Anda di halaman 1dari 24

STASE KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

LAPORAN PENDAHULUAN

STROKE HEMORAGIK (PENURUNAN KESADARAN) DIRUANG IGD

RUMAH SAKIT PERMATA BUNDA

PURWODADI

DI SUSUN OLEH:

NAMA : DWI MILA ANJANI

NIM : 8702041920001911

PROGAM STUDI PROFESI NERS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUDUS

2020
LAPORAN PENDAHULUAN
STROKE HEMORAGIK (PENURUNAN KESADARAN)
A. KONSEP DASAR
1. PENGERTIAN
Stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan karena pecahnya
pembuluh darah pada otak. Stroke hemoragik terjadi bila pembuluh darah di
dalam otak pecah. Otak sangat sensitive terhadap perdarahan dan kerusakan dapat
terjadi dengan sangat cepat. Perdarahan di dalam otak dapat mengganggu jaringan
otak, sehinggga menyebabkan pembengkakan, mengumpul menjadi sebuah massa
yang disebut hematoma (Felgin, V., 2016).
Stroke Hemoragik adalah pembuluh darah otak yang pecah sehingga
menghambat aliran darah yang normal dan darah merembes ke dalam suatu daerah
di otak dan kemudian merusaknya (Adib, 2019).
Stroke hemoragik dapat terjadi apabila lesi veskuler intraserebrum
mengalami reptur sehingga terjadi perdarahan ke dalam ruang subarachnoid atau
langsung ke dalam jaringan otak. Sebagian dari lesi vaskuler yang dapat
menyebabkan perdarahan subarachnoid adalah aneurisme sakular dan malformasi
arteriovena (MAV) (Price, SA, Wilson, LM, 2016).
Stroke hemoragik merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan
subarachnoid. Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah otak
tertentu. Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa
juga terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien umumnya menurun (Ria Artini, 2019).
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa stroke hemoragik
merupakan gangguan neurologis pada bagian otak akibat pecahnya pembuluh
darah ke bagian otak yang dapat menyebabkan penurunan kesadaran bahkan
kematian.

2. KLASIFIKASI
Berdasarkan jenisnya stroke hemoragik dibagi menjadi dua diantaranya adalah:
a. Perdarahan intra serebral (PIS)
Perdarahan Intra Serebral diakibatkan oleh pecahnya pembuluh darah
intraserebral sehingga darah keluar dari pembuluh darah dan kemudian masuk ke
dalam jaringan otak. Penyebab PIS biasanya karena hipertensi yang berlangsung
lama lalu terjadi kerusakan dinding pembuluh darah dan salah satunya adalah
terjadinya mikroaneurisma. Faktor pencetus lain adalah stress fisik, emosi,
peningkatan tekanan darah mendadak yang mengakibatkan pecahnya pembuluh
darah. Sekitar 60-70%, PIS disebabkan oleh hipertensi. Penyebab lainnya adalah
deformitas pembuluh darah bawaan, kelainan koagulasi. Bahkan, 70% kasus
berakibat fatal, terutama apabila perdarahannya luas (masif) (Junaidi, 2017).
b. Perdarahan ekstra serebral / perdarahan sub arachnoid (PSA)
Perdarahan sub arachnoid adalah masuknya darah ke ruang subarachnoid baik
dari tempat lain (perdarahan subarachnoid sekunder) dan sumber perdarahan
berasal dari rongga subarachnoid itu sendiri (perdarahan subarachnoid primer).
Penyebab yang paling sering dari PSA primer adalah robeknya aneurisma (51-
75%) dan sekitar 90% aneurisma penyebab PSA berupa aneurisma sakuler
congenital, angioma (6-20%), gangguan koagulasi (iatronik/obat anti koagulan),
kelainan hematologic (misalnya trombositopenia, leukemia, anemia aplastik),
tumor, infeksi (missal vaskulitis, sifilis, ensefalitis, herpes simpleks, mikosis,
TBC), idiopatik atau tidak diketahui (25%), serta trauma kepala. Sebagian kasus
PSA terjadi tanpa sebab dari luar tetapi sepertiga kasus terkait dengan stress
mental dan fisik. Kegiatan fisik yang menonjol seperti : mengangkat beban,
menekuk, batuk atau bersin yang terlalu keras, mengejan dan hubungan intim
(koitus) kadang bisa jadi penyebab. Perdarahan subaraknoid berasal dari
pecahnya aneurisme berry atau AVM. Aneurisme yang pecah berasal dari
pembuluh darah sirkulasi dan cabang-cabangnya yang terdapat diluar parenkim
otak. Pecahnya arteri dan keluarnya ke ruang subarachnoid menyebabkan TIK
meningkat mendadak, meregangnya struktur peka nyeri dan vasopasme
pembuluh darah serebri yang mengakibatkan disfungsi nyeri otak global ( nyeri
kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal ( hemiparese, gangguan
hemisensorik, afasia) (Junaidi, 2017).

3. ETIOLOGI
Stroke hemoragik umunya disebabkan oleh adanya perdarahan intracranial
dengan gejala peningkatan tekanan systole > 200mmHg pada hipertonik dan
180mmHg pada nonmotonik, bradikardi, wajah keunguan, sianosis dan pernafasan
mengorok. Menurut Batticaca, (2018), penyebab strok hemoragik yaitu:
a. Kurangnya suplai oksigen yang menuju otak.
b. Pecahnya pembuluh darah di otak karena kerapuhan pembuluh darah otak.
c. Adanya sumbatan bekuan darah diotak.
Penyebab stroke hemoragik biasanya diakibatkan dari: hemoragi serebral
(pecahnya pembuluh darah serebral dengan pendarahan kedalam jaringan otak atau
seluruh ruang sekitar otak). Akibatnya diantara lain adalah penghentian suplai darah
ke otak, perdarahan intraserebrum hipertensif, perdarahan subarachnoid: rupture
aneurisma secular(berry), rupture malformasi arteriovena, trauma, perdarahan
akibat tumor otak. Terhalangnya suplai darah ke otak pada stroke perdarahan
(stroke hemoragik) disebabkan oleh arteri yang mensuplai darah ke otak pecah.
Penyebabnya misalnya tekanan darah yang mendadak tinggi dan atau oleh stress
psikis berat. Peningkatan tekanan darah yang mendadak tinggi juga dapat
disebabkan oleh trauma kepala atau peningkatan tekanan lainnya, seperti
mengedan, batuk keras, mengangkat beban, dan sebagainya. Pembuluh darah pecah
umumnya karena arteri tersebut berdinding tipis berbentuk balon yang disebut
aneurisma atau arteri yang lecet bekas plak aterosklerotik (Junaidi, 2017). Selain
hal-hal yang disebutkan diatas, ada faktor-faktor lain yang menyebabkan stroke
diantaranya :
a. Faktor risiko medis
Faktor risiko medis yang memperparah stroke adalah:
1) Arteriosklerosis (pengerasan pembuluh darah)
2) Adanya riwayat stroke dalam keluarga (factor keturunan)
3) Migraine (sakit kepala sebelah)
b. Faktor risiko pelaku Stroke sendiri bisa terjadi karena faktor risiko pelaku.
Pelaku menerapkan gaya hidup dan pola makan yang tidak sehat. Hal ini terlihat
pada :
1) Kebiasaan merokok
2) Mengosumsi minuman bersoda dan beralkhohol
3) Suka menyantap makanan siap saji (fast food/junkfood)
4) Kurangnya aktifitas gerak/olahraga
5) Suasana hati yang tidak nyaman, seperti sering marah tanpa alasan yang jelas
c. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi diantaranya yaitu:
1) Hipertensi (tekanan darah tinggi)
Tekanan darah tinggi merupakan peluang terbesar terjadinya stroke.
Hipertensi mengakibatkan adanya gangguan aliran darah yang mana diameter
pembuluh darah akan mengecil sehingga darah yang mengalir ke otak pun
berkurang. Dengan pengurangan aliran darah ke otak, maka otak kekurangan
suplai oksigen dan glukosa, lamakelamaan jaringan otak akan mati.
2) Penyakit jantung
Penyakit jantung seperti koroner dan infark miokard (kematian otot jantung)
menjadi factor terbesar terjadinya stroke. Jantung merupakan pusat aliran
darah tubuh. Jika pusat pengaturan mengalami kerusakan, maka aliran darah
tubuh pun menjadi terganggu, termasuk aliran darah menuju otak. Gangguan
aliran darah itu dapat mematikan jaringan otak secara mendadak ataupun
bertahap.
3) Diabetes mellitus
Pembuluh darah pada penderita diabetes melltus umumnya lebih kaku atau
tidak lentur. Hal ini terjadi karena adanya peningkatan atau oenurunan kadar
glukosa darah secara tiba-tiba sehingga dapat menyebabkan kematian otak.
4) Hiperkolesterlemia
Hiperkolesterolemia adalah kondisi dimana kadar kolesterol dalam darah
berlebih. LDL yang berlebih akan mengakibatkan terbentuknya plak pada
pembuluh darah. Kondisi seperti ini lama-kelamaan akan menganggu aliran
darah, termasuk aliran darah ke otak.
5) Obesitas
Obesitas atau overweight (kegemukan) merupakan salah satu faktor
terjadinya stroke. Hal itu terkait dengan tingginya kadar kolesterol dalam
darah. Pada orang dengan obesitas, biasanya kadar LDL (LowDensity
Lipoprotein) lebih tinggi disbanding kadar HDL (HighDensity Lipoprotein).
Untuk standar Indonesia, seseorang dikatakan obes jika indeks massa
tubuhnya melebihi 25 kg/m. sebenarnya ada dua jenis obesitas atau
kegemukan yaitu obesitas abdominal dan obesitas perifer. Obesitas abdominal
ditandai dengan lingkar pinggang lebih dari 102 cm bagi pria dan 88 cm bagi
wanita.
6) Merokok
Menurut berbagai penelitian diketahui bahwa orang-orang yang merokok
mempunyai kadar fibrinogen darah yang lebih tinggi dibanding orang-orang
yang tidak merokok. Peningkatan kadar fibrinogen mempermudah terjadinya
penebalan pembuluh darah sehingga pembuluh darah menjadi sempit dan
kaku. Karena pembuluh darah menjadi sempit dan kaku, maka dapat
menyebabkan gangguan aliran darah.
7) Alkoholik
Pada alkoholik dapat menyebabkan hipertensi, penurunan aliran darah ke
otak dan kardiak aritmia serta kelainan motilitas pembuluh darah sehingga
terjadi emboli serebral.
d. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi diantaranya yaitu:
1) Usia
Semakin bertambahnya usia, semakin besar resiko terjadinya stroke. Hal ini
terkait dengan degenerasi (penuaan) yang terjadi secara alamiah. Pada orang-
orang lanjut usia, pembuluh darah lebih kaku karena banyak penimbunan
plak. Penimbunan plak yang berlebih akan mengakibatkan berkurangnya
aliran darah ke tubuh, termasuk otak.
2) Jenis kelamin
Dibanding dengan perempuan, laki-laki cenderung beresiko lebih besar
mengalami stroke. Ini terkait bahwa laki-laki cenderung merokok. Bahaya
terbesar dari rokok adalah merusak lapisan pembuluh darah pada tubuh.
3) Riwayat keluarga
Jika salah satu anggota keluarga menderita stroke, maka kemungkinan dari
keturunan keluarga tersebut dapat mengalami stroke. Orang dengan riwayat
stroke pada keluarga memiliki resiko lebih besar untuk terkena stroke
disbanding dengan orang yang tanpa riwayat stroke pada keluarganya.
4) Perbedaan ras
Fakta terbaru menunjukkan bahwa stroke pada orang Afrika-Karibia sekitar
dua kali lebih tinggi daripada orang non-Karibia. Hal ini dimungkinkan
karena tekanan darah tinggi dan diabetes lebih sering terjadi pada orang
afrika-karibia daripada orang non-Afrika Karibia. Hal ini dipengaruhi juga
oleh factor genetic dan faktor lingkungan.

4. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Tarwoto (2018), manifestasi klinis stroke tergantung dari sisi atau
bagian mana yang terkena, rata-rata serangan, ukuran lesi dan adanya sirkulasi
kolateral. Pada stroke hemoragik, gejala klinis meliputi:
a. Kelumpuhan wajah atau anggota badan sebelah (hemiparise) atau hemiplegia
(paralisis) yang timbul secara mendadak.
Kelumpuhan terjadi akibat adanya kerusakan pada area motorik di korteks
bagian frontal, kerusakan ini bersifat kontralateral artinya jika terjadi kerusakan
pada hemisfer kanan maka kelumpuhan otot pada sebelah kiri. Pasien juga akan
kehilangan kontrol otot vulenter dan sensorik sehingga pasien tidak dapat
melakukan ekstensi maupun fleksi.
b. Gangguan sensibilitas pada satu atau lebih anggota badan
Gangguan sensibilitas terjadi karena kerusakan system saraf otonom dan
gangguan saraf sensorik.
c. Penurunan kesadaran (konfusi, delirium, letargi, stupor, atau koma), terjadi
akibat perdarahan, kerusakan otak kemudian menekan batang otak atau
terjadinya gangguan metabolik otak akibat hipoksia.
d. Afasia (kesulitan dalam bicara)
Afasia adalah defisit kemampuan komunikasi bicara, termasuk dalam membaca,
menulis dan memahami bahasa. Afasia terjadi jika terdapat kerusakan pada area
pusat bicara primer yang berada pada hemisfer kiri dan biasanya terjadi pada
stroke dengan gangguan pada arteri middle sebelah kiri. Afasia dibagi menjadi 3
yaitu afasia motorik, sensorik dan afasia global. Afasia motorik atau ekspresif
terjadi jika area pada area Broca, yang terletak pada lobus frontal otak. Pada
afasia jenis ini pasien dapat memahami lawan bicara tetapi pasien tidak dapat
mengungkapkan dan kesulitan dalam mengungkapkan bicara. Afasia sensorik
terjadi karena kerusakan pada area Wernicke, yang terletak pada lobus temporal.
Pada afasia sensori pasien tidak dapat menerima stimulasi pendengaran tetapi
pasien mampu mengungkapkan pembicaraan. Sehingga respon pembicaraan
pasien tidak nyambung atau koheren. Pada afasia global pasien dapat merespon
pembicaraan baik menerima maupun mengungkapkan pembicaraan.
e. Disatria (bicara cedel atau pelo)
Merupakan kesulitan bicara terutama dalam artikulasi sehingga ucapannya
menjadi tidak jelas. Namun demikian, pasien dapat memahami pembicaraan,
menulis, mendengarkan maupun membaca. Disartria terjadi karena kerusakan
nervus cranial sehingga terjadi kelemahan dari otot bibir, lidah dan laring. Pasien
juga terdapat kesulitan dalam mengunyah dan menelan.
f. Gangguan penglihatan, diplopia
Pasien dapat kehilangan penglihatan atau juga pandangan menjadi ganda,
gangguan lapang pandang pada salah satu sisi. Hal ini terjadi karena kerusakan
pada lobus temporal atau parietal yang dapat menghambat serat saraf optik pada
korteks oksipital. Gangguan penglihatan juga dapat disebabkan karena
kerusakan pada saraf cranial III, IV dan VI.
g. Disfagia
Disfagia atau kesulitan menelan terjadi karena kerusakan nervus cranial IX.
Selama menelan bolus didorong oleh lidah dan glottis menutup kemudian
makanan masuk ke esophagus.
h. Inkontinensia
Inkontinensia baik bowel maupun badder sering terjadi karena terganggunya
saraf yang mensarafi bladder dan bowel.
i. Vertigo, mual, muntah, nyeri kepala, terjadi karena peningkatan tekanan
intrakranial, edema serebri.

5. PATIFISIOLOGI
Pecahnya pembuluh darah otak terutama karena hipertensi mengakibatkan
darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa atau hematoma yang
menekan jaringan otak dan menimbulkan oedema disekitar otak. Peningkatan TIK
yang terjadi dengan cepat dapat mengakibatkan kematian yang mendadak karena
herniasi otak. Perdarahan intra cerebral sering dijumpai di daerah putamen,
thalamus, sub kortikal, nucleus kaudatus, pon dan cerebellum. Hipertensi kronis
mengakibatkan perubahan struktur dinding pembuluh darah berupa lipohyalinosis
atau nekrosis fibrinoid. Sedangkan perdarahan sub arachnoid yaitu pecahnya
pembuluh darah karena aneurisma atau AVM. Aneurisma paling sering di dapat
pada percabangan pembuluh darah besar di sirkulasi wilis.AVM dapat dijumpai
pada jaringan otak dipermukaan pia meter dan ventrikel otak, ataupun di dalam
ventrikel otak dan ruang subarachnoid. Pecahnya arteri dan keluarnya darah ke
ruang subarachnoid mengakibatkan terjadinya peningkatan TIK yang mendadak,
meregangnya struktur peka nyeri, sehingga timbul nyeri kepala hebat. Sering juga
di jumpai kaku kuduk dan tanda-tanda rangsangan selaput otak lainnya.
Peningkatan TIK yang mendadak juga mengakibatkan perdarahan subarachnoid
pada retina dan penurunan kesadaran. Perdarahan subarachnoid dapat
mengakibatkan vasospasme pembuluh darah serebral. Vasospasme ini seringkali
terjadi 3-5 hari setelah timbulnya perdarahan, mencapai puncaknya hari ke 5-9, dan
dapat menghilang setelah minggu 2-5. Timbulnya vasospasme diduga karena
interaksi antara bahan-bahan yang berasal dari darah dan dilepaskan kedalam cairan
serebrospinal dengan pembuluh darah aarteri di ruang subarachnoid. Vasospasme
ini dapat mengakibatkan disfungsi otak global (nyeri otak, penurunan kesadaran)
maupun fokal ( hemiparese, gangguan hemisensorik, afasia dan lain-lain). Otak
dapat berfungsi jika kebutuhan oksigen dan glokusa otak dapat terpenuhi. Energy
yang dihasilkan didalam sel saraf hamper seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak
tidak punya cadangan oksigen jadi kerusakan, kekurangan aliran darah otak walau
sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan
glukosa sebagai bahan bakar metabolism otak, tidak boleh kurang dari 20mg%
karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25% dari seluruh
kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70%
akan terjadi gejala disfungsi serebral. Pada saat otak hipoksia tubuh berusaha
memenuhi o2 melalui proses metabolic anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi
pembuluh darah otak (Batticaca, 2018).
6. PATWAYS

Hipertensi /terjadi perdarahan Aneurisme

Peningkatan Adanya titik lemah


viskositas dalam dinding arteri
darah serebral
Perdarahan
arachnoid/ven
Peningkatan Ruptur Aneurisme
trikel
tekanan
intravaskuler
Hematoma Suplai darah ke otak
Pembuluh serebral menurun
darah
serebral Perdarahan Perfusi cerebral tidak
pecah subarachnoid adekuat

Peningkatan Iskemik, infark


Perdarahan
TIK jaringan serebral
intra
serebri(PIS)
Vasospasme
pembuluh KETIDAKEF
darah EKTIFAN
Darah masuk
serebral PERFUSI
kedalam
JARINGAN
jaringan otak
Disfungsi Disfungsi otak SEREBRAL
otak global lokal
Peningkatan
TIK
Penurunan
Hemiparesis
Herniasi kesadaran
serebral
RESIKO HAMBATAN Afasia
Gangguan ASPIRASI MOBILITAS
fungsi FISIK
Gangguan
thalamus,
fungsi
serebrum dan Brainstem
bicara
serebelum
Depresi pusat pernafasan
GANGGU
AN
Nafas cepat KOMUNI
KASI
KETIDAKEFEKTIFAN VERBAL
POLA NAFAS

Sumber : Batticaca, 2018


7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Radiologi
1) Angiografi serebri
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik sperti stroke
perdarahan arteriovena atau adanya ruptur. Biasanya pada stroke perdarahan
akan ditemukan adanya aneurisma.
2) Lumbal pungsi
Biasanya pada pasien stroke hemoragik, saat pemeriksaan cairan lumbal maka
terdapat tekanan yang meningkat disertai bercak darah. Hal itu akan
menunjukkkan adanya hemoragik pada subarachnoid atau pada intracranial.
3) CT-Scan
Memperhatikan secara spesifik letak edema, posisi hematoma, adanya
jaringan otak yang infark atau iskemia, serta posisinya secara pasti. Hasil
pemerksaan biasanya didapatkan hiperdens fokal, kadang masuk ke ventrikel
atau menyebar ke permukaan otak.
4) Macnetic Resonance Imaging (MRI)
Menentukan posisi serta besar/luas terjadinya perdarahan otak. Hasil
pemeriksaan biasanya didapatkan area yang mengalami lesi dan infark akibat
dari heemoragik.
5) USG Doppler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem karotis).
6) EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak
dari jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls listrik dalam jaringan
otak.
7) Sinar X Tengkorak : menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal.
8) Pemeriksaan foto thorax: dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah
terdapat pembesaran ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda
hipertensi kronis pada penderita stroke.
b. Laboratorium
1) Pemeriksaan darah lengkap seperti Hb, Leukosit, Trombosit, Eritrosit. Hal ini
berguna untuk mengetahui apakah pasien menderita anemia. Sedangkan
leukosit untuk melihat sistem imun pasien. Bila kadar leukosit diatas normal,
berarti ada penyakit infeksi yang sedang menyerang pasien.
2) Test darah koagulasi
Test darah ini terdiri dari 4 pemeriksaan, yaitu: prothrombin time, partial
thromboplastin (PTT), International Normalized Ratio (INR) dan agregasi
trombosit. Keempat test ini gunanya mengukur seberapa cepat darah pasien
menggumpal. Gangguan penggumpalan bisa menyebabkan perdarahan atau
pembekuan darah. Jika pasien sebelumnya sudah menerima obat pengencer
darah seperti warfarin, INR digunakan untuk mengecek apakah obat itu
diberikan dalam dosis yang benar. Begitu pun bila sebelumnya sudah diobati
heparin, PTT bermanfaat untuk melihat dosis yang diberikan benar atau tidak.
3) Test kimia darah Cek darah ini untuk melihat kandungan gula darah,
kolesterol, asam urat, dll. Apabila kadar gula darah atau kolesterol berlebih,
bisa menjadi pertanda pasien sudah menderita diabetes dan jantung. Kedua
penyakit ini termasuk ke dalam salah satu pemicu stroke (Robinson, 2019).

8. PENATALAKSANAAN
Serangan stroke merupakan momen gawat darurat yang tidak boleh
disepelekan. Segeralah bertindak bila keluarga, teman, atau tetangga
mengalaminya. Panggilah mobil ambulans atau langsung bawa penderia ke unit
gawat darurat rumah sakit terdekat, walaupun gejalanya hanya Nampak ebagai jenis
stroke ringan yang bersifat sementara. Menurut (Robinson, 2019), penatalaksanaan
stroke hemoragik ada berbagai jenis diantaranya yaitu:
a. Pertolongan darurat
Sementara menunggu dokter lakukan pertolongan sementara untuk keadaan
gawat darurat ini dengan sebagai berikut:
1) Jika penderita itu sadar, tenangkan dan baringkan dengan hati-hati taruh
bantal dibawah kepalanya dan selimuti.
2) Jika penderita itu tidak sadar, periksa pernafasannya dan bila masih bernafas
miringkan badannya dan biarkan kepalanya diatas lantai sambil menunggu
dokter atau tenaga medis untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut.
3) Jika pernafasan berhenti, jika ada ahlinya segera berikan pernafasan buatan
dari mulut ke mulut (resusitasi). Prioritas pertama adalah mengusahakan
penderita bernafas kembali. Bila pernafasan berhenti 2-3menit akan terjadi
kerusakan otak dan bila sampai 4-6menit maka akan terjadi kematian.
4) Jika sebelumnya penderita terjatuh periksa apakah terjadi perdarahan hebat.
Hentikan perdarahan dengan melakukan penekanan selama 5 menit diatas
lukanya.
b. Resusitasi (pertolongan pernafasan)
1) Baringkan korban terlentang di atas permukaan yang keras dan rata. Tekan
bagian dada berulang-ulang sebagai pengganti denyut jantung. Memanfaatkan
berat badan anda sebaik-baiknya saat melakukannya dengan meletakkan
kedua tangan diatas bagian bawah tulang dada, kedua siku tetap tegak lurus
dengan posisi kedua bahunkorban tepat diatas kedua tangan. Tekanlah
kebawah sekitar 3-5cm dengan kecepatan 80-100 kali permenit. Usahakan
penekanan dan pelepasan pada setiap siklus sama durasinya. Jangan
menhentak kebawah, lalu istirahat.
2) Setelah melakukan 15 kali penekanan, embuskan nafas dalam mulut korban
sebanyak dua kali. Setiap 4 siklus dengan 15 kali penekanan dan 2 kali
embusan nafas. Periksa apakah sudah ada denyut nafas, teruskan tindakan
penyelamataan selama korban belum bernafas atau belum ada denyut jantung.
c. Penatalaksanaan umum
1) Pada fase akut
a) Terapi cairan
Stroke beresiko terjadinya dehidrasi karena penurunan kesadaran atau
mengalami disfagia. Terapi cairan ini penting untuk mempertahankan
sirkulasi darah dan tekanan darah. The American Heart Association sudah
menganjurkan normal saline 50 ml/jam selama jam-jam pertama dari
stroke iskemik akut. Segera setelah stroke hemodinamik stabil, terapi
cairan rumatan bisa diberikan sebagai KAEN 3B/KAEN 3A. Kedua
larutan ini lebih baik pada dehidrasi hipertonik serta memenuhi kebutuhan
hemoestasis kalium dan natrium. Setelah fase akut stroke, larutan rumatan
bisa diberikan untuk memelihara hemoestasis elektrolit, khususnya kalium
dan natrium.
b) Terapi oksigen
Pasien stroke iskemik dan hemoragik mangalami gangguan aliran darah ke
otak. Sehingga kebutuhan oksigen sangat penting untuk mengurangi
hipoksia dan juga untuk mempertahankan metabolism otak. Pertahankan
jalan napas, pemberian oksigen, penggunaan ventilator, merupakan
tindakan yang dapat dilakukan sesuai hasil pemeriksaan analisa gas darah
atau oksimetri.
c) Penatalaksanaan peningkatan Tekanan Intra Kranial (TIK)
Peningkatan intra cranial biasanya disebabkan karena edema serebri, oleh
karena itu pengurangan edema penting dilakukan misalnya dengan
pemberian manitol, control atau pengendalian tekanan darah.
d) Monitor fungsi pernapasan : Analisa Gas Darah.
e) Monitor jantung dan tanda-tanda vital, pemeriksaan EKG.
f) Evaluasi status cairan dan elektrolit.
g) Kontrol kejang jika ada dengan pemberian antikonvulsan, dan cegah resiko
injuri.
h) Lakukan pemasangan NGT untuk mengurangi kompresi labung dan
pemberian makanan.
i) Cegah emboli paru dan tromboplebitis dengan antikoagulan.
j) Monitor tanda-tanda neurologi seperti tingkat kesadaran, keadaan pupil,
fungsi sensorik dan motorik, nervus cranial dan reflex.
2) Fase rehabilitasi
a) Pertahankan nutrisi yang adekuat.
b) Program manajemen bladder dan bowel.
c) Mempertahankan keseimbangan tubuh dan rentang gerak sendi (ROM).
d) Pertahankan integritas kulit.
e) Pertahankan komunikasi yang efektif.
f) Pemenuhan kebutuhan sehari-hari.
g) Persiapan pasien pulang.
3) Pembedahan
Pembedahan dapat dilakukan secara darurat untuk menyelamatkan pasien dari
stroke hemoragik yang parah, beberapa jenis pembedahan yang dilakukan
adalah:
a) Endarterectomy carotid
Pembedahan endarterectomi carotid dilakukan untuk membuang endapan
lemak penyumbat dari sebelah dalam pembuluh carotis yang berlokasi
dileher dan merupakan penyalur darah yang utama ke otak.
b) Bypass EC/IC
Merupakan cara pembedahan untuk memulihkan aliran darah ke bagian
otak yang kehilangan darah dengan cara mengatur kembali pembuluh
darah sehat dalam tempururng otak dari pembuluh darah otak yang
tersumbat.
c) Clipping
Merupakan cara pembedahan untuk mengurangi kemungkinan pembuluh
darah pecah dan menyebabkan perdarahan subrchnoid, yakni menjepit
pembuluh yang bengkak.
d) Teknik kumparan lepas
Untuk mengatasi pembengkakan pembuluh darah intracranial.
4) Terapi obat-obatan
a) Antihipertensi : Katropil, antagonis kalsium.
b) Diuretic : manitol 20%, furosemide.
c) Antikolvusan : fenitoin
d) Antitrombotik diberikan untuk mencegah pembentukan gumpalan darah
yang mungkin tersangkut di pembuluh darah serebral dan mengakibatkan
stroke.
e) Antiplatelet: clopidogrel dan ticlopidine sifatnya mencegah penggumpalan.
f) Antikoagulan: warfarin (Coumadin) dan heparin untuk mengurangi resiko
stroke denag merendam sifat penggumpalan pada darah.
g) Neuroprotektif: nimodipine untuk mengurangi resiko kerusakan saraf
(vasospasme cerebral).
Sedangkan menurut Batticaca (2018), terapi perdarahan dan perawatan
pembuluh darah pada pasien stroke perdarahan adalah :
a) Antifibrinolitik untuk meningkatkan mikrosirkulasi dosis kecil:
(1)Aminocaproic acid 100-150 ml% dalama cairan isotonic 2 kali selama
3-5 hari, kemudian 1 kali selama 1-3 hari.
(2)Antagonis untuk pencegahan permanen : Gordox dosis pertama 300.000
IU kemudian 100.000 IU 4 kali perhar i IV ; Contrical dosis pertama
30.000 ATU, kemudaian 10.000 ATU 2 kali per hari selama 5-10 hari.
b) Natrii Etamsylate (Dynone) 250mg x 4 hari IV sampai 10 hari.
c) Kalsium mengandung obat ; Rutinium, Vicasolum, Ascorbicum.
d) Profilaksis Vasospasme:
(1)Calcium-channel antagonis (Nimotop 50ml [10mg per hari IV diberikan
2mg per jam selama 10-14 hari]).
(2)Berikan dexason 4mg IV (pada kasus tanpa DM, perdarahan internal,
hipertensi maligna) atau osmotic diuretic (dua hari sekali Rheugloman
(Manitol) 15% 200ml IV diikuti oleh 20mg Lasix minimal 10-15 hari
kemudian.

9. KOMPLIKASI
Menurut (Robinson, 2019), komplikasi pada stroke hemoragik terdiri atas beberapa
jenis diantaranya adalah:
a. Fase akut
1) Hipoksia serebral dan menurunnya aliran darah otak
Pada area otak yang infark atau terjadi kerusakan karena perdarahan maka
terjadi gangguan perfusi jaringan akibat terhambatnya aliran darah otak.
Tidak adekuatnya aliran darah dan oksigen mengakibatkan hipoksia jaringan
otak. Fungsi otak akan sangat tergantung pada derajat kerusakan dan
lokasinya. Aliran darah ke otak snagat tergantung pada tekanan darah, fungsi
jantung atau kardiak output, keutuhan pembuluh darah. Sehingga pada pasien
dengan stroke keadekuatan aliran darah sangat dibutuhkan untuk menjamin
perfusi jaringan yang baik untuk menghindari terjadinya hipoksia serebral.
2) Edema serebri
Merupakan respon fisiologis terhadap adanya trauma jaringan. Edema terjadi
jika pada area yang mengalami hipoksia atau iskemik maka tubuh akan
meningkatkan aliran darah pada lokasi tersebut dengan cara vasodilatasi
pembuluh darah dan meningkatkan tekanan sehingga cairan interstresial akan
berpindah ke ekstraseluler sehingga terjadi edema jaringan otak.
3) Peningkatan Tekanan Intrakranial (TIK)
Bertambahnya massa pada otak seperti adanya perdarahan atau edema otak
akan meningkatkan tekanan intrakranial yang ditandai adanya defisit
neurologi seperti adanya gangguan motorik, sensorik, nyeri kepala, gangguan
kesadaran. Peningkatan tekanan intrakranial yang tinggi dapat mengakibatkan
herniasi serebral yang dapat mengancam kehidupan.
4) Aspirasi
Pasien stroke dengan gangguan kesadaran atau koma sangat rentan terhadap
adanya aspirasi karena tidak adanya reflek batuk dan menelan.
b. Komplikasi pada masa pemulihan atau lanjut
1) Komplikasi yang sering terjadi pada masa lanjut atau pemulihan biasanya
terjadi akibat immobilisasi seperti pneumonia, dekubitus, kontraktur,
thrombosis vena dalam, atropi, inkontinensia urine dan bowl.
2) Kejang, terjadi akibat kerusakan atau gangguan pada aktifitas listrik otak.
3) Nyeri kepala kronis seperti migraine, nyeri kepala tension, nyeri kepala
clauster.
4) Malnutrisi, karena intake yang tidak adekuat.
B. ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian menurut Wilkinson & Skinner (2017), pada klien dengan
kegawatdaruratan stroke hemoragik antara lain:
1. FOKUS PENGKAJIAN
a. Identitas
Pasien : Nama, Umur, Alamat, Pendidikan, pekerjaan, Tanggal Masuk, No.
Registrasi, Dx.Masuk.
b. Penangguang Jawab : Nama, Umur, Alamat, Pendidikan, Agama, Pekerjaan, dan
hubungan dengan pasien.
2. PENGKAJIAN PRIMER
a. Airway
Menurut Thygerson, (2015), tindakan pertama kali yang harus dilakukan adalah
memeriksa responsivitas pasien dengan mengajak pasien berbicara untuk
memastikan ada atau tidaknya sumbatan jalan nafas, distress pernafasan,
gangguan servikal dan ada tidaknya secret. Adanya sumbatan/obstruksi jalan
napas oleh adanya penumpukan sekret akibat kelemahan reflek batuk. Seorang
klien yang dapat berbicara dengan jelas maka jalan nafas klien terbuka. Menurut
Wilkinson & Skinner (2017), klien yang tidak sadar mungkin memerlukan
bantuan airway dan ventilasi. Obstruksi jalan nafas paling sering disebabkan
oleh obstruksi lidah pada kondisi klien tidak sadar. Perlu diperhatikan dalam
pengkajian airway pada klien diantaranya adalah:
1) Kepatenan jalan nafas klien.
2) Tanda-tanda terjadinya obstruksi jalan nafas pada klien antara lain:
a) Adanya snoring atau gurgling.
b) Agitasi (hipoksia).
c) Penggunaan otot bantu pernafasan.
d) Sianosis.
3) Look dan listen bukti adanya masalah pada saluran nafas bagian atas dan
potensial penyebab obstruksi.
4) Jika terjadi obstruksi jalan nafas, maka pastikan jalan nafas klien terbuka.
5) Gunakan berbagai alat bantu untuk mempatenkan jalan nafas klien sesuai
indikasi :
a) Chin lift/jaw thrust untuk penanganan non trauma sedangkan head tilt chin
lift penanganan klien non trauma..
b) Lakukan suction (jika tersedia).
c) Oropharyngeal airway/ nasopharyngeal airway, laryngeal mask airway.
d) Lakukan intubasi.

b. Breathing dan oxygenation


Menurut Wilkinson & Skinner (2017), pada kasus stroke hemoragik mungkin
terjadi akibat gangguan di pusat nafas (akibat stroke) atau oleh karena
komplikasi infeksi di saluran nafas. Pedoman consensus mengharuskan
monitoring saturasi oksigen dan mempertahankannya di atas 95% (94-98%).
Pada klien stroke yang mengalami pengendalian respiratorik atau peningkatan
TIK, kadang diperlukan untuk melakukan ventilasi. Kaji henti nafas dan
adekuatnya pernafasan, frekuensi nafas dan pergerakan dinding dada, suara
pernafasan melalui hidung atau mulut, udara yang dikeluarkan dari jalan nafas.
c. Circulation
Menurut Wilkinson & Skinner (2017), shock didefinisikan sebagai tidak
adekuatnya perfusi organ dan oksigenasi jaringan. Diagnosis shock didasarkan
pada temuan klinis seperti: hipotensi, takikardia, takipnea, hipotermia, pucat,
ekstermitas dingin, penurunan capillary refill, dan penurunan produksi urin.
Pengkajian sirkulasi menurut Muttaqin (2018), pada klien stroke biasanya
didapatkan renjatan (syok) hipovolemik, tekanan darah biasanya terjadi
peningkatan dan bisa terdapat hipertensi massif dengan TD >200mmHg. Kaji
ada tidaknya denyut nadi, kemungkinan syok dan adanya perdarahan eksternal,
kekuatan dan kecepatan, nadi karotis untuk dewasa dan nadi brakialis untuk
anak, warna kulit dan kelembaban, dan ada tidaknya tanda-tanda jejas atau
trauma. TD dapat normal atau meningkat, hipotensi terjadi pada tahap lanjut,
bunyi jantung normal pada tahap dini, kulit dan membrane mukosa pucat,
sianosis pada tahap lanjut.
d. Disability - pemeriksaan neurologis
Menurut Muttaqin, (2018), tingkat kesadaran klien dan respon terhadap
lingkungan adalah indicator paling sensitive untuk membuat peringkat
perubahan dalam kewaspadaan dan kesadaran. Pada keadaan lanjut, tingkat
letargi, stupor dan semikomatosa. Menilai kesadaran dengan cepat, apakah
pasien sadar, hanya respons terhadap nyeri atausama sekali tidak sadar.Tidak
dianjurkan mengukur Glasgow Coma Scale/ AVPU. Apabila klien sudah
mengalami koma, maka penilaian GCS sangat penting untuk memulai tingkat
kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk pemantauan pemberian asuhan
keperawatan selanjutnya. Digunakan untuk mengkaji kondisi neuromuscular
klien, keadaan status kesadaran lebih dalam/GCS, keadaan ekstermitas,
kemampuan motoric dan sensorik.

e. Exposure
Lepaskan baju dan penutup tubuh pasien agar dapat dicari semua cedera yang
mungkin ada.Jika ada kecurigaan cedera leher atau tulang belakang, maka
imobilisasi in-line harus dikerjakan.
3. Pengkajian Sekunder
Pengakajian sekunder hanya dilakukan setelah kondisi klien mulai stabil, dalam
artian tidak mengalami syok atau tanda-tanda syok telah membaik.
a. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik sering kali berlangsung sangat mendadak, pada saat
klien sedang melakukan aktivitas bahwahkan saat istirahat. Biasanya terjadi
nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala
kelumpuhan separoh badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
b. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung, anemia, riwayat
trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obatan anti
koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obatan adiktif, kegemukan. Adanya riwayat
merokok, penggunaan alcohol dan penggunaan obat kontrasepsi oral. Pengkajian
riwayat ini dapat mendukung pengkajian dari riwayat penyakit sekarang dan
merupakan data dasar untuk mengkaji lebih jauh dan untuk memberikan
tindakan selanjutnya.
c. Riwayat pengobatan
Pengkajian pemakaian obat-obatan yang sering digunakan klien seperti
pemakaian antihipertensi, antilipidemia, penghambat beta dan lain-lain.
d. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes mellitus atau
adanya riwayat stroke dan generasi terdahulu.
e. Anamnesis
Menurut Muttaqin, (2018), anamnesis juga harus meliputi riwayat AMPLE yang
bisa didapat dari klien dan keluarga:
A: Alergi (adakah alergi pada klien seperti alergi obat-obatan, plaster maupuun
makanan).
M : Medikasi/ obat-obatan(obat-obatan yang diminum seperti sedang menjalani
pengobatan hipertensi, jantung, dosis atau penyalahgunaan obat).
P : Pertinent medical history (riwayat medis klien seperti penyakit yang pernah
diderita, obatnya apa, berapa dosisnya).
L : Last meal (obat atau makanan yang baru saja dikonsumsi, dikonsumsi berapa
jam sebelum kejadian).
E : Event, hal-hal yang bersangkutan dengan sebab cidera ( kejadian yang
menyebabkan adanya keluhan utama).
f. Pemeriksaan Fisik (head to toe)
1) Keadaan Umum
Klien biasanya mengalami penurunan kesadaran, suara bicara kadang
mengalami gangguan seperti sulit dimengerti, kadang tidak jelas/afaksia,
tanda-tanda vital biasanya tekanan darah meningkat dan nadi bervariasi.
a) Pemeriksaan kepala
Inspeksi dan palpasi seluruh kepala dan wajah untuk adanya pigmentasi,
perdarahan, nyeri tekan serta adanya sakit kepala.kepala berbentuk
normocephalik,dan simetris.
b) Muka : umumnya tidak simetris yaitu moncong ke salah satu sisi, otot
muka dan rahang kekuatan lemah.
c) Mata : ukuran pupil apakah isokor atau anisokor serta bagaimana reflek
cahayanya, apakah pupil mengalami miosis atau midriasis, adanya icterus,
apakah konjungtiva anemis atau tidak.
d) Hidung : periksa adanya perdarahan, perasaan nyeri dan penyumbatan
penciuman.
e) Telinga : periksa adanya nyeri, penurunan atau hilangnya pendengaran.
f) Leher : kaku kuduk, tidak ada benjolan limphe nodul.
g) Mulut : inspeksi pada bagian mukosa terhadap tekstur, warna dan
kelembaban.
h) Pemeriksaan dada
Pada saat inspeksi : peningkatan produksi sputum, sesak nafas,
penggunaan otot bantu nafas, dan peningkatan frekuensi pernafasan. Pada
saat palpasi : taktil premitus seimbang kanan dan kiri pada klien dengan
tingkat kesadaran.pada saat perkusi : untuk mengetahui kemungkinan
hipersonor dan keredupan. Auskultasi: pernafasan kadang didapatkan
suara nafas terdengar ronchi, wheezing ataupun suara nafas tambahan,
pernafasan tidak teratur akibat penurunan reflek batuk dan menelan.
i) Pemeriksaan abdomen
Inspeksi: adakah distensi abdomen, asites.
Auskultasi: bising usus menurun.
Perkusi: untuk mendapatkan nyerilepas (ringan).
Palpasi: untuk mengetahui adakah kekakuan atau nyeri tekan,
hepatomegaly, splenomegaly.
j) Pemeriksaan inguinal, genetalia dan anus
Kadang terdapat incontinensia atau retensio urine.
k) Pemeriksaaan ekstermitas
Pada saat inspeksi lihat adanya edema, gerakan dan sensasi harus
diperhatikan, paralisis, sedangkan pada jari-jari periksa adanya clubbing
finger serta hitung berapa detik kapiler refill (pada klien hypoksia lambat
sampai dengan 5-15 detik)
Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
l) Pemeriksaan neurologi
(1) Pemeriksaan nervus cranialis : umumnya terdapat gangguan nervus
cranialis VII dan XII central.
(2) Pemeriksaan motoric : hampir selalu terjadi kelumpuhan/kelemahan
pada salah satu sisi tubuh.
(3) Pemeriksaan sensorik : dapat terjadi hemihipestesi.
(4) Pemeriksaan reflek : pada fase akut reflek fisiologi sisi yang lumpuh
akan menghilang. Setelah beberapa hari reflek fisiologi akan muncul
kembali didahului dengan reflek patologis.

4. DIAGNOSE KEPERAWATAN
a. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan suplai darah ke
otak terhambat (000201).
b. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan herniasi serebral(00032).
c. Resiko aspirasi berhubungan dengan penurunan kesadaran (00039).
5. INTERVENSI KEPERAWATAN

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


Keperawatan
Resiko
ketidakefektifan NOC : NIC :
perfusi jaringan Intracranial pressure (ICP) monitoring (monitor tekanan
serebral berhubungan a. Circulation status intracranial).
dengan suplai darah ke b. Tissue Prefusion : cerebral
otak terhambat a. Catat respon klien terhadap stimuli.
(00201) Setelah dilakukan tindakan keperawatan
diharapkan perfusi jaringan serebral pasien b. Monitor tekanan intracranial klien dan respon neurologi
Domain : 4 terhadap aktivitas.
Kelas : 4 menjadi efektif dan suplai darah ke otak lancar
dengan Kriteria Hasil: c. Monitor TTV dalam batas normal.
d. Kolaborasi dengan pemberian antibiotic.
1. Mendemontrasikan status sirkulasi yang e. Bersihkan jalan nafas dari secret.
ditandai dengan: f. Pertahankan jalan nafas tetap efektif.
a. Tekanan systole dan dyastol dalam g. Berikan oksigen sesuai dengan intruksi.
rentang yang diharapkan. h. Monitor aliran oksigen, kanul oksigen dan system
b. Tidak ada ortostatik hipertensi. humidifier.
c. Tidak ada tanda-tanda peningkatan i. Kaji tingkat kesadaran dengan GCS.
TIK (tidak lebih dari 15 mmHg). j. Kaji pupil, ukuran, respon terhadap cahaya, gerakan mata.
2. Mendemostrasikan kemampuan kognitif k. Pertahankan kepala tempat tidur 30-45° dengan posisi
yang ditandai dengan: leher tidak menekuk/fleksi.
a. Berkomunikasi dengan jelas dan
sesuai dengan kemampuan.
b. Membuat keputusan dengan benar.
3. Menunjukkan fungsi sensori motori
cranial yang utuh: tingkat kesadaran
membaik, tidak ada gerakan involunter.
2. Ketidakfektifan pola
nafas berhubungan NOC : NIC :
dengan herniasi a. Respiratory status : ventilation. Airway Management
serebral (00032). b. Respiratory status : airway patency. a. Buka jalan nafas, gunakan teknik chin lift atau jaw thrust
Domain : 4 bila perlu.
c. Vital sign status.
Kelas : 4 b. Posisikan klien untuk memaksimalkan ventilasi.
c. Keluarkan secret dengan batuk ataau suction.
Kriteria Hasil:
Definisi : inspirasi atau d. Lakukan fisioterapi dada bila perlu.
ekspirasi yang tidak a. Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara e. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan.
memberi ventilasi nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan f. Monitor respirasi dan status oksigen, oxygen therapy.
adekuat. dispneu (mampu mengeluarkan sputum, g. Pertahankan jalan nafas yang paten.
mampu bernafas dengan mudah). h. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR.
Batasan karakteristik : b. Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien
a. Dispnea. tidak merasa tercekik, irama nafas,
b. Perubahan frekuensi pernafsan dalam rentang normal,
kedalaman tidak ada suara nafas abnormal).
pernafasan. c. Tanda-tanda vital dalam rentang normal
c. Pernafasan cuping (tekanan darah, nadi, pernafasan).
hidung.
d. Pola nafas
..
abnormal (irama,
frekuensi,
kedalaman).

Faktor yang
berhubungan :
a. Disfungsi
neuromuskular.
b. Gangguan
neurologis.
c. Hiperventilasi.
3. Resiko aspirasi
berhubungan dengan NOC : NIC :
penurunan kesadaran. a. Respiratory status: ventilation. Aspiration precaution
(00039). b. Aspiration control. a. Monitor tingkat kesadaran, reflek batuk dan kemampuan
Domain : 11 menelan.
c. Swallowing status.
Kelas : 2 b. Lakukan suction jika diperlukan.
c. Posisi tegak 900 atau sejauh mungkin.
Definisi : resiko Kriteria Hasil : d. Monitor status paru peliharaa jalan nafas.
masuknya sekresi a. Klien dapat bernafas dengan mudah, irama, e. Hindari makan jika residu masih banyak.
gastrointestinal, frekuensi pernafasan normal.
sekresi orofaring, b. Klien mampu menelan, mengunyah tanpa
kotoran/debu, atau terjadi aspirasi dan mampu melakukan oral
cairan kedalam saluran hygine.
trakeobronkial.
c. Jalan nafas paten, mudah bernafas, tidak
Faktor resiko: merasa tercekik dan tidak ada suara nafas
a. Penurunan tingkat abnormal.
kesadaran.
b. Penurunan reflek
muntah.
c. Rahang kaku.
d. Situasi yang
menghambat
elevasi tubuh
bagian atas.
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn E.dkk.2018.Rencana Asuhan Keperawatan & Pedoman Untuk Perencanaan


dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi III.Alih Bahasa: I
Junaidi, Iskandar., 2017. Stroke Waspadai Ancamannya. Yogyakarta : ANDI
Muttaqin, Arif. (2018). Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.
Adib, M.2019.Cara Mudah Memahami dan Menghindari Hipertensi, Jantung dan Stroke. Edisi
I.Yogyakarta:CV.Dianloka.
Batticaca, F.B.2018. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan.Jakarta:Salemba Medika.
Price, S.A &Wilson.L.M.(2016). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6
Vol2.Jakarta:EGC.
Tarwoto, dkk.2018. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Trans Info Media.

Anda mungkin juga menyukai