Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN

HIDROLOGI

BAB III
KAJIAN PUSTAKA

III.1. HIDROLOGI
III.1.1.Definisi Umum Hidrologi
Hidrologi adalah ilmu yang mempelajari tentang air, baik mengenai terjadinya, peredaran dan
penyebarannya hingga sifat-sifatnya serta hubungan dengan lingkungannya terutama dengan makhluk
hidup. Penerapan ilmu Hidrologi dapat dijumpai dalam beberapa kegiatan ilmu sipil seperti
perencanaan dan operasi bangunan air seperti Perencanaan Teknis Prasarana Pengendali Lahar
Gunung Agung di Kab. Karangasem ini misalnya.

III.1.2.Siklus Hidrologi

Salah satu bentuk presipitasi yang terpenting di Indonesia adalah hujan (rainfall). Air laut yang
menguap karena adanya radiasi matahari dan awan yang terjadi oleh uap air, bergerak di atas daratan
akibat adanya gerakan angina. Presipitasi yang terjadi karena adanya tabrakan antara butir-butir uap air
akibat desakan angina, dapat berbentuk hujan atau salju yang jatuh ke tanah yang berbentuk limpasan
(run-off) yang mengalir kembali ke laut. Curah hujan yang jatuh di atas permukaan daerah aliran
sungai, selalu mengikuti proses yang disebut dengan Siklus Hidrologi (Soemarto, 1987).

III.2. ANALISIS HIDROLOGI

Analisis hidrologi merupakan bidang yang sangat rumit dan kompleks. Hal ini dikarenakan oleh
ketidakpastian siklus hidrologi itu sendiri, rekaman data dan kualitas data. Karena hujan adalah
kejadian yang tidak dapat diprediksi secara pasti seberapa besar curah hujan yang akan terjadi pada
suatu periode waktu, maka diperlukan analisis hidrologi (Bambang Triatmojo, 1998).

III.2.1.Hujan Rencana

Dalam analisis hujan-aliran untuk memperkirakan debit banjir rencana diperlukan masukan hujan
rencana ke dalam suatu sistem DAS. Pada perencanaan bangunan air misalnya, analisis penelusuran
banjir (flood routing) di sungai diperlukan hidrograf banjir rencana dengan periode ulang tertentu.
Hidrograf banjir dapat diperoleh dengan menggunakan metode hidrograf satuan dan data masukan
yang diperoleh adalah Hietograf Hujan Rencana.
Pencatatan hujan biasanya dalam bentuk hujan harian, jam-jaman bahkan menitan. Pencatatan
dilakukan dengan interval waktu pendek supaya distribusi hujan selama terjadinya hujan dapat
diketahui. Distribusi hujan yang terjadi digunakan sebagai masukan untuk mendapatkan hidrograf

PT. PERSADA ARTA DEWATA


III-20
1
LAPORAN
HIDROLOGI

aliran. Dalam analisis hidrograf banjir rencana dengan memasukkan hujan rencana dengan periode
ulang tertentu yang diperoleh dari analisis frekuensi, tapi biasanya parameter hujan seperti durasi dan
pola distribusi tidak diketahui, padahal parameter tersebut dangat diperlukan (Bambang Triatmojo,
1998).
 Data Hujan
Beberapa dari hasil presipitasi, hujan lah yang paling bias diukur dari hasil pengukuran.
Karena menurut pakar-pakar hidrologi, dari beberapa hasil presipitasi tersebut yakni produk
dari awan yang turun sebagai air hujan dan hanya seperempatnya yang kembali ke laut
melalui limpasan langsung (direct run-off) atau melalui aliran air tanah (ground water flow).
Jumlah hujan yang terjadi dalam suatu DAS adalah besaran yang sangat penting dalam
sistem DAS tersebut karena hujan menjadi masukan yang utama ke dalam suatu DAS.
Walaupun kita bisa mengukur secara langsung dengan menampung air hujan yang jatuh di
suatu daerah hanya dapat diukur di beberapa titik yang telah ditetapkan. Oleh karena itu,
pengukurannya harus dilakukan seteliti mungkin.
Dalam menganalisisnya, pada umumnya tidak hanya data hujan kumulatif harian saja yang
diperlukan, tapi juga diperlukan data hujan jam-jaman bahkan menitan. Dan demi
mendapatkan data-data atau perkiraan besaran hujan yang baik terjadi dalam suatu DAS
tersebut, maka diperlukan beberapa stasiun hujan.
Data-data hujan yang telah dikumpulkan oleh stasiun-stasiun hujan haruslah merupakan data
yang mendukung kesalahan yang sekecil mungkin, supaya hasil analisis nantinya tidak
diragukan sebagai acuan dalam perencanaan bahkan perancangan.
 Uji Konsistensi
Satu seri data hujan untuk satu stasiun tertentu, dimungkinkan sifatnya tidak konsisten
(Inconsistence). Data semacam ini tidak dapat langsung di analisis, karena sebenarnya data
didalamnya berasal dari populasi data yang berbeda. Tidak konsistensinya data seperti ini
dapat saja terjadi karena alat ukur yang diganti atau dipindahkan dari tempatnya, atau situasi
lokasi penempatan alat ukur mengalami perubahan.
Metode yang digunakanuntukpengujian data adalahmetode RAPS (Rescaled Adjusted partial
Sums) yaitu pengujian dengan menggunakan data hujan tahunan rata-rata dari stasiun yang
sudah ditetapkan dengan melakukan pengujian kumulatif penyimpangan kuadrat terhadap
nilai reratanya. Persamaannya adalah sebagai berikut: (Sri Harto,1993)

So*= 0.............................................................................................................................(2.1)
k

Sk*= 0 ∑ i=1 ( Y I −Y )2
, dengan k = 1,…, n ..............................................................(2.2)

PT. PERSADA ARTA DEWATA


III-20
2
LAPORAN
HIDROLOGI
2
2
Dy =
∑ (Yi−Y )
n ....................................................................................................(2.3)

Sk**= Sk*/Dy, dengan k = 0,1,…,n................................................................................(2.4)

Nilai Statistik Q Q = max |Sk**| , dimana 0 ≤ k ≤ n........................................(2.5)

Nilai Statistik R (Range)

R = Sk** max - Sk** min, dimana 0 ≤ k ≤ n...................................................................(2.6)

III.2.2.Penentuan Hujan Kawasan

Stasiun penakar hujan hanya memberikan kedalaman hujan di titik mana stasiun tersebut
berada, sehingga hujan pada suatu luasan harus diperkirakan dari titik pengukuran tersebut. Apabila
pada suatu daerah terdapat lebih dari satu stasiun pengukur yang ditempatkan secara terpencar, hujan
yang tercatat di masing-masing stasiun tidak sama.
Dalam analisis hidrologi sering diperlukan untuk menentukan hujan rerata pada daerah tersebut,
yang dapat dilakukan dengan tiga metode berikut yaitu:

1. Metode Rerata Aritmatik (Aljabar).

Gambar 3. 1 Pengukuran Tinggi Curah Hujan Metode Aljabar

Metode ini adalah yang paling sederhana untuk menghitung hujan rerata pada suatu daerah.
Pengukuran yang dilakukan di beberapa stasiun dalam waktu yang bersamaan dijumlahkan dan
kemudian dibagi dengan jumlah stasiun. Stasiun hujan yang digunakan dalam hitungan biasanya
adalah yang berada di dalam DAS, tetapi stasiun di luar DAS yang masih berdekatan juga masih
bisa diperhitungkan.
Metode rerata aljabar memberikan hasil yang baik apabila:
- Stasiun tersebar secara merata di DAS.
- Distribusi hujan relative merata pada seluruh DAS.

PT. PERSADA ARTA DEWATA


III-20
3
LAPORAN
HIDROLOGI

Hujan rerata pada seluruh DAS diberikan oleh bentuk berikut :


1 + p2 + p3 +….pn
P= ........................................................................................................................................(2.7)
p+…..+pnn
Dengan:
P = hujan rerata kawasan
P1, p2,…,pn = hujan pada stasiun 1,2,3,…,n
n = jumlah stasiun
2. Metode Thiessen

Gambar 3. 2 Pengukuran Tinggi Curah Hujan Metode Poligon Thiesen

Metode ini memperhitungkan bobot dari masing-masing stasiun yang mewakili luasan di sekitarnya.
Pada suatu luasan di dalam DAS dianggap bahwa hujan adalah sama dengan yang terjadi pada stasiun
terdekat, sehingga hujan yang tercatat pada suatu stasiun mewakili luasan tersebut. Metode ini
digunakan apabila penyebaran stasiun hujan di daerah yang ditinjau tidak merata. Hitungan curah hujan
rerata dilakukan dengan memperhitungkan daerah pengaruh dari setiap stasiun.
Pembentukan poligon Thiessen adalah sebagai berikut ini:
a. Stasiun-stasiun hujan digambarkan pada peta DAS yang ditinjau, termasuk stasiun hujan di luar
DAS yang berdekatan, seperti ditunjukkan dalam Gambar 2.2
b. Stasiun-stasiun tersebut dihubungkan dengan garis lurus (garis terputus) sehingga membentuk
segitiga-segitiga, yang sebaiknya mempunyai sisi dengan panjang yang kira-kira sama.
c. Dibuat garis berat pada sisi-sisi segitiga seperti ditunjukkan dengan garis penuh pada Gambar
2.2
d. Garis-garis berat tersebut membentuk poligon yang mengelilingi tiap stasiun. Tiap stasiun
mewakili luasan yang dibentuk oleh poligon. Untuk stasiun yang berada di dekat batas DAS,
garis batas DAS membentuk batas tertutup dari poligon.
e. Luas tiap poligon diukur dan kemudian dikalikan dengan kedalaman hujan di stasiun yang berada
di dalam poligon.

PT. PERSADA ARTA DEWATA


III-20
4
LAPORAN
HIDROLOGI

f. Jumlah dari hitungan pada butir e untuk semua stasiun dibagi dengan luas daerah yang ditinjau
menghasilkan hujan rerata daerah tersebut, yang dalam bentuk matematik mempunyai bentuk
berikut ini.
Perhitungan polygon Thiessen adalah sebagai berikut :

A1P1+A2P2…….+AnPn
........................................................................................................................................(2.8)
P=
A1+A2….+An

Dengan:
p = Hujan rerata kawasan
p1,p2….pn = Hujan pada stasiun 1,2,3,..n
A1,A2,…An = Luas daerah stasiun 1,2,3..n
Metode Poligon Thiessen ini banyak digunakan untuk menghitung rerata kawasan. Poligon Thiessen
adalah tetap untuk suatu jaringan stasiun hujan tertentu. Apabila terdapat perubahan jaringan
stasiun hujan, seperti pemindahan atau penambahan stasiun, maka harus dibuat lagi Poligon
Thiessen yang baru.
3. Metode Isohiet
Isohiet adalah garis yang menghubungkan titik-titik dengan kedalaman hujan yang sama. Pada
metode Isohiet, dianggap bahwa hujan pada suatu daerah diantara dua garis Isohiet adalah merata
dan sama dengan nilai rerata dari kedua garis isohiet tersebut.
Pembuatan garis Isohiet dilakukan dengan prosedur berikut ini (Gambar 2.3):
a. Lokasi stasiun hujan dan kedalaman hujan digambarkan pada peta daerah yang ditinjau.
b. Dari nilai kedalaman hujan di stasiun yang berdampingan dibuat interpolasi dengan
pertambahan nilai yang ditetapkan.
c. Dibuat kurva yang menghubungkan titik-titik interpolasi yang mempunyai kedalaman hujan yang
sama. Ketelitian tergantung pada pembuatan garis Isohiet dan intervalnya.
d. Diukur luas daerah antara dua isohiet yang berurutan dan kemudian dikalikan dengan nilai
rerata dari nilai kedua garis isohiet.
e. Jumlah dari hitungan pada butir d untuk seluruh garis Isohiet dibagi dengan luas daerah yang
ditinjau menghasilkan kedalaman hujan rerata daerah tersebut.

Secara matematis hujan rerata tersebut dapatditulis :

I1 + I2 I2 + I3 In + I(n+1)
A +A + …..…+ + A
2 2 n 2
P= 1 (
A1 + A2 + …….+An
Atau 2

PT. PERSADA ARTA DEWATA


III-20
5
LAPORAN
HIDROLOGI
n
Ii+ I ( i+1 )
∑ A1 2
p= i−1 n .............................................................................................. (2.10)
∑ Ai
i=1

Dengan:
p = hujan rerata kawasan
I1, I2 ,…., In = garis isohiet ke 1,2,3,…n, n+1
A1, A2,…,A3 = luas daerah yang dibatasi oleh garis isohietke 1 dan 2, 2 dan 3,…, n dan
n+1

Gambar 3. 3 Pengukuran Tinggi Curah Hujan Metode Isohiet

III.2.3.Penentuan Analisis Frekuensi

Penentuan jenis distribusi frekuensi digunakan untuk mengetahui suatu rangkaian data cocok
untuk suatu sebaran tertentu dan tidak cocok untuk sebaran lain. Untuk mengetahui kecocokan
terhadap suatu jenis sebaran tertentu, perlu dikaji terlebih dahulu ketentuan-ketentuan yang ada, yaitu
meliputi:

1. Menghitung parameter-parameter statistik Cs dan Ck.


(untuk menentukan macam analisis frekuensi yang dipakai).

PT. PERSADA ARTA DEWATA


III-20
6
LAPORAN
HIDROLOGI

2. Koefisien kepencengan / skewness (Cs) dihitung menggunakan persamaan:

3
n . ∑ ( X− X́ )
Cs= ..................................................................................................(2.11)
( n−1 ) ( n−2 ) S 3

3. Koefisien kepuncakan / curtosis (Ck) dihitung menggunakan persamaan:

4
n2 . ∑ ( X− X́ )
Ck= ......................................................................................(2.12)
( n−1 )( n−2 ) (n−3) S4

4. Koefisien Variansi (Cv)

S
Cv= ........................................................................................................................(2.13)

Dimana:
n = jumlah data
X́ = rata-rata data hujan (mm)
S = simpangan baku (standar deviasi)
X = data hujan (mm)

Tabel 3. 1 Persyaratan Pemilihan Jenis Distribusi / Sebaran Frekuensi

No Sebaran Syarat
1. Normal Cs = 0
2. Log Normal Cs = 3 Cv
3. Gumbel Cs = 1,1396
Ck = 5,4002
4. Bila tidak ada yang memenuhi syarat digunakan sebaran Log Person
Type III
Sumber : Sri Harto, 1993
Dalam statistik dikenal beberapa jenis distribusi frekuensi dan yang banyak digunakan dalam
hidrologi yaitu Distribusi Normal, Log Normal, Log Person Tipe III dan Gumbel.
1. Distribusi Normal
Distribusi Normal / kurva normal juga disebut dengan Distribusi Gauss. Fungsi densitas peluang
normal (PDF = probability density function) yang paling dikenal adalah bentuk bell dan dikenal
sebagai distribusi normal. PDF distribusi normal dapat dituliskan dalam bentuk rata-rata dan
simpangan bakunya sebagai berikut:

1 −(x−μ)2
P( X )=
σ √2 π
exp
2 σ2 [ ]
−∞ ≤ x ≤ ∞............................................................(2.14)

Keterangan:

PT. PERSADA ARTA DEWATA


III-20
7
LAPORAN
HIDROLOGI

P(X) = fungsi densitas peluang normal (ordinat kurva normal)


X = variable acak kontinu
µ = rata-rata nilai X
σ = simpangan baku dari nilai X
Analisis kurva normal cukup menggunakan parameter statistic σ dan μ. Bentuk kurvanya simetris
terhadap X = μ, dan grafiknya selalu di atas sumbu datar X, serta mendekati (berasimtut) sumbu
datar X dan dimulai dari X= μ+3σ dan X= μ-3σ. Nilai mean = median = modus. Nilai mempunyai
batas: -<X<+
2. Distribusi Log-Normal
Jika variabel Y= logX terdistribusi secara normal, maka X dikatakan mengikuti distribusi Log Normal.
PDF (probability density function) untuk distribusi Log Normal dapat dituliskan dalam bentuk rata-
rata dan simpangan bakunya, sebagai berikut:

1 −(Y −μy )2
P( X )=
Xσ √ 2 π
exp
[ 2 σy2 ]
X>0...................................................................(2.15)

Keterangan:
P (X) = Peluang Log Normal
X = nilai variat pengamatan
µy = nilai rata-rata populasi y
σy = deviasi standar nilai variat Y
Apabila nilai P(X) digambarkan pada kertas, maka peluang logaritmik akan merupakan persamaan
garis lurus, sehingga dapat dinyatakan sebagai model matematik dengan persamaan:
YT = µ + KTσ................................................................................................................(2.16)

Yang dapat didekati dengan :


YT = Y + KTS...............................................................................................................(2.17)

YT −Y
KT = ..............................................................................................................(2.18)
S

Keterangan :
YT = perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dengan periode ulang T-tahunan
Y = nilai rata-rata hitung variat
S = deviasi standar nilai variat
KT = faktor frekuensi, merupakan fungsi dari peluang atau periode ulang dan tipe model
matematik distribusi peluang yang digunakan untuk analisis peluang.

PT. PERSADA ARTA DEWATA


III-20
8
LAPORAN
HIDROLOGI

3. Distribusi Log Person Tipe III


Salah satu distribusi dari serangkaian distribusi yang dikembangkan Person yang menjadi perhatian
ahli sumberdaya air adalah Log-Person Tipe III (LP.III). pada Log-Person Tipe III, parameter statistik
yang diperlukan pada distribusi ini adalah harga rata-rata, standar deviasi dan koefisien
kepencengan.
Untuk menghitung banjir rencana dalam praktek, The Hydrology Comitte of the Water Resources
CounciUSA, menganjurkan pertama kali mentransformasi data ke nilai-nilai logaritmanya, kemudian
menghitung parameter-parameter statistiknya.
Secara garis besar langkah-langkahnya adalah sebagai berikut (Soemarto,1995):
1. Ubahlah data banjir tahunan sebanyak n buah tersebut ke dalam harga logaritmanya (X 1,X2,.....Xn
menjadi log X1, log X2,.....log Xn)
2. Hitung harga rata-ratanya menggunakan rumus:

∑ log Xi ......................................................................................................(2.19)
log X = i=1
n

3. Hitung harga simpangan bakunya menggunakan rumus:


n 1 /2

[ ∑ ( log Xi−logX )
S = i=1
n−1
2

] ......................................................................................(2.20)

4. Hitung koefisien kepencengannya menggunakan rumus:


n
G=n ∑ ¿ ¿¿ ¿............................................................................................................(2.21)
i=1

5. Hitung logaritma hujan atau banjir dengan periode ulang T menggunakan rumus:
Log XT = log X + K.S...................................................................................................(2.22)

Dimana:
XT = curah hujan dengan periode ulang tahun
Log X = rata-rata log curah hujan harian maksimum
G = faktor penyimpangan, seperti tabel 2.2
CS = koefisien penyimpangan
S = simpangan baku
4. Distribusi Gumbel
Gumbel menggunakan harga ekstrim untuk menunjukkan bahwa dalam deret harga-harga ekstrim
X1,X2,X3,.....Xn mempunyai fungsi distribusi eksponensial ganda.

Xt = X + S * K..............................................................................................................(2.23)

PT. PERSADA ARTA DEWATA


III-20
9
LAPORAN
HIDROLOGI

Yt −Yn
K= ................................................................................................................(2.24)
Sn

Dimana :
X = harga rata-rata sampel
S = standardeviasi (simpangan baku) sampel
Yt = reduced variate sebagai fungsi periode ulang “T” tahun.
Tr −1
Yt =−ln −ln { Tr }
................................................................................................(2.25)

Dimana :
Sn = reduced standart deviation yang tergantung dari jumlah data
Yn = reduced mean yang juga tergantung dari jumlah data

III.2.4.Pengeplotan Data

Pengeplotan data merupakan nilai probabilitas yang dimiliki oleh masing-masing data yang
diplot. Banyak metode yang telah dikembangkan untuk menentukan posisi pengeplotan yang
sebagian besar dibuat secara empiris. Untuk keperluan penentuan posisi ini, data hidrologi data
hujan dan banjir) yang telah ditabelkan diurutkan dari besar ke kecil (berdasarkan peringkat m),
dimulai dengan m=1 untuk data dengan nilai tertinggi dan m=n (n adalah jumlah data) untuk data
dengan nilai terkecil. Periode ulang Tr dapat dihitung dengan persamaan Weibull, yaitu:

m
Tr= ....................................................................................................................(2.26)
n−1
Dengan:
m = nomor urut (peringkat) data setelah diurutkan dari besar ke kecil
n = banyak data atau jumlah kejadian (event)

III.2.5.Uji Distribusi Frekuensi

Diperlukan penguji parameter untuk menguji kecocokan distribusi frekuensi sampel data terhadap
distribusi peluang yang diperkirakan dapat menggambarkan atau mewakili distribusi frekuensi tersebut.
Pengujian parameter yang sering dipakai adalah Chi-Kuadrat dan Smirnov-Kolmogorov.

PT. PERSADA ARTA DEWATA


III-20
10
LAPORAN
HIDROLOGI

III.2.6.Uji Chi-Kuadrat

Uji Chi-Kuadrat dimaksudkan untuk menentukan apakah persamaan distribusi yang telah dipilih
mewakili distribusi statistik sampel data yang dianalisis. Pengambilan keputusan uji ini menggunakan
parameter X2, yang dapat dihitung dengan rumus berikut:
G
(Oi−Ei)2
X h =∑
2 ....................................................................................................(2.27)
i=1 Ei

Dengan :
Xh2 = parameter chi-kuadrat terhitung
G = jumlah sub kelompok
Oi = jumlah nilai pengamatan pada sub kelompok i
Ei = jumlah nilai teoritis pada sub kelompok i
Jumlah kelas distribusi dihitung dengan persamaan Sturges:

K= 1 + 3,332 log n

Dengan :

K = jumlah kelas
n = jumlah data
Derajat bebas (number of degrees of freedom)

V=K–h–1
Dimana :

h = jumlah parameter = 2
Interprestasi hasil uji adalah sebagai berikut:

a) Apabila peluang lebih dari 5%, maka persmaan distribusi yang digunakan dapat diterima.
b) Apabila peluang kurang dari 1%, maka persamaan distribusi yang digunakan tidak dapat
diterima.
c) Apabila peluang berada diantara 1-5%, maka tidak mungkin mengambil keputusan, misal perlu
tambahan data.

Tabel 3. 2 Harga Chi-Square (X2) untuk Chi-Square Test

Degrees of
Probability of a Deviation Greater then X^2
Freedom
  0.2 0.1 0.05 0.01 0.001
1 1.642 2.706 3.841 6.635 10.827
2 3.129 4.605 5.991 9.21 13.8153

PT. PERSADA ARTA DEWATA


III-20
11
LAPORAN
HIDROLOGI

3 4.642 6.251 7.815 11.345 16.268


4 5.989 7.779 9.488 13.277 18.465
5 7.274 9.212 11.04 15.045 20.507
6 8.558 10.645 12.592 16.812 22.548
7 9.803 12.017 14.047 18.475 24.322
8 11.03 13.362 15.507 20.09 26.125
9 12.242 14.684 16.919 21.666 27.877
10 13.442 15.987 18.307 23.209 29.588
11 14.631 12.275 19.675 24.725 31.264
12 15.812 18.546 21.026 26.217 32.909
13 16.985 19.812 22.362 27.688 34.528
14 18.151 21.064 23.685 29.141 36.123
15 19.311 22.307 24.996 30.548 37.697
16 20.465 23.542 26.296 32 39.252
17 21.615 24.769 27.587 33.469 40.79
18 22.76 25.98 28.869 34.805 42.312
19 23.9 27.204 30.144 36.191 43.82
20 25.038 28.412 31.41 37.566 45.315
Sumber: Shasin, 1976

III.2.7.Uji Smirnov-Kolmogorov

Uji kecocokan Smirnov-Kolmogorov sering disebut juga uji kecocokan non-parametik, karena
pengujiannya tidak menggunakan fungsi distribusi tertentu. Prosedur pelaksanaannya adalah sebagai
berikut:
1. Urutkan data (dari besar ke kecil atau sebaliknya) dan tentukan besarnya peluang dari masing-
masing data tersebut.
X1 = P (X1)
X2 = P (X2)
X3 = P (X3), dan seterusnya.
2. Urutkan nilai masing-masing peluang teoritis dari hasil penggambaran data (persamaan
distribusinya).
X1 = P’ (X1)
X2 = P’ (X2)
X3 = p’ (X3), dan seterusnya.
3. Dari kedua nilai peluang tersebut, tentukan selisih terbesarnya antar peluang pengamatan dengan
peluang teoritis.
D maksimum = (P (Xn) – P’ (Xn)......................................................................................(2.28)
4. Berdasarkan tabel nilai kritis (Smirnov-Kolmogorov) tentukan harga Do dari tabel kala ulang.

PT. PERSADA ARTA DEWATA


III-20
12
LAPORAN
HIDROLOGI

Tabel 3. 3 Nilai Kritis Do untuk Uji Smirnov-Kolmogorov

Derajat Kepercayaan, α
N
0.2 0.1 0.05 0.01
5 0.45 0.51 0.56 0.67
10 0.32 0.37 0.41 0.19
15 0.27 0.3 0.34 0.4
20 0.23 0.26 0.29 0.36
25 0.21 0.24 0.27 0.32
30 0.19 0.22 0.24 1.29
35 0.18 0.2 0.23 0.27
40 0.17 0.19 0.21 0.25
45 0.16 0.18 0.2 0.24
50 0.15 0.17 0.19 0.23
1.07 1,22 1,36 1,63
N > 50        
N 0,5 N 0,5 N 0,5 N 0,5
Sumber : Suripin, 2004

III.3. ANALISA DEBIT BANJIR RANCANGAN


III.3.1.Distribusi Hujan Jam-jaman
Untuk mentransformasi curah hujan rancangan menjadi debit banjir rancangan diperlukan curah
hujan jam - jaman. Pada umumnya data hujan yang tersedia pada suatu stasiun meteorologi adalah
data hujan harian, artinya data yang tercatat secara kumulatif selama 24 jam.
Distribusi curah hujan ditetapkan dengan pengamatan terhadap data pencatatan hujan pada
stasiun yang berpengaruh pada DAS. Bila tidak ada maka bisa menirukan perilaku hujan jam-jaman
yang mirip dengan daerah setempat pada lintang yang sama. Distribusi tersebut diperoleh dengan
pengelompokan tinggi hujan ke dalam range dengan tinggi tertentu. Dari data yang telah disusun dalam
range tinggi hujan tersebut dipilih distribusi tinggi hujan dengan berdasar hasil analisa frekuensi dan
frekuensi kemunculan tertinggi pada distribusi hujan jam-jaman tertentu. Selanjutnya prosentase hujan
tiap jam diperoleh dengan membandingkan tinggi di tiap jam terhadap tinggi total hujan pada distribusi
hujan yang ditetapkan.
Tabel 3. 4 Distribusi Curah Hujan Jam-Jaman

Jam ke- Sebaran Nisbah


(T) (R24) %
0
1 0.550 55.0321
2 0.347 14.3040
3 0.265 10.0339
4 0.218 7.9880
5 0.188 6.7456
6 0.167 5.8964

PT. PERSADA ARTA DEWATA


III-20
13
LAPORAN
HIDROLOGI

III.3.2.Koefisien Pengaliran
Koefisien pengaliran adalah suatu variabel yang didasarkan pada kondisi daerah pengaliran dan
karakteristik hujan yang jatuh di daerah tersebut.
Adapun kondisi dan karakteristik yang dimaksud adalah :
1. Keadaan hujan
2. Luas dan bentuk daerah aliran
3. Kemiringan daerah aliran dan kemiringan dasar sungai
4. Daya infiltrasi dan perkolasi tanah
5. Kebasahan tanah
6. Suhu udara dan angin serta evaporasi dan
7. Tata guna tanah
Koefisien pengaliran yang disajikan pada tabel berikut, didasarkan dengan suatu pertimbangan
bahwa koefisien tersebut sangat tergantung pada faktor - faktor fisik.

Tabel 3. 5 Angka Koefisien Pengaliran

KOEFISIEN
KONDISI DAS
PENGALIRAN (C)
Pegunungan Curam 0,75 – 0,90

Pegunungan Tersier 0,70 – 0,80

Tanah berelief berat dan berhutan kayu 0,50 – 0,75

Dataran pertanian 0,45 – 0,60

Dataran sawah irigasi 0,70 – 0,80

Sungai di pegunungan 0,75 – 0,85

Sungai di dataran rendah 0,45 – 0,75

Sungai besar yang sebagian alirannya berada di


0,50 – 0,75
dataran rendah
Sumber : Suyono Sosrodarsono (1980)
Kemudian Dr. Kawakami menyusun sebuah rumus yang mengemukakan bahwa untuk sungai-
sungai tertentu koefisien itu tidak tetap, tetapi berbeda-beda tergantung curah hujan.

f = 1  R’ / Rt = 1 – f 1

dimana :

PT. PERSADA ARTA DEWATA


III-20
14
LAPORAN
HIDROLOGI

f = koefisien pengaliran

f1 = laju kehilangan = t / Rs

Rt = jumlah curah hujan (mm)

R’ = kehilangan curah hujan

t, s = tetapan

Berdasarkan jabaran rumus tersebut diatas, maka tetapan nilai koefisien pengaliran, seperti
terlihat pada tabel berikut :

Tabel 3. 6 Rumus Koefisien Pengaliran Berdasarkan Kondisi Curah Hujan

No. Daerah Kondisi Sungai Curah Hujan Rumus Koef.


Pengaliran
1 Hulu f = 1 - 15.7/Rt 3/4

2 Tengah Sungai biasa f = 1 - 5.65/ Rt 3/4

Sungai di Zone Rt 200 mm f = 1 - 7.2/ Rt 3/4


3 Tengah
Lava

4 Tengah Rt  200 mm f = 1 - 3.14/ Rt 3/4

5 Hilir f = 1 - 6.6/ Rt 3/4

III.3.3.Hujan Netto

Hujan netto adalah hujan total yang menghasilkan limpasan langsung ( direct run - off). Limpasan
langsung ini terdiri atas limpasan permukaan (surface run - off) dan interflow (air yang masuk kedalam
lapisan tipis di bawah permukaan tanah dengan permeabilitas rendah, yang keluar lagi di tempat yang
lebih rendah dan berubah menjadi limpasan permukaan).
Dengan menganggap bahwa proses transformasi hujan menjadi limpasan langsung mengikuti
proses linier dan tidak berubah oleh waktu, maka hujan netto (Rn) dapat dinyatakan sebagai berikut :

Rn = C x R
dimana :
Rn = Hujan netto
C = Koefisien limpasan
R = Intensitas curah hujan

PT. PERSADA ARTA DEWATA


III-20
15
LAPORAN
HIDROLOGI

III.4. ANALISA DEBIT BANJIR DENGAN HIDROGRAF

Hidrograf dapat digambarkan sebagai penyajian grafis antara salah satu unsur aliran dengan
waktu (Sri Harto, 1993). Sedangkan hidrograf limpasan didefinisikan sebagai grafik yang kontinyu yang
menunjukkan sifat-sifat dari aliran sungai berkaitan dengan waktu. Normalnya diperoleh dari garis
pencatatan kontinyu yang mengindikasikan debit dengan waktu (Viessman et al. 1989).
Hidrograf memberikan gambaran mengenai berbagai kondisi (karakteristik) yang ada di DAS
secara bersama-sama, sehingga apabila karakteristik DAS berubah maka akan menyebabkan
perubahan bentuk hidrograf (Sosrodarsono & Takeda, 1983). Hidrograf juga menunjukkan tanggapan
menyeluruh DAS terhadap masukkan tertentu. Sesuai dengan sifat dan perilaku DAS yang
bersangkutan, hidrograf aliran selalu berubah sesuai dengan besaran dan waktu terjadi masukkan (Sri
Harto, 1993).
Linsley et al.(1982) menyatakan terdapat 3 (tiga) konponen penyusun hidrograf, yaitu:
1. Aliran di atas tanah (oveland flow / surface runoff).
Merupakan air yang dalam perjalanannya menuju saluran melalui permukaan tanah.
2. Aliran bawah permukaan (interflow / subsurface storm flow)
Merupakan sebagian air yang memasuki permukaan tanah dan bergerak ke samping lapisan
atas tanah sampai saluran sungai. Kecepatan pergerakan aliran bawah permukaan ini lebih
lambat dibandingkan dengan aliran permukaan.
3. Aliran air tanah (ground water flow)
Ground Water Flow disebut juga dengan aliran air dasar
Sedangkan Viessman et al (1989) menambahkan satu komponen hidrograf terdiri dari:
1. Aliran permukaan langsung.
2. Aliran antara (interflow).
3. Air tanah atau aliran dasar.
4. Presipitasi di saluran air (channel precipitation).

III.4.1.Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu


Nakayasu dari Jepang, telah menyelidiki hidrograf satuan pola beberapa sungai di Jepang.
Nakayasu membuat rumus hidrograf satuan sintetik dari hasil penyelidikannya.
Parameter yang digunakan:
1. Tp (Tenggang waktu dari permulaan hujan sampai puncak hidrograf)
2. Tg (TimeLag/Tenggang waktu dari titik berat hujan sampai titik berat hidrograf)
3. TB (Time Base of Hydrograph/Tenggang waktu hidrograf)
4. A (Catchment Area/luas daerah pengaliran)
5. L (Length of The Longest Channel/panjang alu sungai utama terpanjang)

PT. PERSADA ARTA DEWATA


III-20
16
LAPORAN
HIDROLOGI

6. C (Run Off Coefficient/Koefisien Pengaliran)


Rumus yang dihasilkan adalah sebagai berikut (Soemarto, 1987):
A . R0
Qp = 3.6(0.3 Tp + T 0,3 ) ..............................................................................................(2.29)

dengan :

Qp = Besarnya debit puncak banjir (m3/dt)


A = Catchment Area = Luas daerah aliran (km 2)
Ro = Curah hujan satuan (1 mm)
Tp = Waktu dari permulaan hujan sampai puncak banjir (jam)
T0,3 = Waktu yang diperlukan oleh penurunan debit dari debit puncak sampai
menjadi 30 % dari debit puncak (jam).
Untuk menghitung Tp dan T0.3 digunakan rumus :
Tp = Tg + 0,8 Tr .............................................................................................................(2.30)

T0,3 = α . Tg ......................................................................................................................(2.31)

Tr = 0,75 . Tg .................................................................................................................(2.32)

Dan untuk menentukan tg dengan cara :

a. Jika panjang sungai > 15 km : Tg = 0,4 + 0,058 L


b. Jika panjang sungai < 15 km : Tg = 0,21 . L0,7
dengan :

α = parameter hidrograf
tr = 0,5 x tg sampai 1 x tg
dengan :
Tg = Time lag, yaitu waktu antara permulaan hujan sampai puncak banjir (jam)
Tr = Satuan waktu hujan (jam)
Α = Parameter hidrograf
L = Panjang alur sungai (km).
Catatan :

a. α = 2 : daerah pengaliran biasa


b. α = 1,5 : bagian naik hidrograf yang lambat dan bagian menurun yang cepat
c. α = 3 : bagian naik hidrograf yang cepat dan bagian menurun yang lambat

PT. PERSADA ARTA DEWATA


III-20
17
LAPORAN
HIDROLOGI

d. Dan menurut pengalaman dan penelitian yang telah dilakukan, untuk mendapatkan hasil yang
akurat dan sesuai dengan kondisi karakteristik DAS di Indonesia, perlu melakukan kalibrasi
parameter α tersebut.

Gambar 3. 4 Sketsa Hidrograf Satuan Sintetik Model Nakayasu

III.4.2.Hidrograf Satuan Sintetis Snyder

Hidrograf ini dikembangkan oleh F.F. Snyder dari Amerika Serikat pada tahun 1938 yang
memanfaatkan parameter-parameter DAS untuk memperoleh Hidrograf Satuan Sintetis. Sejumlah DAS
yang diteliti oleh Snyder berada di dataran tinggi Appalachian dengan luas DAS berkisar antara 30
sampai 30.000 km2. (Chow, et al, 1998). Snyder mengembangkan model dengan koefisien-koefisien
empiric yang menghubungkan unsur-unsur hidrograf satuan dengan karakteristik DAS. Hal ini
didasarkan pada pemikiran bahwa pengalihragaman hujan menjadi aliran baik pengaruh translasi
maupun tampungannya dapat dijelaskan dipengaruhi oleh system DAS-nya (Sri Harto, 1993).
Parameter yang digunakan:
1. A (Catchment Area/Luad DAS)
2. L (Panjang sungai utama)
3. Lc (Jarak antara titik berat DAS dengan outlet)
Adapun rumus dari HSS-Snyder adalah sebagai berikut:
tp = Ct . (L . Lc)n ...............................................................................................................(2.33)

dengan :

L = panjang aliran utama (km)


Lc = panjang aliran utama dari titik berat DAS ke pelepasan DAS (km)
Tp = Waktu dari permulaan hujan sampai puncak banjir (jam)
N = koefisien proporsional terhadap Ct ≈ 0,03
Ct = koefisien bergantung pada karakteristik DAS ≈ 1,10 – 1,40

PT. PERSADA ARTA DEWATA


III-20
18
LAPORAN
HIDROLOGI

Gambar 3. 5 Sketsa Hidrograf Satuan Sintetik Snyder

Cp . A 72+3 Tp
Qp = 2,78. tp dan Tb = 24 ........................................................(2.34)

Cp
qp = 0,278. t' p dan Qp = qp x A ....................................................................(2.35)

dengan :
Qp = debit puncak (m3/dt/mm)
qp = puncak hidrograf satuan (m3/dt/mm/km2)
Cp = koefisien bergantung pada karakteristik DAS ≈ 0,58 – 0,69
tp = waktu mulai titik berat hujan sampai debit puncak (jam)
A = Catchment Area = Luas daerah aliran (km 2)
Tp = Waktu dari permulaan hujan sampai puncak banjir (jam)
Tb = Waktu dasar hidrograf (jam)
Catatan : menurut pengalaman dan penelitian yang telah dilakukan, untuk mendapatkan hasil yang
akurat dan sesuai dengan kondisi karakteristik DAS di Indonesia, perlu melakukan
kalibrasi parameter : Ct dan Cp.

Cara untuk mencari lama Curah Hujan Efektif:


tp
tƐ = 5,50 ........................................................................................................................(2.36)
 Jika te > tR maka waktu naik hidrograf satuan :
t’p = tp + 0,25 * (tƐ < tR)..............................................................................................(2.37)
tp= t’p + 0,50 * Tr..........................................................................................................(2.38)
 Jika tƐ < tR :
Tp = tp + 0,50 * tR.......................................................................................................(2.39)

PT. PERSADA ARTA DEWATA


III-20
19
LAPORAN
HIDROLOGI

Cara untuk mencari Debit Maksimum Total:


A
Qp = qp*h* 100 .........................................................................................................(2.40)
dengan :
Qp = debit maksimum total (m3/dt/mm)
H = curah hujan satuan (m)
A = Catchment Area/Luas DAS (km2)

Apabila parameter kemiringan sungai diketahui :


1
A
( 2 )3
Tp = Ct*(L* 100 (dalam jam)................................................................................(2.41)
dengan :
S = kemiringan sungai
n = 0,38
Ct = 1,2 untuk pegunungan
= 0,72 untuk kaki bukit
= 0,35 untuk jurang
= 0,08 untuk perkotaan

PT. PERSADA ARTA DEWATA


III-20
20

Anda mungkin juga menyukai