Perkembangan mengenai pembangunan infrastruktur di berbagai negara
sangat bermacam-macam, salah satunya di Indonesia yang seiring berjalannya waktu memiliki pembangunan infrastruktur yang sangat cepat dan terus berkembang kedepannya. Dalam pembangunan infrastruktur ini, khususnya pada proyek tentu memerlukan jasa konstruksi. Jasa konstruksi dibutuhkan guna menunjang pembangunan infrastruktur yang cepat dan tepat. Pembangunan infrastruktur tentu memiliki kendala dan hambatan yang kadang pengerjaan proyek konstruksi menjadi terhambat. Kendala dan hambatan tersebut mengenai kesehatan dan keselamatan kerja. Kesehatan dan keselamatan kerja merupakan persoalan yang perlu diutamakan karena menyangkut pelaksanaan proyek konstruksi. Dalam keselamatan kerja yang sering kali terjadi yaitu mengenai kecelakaan kerja serta pada kesehatan kerja yaitu seringkali mengalami kendala soal gangguan kesehatan. Setiap tahun sering kali kecelakaan terjadi di tempat kerja yang menimbulkan korban jiwa, kerusakan materi, dan gangguan produksi. Dalam Jawat (2017) bahwa data kecelakaan secara nasional pada sektor konstruksi mencapai 31.9 %, industri 31.6 %, transportasi 9.3 %, pertambangan 2.6 %, kehutanan 3.8 %, lain-lain 20 %. Hal ini membuktikan dalam pengerjaan proyek konstruksi dibutuhkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang terintegritas. Penyelenggaraan pekerjaan konstruksi wajib memenuhi ketentuan tentang keteknikkan, keamanan, keselamatan dan kesehatan kerja, perlindungan tenaga kerja, dan lingkungan untuk mewujudkan tertib penyelenggaraan pekerjaan konstruksi. Tahun 2007 tercatat 65.474 kecelakaan yang mengakibatkan 1.451 orang meninggal, 5.326 orang cacat tetap dan 58.697 orang cedera. Data kecelakaan tersebut mencakup seluruh perusahaan yang menjadi anggota jamsostek dengan jumlah peserta sekitar 7 juta orang atau sekitar 10% dari seluruh pekerja di Indonesia. Dengan demikian angka kecelakaan mencapai 930 kejadian untuk setiap 100.000 pekerja setiap tahun. Oleh karena itu jumlah kecelakaan keseluruhannya diperkirakan jauh lebih besar. Bahkan menurut penelitian world economic forum pada tahun 2006, angka kematian akibat kecelakaan di Indonesia mencapai 17-18 untuk setiap 100.000 pekerja. ( Kani, Bobby Rocky et al, 2013) Persoalan semacam ini adalah salah satu yang harus di utamakan oleh perusahan jasa konstruksi, yang tentunya akan menambah biaya pengeluaran anggaran bagi pihak perusahaan. Dalam hal ini tidak semua perusahaan jasa konstruksi memperhatikannya, dan bahkan ada yang belum bersedia mengalokasikan dana untuk kepentingan menanggulangi kecelakaan kerja. Sebagai dampak lingkungan yang terjadi tentunya masyarakat dan pemerintah setempat yang akan menanggungnya. Pelaksanaan proyek konstruksi merupakan rangkaian jenis kegiatan yang melibatkan manajemen perusahaan, tenaga kerja, peralatan teknik, dan bahan konstruksi. Pada skala besar maupun kecil dalam hal pengadaan bahan konstruksi, kecelakaan dan gangguan kesehatan juga dapat terjadi. Apabila hal ini tidak dapat dihindari maka berakibat fatal yaitu akan kehilangan sumber daya tenaga kerja. Kehilangan sumber daya tersebut maka akan merugikan semua pihak yang berkepentingan, pihak tersebut diantaranya: pemilik proyek penyandang dana konsultan penyedia jasa/ kontraktor pihak tenaga kerja Keselamatan dan Kesehatan Kerja bertujuan mencegah, mengurangi, bahkan meminimailkan risiko kecelakaan kerja (zero accident). Penerapan konsep ini tidak boleh dianggap sebagai upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang menghabiskan banyak biaya (cost) perusahaan, melainkan harus dianggap sebagai bentuk investasi jangka panjang yang memberi keuntungan yang berlimpah pada masa yang akan datang. Keselamatan dan kesehatan kerja harus dikelola sebagaimana dengan aspek lainnya dalam perusahaan seperti operasi, produksi, logistik, sumber daya manusia, keuangan dan pemasaran. Aspek tersebut berpengaruh satu sama lain dan akan menunjang kinerja dari pembangunan proyek tersebut. Perkembangan peralatan teknologi yang digunakan dalam proyek konstruksi tentu harus diimbangi dengan skill dan tingkat manajemen resiko yang tinggi, solusi yang paling tepat dengan mengedepankan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja agar aset dan tenaga kerja yang merupakan investasi bagi pengusaha dapat terselamatkan dengan baik. Keselamatan kerja telah menjadi perhatian di kalangan pemerintah dan bisnis konstruksi. Faktor keselamatan kerja menjadi penting karena sangat terkait dengan kinerja karyawan dan pada gilirannya pada kinerja perusahaan. Semakin tersedianya fasilitas keselamatan kerja semakin sedikit kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja. Upaya menghindari dan mengurangi kecelakaan terhadap tenaga kerja di bidang konstruksi, maka perlu diutamakan penerapan peraturan Keselamatan dan Kesehatan Kerja ( K-3 ). Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) menurut Armanda (2006) sebagai suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budayanya menuju masyarakat makmur dan sejahtera. Sedangkan pengertian secara keilmuan adalah suatu ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Selain itu Menurut zuma’mur (1981), keselamatan kerja yaitu : a. Keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan proses pengolahannya, landasan tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaannya. b. Keselamatan kerja adalah dari, oleh, dan untuk setiap tenaga kerja serta orang lain, dan juga masyarakat pada umumnya. c. Sarana utama untuk pencegahan kecelakaan, cacat, dan kematian akibat kecelakaan kerja. Keselamatan kerja yang baik adalah pintu gerbang utama bagi keamanan tenaga kerja. d. Keselamatan kerja menyangkut segenap proses produksi dan distribusi, baik barang, maupun jasa. e. Salah satu aspek penting sasaran keselamatan kerja, mengingat resiko bahayanya adalah penerapan teknologi, terutama teknologi yang lebih maju dan mutakhir. Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) tidak dapat dipisahkan dengan proses produksi baik jasa maupun industri. Perkembangan pembangunan setelah Indonesia merdeka menimbulkan konsekwensi meningkatkan intensitas kerja yang mengakibatkan pula meningkatnya resiko kecelakaan di lingkungan kerja. (Ramli, 2010). Undang-Undang Kesehatan No. 23 Tahun 1992 Bagian 6 Tentang Kesehatan Kerja, pada Pasal 23 berisi: 1) Kesehatan kerja disenggelarakan untuk mewujudkan produktivitas kerja yang optimal. 2) Kesehatan kerja meliputi perlindungan kesehatan kerja, pencegahan penyakit akibat kerja, dan syarat kesehatan kerja. 3) Setiap tempat kerja wajib menyelenggarakan kesehatan kerja. Dalam hal ini, kesehatan kerja proyek konstruksi juga perlu diperhatikan. Spesialisasi dalam kesehatan dan kedokteran beserta prakteknya yang bertujuan agar pekerja memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya baik fisik, mental maupun sosial dengan usaha-usaha preventif dan kuratif terhadap penyakit atau gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh faktor-faktor pekerjaan dan lingkungan kerja serta terhadap penyakit-penyakit umumnya. Hakikat dari kesehatan kerja : a. Sebagai alat untuk mencapai derajat kesehatan tenaga kerja yang setingginya baik; buruh, petani, nelayan, pegawai negri atau pekerja bebas, dengan demikian dimaksudkan untuk kesejahteraan tenaga kerja. b. Sebagai alat untuk meningkatkan produksi yang berdasarkan kepada meningginya efisiensi dan daya dukung produktifitas faktor manusia dalam produksi. Tujuan utama dari kesehatan kerja adalah pencegahan dan pemberantasan penyakit-penyakit dan kecelakaankecelakaan akibat kerja, pemeliharaan dan peningkatan kesehatan dan gizi tenaga kerja, perawatan dan mempertinggi efisiensi dan daya daya produktifitas tenaga manusia, pemberantasan kecelakaan kerja dan melipat gandakan kegairahan serta kenikmatan kerja, perlindungan masyarakat luas demi bahaya-bahaya yang mungkin ditimbulkan oleh produk industri. Disimpulkan tujuan dari kesehatan kerja adalah untuk menciptakan tenaga kerja yang sehat dan produktif. Program keselamatan dan kesehatan kerja pada proyek konstruksi memiliki banyak fungsi, menurut Parker dan Oglesby (1972), secara garisbesar telah mengkategorisasikan hal ini sebagai berikut : a. Faktor kepribadian atau perilaku - Pekerja : latihannya, kebiasaan, kepercayaan, kesan, latar belakang pendidikan dan kebudayaan, sikap sosial serta karakteristik fisik. - Lingkungan pekerjaan : sikap dan kebijaksanaan dari para pengusaha serta manajer, pengawas, penyedia serta kawan sekerja pada proyek. b. Faktor fisik - Kondisi pekerjaan : ditentukan oleh jenis bahaya yang melekat tidak terpisahkan dengan pekerjaan yang sedang dilaksanakan, maupun oleh bahaya terhadap kesehatan kerja yang ditimbulkan oleh metode dan material serta lokasi dari pekerjaan itu. - Penyikiran bahaya mekanis : pemakaian pagar/batas, peralatan serta prosedur untuk melindungi pekerjaan secara fisik terhadap daerah atau situasi yang berbahaya. - Perlindungan : pemakaian dari variabel sedemikianseperti helm (topi pelindung proyek), kaca mata pengaman, penyumbat telinga, tali sabuk tempat duduk serta perangkat lainnya untuk melindungi kesehatan dan keamanan kerja dari individu. Semua faktor ini penting untuk menyusun suatu progam keselamatan kerja seutuhnya. Permasalahan K-3 dalam bidang konstruksi bahwasanya bidang konstruksi merupkan industri yang berbahaya dikarenakan sangatlah penting bagi organisasi yang terlibat dalam bidang konstruksi untuk selalu mengikuti jalannya perkembangan aspek kesehatan kerja serta metode penerapan yang telah teruji secara baik, dalam usaha untuk mengurangi bahaya berupa kecelakaan kerja. Fakta telah memperlihatkan bahwa bidang konstruksi ini memang benar-benar merupakan industri yang berbahaya. Departemen Tenaga Kerja dan Statistik dewan keselamatan kerja Amerika ( National Safety Council ) menunjukkan bahwa walaupun para pekerja bidang konstruksi hanya meliputi sekitar 6% dari jumlah tenaga kerja keseluruhannya. Masalah keselamatan dan kesehatan kerja juga sama-sama merupakan bagiaan dari upaya perencanaan dan pengendalian proyek, sebagai hal hanya meliputi : biaya, perencanaan, pengadaan, serta kualitas. Hal semacam itu memang mempunyai saling keterkaitan yang sangat erat. (Wijono, 1999). Terkait dengan penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K-3) memiliki pengaruh yang sangat baik, penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K-3) yang mencapai tingkat secara baik akan dapat mencegah terjadinya kecelakaan kerja dalam segala bentuknya. Di samping mencegah adanya korban manusia juga termasuk upaya meniadakan sekaligus mengurangi kerugian harta benda; gangguan pengembangan potensi ekonomi, ketidakteraturan proses kegiatan konstruksi. Kelancaran pelaksanaan proyek konstruksi di lapangan tidak selalu menitikberatkan pada progam Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Namun demikian, rangkaian kegiatan proyek yang sedang dilaksanakan dapat berhasil dikarenakan adanya pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja secara baik oleh semua pihak pelaksana proyek konstruksi. Mentaati penerapan program K-3 secara baik dapat menekan pengeluaran biaya proyek yang besar. Sebaliknya, tidak menerapkan progam K-3 akan menambah pengeluaran yang cukup besar jika terjadi kecelakaan kerja dibandingkan dengan biaya pencegahan yang relatif kecil. DAFTAR PUSTAKA Armanda D, Penerapan SMK3 Bidang Konstruksi Medan, Jakarta Jawat, I Waya. 2017. Pengendalian Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pada Proyek Pembangunan Hotel. PADURAKSA, Volume 6 Nomor 1, Juni 2017. Kany, Bobby Rocky., R.J.M Mandagi., J.P Rantung., dan G.Y Malingkas. 2013. Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pada Pelaksanaan Proyek Konstruksi ( Studi Kasus: Proyek PT. TRAKINDO UTAMA). Jurnal Sipil Statik Vol.1 No.6, Mei 2013 (430-433) ISSN: 2337-6732 Parker, Oglesby, 1972, Methods Improvement for Contruction Man ager, Mc Graw, Hill Book Commpany, New York. Ramli, S. 2010. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, OHSAS 18001, Penerbit Dian Rakyat, Jakarta Suma’mur .P.K. Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan. PT. Gunung Agung, Jakarta : 1981 Wijono, Djoko, Manajemen Mutu Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Universitas Airlangga Press, Surabaya, 1999.