NAMA KELOMPOK 10 :
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan
rahmat dan karunianya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
”Perkembangan Kebijakan Fiskal dari masa ke masa”. Kami juga mengucapkan
terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Dr. I Nyoman Mahaendra Yasa,
S.E., M.Si selaku dosen mata kuliah kebijakan fiskal dan moneter yang sudah
memberikan kepercayaan kepada kami untuk menyelesaikan tugas ini. Kami sangat
berharap makalah ini dapat bermanfaat dalam rangka menambah pengetahuan juga
wawasan mengenai Perkembangan Kebijakan Fiskal dari masa ke masa. Kami pun
menyadari bahwa di dalam makalah ini masih terdapat banyak kekurangan dan jauh
dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami mengharapkan adanya kritik dan saran demi
perbaikan makalah yang akan kami buat di masa yang akan datang. Mudah-mudahan
makalah sederhana ini dapat dipahami oleh semua orang khususnya bagi para
pembaca. Kami mohon maaf yang sebesar-besarnya jika terdapat kata-kata yang
kurang berkenan.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................................
BAB II
PEMBAHASAN.........................................................................................................................
3.1 Kesimpulan.....................................................................................................................
ii
BAB I
PENDAHULUAN
PEMBAHASAN
Perubahan pajak dapat dilihat dari sisi pola penerimaan pemerintah pusat,
perkembangan penerimaan domestic bukan minyak dan pembaruan kebijakan pajak.
Dengan usaha penyempurnaan kebijakan pajak, tahun 1990-an pola penerimaan pajak
menjadi terbalik jika dibandingkan dengan periode 1967 – 1975 yaitu:
Kebijakan fiskal tahun 2009 tetap diarahkan untuk nemberikan stimulus bagi
perekonomian domestik dengan besaran defisit yang berkesinambungan sesuai
dengan batas kemampuan keuangan negara. Situasi perekonomian global yang tidak
menentu yang diawali oleh krisis sub-prime mortgage di Amerika Serikat, naiknya
harga komoditas pangan, minyak mentah dan perlambatan ekonomi global
menyebabkan kebijakan fiskal mempunyai peran lebih strategis dalam menstimulus
pertumbuhan ekonomi dalam rangka menciptakan lapangan kerja untuk mengurangi
pengangguran dan kemiskinan.
Pada Kebijakan fiskal tahun 2010, kebijakan di sektor riil pada tahun
sebelumnya dilanjutkan melalui pengucuran insentif fiskal. Menurut Sri Mulyani,
berbagai upaya pemerintah dalam menggenjot perekonomian di sektor ril pada tahun
ini diharapkan dapat menjadi angin segar untuk perekonomian nasional. Pada tahun
ini, stimulus fiskal hanya dialokasikan oleh Departemen Keuangan tidak lebih dari
1% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Angka ini relatif lebih kecil jika
dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
a. Menjaga agar sektor riil terus bergerak. Untuk itu pemerintah telah
mengeluarkan berbagai kebijakan termasuk insentif fiskal untuk
mendorong sektor riil terus tumbuh.
b. Mencegah terjadinya gelombang PHK seraya terus mengurangi
pengangguran. Hal ini dilakukan dengan berbagai kebijakan untuk
mengantisipasi akibat/dampak krisis global.
c. Menjaga stabilitas harga, terutama kebutuhan pokok yang dibutuhkan
masyarakat.
d. Menjaga daya beli masyarakat, yaitu dilakukan dengan menurunkan tarif
pajak orang pribadi, peningkatan batas penghasilan tidak kena pajak
(PTKP), penurunan harga BBM, kenaikan pengeluran pemerintah dengan
meningkatkan gaji PNS, TNI, Polri,pensiunan, serta guru/dosen dan
pemberian BLT. Kebijakan ini dilakukan karena konsumsi masyarakat
merupakan kontributor dominan terhadap pertumbuhan ekonomi.
e. Memberikan perlindungan dan menyediakan jaring pengaman sosial
kepada masyarakat lapisan bawah. Hal ini dilakukan dalam bentuk
program pro rakyat seperti BOS, Jamkesmas, PKH, beras bersubsidi, BLT
bersyarat, dan sebagainya.
f. Menjaga ketahanan pangan dan energi. Harga pangan tetap terjangkau
meskipun terjadi El-Nino yang menyebabkan terjadinya kekeringan. Hal
ini dilakukan dengan menjaga kecukupan cadangan beras Bulog,
melanjutkan program beras bersubsidi, dan juga menyediakan dana siaga
untuk menjaga stabilitas harga pangan.
g. Menjaga pertumbuhan ekonomi.
Pada tahun 2010 defisit anggaran mencapai Rp 98,0 triliun (1,6 persen dari
PDB). Target ini mengalami penurunan bila dibandingkan dengan tahun 2009. Untuk
mencapai sasaran pendapatan negara tahun 2010 pemerintah melakukan optimalisasi
penerimaan, yaitu dari penerimaan pajak maupun penerimaan negara bukan pajak
(PNBP).
Selanjutnya adalah Kebijakan fiskal tahun 2011, pada tahun 2011 pemerintah
mencanangkan delapan kebijakan untuk memperbaiki kinerja perpajakan yang
diharapkan dapat meningkatkan penerimaan serta meneruskan program reformasi
birokrasi pada Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Bea dan Cukai. Kebijakan
antara lain:
3.1 Kesimpulan
Kebijakan fiskal tahun 1998 sampai tahun 2000 diwarnai dengan proses
perbaikan ekonomi sejak krisis moneter tahun 1997. Adapun langkah awal yang
diambil oleh pemerintah adalah konsolidasi fiskal untuk memulihkan kepercayaan
dan penurunan kebangkrutan fiskal, kemudian dilanjutkan dengan reformasi fiskal
yang lebih mengakar, reformasi perpajakan, reformasi kepabeanan, reformasi
anggaran, dan reformasi departemen keuangan. Adapun implementasi dari kebijakan
tersebut adalah Periode Juli – Agustus 1997 ( Temporary Adjustment) Pemerintah
melakukan konsolidasi anggaran dengan melakukan penangguhan dan pengkajian
ulang proyek BUMN yang Bermuatan impor tinggi dan yang menggunakan sumber
pendanaan luar negeri tinggi. Periode September – Desember 1997,Dari sisi fiskal
kebijakan yang dilakukan antara lain dengan meningkatkan disiplin anggaran yang
meliputi langkah-langkah yaitu peningkatan penerimaan dari sumber non migas yang
diusahakan melalui peningkatkan pajak barang mewah serta penerimaan bukan pajak,
perbaikan administrasi dan struktur perpajakan,pengurangan subsidi, privatisasi
BUMN Periode Januari – November 1998, Kebijakan yang ditempuh antara lain
mencakup pembatasan defisit anggaran antara lain melakui pengurangan subsidi
BBM, pencabutan keringan perpajakan untuk proyek mobil nasional, dan penghentian
dana anggaran dan non-anggaran untuk proyek Industri Pesawat Terbang Nusantara
( IPTN)
Pada tahun 2001 proses pemulihan ekonomi masih dipengaruhi oleh ketidakpastian,
kepercayaan masyarakat kepada pemerintah belum pulih, inflasi cenderung
meningkat, dan pertumbuhan nilai ekspor khususnya nonmigas cenderung meningkat.
Dengan pengaruh ini, kebijakan ekonomi makro diarahkan pada upaya untuk
meningkatkan stabilitas ekonomi terutama dalam mengurangi tekanan inflasi dan
melemahnya nilai tukar rupiah serta memelihara ketahanan fiskal. Dan pada tahun
2001 juga dilaksanakan desentralisasi fiskal penyelenggaraan pemerintahan dilakukan
dengan dasar otonomi di seluruh daerah tingkat II. Desentralisasi fiskal diyakini akan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat karena kebutuhan masyarakat daerah
terhadap pendidikan dan barang publik pada umumnya akan terpenuhi dengan lebih
baik dibandingkan bila langsung diatur oleh pemerintah pusat. Secara garis besar,
fiskal dalam keuangan daerah dapat dibagi menjadi dua, yaitu manajemen
penerimaan daerah dan manajemen pengeluaran daerah.
Pada tahun 2003 Kecenderungan peningkatan transfer dana ke daerah pada tahun
2003 dan 2004 terus terjadi baik secara absolut maupun proporsi tertentu terhadap
produk domestik bruto.Maka dari itu dilakukan kebijakan konsolidasi fiskal oleh
Direktorat Bea dan Cukai tentang reformasi kebijakan fiskal untuk meningkatkan
penerimaan pajak dan iklim investasi yang lebih baik. Direktorat Jenderal Lembaga
Keuangan telah menentukan kebijakan jaring pengaman sektor keuangan atau
Finansial Safety Net dan membuat draf tentang RUU Lembaga Penjamin Simpanan,
dan membuat draf amendemen UU Bank Indonesia.
Pada tahun 2004 kebijakan fiskal lebih dikaitkan dengan kebijakan moneter, neraca
pembayaran, dan sektor riil. Keterbatasan kebijakan fiskal disebabkan oleh adanya
stock utang yang sangat besar karena sebelumnya dilakukan kebijakan fiskal yang
ekspansif, yaitu terlalu besarnya defisit anggaran. Untuk mengatasi efek tersebut,
perlu adanya pengurangan defisit anggaran, pengurangan subsidi dan pengurangan
pinjaman luar negeri secara bertahap, peningkatan penerimaan pajak dan
penghematan pengeluaran. Sementara itu, penurunan ratio utang publik terhadap PDB
dilakukan dengan cara optimalisasi pengelolaan utang dan pemilihan pembiayaan
alternatif yang tepat dan meningkatkan pertumbuhan PDB. Karena permasalah berat
terjadi pada tahun 2004 pemerintah menggalakan kebijakan pajak adapan upaya yang
dilakukan (1) penyemurnaan peraturan pajak (2) melanjutkan program esktensifikasi
wajib pajak (3) Meningkatkan low enforcement dan intensifikasi wajib pajak,
(4)Meningkatkan pelayanan terhadap wajib pajak antara lain dengan memperluas
penerapan sistem e-filling dan e-payment, (5)Menegakkan kode etik di jajaran Ditjen
Pajak.
Kebijakan fiskal tahun 2005 adalah kebijakan sebagai penerusan kebijakan fiskal
tahun 2004 seperti kebijakan melakukan kampanye sadar dan peduli pajak. Agar
kemampuan ekonomi masyarakat dapat terdorong, telah dilakukan kebijakan
intensifikasi perpajakan seperti penyesuaian besaran penghasilan tidak kena pajak
untuk tiap wajib pajak sehingga mengubah penerimaan gaji bersih yang dibawa
pulang oleh pegawai atau karyawan, pemberian fasilitas fiskal bagi perusahaan yang
membantu korban bencana alam berupa deductible expense. Peningkatan pelayanan
administrasi terus dilakukan baik dalam bidang PPN,PBB, cukai, dan bea masuk.
Kebijakan fiskal tahun 2009 Penyusunan APBN 2009 sangat dipengaruhi oleh
situasi krisis ekonomi global yang dimulai dari krisis finansial di Amerika dan
Yunani. Sebagaimana diketahui pada akhir tahun 2008 hingga awal tahun 2009,
perekonomian dunia mengalami krisis keuangan yang sangat dahsyat, yang ditandai
dengan bangkrutnya lembaga-lembaga keuangan besar dunia. Perlambatan aktivitas
ekonomi yang terjadi di negara maju, juga berimbas ke negara-negara berkembang
termasuk Indonesia. Untuk meminimalkan dampak krisis ini pemerintah menetapkan
berbagai kebijakan countercyclical, yaitu kebijakan untuk mengembalikan siklus
ekonomi yang sedang menurun kearah yang lebih positif. Stimulus fiskal sebagai
kebijakan countercyclical dilakukan dalam rangka mempertahankan daya beli
masyarakat, menjaga daya tahan perusahaan/ sektor usaha, serta menciptakan
kesempatan kerja dan menyerap dampak PHK melalui kebijakan pembangunan
infrastruktur padat karya.
Pada Kebijakan fiskal tahun 2010 Pada tahun 2010 defisit anggaran mencapai Rp
98,0 triliun (1,6 persen dari PDB). Target ini mengalami penurunan bila
dibandingkan dengan tahun 2009. Untuk mencapai sasaran pendapatan negara tahun
2010 pemerintah melakukan optimalisasi penerimaan, yaitu dari penerimaan pajak
maupun penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Kebijakan di sektor riil pada tahun
sebelumnya dilanjutkan melalui pengucuran insentif fiskal
Pada tahun ini tahun 2020 terjadinya pandemi COVID-19 yang memberikan
dampak yang sangat besar di bidang perekonomian dan berbagai sektor lainnya
sehingga perekonomian melemah. Berkaitan dengan hal tersebut pemerintah
meluncurkan beberapa kebijakan fiskal. Pemerintah melakukan kebijakan refocusing
kegiatan dan realokasi anggaran. Untuk itu, Presiden RI, Joko Widodo, menerbitkan
Inpres No.4/2020, Kementerian Keuangan akan merealokasi dana APBN sebesar Rp
62,3 triliun, untuk penanganan/pengendalian Covid-19, perlindungan sosial (social
safety net) dan insentif dunia usaha. Kemenkeu juga menerbitkan PMK 23/2020
yang memberikan stimulus pajak untuk karyawan dan dunia usaha yaitu pajak
penghasilan karyawan ditangung Pemerintah, pembebasan pajak penghasilan impor,
pengurangan angsuran PPh Pasal 25. Disamping itu, pemberian insentif/fasilitas
Pajak Pertambahan Nilai yang terdampak Covid-19.
DAFTAR PUSTAKA
https://www.djkn.kemenkeu.go.id/artikel/baca/13017/Kebijakan-Fiskal-dan-Moneter-
Mengadapi-Dampak-Covid-19.html
https://www.researchgate.net/publication/312930860_KONDISI_DAN_RESPON_K
EBIJAKAN_EKONOMI_MAKRO_SELAMA_KRISIS_EKONOMI_TAHUN_1997
-98