HIDROLOGI
BAB III
KAJIAN PUSTAKA
III.1. HIDROLOGI
III.1.1.Definisi Umum Hidrologi
Hidrologi adalah ilmu yang mempelajari tentang air, baik mengenai terjadinya, peredaran dan
penyebarannya hingga sifat-sifatnya serta hubungan dengan lingkungannya terutama dengan makhluk
hidup. Penerapan ilmu Hidrologi dapat dijumpai dalam beberapa kegiatan ilmu sipil seperti
perencanaan dan operasi bangunan air seperti Perencanaan Teknis Prasarana Pengendali Lahar
Gunung Agung di Kab. Karangasem ini misalnya.
III.1.2.Siklus Hidrologi
Salah satu bentuk presipitasi yang terpenting di Indonesia adalah hujan (rainfall). Air laut yang
menguap karena adanya radiasi matahari dan awan yang terjadi oleh uap air, bergerak di atas daratan
akibat adanya gerakan angina. Presipitasi yang terjadi karena adanya tabrakan antara butir-butir uap air
akibat desakan angina, dapat berbentuk hujan atau salju yang jatuh ke tanah yang berbentuk limpasan
(run-off) yang mengalir kembali ke laut. Curah hujan yang jatuh di atas permukaan daerah aliran
sungai, selalu mengikuti proses yang disebut dengan Siklus Hidrologi (Soemarto, 1987).
Analisis hidrologi merupakan bidang yang sangat rumit dan kompleks. Hal ini dikarenakan oleh
ketidakpastian siklus hidrologi itu sendiri, rekaman data dan kualitas data. Karena hujan adalah
kejadian yang tidak dapat diprediksi secara pasti seberapa besar curah hujan yang akan terjadi pada
suatu periode waktu, maka diperlukan analisis hidrologi (Bambang Triatmojo, 1998).
III.2.1.Hujan Rencana
Dalam analisis hujan-aliran untuk memperkirakan debit banjir rencana diperlukan masukan hujan
rencana ke dalam suatu sistem DAS. Pada perencanaan bangunan air misalnya, analisis penelusuran
banjir (flood routing) di sungai diperlukan hidrograf banjir rencana dengan periode ulang tertentu.
Hidrograf banjir dapat diperoleh dengan menggunakan metode hidrograf satuan dan data masukan
yang diperoleh adalah Hietograf Hujan Rencana.
Pencatatan hujan biasanya dalam bentuk hujan harian, jam-jaman bahkan menitan. Pencatatan
dilakukan dengan interval waktu pendek supaya distribusi hujan selama terjadinya hujan dapat
diketahui. Distribusi hujan yang terjadi digunakan sebagai masukan untuk mendapatkan hidrograf
aliran. Dalam analisis hidrograf banjir rencana dengan memasukkan hujan rencana dengan periode
ulang tertentu yang diperoleh dari analisis frekuensi, tapi biasanya parameter hujan seperti durasi dan
pola distribusi tidak diketahui, padahal parameter tersebut dangat diperlukan (Bambang Triatmojo,
1998).
Data Hujan
Beberapa dari hasil presipitasi, hujan lah yang paling bias diukur dari hasil pengukuran.
Karena menurut pakar-pakar hidrologi, dari beberapa hasil presipitasi tersebut yakni produk
dari awan yang turun sebagai air hujan dan hanya seperempatnya yang kembali ke laut
melalui limpasan langsung (direct run-off) atau melalui aliran air tanah (ground water flow).
Jumlah hujan yang terjadi dalam suatu DAS adalah besaran yang sangat penting dalam
sistem DAS tersebut karena hujan menjadi masukan yang utama ke dalam suatu DAS.
Walaupun kita bisa mengukur secara langsung dengan menampung air hujan yang jatuh di
suatu daerah hanya dapat diukur di beberapa titik yang telah ditetapkan. Oleh karena itu,
pengukurannya harus dilakukan seteliti mungkin.
Dalam menganalisisnya, pada umumnya tidak hanya data hujan kumulatif harian saja yang
diperlukan, tapi juga diperlukan data hujan jam-jaman bahkan menitan. Dan demi
mendapatkan data-data atau perkiraan besaran hujan yang baik terjadi dalam suatu DAS
tersebut, maka diperlukan beberapa stasiun hujan.
Data-data hujan yang telah dikumpulkan oleh stasiun-stasiun hujan haruslah merupakan data
yang mendukung kesalahan yang sekecil mungkin, supaya hasil analisis nantinya tidak
diragukan sebagai acuan dalam perencanaan bahkan perancangan.
Uji Konsistensi
Satu seri data hujan untuk satu stasiun tertentu, dimungkinkan sifatnya tidak konsisten
(Inconsistence). Data semacam ini tidak dapat langsung di analisis, karena sebenarnya data
didalamnya berasal dari populasi data yang berbeda. Tidak konsistensinya data seperti ini
dapat saja terjadi karena alat ukur yang diganti atau dipindahkan dari tempatnya, atau situasi
lokasi penempatan alat ukur mengalami perubahan.
Metode yang digunakanuntukpengujian data adalahmetode RAPS (Rescaled Adjusted partial
Sums) yaitu pengujian dengan menggunakan data hujan tahunan rata-rata dari stasiun yang
sudah ditetapkan dengan melakukan pengujian kumulatif penyimpangan kuadrat terhadap
nilai reratanya. Persamaannya adalah sebagai berikut: (Sri Harto,1993)
So*= 0.............................................................................................................................(2.1)
k
Sk*= 0 ∑ i=1 ( Y I −Y )2
, dengan k = 1,…, n ..............................................................(2.2)
Stasiun penakar hujan hanya memberikan kedalaman hujan di titik mana stasiun tersebut
berada, sehingga hujan pada suatu luasan harus diperkirakan dari titik pengukuran tersebut. Apabila
pada suatu daerah terdapat lebih dari satu stasiun pengukur yang ditempatkan secara terpencar, hujan
yang tercatat di masing-masing stasiun tidak sama.
Dalam analisis hidrologi sering diperlukan untuk menentukan hujan rerata pada daerah tersebut,
yang dapat dilakukan dengan tiga metode berikut yaitu:
Metode ini adalah yang paling sederhana untuk menghitung hujan rerata pada suatu daerah.
Pengukuran yang dilakukan di beberapa stasiun dalam waktu yang bersamaan dijumlahkan dan
kemudian dibagi dengan jumlah stasiun. Stasiun hujan yang digunakan dalam hitungan biasanya
adalah yang berada di dalam DAS, tetapi stasiun di luar DAS yang masih berdekatan juga masih
bisa diperhitungkan.
Metode rerata aljabar memberikan hasil yang baik apabila:
- Stasiun tersebar secara merata di DAS.
- Distribusi hujan relative merata pada seluruh DAS.
Metode ini memperhitungkan bobot dari masing-masing stasiun yang mewakili luasan di sekitarnya.
Pada suatu luasan di dalam DAS dianggap bahwa hujan adalah sama dengan yang terjadi pada stasiun
terdekat, sehingga hujan yang tercatat pada suatu stasiun mewakili luasan tersebut. Metode ini
digunakan apabila penyebaran stasiun hujan di daerah yang ditinjau tidak merata. Hitungan curah hujan
rerata dilakukan dengan memperhitungkan daerah pengaruh dari setiap stasiun.
Pembentukan poligon Thiessen adalah sebagai berikut ini:
a. Stasiun-stasiun hujan digambarkan pada peta DAS yang ditinjau, termasuk stasiun hujan di luar
DAS yang berdekatan, seperti ditunjukkan dalam Gambar 2.2
b. Stasiun-stasiun tersebut dihubungkan dengan garis lurus (garis terputus) sehingga membentuk
segitiga-segitiga, yang sebaiknya mempunyai sisi dengan panjang yang kira-kira sama.
c. Dibuat garis berat pada sisi-sisi segitiga seperti ditunjukkan dengan garis penuh pada Gambar
2.2
d. Garis-garis berat tersebut membentuk poligon yang mengelilingi tiap stasiun. Tiap stasiun
mewakili luasan yang dibentuk oleh poligon. Untuk stasiun yang berada di dekat batas DAS,
garis batas DAS membentuk batas tertutup dari poligon.
e. Luas tiap poligon diukur dan kemudian dikalikan dengan kedalaman hujan di stasiun yang berada
di dalam poligon.
f. Jumlah dari hitungan pada butir e untuk semua stasiun dibagi dengan luas daerah yang ditinjau
menghasilkan hujan rerata daerah tersebut, yang dalam bentuk matematik mempunyai bentuk
berikut ini.
Perhitungan polygon Thiessen adalah sebagai berikut :
A1P1+A2P2…….+AnPn
........................................................................................................................................(2.8)
P=
A1+A2….+An
Dengan:
p = Hujan rerata kawasan
p1,p2….pn = Hujan pada stasiun 1,2,3,..n
A1,A2,…An = Luas daerah stasiun 1,2,3..n
Metode Poligon Thiessen ini banyak digunakan untuk menghitung rerata kawasan. Poligon Thiessen
adalah tetap untuk suatu jaringan stasiun hujan tertentu. Apabila terdapat perubahan jaringan
stasiun hujan, seperti pemindahan atau penambahan stasiun, maka harus dibuat lagi Poligon
Thiessen yang baru.
3. Metode Isohiet
Isohiet adalah garis yang menghubungkan titik-titik dengan kedalaman hujan yang sama. Pada
metode Isohiet, dianggap bahwa hujan pada suatu daerah diantara dua garis Isohiet adalah merata
dan sama dengan nilai rerata dari kedua garis isohiet tersebut.
Pembuatan garis Isohiet dilakukan dengan prosedur berikut ini (Gambar 2.3):
a. Lokasi stasiun hujan dan kedalaman hujan digambarkan pada peta daerah yang ditinjau.
b. Dari nilai kedalaman hujan di stasiun yang berdampingan dibuat interpolasi dengan
pertambahan nilai yang ditetapkan.
c. Dibuat kurva yang menghubungkan titik-titik interpolasi yang mempunyai kedalaman hujan yang
sama. Ketelitian tergantung pada pembuatan garis Isohiet dan intervalnya.
d. Diukur luas daerah antara dua isohiet yang berurutan dan kemudian dikalikan dengan nilai
rerata dari nilai kedua garis isohiet.
e. Jumlah dari hitungan pada butir d untuk seluruh garis Isohiet dibagi dengan luas daerah yang
ditinjau menghasilkan kedalaman hujan rerata daerah tersebut.
I1 + I2 I2 + I3 In + I(n+1)
A +A + …..…+ + A
2 2 n 2
P= 1 (
A1 + A2 + …….+An
Atau 2
Dengan:
p = hujan rerata kawasan
I1, I2 ,…., In = garis isohiet ke 1,2,3,…n, n+1
A1, A2,…,A3 = luas daerah yang dibatasi oleh garis isohietke 1 dan 2, 2 dan 3,…, n dan
n+1
Penentuan jenis distribusi frekuensi digunakan untuk mengetahui suatu rangkaian data cocok
untuk suatu sebaran tertentu dan tidak cocok untuk sebaran lain. Untuk mengetahui kecocokan
terhadap suatu jenis sebaran tertentu, perlu dikaji terlebih dahulu ketentuan-ketentuan yang ada, yaitu
meliputi:
3
n . ∑ ( X− X́ )
Cs= ..................................................................................................(2.11)
( n−1 ) ( n−2 ) S 3
4
n2 . ∑ ( X− X́ )
Ck= ......................................................................................(2.12)
( n−1 )( n−2 ) (n−3) S4
S
Cv= ........................................................................................................................(2.13)
X́
Dimana:
n = jumlah data
X́ = rata-rata data hujan (mm)
S = simpangan baku (standar deviasi)
X = data hujan (mm)
No Sebaran Syarat
1. Normal Cs = 0
2. Log Normal Cs = 3 Cv
3. Gumbel Cs = 1,1396
Ck = 5,4002
4. Bila tidak ada yang memenuhi syarat digunakan sebaran Log Person
Type III
Sumber : Sri Harto, 1993
Dalam statistik dikenal beberapa jenis distribusi frekuensi dan yang banyak digunakan dalam
hidrologi yaitu Distribusi Normal, Log Normal, Log Person Tipe III dan Gumbel.
1. Distribusi Normal
Distribusi Normal / kurva normal juga disebut dengan Distribusi Gauss. Fungsi densitas peluang
normal (PDF = probability density function) yang paling dikenal adalah bentuk bell dan dikenal
sebagai distribusi normal. PDF distribusi normal dapat dituliskan dalam bentuk rata-rata dan
simpangan bakunya sebagai berikut:
1 −(x−μ)2
P( X )=
σ √2 π
exp
2 σ2 [ ]
−∞ ≤ x ≤ ∞............................................................(2.14)
Keterangan:
1 −(Y −μy )2
P( X )=
Xσ √ 2 π
exp
[ 2 σy2 ]
X>0...................................................................(2.15)
Keterangan:
P (X) = Peluang Log Normal
X = nilai variat pengamatan
µy = nilai rata-rata populasi y
σy = deviasi standar nilai variat Y
Apabila nilai P(X) digambarkan pada kertas, maka peluang logaritmik akan merupakan persamaan
garis lurus, sehingga dapat dinyatakan sebagai model matematik dengan persamaan:
YT = µ + KTσ................................................................................................................(2.16)
YT −Y
KT = ..............................................................................................................(2.18)
S
Keterangan :
YT = perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dengan periode ulang T-tahunan
Y = nilai rata-rata hitung variat
S = deviasi standar nilai variat
KT = faktor frekuensi, merupakan fungsi dari peluang atau periode ulang dan tipe model
matematik distribusi peluang yang digunakan untuk analisis peluang.
∑ log Xi ......................................................................................................(2.19)
log X = i=1
n
[ ∑ ( log Xi−logX )
S = i=1
n−1
2
] ......................................................................................(2.20)
5. Hitung logaritma hujan atau banjir dengan periode ulang T menggunakan rumus:
Log XT = log X + K.S...................................................................................................(2.22)
Dimana:
XT = curah hujan dengan periode ulang tahun
Log X = rata-rata log curah hujan harian maksimum
G = faktor penyimpangan, seperti tabel 2.2
CS = koefisien penyimpangan
S = simpangan baku
4. Distribusi Gumbel
Gumbel menggunakan harga ekstrim untuk menunjukkan bahwa dalam deret harga-harga ekstrim
X1,X2,X3,.....Xn mempunyai fungsi distribusi eksponensial ganda.
Xt = X + S * K..............................................................................................................(2.23)
Yt −Yn
K= ................................................................................................................(2.24)
Sn
Dimana :
X = harga rata-rata sampel
S = standardeviasi (simpangan baku) sampel
Yt = reduced variate sebagai fungsi periode ulang “T” tahun.
Tr −1
Yt =−ln −ln { Tr }
................................................................................................(2.25)
Dimana :
Sn = reduced standart deviation yang tergantung dari jumlah data
Yn = reduced mean yang juga tergantung dari jumlah data
III.2.4.Pengeplotan Data
Pengeplotan data merupakan nilai probabilitas yang dimiliki oleh masing-masing data yang
diplot. Banyak metode yang telah dikembangkan untuk menentukan posisi pengeplotan yang
sebagian besar dibuat secara empiris. Untuk keperluan penentuan posisi ini, data hidrologi data
hujan dan banjir) yang telah ditabelkan diurutkan dari besar ke kecil (berdasarkan peringkat m),
dimulai dengan m=1 untuk data dengan nilai tertinggi dan m=n (n adalah jumlah data) untuk data
dengan nilai terkecil. Periode ulang Tr dapat dihitung dengan persamaan Weibull, yaitu:
m
Tr= ....................................................................................................................(2.26)
n−1
Dengan:
m = nomor urut (peringkat) data setelah diurutkan dari besar ke kecil
n = banyak data atau jumlah kejadian (event)
Diperlukan penguji parameter untuk menguji kecocokan distribusi frekuensi sampel data terhadap
distribusi peluang yang diperkirakan dapat menggambarkan atau mewakili distribusi frekuensi tersebut.
Pengujian parameter yang sering dipakai adalah Chi-Kuadrat dan Smirnov-Kolmogorov.
III.2.6.Uji Chi-Kuadrat
Uji Chi-Kuadrat dimaksudkan untuk menentukan apakah persamaan distribusi yang telah dipilih
mewakili distribusi statistik sampel data yang dianalisis. Pengambilan keputusan uji ini menggunakan
parameter X2, yang dapat dihitung dengan rumus berikut:
G
(Oi−Ei)2
X h =∑
2 ....................................................................................................(2.27)
i=1 Ei
Dengan :
Xh2 = parameter chi-kuadrat terhitung
G = jumlah sub kelompok
Oi = jumlah nilai pengamatan pada sub kelompok i
Ei = jumlah nilai teoritis pada sub kelompok i
Jumlah kelas distribusi dihitung dengan persamaan Sturges:
K= 1 + 3,332 log n
Dengan :
K = jumlah kelas
n = jumlah data
Derajat bebas (number of degrees of freedom)
V=K–h–1
Dimana :
h = jumlah parameter = 2
Interprestasi hasil uji adalah sebagai berikut:
a) Apabila peluang lebih dari 5%, maka persmaan distribusi yang digunakan dapat diterima.
b) Apabila peluang kurang dari 1%, maka persamaan distribusi yang digunakan tidak dapat
diterima.
c) Apabila peluang berada diantara 1-5%, maka tidak mungkin mengambil keputusan, misal perlu
tambahan data.
Degrees of
Probability of a Deviation Greater then X^2
Freedom
0.2 0.1 0.05 0.01 0.001
1 1.642 2.706 3.841 6.635 10.827
2 3.129 4.605 5.991 9.21 13.8153
III.2.7.Uji Smirnov-Kolmogorov
Uji kecocokan Smirnov-Kolmogorov sering disebut juga uji kecocokan non-parametik, karena
pengujiannya tidak menggunakan fungsi distribusi tertentu. Prosedur pelaksanaannya adalah sebagai
berikut:
1. Urutkan data (dari besar ke kecil atau sebaliknya) dan tentukan besarnya peluang dari masing-
masing data tersebut.
X1 = P (X1)
X2 = P (X2)
X3 = P (X3), dan seterusnya.
2. Urutkan nilai masing-masing peluang teoritis dari hasil penggambaran data (persamaan
distribusinya).
X1 = P’ (X1)
X2 = P’ (X2)
X3 = p’ (X3), dan seterusnya.
3. Dari kedua nilai peluang tersebut, tentukan selisih terbesarnya antar peluang pengamatan dengan
peluang teoritis.
D maksimum = (P (Xn) – P’ (Xn)......................................................................................(2.28)
4. Berdasarkan tabel nilai kritis (Smirnov-Kolmogorov) tentukan harga Do dari tabel kala ulang.
Derajat Kepercayaan, α
N
0.2 0.1 0.05 0.01
5 0.45 0.51 0.56 0.67
10 0.32 0.37 0.41 0.19
15 0.27 0.3 0.34 0.4
20 0.23 0.26 0.29 0.36
25 0.21 0.24 0.27 0.32
30 0.19 0.22 0.24 1.29
35 0.18 0.2 0.23 0.27
40 0.17 0.19 0.21 0.25
45 0.16 0.18 0.2 0.24
50 0.15 0.17 0.19 0.23
1.07 1,22 1,36 1,63
N > 50
N 0,5 N 0,5 N 0,5 N 0,5
Sumber : Suripin, 2004
III.3.2.Koefisien Pengaliran
Koefisien pengaliran adalah suatu variabel yang didasarkan pada kondisi daerah pengaliran dan
karakteristik hujan yang jatuh di daerah tersebut.
Adapun kondisi dan karakteristik yang dimaksud adalah :
1. Keadaan hujan
2. Luas dan bentuk daerah aliran
3. Kemiringan daerah aliran dan kemiringan dasar sungai
4. Daya infiltrasi dan perkolasi tanah
5. Kebasahan tanah
6. Suhu udara dan angin serta evaporasi dan
7. Tata guna tanah
Koefisien pengaliran yang disajikan pada tabel berikut, didasarkan dengan suatu pertimbangan
bahwa koefisien tersebut sangat tergantung pada faktor - faktor fisik.
KOEFISIEN
KONDISI DAS
PENGALIRAN (C)
Pegunungan Curam 0,75 – 0,90
f = 1 R’ / Rt = 1 – f 1
dimana :
f = koefisien pengaliran
f1 = laju kehilangan = t / Rs
t, s = tetapan
Berdasarkan jabaran rumus tersebut diatas, maka tetapan nilai koefisien pengaliran, seperti
terlihat pada tabel berikut :
III.3.3.Hujan Netto
Hujan netto adalah hujan total yang menghasilkan limpasan langsung ( direct run - off). Limpasan
langsung ini terdiri atas limpasan permukaan (surface run - off) dan interflow (air yang masuk kedalam
lapisan tipis di bawah permukaan tanah dengan permeabilitas rendah, yang keluar lagi di tempat yang
lebih rendah dan berubah menjadi limpasan permukaan).
Dengan menganggap bahwa proses transformasi hujan menjadi limpasan langsung mengikuti
proses linier dan tidak berubah oleh waktu, maka hujan netto (Rn) dapat dinyatakan sebagai berikut :
Rn = C x R
dimana :
Rn = Hujan netto
C = Koefisien limpasan
R = Intensitas curah hujan
Hidrograf dapat digambarkan sebagai penyajian grafis antara salah satu unsur aliran dengan
waktu (Sri Harto, 1993). Sedangkan hidrograf limpasan didefinisikan sebagai grafik yang kontinyu yang
menunjukkan sifat-sifat dari aliran sungai berkaitan dengan waktu. Normalnya diperoleh dari garis
pencatatan kontinyu yang mengindikasikan debit dengan waktu (Viessman et al. 1989).
Hidrograf memberikan gambaran mengenai berbagai kondisi (karakteristik) yang ada di DAS
secara bersama-sama, sehingga apabila karakteristik DAS berubah maka akan menyebabkan
perubahan bentuk hidrograf (Sosrodarsono & Takeda, 1983). Hidrograf juga menunjukkan tanggapan
menyeluruh DAS terhadap masukkan tertentu. Sesuai dengan sifat dan perilaku DAS yang
bersangkutan, hidrograf aliran selalu berubah sesuai dengan besaran dan waktu terjadi masukkan (Sri
Harto, 1993).
Linsley et al.(1982) menyatakan terdapat 3 (tiga) konponen penyusun hidrograf, yaitu:
1. Aliran di atas tanah (oveland flow / surface runoff).
Merupakan air yang dalam perjalanannya menuju saluran melalui permukaan tanah.
2. Aliran bawah permukaan (interflow / subsurface storm flow)
Merupakan sebagian air yang memasuki permukaan tanah dan bergerak ke samping lapisan
atas tanah sampai saluran sungai. Kecepatan pergerakan aliran bawah permukaan ini lebih
lambat dibandingkan dengan aliran permukaan.
3. Aliran air tanah (ground water flow)
Ground Water Flow disebut juga dengan aliran air dasar
Sedangkan Viessman et al (1989) menambahkan satu komponen hidrograf terdiri dari:
1. Aliran permukaan langsung.
2. Aliran antara (interflow).
3. Air tanah atau aliran dasar.
4. Presipitasi di saluran air (channel precipitation).
dengan :
T0,3 = α . Tg ......................................................................................................................(2.31)
Tr = 0,75 . Tg .................................................................................................................(2.32)
α = parameter hidrograf
tr = 0,5 x tg sampai 1 x tg
dengan :
Tg = Time lag, yaitu waktu antara permulaan hujan sampai puncak banjir (jam)
Tr = Satuan waktu hujan (jam)
Α = Parameter hidrograf
L = Panjang alur sungai (km).
Catatan :
d. Dan menurut pengalaman dan penelitian yang telah dilakukan, untuk mendapatkan hasil yang
akurat dan sesuai dengan kondisi karakteristik DAS di Indonesia, perlu melakukan kalibrasi
parameter α tersebut.
Hidrograf ini dikembangkan oleh F.F. Snyder dari Amerika Serikat pada tahun 1938 yang
memanfaatkan parameter-parameter DAS untuk memperoleh Hidrograf Satuan Sintetis. Sejumlah DAS
yang diteliti oleh Snyder berada di dataran tinggi Appalachian dengan luas DAS berkisar antara 30
sampai 30.000 km2. (Chow, et al, 1998). Snyder mengembangkan model dengan koefisien-koefisien
empiric yang menghubungkan unsur-unsur hidrograf satuan dengan karakteristik DAS. Hal ini
didasarkan pada pemikiran bahwa pengalihragaman hujan menjadi aliran baik pengaruh translasi
maupun tampungannya dapat dijelaskan dipengaruhi oleh system DAS-nya (Sri Harto, 1993).
Parameter yang digunakan:
1. A (Catchment Area/Luad DAS)
2. L (Panjang sungai utama)
3. Lc (Jarak antara titik berat DAS dengan outlet)
Adapun rumus dari HSS-Snyder adalah sebagai berikut:
tp = Ct . (L . Lc)n ...............................................................................................................(2.33)
dengan :
Cp . A 72+3 Tp
Qp = 2,78. tp dan Tb = 24 ........................................................(2.34)
Cp
qp = 0,278. t' p dan Qp = qp x A ....................................................................(2.35)
dengan :
Qp = debit puncak (m3/dt/mm)
qp = puncak hidrograf satuan (m3/dt/mm/km2)
Cp = koefisien bergantung pada karakteristik DAS ≈ 0,58 – 0,69
tp = waktu mulai titik berat hujan sampai debit puncak (jam)
A = Catchment Area = Luas daerah aliran (km 2)
Tp = Waktu dari permulaan hujan sampai puncak banjir (jam)
Tb = Waktu dasar hidrograf (jam)
Catatan : menurut pengalaman dan penelitian yang telah dilakukan, untuk mendapatkan hasil yang
akurat dan sesuai dengan kondisi karakteristik DAS di Indonesia, perlu melakukan
kalibrasi parameter : Ct dan Cp.