Anda di halaman 1dari 8

INITIAL ASSESSMENT ( PENILAIAN AWAL)

Abstrak
Initial Assesment adalah pengkajian yang dilakukan pada pasien yang mengalami
cedera dan membutuhkan pelayanan yang segera dan cepat. Tujuan melakukan
penilaian awal aalah untuk mengidentifikasi penyakit pasien dan menghindari
kematian. Pada penilaian awal ini yang dikaji yaitu tingkat kesadaran pasien, dan
pengkajian ABC. Penanganan pasien dalam 2 keadaan yaitu pra rumah sakit dan
fase rumah sakit.

Initial Assessment atau pengkajian awal adalah pengkajian awal pada korban yang
mengalami cedera dan dibutuhkan pelayanan segera untuk mencegah kematian.
Initial assesment juga merupakan proses penilaian yaang cepat dan penanganan
yang tepat untuk menghindari kematian pada pasien yang dilakukan saat
menemukan pasien dengan kondisi gawat darurat. Tujuannya adalah untuk
mencegah semakin parahnya penyakit pasien dan menghindari kematian. Pada
penanganan pasien yang dikaji yaitu tingkat kesadaran (Level Of Consciousness)
dan pengkajian ABC (Airway, Breathing, Circulation) (Wijaya, 2019, pp. 102–
103) .
Menurut (Lumbantoruan and Nazmudin, 2015, p. 126) pengkajian awal inti
adalah :
1. Primary survey, yaitu penanganan ABCDE dan resusitasi, untuk mencari
keadaan yang dapat mengancam nyawa pasien dan melakuan resusitasi
jika diperlukan
2. Secondary survey, yaitu Head To Toe, pemeriksaan mulai dari ujung
kepala sampai kaki
3. Pemasangan alat definitif
Tahapan Penanganan Penderita
Menurut(Lumbantoruan and Nazmudin, 2015, p. 127) Penanganan penderita
berlangsung dalam 2 keadaan berbeda :
1. Pra-rumah sakit (pre-hospital), dimana seluruh kejadian berlangsung
dalam koordinasi dengan dokter dirumah sakit. Prinsip pertama adalah Do
No Further Harm. Petugas yang datang ketempat kejadian kecelakaan dan
mempunyai sertifikasi gawat darurat dan perawatan yang lengkap untuk
menyelamatkan pasien
2. Fase rumah sakit (In-Hospital), dilakukan untuk menerima pasien
sehingga dapat dilakukan resusitasi dalam waktu cepat
Survei Primer (Primary Survey)
Pada penderita luka parah, prioritas terapi diberikan berurutan berdasarkan
penilaian (Lumbantoruan and Nazmudin, 2015, p. 127) :
a. Airway dengan C Spine Control (gangguan Airway adalah penyebab
kematian yang pling cepat)
b. Breathing dan ventilasi
c. Circulation dan kontrol perdarahan
d. Disability : status neurologi, GCS, dan tanda lateralisasi
e. Exposure : Log Rol
f. Foly Catheter
g. Gastric Tube
Adapun penilaian ABCDEFG (Lumbantoruan and Nazmudin, 2015, pp. 127–133)
yaitu :
1. Airway dengan kontrol servikal
Pertama yang harus dinilai adalah kelancaran airway. Ketidaklancaran
airway dapat dinilai dengan 2 cara yaitu :
a. Inspeksi, dilihat dari apakah pasien ada mengeluarkan cairan,
contohnya darah, sputum atau sekret dan lainnya
b. Listen, yang bisa kita dengar yaitu gurgling yang disebabkan karena
cairan, pangkal lidah jatuh kebelakang dapat menimbulkan suara
snoring (ngorok)
Obstruksi pada jalan napas dapat juga disebabkan karena fraktur tulang wajah,
fraktur fraktur mandi bula atau maksila, fraktur laring atau trakea. Dicurigai
fraktur servikal bila ada :
a) Trauma dengan penurunan kesadaran
b) Jejas pada daerah frontal dan servikal
c) Adanya luka karena trauma tumpul di atas klavikula
d) Setiap multitrauma (trauma pada 2 regio atau lebih)
e) Harus waspada terhadap kemungkinan patah tulang belakang bila
bio-mekanik trauma mendukung
Jika ragu-ragu : pasang Collar Neck
2. Breathing dan Ventilasi
Pada penilaian breathing dapat dilakukan dengan 4 hal yaitu :
a. Inspeksi (melihat langsung)
Lihat dada pasien apakah simetris atau tidak. Perhatikan dan hitung
jumlah napas pasien dalam satu menit, sesuaikan denga umur
pasien, lalu simpulkan apa pasien terjadi bradipnea, normal, dan
takipnea, peningkatan JVP, jejas pada daerah dada, dan luka tusuk
b. Auskultasi
Lakukan auskultasi pada pasien, lalu dengarkan apakah bunyi paru
normal (vesikuler) atau adanya bunyi napas tambahan seperti
whezing dan rhonki. Bunyi jantung dinilai untuk mengetahui ada
tidaknya kelainan pada jantung (perikositensi)
c. Palpasi
Dilakukan untuk menilai adanya fraktur di daerah dada (flail chest)
dan krepitasi (udara subkutis)
d. Perkusi
Untuk menilai adanya udara atau darah didalam rongga pleura. Jika
terjadi pneumothoraks, udara harus dikeluarkan dengan
menusukkan jarum di ICS kedua dan harus dipasang WSD.
Hematothoraks akan dipasang WSD, tetapi jika produksi 200
cc/jam rencanakan pasang Torakotomi cito. Jika penilaian sudah
disimpulkan maka pasien harus diberi oksigen simple mask.
3. Circulation dengan Kontrol Perdarahan
Perdarahan merupakan penyebab kematian pascatrauma dan pascabedah
yang dapat diatasi dengan terapi cepat di rumah sakit. Tindakan yang
dapat dilakukan dengan cepat pada sirkulasi adalah balut tekan, penekanan
pada arteri besar (Direc Presuare Point), dan pemasangan bidai dan ganti
cairan yang keluar.
Ada 4 observasi dalam hitungan detik dapat memberikan informasi mengenai
keadaan hemodinamik yaitu :
a) Tingkat kesadaran
b) Warna kulit dan akral
Warna kulit dappat membaantu untuk mendiagnosa hipovalemia. Pasien
trauma kulitnya kehitaman, terutama pada wajah dan ekstremitas jaraang
mengalami hipovolemia. Jika wajah pucat keabu-abuan dan kulit pucat
merupakan tanda hipovolemia. Jika karena hipovolemia maka akan
kehilangan darah minimal 30% volume darah
c) Nadi
Nadi besar seperti arteri femoralis ataau artericarotis harus diperiksa
bilateral untuk kekuatan nadi, kecepatan dan irama. Jika terjadi shock
maka nadinya akan kecil dan cepat. Nadi yang tidak cepat, kuat dan teratur
biasanya merupakan tanda hipovolemia
d) Tekanan darah
Ada 6 titik untuk mengurangi perdarahan yaitu : Arteri temporalis, arteri carotis,
arteri subclavikula, arteri bradialis, arteri femoralis, dan arteri dorsal pedis.
4. Disability ( kesadaran dan kemampuan pasien)
Kemampuan pasien dapat dilihat berdasarkan GCS. Adapun tingkat
kesadaran yaitu : compos mentis, apatis, somnolen, soporo coma, dan
coma. Penilaian pupil sangat penting untuk mengetahui apakah ada
perdarahan dalam otak atau tidak. Dapat dilihat dengan adanya
pembesaran pupil (an isokor) test babinsky apakah positif atau negatif dan
tanda laterasi
5. Exposure
Adalah membuka pakaian pasien dan melakukan pemeriksaan head to toe.
Pemeriksaaan tubuh bagian belakang dapat dilakukan teknik log rol.
Pasien harus diselimuti untuk mencegah terjadinya hipotermi
6. Folly Catheter
Tujuan pemasangan folly caheter adalah untuk mengetahui kebutuhan
cairan pasien. adapun kontraindikasi pemasangan kateter pada pasien
trauma adalaah adanya perdarahan pada Orevisi Umuretra Eksterna (OUE)
dan pembengkakan pada skrotum (laki-laki)
7. Gastric Tube (NGT)
Pasien emergency yang mengalami penurunan kesadaran akibat trauma
dan nontrauma sebaiknya dipasang NGT, khusus yang trauma NGT harus
dipasang untuk mengurangi distensi abdomen, dan pemberian obat dan
nutrisi.
8. Heart Monitoring
Monitor EKG dipasang pada pasien trauma. Re-evaaluasi harus dilakukan
untu memgetahui keberhasilan tindakan yang sudah diberikan seperti
Airway, Breathing, sirkulasi, dan disability
Survei Sekunder
Survei Sekunder merupakan pemeriksaan yang dilakukan seacar lengkap dengan
menggunakan pemeriksaan head to toe (Norfitri, 2019, p. 8). Menurut
(Lumbantoruan and Nazmudin, 2015, pp. 134–136) adalah pemeriksaan yang
dilakukan ujung kepala sampai kaki (Head To Toe Examination), depan dan
belakang serta setiap lubang harus diperiksa (Tube Finger In Every Orifice)
1. Anamnesis
Anamnesis ini akan memberi gambaran mengenai cedera yang mungkin
diderita oleh pasien. anamnesis meliputi :
A : Alergi
M : medikasi/obat-obatan yang dikonsumsi
P : penyakit sebelumnya yang diderita : epilepsi, jantung, DM, dan
hipertensi
L : last meal (terakhir makan jam berapa karena berhubungan dengan
rencana operasi)
E : Events, biomekanik yang mendukung cedera
2. Pemeriksaan Fisik
Meliputi inspeksi, auskultasi, palpasi dan perkusi
a. Kepala
Seluruh kepala diperiksa, kulit kepala dan tengkorak melalui palpasi
dan inspeksi untuk memastikan apakah ada luka & fraktur
b. Wajah
Mata : refleks cahaya, pupil isokor, dan an isokor
Hidung : palpasi kemungkinan ada krepitasi menunjukkan suatu
fraktur zygoma, telinga, dan mandibula
c. Vertebra servikalis dan leher
Periksa adanya deviasi trakea yang menunjukkan tension
pneumothoraks
d. Thoraks
Dilakukan dalam 4 tahap (pada tahapan breathing)
e. Abdomen
Lakukan USG abdomen dan hepar
f. Pelvis
g. Punggung
Pemeriksaan dilakukan dengan teknik log rol (memiringkan pasien
secara bersamaan)
h. Ekstremitas
Pemeriksaan dilakukan dengan look-feel-move, jika ada fraktur
lakukan piksasi, raba denyut nadi daerah distal untuk memastikan
sirkulasi perifer
Pemeriksaan tambahan dapat dilakukan jika normal, seperti USG, CT-SCAN,
Endoskopi, dan lain-lain.
Data Fokus Tambahan
Intervensi yang harus dipertimbangkan setelah penilaian sekunder dan tanda vital
bergantung pada temuan penilaian primer & sekunder (Sheehy, 2018, p. 327)
yaitu :
a. Monitoring dan saturasi oksigen secara berkelanjutan
b. Pemasangan selang gastrik
c. Pemasangan kateter urine
d. Temuan laboratorium yang sesuai
e. Focus Assessment With Sonography for Trauma (FAST)
Re evaluasi penderita dilakukan dengan mencatat, melaporkan setiap perubahan
pada kondisi penderita dan respons terhadap resusitasi. Monitor TTV dan jumlah
produksi urine. Jika merujuk pasien, ia harus dibawa dalam kondisi stabil dan
membawa pemeriksaan penunjang.

DAFTAR PUSTAKA
Lumbantoruan, P. and Nazmudin, T. (2015) BTCLS & DISASTER. 1st edn.
Bogor: YPIKI (Yayasan Pelatihan Ilmu Keperawatan Indonesia).
Norfitri, I. M. H. Z. R. L. P. R. (2019) Caring dan Confort Perawat dalam
Kegawatdaruratan. Yogyakarta: DEEPUBLISH(Grup Penerbitan CV
Budi Utama).
Sheehy (2018) Keperawatan Gawat Darurat dan Bencana. 1st edn. Edited by A.
Kurniati, Y. Trisyani, and M. Theresia, Siwi, Ikaristi. Singapore:
ELSEVIER.
Wijaya, A. saferi (2019) Kegawatdaruratan Dasar. 1st edn. Jakarta: CV Trans
Invo Media.

Anda mungkin juga menyukai