Anda di halaman 1dari 8

KOMUNIKASI & KONSELING

“EPILEPSI”

Oleh :

KELOMPOK 6

1. HAFIZAH (2030122026)
2. LINA PERMATASARI (2030122034)
3. MELZY PUTRI SANI (2030122037)
4. MEMI MEIYUNI (2030122038)
5. MONICA ALSYAHRANI (2030122041)
6. NISSA PIFIA APRILA (2030122044)

PRODI APOTEKER

UNIVERSITAS PERINTIS INDONESIA

PADANG

2021
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Epilepsi merupakan salah satu penyakit neurologis yang utama. Pada dasarnya
epilepsi merupakan suatu penyakit susunan saraf pusat (SSP) yang timbul akibat adanya
ketidakseimbangan polarisasi listrik diotak. Ketidakseimbangan polarisasi tersebut
terjadi akibat adanya fokus –fokus iriatif pada neuron sehingga menimbulkan letupan
muatan listrik spontan yang berlebihan dari sebagian atau seluruh daerah yang ada
didalam otak. Epilepsi sering dihubungkan dengan disabilitas fisik, disabilitas mental,
dan konsekuensi psikososial yang beratt bago penyandangnya. Sebagian besar kasus
epilepsi dimulai pada masa anak- anak. Pada tahun 2000 diperkirakan penyandang
epilepsi diseuruh dunia berjumlah 50 juta dan 37 juta orang diantaranya adalah epilepsi
primer dan 80% tinggal dinegara berkembang. Laporan WHO (2001) memperkirakan
bahwa rata-rata terdapat 8.2 orang penyandang epilepsi aktif diantara 1000 orang
penduduk, dengan angka insidensi 50 per 100.000 penduduk. Angka prevalensi dan
insidensi diperkirakan lebih tinggi di negara-negara berkembang.

Epilepsi dihubungkan dengan angka cedera yang tinggi, angka kematian yang
tinggi, stigma sosial yang buruk, ketakutan, kecemasan, gangguan kognitif dan gangguan
psikiatrik. Pada penyandang usia anak-anak dan remaja, permasalahan yang terkait
dengan epilepsi menjadi lebih kompleks.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah definisi epilepsi ?


2. Bagaimana epidemiologi epilepsi ?
3. Bagaimana patofisiologi dari epilepsi ?
4. Bagaimana etiologi dari epilepsi ?
5. Bagaimana tanda dan gejala dari epilepsi ?
6. Bagaimana diagnosis epilepsi ?
7. Bagaimana faktor resiko epilepsi?
8. Bagaimana terapi non farmakologi ?
9. Bagaimana terapi farmakologi?
10. Bagaimana interaksi obat?
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Epilepsi

Epilepsi berasal dari bahasa Yunani, Epilambanmein yang berarti serangan.


Epilepsi adalah terganggunya aktivitas listrik di otak yang disebabkan oleh beberapa
etiologi diantaranya cedera otak, keracunan, stroke, infeksi, dan tumor otak (Dipiro
et.al,2005). Epilepsi merupakan manifestasi gangguan fungsi otak dengan berbagai
etiologi, dengan gejala tunggal yang khas, yaitu kejang. Kejang terjadi akibat pelepasan
neuron kortikal yang berlebihan dan ditandai oleh perubahan aktivitas listrik, Kejang
ditimbulkan akibat kontraksi otot yang berlebihan dan tidak disengaja. Terdapat dua
kategori dari kejang epilepsi yaitu kejang fokal (parsial) dan kejang umum. Kejang fokal
terjadi karena adanya lesi pada satu bagian dari cerebral cortex, di mana pada kelainan
ini dapat disertai kehilangan kesadaran parsial. Sedangkan pada kejang umum, lesi
mencakup area yang luas dari cerebral cortexdan biasanya mengenai kedua hemisfer
cerebri. Kejang mioklonik, tonik, dan klonik termasuk dalam epilepsi umum.

2.2 Epidemiologi epilepsi

Kejang merupakan kelainan neurologi yang paling sering terjadi pada anak, di
mana ditemukan 4 –10 % anak-anak mengalami setidaknya satu kali kejang pada 16
tahun pertama kehidupan. Studi yang ada menunjukkan bahwa 150.000 anak mengalami
kejang tiap tahun, di mana terdapat 30.000 anak yang berkembang menjadi penderita
epilepsi.Epilepsi paling sering terjadi pada anak dan orang lebih tua (di atas 65 tahun).
Pada 65 % pasien, epilepsi dimulai pada masa kanak-kanak. Puncak insidensi epilepsi
terdapat pada kelompok usia 0-1 tahun, kemudian menurun pada masa kanak-kanak, dan
relatif stabil sampai usia 65 tahun. Menurut data yang ada, insidensi per tahun epilepsi
per 100000 populasi adalah 86 pada tahun pertama, 62 pada usia 1 –5 tahun, 50 pada 5 –
9 tahun, dan 39 pada 10 –14 tahun.Setiaptahunterjadisekitar 125.000 kasusepilespi di
United Stated30%nya terjadi pada usia muda kurang dari 18 tahun pada saat diagnose
Agak sulit mengestimasi jumlah kasus epilepsi pada kondisi tanpa serangan, pasien
terlihat normal dansemua data lab juga normal, selain itu ada stigma tertentu pada
penderita epilepsi malu dan enggan untuk mengakui.
2.3 Etiologi epilepsi

Etiologi dari epilepsi adalah multifaktorial, tetapi sekitar 60 % dari kasus epilepsi
tidak dapat ditemukan penyebab yang pasti atau yang lebih sering kita sebut sebagai
kelainan idiopatik.Terdapat dua kategori kejangepilepsi yaitu kejang fokal dan kejang
umum. Secara garis besar, etiologi epilepsi dibagi menjadi dua, yaitu

Kejang Fokal Kejang umum


a.Trauma kepala a.Penyakit metabolik
b.Stroke b.Reaksi obat
c.Infeksi c.Idiopatik
d.Malformasi vaskulere.Tumor (Neoplasma) d.Faktor genetik
f.Displasia e.Kejang fotosensitif
g.Mesial Temporal Sclerosis

2.4 Patofisiologi
Kejang disebabkan karena ada ketidakseimbangan antara pengaruh inhibisi dan
eksitatori pada otak terjadi karena Kurangnya transmisi inhibitori dan meningkatnya aksi
eksitatori serta meningkat nya aksi glutamate atau aspartate. Otak merupakan pusat
penerima pesan (impuls sensorik) dan sekaligus merupakan pusat pengirim pesan (impuls
motorik). Otak ialah rangkaian berjuta-juta neuron. Pada hakekatnya tugas neuron ialah
menyalurkan dan mengolah aktivitas listrik saraf yang berhubungan satu dengan yang
lain melalui sinaps. Dalam sinaps terdapat zat yang dinamakan neurotransmiter.
Asetilkolin dan norepinerprine ialah neurotranmiter eksitatif, sedangkan zat lain yakni
GABA (gama-amino-butiric-acid) bersifat inhibitif terhadap penyaluran aktivitas listrik
sarafi dalam sinaps. Bangkitan epilepsi dicetuskan oleh suatu sumber gaya listrik di otak
yang dinamakan fokus epileptogen. Dari fokus ini aktivitas listrik akan menyebar melalui
sinaps dan dendrit ke neron-neron di sekitarnya dan demikian seterusnya sehingga
seluruh belahan hemisfer otak dapat mengalami muatan listrik berlebih (depolarisasi).
Pada keadaan demikian akan terlihat kejang yang mula-mula setempat selanjutnya akan
menyebar ke bagian tubuh/anggota gerak yang lain pada satu sisi tanpa disertai hilangnya
kesadaran. Dari belahan hemisfer yang mengalami depolarisasi, aktivitas listrik dapat
merangsang substansia retikularis dan inti pada talamus yang selanjutnya akan
menyebarkan impuls-impuls ke belahan otak yang lain dan dengan demikian akan terlihat
manifestasi kejang umum yang disertai penurunan kesadaran.
2.5 Etiologi Epilepsi
Ditinjau dari beberapa penyebab epilepsy dapat dibagi menjadi 3 golongan :

1. Epilepsi primer atau epilepsy idiopatik penyebabnya yang tidak diketahui


2. Epilepsisimptomatik di sebabkan karena kelainan / lesi pada susunan saraf pusat,
misalnya infeksi SSP, gangguan metabolik, malforasi otak congenital dsb.
3. Epilepsi kriptogenik dianggap simtomayik tetapi penyebabnya belum diketahui,
termasuk disini sindrom Lennox-Gastaut dan epilepsy mioklonik
Penyebab lain yang dapat menyebabkan epilepsi diantaranya :
1. Kelainan yang terjadi selama perkembangan janin / kehamilan ibu, seperti ibu
menelan obat-obat tertentu yang dapat merusak otak janin, mengalami infeksi,
minum alcohol atau mengalami cedera (trauma) atau mendapat penyinaran
(radiasi).
2. Kelainan yang terjadi pada saat kelahiran, seperti kurang oksigen yang mengalir ke
otak (hipoksia), kerusakan karena tindakan (forsep), atau trauma lain pada otak
bayi.
3. Cedera kepala yang dapat menyebabkan kerusakan pada otak. Kejang-kejang dapat
timbul pada saat terjadi cedera kepala, atau baru terjadi 2-3 tahun kemudian. Bila
serangan terjadi berulang pada saat yang berlainan baru dinyatakan sebagai
penyandang epilepsi.
4. Tumor otak, merupakan penyebab epilepsi yang tidak umum, terutama pada anak-
anak.
5. Penyumbatan pembuluh darah otak atau kelainan pembuluh darah otak.
6. Radang atau infeksi. Radang selaput otak (meningitis) atau radang otak dapat
menyebabkan epilepsi.
7. Penyakit keturunan seperti fenilk etonuria. Sklerosis tuberose dan
neurofibromatosis dapat menyebabkan timbulnya kejang yang berulang.
8. Kecenderungan timbulnya epilepsi yang diturunkan. Hal ini disebabkan ambang
rangsang serangan yang lebih rendah dari normal diturunkan pada anak.
Kecenderungan timbulnya epilepsi yang diturunkan biasanya terjadi pada masa
anak-anak (Harsono, 2005).
2.6 Diagnosa Epilepsi

1. Anamnesis
Bagaimana onset kejang pasien, adaah gejala prodromal atau gambaran bagaimana
kondisi pasien saat terjadi kejang, durasi kejadian dan bagaimanaa kondisi pasien saat
post iktal.
2. Pemeriksaan Fisik
3. Diagnosis Banding
Syncope, gangguanirama jantung, noneepileptic attack disorder
4. Pemeriksaan Penunjang
 EEG
 CT-scan
 MRI
 Lain-lain

2.7 Faktor Resiko Epilepsi


2.8 Terapi Non Farmakologi Obat

1. Menghindari faktor pemicu (jika ada) misalnya : stress, Olah Raga. Konsumsi kopi
atau alkohol, perubahan jadwal tidur, terlambat makan, dan lain – lain.
2. Pembedahan
Merupakan opsi pada pasien yang tetap mengalami kejang meskipun sudah mendapat
lebih dari 3 agen antikonvulsan, adanya abnormalitas fokal, lesi epileptik yang
menjadi pusat abnormalitas epilepsi.
3. Diet Ketogenik
Diet ketogenik adalah diet tinggi lemak, cukup protein, dan rendah karbohidrat, yang
akan menyediakan cukup protein untuk pertumbuhan, terapi kurang karbohidrat untuk
kebutuhan metabolisme tubuh

2.9 Terapi Farmakologi Obat

 Obat-obat yang meningkatkan inaktivasi kanal Na+:


Inaktivasi kanal Na menurunkan kemampuan syaraf untuk menghantarkan muatan
listrik
Contoh: fenitoin, karbamazepin, lamotrigin, okskarbazepin, valproat
 Obat-obat yang meningkatkan transmisi inhibitori GABAergik:
1. Agonis reseptor GABA meningkatkan transmisi inhibitori dg mengaktifkan kerja
reseptor GABA. Contoh: benzodiazepin, barbiturat
2. Menghambat GABA transaminase  konsentrasi GABA meningkat. Contoh:
Vigabatrin
3. Menghambat GABA transporter  memperlama aksi GAB, contoh: Tiagabin
4. Meningkatkan konsentrasi GABA pada cairan cerebrospinal pasien  mungkin
dg menstimulasi pelepasan GABA dari non-vesikular pool, contoh: Gabapentin
2.10 Interaksi Obat

Fenobarbital, fenitoin, primidon, dan karbamazepin adalah penginduksi kuat


sitokrom P450 (CYP450), epoksida hidrolase, dan sistem enzim uridin difosfat
glukuronosiltransferase. Asam valproik menghambat banyak sistem enzim hati dan
menggantikan beberapa obat dari albumin plasma. Felbamate dan topiramate dapat
bertindak sebagai penginduksi dengan beberapa isoform dan inhibitor dengan yang
lain. Kecuali levetiracetam dan gabapentin, yang sebagian besar dihilangkan tidak
berubah oleh rute ginjal, AED dimetabolisme seluruhnya atau sebagian oleh enzim
hati.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari penjelasan di atas dapat disimpulka bahwa epilepsi adalah manifestasi
gangguan fungsi otak dengan berbagai etiologi, dengan gejala tunggal yang khas, yaitu
kejang. Kejang terjadi akibat pelepasan neuron kortikal yang berlebihan dan ditandai
oleh perubahan aktivitas listrik, Kejang ditimbulkan akibat kontraksi otot yang
berlebihan dan tidak disengaja. Epilepsi dapat terjadi karena kelainan yang terjadi selama
perkembangan janin / kehamilan ibu, seperti ibu menelan obat-obat tertentu, Kelainan
yang terjadi pada saat kelahiran, seperti kurang oksigen yang mengalir ke otak
(hipoksia), kerusakan karena tindakan (forsep), atau trauma lain pada otak bayi,
Penyumbatan pembuluh darah otak atau kelainan pembuluh darah otak dan lain lain.

3.2 Saran
Kita perlu mengetahui dan mengembangkan pengetahuan menenai epilepsi dan
juga cara penanganannya. Sehingga dapat diatasi secara cepat dan dapat.

Anda mungkin juga menyukai