ferning di bawah mikroskop.
3) Sebagian cairan diusapkan ke kertas Nitrazene. Bila positif,
pertimbangkan uji diagnostik bila pasien sebelumnya tidak
melakukan hubungan seksual tidak ada perdarahan dan tidak
dilakukan pemeriksaan pervagina menggunakan jeli K-Y.
c. Bila pecah ketuban dan/ atau tanda kemungkinan infeksi tidak jelas,
lakukan pemeriksaan pekulum steril.
1) Kaji nilai bishop serviks (lihat Nilai Bishop).
2) Lakukan kultur serviks hanya bila ada tanda infeksi.
3) Dapatkan spesimen cairan lain dengan lidi kapas steril yang
dipulaskan pada slide untuk mengkaji ferning di bawah
mikroskop.
d. Bila usia gestasi kurang dari 37 minggu atau pasien terjangkit Herpes
Tipe 2, rujuk ke dokter.

5. Penatalaksanaan konservatif
a. Kebanyakan persalinan dimulai dalam  24-72 jam setelah ketuban
pecah.
b. Kemungkinan infeksi berkurang bila tidak ada alat yang dimasukan ke
vagina, kecuali spekulum steril, jangan melakukan pemeriksaan vagina.
c. Saat menunggu, tetap pantau pasien  dengan ketat.
1) Ukur suhu tubuh empat kali sehari; bila suhu meningkat secara
signifikan, dan/ atau mencapai 380 C, berikan macam antibiotik dan
pelahiran harus diselesaikan.
2) Observasi rabas vagina: bau menyengat, purulen atau tampak
kekuningan menunjukan adanya infeksi.
3) Catat bila ada nyeri tekan dan iritabilitas uterus serta laporkan
perubahan apa pun
6. Penatalaksaan agresif
a. Jel prostaglandin atau misoprostol (meskipun tidak disetujui
penggunaannya) dapat diberikan setelah konsultasi dengan dokter
b. Mungkin dibutuhkan rangkaian induksi pitocin bila serviks tidak
berespons
c. Beberapa ahli menunggu 12 jam untuk terjadinya persalinan. Bila tidak
ada tanda, mulai pemberian Pitocin
d. Berikan cairan per IV, pantau janin
e. Peningkatan resiko seksio sesaria bila induksi tidak efektif.
f. Bila pengambilan keputusan bergantung pada kelayakan serviks untuk
diindikasi, kaji nilai bishop setelah pemeriksaan spekulum. Bila
diputuskan untuk menunggu persalinan, tidak ada lagi pemeriksaan
yang dilakukan, baik manipulasi dengan tangan maupun spekulum,
sampai persalinan dimulai atau induksi dimulai
g. Periksa hitung darah lengkap bila ketuban pecah. Ulangi pemeriksaan
pada hari berikutnya sampai pelahiran atau lebih sering bila ada tanda
infeksi
h. Lakukan NST setelah ketuban pecah; waspada adanya takikardia janin
yang merupakan salah satu tanda infeksi
i. Mulai induksi setelah konsultasi dengan dokter bila :
1) Suhu tubuh ibu meningkat signifikan
2) Terjadi takikardia janin
3) Lokia tampak keruh
4) Iritabilitas atau nyeri tekan uterus yang signifikan
5) Kultur vagina menunjukan strepkus beta hemolitikus
6) Hitung darah lengkap menunjukan kenaikan sel darah putih
7. Penatalaksanaan persalinan lebih dari 24 jam setelah ketuban pecah
1. Persalinan spontan / Persalinan normal
a. Definisi
Persalinan adalah suatu proses yang dialami, peristiwa normal,
namun apabila tidak dikelola dengan tepat dapat berubah menjadi
abnormal (Mufdillah & Hidayat, 2008). Persalinan normal adalah
proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan
(37-42 minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang kepala
yang berlangsung dalam 18 jam, tanpa komplikasi baik pada ibu
maupun pada janin (Prawirohardjo, 2006).
b. Penyebab persalinan
Penyebab persalinan belum pasti diketahui,namun beberapa
teori menghubungkan dengan faktor hormonal,struktur
rahim,sirkulasi rahim,pengaruh tekanan pada saraf dan nutrisi
(Hafifah, 2011)
1. Teori Penurunan Hormone
1-2 minggu sebelum partus mulai, terjadi penurunan hormone
progesterone dan estrogen. Fungsi progesterone sebagai penenang
otot –otot polos rahim dan akan menyebabkan kekejangan
pembuluh darah sehingga timbul his bila progesterone turun.

2. Teori Placenta Menjadi Tua


Turunnya kadar hormone estrogen dan progesterone
menyebabkan kekejangan pembuluh darah yang menimbulkan
kontraksi rahim.
3. Teori Distensi Rahim
4. Rahim yang menjadi besar dan merenggang menyebabkan
iskemik otot-otot rahim sehingga mengganggu sirkulasi utero-
plasenta.
5. Teori Iritasi Mekanik
Di belakang servik terlihat ganglion servikale(fleksus
franterrhauss). Bila ganglion ini digeser dan di tekan misalnya
oleh kepala janin akan timbul kontraksi uterus.
6. Induksi Partus
7. Dapat pula ditimbulkan dengan jalan gagang laminaria yang
dimasukan dalam kanalis servikalis dengan tujuan merangsang
pleksus frankenhauser, amniotomi pemecahan ketuban), oksitosin
drip yaitu pemberian oksitosin menurut tetesan perinfus.
c. Tanda-Tanda Mulainya Persalinan
Tanda-tanda permulaan persalinan adalah Lightening atau
settling atau dropping yang merupakan kepala turun memasuki pintu
atas panggul terutama pada primigravida. Perut kelihatan lebih
melebar, fundus uteri turun. Perasaan sering-sering atau susah buang
air kecil karena kandung kemih tertekan oleh bagian terbawah janin.
Perasaan sakit diperut dan dipinggang oleh adanya kontraksi-
kontraksi lemah diuterus (fase labor pains). Servik menjadi lembek,
mulai mendatar dan sekresinya bertambah bisa bercampur darah
(bloody show) (Haffieva, 2011).
Tanda-Tanda In Partu :
1. Rasa sakit oleh adanya his yang dating lebih kuat, sering dan
teratur.
2. Keluar lendir dan bercampur darah yang lebih banyak, robekan
kecil pada bagian servik.
3. Kadang-kadang ketuban pecah
4. Pada pemeriksaan dalam, servik mendatar
d. Faktor Persalinan
1. Passage (Jalan Lahir)
Merupakan jalan lahir yang harus dilewati oleh janin terdiri dari
rongga panggul, dasar panggul, serviks dan vagina. Syarat agar
janin dan plasenta dapat melalui jalan lahir tanpa ada rintangan,
maka jalan lahir tersebut harus normal. Passage terdiri dari:
a. Bagian keras tulang-tulang panggul (rangka panggul)
b. Bagian lunak: otot-otot, jaringan dan ligamen-ligamen
2. Power
Power adalah kekuatan atau tenaga untuk melahirkan yang
terdiri dari his atau kontraksi uterus dan tenaga meneran dari
ibu. Power merupakan tenaga primer atau kekuatan utama yang
dihasilkan oleh adanya kontraksi dan retraksi otot-otot rahim
a. Kekuatan yang mendorong janin keluar (power) terdiri dari :
1) His (kontraksi otot uterus)
Adalah kontraksi uterus karena otot – otot polos rahim
bekerja dengan baik dan sempurna. Pada waktu
kontraksi otot – otot rahim menguncup sehingga menjadi
tebal dan lebih pendek. Kavum uteri menjadi lebih kecil
serta mendorong janin dan kantung amneon ke arah
segmen bawah rahim dan serviks.
2) Kontraksi otot-otot dinding perut
3) Kontraksi diafragma pelvis atau kekuatan mengejan
4) Ketegangan dan ligmentous action terutama ligamentum
rotundum
b. Kontraksi uterus/His yang normal karena otot-otot polos
rahim bekerja dengan baik dan sempurna mempunyai sifat-
sifat :
1) Kontraksi simetris
2) Fundus dominan
3) Relaksasi
4) Involuntir: terjadi di luar kehendak
5) Intermitten: terjadi secara berkala (berselang-seling)
6) Terasa sakit
7) Terkoordinasi
8) Kadang dapat dipengaruhi dari luar secara fisik, kimia dan
psikis
 Perubahan-perubahan akibat his:
a. Pada uterus dan servik, Uterus teraba keras/padat karena kontraksi.
Tekanan hidrostatis air ketuban dan tekanan intrauterin naik serta
menyebabkan serviks menjadi mendatar (effacement) dan terbuka
(dilatasi).
b. Pada ibu Rasa nyeri karena iskemia rahim dan kontraksi rahim.
Juga ada kenaikan nadi dan tekanan darah.
c. Pada janin Pertukaran oksigen pada sirkulasi utero-plasenter
kurang, maka timbul hipoksia janin. Denyut jantung janin
melambat (bradikardi) dan kurang jelas didengar karena adanya
iskemia fisiologis.
 Dalam melakukan observasi pada ibu-ibu bersalin hal-hal yang
harus diperhatikan dari his:
1. Frekuensi his Jumlah his dalam waktu tertentu biasanya permenit
atau persepuluh menit.
2. Intensitas his Kekuatan his diukurr dalam mmHg. intensitas dan
frekuensi kontraksi uterus bervariasi selama persalinan, semakin
meningkat waktu persalinan semakin maju. Telah diketahui bahwa
aktifitas uterus bertambah besar jika wanita tersebut berjalan –
jalan sewaktu persalinan masih dini.
3. Durasi atau lama his Lamanya setiap his berlangsung diukurr
dengan detik, misalnya selama 40 detik.
4. Datangnya his Apakah datangnya sering, teratur atau tidak.
5. Interval Jarak antara his satu dengan his berikutnya, misalnya his
datang tiap 2 sampe 3 menit
6. Aktivitas his Frekuensi x amplitudo diukur dengan unit
Montevideo.
 His Palsu
His palsu adalah kontraksi uterus yang tidak efisien atau spasme usus,
kandung kencing dan otot-otot dinding perut yang terasa nyeri. His
palsu timbul beberapa hari sampai satu bulan sebelum kehamilan
cukup bulan. His palsu dapat merugikan yaitu dengan membuat lelah
pasien sehingga pada waktu persalinan sungguhan mulai pasien
berada dalam kondisi yang jelek, baik fisik maupun mental.
 Kelainan kontraksi otot Rahim
a. Inertia Uteri
1) His yang sifatnya lemah, pendek dan jarang dari his yang
normal yang terbagi menjadi : Inertia uteri primer : apabila
sejak semula kekuatannya sudah lemah
2) Inertia uteri sekunder : His pernah cukup kuat tapi kemudian
melemah. Dapat ditegakkan dengan melakukan evaluasi pada
pembukaan, bagian terendah terdapat kaput dan mungkin
ketuban telah pecah. His yang lemah dapat menimbulkan bahaya
terhadap ibu maupun janin sehingga memerlukan konsultasi
atau merujuk penderita ke rumah sakit, puskesmas atau ke
dokter spesialis.

b. Tetania uteri
His yang terlalu kuat dan terlalu sering, sehingga tidak terdapat
kesempatan reaksi otot rahim. Akibat dari tetania uteri dapat
terjadi:
1) Persalinan Presipitatus
2) Persalinan yang berlangsung dalam waktu tiga jam. Akibat
mungkin fatal
3) Terjadi persalinan tidak pada tempatnya
- Terjadi trauma janin, karena tidak terdapat persiapan dalam
persalinanT
- Tauma jalan lahir ibu yang luas dan menimbulkan perdarahan
inversion uteri
- Tetania uteri menyebabkan asfiksia intra uterin sampai
kematian janin dalam rahim
c. Inkoordinasi otot Rahim
Keadaan Inkoordinasi kontraksi otot rahim dapat menyebabkan
sulitnya kekuatan otot rahim untuk dapat meningkatkan pembukaan
atau pengeluaran janin dari dalam rahim. Penyebab inkoordinasi
kontraksi otot rahim adalah:
1) Faktor usia penderita relatif tua
2) Pimpinan persalinan
3) Karena induksi persalinan dengan oksitosin
4) Rasa takut dan cemas
3. Passanger
Passanger terdiri dari janin dan plasentaa, Janin merupakan
passangge utama dan bagian janin yang paling penting adalah
kepala karena bagian yang paling besar dan keras dari janin adalah
kepala janin. Posisi dan besar kepala dapat mempengaruhi jalan
persalinan. Kelainan-kelainan yang sering menghambat dari pihak
passangger adalah kelainan ukuran dan bentuk kepala anak seperti
hydrocephalus ataupun anencephalus, kelainan letak seperti letak
muka atau pun letak dahi, kelainan kedudukan anak seperti
kedudukan lintang atau letak sungsang.
4. Psikis (Psikologis)
Perasaan positif berupa kelegaan hati, seolah-olah pada saat itulah
benar-benar terjadi realitas “kewanitaan sejati” yaitu munculnya
rasa bangga bias melahirkan atau memproduksi anaknya. Mereka
seolah-olah mendapatkan kepastian bahwa kehamilan yang semula
dianggap sebagai suatu “ keadaan yang belum pasti “ sekarang
menjadi hal yang nyata.
Psikologis meliputi :
a. Melibatkan psikologis ibu, emosi dan persiapan intelektual
b. Pengalaman bayi sebelumnya
c. Kebiasaan adat
d. Dukungan dari orang terdekat pada kehidupan ibu
Sikap negatif terhadap peralinan dipengaruhi oleh:
a. Persalinan sebagai ancaman terhadap keamanan
b. Persalinan sebagai ancaman pada self-image
c. Medikasi persalinan
d. Nyeri persalinan dan kelahiran
5. Penolong
Peran dari penolong persalinan dalam hal ini Bidan adalah
mengantisipasi dan menangani komplikasi yang mungkin terjadi
pada ibu dan janin. Proses tergantung dari kemampuan skill dan
kesiapan penolong dalam menghadapi proses persalinan.
e. Kala Persalinan
Persalinan dibagi dalam empat kala menurut Prawirohardjo (2006)
yaitu:
1. Kala I (kala pembukaan)
In partu (partu mulai) ditandai dengan keluarnya lendir bercampur
darah, servik mulai membuka dan mendatar, darah berasal dari
pecahnya pembuluh darah kapiler, kanalis servikalis.
Kala pembukaan dibagi menjadi 2 fase :
a. Fase laten
Pembukaan servik berlangsung lambat, sampai pembukaan
berlangsung 2 jam, cepat menjadi 9 cm.
b. Fase aktif
Berlangsung selama 6 jam dibagi atas 3 sub fase :
1) periode akselerasi : berlangsung 2 jam, pembukaan
menjadi 4 cm.
2) periode dilatasi maksimal (steady) selama 2 jam,
pembukaan berlangsung 2 jam, cepat menjadi 9 cm.
3) periode deselerasi berlangsung lambat dalam waktu 2 jam
pembukaan menjadi 10 cm.
Akhir kala I servik mengalami dilatasi penuh, uterus
servik dan vagina menjadi saluran yang continue, selaput
amnio ruptur, kontraksi uterus kuat tiap 2-3 menit selama
50-60 detik untuk setiap kontraksi, kepala janin turun ke
pelvis.
2. Kala II (pengeluaran janin)
His terkoordinir cepat dan lebih lama, kira-kira 2-3 menit sekali,
kepala janin telah turun dan masuk ruang panggul, sehingga
terjadilah tekanan pada otot-otot dasar panggul yang secara reflek
menimbulkan rasa ngedan karena tekanan pada rectum sehingga
merasa seperti BAB dengan tanda anus membuka. Pada waktu his
kepala janin mulai kelihatan, vulva membuka dan perineum
meregang. Dengan his mengedan yang terpimpin akan lahir dan
diikuti oleh seluruh badan janin. Kala II pada primi 1.5-2 jam,
pada multi 0.5 jam.
 Mekanisme persalinan:
Janin dengan presentasi belakang kepala, ditemukan hampir
sekitar 95 % dari semua kehamilan.Presentasi janin paling umum
dipastikan dengan palpasi abdomen dan kadangkala diperkuat
sebelum atau pada saat awal persalinan dengan pemeriksaan vagina
(toucher). Pada kebanyakan kasus, presentasi belakang kepala masuk
dalampintu atas panggul dengan sutura sagitalis melintang. Oleh
karena itu kita uraikan dulu mekanisme persalinan dalam presentasi
belakang kepala dengan posisi ubun-ubun kecil melintang dan
anterior.
Karena panggul mempunyai bentuk yang tertentu , sedangkan
ukuran-ukuran kepala bayi hampir sama besarnya dengan dengan
ukuran dalam panggul, maka jelas bahwa kepala harus
menyesuaikan diri dengan bentuk panggul mulai dari pintu atas
panggul, ke bidang tengah panggul dan pada pintu bawah panggul,
supaya anak dapat lahir. Misalnya saja jika sutura sagitalis dalam
arah muka belakang pada pintu atas panggul, maka hal ini akan
mempersulit persalinan, karena diameter antero posterior adalah
ukuran yang terkecil dari pintu atas panggul. Sebaliknya pada pintu
bawah panggul, sutura sagitalis dalam jurusan muka belakang yang
menguntungkan karena ukuran terpanjang pada pintu bawah panggul
ialah diameter antero posterior.
Gerakan-gerakan utama dari mekanisme persalinan adalah :
1. Penurunan kepala.
Pada primigravida, masuknya kepala ke dalam pintu atas
panggul  biasanya sudah terjadi pada bulan terakhir dari
kehamilan, tetapi pada multigravida biasanya baru terjadi pada
permulaan persalinan. Masuknya kepala ke dalam PAP, biasanya
dengan sutura sagitalis melintang dan dengan fleksi yang ringan.
Masuknya kepala melewati pintu atas panggul (PAP), dapat
dalam keadaan asinklitismus yaitu bila sutura sagitalis terdapat di
tengah-tengah jalan lahir tepat di antara simpisis dan
promontorium.
Pada sinklitismus os parietal depan dan belakang sama
tingginya. Jika sutura sagitalis agak ke depan mendekati simpisis
atau agak ke belakang mendekati promontorium, maka dikatakan
kepala dalam keadaan asinklitismus, ada 2 jenis asinklitismus
yaitu :
a. Asinklitismus posterior :   Bila sutura sagitalis mendekati
simpisis dan os  parietal belakang lebih rendah dari os parietal
depan.
b. Asinklitismus anterior  :   Bila sutura sagitalis mendekati
promontorium sehingga os parietal depan lebih rendah dari os
parietal belakang.
Derajat sedang asinklitismus pasti terjadi pada persalinan
normal, tetapi kalau berat gerakan ini dapat menimbulkan
disproporsi sepalopelvik dengan panggul yang berukuran normal
sekalipun.
Penurunan kepala lebih lanjut terjadi pada kala I dan kala II
persalinan. Hal ini disebabkan karena adanya kontraksi dan
retraksi dari segmen atas rahim, yang menyebabkan tekanan
langsung fundus pada bokong janin. Dalam waktu yang
bersamaan terjadi relaksasi dari segmen bawah rahim, sehingga
terjadi penipisan dan dilatasi servik. Keadaan ini menyebabkan
bayi terdorong ke dalam jalan lahir. Penurunan kepala ini juga
disebabkan karena tekanan cairan intra uterine, kekuatan
mengejan atau adanya kontraksi otot-otot abdomen dan
melurusnya badan anak.
a. Sutura sagitalis terdapat di tengah-tengah jalan lahir tepat di
antara simpisis dan promontorium.
b. Sutura sagitalis mendekati simpisis dan os  parietal belakang
lebih rendah dari os parietal depan
c. Sutura sagitalis mendekati promontorium sehingga os parietal
depan lebih rendah dari os parietal belakang

2. Fleksi.
Pada awal persalinan, kepala bayi dalam keadaan fleksi yang
ringan. Dengan majunya kepala biasanya fleksi juga bertambah.
Pada pergerakan ini dagu dibawa lebih dekat ke arah dada janin
sehingga ubun-ubun kecil lebih rendah dari ubun-ubun besar hal
ini disebabkan karena adanya tahanan dari dinding seviks,
dinding pelvis dan lantai pelvis. Dengan adanya fleksi, diameter
suboccipito bregmatika (9,5 cm) menggantikan diameter
suboccipito frontalis (11 cm). sampai di dasar panggul, biasanya
kepala janin berada dalam keadaan fleksi maksimal.
3. Rotasi dalam ( putaran paksi dalam)
Putaran paksi dalam adalah pemutaran dari bagian depan
sedemikian rupa sehingga bagian terendah dari bagian depan
janin memutar ke depan ke bawah simpisis. Pada presentasi
belakang kepala bagian yang terendah ialah daerah ubun-ubun
kecil dan bagian inilah yang akan memutar ke depan kearah
simpisis. Rotasi dalam penting untuk menyelesaikan persalinan,
karena rotasi dalam merupakan suatu usaha untuk menyesuaikan
posisi kepala dengan bentuk jalan lahir khususnya bidang tengah
dan pintu bawah panggul.
4. Ekstensi.
Sesudah kepala janin sampai di dasar panggul dan ubun-ubun
kecil berada di bawah simpisis, maka terjadilah ekstensi dari
kepala janin. Hal ini di sebabkan karena sumbu jalan lahir pada
pintu bawah panggul mengarah ke depan dan ke atas sehingga
kepala harus mengadakan fleksi untuk melewatinya. Kalau kepala
yang fleksi penuh pada waktu mencapai dasar panggul tidak
melakukan ekstensi maka kepala akan tertekan pada perineum
dan dapat menembusnya.
Subocciput yang tertahan pada pinggir bawah simpisis akan
menjadi pusat pemutaran (hypomochlion), maka lahirlah berturut-
turut pada pinggir atas perineum: ubun-ubun besar, dahi, hidung,
mulut dan dagu bayi dengan gerakan ekstensi.
5. Ekspulsi.
Setelah putaran paksi luar, bahu depan sampai di bawah
simpisis dan menjadi hipomochlion untuk kelahiran bahu
belakang. Setelah kedua bahu bayi lahir , selanjutnya seluruh
badan bayi dilahirkan searah dengan sumbu jalan lahir.
Dengan kontraksi yang efektif, fleksi kepala yang adekuat,
dan janin dengan ukuran yang rata-rata, sebagian besar oksiput
yang posisinya posterior berputar cepat segera setelah mencapai
dasar panggul, dan persalinan tidak begitu bertambah panjang.
Tetapi pada kira-kira 5-10 % kasus, keadaan yang
menguntungkan ini tidak terjadi. Sebagai contoh kontraksi yang
buruk atau fleksi kepala yang salah atau keduanya, rotasi
mungkin tidak sempurna atau mungkin tidak terjadi sama sekali,
khususnya kalau janin besar.
6. Rotasi luar ( putaran paksi luar)
Kepala yang sudah lahir selanjutnya mengalami restitusi yaitu
kepala bayi memutar kembali ke arah punggung anak untuk
menghilangkan torsi pada leher yang terjadi karena putaran paksi
dalam. Bahu melintasi pintu dalam keadaan miring. Di dalam
rongga panggul bahu akan menyesuaikan diri dengan bentuk
panggul yang dilaluinya, sehingga di dasar panggul setelah kepala
bayi lahir, bahu mengalami putaran dalam dimana ukuran bahu
(diameter bisa kromial) menempatkan diri dalam diameter
anteroposterior dari pintu bawah panggul. Bersamaan dengan itu
kepala bayi juga melanjutkan putaran hingga belakang kepala
berhadapan dengan tuber ischiadikum sepihak.

3. Kala III (pengeluaran plasenta)


Setelah bayi lahir, kontraksi, rahim istirahat sebentar, uterus
teraba keras dengan fundus uteri sehingga pucat, plasenta menjadi
tebal 2x sebelumnya. Beberapa saat kemudian timbul his, dalam
waktu 5-10 menit, seluruh plasenta terlepas, terdorong kedalam
vagina dan akan lahir secara spontan atau dengan sedikit
dorongan dari atas simpisis/fundus uteri, seluruh proses
berlangsung 5-30 menit setelah bayi lahir. Pengeluaran plasenta
disertai dengan pengeluaran darah kira-kira 100-200 cc.
4. Kala IV
Pengawasan, selama 2 jam setelah bayi dan plasenta lahir,
mengamati keadaan ibu terutama terhadap bahaya perdarahan
post partum. Dengan menjaga kondisi kontraksi dan retraksi
uterus yang kuat dan terus-menerus. Tugas uterus ini dapat
dibantu dengan obat-obat oksitosin.
f. Pemeriksaan Penunjang
a. USG
b. Pemeriksaan Hb
g. Penatalaksanaan
Menurut Wiknjosastro (2005), penatalaksanaan yang diberikan untuk
penanganan plasenta previa tergantung dari jenis plasenta previanya
yaitu:
a. Kaji kondisi fisik klien
b. Menganjurkan klien untuk tidak coitus
c. Menganjurkan klien istirahat
d. Mengobservasi perdarahan
e. Memeriksa tanda vital
f. Memeriksa kadar Hb
g. Berikan cairan pengganti intravena RL
h. Berikan betametason untuk pematangan paru bila perlu dan bila
fetus masih premature

Berikut bagan penatalaksaan ketuban pecah dini:

Ketuban Pecah Dini

Masuk Rumah Sakit :


-Antibiotik
-Batasi pemeriksaan dalam
-Pemeriksaan air ketuban, kultur dan bakteri
-Observasi tanda infeksi dan distres janin
-Bidan merujuk ke RS/puskesmas

HAMIL PREMATUR HAMIL ATERM


 Observasi:
- Suhu rektal
- Distres janin KELAINAN OBSTETRI LETAK KEPALA
 Kortikosteroid - Distres janin - Letak sunsang
- Letak lintang - CPD INDIKASI INDUKSI
- Bed obtetic hyst  Infeksi
- Infertilitas  Waktu
- Grandemultipara
- Elderly primigravida
- Persalinan obstruktif
SEKSIO SESAREA
BERHASIL
GAGAL
 Reaksi uterus tidak ada  Persalinan
 Kelainan letkep pervaginal
 Fase laten dan aktif dan memanjang
 Distres janin
 Ruptur uteri imminens
 Ternyata CPD
(Manuaba, 2009)

H. KOMPLIKASI
1. Persalinan prematur
Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh persalinan.
Periode laten tergantung umur kehamilan. Pada kehamilan aterm 90 %
terjadi dalam 24 jam setelah ketuban pecah. Pada kehamilan antara 28 – 34
minggu 50 % persalinan dalam 24 jam. Pada kehamilan kurang dari 26
minggu persalinan terjadi dalam 1 minggu.
2. Infeksi
1) Korioamnionitis
Korioamnionitis adalah keadaan pada perempuan hamil di mana
korion, amnion, dan cairan ketuban terkena infeksi bakteri.
Korioamnionitis merupakan komplikasi paling serius bagi ibu dan
janin, bahkan dapat berlanjut menjadi sepsis. Penyebab
korioamnionitis adalah infeksi bakteri yang terutama berasal dari
traktus urogenitalis ibu. Secara spesifik permulaan infeksi berasal dari
vagina, anus, atau rektum dan menjalar ke uterus.
Resiko infeksi ibu dan anak meningkat pada ketuban pecah dini.
Pada ibu dapat terjadi korioamnionitis. Pada bayi dapat terjadi
septicemia, pneumonia dan omfalitis. Umumnya korioamnionitis
terjadi sebelum janin terinfeksi. Pada ketuban pecah dini premature,
infeksi lebih sering daripada aterm.
3. Hipoksia dan asfiksia akibat oligohidramnion
Oligohidramnion adalah suatu keadaan dimana air ketuban kurang
dari normal, yaitu kurang dari 300 cc. Oligohidramnion juga menyebabkan
terhentinya perkembangan paru-paru (paru-paru hipoplastik), sehingga
pada saat lahir, paru-paru tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Dengan
pecahnya ketuban, terjadi oligohidramnion yang menekan tali pusat
hingga terjadi asfiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan antara terjadinya
gawat janin dan derajat oligohidramnion, semakin sedikit air ketuban,
janin semakin gawat.

4. Sindrom deformitas janin


KPD pada kehamilan yang sangat muda dan disertai dengan
oligohidramnion yang berkepanjangan menyebabkan terjadinya deformasi
janin antara lain :
a) Sindroma Potter
Sindroma Potter dapat berbentuk “clubbed feet”, Hipoplasia Pulmonal
dan kelainan kranium yang terkait dengan oligohidramnion

b) Deformitas ekstrimitas
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian Fokus
1. Biodata klien
Biodata klien berisi tentang; Nama, Umur, Pendidikan, Pekerjaan, Suku,
Agama, Alamat, No. Medical Record, Nama Suami, Umur, Pendidikan,
Pekerjaan, Suku, Agama, Alamat, Tanggal Pengkajian.
2. Keluhan utama
Keluar cairan warna putih, keruh, jernih, kuning, hijau/kecoklatan
sedikit/banyak, pada periksa dalam selaput ketuban tidak ada, air ketuban
sudah kering, inspeksikula tampak air ketuban mengalir/selaput ketuban
tidak ada dan air ketuban sudah kering.
3. Riwayat haid
Umur menarchi pertama kali, lama haid, jumlah darah yang keluar,
konsistensi, siklus haid, hari pertama haid dan terakhir, perkiraan tanggal
partus.
4. Riwayat Perkawinan
Kehamilan ini merupakan hasil pernikahan ke berapa? Apakah perkawinan
sah atau tidak, atau tidak direstui dengan orang tua?
5. Riwayat Obstetris
Berapa kali dilakukan pemeriksaan ANC, hasil laboraturium : USG ,
darah, urine, keluhan selama kehamilan termasuk situasi emosional dan
impresi, upaya mengatasi keluhan, tindakan dan pengobatan yang
diperoleh.
6. Riwayat penyakit dahulu
Penyakit yang pernah di diderita pada masa lalu, bagaimana cara
pengobatan yang dijalani nya, dimana mendapat pertolongan, apakah
penyakit tersebut diderita sampai saat ini atau kambuh berulang – ulang.
7. Riwayat kesehatan keluarga
Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit yang diturunkan secara
genetic seperti panggul sempit, apakah keluarga ada yg menderita penyakit
menular, kelainan congenital atau gangguan kejiwaan yang pernah di
derita oleh keluarga.
8. Kebiasaan sehari –hari
1) Pola nutrisi : pada umum nya klien dengan KPD mengalami penurunan
nafsu makan, frekuensi minum klien juga mengalami penurunan
2) Pola istirahat dan tidur : klien dengan KPD mengalami nyeri pada
daerah pinggang sehingga pola tidur klien menjadi terganggu, apakah
mudah terganggu dengan suara-suara, posisi saat tidur (penekanan
pada perineum)
3) Pola eliminasi : Apakah terjadi diuresis, setelah melahirkan, adakah
inkontinensia (hilangnya infolunter pengeluaran urin),hilangnya
kontrol blas, terjadi over distensi blass atau tidak atau retensi urine
karena rasa takut luka episiotomi, apakah perlu bantuan saat BAK.
Pola BAB, freguensi, konsistensi,rasa takut BAB karena luka
perineum, kebiasaan penggunaan toilet.
4) Personal Hygiene : Pola mandi, kebersihan mulut dan gigi,
penggunaan  pembalut dan kebersihan genitalia, pola berpakaian, tata
rias rambut dan wajah
5) Aktifitas : Kemampuan mobilisasi klien dibatasi, karena klien dengan
KPD di anjurkan untuk bedrest total
6) Rekreasi dan hiburan : Situasi atau tempat yang menyenangkan,
kegiatan yang membuat fresh dan relaks.
9. Pemeriksaan fisik
 Pemeriksaan kesadaran klien, BB / TB, tekanan darah, nadi,
pernafasan dan suhu.
 Head To Toe
- Rambut: warna rambut, jenis rambut, bau nya, apakah ada luka
lesi / lecet.
- Mata: sklera nya apakah ihterik / tdk, konjungtiva anemis / tidak,
apakah palpebra oedema / tidak,bagaimana fungsi penglihatan
nya baik / tidak, apakah klien menggunakan alat bantu
penglihatan / tidak. Pada umu nya ibu hamil konjungtiva anemis.
- Telinga: apakah simetris kiri dan kanan, apakah ada terdapat
serumen / tidak, apakah klien menggunakan alt bantu
pendengaran / tidak, bagaimana fungsi pendengaran klien baik /
tidak.
- Hidung: apakah klien bernafas dengan cuping hidung / tidak,
apakah terdapat serumen / tidak, apakah fungsi penciuman klien
baik / tidak.
- Mulut dan gigi:  bagaimana keadaan mukosa bibir klien, apakah
lembab atau kering, keadaan gigi dan gusi apakah ada peradangan
dan pendarahan, apakah ada karies gigi / tidak, keadaan lidah
klien bersih / tidak, apakah keadaan mulut klien berbau / tidak.
Pada ibu hamil pada umum nya berkaries gigi, hal itu disebabkan
karena ibu hamil mengalami penurunan kalsium.
- Leher: apakah klien mengalami pembengkakan tyroid
- Paru – paru
I  : warna kulit, apakah pengembangan dada nya simetris kiri dan
kanan, apakah ada terdapat luka memar / lecet, frekuensi
pernafasan nya
P : apakah ada teraba massa / tidak , apakah ada teraba
pembengkakan / tidak, getaran dinding dada apakah simetris /
tidak antara kiri dan kanan
P : bunyi Paru
A : suara nafas
- Jantung
I : warna kulit, apakah ada luka lesi / lecet, ictus cordis apakah
terlihat / tidak
P :frekuensi jantung berapa, apakah teraba ictus cordis pada ICS
% Midclavikula
P : bunyi jantung
A : apakah ada suara tambahan / tidak pada jantung klien
- Abdomen
I : keadaan perut, warna nya, apakah ada / tidak luka lesi dan lecet
P : tinggi fundus klien, letak bayi, persentase kepala apakah sudah
masuk PAP / belum
P : bunyi abdomen
A : bising usus klien, DJJ janin apakah masih terdengar / tidak
- Payudara: puting susu klien apakah menonjol / tidak,warna
aerola, kondisi mamae, kondisi ASI klien, apakah sudah
mengeluarkan ASI /belum
- Ekstremitas
 Atas : warna kulit, apakah ada luka lesi / memar, apakah ada
oedema / tidak.
 Bawah : apakah ada luka memar / tidak , apakah oedema /
tidak
- Genitalia : apakah ada varises atau tidak, apakah ada oedema /
tidak pada daerah genitalia klien
- Intergumen: warna kulit, keadaan kulit, dan turgor kulit baik /
tidak
B. Diagnosa Keperawatan
1. Risiko infeksi berhubungan dengan ketuban pecah dini.
2. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan ketegangan otot
rahim.
3. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan pengakuan persalinan
premature.
4. Ansietas berhubungan dengan persalinan premature dan neonatus
berpotensi lahir premature.

C. Intervensi Keperawatan
No. Diagnosa Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Keperawatan
1. Risiko infeksi Setelah dilakukan 1. Kaji tanda- 1. Untuk
berhubungan tindakan keperawatan tanda infeksi mengetahui
dengan selama 3×24 jam  2. Pantau tanda-tanda
ketuban pecah diharapkan pasien tidak keadaan umum infeksi yang
dini menunjukan tanda-tanda pasien muncul
infeksi dengan kriteria 3. Bina 2. Untuk melihat
hasil : hubungan saling perkembangan
percaya melalui kesehatan pasien
1. Tanda-tanda infeksi
komunikasi 3. Untuk
tidak tidak ada.
terapeutik memudahkan
2. Tidak ada lagi cairan
4. Berikan perawat
ketuban yang keluar
lingkungan yang melakukan
dari pervaginaan.
nyaman untuk tindakan
3. DJJ normal
pasien 4. Agar istirahat
4. Leukosit kembali
5. Kolaborasi pasien terpenuhi
normal
dengan dokter 5. Untuk proses
5. Suhu tubuh normal
untuk penyembuhan
(36,5-37,5ºC)
memberikan pasien
obat antiseptik
sesuai terapi
2. Gangguan rasa Setelah dilakukan 1. Kali tanda- 1. Untuk
nyaman: nyeri
tindakan keperawatan tanda Vital mengetahui
berhubungan
dengan selama 3×24 jam  di pasien keadaan umum
ketegangan
harapkan  nyeri berkurang 2. Kaji skala pasien
otot rahim
atau nyeri hilang dengan nyeri (1-10) 2. Untuk
kriteria hasil : 3. Ajarkan mengetahui
pasien teknik derajat nyeri
1. Tanda-tanda vital
relaksasi pasien dan
dalam batas normal.
4. Atur posisi menentukan
TD:120/80 mm Hg
pasien tindakan yang
N: 60-120 X/ menit.
5. Berikan akan dilakukan
2. Pasien tampak tenang
lingkungan 3. Untuk
dan rileks
yang nyaman mengurangi  nyeri
3. Pasien mengatakan
dan batasi yang dirasakan
nyeri pada perut
pengunjung pasien
berkurang
4. Untuk
memberikan rasa
nyaman
5. Untuk
mengurangi
tingkat stress
pasien dan pasien
dapat beristirahat

3. Defisiensi Setelah dilakukan 1. Kaji apa 1. Untuk


pengetahuan
tindakan keperawatan pasien tahu mengetahui
berhubungan
dengan selama 3×24 jam  di tentang  tanda- tentang
pengakuan
harapkan pasien tanda dan gejala pemahaman
persalinan
premature memahami pengetahuan normal selama pasien untuk
tentang penyakitnya kehamilan tindakan
dengan criteria hasil : 2. Ajarkan selanjutnya
tentang apa 2. Mencegah
1. Pasien terlihat tidak
yang harus terjadinya hal-hal
bingung lagi
dilakukan jika yang tidak
2. Pengetahuan Pasien dan
tanda KPD diinginkan terjadi
keluarga dapat
muncul kembali yang bisa
bertambah
3. Libatkan membahayakan
keluarga agar ibu-janin
memantau 3. Untuk membantu
kondisi pasien merencanakan
tindakan
berikutnya

4. Ansietas Setelah dilakukan 1. Kaji 1. Mengetahui


berhubungan
tindakan keperawatan tingkat tingkatan
dengan
persalinan selama 3×24 jam  di kecemasan kecemasan yang
premature dan
harapkan ansietas pasien pasien dialami pasien
neonatus
berpotensi teratasi dengan kriteria 2. Dorong 2. Untuk
lahir
hasil : pasien untuk mempercepat 
premature
istirahat total proses
1.Pasien tidak cemas lagi
3. Berikan penyembuhan
2.Pasien sudah
suasana yang 3. Untuk
mengetahui tentang
tenang dan memberikan rasa
penyakit
ajarkan nyaman dan
keluarga untuk menurunkan
memberikan kecemasan pasien
dukungan
emosional
pasien.
 

D. Implementasi
Implementasi keperawatan merupakan bagian dari proses keperawatan.
Tujuan implementasi adalah mengatasi masalah yang terjadi pada manusia.
Setelah rencana keperawatan disusun, maka rencana tersebut diharapkan
dalam tindakan nyata untuk mencapai tujuan yang diharapkan, tindakan
tersebut harus terperinci sehingga dapat diharapkan tenaga pelaksanaan
keperawatan dengan baik dan sesuai dengan waktu yang ditentukan
Implementasi ini juga dilakukan oleh perawat dan harus menjunjung tinggi
harkat dan martabat sebagai manusia yang unik (Hidayat, 2002).

E. Evaluasi
Evaluasi adalah tahapan akhir dari proses keperawatan. Evaluasi
menyediakan nilai informasi mengenai pengaruh intervensi yang telah
direncanakan dan merupakan perbandingan dari hasil yang diamati dengan
kriteria hasil yang telah dibuat pada tahap perencanaan(Hidayat, 2002).
Menurut Rohman dan Walid (2009), evaluasi keperawatan ada 2 yaitu:
1. Evaluasi proses (formatif) yaitu valuasi yang dilakukan setiap selesai
tindakan. Berorientasi pada etiologi dan dilakukan secara terus-menerus
sampai tujuan yang telah ditentukan tercapai.
2. Evaluasi hasil (sumatif) yaitu evaluasi yang dilakukan setelah akhir
tindakan keperawatan secara paripurna. Berorientasi pada masalah
keperawatan dan menjelaskan keberhasilan atau ketidakberhasilan.
Rekapitulasi dan kesimpulan status kesehatan klien sesuai dengan
kerangka waktu yang ditetapkan.
DAFTAR PUSTAKA

Asrining, Surasmi., Handayani, Siti., Kusuma, Nur,.(2003), Perawatan Bayi


Risiko Tinggi. Jakarta : EGC
Geri, Morgan. 2009. Obsteri dan Ginekologi Panduan Praktik. Jakarta: EGC.
Hidayat, A.A.A. (2002). Ketrampilan Dasar Praktik Klinik Kebidanan ed.2.
Jakarta:Salemba Medika
International, NANDA.(2012).Diagnosis keperawatan definisi dan klasifikasi
2012-2014.Jakarta:EGC
Manuaba, I.B.G. (2009). Buku Ajar Patologi Obstetri. Jakarta: EGC
Mansjoer, Arif. (2008). Kapita Selekta Kedokteran edisi ketiga jilid I. Jakarta :
Media Aesculapius
Mc Closky & Bulechek. (2000). Nursing Intervention Classification (NIC).
United States of America:Mosby.
Meidian, JM. (2000). Nursing Outcomes Classification (NOC). United States of
America:Mosby.
Mitayani. (2009). Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta: EGC
Prawirohardjo, Sarwono.(2008).Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT.Bina Pustaka
Saifuddin, A.B. (2006). Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal
dan Neonatal. Jakarta: EGC
Sujiyati. 2008. Asuhan Patologi Kebidanan. Jakarta: Numed.
Wiknjosostro. (2002). Ilmu Kebidanan Edisi III. Jakarta: Yayasan Bima pustaka
Sarwana Prawirohardjo.

Anda mungkin juga menyukai